file · Web viewKonsep "negara bangsa", misalnya, memang mengasumsikan adanya kesamaan...

31
KONSTITUSIONALISME, HAM, DAN KEWARGANEGARAAN Konstitusionalisme menyediakan kerangka hukum dan politik untuk merealisasikan dan melindungi persamaan status, HAM, dan kesejahteraan seluruh warga negara. Standar HAM, sebagaimana yang telah didefinisikan dalam kesepakatan internasional dan regional serta tercantum dalam hukum adat internasional, hanya bisa dipraktikkan melalui institusi, sistem hukum, dan konstitusi nasional. Namun, efektivitas system nasional dan internasional tersebut bergantung pada partisipasi aktif warga negara dalam melindungi hak-haknya sendiri. Pada saat yang sama, norma-norma hak asasi dan konstitusi membuat warga negara bisa bertukar informasi, mengorganisasi, dan melakukan aksi secara bersama-sama untuk mempromosikan visi mereka tentang kemaslahatan sosial dan melindungi hak-hak mereka. Dengan kata lain, konstitusionalisme dan HAM adalah alat yang penting untuk melindungi status dan hak warga

Transcript of file · Web viewKonsep "negara bangsa", misalnya, memang mengasumsikan adanya kesamaan...

Page 1: file · Web viewKonsep "negara bangsa", misalnya, memang mengasumsikan adanya kesamaan identitas semacam etnik atau bahasa antara warga negara. Akan tetapi, asumsi

KONSTITUSIONALISME, HAM, DAN KEWARGANEGARAAN

Konstitusionalisme menyediakan kerangka hukum dan politik untuk

merealisasikan dan melindungi persamaan status, HAM, dan kesejahteraan

seluruh warga negara. Standar HAM, sebagaimana yang telah didefinisikan dalam

kesepakatan internasional dan regional serta tercantum dalam hukum adat

internasional, hanya bisa dipraktikkan melalui institusi, sistem hukum, dan

konstitusi nasional. Namun, efektivitas system nasional dan internasional tersebut

bergantung pada partisipasi aktif warga negara dalam melindungi hak-haknya

sendiri. Pada saat yang sama, norma-norma hak asasi dan konstitusi membuat

warga negara bisa bertukar informasi, mengorganisasi, dan melakukan aksi secara

bersama-sama untuk mempromosikan visi mereka tentang kemaslahatan sosial

dan melindungi hak-hak mereka. Dengan kata lain, konstitusionalisme dan HAM

adalah alat yang penting untuk melindungi status dan hak warga negara, tetapi

fungsi tersebut dapat efektif justru karena peran warga negara sendiri.

Negara, Politik, dan "Public Reason”

Karakter Negara Modern

Ciri-ciri negara sebagai kawasan territorial:

Negara modern adalah organisasi birokratis yang terpusat, hierarkis, dan

dibagi-bagi menjadi institusi dan organ yang berbeda yang memiliki fungsi

masing-masing. Namun, institusi-institusi itu beroperasi sesuai dengan aturan

formal dan struktur akuntabilitas yang hierarkis dan jelas pada otoritas pusat.

Page 2: file · Web viewKonsep "negara bangsa", misalnya, memang mengasumsikan adanya kesamaan identitas semacam etnik atau bahasa antara warga negara. Akan tetapi, asumsi

Institusi-institusi negara yang rerpisah tapi berhubungan ini, berbeda dengan

organisasi sosial lain seperti partai politik, organisasi sipil, dan asosiasi bisnis.

Domain organisasi negara modern lebih Iuas daripada domain organisasi-

organisasi lain karena saat ini domainnya mencakup hampir seluruh aspek

kehidupan manusia, baik sosial, politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan

lain sebagainya.

Untuk menunaikan fungsi dan perannya yang beragam ini, negara harus

memiliki kedaulatan eksternal maupun internal. Lembaga negara harus

menjadi pemilik otoritas rertinggi dalam wilayah kekuasaannya. Negara juga

harus menjadi representasi otoritatif dari warga negara dan aktor-aktor yang

berada dalam kawasan kekuasaannya bagi pihak-pihak yang berada di luar

wilayahnya.

Untuk alasan yang sama yang telah disebut di atas, negara juga harus memiliki

monopoli untuk rnenggunakan kekuatan dan pemaksaan secara sah.

Kemampuan ini sangat esensial bagi negara agar ia bisa memberdayakan

otoritasnya untuk melindungi kedaulatannya, menjaga keutuhan hukum dan

tatanannya, serta mengatur dan menengahi perselisihan, dan lain sebagainya.

Kekuasaan negara terbatas pada wilayahnya. Suaru negara, biasanya tidak

mempunyai otoritas di luar wilayah kekuasaannya.

