Abstrak ditimbulkan lebih kecil daripada kendaraan darat maupun kapal sehingga tenaga yang...

12
1 PERENCANAAN SISTEM THRUSTER DAN LIFTER TIPE TERPISAH UNTUK HOVERCRAFT MILITER DENGAN PAYLOAD 15 TON Hendra Dwi Yuliawan ; Ir. Agoes Santoso, M.Sc, Mphil. Jurusan Teknik Sistem Perkapalan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Abstrak Hovercraft militer merupakan salah satu kendaraan hibrid yang memiliki banyak fungsi dan kelebihan. Hovercraft juga dapat digunakan untuk menjalankan misi militer dan dapat digunakan sebagai sarana transportasi untuk mendistribusikan bantuan jika terjadi bencana. Hovercraft dapat bekerja maksimal apabila perencanaan daya untuk system thruster dan lifter tepat. Sistem thruster dan lifter hovercraft militer dipengaruhi oleh besar daya dan konfigurasi dari main engine dan propulsornya. Untuk hovercraft militer berkapasitas besar penggunaan system thruster dan lifter tipe terpisah sangat efektif karena untuk mengangkat beban yang besar maka diperlukan daya yang besar pula. Keuntungan tipe ini adalah bahwa pengemudi dapat berada pada angkatan penuh ketika ia mengemudikan pada kecepatan yang rendah, hal ini tidak terjadi pada tipe lain. Dalam pemilihan main engine harus dilakukan matching antara main engine dengan air propeller dan fan sehingga sistem thruster dan lifter hovercraft dapat bekerja secara optimal. Pada perencanaan ini menggunakan 2 diesel engine 1250 Hp untuk menggerakkan 2 air propeller dengan karakteristik 8 daun dan AF 140, serta 2 diesel engine 475 Hp untuk mengoperasikan 2 centrifugal fan dengan tipe daun impeller airfoil. Kata kunci: Hovercraft, 15 ton payload, tipe terpisah Abstract Military hovercraft is a hybrid vehicle that have many functions and advantages. It can be operate a miltary mission and it can be use to distribute logistic during in disaster. Capability of the hovercraft can work optimally if the power of thruster and lifter are properly designed. Thruster and lifter affected by the capacity of power and the propulsion system configuration. For the large capacity of hovercraft the uses of separate type is more effective, because large load is needs large power. The advantage the type is the operator can on hovering position when he on the slow speed mode, it can’t be in the other type.When main engine has been choosen, the matching that the main engine and air propeller must be carried out so propulsion system works optimally. This design uses 2 marine diesel engine at 1250 Hp for operates 2 air propeller with 8 blade and AF 140, then it uses 2 marine diesel engine at 475 Hp for operates 2 centrifugal fan with airfoil blade type. Key words : Hovercraft, 15 ton payload, separated power 1.1 Latar Belakang Sejak tsunami pada akhir 2004 TNI melihat pentingnya sarana transportasi yang fleksibel dan handal sehingga mampu digunakan dalam segala situasi dan kondisi bahkan untuk operasional militer. Melihat kondisi Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau dan tidak semua pulau memiliki fasilitas pelabuhan yang memadai maka Hovercraft Militer sangat cocok untuk dioperasikan dalam berbagai operasi militer sebagai kapal pendarat pasukan maupun tank dari laut atau dari danau ke daratan dan juga sebagai sarana transportasi untuk mendistribusikan bantuan jika terjadi bencana. Hovercraft juga memiliki kelebihan karena sifat amfibinya sehingga tidak memerlukan pelabuhan khusus, cukup pantai berpasir yang banyak terdapat di hampir seluruh wilayah pantai Indonesia. Penggunaan hovercraft militer sebagai kendaraan militer TNI dapat menjadikan satu keuntungan, mengingat bahwa daerah operasi TNI melalui daerah yang sulit dijelajah (perairan dangkal, lumpur, rawa, berpasir). Dengan penggunaan hovercraft permasalahan tersebut dapat teratasi dikarenakan hovercraft militer dapat bergerak hampir disemua medan, dapat bergerak diatas semua permukaan dan gesekan yang ditimbulkan lebih kecil daripada kendaraan darat maupun kapal sehingga tenaga yang dibutuhkan untuk menggerakkan hovercraft juga lebih kecil, berbeda dengan pesawat yang membutuhkan lapangan terbang. Sekarang ini TNI AD sedang melakukan penyediaan hovercraft dengan kapasitas besar. Untuk itu dibutuhkan perencanaan sistem thruster dan lifter hovercraft yang optimal dan sesuai dengan kebutuhan. Pada perencanaan ini sistem thruster dan lifter yang digunakan adalah tipe twin-engined hovercraft atau tipe terpisah. Tipe ini tersusun oleh dua motor, satu motor didepan digunakan menghasilkan udara untuk mengangkat dan satu lagi dibelakang untuk mendorong. Keuntungan dari rangkaian ini adalah bahwa pengemudi dapat berada pada angkatan penuh ketika ia mengemudikan pada

Transcript of Abstrak ditimbulkan lebih kecil daripada kendaraan darat maupun kapal sehingga tenaga yang...

