DMP

15
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Distrofi otot progresif ditandai dengan keleahan progresif dan degeneratif (kemunduran) otot-otot rangka dalam mengendalikan gerakan tubuh. Beberapa bentuk distrofi otot dapat terlihat pada masa bayi atau anak- anak, sedangkan sebagian lainnya dapat muncul pada usia pertengahan. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada laki-laki daripada perempuan karena penyakit ini mempengaruhi kromosom X. 1 Beberapa jenis distrofi otot hanya terkena pada lelaki; yang lain terkena pada lelaki dan wanita. Meskipun merupakan penyakit genetik tetapi penyakit ini tidak menular. Penyakit ini tergantung pada berat tidaknya otot yang melemah, dimana otot-otot yang terkena, tingkat gejalanya, dan cara penyakit ini meningkat. 2 Beberapa penderita masih dapat menikmati waktu hidup normal dengan gejala ringan yang berlangsung sangat lambat, sementara yang lain mengalami kelemahan otot yang cepat dan parah, meninggal di usia remaja sampai awal umur 20-an. 1 Oleh karena itu, studi lebih lanjut mengenai distrofi otot diperlukan. 1

description

DMP

Transcript of DMP

Page 1: DMP

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Distrofi otot progresif ditandai dengan keleahan progresif dan degeneratif

(kemunduran) otot-otot rangka dalam mengendalikan gerakan tubuh. Beberapa

bentuk distrofi otot dapat terlihat pada masa bayi atau anak-anak, sedangkan

sebagian lainnya dapat muncul pada usia pertengahan. Penyakit ini lebih sering

ditemukan pada laki-laki daripada perempuan karena penyakit ini mempengaruhi

kromosom X.1

Beberapa jenis distrofi otot hanya terkena pada lelaki; yang lain terkena

pada lelaki dan wanita. Meskipun merupakan penyakit genetik tetapi penyakit ini

tidak menular. Penyakit ini tergantung pada berat tidaknya otot yang melemah,

dimana otot-otot yang terkena, tingkat gejalanya, dan cara penyakit ini

meningkat.2

Beberapa penderita masih dapat menikmati waktu hidup normal dengan

gejala ringan yang berlangsung sangat lambat, sementara yang lain mengalami

kelemahan otot yang cepat dan parah, meninggal di usia remaja sampai awal umur

20-an.1 Oleh karena itu, studi lebih lanjut mengenai distrofi otot diperlukan.

1.2. Tujuan

Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memahami aspek teori

distrofi otot serta mengintegrasikannya dengan aplikasi kasus di lapangan.

Penyusunan laporan kasus ini sekaligus memenuhi persyaratan kegiatan Program

Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara.

1.3. Manfaat

Makalah ini diharap dapat mengembangkan kemampuan penulis maupun

pembaca khususnya dari peserta P3D untuk mengintegrasikan teori yang ada

dengan aplikasi kasus meningitis yang ditemui di lapangan.

1

Page 2: DMP

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Distrofi otot progresif adalah sekumpulan gangguan otot progresif non-

radang yang diturunkan secara herediter tanpa kelainan saraf pusat atau perifer.

Penyakit ini mempengaruhi degenerasi serabut-serabut otot tanpa bukti kelainan

morfologis. Ahli biologi molekuler menerangkan dasar genetic dari distrofi otot:

defek pada kode genetik untuk distrofin, protein otot rangka 427-kd (Dp427).

Defek ini menghasilkan berbagai manifestasi seperti kelemahan dan

pseudohipertrofi.2

2.2. Klasifikasi

Ada sembilan jenis utama dari distrofi otot yaitu1:

1. Becker muscular dystrophy (BMD)

Merupakan gangguan yang diturunkan secara x-link resesif yang

dikarakteristikkan dengan kelemahan otot tungkai dan panggul secara

progresif dan perlahan. BMD termasuk kelompok distrofi otot yang terkait

dengan produksi distrofin yang kurang pada sel otot, mengakibatkan

instabilitas pada membran sel otot.