Rakyat suatu negara sering memiliki ikatan dan identifikasi sentimentil

terhadap negaranya, tetapi itu bukan karakter negara yang penting. Konsep

"negara bangsa", misalnya, memang mengasumsikan adanya kesamaan

identitas semacam etnik atau bahasa antara warga negara. Akan tetapi, asumsi

Page 3: file · Web viewKonsep "negara bangsa", misalnya, memang mengasumsikan adanya kesamaan identitas semacam etnik atau bahasa antara warga negara. Akan tetapi, asumsi

ini bisa keliru karena kawasan tidak selalu identik dengan etnik, agama, atau

ikaran-ikatan populer lain.

Negara juga cenderung memiliki tipe pemerintahan yang berbeda. Bisa jadi

pemerintahannya adalah partai demokrat liberal, satu partai, monarki, dan lain

sebagainya. Namun, juga harus dicatat bahwa ciri ini juga bukan sebuah

karakter definitif.

Beberapa elemen negara modern mungkin dimiliki oleh organisasi non-

negara, tapi tidak ada satu pun dari organisasi itu memiliki seluruh karakter

negara. Secara khusus, kedaulatan atas wilayah merupakan ciri pembeda

negara dari organisasi non- negara karena kedaulatan ini tidak dimiliki oleh

organisasi non-negara mana pun.

Pembedaan Negara dan Politik

Relasi yang kompleks antara politik dan negara ini dapat dipahami dari

logika dan sikap negara yang harus otonom, tapi tetap mengakar dan terhubung

dengan masyarakat. Sebagai sebuah institusi dan organ yang sangat kompleks,

organisasi negara dapat dibagi secara vertikal berdasarkan fungsi dan secara

horizontal berdasarkan geografi. Pembagian vertikal berhubungan dengan

keberadaan "ruang utama" (major sphere) tempat berbagai aktor sosial bergabung

dengan yang lainnya dan dengan negara: "dalam negara, ruang ini dipahami

sebagai bidang kebijakan (dan konstituen), dan ditandai dengan adanya berbagai

departemen pelayanan publik yang dibentuk untuk melaksanakan bidang

kebijakan tertentu, misalnya kesehatan, transportasi, pendidikan, hukum, tatanan

Page 4: file · Web viewKonsep "negara bangsa", misalnya, memang mengasumsikan adanya kesamaan identitas semacam etnik atau bahasa antara warga negara. Akan tetapi, asumsi

masyarakat, dan urusan konsumen". Sedangkan, pembagian horizontal berarti

pengorganisasian tata pemerintahan secara spasial. Negara, dengan demikian, bisa

dibagi berdasarkan negara kesatuan ataupun negara federal, atau berdasarkan

pembagian pemerintahan lokal atau regional. Pembagian vertikal berdasarkan

fungsi juga dapat terbagi lagi secara horizontal melalui pembagian wilayah atau

unit administratif.

“Public Reason” untuk Memediasi Koflik Kebijakan

Otonomi negara akan hilang atau berkurang bila negara hanya mengizinkan

suatu kelompok untuk mempengaruhi dan memaksa kepentingan pada salah satu

institusinya atau bahkan negara secara keseluruhan. Dengan kata lain, pelaksanaan

kombinasi legitimasi dan otonomi ini sangat bergantung pada dua persyaratan.

Aktor non-negara membutuhkan ruang yang aman untuk bersaing secara

bebas dan sehat untuk mempengaruhi proses pengambilan kebijakan

melalui peran negara.

Ruang yang tersedia tersebut harus dapat menjamin terbukanya

kesempatan bagi sebanyak-banyaknya kelompok untuk berkompetisi.

Semakin banyak dan beragam kelompok yang dapar bersaing secara bebas

dan sehat untuk mengamankan kepentingan dan urusannya dalam sebuah

kebijakan, semakin kecil pula kemungkinan mereka untuk mengontrol

negara atau institusinya.

Dua hal tersebut mengindikasikan “public reason” (nalar public) yang

didalamnya para aktor social dapat mempengaruhi negara dengan tetap tidak

membahayakan otonomi negara. Konsep ini berisi beberapa elemen, misalnya

Page 5: file · Web viewKonsep "negara bangsa", misalnya, memang mengasumsikan adanya kesamaan identitas semacam etnik atau bahasa antara warga negara. Akan tetapi, asumsi

prosedur efektif untuk menjamin partisipasi bebas dan sehat, pedoman mengenai

isi dan etika debat public, bahkan perangkat pendidikan dan perangkat lain yang

digunakan untuk meningkatkan legitimasi dan efektifitas persyaratan tersebut.

Ada beberapa hal yang berkaitan dengan “public reason”:

1. Ruang bagi “public reason” harus aman sehingga proses argumentasi

terbangun dalam suasana yang mudah untuk dikendalikan oleh

pemerintahan atau rezim tertentu atau dikontrol oleh satu kelompok social

tertentu agar dapat diterima oleh seluruh elemen masyaarakat, ruang bagi

“public reason” harus diidentifikasi sebagai negara, bukan sebagai satu

rezim atau masa pemerintahan tertentu.

