DK1P1 (2)

20
HEMATOPOIESIS Hematopoiesis merupakan suatu proses pembentukkan sel darah. Hematopoiesis dibagi menjadi tiga, yaitu: 1 1. Eritropoiesis 2. Mielopoiesis 3. Trombopoiesis Tempat berlangsungnya hematopoiesis berbeda- beda bergantung usia manusia. Pada beberapa minggu pertama gestasi, kantung kuning telur (yolk sac) adalah tempat utama terjadinya hematopoiesis. Sejak usia enam minggu sampai usia 6-7 bulan masa janin, hati dan limpa merupakan organ utama yang berperan dan terus memproduksi sel darah sampai sekitar 2 mingggu setelah lahir. Sumsum tulang menjadi tempat yang paling penting sejak usia 6-7 bulan kehidupan janin dan merupakan satu-satunya sumber sel darah baru selama masa anak dan dewasa yang normal. Seiring berkembangnya usia, akan terjadi pergantian sumsum tulang (sumsum tulang merah) oleh lemak (sumsum tulang kuning) yang progresif. Pada usia dewasa sumsum tulang hematopoietic terbatas pada tulang rangka sentral serta ujung-ujung proksimal os. Femur dan humerus. 1 Tabel 1. tempat terjadinya hematopoiesis Janin 0-2 bulan (kantong kuning telur) 2-7 bulan (hati dan limpa) 5-9 bulan (sumsum tulang) Bayi Sumsum tulang (pada semua tulang) Dewasa Vertebra, tulang iga, sternum, tulang tengkorak, sacrum, pelvis, dan ujung proksimal femur. Hematopoiesis dimulai dari suatu sel induk pluripoten yang sama. Sel induk ini akan menyebabkan timbulnya jalur sel yang terpisah seperti yang ditunjukkan oleh skema berikut ini. Pada prosesnya, hematopoiesis dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan hematopoietik yang merupakan hormon glikoprotein yang mengatur proliferasi dan diferensiasi sel-sel progenitor hematopoietic dan fungsi sel-sel darah matur. 1

description

fdgdfgd

Transcript of DK1P1 (2)

HEMATOPOIESISHematopoiesis merupakan suatu proses pembentukkan sel darah. Hematopoiesis dibagi menjadi tiga, yaitu:11. Eritropoiesis2. Mielopoiesis3. TrombopoiesisTempat berlangsungnya hematopoiesis berbeda-beda bergantung usia manusia. Pada beberapa minggu pertama gestasi, kantung kuning telur (yolk sac) adalah tempat utama terjadinya hematopoiesis. Sejak usia enam minggu sampai usia 6-7 bulan masa janin, hati dan limpa merupakan organ utama yang berperan dan terus memproduksi sel darah sampai sekitar 2 mingggu setelah lahir. Sumsum tulang menjadi tempat yang paling penting sejak usia 6-7 bulan kehidupan janin dan merupakan satu-satunya sumber sel darah baru selama masa anak dan dewasa yang normal. Seiring berkembangnya usia, akan terjadi pergantian sumsum tulang (sumsum tulang merah) oleh lemak (sumsum tulang kuning) yang progresif. Pada usia dewasa sumsum tulang hematopoietic terbatas pada tulang rangka sentral serta ujung-ujung proksimal os. Femur dan humerus.1Tabel 1. tempat terjadinya hematopoiesisJanin 0-2 bulan (kantong kuning telur)2-7 bulan (hati dan limpa)5-9 bulan (sumsum tulang)

BayiSumsum tulang (pada semua tulang)

DewasaVertebra, tulang iga, sternum, tulang tengkorak, sacrum, pelvis, dan ujung proksimal femur.

