DM Tipe 1 Dengan Ketoasidosis - Eva
description
Transcript of DM Tipe 1 Dengan Ketoasidosis - Eva
Diabetes Melitus Tipe 1 dengan Ketoasidosis Metabolik
Maria Eva Prada Mega
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510
No. Telp (021) 5694-2061, e-mail : [email protected]
Pendahuluan
Gangguan metabolik pada anak – anak dapat muncul karena defek
pada gen akibat mutasi. Kelainan metabolik sejak anak – anak akan memberikan
dampak yang signifikan karena di saat masa pertumbuhan, gizi dari asupan makanan
dan proses metabolisme tubuh, memegang peranan penting dalam proses tumbuh
kembang, jika hal ini terganggu, maka anak akan menjadi kekurangan gizi dan timbul
berbagai penyakit komplikasi. Salah satu yang sangat sering terdapat pada anak –
anak adalah gangguan metabolik endokrin, khususnya yaitu Diabetes Melitus Tipe 1
(DMT1) dengan ketoasidosis metabolik. Maka dari itu, pembahasan yang menyeluruh
dan mendalam mengenai Diabetes Melitus Tipe 1 (DMT1) dengan ketoasidosis
metabolik ini sangatlah diperlukan.
Tujuan penulisan makalah ini adalah mempelajari lebih dalam tentang
Diabetes Melitus Tipe 1 (DMT1) dengan ketoasidosis metabolik. Mencari tahu
mengenai awal mula timbulnya Diabetes Melitus Tipe 1 (DMT1) dengan ketoasidosis
metabolik sampai pada pengobatan dan pencegahannya.
Hipotesis
Melihat dari skenario yang diberikan maka hipotesa saya adalah anak
laki – laki usia 5 tahun yang dibawa ke UGD RS dengan keluhan semakin menjadi
bingung sejak beberapa jam yang lalu dengan penurunan berat badan 3 kg sejak
beberapa minggu yang lalu, semakin mudah lelah sejak beberapa hari yang lalu, serta
cepat haus, sering kencing, dan ngompol pada malam hari sejak 3 hari yang lalu,
menderita Diabetes Melitus Tipe 1 (DMT1) dengan ketoasidosis metabolik.
1
Pembahasan
Anamnesis
Pada skenario yang didapatkan, pasien akan dilakukan anamnesis terlebih dahulu.
Anamnesis akan dilakukan alloanamnesis dan autoanamnesis. Anamnesis akan
dimulai dari sapaan kepada pasien dan keluarganya untuk memulai komunikasi.
Dikarenakan pasien adalah seorang anak berumur 5 tahun, maka anamnesis dilakukan
secara alloanamnesis dengan bertanya kepada Ibu pasien, namun dibantu juga dengan
autoanamnesis. Alloanamnesis adalah tindakan anamnesis yang dilakukan pada
keluarga atau orang yang mengantar pasien datang kepada seorang dokter.1
Alloanamnesis dimulai dari identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang (RPS), riwayat penyakit dahulu (RPD), dan riwayat penyakit keluarga
(RPK). Identitas pasien akan ditanya dari, nama lengkap pasien, tempat dan tanggal
lahir, umur pasien, alamat, pendidikan terakhir, pekerjaan, status perkawinan, suku
bangsa, dan agama. Pada keluhan utama, ditanyakan kepada pasien dibantu dengan
keluarganya, masalah atau keluhan yang dialaminya sehingga mendorongnya datang
kepada dokter untuk berobat. RPS pada pasien ditanyakan berupa pertanyaan –
pertanyaan seperti ini:
Apakah keluhan anak Ibu? Sejak kapan?
Apakah anak ibu ada gejala – gejala dehidrasi seperti bibir dan mulutnya
kering, tidak buang air kecil selama lebih dari 6 – 12 jam, anak ibu menjadi
lebih rewel karena haus, tidak ada air mata saat menangis, mata anak menjadi
cekung, turgor kulit menurun yang ditandai dengan dicubit kulit anak di
telapak tangan bagian luar dan kembali dalam bentuk elastis memerlukan
waktu yang lebih lama dari normal, dan anak menjadi lemah, tidak fokus, serta
tidak mampu berdiri?
Apakah anak ibu ada gejala – gejala asidosis metabolik seperti pernafasan
cepat dan dalam? Atau apa ibu tahu bau keton, apakah ibu menciumnya dari
nafas atau mulut anak ibu?
Apakah anak ibu ada nyeri perut, muntah, mual, dan demam?
Apakah anak ibu ada mengkonsumsi obat – obatan golongan steroid?
Apakah anak ibu sering beraktifitas olahraga? Berapa kali dalam seminggu?
Apakah anak ibu ada nyeri saat berolahraga atau sakit saat bergerak?
2
Apakah anak ibu kulitnya kering, namun tidak berkeringat?
Apakah anak ibu pernah mengeluh penurunan atau kehilangan kemampuan
penglihatan?