2. Ruang bagi “public reason” harus diamankan melalui prinsip-prinsip

konstitusionalisme, sekularisme yang menjamin netralitas negara terhadap

agama, hak asasi manusia, dan kewarnegaraan.

3. Selain menyediakan jaring pengaman, negara tidak boleh memengaruhi

wacana “public reason” dengan membatasi jumlah pihak yang boleh

terlibat dalam ruang “public reason” dengan mendiskriminasi kelompok

agama, komunitas atau kelompok minoritas tertentu.

4. Meskipun negara harus mempersiapkan aturan dan pedoman dasar “public

reason”, domain “public reason” tetap harus berada di wilayah civil

society. Dengan kata lain meskipun negara mengatur “public reason”,

bukan berarti “public reason” adalah institusi negara.

Page 6: file · Web viewKonsep "negara bangsa", misalnya, memang mengasumsikan adanya kesamaan identitas semacam etnik atau bahasa antara warga negara. Akan tetapi, asumsi

Praktik Lokal dan Prinsip-Prinsip Universal

Secara umum, konsitusionalisme merupakan respon tertentu terhadap

paradoks dasar pengalaman praktis sebuah masyarakat. Di satu sisi, sudah jelas

bahwa seluruh anggota masyarakat tidak mungkin dapat berpartisipasi secara

sejajar dalam pelaksanaan urusan-urusan publiknya. Namun disisi lain orang

cenderung untuk memiliki pandangan dan kepentingan yang berbeda berkaitan

dengan hal-hal seperti kekuasaan politik, alokasi, dan pengembangan sumber daya

ekonomi, serta pelayanan dan kebijakan sosial. Disinilah negara menjadi pihak

yang berperan untuk menyelesaikan perbedaan pendapat dan konflik kepentingan

itu. Namun dalam praktiknya, fungsi tersebut juga dijalankan oleh aparatur negara

(manusia), dan bukan oleh badan resmi yang abstrak dan lembaga yang netral.

Konstitusionalisme, dengan demikian berfungsi memberikan ruang bagi pihak-

pihak yang memiliki kontrol langsung terhadap aparatur negara untuk memastikan

bahwa pandangan dan kepentingan mereka dipenuhi oleh aparat yang bertugas

untuk mengatur negara. Realitas inilah yang menjadi dasar bagi semua aspek

konstitusionalisme, baik yang berkaitan dengan struktur dan lembaga negara

maupun aktifitasnya dalam membuat dan menjalakan kebijakan publik dan

administrasi keadilan.

Dengan demikian, tata pemerintahan konstitusional mengharuskan adanya

penghormatan dan perlindungan terhadap hak-hak individu dan masyarakat,

karena makna dan implementasi kedua hak ini berkaitan satu sama lain.

Contohnya, menghormati kebebasan individu untuk mengutarakan pendapat,

Page 7: file · Web viewKonsep "negara bangsa", misalnya, memang mengasumsikan adanya kesamaan identitas semacam etnik atau bahasa antara warga negara. Akan tetapi, asumsi

keyakinan, dan berorganisasi adalah satu-satunya cara untuk melindungi hak

kebebasan kelompok, etnik, dan agama tertentu.

Prinsip konstitusionalisme kadang-kadang diekspresikan dalam istilah hak

untuk menentukan nasib sendiri (self-determination), yang didalamnya rakyat

berhak untuk menentukan secara bebas status politik mereka dan meraih

kemajuan ekonomi, sosial, dan kultural mereka. Hal ini kadang-kadang disalah

pahami sebagai hak untuk memisahkan diri dari negara yang sudah ada. Adalah

lebih baik untuk melihat pemenuhan hak untuk menentukan nasib sendiri sebagai

sebuah proses yang berkelanjutan daripada melihatnya sebagai sesuatu yang harus

dipenuhi sekalingus setelah meraih kemerdekaan politik dari kekuasaan kolonial.

Konstitusionalisme selalu berkaitan dengan kemampuan rakyat untuk

memengaruhi kejadian-kejadian yang membentuk kehidupan mereka, baik pada

tingkat personal, keluarga, maupun masyarakat. Konstitusionalisme berkaitan

dengan upaya penataan dan pengamanan ruang publik untuk rakyat agar mereka

dapat mencari, bertukar, berdebat, dan menilai sebuah informasi secara bebas

serta dapat bergabung dengan yang lain agar dapat melakukan sesuatu untuk

mencapai tujuannya.

Prinsip konstitusionalisme berisi beberapa pronsip umum, seperti

pemerintahan yang representatif, transaparansi, akuntabilitas, pemisahan

kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif serta independensi lembaga

kehakiman. Namun ini bukan berarti bahwa semua prinsip ini harus ada agar

konsitusionalisme dapat diimplementasikan dengan sukses di sebuah negara.

