DKI

10
BAB I PENDAHULUAN Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal.1 Dermatitis kontak adalah reaksi fisiologik yang terjadi pada kulit karena kontak dengan substansi tertentu, dimana sebagian besar reaksi ini disebabkan oleh iritan kulit dan sisanya disebabkan oleh alergen yang merangsang reaksi alergi.1, 2, 3 Dermatitis kontak merupakan suatu respon inflamasi dari kulit terhadap antigen atau iritan yang bisa menyebabkan ketidaknyamanan dan rasa malu dan merupakan kelainan kulit yang paling sering pada para pekerja.4, 5 Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan inflamasi pada kulit yang bermanifestasi sebagai eritema, edema ringan dan pecah- pecah. DKI merupakan respon non spesifik kulit terhadap kerusakan kimia langsung yang melepaskan mediator-mediator inflamasi yang sebagian besar berasal dari sel epidermis.6 DKI dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama yang berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun dikatakan angkanya secara tepat sulit diketahui.1 DKI merupakan hasil klinik dari inflamasi yang berasal dari pelepasan sitokin-sitokin proinflamasi dari sel-sel kulit (prinsipnya kerartinosit), biasanya sebagai respon terhadap rangsangan kimia. Bentuk klinik yang berbeda-beda bisa terjadi. Tiga perubahan patofosiologi utama adalah disrupsi sawar kulit,

description

CDSFSDFDADASD

Transcript of DKI

BAB IPENDAHULUAN

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal.1 Dermatitis kontak adalah reaksi fisiologik yang terjadi pada kulit karena kontak dengan substansi tertentu, dimana sebagian besar reaksi ini disebabkan oleh iritan kulit dan sisanya disebabkan oleh alergen yang merangsang reaksi alergi.1, 2, 3 Dermatitis kontak merupakan suatu respon inflamasi dari kulit terhadap antigen atau iritan yang bisa menyebabkan ketidaknyamanan dan rasa malu dan merupakan kelainan kulit yang paling sering pada para pekerja.4, 5Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan inflamasi pada kulit yang bermanifestasi sebagai eritema, edema ringan dan pecah-pecah. DKI merupakan respon non spesifik kulit terhadap kerusakan kimia langsung yang melepaskan mediator-mediator inflamasi yang sebagian besar berasal dari sel epidermis.6 DKI dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama yang berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun dikatakan angkanya secara tepat sulit diketahui.1 DKI merupakan hasil klinik dari inflamasi yang berasal dari pelepasan sitokin-sitokin proinflamasi dari sel-sel kulit (prinsipnya kerartinosit), biasanya sebagai respon terhadap rangsangan kimia. Bentuk klinik yang berbeda-beda bisa terjadi. Tiga perubahan patofosiologi utama adalah disrupsi sawar kulit, perubahan seluler epidermis dan pelepasan sitokin.6 Iritan pada DKI meliputi yang ditemui sehari-hari seperti air, deterjen, berbagai pelarut, asam, bassa, bahan adhesi, cairan bercampur logam dan friksi. Sering bahan-bahan ini bekerja bersama untuk merusak kulit. Iritan merusak kulit dengan cara memindahkan minyak dan pelembab dari lapisan terluar, membiarkan iritan masuk lebih dalam dan menyebabkan kerusakan lebih lanjut dengan memicu inlamasi.7