Hematopoiesis dimulai dari suatu sel induk pluripoten yang sama. Sel induk ini akan menyebabkan timbulnya jalur sel yang terpisah seperti yang ditunjukkan oleh skema berikut ini. Pada prosesnya, hematopoiesis dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan hematopoietik yang merupakan hormon glikoprotein yang mengatur proliferasi dan diferensiasi sel-sel progenitor hematopoietic dan fungsi sel-sel darah matur. 1

EritropoiesisSumsum tulang dalam keadaan normal menghasilkan sel darah merah baru, suatu proses yang dinamai eritropoiesis dengan kecapatan yang menyamai kecepatan kerusakan sel tua. Eritropoiesis dimulai di sumsum tulang merah dengan sel precursor yang disebut proeritrosit. Proeritrosit membelah beberapa kali, menghasilkan sel yang mulai mensintesis hemoglobin. Sel yang mendekati tahap akhir ini kemudian melepaskan nukleusnya dan menjadi retikulosit. Kehilangan nucleus mengakibatkan indurasi bagian tengah dari sel, sehingga bentuk eritrosit menjadi bikonkaf. Retikolosit masih mempertahankan beberapa mitokondria, ribosom dan retikulum endoplasmic. Retikulosit ini kemudian masuk ke dalam aliran darah. Retikulosit berkembang menjadi eritrosit matur dalam 1-2 hari setelah dilepaskan dari sumsum tulang. 2,3Normalnya eritropoiesis dan sel eritrosit dihancurkan dalam laju yang sama, jika kapasitas pengangkutan oksigen berkurang karena eritropoiesis tidak sebanding dengan yang didekstruksi, maka ada system umpan balik yang meningkatkan produksi eritrosit. Defisiensi oksigen jarigan disebut hipoksia dapat terjadi jika terlalu sedikit oksigen yang memasuki darah. Sebagai contoh, kadar oksigen yang rendah pada udara akan mengurangi saturasi oksigen darah.2,3Pengangkutan oksigen juga dapat berkurang menyebabkan anemia yang dapat diakibatkan oleh kekurangan zat besi, kekurangan asam amino tertentu, dan kekurangan vitamin B12. Masalah sirkulasi yang menyebabkan berkurangnya aliran darah ke jaringan dapat juga mengurangi pengangkutan oksigen. Apapun penyebabnya, hipoksia akan menstimulasi ginjal untuk meningkatkan produksi eritropoietin yang meningkatkan laju perkembangan proeritroblas menjadi retikulosit dalam sumsum tulang merah. 2,3

DAFTAR PUSTAKA:1. AV Hoffbrand, JE Pettit, and PAH Moss. Hematologi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 2005.2. Gerard J. Tortora and Bryan H. D. The Cardiovascular System The Blood In Principles of Anatomy And Physiology Volume 2, 12th ed. John Wiley & Sons, Inc. 2009: 19: 689-713.3. Guyton, C. Arthur and John E. Hall. Textbook of Medical Physiology, 11th ed. Elsevier Inc. 2006 : 32: 421-426.

ANEMIADefinisiAnemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer.1KriteriaParameter yang paling umum untuk menunjukkan penurunan massa eritrosit adalah kadar hemoglobin, disusul oleh hematokrit dan hitung eritrosit. Harga normal hemoglobin sangat bervariasi secara fisiologis tergantung jenis kelamin, usia, kehamilan dan ketinggian tempat tinggal.Kriteria anemia menurut WHO adalah:1,2,3 NoKelompokKriteria Anemia

1.Laki-laki dewasa< 13 g/dl

2.Wanita dewasa tidak hamil< 12 g/dl

3.Wanita hamil< 11 g/dl

KlasifikasiAnemia dapat diklasifikasikan berdasarkan morfologi dan etiologi. Klasifikasi morfologi didasarkan pada ukuran dan kandungan hemoglobin.2,4,5NoMorfologi SelKeteranganJenis Anemia

1.Anemia makrositik - normokromikBentuk eritrosit yang besar dengan konsentrasi hemoglobin yang normal Anemia Pernisiosa Anemia defisiensi folat