Kenyataannya, prinsip-prinsip dan kondisi itu hanya bisa muncul dan

Page 8: file · Web viewKonsep "negara bangsa", misalnya, memang mengasumsikan adanya kesamaan identitas semacam etnik atau bahasa antara warga negara. Akan tetapi, asumsi

berkembangan dalam berbagai model melalui proses trial and error yang terus

menerus.

Islam, Syari’ah, dan Konstitusionalisme

Sumber atau kerangka undang-undang tradisional Islam biasanya diambil

dari pengalaman komunitas awal muslim yang dibangun nabi di Madinah setelah

hijrah dari Mekah pada 622 H dan kemudian diteruskan oleh generasi pertama

pengikutnya. Pola perilaku individu dan masyarakat, serta model hubungan dan

lembaga sosial politik, umumnya selalu disandarkan dan dikaitkan dengan periode

yang selalu dianggap sebagai model ideal bagi muslim sunni itu. Namun karena

sifatnya yang ideal itu pulalah model tersebut tidak pernah bisa direpliksai secara

utuh setelah nabi dan sahabat-sahabatnya meninggal.

Tidak ada kesepakatan diantara umat Islam mengenai apa yang dimaksud

dengan model Madinah itu, dan bagaimana model itu diaplikasikan dalam konteks

hari ini. Bagi mayoritas muslim sunni, masa nabi dan Khullafa al-Rasyidun

(sampai terbunuhnya Ali pada 660 M), mempresentasikan model ideal teori

undangan-undangan dasar Islam yang paling otoritatif. Sementara itu, kalangan

Islam syi’ah memiliki model ideal mereka sendiri, yaitu imam-imam maksum

sejak masa pemerintahan Ali. Jumlah imam-imam maksum ini bergantung pada

sekte-sekte tertentu dalam syi’ah (Apakah Ja’fari, Isma’ili, Zaidi, dan lain

sebagainya).

Page 9: file · Web viewKonsep "negara bangsa", misalnya, memang mengasumsikan adanya kesamaan identitas semacam etnik atau bahasa antara warga negara. Akan tetapi, asumsi

Islam dan Hak Asasi Manusia

Muslim bisa menerima atau menolak ide mengenai hak asasi manusia atau

salah satu norma yang terdapat didalamnya bukan karena pemahaman ortodoks

mereka terhadap agama. Bahkan ragamnya tingkat penerimaan atau kepatuhan

mereka terhadap norma-norma HAM lebih mungkin terkait dengan kondisi

politik, ekonomi, sosial dan budaya masyarakat Islam saat ini daripada dengan

Islam itu sendiri. Dengan demikian, apapun peran Islam, ia tidak dapat dipahami

secara terpisah dari faktor-faktor lain yang memengaruhi bagaimana muslim

menginterpretasi dan berusaha untuk mematuhi tradisi mereka sendiri. Prinsip

syari’ah pada dasarnya sesuai dengan hampir seluruh norma-norma Hak Asasi

Manusia (HAM), kecuali pada beberapa poin yang berkaitan dengan hak-hak

perempuan dan non-muslim.

Universalitas Hak Asasi Manusia

Deklarasi Hak Asasi Manusia (HAM) telah berusaha untuk tidak

menggunakan agama apapun dalam menjustifikasi ide-ide dasarnya agar ia bisa

menemukan dasar yang sama bagi mereka yang beragama maupun tidak. Akan

tetapi, ini tidak berarti bahwa HAM hanya bisa didasarkan pada justifikasi sekular

karena cara seperti itu tidak bisa menjawab persoalan bagaimana melegitimasi dan

mengesahkan HAM berdasarkan perspektif yang sangat beragam di dunia ini.

Logika yang dibangun dalam deklarasi itu justru memberikan kesempatan kepada

para penganut agama atau kepercayaan tertentu untuk membangun komitmen

mereka pada deklarasi itu, dengan menggunakan norma yang terdapat dalam

kepercayaan atau agama yang mereka yakini. Begitu pula dengan mereka yang

Page 10: file · Web viewKonsep "negara bangsa", misalnya, memang mengasumsikan adanya kesamaan identitas semacam etnik atau bahasa antara warga negara. Akan tetapi, asumsi

membangun komitmennya atas dasar filsafat sekular yang mereka pelajari. Semua

orang berhak mendapatkan pengakuan hak asasi yang sama dari orang lain, tapi

tidak dapat menentukan alasan yang digunakan orang lain untuk memberikan

pengakuan tersebut.