DKI masih belum banyak diketahui bila dibandingkan dengan dermatitis kontak alergi (DKA). Kebanyakan artikel tentang dermatitis kontak konsern pada DKA. Tidak ada uji diagnostik untuk DKI. Diagnosis adalah berdasarkan ekslusi penyakit kutan lainnya (khususnya DKA) dan pada penampakan klinis dermatitis pada tempat yang terpapar dengan cukup terhadap iritan yang diketahui.6 Terkadang penampakan klinis DKI kronik mirip dengan DKA. Beberapa sumber menyatakan DKI kronik pada telapak tangan dan telapak kaki sulit dibedakan dengan DKA.1,8 Dalam penatalaksanaan DKI, penting bagi penderita dan dokter untuk mengetahui substansi yang menyebabkan penyakitnya tersebut sehingga dapat diberikan terapi yang lebih efisien dan efektif.7Makalah ini membahas kasus DKI yang mengenai seorang penderita pada daerah telapak tangan dan telapak kakinya setelah terpapar substansi deterjen.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 DefinisiDKI merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik, dimana kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi.1 Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan inflamasi pada kulit yang bermanifestasi sebagai eritema, edema ringan dan pecah-pecah. DKI merupakan respon non spesifik kulit terhadap kerusakan kimia langsung yang melepaskan mediator-mediator inflamasi yang sebagian besar berasal dari sel epidermis.6

2.2 EpidemiologiDKI dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama yang berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun dikatakan angkanya secara tepat sulit diketahui.1 Hal ini disebabkan antara lain oleh banyaknya penderita dengan kelainan ringan tidak datang berobat, atau bahkan tidak mengeluh. Di Amerika, DKI sering terjadi di pekerjaan yang melibatkan kegiatan mencuci tangan atau paparan berulang kulit terhadap air, bahan makanan atau iritan lainnya. Pekerjaan yang berisiko tinggi meliputi bersih-bersih, pelayanan rumah sakit, tukang masak, dan penata rambut. 80% Dermatitis tangan okupasional karena iritan, lebih sering mengenai tukang bersih-bersih, penata rambut dan tukang masak. Prevalensi dermatitis tangan karena pekerjaan ditemukan sebesar 55,6% di ICU dan 69,7% pada pekerja yang sering terpapar (dilaporkan dengan frekuensi mencuci tangan >35 kali setiap pergantian). Penelitian menyebutkan frekuensi mencuci tangan >35x tiap pergantian memiliki hubungan kuat dengan dermatitis tangan karena pekerjaan (OR=4,13). Di Jerman, angka insiden DKI adalah 4,5 setiap 10.000 pekerja, dimana insiden tertinggi ditemukan pada penata rambut (46,9 kasus per 10.000 pekerja setiap tahunnya), tukang roti dan tukang masak.6,7Berdasarkan jenis kelamin, DKI secara signifikan lebih banyak pada perempuan dibanding laki-laki. Tingginya frekuensi ekzem tangan pada wanita dibanding pria karena faktor lingkungan, bukan genetik. Berdasarkan usia, DKI bisa muncul pada berbagai usia. Banyak kasus karena dermatitis diaper (popok) terjadi karena iritan kulit langsung pada urine dan feses. Seorang yang lebih tua memiliki kulit lebih kering dan tipis yang tidak toleran terhadap sabun dan pelarut. DKI bisa mengenai siapa saja, yang terpapar iritan dengan jumlah yang sufisien, tetapi individu dengan dengan riwayat dermatitis atopi lebih mudah terserang.6,7 2.3 EtiologiPenyebab munculnya DKI adalah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam alkali, serbuk kayu, bahan abrasif, enzim, minyak, larutan garam konsentrat, plastik berat molekul rendah atau bahan kimia higroskopik. 1, 2, 6, 9, 10, 11 Kelainan kulit yang muncul bergantung pada beberapa faktor, meliputi faktor dari iritan itu sendiri, faktor lingkungan dan faktor individu penderita. Dapat dilihat pada tabel berikut.