1

PERENCANAAN SISTEM THRUSTER DAN LIFTER TIPE TERPISAH UNTUK HOVERCRAFT MILITER DENGAN PAYLOAD 15 TON

Hendra Dwi Yuliawan ; Ir. Agoes Santoso, M.Sc, Mphil.

Jurusan Teknik Sistem Perkapalan

Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111

Abstrak

Hovercraft militer merupakan salah satu kendaraan hibrid yang memiliki banyak fungsi dan kelebihan.

Hovercraft juga dapat digunakan untuk menjalankan misi militer dan dapat digunakan sebagai sarana transportasi untuk mendistribusikan bantuan jika terjadi bencana. Hovercraft dapat bekerja maksimal apabila perencanaan daya untuk system thruster dan lifter tepat. Sistem thruster dan lifter hovercraft militer dipengaruhi oleh besar daya dan konfigurasi dari main engine dan propulsornya. Untuk hovercraft militer berkapasitas besar penggunaan system thruster dan lifter tipe terpisah sangat efektif karena untuk mengangkat beban yang besar maka diperlukan daya yang besar pula. Keuntungan tipe ini adalah bahwa pengemudi dapat berada pada angkatan penuh ketika ia mengemudikan pada kecepatan yang rendah, hal ini tidak terjadi pada tipe lain. Dalam pemilihan main engine harus dilakukan matching antara main engine dengan air propeller dan fan sehingga sistem thruster dan lifter hovercraft dapat bekerja secara optimal. Pada perencanaan ini menggunakan 2 diesel engine 1250 Hp untuk menggerakkan 2 air propeller dengan karakteristik 8 daun dan AF 140, serta 2 diesel engine 475 Hp untuk mengoperasikan 2 centrifugal fan dengan tipe daun impeller airfoil. Kata kunci: Hovercraft, 15 ton payload, tipe terpisah Abstract

Military hovercraft is a hybrid vehicle that have many functions and advantages. It can be operate a miltary mission and it can be use to distribute logistic during in disaster. Capability of the hovercraft can work optimally if the power of thruster and lifter are properly designed. Thruster and lifter affected by the capacity of power and the propulsion system configuration. For the large capacity of hovercraft the uses of separate type is more effective, because large load is needs large power. The advantage the type is the operator can on hovering position when he on the slow speed mode, it can’t be in the other type.When main engine has been choosen, the matching that the main engine and air propeller must be carried out so propulsion system works optimally. This design uses 2 marine diesel engine at 1250 Hp for operates 2 air propeller with 8 blade and AF 140, then it uses 2 marine diesel engine at 475 Hp for operates 2 centrifugal fan with airfoil blade type.

Key words : Hovercraft, 15 ton payload, separated power 1.1 Latar Belakang

Sejak tsunami pada akhir 2004 TNI melihat pentingnya sarana transportasi yang fleksibel dan handal sehingga mampu digunakan dalam segala situasi dan kondisi bahkan untuk operasional militer. Melihat kondisi Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau dan tidak semua pulau memiliki fasilitas pelabuhan yang memadai maka Hovercraft Militer sangat cocok untuk dioperasikan dalam berbagai operasi militer sebagai kapal pendarat pasukan maupun tank dari laut atau dari danau ke daratan dan juga sebagai sarana transportasi untuk mendistribusikan bantuan jika terjadi bencana. Hovercraft juga memiliki kelebihan karena sifat amfibinya sehingga tidak memerlukan pelabuhan khusus, cukup pantai berpasir yang banyak terdapat di hampir seluruh wilayah pantai Indonesia.

Penggunaan hovercraft militer sebagai kendaraan militer TNI dapat menjadikan satu keuntungan, mengingat bahwa daerah operasi TNI melalui daerah yang sulit dijelajah (perairan dangkal, lumpur, rawa, berpasir). Dengan

penggunaan hovercraft permasalahan tersebut dapat teratasi dikarenakan hovercraft militer dapat bergerak hampir disemua medan, dapat bergerak diatas semua permukaan dan gesekan yang ditimbulkan lebih kecil daripada kendaraan darat maupun kapal sehingga tenaga yang dibutuhkan untuk menggerakkan hovercraft juga lebih kecil, berbeda dengan pesawat yang membutuhkan lapangan terbang.