Ide HAM muncul setelah Perang Dunia II sebagai sebuah usaha untuk

mendapatkan perlindungan hak-hak dasar ditengah berbagai kemungkinan dalam

pentas politik nasional. Pandangan tersebut dibangun atas kesadaran bahwa hak-

hak tersebut amat fundamental hingga harus dilindungi dengan konsensus dan

kerjasama internasional agar keberadaanya diakui oleh undang-undang dasar

dalam sistem hukum nasional. Dengan kata lain, tujuan membuat kewajiban

hukum internasional untuk menghormati dan melindungi HAM, baik melalui

prinsip-prinsip hukum adat ataupun perjanjian, adalah untuk melengkapi

pemenuhan hak-hak tersebut dalam konteks system domestik dan untuk

mempromosikan implementasi praktisnya.

Deklarasi universal HAM bisa menjadi instrument yang kuat untuk

melindungi kemuliaan manusia dan untuk meningkatkan kesejahteraan setiap

orang dimanapun mereka berada berkat universalitas kekuatan moral dan politik

yang dimilikinya. Bahwa deklarasi universal HAM menyediakan standar yang

sama yang harus dicapai oleh seluruh manusia dan negara seperti yang tercantum

dalam mukaddimah deklarasi tersebut, berarti bahwa setiap kekuasaan hukum dan

undang-undang di sebuah negara harus berusaha keras melindungi hak-hak

tersebut. Prinsip hukum adat dan perjanjian internasional juga mencantumkan

hak-hak dasar, misalnya kebebasan untuk berekspresi dan prosedur

Page 11: file · Web viewKonsep "negara bangsa", misalnya, memang mengasumsikan adanya kesamaan identitas semacam etnik atau bahasa antara warga negara. Akan tetapi, asumsi

perlindungannya seperti penyelenggaraan peradilan yang adil. Implementasi dan

perlindungan HAM dengan demikian juga mensyaratkan adanya standar

kelembagaan dan struktural bagi aparatur negara.

Namun, pengakuan deklarasi universal HAM sebagai norma hak asasi

manusia universal lebih merupakan hasil proses konsensus global daripada

sekedar sebuah hasil pemaksaan. Karena setiap masyarakat berpegang pada

system normatif yang membentuk konteks dan pengalamannya, sebuah konsep

universal tidak bisa begitu saja diproklamasikan dan diterapkan sama rata. Dengan

kata lain, manusia baik laki-laki atau perempuan, kaya ataupun miskin, Afrika

ataupun Eropa , beragama maupun tidak, sama-sama mengetahui dan menjalani

kehidupan di dunia sebagai dirinya sendiri.

Islam, Syari’ah, dan Kebebasan Beragama

Pembahasan mengenai konflik antara syari’ah dan konstitusionalisme, dan

kemungkinan memediasi konflik tersebut dengan merujuk pada Islam secara lebih

luas dapat diterapkan juga dalam kasus HAM. Alasan mengapa pembahasan

mengenai hal ini menjadi penting adalah bahwa konflik antara aturan agama dan

hak kebebasan beragama tidak hanya terjadi pada Islam tapi juga terjadi dalam

tradisi agama dan ideologi lain. Contohnya, pemahaman tradisional terhadap seks

Yahudi dan Kristen mengharuskan hukuman mati dan konsekwensi-konsekwensi

bagi orang-orang yang murtad. Pelaksanaan ketentuan agama dengan

menggunakan tindakan-tindakan seperti ini hampir sama denga konsep

pemberontakan (treason) yang tetap menjadi kejahatan besar dalam system

hukum negara modern saat ini. Larangan murtad dalam tradisi syari’ah Islam

Page 12: file · Web viewKonsep "negara bangsa", misalnya, memang mengasumsikan adanya kesamaan identitas semacam etnik atau bahasa antara warga negara. Akan tetapi, asumsi

bukan hanya sekedar bagian dari tradisi keagamaan, melainkan juga dalam tradisi

ideology sekular. Ketidaktundukan seseorang pada doktrin Marxisme pada masa

pemerintahan Uni Soviet mungkin dihukum lebih berat daripada fenomena

murtad dan kejahatan dalam syari’ah.

Prinsip-prinsip syari’ah jarang diaplikasikan secara sistematis dan ketat

pada masa lalu, bahkan lebih jarang pada masa sekarang. Meskipun demikian,

keberadaan prinsip-prinsip tersebut menimbulkan konflik yang fundamental

dengan ide dasar HAM universal dan menjadi sumber pelanggaran terhadap

praktik kebebasan beragama.

Penerapan prinsip netralitas negara terhadap agama secara tepat akan

mampu mengeliminasi kemungkinan konsekwensi negatif hukum murtad dan

konsep lainnya. Namun, tidak akan mungkin mampu untuk mengeliminasi

implikasi social negatif dari prinsip-prinsip syari’ah tradisional tersebut. Aspek

tersebut harus diselesaikan melalui langkah-langkah pendidikan secara terus

menerus untuk mempromosikan pluralism yang genuine dan berkelanjutan.