2. Congenital muscular dystrophy (CMD)

Merupakan distrofi otot yang terjadi sejak lahir (kongenital). CMD

termasuk salah satu penyakit autosomal resesif dari kelemahan otot dan

deformitas sendi, terjadi sejak lahir dan berkembang dengan lambat.

3. Distal muscular dystrophy (DMD)

Merupakan sekelompok gangguan yang umumnya terjadi di lengan atau

tungkai. Banyak jenis melibatkan disferlin.

4. Duchenne muscular dystrophy (DMD)

Merupakan bentuk distrofi otot yang diturunkan secara x-link resesif,

mempengaruhi anak laki-laki, dengan gejala kelemahan dan kematian

2

Page 3: DMP

premature dari otot. Kelainan ini disebabkan oleh mutasi pada gen

distrofin pada kromoson X manusia.

5. Emery-Dreifuss muscular dystrophy (EDMD)

Merupakan distrofi otot yang mempengaruhi otot rangka dan otot jantung.

6. Facioscapulohumeral muscular dystrophy (FSH)

Dikenal sebagai penyakit Dejerine-Landuozy, jenis distrofi otot yang

diturunkan secara autosomal dominan. Awalnya penyakit ini

mempengaruhi otot wajah (facio), skapula (scapulo) dan lengan atas

(humeral).

7. Limb-girdle muscular dystrophy (LGMD)

Merupakan jenis distrofi otot yang sangat jarang. Penyakit ini

dikarakteristikkan dengan pengecilan otot secara progresif dominannya

pada otot pinggul dan bahu.

8. Myotonic dystrophy

Merupakan penyakit multisistem yang diturunkan, berkembang lambat dan

kronis. Dikarakteristikkan dengan distrofi otot, katarak, kelainan konduksi

jantung, gangguan endokrin, dan myotonia.

9. Oculopharingeal muscular dystrophy:

Merupakan penyakit genetik yang dikarakteristikkan dengan kelemahan

otot yang muncul pada saat dewasa, paling sering setelah umur 40 tahun.

Gejala yang pertama muncul pada orang-orang dengan kelainan ini adalah

kelopak mata jatuh (ptosis), diikuti dengan kesulitan menelan (disfagia).

2.3. Etiologi

Defek pada gen dan distrofin memiliki peran yang sangat penting dalam

menyebabkan distrofi otot. Pada penyakit distrofi otot yang terkait x-link, seperti

distrofi Duchene dan Becker, kelainan terletak pada kromosom X lengan pendek.3

Distrofin terdistribusi tidak hanya pada otot rangka saja, tetapi juga pada

otot polos, otot jantung, dan juga pada otak. Jumlah yang besar tersebut

mengakibatkan kesalahan dalam sintesa protein dapat terjadi pada berbagai

tempat.4

3

Page 4: DMP

2.4. Patofisiologi

Beberapa protein terlibat dalam interaksi yang kompleks dari membran

otot dan lingkungan ekstraselular. Untuk stabilitas sarcolemma, distrofin dan

dystrophine-associated glicoprotein (DAG) merupakan elemen yang penting.5

Kurangnya distrofin menyebabkan ketidakstabilan seluler, dengan

kebocoran progresif komponen intraseluler. Unit sel otot secara bertahap mati,

dan makrofag mulai bekerja. Meskipun kerusakan pada distrofi otot tidak

dilaporkan dimediasi oleh imunologi, HLA ditemukan pada membran otot yang

mengalami distrofi; keadaan ini menyebabkan otot-otot ini lebih rentan terhadap

serangan yang dimediasi oleh sel T.6

Seiring waktu, otot-otot mati digantikan oleh infiltrate fibrofatty, yang

secara klinis muncul sebagai pseudohipertrofi otot. Kurang berfungsinya unit otot

menyebabkan kelemahan dan akhirnya terjadi kontraktur.6

2.5. Gejala Klinis

Secara umum, gejala yang sering timbul pada jenis distrofi otot, antara

lain:3

1. Kelumpuhan secara progresif, mengakibatkan fiksasi (kontraktur) otot

disekitar sendi dan hilangnya mobilitas.