Sekarang ini TNI AD sedang melakukan penyediaan hovercraft dengan kapasitas besar. Untuk itu dibutuhkan perencanaan sistem thruster dan lifter hovercraft yang optimal dan sesuai dengan kebutuhan. Pada perencanaan ini sistem thruster dan lifter yang digunakan adalah tipe twin-engined hovercraft atau tipe terpisah. Tipe ini tersusun oleh dua motor, satu motor didepan digunakan menghasilkan udara untuk mengangkat dan satu lagi dibelakang untuk mendorong. Keuntungan dari rangkaian ini adalah bahwa pengemudi dapat berada pada angkatan penuh ketika ia mengemudikan pada

2

kecepatan yang rendah, hal ini tidak terjadi pada tipe lain.

Diharapkan penelitian tentang perencanaan sistem thruster dan lifter dengan tipe terpisah ini dapat menghasilkan daya dorong dan daya angkat (lift) yang optimal pada hovercraft militer. Sehingga hasilnya dapat dijadikan sebagai referensi atau kontribusi ilmiah bagi TNI untuk pembangunan hovercraft-hovercraft militer selanjutnya.

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan yang akan diselesaikan dalam penelitian ini adalah bagaimana menentukan sistem thruster dan lifter dengan tipe terpisah yang sesuai sehingga menghasilkan daya dorong dan daya angkat (lift) yang optimal untuk hovercraft militer dengan payload 15 ton.

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam tugas akhir ini adalah :

1. Analisa difokuskan pada hovercraft militer dengan payload 15 ton.

2. Analisa difokuskan pada perencanaan sistem thruster dan lifter tipe terpisah.

1.4 Tujuan Tugas Akhir Penulisan tugas akhir ini bertujuan untuk :

Menentukan sistem thruster dan lifter tipe terpisah yang sesuai sehingga menghasilkan daya dorong maupun daya angkat yang optimal dengan hovercraft militer yang mempunyai payload 15 ton. 1.5 Manfaat Tugas Akhir

Manfaat dari penulisan tugas akhir ini adalah :

· Mengetahui sistem thruster dan lifter tipe terpisah yang optimal dengan hovercraft militer yang mempunyai payload 15 ton.

· Memberikan kontribusi ilmiah untuk perencanaan sistem thruster dan lifter dalam pembangunan hovercraft militer TNI AD.

1.6 Sistematika Penulisan Untuk memperoleh hasil penulisan yang sistematis, maka penulisan Tugas Akhir ini dibagi menjadi beberapa bagian : Sistematika Tugas akhir ini terdiri dari :

LEMBAR JUDUL LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR

BAB 1 PENDAHULUAN Berisi tentang latar belakang, permasalahan yang harus dipecahkan, tujuan dan manfaat dari penelitian.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Berisi tentang dasar teori yang relevan dengan judul Tugas Akhir terutama mengenai metode-metode perhitungan sistem thruster dan lifter hovercraft, prinsip kerja sistem lift dan sistem thruster, komponen yang berpengaruh pada kedua sistem sehingga literatur-literatur tersebut dapat digunakan sebagai acuan dalam pengolahan data dan analisa hasil yang diperoleh.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Berisi tentang penjabaran langkah-langkah atau tahap-tahap yang dilakukan dalam pengerjaan Tugas Akhir.

BAB 4 ANALISA DAN HASIL Berisi tentang hasil yang didapat dari perhitungan tahanan, perhitungan thruster dan lifter sehingga dapat dianalisa untuk merencanakan sistem thruster dan lifter yang optimal dengan obyek yang diteliti.

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Berisi kesimpulan dari penelitian dan juga saran agar penelitian yang akan dilakukan berikutnya lebih mendapatkan hasil yang maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hovercraft Sebelum mendefinisikan apa sebenarnya itu hovercraft, mungkin ada baiknya untuk dapat mengetahui nama lain untuk menyebut hovercraft yaitu : Air Cushion Vehicle (ACV), Capture Air Bubble (CAB), Ground Effect Machine (GEM), menyebut nama hovercraft adalah yang palig umum dan paling sering digunakan hingga saat ini, demikian juga pada penulisan Tugas Akhir ini hanya akan dipergunakan nama hovercraft saja. 2.1.1 Prinsip Kerja Hovercraft dapat didefinisikan sebagai kendaraan yang berjalan di atas bantalan udara (air cushion). Bantalan udara tersebut