2.Anemia mikrositik - hipokromikBentuk eritrosit yang kecil dengan konsentrasi hemoglobin yang menurun Anemia defisiensi besi Anemia sideroblastik Thalasemia

3.Anemia normositik - normokromikPenghancuran atau penurunan jumlah eritrosit tanpa disertai kelainan bentuk dan konsentrasi hemoglobin Anemia aplastik Anemia posthemoragik Anemia hemolitik Anemia Sickle Cell Anemia pada penyakit kronis

Menurut etiologinya, anemia dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu gangguan produksi sel darah merah pada sumsum tulang (hipoproliferasi), gangguan pematangan sel darah merah (eritropoiesis yang tidak efektif), dan penurunan waktu hidup sel darah merah (kehilangan darah atau hemolisis).2,31. HipoproliferatifHipoproliferatif merupakan penyebab anemia yang terbanyak. Anemia hipoproliferatif ini dapat disebabkan karena:a. Kerusakan sumsum tulang. Keadaan ini dapat disebabkan oleh obat-obatan, penyakit infiltratif (contohnya: leukemia, limfoma), dan aplasia sumsum tulang.b. Defisiensi besic. Stimulasi eritropoietin (EPO) yang inadekuat. Keadaan ini terjadi pada gangguan fungsi ginjald. Supresi produksi EPO yang disebabkan oleh sitokin inflamasi (misalnya: interleukin 1)e. Penurunan kebutuhan jaringan terhadap oksigen (misalnya pada keadaan hipotiroid)Pada jenis ini biasanya ditemukan eritrosit yang normokrom normositer, namun dapat pula ditemukan gambaran eritrosit yang hipokrom mikrositer, yaitu pada defisiensi besi ringan hingga sedang dan penyakit inflamasi. Kedua keadaan tersebut dapat dibedakan melalui pemeriksaan persediaan dan penyimpanan zat besi.Defisiensi besiInflamasi