2. Kelemahan otot.

3. Kurangnya koordinasi.

Gejala utama dari penyakit adalah kelemahan otot dan pengecilan otot.

Biasanya terlebih dahulu bagian bawah tubuh yang terpengaruh misalnya panggul

dan otot betis, lalu kemudian kelemahan otot lengan, leher, dan daerah-daerah

lain. Gejala biasanya muncul sebelum usia enam tahun. Gejala distrofi otot

termasuk kesulitan bangun dari posisi duduk atau berbaring, sering jatuh, dan

pembesaran otot betis.3

Adapun gejala yang lain adalah kurangnya ketahanan tubuh, sulit berdiri

tanpa dibantu, cara berjalan yang aneh (menjinjit atau mencoba berlari), mudah

lelah, peningkatan lordosis dari lumbar (postur tubuh yang tidak lurus), dan tidak

mampu menaiki tangga. Seiring berjalannya waktu, jaringan otot akan diganti

dengan jaringan lemak dan jaringan fibrosis. Pada usia 12 tahun, umumnya anak

4

Page 5: DMP

akan membutuhkan alat bantu untuk berjalan dan terkadang membutuhkan kursi

roda. Dalam beberapa bentuk distrofi otot, pasien dapat juga memiliki masalah

pernapasan serta masalah jantung.4

Tanda Gower adalah pemeriksaan fisik khas dari distrofi otot dan hasil

dari kelemahan pada otot-otot pinggul proksimal anak. Untuk bangun dari duduk

atau posisi terlentang, pertama anak harus menjadi bertumpu pada siku dan lutut.

Berikutnya, lutut dan siku diperpanjang untuk menaikkan tubuh. Kemudian,

tangan dan kaki secara bertahap dibawa bersama-sama untuk memindahkan pusat

gravitasi tubuh di atas kaki. Pada titik ini, anak mungkin melepaskan satu tangan

pada satu waktu dan bertumpu di lutut ketika ia berusaha mendapatkan posisi

tegak. Meskipun tanda Gower adalah pemeriksaan fisik klasik untuk menemukan

DMD, jenis distrofi otot lain juga dapat menyebabkan tanda ini.4

2.6. Diagnosis

Penentuan creatinin phospokinase (CPK) adalah tes yang paling spesifik

untuk distrofi otot. Peningkatan kadar CPK adalah indikasi dari penyakit otot.

Karena konsentrasi CPK tidak signifikan dalam sel darah merah, kadar CPK tidak

terpengaruh oleh hemolisis. CPK tidak terpengaruh oleh gangguan fungsi hati,

seperti enzim-enzim lain (misalnya, transaminase, aldolase, dehidrogenase laktat).

Tingkat CPK yang tinggi merupakan kebocoran enzim dari sel-sel otot saja.

Temuan dari 3 hasil yang tinggi yang diperoleh 1 bulan secara terpisah adalah

diagnostik untuk distrofi otot.

Tingkat enzim yang mungkin meningkat tetapi dapat diubah oleh disfungsi

hati meliputi tingkat transaminase, tingkat dehidrogenase laktat, dan tingkat

Aldolase.

Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan USG, ECG, dan pulmonary

function test. Biopsi otot adalah tes definitif untuk mendiagnosa dan

mengkonfirmasikan penyakit otot. Perubahan histologis tergantung pada tahap

penyakit dan otot yang dipilih. Tempat optimal untuk biopsi adalah otot vastus

lateralis melalui lateral paha sayatan kecil. Temuan EMG sama dengan semua

proses miopati dan tidak secara khusus mengidentifikasi kelainan.7

5

Page 6: DMP

2.7. Penatalaksanaan

Tidak ada obat untuk semua jenis distrofi otot. Perlakuan diberikan untuk

memperlambat perkembangan penyakit. Hal ini dirancang untuk mengurangi atau

mencegah kelainan bentuk pada tulang belakang dan sendi. Berbagai pilihan

pengobatan termasuk obat-obatan seperti mexiletine, baclofen, karbamazepin dan

anti-inflamasi kortikosteroid untuk mengelola kelemahan otot, kejang dan

kekakuan dan meningkatkan kekuatan otot, terapi fisik, alat bantu dan

pembedahan.8

1. Obat-obatan

Untuk meringankan gejala dan memperlambat perkembangan distrofi otot,

obat-obatan dapat diresepkan dalam beberapa kasus, antara lain:

a. Kerusakan otot

Perkembangan distrofi ototmungkin dapat tertunda dan kekuatan otot

dapat ditingkatkan oleh obat antiinflamasi kortikosteroid prednison. Untuk

menunda beberapa kerusakan pada sel-sel otot, obat-obatan imunosupresif

azatioprin dan siklosporin kadang-kadang juga diresepkan.

b. Kejang otot, kekauan dan kelemahan (myotonia)

Baclofen, carbamazepine, mexiteline, dantrolene, dan fenitoin termasuk

dalam obat yang dapat digunakan untuk membantu meringankan myotonia terkait

dengan distrofi otot.

2. Alat bantu

Memperlambat perkembangan kontraktur, braces dapat membantu

menjaga otot dan tendon dapat meregang dan fleksibel, serta memberikan

dukungan untuk otot-otot kaki dan tangan yang melemah. Mobilitas dan

kemandirian dapat dipertahankan dengan penggunaan perangkat lain, seperti

tongkat dan kursi roda. Namun, dengan menggunakan ventilator mungkin menjadi

perlu jika otot pernafasan juga menjadi lemah.

3. Terapi fisik

6

Page 7: DMP

Fiksasi (kontraktur) dapat berkembang pada sendi sebagai keparahan dari

distrofi otot dan otot-otot yang melemah. Sendi pinggul, lutut, siku, kaki dan

tangan yang dapat dipengaruhi oleh kontraktur menjadi tidak nyaman.

Melakukan latihan fisik secara teratur untuk menjaga persendian tetap

sefleksibel mungkin, mengurangi atau menunda kelengkungan tulang belakang,

dan menunda perkembangan kontraktur adalah tujuan dari terapi fisik. Pasien

dapat mempertahankan jangkauan gerak pada sendi dengan menggunakan air

panas (hidroterapi).

4. Bedah

Sebuah operasi pelepasan tendon dapat dilakukan untuk melepaskan

kontraktur yang dapat memposisikan sendi dengan cara yang menyakitkan.

Tendon Achilles di bagian belakang kaki, serta tendon dari pinggul, dan lutut

dapat lebih fleksibel dengan operasi. Untuk memperbaiki kelengkungan tulang

belakang, pembedahan mungkin juga diperlukan.

5. Terapi lainnya

Sangat penting untuk melakukan vaksinasi pneumonia dan untuk tetap

melakukan tindakan pencegahan agar tidak terkena influenza, karena infeksi

saluran pernafasan dapat menjadi masalah dalam tahap selanjutnya dari distrofi

otot.