Apakah anak ibu sering merasa gatal, ditandai dengan digaruknya area tubuh
tertentu secara berulang kali? Atau apakah anak ibu pernah terdiagnosa
dengan suatu penyakit kulit?
Apakah anak Ibu lahir cukup bulan atau prematur? Apa proses persalinan yang
dijalankan? Apa ada keadaan khusus saat proses mengandung sampai
kelahiran?
Apakah Ibu ada merokok, mengkonsumsi alkohol, atau dalam keadaan
diabetes saat proses kehamilan?
Apakah anak Ibu ada berwarna kebiruan kulitnya baik dari saat lahir sampai
sekarang, terutama di daerah sekitar bibir dan jari tangan?
Apakah anak Ibu mendapatkan ASI eksklusif? Berapa lama anak Ibu
mendapatkan ASI eksklusif? Apa anak Ibu ada kesulitan menyusu?
Apakah berat badan anak Ibu sulit meningkat? Atau bahkan meningkat secara
berlebihan? Atau ada penurunan berat badan yang signifikan?
Apakah anak Ibu pernah Ibu lihat urinnya? Warna apa? Atau urinnya ada
kelainan lainnya, misalnya ada benda asing dan sebagainya?
Apakah di keluarga, ada yang pernah mengalami kelainan seperti ini juga?2
Apakah imunisasi pada bayi sudah sesuai dan lengkap dengan ketentuan
departemen kesehatan?
Setelah menanyakan mengenai masalah yang dihadapi anak tersebut,
dilanjutkan dengan perkembangan atau perburukkan yang dialaminya dalam beberapa
hari terakhir, ditanyakan pula obat yang mungkin sudah dikonsumsi oleh anak
tersebut dan hasilnya seperti apa setelah meminum obat tersebut. Ditanyakan pula apa
ada keluhan – keluhan lainnya dan keluhan berat lainnya yang mungkin diderita pula
oleh anak tersebut. Selanjutnya, setelah RPS selesai maka akan menuju kepada RPD,
ditanyakan mengenai penyakit – penyakit berat yang dahulu mungkin pernah terjadi
kepada anak tersebut, atau penyakit yang membuat anak tersebut dirawat di rumah
sakit. Langkah terakhir pada anamnesis adalah menanyakan RPK, apakah di
keluarganya ada yang menderita penyakit berat atau penyakit yang membuatnya
pernah dirawat di rumah sakit dan juga ditanyakan mengenai penyakit – penyakit
lainnya yang mungkin ada di keluarga anak ini dan masalah yang anak ini derita.
3
Pemeriksaan fisik
Dalam kasus, anamnesis dan keadaan umum si anak : Anak perempuan
berumur 7 tahun ini datang bersama dengan ibunya, si anak dalam keadaan somnolen
dan napasnya cepat, dalam dan berbau buah serta sukar dibangunkan. Berat badan si
anak tidak pernah naik walaupun nafsu makan meningkat, sering BAK pada malam
hari. 3
Setelah keadaan umum, hal kedua yang dinilai adalah tanda vital, yang
mencakup nadi, tekanan darah, pernapasan dan suhu. Penilaian nadi harus mencakup
frekuensi atau laju nadi, irama nadi, kualitas serta ekualitas nadi. Berikut ini tabel
ukuran laju nadi normal pada anak berdasarkan umurnya :
Usia Istirahat (bangun) Istirahat (tidur) Aktif/Demam
Baru lahir 100 – 180 80 - 160 sampai 220
1 minggu- 3 bulan 100 – 220 80 - 200 sampai 220
3 bulan-2 tahun 80 - 150 70 - 120 sampai 200
2 tahun-10 tahun 70 - 110 60 - 90 sampai 200
>10 tahun 55 - 90 50 - 90 sampai 200
Tabel 1. Laju Nadi atau Laju Jantung Normal pada Bayi dan Anak. 3
Tekanan darah, idealnya diukur pada keempat ekstremitas. Pemeriksaan pada
satu ekstremitas dapat dibenarkan, apabila pada palpasi teraba denyut nadi yang
normal pada keempat ekstremitas (nadi pada ekstremitas dari a.brachialis atau
a.radialis dan nadi pada ekstremitas bawah a.femoralis atau a.dorsalis pedis). Pada
pengukuran hendaknya dicatat keadaan pasien saat tekanan darah diukur.
Pemeriksaan pernapasan mencakup laju pernapasan, irama atau keteraturan,
kedalamam dan pola pernapasan. Berikut ini tabel pengukuran laju pernapasan yang
normal pada anak berdasarkan umurnya :
4
Umur Rentang Rata-rata waktu tidur
Neonatus 30-60 35
Anak 1-2 tahun 25-50 25
Anak 3-4 tahun 20-30 22
Anak 5-9 tahun 15-30 18
Anak >10 tahun 15-30 15
Tabel 2. Laju Penapasan Normal per Menit. 3
Biasanya pada anak dengan diabetes melitus tipe I memiliki kondisi laju nadi,
laju pernapasan dan tekanan darah yg normal, namun jika sudah mencapai kondisi
asidosis metabolik yang merupakan komplikasi dari diabetes mellitus. maka kondisi
tekanan darahnya menjadi rendah, nadi cepat, dan napasnya cepat dan dalam
(pernapasan Kussmaul), disertai kesadaran menurun. 3
Setelah itu, dilakukan pemeriksaan antropometrik anak yang mencakup berat
badan, tinggi badan, dan rasio berat badan menurut tinggi badan. Kemudian berlanjut
pada pemeriksaan fisis lengkap.
