dkp4
-
Upload
doddy-novriadie -
Category
Documents
-
view
218 -
download
0
description
Transcript of dkp4
Pencegahan Tinea Pedis
1. Perkembangan infeksi jamur diperberat oleh panas, basah dan maserasi. Jika faktor-
faktor lingkungan ini tidak diobati, kemungkinan penyembuhan akan lambat.
2. Pasien dengan hiperhidrosis dianjurkan agar memakai kaos dari bahan katun yang
menyerap keringat, jangan memakai bahan yang terbuat dari wool ataubahan sintetis.
3. Pakaian dan handuk agar sering diganti dan dicuci bersih-bersih dengan air panas
Sumber : Robbins, courtney M, dkk,2012, Tinea Pedis, Online artikel. Diunduh
pada 10 september 2012; dari http://emedicine.medscape.com/article/1091684-
overview
Pencegahan Tinea Capitis
1. Menghindari kontak yang erat dengan penderita tinea capitis
2. Menjaga kebersihan diri dengan mandi setelah beraktivitas dan
berkeringat
3. Mengeringkan badan dengan baik setiap setelah mandi
4. Mencuci pakaian, sprei, dan barang-barang pribadi lainnya secara rutin
5. Tidak menggunakan sisir, alat cukur, dan handuk secara bersama-sama
Sumber :
1. Wirya Duarsa. Dkk.: Pedoman Diagnosi dan Terapi Penyakit
Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana,
Denpasar. 2010.
2. Djuanda, Adhi. Dkk.: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2004.
Pencegahan Tinea Unguium
1. Menjaga kebersihan kuku
Sumber :
1. Wirya Duarsa. Dkk.: Pedoman Diagnosi dan Terapi Penyakit Kulit dan
Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar. 2010.
Pencegahan Tinea Versicolor
Untuk mencegah terjadinya Pityriasis versicolor dapat disarankan pemakaian 50%
propilen glikol dalam air untuk pencegahan kekambuhan. Pada daerah endemik
dapat disarankan pemakaian ketokonazol 200 mg/hari selama 3 bulan atau
itrakonazol 200 mg sekali sebulan atau pemakaian sampo selenium sulfid sekali
seminggu.
Untuk mencegah timbulnya kekambuhan, perlu diberikan pengobatan
pencegahan, misalnya sekali dalam seminggu, sebulan dan seterusnya. Warna
kulit akan pulih kembali bila tidak terjadi reinfeksi. Pajanan terhadap sinar
matahari dan kalau perlu obat fototoksik dapat dipakai dengan hati-hati, misalnya
oleum bergamot atau metoksalen untuk memulihkan warna kulit tersebut.
Sumber :
1. Madani, Fattah. Infeksi Jamur Kulit. In : Harahap Marwali, Ilmu
Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates, 2000 p. 73-74
2. Radiono, S. Pitirasis Versicolor. In : Budimulja, U., et al,
Dermatomikosis Superfisialis. Jakarta : Balai Penerbit FK UI,2001 p.
19-22.
GAMBARAN KLINIS
Kuku jari kaki lebih sering terinfeksi dibandingkan kuku jari tangan. Sekitar
80% tinea unguium terjadi pada kaki. Gambaran klinis tinea unguium berdasarkan
klasifikasinya, yaitu:
1. Onikomikosis Distal Subungual (ODS)
Onikomikosis Distal Subungual (ODS) merupakan pola tinea unguium yang
paling sering terjadi. Infeksi dimulai dari stratum korneum daerah hiponokium
atau lipatan kuku, kemudian masuk ke subungual. Onikomikosis Distal
Subungual (ODS) sering dikaitkan dengan tinea pedis. Biasanya disebabkan
oleh T. rubrum.
Onikomikosis
Subungual Distal (OSD)
2. Onikomikosis Subungual Proksimal (OSP)
Jamur masuk melalui kutikula lipatan kuku posterior kemudian berpindah
sepanjang lipatan kuku proksimal menginvasi matrik kuku. Pada tipe ini,
paling sering disebabkan oleh T. rubrum. Tipe ini selalu dikaitkan dengan
keadaan immunocompromised. Banyak ditemukan pada pasien HIV.
Onikomikosis Subungual Proksimal (OSP) dapat mengenai satu atau dua
kuku. Gambaran klinis yang dapat ditemukan adalah bintik putih di bawah
lipatan kuku proksimal.