Fe serumRendahRendah

TIBCTinggiNormal atau rendah

Saturasi transferinRendahRendah

Feritin serumRendahNormal atau tinggi

2. Gangguan pematanganPada keadaan anemia jenis ini biasanya ditemukan kadar retikulosit yang rendah, gangguan morfologi sel (makrositik atau mikrositik), dan indeks eritrosit yang abnormal. Gangguan pematangan dapat dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu:1,2a. Gangguan pematangan intiPada keadaan ini biasanya ditmukan kelainan morfologi berupa makrositik. Penyebab dari gangguan pematangan inti adalah defisiensi asam folat, defisiensi vitamin B12, obat-obatan yang mempengaruhi metabolisme DNA (seperti metotreksat, alkylating agent), dan myelodisplasia. Alkohol juga dapat menyebabkan gangguan pematangan inti, namun keadaan ini lebih disebabkan oleh defisiensi asam folat.b. Gangguan pematangan sitoplasmaPada keadaan ini biasanya ditmukan kelainan morfologi berupa mikrositik dan hipokromik. Penyebab dari gangguan pematangan sitoplasma adalah defisiensi besi yang berat, gangguan sintesa globin (misalnya pada thalasemia), dan gangguan sintesa heme (misalnya pada anemia sideroblastik)3. Penurunan waktu hidup sel darah merahAnemia jenis ini dapat disebabkan oleh kehilangan darah atau hemolisis. Pada kedua keadan ini akan didapatkan peningkatan jumlah retikulosit. Kehilangan darah dapat terjadi secara akut maupun kronis. Pada fase akut, belum ditemukan peningkatan retikulosit yang bermakna karena diperlukan waktu untuk terjadinya peningkatan eritropoietin dan proliferasi sel dari sumsum tulang. Sedangkan pada fase kronis gambarannya akan menyerupai anemia defisiensi besi.3Gambaran dari anemia hemolitik dapat bermacam-macam, dapat akut maupun kronis. Pada anemia hemolisis kronis, seperti pada sferositosis herediter, pasien datang bukan karena keadaan anemia itu sendiri, melainkan karena komplikasi yang ditimbulkan oleh pemecahan sel darah merah dalam jangka waktu lama, seperti splenomegali, krisis aplastik, dan batu empedu. Pada keadaan yang disebabkan karena autoimun, hemolisis dapat terjadi secara episodik (self limiting).4Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan Laboratorium yang digunakan untuk menegakkan diagnosis anemia adalah:6,7, 8I. Pemeriksaan Complete Blood Count (CBC)Kriteria apakah seseorang menderita anemia dapat dilihat dari kadar hemoglobin dan hematokritnya. Selain itu, indeks eritrosit dapat digunakan untuk menilai abnormalitas ukuran eritrosit dan defek sintesa hemoglobin.Bila MCV < 80, maka disebut mikrositosis dan bila > 100 dapat disebut sebagai makrositosis. Sedangkan MCH dan MCHC dapat menilai adanya defek dalam sintesa hemoglobin (hipokromia).A. Eritrosita. Hemoglobin (N : 12-16 gr/dl ; : 14-18 gr/dl)b. Hematokrit (N : 37-47% ; : 42-52%)B. Indeks eritrosita. Mean Cell Volume (MCV) = hematokrit x 10Jumlah eritrosit x 10 6(N: 90 + 8 fl)b. Mean Cell Hemoglobin (MCH) = hemoglobin x 10Jumlah eritrosit x 10 6(N: 30 + 3 pg)c. Mean Cell Hemoglobin Concentration (MCHC) = hemoglobin x 10 Hematokrit(N: 33 + 2%)C. Leukosit (N : 4500 11.000/mm3)D. Trombosit (N : 150.000 450.000/mm3)

II. Sediaan Apus Darah Tepi (SADT)SADT akan memberikan informasi yang penting apakah ada gangguan atau defek pada produksi sel darah merah. Istilah anisositosis menunjukkan ukuran eritrosit yang bervariasi, sedangkan poikilositosis menunjukkan adanya bentuk dari eritrosit yang beraneka ragam. a. Ukuran selb. Anisositosisc. Poikolisitosisd. Polikromasia

III. Hitung RetikulositPemeriksaan ini merupakan skrining awal untuk membedakan etiologi anemia. Normalnya, retikulosit adalah sel darah merah yang baru dilepas dari sumsum tulang. Retikulosit mengandung residual RNA yang akan dimetabolisme dalam waktu 24-36 jam (waktu hidup retikulosit dalam sirkulasi). Kadar normal retikulosit 1-2% yang menunjukkan penggantian harian sekitar 0,8-1% dari jumlah sel darah merah di sirkulasi. Indeks retikulosit merupakan perhitungan dari produksi sel darah merah. Nilai retikulosit akan disesuaikan dengan kadar hemoglobin dan hematokrit pasien berdasarkan usia, gender, sarta koreksi lain bila ditemukan pelepasan retikulosit prematur (polikromasia). Hal ini disebabkan karena waktu hidup dari retikulosit prematur lebih panjang sehingga dapat menghasilkan nilai retikulosit yang seolah-olah tinggi.RI = (% retikulosit x kadar hematokrit/45%) x (1/ faktor koreksi)Faktor koreksi untuk:Ht 35% : 1,5Ht 25% : 2,0Ht 15% : 2,5Keterangan: RI < 2-2,5% : produksi atau pematangan eritrosit yang tidak adekuat RI > 2,5% : penghancuran eritrosit yang berlebihan