Pemeriksaan penunjang
Gula darah
Analisis gula darah diperlukan untuk memonitor perubahan kadar gula darah
selama terapi dilakukan, sekurang-kurangnya satu kali setiap pemberian terapi.
Pemeriksaan dilakukan setidaknya setiap jam apabila kadar glukosa turun
secara progresif atau bila diberikan infus insulin. Digunakan untuk
menegakkan diagnosis maupun pemantauan terapi.
Analisa gas darah
Pada umumnya, sampel diambil dari darah arteri, namun pengambilan darah
dari venadan kapiler pada anak dapat dilakukan untuk monitoring asidosis
karena lebih mudahdalam pengambilan dan lebih sedikit menimbulkan trauma
pada anak.Derajat keparahan ketoasidosis diabetik didefinisikan sebagai
berikut: Ringan (pH <7,30; bikarbonat, 15 mmol/L), moderat (pH <
5
7,20; bikarbonat < 10 mmol/L) dan berat (pH < 7,10; bikarbonat < 5,4
mmol/L).
Natrium
Kadar natrium umumnya menurun akibat efek dilusi hiperglikemia. Kadar
natriumyang sebenarnya dapat diprediksi, yaitu adanya penurunan 1,6 mEq/L
natrium untuksetiap kenaikan 100 mg/dL glukosa (1 mmol/L natrium untuk
setiap 3 mmol/Lglukosa). Kadar natrium umumnya meningkat selama terapi.
Apabila kadar natriumtidak meningkat selama terapi, kemungkinan
berhubungan dengan peningkatan risikoedema serebri.
Kalium
Pada pemeriksaan awal, kadar kalium umumnya normal atau meningkat,
meskipunkadar kalium total mengalami penurunan. Hal ini terjadi akibat
adanya kebocorankalium intraselular. Insulin membuat kalium kembali masuk
ke intraselular, dan kadarkalium mungkin menurun secara cepat selama terapi
diberikan. Pemeriksaan secara berkala setiap 1-2 jam dilakukan bersamaan
dengan monitoring EKG, terutama pada jam-jam pertama terapi. Pemeriksaan
EKG dimaksudkan untuk menilai keadaan hipokalemia atau hiperkalemianya.
Keton
Pengukuran kadar keton kapiler digunakan sebagai patokan ketoasidosis,
dimananilainya akan selalu meningkat pada KAD (> 2 mmol/L). Untuk
pemantauan terapi terdapat dua pengukuran yang dilakukan untuk menilai
perbaikan KAD, yaitu nilai pH >7,3 dan kadar keton kapiler < 1 mmol/L.6.
Hemoglobin terglikosilasi (HbA1c)
Peningkatan HbA1c menentukan diagnosis diabetes, terutama pada pasien
yang tidak mendapat penanganan sesuai standar. Kadar normalnya adalah 5-
9% kadar Hb total.
Pemeriksaan darah rutin
Peningkatan kadar leukosit sering ditemukan, meskipun tidak terdapat infeksi.
Urinalisis
Pemeriksaan urin dilakukan untuk menilai kadar glukosa dan badan keton per
24 jam,terutama bila pemeriksaan kadar keton kapiler tidak dilakukan.9.
Radiologis
CT scan kepala dilakukan bila terjadi koma atau keadaan yang menuju ke arah
koma,selain sebagai ukuran dalam menangani edema serebri.1,2
6
Working diagnose
Berdasarkan keluhan dan riwayat penyakit yang dikemukakan yaitu anak
perempuan ini datang dengan kondisi somnolen dan napasnya cepat, dalam dan
berbau buah serta sukar dibangunkan. Berat badan si anak tidak pernah naik walaupun
nafsu makan meningkat, sering BAK pada malam hari sebanyak 5-7x BAK/malam.
Tekanan darahya rendah, nadi dan frekuensi napasnya meningkat. Pemeriksaan GDS-
nya 600 mg/dL, analisis gas darahnya didapatkan pH darah turun yakni 6,8, HCO3- 15
dan pCO2 20 mmHg. Maka didiagnosis anak ini mengalami DM I yang terjadi pada
anak oleh karena faktor genetik (idiopatik) atau autoimun. 8
Diagnosis Banding
Gastroenteritis
Gastroenteritis atau diare akut adalah kekerapan dan keenceran BAB dimana
frekuensinya lebih dari 3 kali perhari dan banyaknya lebih dari 200 – 250 gram.
