DMP

6
Secara kimia, DMP (d-3-methoxy-N-methyl-morphinan) adalah suatu dekstro isomer dari levomethorphan, suatu derivat morfin semisintetik. Walaupun strukturnya mirip narkotik, DMP tidak beraksi pada reseptor opiat sub tipe mu (seperti halnya morfin atau heroin), tetapi ia beraksi pada reseptor opiat subtipe sigma, sehingga efek ketergantungannya relatif kecil. Pada dosis besar, efek farmakologi DMP menyerupai PCP atau ketamin yang merupakan antagonis reseptor NMDA. DMP sering disalahgunakan karena pada dosis besar ia menyebabkan efek euforia dan halusinasi penglihatan maupun pendengaran. Intoksikasi atau overdosis DMP dapat menyebabkan hiper-eksitabilitas, kelelahan, berkeringat, bicara kacau, hipertensi, dan mata melotot (nystagmus). Apalagi jika digunakan bersama dengan alkohol, efeknya bisa sangat berbahaya dan dapat menyebabkan kematian. Penyalahguna DMP menggambarkan adanya 4 plateau yang tergantung dosis, seperti berikut: First Plateau Dosis : 100-200 mg Efek : Stimulasi ringan Second Plateau Dosis : 200-400 mg Efek : Euforia dan halusinasi

description

DMP

Transcript of DMP

Page 1: DMP

Secara kimia, DMP (d-3-methoxy-N-methyl-morphinan) adalah

suatu dekstro isomer dari levomethorphan, suatu derivat morfin

semisintetik. Walaupun strukturnya mirip narkotik, DMP tidak beraksi

pada reseptor opiat sub tipe mu (seperti halnya morfin atau heroin),

tetapi ia beraksi pada reseptor opiat subtipe sigma, sehingga efek

ketergantungannya relatif kecil. Pada dosis besar, efek farmakologi

DMP menyerupai PCP atau ketamin yang merupakan antagonis

reseptor NMDA. DMP sering disalahgunakan karena pada dosis besar

ia menyebabkan efek euforia dan halusinasi penglihatan maupun

pendengaran. Intoksikasi atau overdosis DMP dapat menyebabkan

hiper-eksitabilitas, kelelahan, berkeringat, bicara kacau, hipertensi, dan

mata melotot (nystagmus). Apalagi jika digunakan bersama dengan

alkohol, efeknya bisa sangat berbahaya dan dapat menyebabkan

kematian.

Penyalahguna DMP menggambarkan adanya 4 plateau yang

tergantung dosis, seperti berikut:

First Plateau

Dosis : 100-200 mg

Efek : Stimulasi ringan

Second Plateau

Dosis : 200-400 mg

Efek : Euforia dan halusinasi

Third Plateau

Dosis : 300-600 mg

Efek : gangguan persepsi visual,

hilangnya koordinasi motorik

Fourth Plateau

Dosis : 500-1500 mg

Efek : Dissociative sedation

Page 2: DMP

Farmakologi

Dekstrometorfan merupakan bahan kimia sintetik dengan nama

kimianya adalah 3 methoxy-17-methyl morphinan monohydrat yang

merupakan d-isomer dari levophenol, analog dari kodein dan analgesik

opioid. Dekstrometorfan berupa serbuk kristal berwarna putih, tidak

berbau, larut dalam air maupun ethanol dan tidak larut dalam ether.

Adapun struktur kimia dari dekstrometorfan adalah:

C18H25NO.HBr.H2O dengan berat molekul: 370,3.

2. Farmakokinetik

Dekstrometorfan diabsorpsi dengan baik setelah pemberian oral

dengan kadar serum maksimal dicapai dalam 2,5 jam. Onset efeknya

cepat, seringkali 15-30 menit setelah pemberian oral. Belum ada

penelitian tentang distribusi volume dekstrometorfan pada manusia,

akan tetapi penelitian oleh Silvasti et al. (1989) yang dilakukan pada

anjing, distribusi volume dekstrometorfan berkisar antara 5,0-6,4 L/kg.

Waktu paruh obat ini adalah 2-4 jam dan lama kerjanya adalah 3-6 jam.