IV. Persediaan dan Penyimpanan Zat BesiSaturasi transferin didapatkan dari pembagian kadar Fe serum dengan TIBC dikali 100 (N: 25-50%). Pada pengukuran kadar Fe plasma dan persen saturasi transferin, terdapat suatu variasi diurnal dengan puncaknya pada pk 09.00 dan pk. 10.00.Serum feritin digunakan untuk menilai cadangan total besi tubuh. Namun, feritin juga merupakan suatu reaktan fase akut, dan pada keadaan inflamasi baik akut maupun kronis, kadarnya dapat meningkat.a. Kadar Fe serum ( N: 9-27mol/liter )b. Total Iron Binding Capacity ( N: 54-64 mol/liter)c. Feritin Serum ( N : 30 mol/liter ; : 100 mol/liter)

V. Pemeriksaan Sumsum TulangPemeriksaan ini dapat digunakan untuk menilai apakah ada gangguan pada sumsum tulang misalnya myelofibrosis, gangguan pematangan, atau penyakit infiltratif. Peningkatan atau penurunan perbandingan dari suatu kelompok sel (myeloid atau eritroid) dapat ditemukan dari hitung jenis sel-sel berinti pada suumsum tulang (ratio eritroid dan granuloid).a. Aspirasi E/G ratio Morfologi sel Pewarnaan Feb. Biopsi Selularitas Morfologi

KomplikasiKomplikasi dari anemia adalah sebagai berikut:2,4a) Gagal jantungPembesaran jantung pada penderita anemia telah ditemukan sejak satu abad yang lalu.Anemia akan menginduksi terjadinya mekanisme kompensasi terhadap penurunan konsentrasi Hb untuk memenuhi kebutuhan oksigen jaringan. Pada keadaan anemia, jantung akan meningkatkan venous return Maka sesuai mekanisme Frank-Starling, jantung akan meningkatkan stroke volume, sehingga dapat terjadi hipertrofi ventrikel kiri,dengan miofibril jantung yang memanjang, gagal jantung kongestif, kejadian gagal jantung berulang dan kematian.b) Gagal ginjalDengan berkurangnya asokan oksigen ke jaringan misalnya pada ginjal akan terjadi kerusakan ginjal yang dapat menyebabkan gagal ginjal.c) Hipoksia Hiposia adalah penurunan pemasokan oksigen ke jaringan sampai ditingkat fisiologik. Hb berfungsi untuk mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Jika terjadi penurunan Hb maka akan terjadi hipoksia bahkan dapat menyebabkan kematian. d) Anemia pada ibu hamilSeorang wanita hamil yang menderita anemia gizi besi kemungkinan besar akan melahirkan bayi yang mempunyai persediaan zat besi sedikit atau tidak mempunyai persediaan zat besi sama sekali di dalam tubuhnya. Jika setelah lahir bayi tersebut tidak mendapatkan asupan zat besi yang mencukupi, bayi akan berisiko menderita anemia.Anemia berat yang tidak diobati dalam kehamilan muda dapat menyebabkan abortus, dan dalam kehamilan tua dapat menyebabkan partus lama, perdarahan postpartum.Selain itu, anemia pada ibu hamil juga dapat mengakibatkan daya tahan ibu menjadi rendah terhadap infeksi.Anemia gizi besi pada wanita hamil mengakibatkan peningkatan angka kesakitan dan kematian ibu, peningkatan angka kesakitan dan kematian janin dan peningkatan risiko bayi dengan berat badan lahir rendah.