3

ditimbulkan dengan cara memasukkan udara ke ruang bawah hovercraft (plenum chamber) melalui skirt (sekat yang lentur) sehingga tekanan udara di dalam plenum chamber lebih tinggi daripada tekanan udara luar dan timbul gaya angkat. Untuk menggerakkan hovercraft digunakan gaya dorong yang diperoleh dari propeller seperti pada pesawat udara. Hovercraft lebih mirip kapal terbang aneh daripada sebuah kapal, dengan terbang melayang puluhan sentimeter di atas permukaan yang dilaluinya. Kendaraan ini mempertahankan ketinggiannya dengan bantalan fan (kipas) yang meniup ke bawah melalui lambung dan bidang permukaan. Selama volume udara dalam bantalan itu tetap karena adanya dorongan udara oleh fan kendaraan akan tetap pada ketinggian maka dapat dikatakan hovercraft merupakan kendaraan serbaguna, kendaraan ini meluncur di atas bantalan udara sehingga dapat dipakai di darat maupun di air. 2.1.2 Operasionalisasi Hovercraft Untuk Militer Hovercraft juga telah digunakan dalam berbagai operasi militer sebagai kapal pendarat pasukan maupun tank dari laut atau dari danau ke daratan. Tidak ada kendaraan permukaan lain yang dapat melakukan pendaratan pada pantai berlumpur. Dengan ground pressure yang rendah, kendaraan ini dapat berjalan dengan aman melintasi pantai yang telah ditanami rajau tanpa mengaktifkan ranjau tersebut. Pendaratan ini dapat dilakukan sejauh mungkin masuk ke daratan pada daerah yang datar seperti pada padang pasir atau padang rumput. Sebagai contoh pendaratan tank dan pasukan pada perang teluk di Kuwait menggunakan hovercraft dan pendaratannya dilakukan pada pantai yang benranjau serta masuk ke daratan sampai sejauh 10 mil. Satu hal yang mengherankan adalah kenapa tidak banyak kalangan militer yang tertarik dengan kapal jenis ini, padahal kalau untuk fungsi sebagai kapal pendarat dibandingkan dengan kapal pendarat konvensional, hovercraft memiliki lebih banyak keunggulan sebab keunggulan itu telah di buktikan dalam beberapa latihan perang yang dilakukan oleh Angkutan Laut Amerika, selain faktor kecepatan dalam operasi amphibi, hovercraft memliki kelebihan lain yaitu efek kebisingan di bawah permukaan air serta tekanan medan magnetisme yang timbul sangat rendah, sehingga apabila beroperasi di daerah medan ranjau resiko yang dihadapi akan relative lebih kecil, walaupun terjadi ledakan di bawah permukaan air kapal ini akan tetap terlindung oleh bantalan udara bagian hull terhadap efek yang timbul dari terjadinya ledakan tersebut dan akan berakibat sangat fatal apabila terjadi pada kapal konvensional. 2.1.3 Komponen Utama Hovercraft

2.1.3.1 Hull Hull adalah badan hovercraft yang

dapat dibuat dari marine alluminium atau fiberglass, serta dibuat kedap air. Rongga didalam hull diisi dengan polyurethane foam yang membuat hovercraft tetap mengapung jika terjadi kebocoran pada hull. 2.1.3.2 Skirt Skirt merupakan bagian hovercraft yang berfungsi untuk menahan udara dibawah hovercraft agar tidak mudah keluar. Skirt terbuat dari tekstil yang dilapisi karet untuk menjaga agar udara tetap berada di dalam ruang dibawah hull. Pada hovercraft system bantalan udara memegang peranan penting, karena pada system bantalan udara inilah hovercraft dapat dibedakan dengan kapal konvensional. Sistem bantalan udara menyebabkan badan hovercraft terangkat keatas permukaan air, sehingga seolah-olah mengambang. Sistem yang digunakan untuk menimbulkan bantalan udara terbagi atas tiga kategori utama. 2.1.3.2.1 Plenum Chamber Prinsipnya adalah dengan memompakan udara ke dalam sebuah rongga dibawah badan kapal, rongga ini merupakan suatu bantalan yang diisi dengan udara bertekanan dan sebagian dari udara ini keluar dari bocoran-bocoran di sekeliling badan hovercraft. Sistem ini membutuhkan daya yang cukup besar untuk mengangkat badan hovercraft

Gambar 2.1 Plenum Chamber 2.1.3.2.2 Peripheral Jet

Sistem ini juga dikenal sebagai sistem jet annular atau momentum jet curtain. Sistem ini bekerja dengan menciptakan bantalan udara yang diisi dengan udara yang diterima dari jet udara yang kontinyu. Jet udara ini letaknya disekeliling badan hovercraft dengan arah kedalam dan kebawah. Sistem ini membutuhkan daya yang lebih kecil untuk mengangkat badan hovercraft jika dibandingkan dengan sistem open plenum atau open chamber.