Metabolisme dekstrometorfan telah diketahui dengan baik dan telah

diterima secara luas bahwa aktivitas terapeutik dekstrometorfan

ditentukan oleh metabolit aktifnya yaitu dextrorphan. Dekstrometorfan

mengalami metabolisme di hepar oleh enzim sitokrom P-450 dan

diubah menjadi dextrorphan yang mempunyai derivat lebih aktif dan

poten sebagai antagonis NMDA (Schadel et al., 1995)

3. Farmakodinamik

(a). Efek analgetik

Efek analgetik dekstrometorfan berdasarkan cara kerja sebagai

antagonis reseptor NMDA. Peranan NMDA dalam fenomena persepsi

nyeri ditegaskan lagi pada binatang percobaan yaitu dengan cara

memberikan reseptor antagonis NMDA secara intraspinal. Pada suatu

studi pada manusia pemberian ketamin intravena akan mengurangi

hiperalgesia primer dan sekunder dan mengurangi nyeri yang

ditimbulkan oleh stimulasi panas. Dektrometorfan menunjukkan hal

Page 3: DMP

yang sama (Ilkjaer et al., 1996). Ikatan obat-obat antagonis pada

reseptor NMDA menimbulkan terjadinya perubahan pada calsium

channel. Perubahan pada ca-channel akan menyebabkan aktivitas

neuron yang dirangsang NMDA, jika itu menetap, akan diikuti dengan

peningkatan intensitas stimulus nosiseptik primer, misalnya fenomena

wind-up dan pencetusan dari nyeri sekunder. Dekstrometorfan

mempunyai kemampuan untuk mengurangi influks ion Ca2+melalui

channel reseptor NMDA dan mengatur channel voltase Ca yang pada

keadaan normal diatur oleh konsentrasi K+ ekstrasel yang tinggi

(Weinbroum et al., 2000). Dengan berkurangnya influks ion Ca+, maka

eksitabilitas neuron di kornudorsalis medula spinalis menurun, sehingga

sensitisasi menurun dan terjadi pengurangan nyeri. Pada penelitian

dekstrometorfan sebagai efek analgetik, obat tersebut memberikan

hasil yang cukup baik, yaitu dapat mengurangi intensitas nyeri

sebanyak 33,4% dibanding pada pemberian memantin maupun

lorazepam, dimana masing-masing hanya mengurangi nyeri sebanyak

17,4% dan 16,1%. Hal ini menunjukkan perbedaan yang bermakna

antara pemberian ketiga obat tersebut (Christine et al.,2002)

(b). Sebagai antitusif

Empat puluh tahun yang lalu dekstrometorfan dibuat sebagai obat

alternatif dari morfin. Pada awalnya pemakaian klinis terbatas pada

obat antitusif, pada orang dewasa dosisnya adalah 10 – 30 mg, 3 – 6

kali sehari. Tempat spesifik sentral dimana dekstrometorfan mempunyai

efek antitusif belum jelas, tetapi dekstrometorfan berbeda dengan

golongan opioid, sehingga efek dekstrometorfan tidak ditekan oleh

nalokson. Dekstrometorfan juga mempunyai catatan keamanan yang

baik, sebagai contoh dosis terapetik untuk batuk 1 mg/kg /hr tidak

mempunyai side efek yang berarti, dan tidak menimbulkan komplikasi

akibat pelepasan histamin (Weinbroum et al., 2000)

Page 4: DMP

(c). Efek anti kejang dan parkinson

Pada manusia dekstrometorfan juga mampu mengurangi keluhan yang

berhubungan dengan gangguan neurologis oleh karena eksitotoksisitas,

seperti kejang dan penyakit parkinson jika diberikan pada dosis 30 atau

60 mg (Albers et al., 1987) yang diberikan 4 kali sehari, 45 – 180 mg

single dose (Bonuccelli et al., 1992) atau 120 mg single dose (Fisher et

al., 1990) selama 3 minggu sampai 3 bulan. Tidak didapati adanya efek

samping neurologis yang berat pada penelitian ini dan juga pada

penelitian lain dengan sampel 8 orang yang sehat dimana eksitabilitas

korteks motorik berkurang setelah pemberian secara oral dengan dosis

tinggi (150 mg) (Ziemann et al., 1998). Pada suatu penelitian double

blind plasebo control pada pasien dengan penyakit parkinson,

eksitabilitas korteks motorik dan diskinesia oleh karena levodopa

berkurang dengan pemberian dekstrometorfan pada dosis 100 mg

dengan efek samping yang minimal (Verbagen Metman et al., 1998).