Istilah gastroenteritis digunakan secara luas untuk menguraikan pasien yang
mengalami perkembangan diare dan/ atau munmtah akut. Istilah ini menjadi acuan
bahwa terjadi proses inflamasi dalam lambung dan usus.
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak
dari biasanya (normal 100 – 200 ml per jam tinja), dengan tinja berbentuk cairan atau
setengah cair (setengah padat) dapat pula disertai frekuensi yang meningkat.
Gastroenteritis (diare akut) adalah inflamasi lambung dan usus yang disebabkan oleh
berbagai bakteri , virus, dan pathogen parasitic. Diare adalah defekasi yang tidak
normal baik frekuensi maupun konsistensinya, frekuensi diare lebih dari 4 kali sehari.6
Intoksikasi
Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam
tubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya. Ciri-
ciri keracunan umumnya tidak khas dan dipengaruhi oleh cara pemberian,apakah
melalui mata,paru,lambung atau melalui suntikan. Karena hal ini mungkin mengubah
7
tidak hanya kecepatan absorpsi dan distribusi suatu bahan toksik,tetapi juga jenis dan
kecepatan metabolismenya,pertimbangan lain meliputi perbedaan respon jaringan.
Hanya beberapa racun yang menimbulkan gambaran khas seperti pupil sangat
kecil (pinpoint),muntah,depresi,dan hilangnya pernapasan pada keracunan akut
morfin dan alkaloid. Kulit muka merah,banyak berkeringat,tinitus,tuli,takikardia dan
hiperventilasi sangat mengarah pada keracunan salisilat akut (aspirin). Riwayat
menurunnya kesadaran yang jelas dan cepat,disertai dengan gangguan pernapasan dan
kadang-kadang henti jantung pada orang muda sering dihubungkan dengan keracunan
akut dekstroprokposifen,terutama bila digunakan bersamaan dengan alkohol. 6
Epidemiologi
Variasi geografis cukup besar dalam angka kejadian KAD pada saat awitan
diagnosis DM. Angka kejadiannya sebesar 15-67% di Eropa dan Amerika Utara dan
lebih tinggi lagi di negara sedang berkembang. Di Kanada dan Eropa, angka kejadian
KAD yang telah dihospitalisasi dan jumlah pasien baru dengan DM tipe 1 telah
diteliti, yaitu sebanyak 10 dari 100.000 anak
Onset KAD pada DM tipe 1 lebih sering terjadi pada anak yang lebih muda
(berusia < 4 tahun), memiliki orang tua dengan DM tipe 1, atau anak yang berasal
dari keluarga dengan status sosial ekonomi rendah. Pemberian dosis tinggi obat-
obatan seperti glukokortikoid, antipsikotik atipik, diazoksida, dan sejumlah
immunosuppresan dilaporkan mampu menimbulkan KAD pada individu yang
sebelumnya tidak mengalami DM tipe 1.10
Risiko KAD pada anak yang sudah terdiagnosa dengan DM tipe 1 adalah 1 – 10% per
pasien per tahun. Anak yang mendapat terapi insulin secara teratur dan terkontrol
jarang mengalami episode KAD. Sekitar 75% episode KAD berkaitan dengan
kelalaian pemberian insulin atau pemberian yang salah.10
Etiologi
Timbulnya diabetes melitus tipe I atau diabetes juvenile ini disebabkan karena
faktor keturunan yang diturunkan secara resesif. DM tipe I ini bisa juga disebabkan
karena adanya penyakit autoimun dimana mengakibatkan kerusakan sel-sel beta pada
pancreas yang berguna untuk menghasilkan insulin. Individu yang peka secara
8
genetik tampaknya memberikan respons terhadap kejadian berupa infeksi virus
(coxsackie B4, rubella, Mumps), yang nantinya akan terbentuk autoantibodi terhadap
sel beta pancreas yang mengakibatkan produksi insulin berkurang walau ada
rangsangan dari glukosa darah untuk mensekresikan insulin. Kerusakan sel-sel beta
ini dapat sebagian atau semuanya yang mengakibatkan insulinopenia dan hal ini
mengganggu metabolisme lainnya didalam tubuh yang tergantung dengan insulin. 8
Diabetes melitus tipe I diketahui memiliki peningkatan prevalensi pada orang-
orang yang mengalami kelainan endokrin seperti Addison, tiroiditis Hashimoto,
sindroma Cushing dan anemia pernisiosa. 2,8
Patofisiologi
Tiap-tiap sel dalam tubuh makhluk hidup memerlukan energi dalam
menjalankan fungsi-fungsi sel. Sumber energi utama tubuh adalah glukosa, suatu gula
sederhana yang diperoleh dari hasil penguraian makanan yang kita makan yang berisi
karbohidrat. Glukosa akan diedarkan ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Hormon
insulin adalah suatu hormon yang diproduksi oleh sel beta dalam pancreas. Hormon