Iritan adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap orang jika terpapar pada kulit: dalam konsentrasi yang cukup, pada waktu yang sufisien dengan frekuensi yang sufisien. Masing-masing individu memiliki predisposisi yang berbeda terhadap berbagai iritan, tetapi jumlah yang rendah dari iritan menurunkan dan secara bertahap mencegah kecenderungan untuk meninduksi dermatitis.10 Fungsi pertahanan dari kulit akan rusak baik dengan peningkatan hidrasi dari stratum korneum (oklusi, suhu dan kelembaban tinggi, bilasan air yang sering dan lama) dan penurunan hidrasi (suhu dan kelembaban rendah). Tidak semua pekerja di area yang sama akan terkena. Siapa yang terkena tergantung pada predisposisi individu (rowayat atopi misalnya), personal hygiene dan luas dari paparan. Iritan biasanya mengenai tangan atau lengan. Efek dari iritan merupakan concentration-dependent, sehingga hanya mengenai tempat primer kontak.10

2.4 PatogenesisKelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit.Kebanyak bahan iritan (toksin) merusak membran lemak keratinosit tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau komplemen inti. Kerisakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG), platelet actifating factor (PAF) dan inositida (IP3). AA dirubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrin (LT). PG dan LT menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai kemoatraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mas melepaskan histamin, LT dan PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan vaskuler.DAG dan second messenger lain mengstimulasi ekspresi gen dan sintesis protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyt-macrophage colony stimulating factor (GMCSF). IL-1 mengaktifkan sel T-penolong mengeluarkan IL-2 an mengekspresi reseptor IL-2 yang menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut.Keratinosit juga membuatmolekul permukaan HLA-DR dan adesi intrasel- (ICAM-1). Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNF, suatu sitokin proinflamasi yang dapat mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit, menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan pelepasan sitokin.Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat terjadinya kontak di kulit berupa eritema, edema, panas, nyeri, bila iritan kuat. Bahan iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh iritan.12.5 Klinisa.Riwayat PenyakitRiwayat yang terperinci sangat dibutuhkan karena diagnosis dari DKI tergantung pada adanya riwayat paparan iritan kutaneus yang mengenai tempat-tempat pada tubuh. Tes tempel juga digunakan pada kasus yang berat atau persisten untuk menyingkirkan DKA. Gejala subjektif primer biasanya meliputi hal-hal sebagai berikut6:Riwayat paparan yang cukup terhadap iritan kulitOnset gejala muncul dalam beberapa menit hingga beberapa jam pada DKI akut. Pada DKI subakut merupakan ciri iritan tertentu seperti benzalkonium klorida (ada pada disinfektak) yang mendatangkan reaksi radang 8-24 jam setelah paparan. Onset dan gejala bisa tertunda beberapa minggu pada DKI kumulatif.Nyeri, rasa terbakar, rasa tersengat atau tidak nyaman pada fase awal.Gejala subjektif lainnya meliputi: onset dalam 2 minggu paparan dan adalanya keluhan yang sama pada rekan kerja atau anggota keluarga lainnya. DKI okupasional biasanya terjadi pada karyawan baru atau mereka yang belum belajar untuk melindungi kulitnya dari iritan. Individu dengan dermatitis atopik (khususnya pada tangan) rentan terhadap DKI tangan.6

b.Pemeriksaan FisikKriteria diagnostik primer DKI menurut Rietschel meliputi:6Makula eritema, hiperkeratosis atau fisura yang menonjol.Kulit epidermis seperti terbakarProses penyembuhan dimulai segera setelah menghindari paparan bahan iritanTes tempel negatif dan meliputi semua alergen yang mungkinKriteria objektif minor meliputi:Batas tegas pada dermatitisBukti pengaruh gravitasi seperti efek menetesKecenderungan untuk menyebar lebih rendah dibanding DKAUntuk kepentingan pengobatan, berdasarkan perjalanan penyakit dan gejala klinis DKI dikelompokkan menjadi DKI akut, lambat akut dan kumulatif. Ada pula bentuk DKI lainnya yaitu: reaksi iritan, DKI traumatik, DKI noneritematosa dan DKI subyektif.