Gambar 2.2 Peripheral Jet

4

2.1.3.2.3 Air Bearing Pada sistem ini udara dipompakan secara

terpusat dari sebuah saluran menuju bagian dasar dan secara kontinyu udara tadi keluar disekeliling bagian.

Gambar 2.3 Air Bearing

2.1.3.3 Sistem Penggerak Hovercraft

Desain hovercraft berdasarkan dua faktor penentu antara lain pertama masalah daya yang diperlukan untuk mengangkat dan mendaratkan badan kapal, kedua masalah daya dorong untuk mengatasi gelombang laut. Ketika hovercraft bergerak pelan, bantalan udara mencerai-beraikan air dan menghasilkan gelombang haluan dengan demikian hovercraft harus mampu atau mempunyai mengatasi gelombang haluan dalam laut yang bergelombang setinggi 2 meter. Sehingga diperluakan 2 sistem dalam hovercraft yaitu sistem pengangkat (lift sistem) dan sistem pendorong (thruster sistem).

2.2 Lift Sistem

Gambar 2.4 Lift Sistem Diagram Secara garis besar, operasional

hovercraft menggunakan pasokan udara dengan tekanan tinggi, yakni penghimpunan udara luar yang kemudian ditekan ke dalam suatu ruangan penampung udara (plenum chamber) yang dikelilingi oleh skirt (komponen hovercraft yang berfungsi sebagai pelindung udara). Dari proses inilah kemudian pasokan udara membentuk ”bantalan udara”. Bantalan udara ini disebut

bantalan udara statis (static air cushion). Prosesnya, udara dipasok terus-menerus sehingga tekanan udara yang ada di dalam ruangan plenum lebih tinggi dan meningkat daripada tekanan udara di luar. Jadi, dengan sendirinya udara akan keluar melalui celah di bawah skirt yang kemudian akan menimbulkan gaya angkat pada hovercraft. Maka, dengan sendirinya hovercraft akan terangkat dan melayang (hover) dari permukaan air atau tanah. Namun tidak terbang layaknya sebuah pesawat.Untuk melakukan tahap hovering atau penggelembungan skirt dari posisi skirt kosong (off hover) sampai mencapai posisi mengembang penuh (full hover) dan tahap flying atau proses dimana hovercraft terangkat secara keseluruhan di atas permukaan landasan setelah skirt berada pada posisi hover maka ada beberapa hal yang sangat berhubungan dengan perancangan tahap flying dari hovercraft adalah sebagai berikut.

a. Daya Untuk Sistem Lifter ( lN )

Daya yang diperlukan untuk mengangkat hovercraft merupakan hasil kali tekanan hover dengan debit udara yang bekerja dibawah hovercraft.Berdasarkan L.Yun dan A.Bliault secara teoritis untuk menentukan daya pada sistem lifter menggunakan rumus sebagai berikut :

lN = MFQH hh/)( ´ .................(2.7)

Dimana :

H = tekanan total fan ( 2/ mN )

Q =volume udara angkat ( 3m /s)

Fh = effisiensi fan

Mh = effisiensi transmisi Daya teoritis merupakan daya yang diperlukan untuk mengangkat hovercraft pada kondisi ideal, misalnya saluran udara, kipas dan semua sistem yang terlibat mempunyai effisiensi 100%. Tapi karena kondisi realistik yang tidak mungkin seperti itu dan juga karena adanya gesekan udara yang bergerak cepat, maka daya aktual yang diperlukan akan menjadi lebih besar dari daya teoritis. b.) Debit Udara Angkat ( Q )

Debit udara angkat merupakan volume udara yang keluar melalui celah hover tiap satuan waktu sehingga dapat memenuhi kebutuhan debit udara sistem lift pada proses flying. Untuk menentukan besar debit udara angkat adalah sebagai berikut.

Q = )/2(' acpScQ r ..............................(2.2)

Dimana : 'Q = koefisien aliran udara

angkat hovercraft berdasarkan statistical method nilainya 0.015 – 0.030

W = berat total hovercraft (N)

5

CS = cushion pressure ( 2m )

cp = tekanan oleh berat total

hovercraft terhadap luasan bantalan tekan ( 2/ mN )

ar = 1,2257 kg / 3m

Debit ( Q ) merupakan beban aliran yang harus dikeluarkan oleh fan yang digunakan untuk sistem lift. c.) Tekanan Total Fan ( H )

Berdasarkan L.Yun dan A.Bliault untuk menentukan nilai tekanan total fan ( H ) maka terlebih dahulu harus dipilih jenis fan yang akan digunakan. Dalam pemilihan fan tentunya kita harus mempertimbangkan banyak hal, antara tekanan udara yang dihasilkan fan harus mencukupi kebutuhan tekanan udara yang dibutuhkan untuk sistem lifter hovercraft, karakteristik dari fan, dan keuntungan-keuntungan lain sehingga dapat memaksimalkan kinerja dari sistem lifter.