insulin ini berikatan dengan suatu reseptor di membran sel dan bertindak sebagai
kunci untuk membuka pintu untuk masuk ke dalam sel sehingga glukosa dapat masuk
ke sel. 11
Sebagian glukosa akan diubah sebagai penyimpanan cadangan glukosa
menjadi glikogen dan asam lemak. Saat insulin yang diproduksi tidak mencukupi atau
manakala pintu sel (resepror insulin) tidak mengenali kunci hormone insulin maka
glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel, melainkan tetap berada di dalam darah. Bila
terus berlanjut seperti itu, maka terjadilah hiperglikemia. Tubuh akan mencoba untuk
menurunkan kadar glukosa darah yang tinggi itu dengan menarik air keluar dari sel ke
dalam aliran darah dan mengeluarkannya melalui urin (glukosuria). Glukosa bersifat
diuresis osmotic sehingga dapat menarik air keluar lebih banyak lagi ke dalam lumen
tubulus ginjal (poliuria). Hal ini juga menimbulkan frekuensi BAK bertambah
(polakisuria) dan rasa haus (poladipsi). 11
Berdasarkan peristiwa di atas, maka pada orang DM sering dengan keluhan
merasa haus, minum banyak air, dan sering BAK. Hal ini adalah usaha .dari tubuh
9
untuk mengurangi kelebihan glukosa darah. Pada waktu yang sama ketika tubuh
berusaha mengurangi kelebihan gula darah, sel tubuh sebetulnya kekurangan glukosa
sehingga mengirimkan sinyal ke sentral untuk merangsang tubuh untuk makan lebih
banyak sehingga timbul rasa lapar. 8,11
Sel-sel yang lapar karena tidak bisa menghasilkan energi oleh karena bahan
bakunya yaitu glukosa tidak ada di dalam sel, maka tubuh mencoba mengkonversi
lemak dan protein di dalam tubuh untuk menjadi glukosa. Pemakaian lemak dan
protein untuk menghasilkan energi bagi sel ini juga punya produk sampingan lainnya
yakni keton. Keton di dalam darah lama-lama akan meninggi dan akhirnya dibuang
juga ke urin (ketonuria +), serta mengakibatkan pH darah menjadi asam, sehingga
terjadilah yang disebut ketoasidosis (KAD). KAD ini dapat mengancam jiwa jika
terlambat ditangani karena dapat mengarah ke koma atau kematian. 8,11
Ada kaitan antara DM tipe I dengan tipe-tipe histokompatibilitas (human
leukocyte antigen atau HLA) yang spesifik. Tipe yang berkaitan dengan DM tipe I
adalah DW3 dan DW4 dimana gen histokompatibiltas ini memberi kode kepada
protein-protein yang berperan penting dalam interaksi dengan monosit-limfosit.
Protein-protein ini mengatur respons sel T yang merupakan bagian dari respons imun
tubuh. Jika terjadi kelainan yang memicu (seperti terkena infeksi virus) akan
mengganggu fungsi sel limfosit T dan terjadilah patogenesis kerusakan sel-sel beta
pulau Langerhans dimana terbentuk antibodi-antibodi terhadap komponen dari sel
beta tersebut (suatu autoimun). 8
Infeksi virus yang dapat mencetuskan sindrom diabetik seperti virus coxsakie
B4 dan Rubella. Pada virus coxsakie, virus ini mungkin bekerja menghancurkan sel-
sel beta pancreas dengan cara virus ini menetap di dalam sel-sel beta (sebagai infeksi
virus yang lambat), hal ini akan memicu respon imun terhadap virus tersebut yang
bersembunyi di dalam sel-sel beta. Virus ini juga dapat menginduksi kerusakan sel-sel
beta yang mengakibatkan penyajian determinan antigenetik yang sebelumnya tertutup
atau diubah. Sehingga antibodi yang akan terbentuk ini dapat berinteraksi dengan
determinan sel beta yang bersamaan dengan si virus. 8
10
Gambar : Patofisiologi
Tanda dan gejala
Gambaran klinis KAD sangat bervariasi, meliputi gejala klasik DM berupa poliuria,
polidipsi, polifagi ( biasanya tidak tampak pada anak dan sering anak tidak mau
makan). Poliuri, polidipsi dan penurunan berat badan yang nyata biasanya terjadi
beberapa hari menjelang KAD dan seringkali disertai gejala mual, muntah, nyeri
perut dan penurunan kesadaran dengan derajat yang bervariasi. Muntah ditemukan
pada hampir 25% pasien KAD yang disebabkan karena asidosis metabolik, sedangkan
nyeri perut terjadi akibat menurunnya perfusi mesenterium, dehidrasi otot dan
jaringan usus serta paralisis saluran cerna akibat gangguan keseimbangan asam basa
dan elektrolit.muntah dan dehidrasi ini sering menyebabkan salah diagnosos pada saat
awal pasien datang. 10,12
Pada pemerisaan fisik didapati adanya:10
perubahan status mental ( sadar penuh sampai letargi atau koma).