2.8. Pencegahan

Saat ini tidak ada cara untuk mencegah distrofi otot jika seseorang

memiliki turunan gen yang mengatur gangguan ini selain gizi yang baik untuk

kesehatan umumnya. Tes genetik akurat sekarang sudah tersedia untuk

mengindentifikasi gen yang menyebabkan distrofi otot. Hal ini dapat berguna

untuk perencanaan keluarga bagi mereka yang memiliki riwayat keluarga dengan

distrofi otot.8

2.9. Komplikasi dan Prognosis

7

Page 8: DMP

Komplikasi distrofi otot biasanya termasuk ketergantungan kursi dini pada

pasien yang mengalami luka ringan muskuloskeletal (misalnya keseleo

pergelangan kaki) dan mereka yang tidak bisa berjalan. Imobilisasi

berkepanjangan memperburuk kelemahan klinis yang disebabkan oleh distrofi

otot dan akhirnya menghasilkan status tidak-berdaya pasien.9

Meskipun sudah ada kemajuan modern pada terapi gen dan biologi

molekuler, distorfi otot tetap tidak dapat disembuhkan. Dengan perawatan dan

perhatian yang tepat, pasien dapat memiliki kualitas hidup yang lebih baik

daripada mereka yang sebaliknya, namun sebagian besar masih meninggal pada

saat mereka berusia 30 tahun, biasanya sebagai akibat dari kegagalan organ

jantung-paru.9

BAB 3

KESIMPULAN

Distrofi otot progresif adalah sekumpulan gangguan otot progresif non-

radang yang diturunkan secara herediter tanpa kelainan saraf pusat atau

perifer.

Ada sembilan jenis utama dari distrofi otot yaitu becker muscular

dystrophy, congenital muscular dystrophy, distal muscular dystrophy,

Duchene muscular dystrophy, emery-dreifuss muscular dystrophy,

facioscapulohumeral muscular dystrophy, limb-girdle muscular dystrophy,

myotonic dystrophy, dan oculopharyngeal muscular dystrophy.

Secara umum, gejala yang sering timbul pada jenis distrofi otot, antara lain

kelumpuhan secara progresif, mengakibatkan fiksasi (kontraktur) otot

8

Page 9: DMP

disekitar sendi dan hilangnya mobilitas, kelemahan otot dan kurangnya

koordinasi.

Biopsi otot adalah tes definitif untuk mendiagnosa dan

mengkonfirmasikan penyakit otot.

Tidak ada obat untuk semua jenis distrofi otot.

Sebagian besar kasus masih meninggal pada saat mereka berusia 30 tahun,

biasanya sebagai akibat dari kegagalan organ jantung-paru.

DAFTAR PUSTAKA

1. Meryon E. On granular and fatty degeneration of the voluntary muscles.

Medico-Chirurgical Trans. 1852. 35:73-4

2. Yanagisawa A, Bouchet C, Quijano-Roy S, Vuillaumier-Barrot S, Clarke N,

Odent S, et al. POMT2 intragenic deletions and splicing abnormalities

causing congenital muscular dystrophy with mental retardation. Eur J Med

Genet. 2008 Dec 27.

3. González-Herrera L, Gamas-Trujillo PA, García-Escalante MG, Castillo-Zapata

I, Pinto-Escalante D. [Identifying deletions in the dystrophin gene and

9

Page 10: DMP

detecting carriers in families with Duchenne's/Becker's muscular

dystrophy]. Rev Neurol. 2009 Jan 16-31. 48(2):66-70.

4. Dickey RP, Ziter FA, Smith RA. Emery-Dreifuss muscular dystrophy. J

Pediatr. 1984 Apr. 104(4):555-9.

5. Waite A, Tinsley CL, Locke M, Blake DJ. The neurobiology of the dystrophin-

associated glycoprotein complex. Ann Med. 2009 Jan 26. 1-16.

6. Banks GB, Chamberlain JS, Froehner SC. Truncated dystrophins can influence

neuromuscular synapse structure. Mol Cell Neurosci. 2009 Jan 8.

7. Emery AE. Duchenne's muscular dystrophy. In: Oxford Monographs on

Medical Genetics Series #24. 2nd ed. Oxford, United Kingdom: Oxford

University Press;. 1993.

8. Drachman DB, Toyka KV, Myer E. Prednisone in Duchenne muscular

dystrophy. Lancet. 1974 Dec 14. 2(7894):1409-12.

9. Pane M, Lombardo ME, Alfieri P, D'Amico A, Bianco F, Vasco G, et al.

Attention Deficit Hyperactivity Disorder and Cognitive Function in

Duchenne Muscular Dystrophy: Phenotype-Genotype Correlation. J

Pediatr. 2012 May 4.

10