Tekanan total dari fan adalah jumlah tekanan total yang dihasilkan oleh fan untuk menghasilkan gaya angkat, dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut.

H = 'H . ar .2

2u ..............................(2.3)

Dimana : 'H = koefisien tekanan total fan

2u = circular velocity of the fan impeller ( m /s)

= biasanya untuk airfoil blade

80< 2u <110 m /s

ar = 1,2257 kg / 3m

2.3 Fan 2.3.1 Prinsip kerja

Fan merupakan salah satu jenis mesin fluida yang berfungsi untuk memindahkan fluida (udara) dengan arah dan kecepatan tertentu sesuai dengan karakteristik rotor (impeller) fan yang digunakan. Berbeda dengan pompa, kompresor, atau turbin yang mempunyai fungsi sama, maka fan memindahkan tanpa disertai kenaikan tekanan yang cukup berarti pada fluida. Rasio tekanan fluida pada daerah keluaran (outlet) dan daerah masukan (inlet) pada fan axial umumnya sekitar 1,15 meskipun untuk blower (fan sentrifugal) rasio ini lebih tinggi. Selain tekanan fluida kerja, karakteristik performa dari fan juga ditentukan oleh kapasitas, head dan tekanan yang dihasilkan serta energi yang terlibat di dalam aliran fluida. Kapasitas udara yang mampu dipindahkan oleh fan sangat ditentukan oleh tipe fan, kecepatan putaran dan sistem penyaluran yang digunakan bersama fan itu sendiri. 2.3.2 Sentrifugal Fan Disebut fan sentrifugal karena fan jenis ini mengalirkan udara dan daerah masukan (inlet)

menuju daerah keluaran (outlet) dengan arah radial karena gaya sentrifugal yang ditimbulkan oleh putaran impeller. Selanjutnya udara yang secara radial terlempar keluar impeller dengan kecepatan dan tekanan tinggi kemudian masuk ke dalam casing fan yang berbentuk spiral. Bentuk spiral dan casing fan berfungsi sebagai pengarah udara menuju bagian exit dan fan dan dari bentuk spiral ini kemudian casing fan sentrifugal disebut juga dengan scroll atau volute.

Berdasarkan daun impellernya fan centrifugal dibedakan menjadi 6 kategori antara lain: AF (airfoil), BC (backward-curved), BI (backward-inclined), RT (radial-tip), FC (forward-curved), dan RB (radial blade).

Gambar 2.5 Effisiensi Daun impeller

Tetapi tidak semua tipe-tipe blade tersebut di bahas disini, pembahasan difokuskan pada centrifugal fan dengan tipe blade airfoil. Centrifugal fan tipe ini banyak dipakai karena mempunyai banyak keuntungan. Karakteristik centrifugal fan dengan menggunakan daun impeller tipe airfoil.

1. Mempunyai efisiensi paling tinggi dibanding semua tipe centrifugal fan.

2. Mempunyai tingkat kebisingan yang relatif kecil.

3. Mempunyai struktur yang kuat sehingga dapat dioperasikan dengan kecepatan tinggi dan menghasilkan tekanan yang tinggi.

4. Mempunyai performa yang stabil tanpa getaran.

5. Bagian antara blade yang berdekatatan berangsur-angsur meluas sehingga meminimalisir turbulensi.

Gambar 2.6 Skematik Centrifugal Fan Impeller

Fan dengan impeller tipe airfoil blade diguanakan untuk aplikasi dengan tekanan aliran udara yang relatif tinggi. Rasio lebar daun

6

terhadap diameter impeller yang dipakai untuk fan tipe ini umumnya relatif kecil dapat dirumuskan seperti berikut. b = 146,0 D´ ...................................(2.4) Jumlah daun yang paling sering digunakan digunakan adalah antara 8 dan 12 tetapi bisa sampai 16 daun untuk ratio

diameter 21 / dd yang besar atau sudut masuk

daun yang besar 1b . Jumlah daun yang terlalu sedikit akan menyebabkan impeller tidak cukup mampu untuk menghasilkan performa sesuai dengan karakteristik geometriknya, sedangkan jumlah daun yang terlalu banyak justru akan mengurangi jumlah aliran-aliran yang dihasilkan dan juga menimbulkan losses yang lebih besar Sedangkan untuk penentuan diameter impeller daerah input dan diameter volute atau scroll housing dapat dirumuskan sebagai berikut.