Pola napas Kussmaul ( cepat dan dalam)
11
Tanda-tanda dehidrasi dan syok hipovolemik (Turgor kulit menurun,
hipotensi, takikardi)
Diagnosis KAD didasarkan atas adanya “ trias biokimia” yakni :12
Hiperglikemik ;bila kadar gluksa darah > 11mmol/L ( >200mg/dL)
Ketonemia
Asidosis ; bila pH darah < 7.3
Derajat KAD pH HCO3
Ringan <7.3 10-15 mEq/L
Sedang <7.2 5-10 mEq/L
Berat <7.1 < 5 mEq/L
Tabel 3. Klasifikasi derajat KAD12 (Dikutip dari : Dunger dkk,2004)
Derajat dehidrasi Perkiraan
kehilangan
cairan ( % )
Bayi Anak
Ringan 5 3
Sedang 10 6
Berat 15 9
Tabel 4. Klasifikasi derajat dehidrasi Dikutip dari : standar pelayanan medis, 2005
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan ialah mengembalikan anak kepada kesehatan dan
pertumbuhan yang mendekati normal. Hal yang penting ialah pertumbuhan dan
perkembangannya dengan memperhatikan kekuatan jasmani yang sebaknya tidak
boleh berbeda dengan anak normal.
Pengelolaan DM terdiri dari empat pilar yakni : 11
Edukasi/Penyuluhan
12
Diet
Olahraga/aktivitas
Insulin
Non Medika mentosa
1. Penyuluhan
Penyuluhan mengenai pengelolaan DM sangat penting. Edukasi ini
berupa pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan ketrampilan bagi
pasien (bila dewasa) atau kepada pihak keluarganya yang bertujuan untuk
mengubah pola perilaku pasien agar menjaga kadar glukosanya seimbang dan
kebutuhan insulin tercukupi setiap hari (terutama DM 1). 10,11
2. Diet
Standar makan diet yang baik terdiri dari karbohidrat, protein dan
lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi si anak. Karbohidrat sebanyak 60-
70% dari jumlah kalori tubuh per hari, protein 10-15% dari jumlah kalori
tubuh per hari, dan lemak 20-25% dari jumlah kalori tubuh per hari. Jumlah
kalori disesuaikan dengan umur anak, gender, pertumbuhan, status gizi, stress
akut dan kegiatan jasmani anak. Untuk penentuan status gizi dapat dipakai
BMI (Body Mass Index) atau IMT (Indeks Massa Tubuh). 10
BB (Kg)
IMT = BMI =
TB (m2)
IMT normal wanita = 18,5-22,9 kg/m2 dan IMT normal pria 20-24,9 kg/m2
Prinsip diet yang dapat dipakai ialah :
a. Kalori cukup untuk pertumbuhan dan aktifitas seusianya.
b. Protein tidak kurang dari 2-3 gram/kgbb/hari.
c. 40-50% daripada kalori terdiri dari karbohidrat.
d. Cukup vitamin dan mineral.
e. Seluruh keluarga sedapat-dapatnya ikut dalam diet ini. 2
13
3. Olahraga
Dianjurkan latihan jasmani ringan-sedang namun teratur setiap harinya
sesuai dengan keadaan penyakitnya. 10
Medika mentosa
Pemberian insulin tergantung pada aktivitas si anak. Insulin dapat diberikan
secara subkutan dan injection pump. Pada DM 1 tidak dapat diberikan insulin per oral
(sulfonureas atau biguanides) karena akan dirusak oleh enzim pencernaan. Insulin
terdiri dari short acting (Reguler insulin, Actrapid, Humolin R), intermediate (NPH,
Insulatard, Monotard, Lente), long acting (PZI, Lantus) dan ultralente (lama kerjanya
>36 jam). 2
Daya kerja Mulai bekerja (jam) Puncak (jam) Lamanya (jam)
Cepat dan sebentar ½ 2-4 6-8
Sedang 2 8-10 28-30
Lambat 4-8 14-20 24-36
Tabel 5. Daya Kerja dan Lama Kerja Insulin. 2
Cara pemberian insulin akan dimulai dengan insulin regular dalam dosis kecil,
misalnya 4 unit, tiga kali sehari sebelum makan. Berangsur-angsur dinaikkan sampai
dosis yang tepat yang dapat diketahui dari pemeriksaan urin dan gula darah. Kalau
dosis sudah tercapai, maka sebagian dari insulin regular dapat diganti dengan Lente
atau PZI (25% insulin regular dan 75% Lente) dan disuntikkan 1 kali sehari. 2
Komplikasi dari pengobatan insulin ialah hipoglikemia dan terjadinya Somogji
effect, yaitu anak jatuh dalam keadaan hipoglikemia, kemudian dalam keadaan
hiperglikemia, dimana kadar gula darah yang normal sukar dicapai. 2,11
Pengobatan untuk menangani komplikasi seperti koma ketoasidosis diabetik
(KAD), yakni :
a. Penderita harus dirawat di rumah sakit
14
b. Penanganan dehidrasi dan gangguan elektrolitnya dengan terapi cairan dan
elektrolit.1 Cairan hidrasi awal yang diberi adalah cairan salin 0,9% isotonis,
karena hiperglikemia hiperosmolar pada KAD ini bersifat universal, sehingga
cairan salin isotonis ini akan dianggap sebagai cairan hipotonis dibandingan
dengan osmolalitas serum pasien. Penurunan osmolalitas ini diharapkan terjadi
secara bertahap karena penurunan yang cepat dapat mengakibatkan terjadinya
edema otak. Oleh karena alasan yang sama, maka kecepatan pemberian cairan
isotonis ini juga diperkirakan dengan memberikan hanya 50-60% dari deficit
yang diperkirakan dalam 12 jam pertama, sisanya diberi 40-50% selama 24
jam berikutnya. Jika kadar glukosa darah sudah mendekati 300 mg/dL maka
pasien harus diberi cairan glukosa (glukosa 5% dalam 0,2 N salin) agar
membatasi penurunan osmolalitas tidak turun cepat. 5
c. Pemberian kalium harus dimulai sejak awal, karena kalium total dalam tubuh
akan sangat berkurang selama asidosis sebab dalam keadaan asidosis
metabolik, K+ yang ada di intraseluler akan berpindah ke ekstraseluler
(kebutuhan K+ meningkat walaupun kadar K+ serum normal atau meningkat).