Onikomikosis Subungual Proksimal (OSP)
3. Onikomikosis Superfisial Putih (OSPT)
Pada tipe ini, jamur menginvasi permukaan dorsal kuku. Penyebab terbanyak
adalah T. mentagrophytes atau T. rubrum (pada anak-anak). Penyebab yang
jarang Acremonium, Fusarium, dan Aspergillus terreus. Permukaan lempeng
kuku yang terinvasi oleh jamur menunjukkan gambaran putih, seperti tepung/
serbuk kapur (chalky white) dan kadang mudah retak. 3,4
Onikomikosis Superfisial Putih (OSPT)
Sumber :
1. Elewski BE, Hughey LC, Sobera JO, Hay R. Fungal disease. In:
Bolognia J L, Lorizzo J L, Rapini RP, editors. Dermatology. 2nd ed.
New York: Mosby Elsevier; 2008; p. 1265-70.
2. James D, Berger G, Elston M. Diseases resulting from fungi and yeast.
Andrew’s Disease of The Skin Clinical Dermatology, 10th edition.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2008; p.305-7.
3. Wolff KL. Johnson RA. Disorder of The Nail Apparatus. In:
Fitzpatrick’s Color Atlas & Sinopsis Of Clinical Dermatology, 5th ed.
New York: The McGraw-Hill companies; 2007. p.1016-21.
Tatalaksana effluvium
1. Karena telogen effluvium aktif adalah proses reaktif yang dapat smebuh
sendiri maka treatment terbatas pada pemberian pengertian pada pasien.
2. Pasien dapat diedukasi bahwa penyakit ini tidak menyebabkan botak
permanen.
3. Penyebab rambut rontok yang sifat nya refersible dapat dikoreksi seperti
pola diet, anemia, penggunaan obat
4. Transplantasi rambut tidak efektif
5. Diet tinggi protein, kurangi intake vitamin A jika berlebih,diet untuk
meningkatkan kadar besi dalam darah
6. Pasien dapat memakai terapi minoxidil karena terbukti bermanfaat dan
efek samping nya minim. tujuan utama dari farmakoterapi adalah untuk
mengurangi morbiditas dan mencegah komplikasi. Obat yang digunakan
adalah Minoxidil (Loniten, Rogaine) yang berfungsi merelaksasikan otot
polos arteriol sehingga menyebabkan vassodilatasi sehingga mendorong
tumbuhnya rambut baru. Obat ini diberikan per oral dengan dosis tidak
lebih dari 100 mg per hari
Sumber :
Elizabeth CW Hughes, MD .Telogen effluvium. In: Dermatologist, Group
Health Cooperative 2006. Diakses 11 november 2015. Available at:
www.emedicine. medscape.com
Patofisiologi Tinea Pedis
Trichophyton rubrum yang umumnya menyebabkan tinea pedis menggunakan
enzim yang disebut keratinase, jamur dermatofit menyerang keratin superfisial
kulit, dan infeksi hanya terbatas pada lapisan ini. Dinding sel dermatofit juga
mengandung mannans (sejenis polisakarida), yang dapat menghambat respon
kekebalan tubuh. Trichophyton rubrum khususnya mengandung mannans yang dapat
mengurangi proliferasi keratinosit, sehingga tingkat penurunan pengelupasan dan
keadaan infeksi kronis.
Pemakaian bahan yang tidak berpori akan meningkatkan temperatur dan keringat
sehingga mengganggu fungsi barier stratum korneum. Infeksi dimulai dari terjadinya kolonisasi
hifa atau cabang-cabangnya dalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini memproduksi enzim
keratolitik yang mengadakan difusi ke dalam jaringan epidermis dan merusak keratinosit.
Suhu dan faktor serum, seperti globulin beta dan feritin, tampaknya
memiliki efek penghambatan pada pertumbuhan dermatofit, namun, patofisiologi
ini tidak sepenuhnya dipahami. Sebum juga menghambat pertumbuhannya,
sehingga infeksi dermatofit memiliki kecenderungan menginfeksi kaki, yang
tidak memiliki kelenjar sebaceous. Faktor-faktor host seperti pecah di kulit dan
maserasi kulit dapat menunjang invasi dermatofit. Presentasi dari kulit tinea pedis
juga tergantung pada sistem kekebalan host dan infeksi dermatofit.
Sumber :
Robbins, courtney M, dkk,2012, Tinea Pedis, Online artikel. Diunduh pada 10
november 2015; dari http://emedicine.medscape.com/article/1091684-overview