1D = (0,6-0,7) 2D .........................(2.5) 2.4 Thruster Sistem

Untuk hovercraft amphibi alat propulsi yang biasa digunakan adalah air propeller atau jet propulsion. Sedang untuk hovercraft non amphibi biasanya digunakan marine propeller seperti yang digunakan pada kapal konvensional. Pada hovercraft-hovercraft amphibi ukuran besar banyak menggunakan sistem air jet propulsion, ini disebabkan karena penggunaan sistem tersebut lebih effisien untuk kebutuhan daya propulsi yang besar dan lebih tidak bising dibandingkan dengan air propeller. Sampai saat ini kebanyakan hovercraft amphibi menggunakan alat propulsion air propeller seperti pada pesawat terbang meskipun sebenarnya harga produksinya cukup mahal dan designnya sulit. Sebuah hovercraft yang berjalan dengan kecepatan (v) pada permukaan air akan menimbulkan gaya yang berlawanan arah berupa tahanan (R) yang menghambat laju dari hovercraft. Beberapa komponen dari total tahanan yang terjadi pada hovercraft dengan menggunakan metode Froude adalah sebagai berikut. a.) Aerodynamic Profile Drag atau Tahanan Udara ( Ra ) Ra =

2.2

vSaCa ar ............................................(2.6)

Dimana :

ar = massa jenis udara (1,2257

kg / 3m ) v = kecepatan hovercraft ( m /s) Sa = luas permukaan hovercraft

diatas air ( 2m ) Ca = koefisien aerodynamic profil

drag untuk hovercraft (0,3 – 0,75)

Ra = newton b.) Air Cushion Wave-making Drag ( Rw )

Rw = Cwúúû

ù

êêë

é

).(

.2

g

Bcp

w

c

r.........................(2.7)

Dimana :

cp = cushion pressure ( aP )

Bc = cushion beam ( m )

wr = 1025 kg / 3m

g = 9,8066 m / 2s

Cw = koefisien wave-making drag Untuk menentukan ( Cw ) maka dilakukan pembacaan grafik dengan terlebih dahulu

menghitung Froude number ( lFr ) dengan

rumus sebagai berikut :

lFr = lcgv ´/

Gambar 2.7 Diagram Koefisien Cw

c.) Differential Air Momentum Drag from Leakage Under Bow/Stern seal atau Tahanan Trim ( "a

R )

"aR = W tan ψi ...........................(2.8)

Dimana : W = berat total hovercraft (N)

ψi =sudut antara permukaan hovercraft dengan permukaan gelombang ( 0 )

d.) Aerodynamic Momentum Drag atau Tahanan Momentum ( Rm )

Rm = Q . ar . v ..................................(2.9)

Dimana : Q = volume udara angkat ( 3m /s) v = kecepatan hovercraft ( m /s)

ar = 1,2257 kg / 3m

7

e.) Skirt Drag atau Tahanan Skirt ( Rs )

Rsk = 1Rsk + 2Rsk ...........................(2.10)

1Rsk = 1Csk x 610 - (h

/ jl ) 34,0-jl CS 5,0

wq

wq = 0,5 wr2v

2Rsk = 2Csk Rw

2Csk = {[2,8167 ( cl / cB ) 259,0- ] – 1}

Dimana :

1Rsk = wet drag of the skirt

2Rsk = wave making drag due to the skirt

Rw =air cushion wave-making drag

CS = luas cushion pressure ( 2m )

wq = hydrodynamic head due to

craft speed

1Csk =koefisien hydrodynamic drag (2,5 – 3,5)

2Csk = koefisien wave-making drag skirt

h = air clearance ( m )

wr = 1025 kg / 3m

2.5 Air Propeller Berdasarkan teori momentum untuk

menentukan efisiensi air propeller maka harus ditentukan terlebih dahulu besar diameter, jumlah daun dan bentuk air propeller yang akan didesain. Metode desain yang telah lama dilakukan untuk propeller aircraft berdasarkan hasil interpretasi wind tunnel tes dan data dari bentuk aerofoil. Untuk non dimensional koefisien TC (koefisien thrust), PC (koefisien

daya), QC (koefisien torsi) dan J (advance

ratio) ditentukan berdasarkan percobaan dalam wind tunnel dengan sudut blade pada 70% bagian propeller diameter dari center.