Prognosis Prognosis pada penderita anemia jika ditangani dengan cepat maka prognosisnya baik. Anemia berat yang tidak diobati dapat menyebabkan syok hingga koma dan meninggal.5DAFTAR PUSTAKA:1. Adamson WJ et al, 2005, Anemia and Polycythemia in Harrisons Principles of Internal Medicine 16th edition ; NewYork : McGraw Hill.2. Adamson, John W, 2005, Iron Deficiency and Other Hypoproliferative Anemias in Harrisons Principles of Internal Medicine 16th edition ; NewYork : McGraw Hill.3. Bakta I Made, dkk, 2006, Anemia Defisiensi Besi dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II edisi IV ; Jakarta : FKUI.4. Cotran et al, 1999, Red Cell and Bleeding Disorders in Robbins Pathologic Basis Of Disease 6th edition ; USA : Saunders.5. Guyton and Hall, 1997, Sel-Sel Darah Merah, Anemia dan Polisitemia dalam Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi IX, Jakarta : EGC.6. Mansen T J et al, 2006, Alteration of Erythrocyte function in Pathophysiology : The Biologic Basis for Disease in Adults and Children 5th edition ; USA : Mosby.7. Marks, Dawn B. Biokomia Kedokteran Dasar, Sebuah Pendekatan Klinis. Jakarta: EGC; 2000.8. Supandiman I dkk, 2003, Pedoman Diagnosis dan Terapi Hematologi Onkologi medik ; Bandung : Q Communication .INTERPRETASI DATA TAMBAHANDATAHASILNORMALINTERPRETASI

Hb7,111,8 g/dlTalasemia, hemoglobinopati, anemia defisiensi Fe, perdarahan kronis, infeksi kronis, leukemia dan fisiologis

Ht26 %35-45 vol %Anemia, mikrositosis, dan hidrasi

trombosit650.000150.000-400.000 sel/ mm3Polisitemia vera, leukemia mielositik kronik

leukosit8.5004000-10.000Normal

Leokosit total1/2/2/75/18/20-1/1-3/1-5/50-70/20-40/1-6Neutrofil segmen meningkat

MCV6977-95Mikrositer

MCH2425-33Anemia mikrositer, anemia hipokrom mikrositer

MCHC3031-37 %Hipokrom

RDW16,511,5-14,5Anemia defisiensi asam folat, hemolitik,

KESIMPULAN KASUS: ANEMIA DEFISIENSI BESIMetabolisme BesiTotal besi dalam tubuh manusia dewasa sehat berkisar antara 2 gram (pada wanita) hingga 6 gram (pada pria) yang tersebar pada 3 kompartemen, yakni 1). Besi fungsional, seperti hemoglobin, mioglobin, enzim sitokrom, dan katalase, merupakan 80 % dari total besi yang terkandung jaringan tubuh. 2). Besi cadangan, merupakan 15-20% dari total besi dalam tubuh, seperti feritin dan hemosiderin. 3). Besi transport, yakni besi yang berikatan pada transferin.1 Sumber besi dalam makanan terbagi ke dalam 2 bentuk:11. Besi heme, terdapat dalam daging dan ikan. Tingkat absorpsinya tinggi (25% dari kandungan besinya dapat diserap) karena tidak terpengaruh oleh faktor penghambat.2. Besi non-heme, berasal dari tumbuh-tumbuhan. Tingkat absorpsi rendah (hanya 1-2% dari kandungan besinya yang dapat diserap). Mekanisme absorpsinya sangat rumit dan belum sepenuhnya dimengerti. Absorpsi sangat dipengaruhi oleh adanya faktor pemacu absorpsi (meat factors, vitamin C) dan faktor penghambat (serat, phytat, tanat). Proses absorpsi besi dibagi menjadi 3 fase:1. Fase Luminal: besi dalam makanan diolah oleh lambung (asam lambung menyebabkan heme terlepas dari apoproteinnya) hingga siap untuk diserap.2. Fase Mukosal: proses penyerapan besi di mukosa usus. Bagian usus yang berperan penting pada absorpsi besi ialah duodenum dan jejunum proksimal. Namun sebagian kecil juga terjadi di gaster, ileum dan kolon. Penyerapan besi dilakukan oleh sel absorptive yang terdapat pada puncak vili usus. Besi heme yang telah dicerna oleh asam lambung langsung diserap oleh sel absorptive, sedangkan untuk besi nonheme mekanisme yang terjadi sangat kompleks. Setidaknya terdapat 3 protein yang terlibat dalam transport besi non heme dari lumen usus ke sitoplasma sel absorptif. Luminal mucin berperan untuk mengikat besi nonheme agar tetap larut dan dapat diserap meskipun dalam suasana alkalis duodenum. Agar dapat memasuki sel, pada brush border sel terjadi perubahan besi feri menjadi fero oleh enzim feri reduktase yang diperantarai oleh protein duodenal cytochrome b-like (DCYTB). Transpor melalui membrane difasilitasi oleh divalent metal transporter (DMT-1 atau Nramp-2). Sesampainya di sitoplasma sel usus, protein sitosol (mobilferrin) menangkap besi feri. Sebagian besar besi akan disimpan dalam bentuk feritin dalam mukosa sel usus, sebagian kecil diloloskan ke dalam kapiler usus melalui basolateral transporter (ferroportin atau IREG 1). Besi yang diloloskan akan mengalami reduksi dari molekul fero menjadi feri oleh enzim ferooksidase, kemudian berikatan dengan apotransferin dalam kapiler usus.