Keberatan terhadap pendapat bahwa kemurtadan adalah sebuah kejahatan

atau dianggap salah menurut aturan hukum syari’ah sehingga orang murtad harus

mendapatkan hukuman atau konsekuensi-konsekuensi hukum lain adalah karena

pendapat ini sebebutulnya bertentangan dengan sikap Al-Qur’an sendiri. Dalam

Q.S. Al-Baqarah (2): 217, Q.S. An-Nisa’ (4): 90, Q.S. Al-Maidah (5): 54, 59, Q.S.

An-Nahl (16): 108, dan Q.S. Muhammad (47): 25, Al-Qur’an memang mengutuk

kemurtadan tapi tidak menyebutkan dengan spesifik konsekuensi-konsekuensi

legal perbuatan ini. Malah, Al-Qur’an dengan jelas menyebutkan beberapa situasi

Page 13: file · Web viewKonsep "negara bangsa", misalnya, memang mengasumsikan adanya kesamaan identitas semacam etnik atau bahasa antara warga negara. Akan tetapi, asumsi

yang menyiratkan bahwa orang murtad dapat terus hidup ditengah-tengah

komunitas Muslim, misalnya Q.S. An-Nisa’ (4): 137.

Selain ketidakcocokan dengan prinsip kebebasan beragama yang berulang-

ulang ditekankan dalam Al-Qur’an, ada dua aspek problematis yang terdapat

dalam konsep murtad dalam tradisi hukum Islam tradisional, yaitu ketidakjelasan

dan kelemahan konsepnya dan ketidakjelasan dasar hukum untuk konsekuensi-

konsekuensi hukum yang harus diterima seorang yang murtad karna ia dianggap

melakukan kejahatan besar. Sumber ketidakjelasan dan kelemahan konsep murtad

sebetulnya terkait dengan defenisi dan hukumannya serta kedekatan konsepnya

dengan konsep kufr, sabb, al-rasul, zindiq, dan munafiq (nifaq).

Fuqaha’ empat mazhab sunni mengklasifikasikan kemurtadan pada tiga

kategori: keyakinan, perbuatan, dan ucapan. Tiga kategori ini kemudian terbagi

lagi menjadi beberapa bagian. Namun masing-masing kategori tersebut sebetulnya

kontroversial. Contohnya, kategori pertama dapat berbentuk keraguan terhadap

pesan-pesan kenabian Muhammad atau nabi lain, ragu terhadap Al-Qur’an,

keberadaaan syurga dan neraka, atau ragu terhadap hal-hal yang berkaitan dengan

kepercayaan yang sudah menjadi konsensus (ijma’) dikalangan muslim, seperti

sifat-sifat tuhan. Dengan demikian konsep murtad tidak berlaku pada persoalan

yang tidak menjadi konsensus umat.

Terdapat masalah yang sama menyangkut status hukum zindiq. Istilah

zindiq digunakan dalam sumber-sumber syariah untuk menyebutkan orang zindiq

yang ajarannya berbahaya bagi komunitas muslim dan menurut aturan syariah

mereka layak dihukum mati. Namun, istilah zindiq dan kata turunannya tidak

Page 14: file · Web viewKonsep "negara bangsa", misalnya, memang mengasumsikan adanya kesamaan identitas semacam etnik atau bahasa antara warga negara. Akan tetapi, asumsi

pernah muncul dalam Al-Quran sama sekali, bahkan tampaknya merupakan istilah

yang diserap bahasa Arab dari bahasa Persia.

Ketidak jelasan prinsip-prinsip syariah tersebut memicu lahirnya

manipulasi dan pelanggaran terhadapnya demi tujuan politik atau polemik.

Banyak ulama besar yang dihormati dan diakui otoritasnya, pernah didakwa

murtad semasa mereka hidup, misalnya, Abu Hanifah, Ibnu Hanbal, Al-Ghazali,

Ibnu Hazm, dan Ibnu Taimiyyah. Resiko semacam ini cendrung meniadakan

kemungkinan terjadinya proses refleksi hukum dan teologi serta proses

pengembangan dalam masyarakat muslim sendiri atau umat secara umum.

Kewarganegaraan

Asal-usul organisasi politik dan social dalam negara tempat muslim

tinggal adalah merupakan proses transformasi konolianisme Eropa. Transformasi

ini begitu mendasar dan sangat mendalam; menyebar pada seluruh aspek aktifitas

ekonomi, proses politik, kehidupan sosial, relasi komunal, pemenuhan

pendidikan, kesehatan, dan pelayanan lainnya sehingga membuat ide untuk

mengembalikan semuanya pada sistem dan ide prakolonial menjadi tidak

mungkin. Perubahan dan adaptasi apapun yang dilakukan kedalam sistem yang

berlaku sekarang hanya bisa dilakukan melalui konsep dan institusi pasca-kolonial

domestik dan global saat ini.