Selama pengoreksian asidosis dan kalium, harus diperhatikan jangan sampai
pasien mengalami hipokalemi akibat pergeseran K+ kembali ke intraseluler.
Untuk pengontrolan kadar K+ dapat dimonitor dengan menggunakan EKG.
Jika hiperkalemi maka gelombang T meruncing, jika hipokalemi maka
gelombang T memendek dan ada gelombang U. Pemberian K+ dapat dibarengi
dengan cairan isotonis. 5,7
d. Pengobatan insulin. Hanya digunakan insulin regular dengan dosis awal 2-4
unit/kgbb; setengahnya diberikan secara intravena. Dua sampai empat jam
kemudian kadar gula diperiksa. Kalau kadar gula darah kurang dari 300mg%,
insulin intravena dihentikan dulu saat ini. Lalu dilanjutkan dengan terapi
insulin seperti biasanya. 5,7
Komplikasi
Komplikasi akut (jangka pendek)
Koma hipoglikemik gejala klinis hipoglikemik yakni : berkeringat,
gemetar, lapar, berdebar-debar, jika sudah berat pasien tampak
bingung, lemah, dan disorientasi koma mati. 3
15
Koma ketoasidosis bau napas aseton atau bau buah, napas
Kussmaul, lemas, mata cekung, tekanan darah turun, ketonuria (+).8
Komplikasi kronik (jangka panjang)
Mikrovaskuler (ginjal dan mata)
Makrovaskuler (Jantung koroner, pembuluh darah kaki)
Mikro dan makrovaskuler (neuropati)
Neuropati Diabetik
Neuropati diabetic ini merupakan komplikasi menahun, yang sering terjadi
adalah neuropati perifer (10-60%). Keluhan yang sering terjadi berupa kesemutan,
rasa lemah, dan baal. 8
Retinopati Diabetik
Keluhannya berupa pandangan mata kabur, katarak sampai kebutaan. 11
Nefropati Diabetik
Adanya kerusakan ginjal sampai gagal ginjal dimana dibuktikan dengan
adanya peningkatan kreatinin dan ureum serum, proteinuria yang persisten.
Keluhannya dapat berupa lemas, mual, pucat, edema sehingga sesak napas. 11
Kelainan Makrovaskuler
Adanya aliran darah ke tungkai bawah kurang baik (perabaan arteri akan
teraba kurang atau tidak ada sama sekali), sehingga sering timbul kelainan pada
tungkai bawah bila pasien DM terluka (ini juga oleh karena adanya baal pada kaki),
sehingga luka dapat berkembang menjadi ulkus sampai gangrene diabetik. 11,12
Prognosis
Sebelum insulin ditemukan anak dengan diabetes melitus meninggal sesudah
menderita selama 2 tahun, tetapi dengan adanya pengobatan insulin dapat
memperpanjang usia kehidupan, walaupun komplikasi akan timbul sesudah 10-20
tahun. 2
16
Pencegahan
Sebelum Diagnosis 12
Diagnosis awal mencakup skrining genetik dan imunologi terhadap anak
dengan risiko tinggi KAD terkait onset diabetes mellitus. Kesadaran tinggi
terhadap individu dengan riwayat keluarga dengan DM tipe 1 juga akan
membantu menurunkan risiko KAD. Berbagai strategi, seperti memberikan
penerangan dan pendidikan kepada masyarakat luas mengenai tanda dan
gejala DM memungkinkan dilakukan diagnosis dini DM pada anak < 5 tahun
untuk mencegah misdiagnosis.