Gambar 4: proses absorbsi besi3. Fase corporeal: meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi besi oleh sel yang membutuhkan, dan penyimpanan besi di dalam tubuh. Dalam sirkulasi, besi tidak pernah berada dalam bentuk logam bebas, melainkan berikatan dengan suatu glikoprotein (-globulin) pengikat besi yang diproduksi oleh hepar (transferin). Besi bebas memiliki sifat seperti radikal bebas dan dapat merusak jaringan. Transferin berperan mengangkut besi kepada sel yang membutuhkan terutama sel progenitor eritrosit (normoblas) pada sumsum tulang. Permukaan normoblas memiliki reseptor transferin yang afinitasnya sangat tinggi terhadap besi pada transferin. Kemudian besi akan masuk ke dalam sel melalui proses endositosis menuju mitokondria. Disini besi digunakan sebagai bahan baku pembentukan hemoglobin.1Kelebihan besi di dalam darah disimpan dalam bentuk feritin (kompleks besi-apoferitin) dan hemosiderin pada semua sel tubuh terutama hepar, lien, sumsum tulang, dan otot skelet. Pada hepar feritin terutama berasal dari transferin dan tersimpan pada sel parenkimnya, sedangkan pada organ yang lain, feritin terutama terdapat pada sel fagosit mononuklear (makrofag monosit) dan berasal dari pembongkaran eritrosit. Bila jumlah total besi melebihi kemampuan apoferitin untuk menampungnya maka besi disimpan dalam bentuk yang tidak larut (hemosiderin). Bila jumlah besi plasma sangat rendah, besi sangat mudah dilepaskan dari feritin, tidak demikian pada hemosiderin. Feritin dalam jumlah yang sangat kecil terdapat dalam plasma, bila kadar ini dapat terdeteksi menunjukkan cukupnya cadangan besi dalam tubuh.1

Gambar 5: distribusi besi dalam tubuhKlasifikasi Derajat Defisiensi Besi dan PatogenesisnyaBerdasarkan beratnya kekurangan besi dalam tubuh, defisiensi besi dapat dibagi menjadi 3 tingkatan:11. Deplesi besi (iron depleted state)Terjadi penurunan cadangan besi tubuh, tetapi penyediaan untuk eritropoiesis belum terganggu. Pada fase ini terjadi penurunan serum feritin, peningkatan absorpsi besi dari usus, dan pengecatan besi pada apus sumsum tulang berkurang.2. Iron deficient ErythropoiesisCadangan besi dalam tubuh kosong, tetapi belum menyebabkan anemia secara laboratorik karena untuk mencukupi kebutuhan terhadap besi, sumsum tulang melakukan mekanisme mengurangi sitoplasmanya sehingga normoblas yang terbentuk menjadi tercabik-cabik, bahkan ditemukan normoblas yang tidak memiliki sitoplasma (naked nuclei). Selain itu kelainan pertama yang dapat dijumpai adalah penigkatan kadar free protoporfirin dalam eritrosit, saturasi transferin menurun, total iron binding capacity (TIBC) meningkat. Parameter lain yang sangat spesifik adalah peningkatan reseptor transferin dalam serum. 3. Anemia defisiensi besiBila besi terus berkurang eritropoiesis akan semakin terganggu, sehingga kadar hemoglobin menurun diikuti penurunan jumlah eritrosit. Akibatnya terjadi anemia hipokrom mikrositer. Pada saat ini terjadi pula kekurangan besi di epitel, kuku, dan beberapa enzim sehingga menimbulkan berbagai gejala.