Istilah kewarganegaraan yang digunakan disini berarti sebagai sebuah

bentuk keanggotaan dalam komunitas politik sebuah wilayah negara dalam

konteks global, dan dengan demikian terkait dengan alasan dan tujuan tertentu,

tapi dengan tanpa membatasi kemungkinan bentuk bentuk keanggotaan lain. Ini

Page 15: file · Web viewKonsep "negara bangsa", misalnya, memang mengasumsikan adanya kesamaan identitas semacam etnik atau bahasa antara warga negara. Akan tetapi, asumsi

bukan berarti bahwa setiap orang akan sadar sepenuhnya dengan bentuk atau tipe

keanggotaan ini atau mereka akan menganggap bentuk keanggotaan ini sebagai

suatu yang inklusif dengan bentuk keanggotaan lain, atau menyadari bahwa

masing-masing bentuk keanggotaan memiliki tujuan dan alasan tertentu.

Sepertinya nasionalisme, konsepsi dan praktik kewarganegaraan menjadi

norma yang sudah diterima dalam hubungan politik domestik dan internasional di

seluruh dunia, termasuk di kalangan masyarakat Islam. Bahkan, konsep-konsep

identitas dan kedaulatan yang memiliki nila “menentukan nasib sendiri” (self-

determination) sekarang dibangun diatas dasar yang sama dengan model Eropa.

Dan bagusnya, konsepsi-konsepsi tersebut terus berkembang dan merefleksikan

pengalaman-pengalaman masyarakat lain terutama melalui proses dekolonialisasi

dan perkembangan norma-norma HAM universal sejak pertengahan abad ke-20.

Umat Islam dimanapun sudah menerima konsep dasar kewarganegaraan

sebagai dasar sistem politik dan undang-undang domestik mereka bahkan juga

menjadi dasar bagi hubungan internasional mereka denga negara-negara lain.

Kewarganegaraan memang sudah menjadi dasar hubungan antar-Muslim.

Meskipun dasar konsep kewarganegaraan sudah diterima, kita perlu melangkah

satu tindak ke depan, yaitu mengembangkan dan mempromosikan prinsip-prinsip

kewarganegaraan di kalangan muslim agar mereka dapat memegang prinsip

tersebut dan berusaha untuk merealisasikan pemahaman positif dan proaktif

terhadap konsep kesetaraan warga negara untuk semua orang tanpa membedakan

agama, jenis kelamin, etnis, bahasa, atau opini politik apapun.

Page 16: file · Web viewKonsep "negara bangsa", misalnya, memang mengasumsikan adanya kesamaan identitas semacam etnik atau bahasa antara warga negara. Akan tetapi, asumsi

Konsep dzimmi dalam Perspektif Sejarah

Untuk membahas konsep dzimmi salam syari’ah tradisional, perlu kiranya

untuk mengklarifikasi dua elemen kebingungan metodologis yang mendasari

beberapa diskursus keislaman yang keliru menginterpretasikan syari’ah atau

memberlakukan prinsip-prinsipnya secara langsung. Pertama, fokusnya disini

adalah bagaimana para pendiri mazhab syari’ah memahami teks yang relevan

dalam Al-Qur’an dengan cara yang sistematis. Jadi, pertama-tama kita harus

memahami terlebih dahulu prinsip-prinsip syari’ah tentang dzimmi yang ada,

sebelum menguji kemungkinan untuk mereformasinya. Kedua, reformasi apapun

yang diajukan harus mngikuti metodologi yang jelas dan sistematik daripada

sekedar pemilihan arbitrer berbagai sumber, karena cara seperti itu akan ditolak.

Sistem dzimmi tradisional sebetulnya dikembangkan oleh para ulama

sebagai bagian dari sebuah pandangan yang menentukan afiliasi politik

berdasarkan afiliasi keagamaan dan bukan berdasarkan wilayah negara seperti

yang terjadi pada saat ini. Dengan cara seperti itu, ide ini bertujuan untuk

menggeser loyalitas politik dari ikatan kesukuan ke Islam sehingga keanggotaan

dalam komunitas politik dapat diakses oleh siapapun yang menerima kepercayaan

ini. Karena generasi awal umat Islam percaya bahwa mereka adalah penerima

wahyu terakhir, mereka berasumsi bahwa mereka mempunyai kewajiban untuk

menyebarkan Islam melalui jihad yang bisa dilakukan, tapi bukan satu-satuny,

melalui penaklukan militer.