Sesudah Diagnosis 12,13
Pada semua pasien DM perlu diberikan pendidikan dan penanganan secara
komprehensif dan sebaiknya tersedia akses 24 jam terhadap Pusat Diabetes.
Pasien dan keluarga harus diajarkan untuk memeriksa keton darah, pemberian
insulin, mengukur suhu tubuh, frekuensi nadi dan frekuensi nafas bila kadar
gula darah > 300mg/dL. Selain itu juga pasien diberikan informasi yang
spesifik mengenai kapan harus menghubungi pelayanan kesehatan, kadar GD
yang ditargetkan serta usaha untuk mengatasi demam dan infeksi.
Hal praktis yang dapat dilakukan adalah:
Menjamin agar jangan sampai terjadi defisiensi insulin
Menghindari stress
Menghindari puasa yang berkepanjangan
Mencegah dehidrasi
Mengobati infeksi secara adekuat
Melakukan pemantaun kadar gula darah/ keton secara mandiri.
17
Kesimpulan
Anak perempuan usia 7 tahun yang dibawa ke UGD RS dengan
keluhan lemas sejak beberapa jam yang lalu. Keluhan disertai nyeri perut dan kadang-
kadang muntah disertai penurunan berat badan 3 kg sejak beberapa minggu yang lalu,
semakin mudah lelah sejak beberapa hari yang lalu, serta cepat haus, sering kencing,
dan ngompol pada malam hari sejak 3 hari yang lalu, menderita Diabetes Melitus Tipe
1 (DMT1) dengan ketoasidosis metabolik. Penyebab Diabetes Melitus Tipe 1 (DMT1)
dengan ketoasidosis metabolik masih belum dapat dipastikan, namun faktor imun dan
lingkungan memegang peranan penting dalam rusaknya sel beta yang seharusnya
memproduksi insulin dan pemeriksaan penunjang melalui glukosa darah sewaktu dan
puasa serta analisa gas darah sangatlah penting untuk menentukan diagnosis kerja.
Pengobatan yang spesifik untuk penyakit Diabetes Melitus Tipe 1 (DMT1) dengan
ketoasidosis metabolik adalah penggantian cairan tubuh yang hilang dan insulin.
Prognosis akan menjadi baik ketika tindakan terapi berjalan dengan cepat dan tepat.
Tindakan pencegahan yang spesifik belum ada, namun pola hidup yang sehat dapat
mengurangi kemungkinan menderita Diabetes Melitus Tipe 1 (DMT1) dengan
ketoasidosis metabolik.
18
Daftar Pustaka
1. Hardjodisastro D. Menuju seni ilmu kedokteran bagaimana dokter berpikir,
bekerja, dan menampilkan diri. Edisi ke-1 Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama; 2006.H.258.
2. Inzucchi S, et al. Diagnosis and classification of diabetes mellitus. Diabetes
Care Jan 2010; 33 (1): 62-69.
3. Bickley LS. Approach to the patient: history and physical examination. 11th
edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2011.P.118-27.
4. Chernecky CC, Berger BJ. Laboratory tests and diagnostics procedures. 5th
edition. Missouri: Saunders Elsevier; 2008. P. 400-512.
5. Alemzadeh R, Ali O. Diabetes Mellitus. In: Kliegman RM, Stanton BF, Geme
III JWSt, Schor NF, Behrman RE. Nelson’s textbook of pediatrics. 19th
edition. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011. P. 1968-97.
6. Sudiono H, Iskandar I, Halim SL, Santoso R, Sinsanta. Patologi Klinik
Urinalisis. Edisi ke-3. Jakarta: Biro Publikasi Fakultas Kedokteran UKRIDA;
2009. H. 43-6.
7. Asmadi. Teknik prosedural keperawatan: konsep dan aplikasi kebutuhan dasar
klien. Edisi ke-1. Jakarta: Salemba Medika; 2008. H. 27.
8. Dabelea D, Bell RA, D'Agostino RB Jr, Imperatore G, Johansen JM. Incidence
of diabetes in youth in the united states. JAMA Jun 27 2007; 297 (24): 2716-
24.
9. Felner EI, et al. Genetic interaction among three genomic regions creates
distinct contributions to early- and late-onset type 1 diabetes mellitus. Pediatr
Diabetes Dec 2005; 6 (4): 213-20.
10. Danaei G, et al. National, regional, and global trends in fasting plasma glucose
and diabetes prevalence since 1980: systematic analysis of health examination
surveys and epidemiological studies with 370 country-years and 2.7 million
participants. Lancet 378; 31-40.
11. Rewers A, et al. Presence of diabetic ketoacidosis at diagnosis of diabetes
mellitus in youth: the search for diabetes in youth study. Pediatrics May 2008;
121(5): 1258-66.
12. Neu A, et al. Ketoacidosis at onset of type 1 diabetes mellitus in children:
frequency and clinical presentation. Pediatr Diabetes Jun 2003; 4(2): 77-81.
19