Tabel 2. Perbedaan DKI Akut, Lambat Akut dan Kumulatif 1, 6

2.6 HistopatologikGambaran histtopatologik DKI tidak karakteristik. Pada DKI akut (oleh iritan primer), dalam dermis terjadi vasodilatasi dan sebukan sel mononuklear di sekitar pembuluh darah dermis bagian atas. Eksositosis di epidermis diikuti spongiosis dan edema intrasel dan akhirnya menjadi nekrosis epidermal. Pada keadaan berat, kerusakan epidermis dapat menimbulkan vesikel atau bila. Di dalam vesikel atau bula ditemukan limfosit atau neutrofil.1, 6 Pada DKI kronis adalah hiperkeratosis dengan area parakeratosis, akantosis dan perpanjangan rete ridges.6

2.6DiagnosisDiagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran klinis. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga penderita pada umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya. Sebaliknya DKI kronis timbul lambat serta mempunyai variasi gambaran klinis yang luas, sehingga kadang sulit dibedakan dengan DKA. Untuk ini diperlukan uji tempel dengan bahan yang dicurigai.12.8 Pemeriksaan Laboratorium6Pemeriksaan kultur bakteri bisa dilakukan apabila ada komplikasi infeksi sekunder bakteri. Pemeriksaan KOH bisa dilakukan dan sampel mikologi bisa diambil untuk menyingkirkan infeksi tinea superficial atau kandida, bergantung pada tempat dan bentuk lesi. Uji tempel dilakukan untuk mendiagnosis DKA, tetapi bukan untuk membuktikan adanya iritan penyebab munculnya DKI. Diagnosis adalah berdasarkan eksklusi DKA dan riwayat paparan iritan yang cukupBiopsi kulit bisa membantu menyingkirkan kelainan lain seperti tinea, psoriasis atau limfoma sel T2.9 PenatalaksanaanUpaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, fisis atau kimiawi serta menyingkirkan faktor yang memperberat. Bila dapat dilakukan dengan sempurna dan tanpa komplikasi, maka tidak perlu pengobatan topikal dan cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering.Apabila diperlukan untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid topikal. Pemakaian alat perlindungan yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan bahan iritan sebagai upaya pencegahan.a.Dermatitis akutUntuk dermatitis akut, secara lokal diberikan kompres larutan garam fisiologis atau larutan kalium permanganas 1/10.000 selama 2-3 hari dan setelah mengering diberi krim yang mengandung hidrokortison 1-2,5%. Secara sistemik diberikan antihistamin (CTM 3x1 tablet.hari) untuk menghilangkan rasa gatal. Bila berat/luas dapat diberikan prednison 30 mg/hari dan bila sudah ada perbaikan dilakukan tapering. Bila terdapat infrksi sekunder diberikan antibiotik dengan dosis 3x500 mg selama 5-7 hari.12b.Dermatitis kronikTopikal diberikan salep mengandung steroid yang lebih poten seperti hidrokortison yang mengalami fluorinasi seperti desoksimetason, diflokortolon. Sistemik diberikan antihistamin (CTM 3x1 tablet.hari) untuk menghilangkan rasa gatal.12

2.10 Komplikasi6Adapun komplikasi DKI adalah sebagai berikut:DKI meningkatkan risiko sensitisasi pengobatan topikalLesi kulit bisa mengalami infeksi sekunder, khususnya oleh Stafilokokus aureusNeurodermatitis sekunder (liken simpleks kronis) bisa terjadi terutapa pada pekerja yang terpapar iritan di tempat kerjanya atau dengan stres psikologikHiperpigmentasi atau hipopignemtasi post inflamasi pada area terkena DKI Jaringan parut muncul pada paparan bahan korosif, ekskoriasi atau artifak.2.11PrognosisPrognosis baik pada individu non atopi dimana DKI didiagnosis dan diobati dengan baik. Individu dengan dermatitis atopi rentan terhadap DKI. Bila bahan iritan tidak dapat disingkirkan sempurna, prognosisnya kurang baik, dimana kondisi ini sering terjadi DKI kronis yang penyebabnya multifaktor.1,6