Berdasarkan model relasi non-Muslim yang dikembangkan selama abad

ke-7 dan ke-8 ini, syari’ah mengklasifikasikan manusia pada tiga kategori yaitu

Page 17: file · Web viewKonsep "negara bangsa", misalnya, memang mengasumsikan adanya kesamaan identitas semacam etnik atau bahasa antara warga negara. Akan tetapi, asumsi

Muslim, ahl al-kitab (mereka yang dianggap umat Islam sebagai umat yang juga

menerima pewahyuan kitab suci seperti Kristen dan Yahudi), dan Kafir. Status ahl

al-kitab kemudian diperluas oleh para ulama hingga mencakup penganut agama

Magi berdasarkan asumsi bahwa mereka juga menerima pewahyuan kitab suci.

Namun, skema dasar yang menyatakan bahwa hanya Muslim-lah yang berhak

menjadi anggota penuh komunitas politik, sedangkan ahl al-kitab sebagai anggota

tidak penuh, tetap tidak bisa diubah atau dimodifikasi menurut pandangan

syari’ah.

Dari konsep dzimmi Menuju Kewarganegaraan Berbasis Hak Asasi Manusia

Realisasi konsep warga negara berbasi HAM di kalangan Muslim hanya

bisa tercapai melalui kombinasi tiga elemen. Pertama, transisi aktual dari konsep

dzimmi menuju konsep warga negara dalam era pasca-kolonial. Kedua, bagaimana

menjaga dan mengembangkan transisi ini melalui reformasi Islam yang kuat

secara metodologis dan berkelanjutan secara politik agar nilai-nilai HAM berakar

kuat dalam doktrin Islam. Ketiga, konsolidasi dua elemen pertama agar konsep ini

menjadi diskursus local yang mampu menyelesaikan persoalan keterbatasan dan

kelemahan konsep ini sekarang dan praktiknya dalam masyarakat Islam.

Kombinasi elemen-elemen tadi bisa dilihat dalam pengalaman transisi India dan

Turki sebagai Kerajaan Islam terakhir menjadi negara modern gaya Eropa pada

awal abad ke-20.

Pemahaman warga negara berkembang dengan cara yang berbeda pada

zaman Dinasti Ottoman dan Republik Turki. Fleksibilitas dan elastisitas sistem

Millet Dinasti Ottoman di Asia Barat dan Afrika Utara sudah merepresentasikan

Page 18: file · Web viewKonsep "negara bangsa", misalnya, memang mengasumsikan adanya kesamaan identitas semacam etnik atau bahasa antara warga negara. Akan tetapi, asumsi

ketidakbergantungan dinasti ini pada konsep dzimmi sebagai bentuk respons

mereka terhadap relaitas ekonomis, social, dan militer yang mereka hadapi.

Realitas-realitas tersebut mungkin difasilitasi dan terus didukung oleh proses

penetrasi Barat dan keterbukaan Ottoman, yang akhirnya mentransformasi

kerajaan ini dan membukakan jalan untuk proses transisi menuju terbentuknya

negara Turki sekular pada 1920. Selain faktor tersebut, ada faktor yang tak kalah

pentingnya dalam pembentukan negara modern berbasis prinsip kewarganegaraan

modern Turki, yaitu kemunculan gerakan-gerakan nasionalis di kalangan umat

Muslim, yang berasal dari Arab dan Albania misalny, dan juga kehadiran

minoritas Kristen.

Proses yang terjadi di Indi dan Turki, juga terjadi di negara Muslim lain

selama abad ke-20 dan secara formal terus berkembang selama proses

dekolonisasi pasca-Perang Dunia II. Dengan demikian, konsep dzimmi tidak lagi

dipraktikkan dan dianjurkan di negara Muslim manapun yang telah

mengintegrasikan diri dengan sistem negara yang berlaku sekarang. Walaupun

transformasi tersebut secara formal dilaksanakan oleh kolonial Eropa, semua

masyarakat Islam telah secara sukarela meneruskan sistem tersebut setelah mereka

merdeka. Umat Islam bahkan tidak menolak atau berusaha untuk memodifikasi

sistem tersebut, baik di tingkat lokal maupun internasional, malah penguasa di

negara-negara Muslim justru berpartisipasi untuk mengoperasikan sistem ini di

dalam maupun di luar negaranya.

Page 19: file · Web viewKonsep "negara bangsa", misalnya, memang mengasumsikan adanya kesamaan identitas semacam etnik atau bahasa antara warga negara. Akan tetapi, asumsi

KONSTITUSIONALISME, HAM, DAN KEWARGANEGARAAN

(Book Review)

Tugas Mata Kuliah Hukum Islam di Indonesia

Dosen Pembimbing:

Prof. Dr. H. M. Atha’ Muzhar

Oleh:

MARTUNUS RAHIMNIM. 88310139

MAHASISWA PROGRAM STUDI HUKUM ISLAMPROGRAM DOKTOR (S 3) PASCASARJANAINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

IMAM BONJOL PADANG

Page 20: file · Web viewKonsep "negara bangsa", misalnya, memang mengasumsikan adanya kesamaan identitas semacam etnik atau bahasa antara warga negara. Akan tetapi, asumsi

2012