Gambar 7: Gambaran apus sumsum tulang penderita anemia defisiensi besiBeberapa dampak negatif defisiensi besi, disamping terjadi anemia, antara lain:11. Sistem neuromuskulerTerjadi penurunan fungsi mioglobin, enzim sitokrom, dan gliserofosfat oksidase yang menyebabkan gangguan glikolisis sehingga terjadi penumpukan asam laktat yang mempercepat kelelahan otot.2. Gangguan perkembangan kognitif dan non kognitif pada anakTerjadi karena gangguan enzim aldehid oksidase dan monoamin oksidase, sehingga mengakibatkan penumpukan serotonin dan katekolamin dalam otak.3. Defisiensi besi menyebabkan aktivitas enzim mieloperoksidase netrofil berkurang sehingga menurunkan imunitas seluler. Terutama bila mengenai ibu hamil, akan meningkatkan risiko prematuritas dan gangguan partus.ANEMIA DEFISIENSI BESIEpidemiologi Prevalens anemia defisiensi besi (ADB) pada anak balita di Indonesia sekitar 40-45%. Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan prevalens ADB pada bayi 0-6 bulan, bayi 6-12 bulan, dan anak balita berturut-turut sebesar 61,3%, 64,8% dan 48,1%. Penelitian kohort terhadap 211 bayi berusia 0 bulan selama 6 bulan dan 12 bulan didapatkan insidens ADB sebesar 40,8% dan 47,4%. Pada usia balita, prevalens tertinggi DB umumnya terjadi pada tahun kedua kehidupan akibat rendahnya asupan besi melalui diet dan pertumbuhan yang cepat pada tahun pertama. Angka kejadian DB lebih tinggi pada usia bayi, terutama pada bayi prematur (sekitar 25-85%) dan bayi yang mengonsumsi ASI secara eksklusif tanpa suplementasi.4GejalaDigolongkan menjadi 3 golongan besar:21. Gejala Umum anemia (anemic syndrome)Dijumpai bila kadar hemoglobin turun dibawah 7 gr/dl. Berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, dan mata berkunang-berkunang. Pada anemia defisiensi besi penurunan Hb terjadi secara bertahap sehingga sindrom ini tidak terlalu mencolok.2. Gejala khas defisiensi besi, antaralain: Koilonychia (kuku seperti sendok, rapuh, bergaris-garis vertikal) Atrofi papil lidah Cheilosis (stomatitis angularis) Disfagia, terjadi akibat kerusakan epitel hipofaring sehingga terjadi pembentukan web Atrofi mukosa gaster, sehingga menyebabkan aklorhidriaKumpulan gejala anemia hipokrom-mikrositer, disfagia, dan atrofi papil lidah, disebut Sindroma Plummer Vinson atau Paterson Kelly.3. Gejala akibat penyakit dasarMisalnya gangguan BAB pada anemia karena Ca-colon.DiagnosisTiga tahap mendiagnosa suatu anemia defisiensi besi: 1). Menentukan adanya anemia 2). Memastikan adanya defisiensi besi 3). Menentukan penyebab defisiensi. Secara laboratoris dipakai kriteria modifikasi Kerlin untuk menegakkan diagnosa, yaitu anemia hipokrom mikrositer pada SADT ATAU MCV