TC = 42/ DnT ar ............................(2.11)

QC = 52/ DnQ ar ............................(2.12)

PC = 53/ DnP ar ............................(2.13)

J = nDV / .....................................(2.14) Sedangkan hubungan untuk koefisien daya dan koefisien torsi dapat dirumuskan sebagai berikut

PC = QCp2

BAB III METODOLOGI

3.1 Studi Literatur Tahapan studi literature dilaksanakan

di awal penelitian dengan tujuan untuk memperoleh dasar-dasar teori dan berbagai

informasi yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan. Sumber-sumber bahan referensi ini dapat dicari melalui jurnal, buku, paper,,ebook,e-news. Beberapa poin yang harus kita cari sebagai dasar pengerjaan tugas akhir ini antara lain: parameter utama untuk desain hovercraft, teori dan langkah-langkah perhitungan system thruster dan lifter, teori dan perhitungan fan, teori dan langkah-langkah pemilihan main engine dan air propeller. 3.2 Pencarian Data Setelah mengetahui dasar-dasar pengerjaan tugas akhir atau studi literatur, maka tahap berikutnya adalah tahapan pencarian data, yang mana pada tahap ini kita mencari data-data yang berhubungan dengan pengerjaan Tugas Akhir. Data-data yang dicari dalam tugas akhir ini antara lain: dimensi utama hovercraft, kecepatan hovercraft, spesifikasi main engine, spesifikasi fan dan air propeller, serta data-data lainnya yang mendukung pengerjaan tugas akir ini. 3.3 Pengolahan Data Dari hasil pengumpulan data akan dilakukan perhitungan system thruster dan lifter yang direncanakan.Langkah pertama adalah melakukan perhitungan tahanan total hovercraft,digunakan metode perhitungan yaitu dengan rumus pendekatan froud method. Perhitungan tahanan ini antara lain adalah : perhitungan Aerodynamic Momentum Drag atau Tahanan Momentum (Rm), Wave Making Drag atau Tahanan Percikan Air (Rw), Differential Air Momentum Drag from Leakage Under Bow/Stern seal atau Tahanan Trim (Ra”), Skirt Drag atau Tahanan Gesekan Skirt (Rsk). Setelah itu perhitungan kebutuhan daya dorong (thrust) dan daya angkat (lift) bisa dilakukan sesuai dengan desain dari rencana umum yang telah dibuat. Untuk perhitungan daya lift maka kita harus menentukan kapasitas yang dibutuhkan hovercraft untuk flying dan menentukan tekanan total fan. Sebelum penentuan tekanan total fan maka harus ditentukan dahulu tipe fan dan diameter impeller fan. Adapun software pendukung untuk pengerjaan gambar desain adalah menggunakan program autocad. Sedangkan untuk mempermudah perhitungan digunakan program excel.

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Umum 4.1.1 Ukuran Utama Kapal Length Over All = 22 m Breadth = 11 m

Height = 7 m Skirt height = 1,2 m Max. All up Weight = 48 ton Payload = 15 ton Service speed = 35 knots Air Clearance = 0,3 m

8

4.1.2 Data Main Engine Sistem Thruster Jenis = Caterpillar 3412E Vee 12 Daya = 1250 Hp / 933kW Cycle = 4 stroke SFOC = 240,1 liter/hour Rpm = 2300 rpm Berat = 2533 kg Dimensi = 1822 x 1354 x 1328 mm 4.1.3 Data Gearbox Sistem Thruster Jenis = Reintjes WVS 234/1 Ratio = 1,525 Daya input max. = 1279 Hp Rpm input max. = 2300 rpm Berat = 300 kg Dimensi = 555 x 640 x 765 mm 4.1.4 Data Main Engine Sistem Lifter

Jenis = Caterpillar 3406E Daya = 475 Hp / 354 kW Cycle = 4 stroke SFOC = 84,1 liter/hour Rpm = 1500 rpm Berat = 1508 kg Dimensi = 1535 x 995 x 1231 mm 4.2 Daya Untuk Sistem Lifter a. Penentuan Volume Udara Angkat ( Q ) Berdasarkan metode statistik oleh L.Yun dan A.Bliault untuk menentukan volume udara angkat menggunakan rumus sebagai berikut :

Q = )/2(' acpScQ r

Dimana : 'Q = 0.015

CS = 177,3125 2m

ar = 1,2257 kg / 3m

cp = 2654,73 aP

Q =

)2257,1/73,26542(3125,177015,0 ´´

= 175,051 3m /s b. Penentuan Tekanan Total Fan ( H ) Untuk hovercraft militer payload 15 ton maka dipilih fan jenis centrifugal fan with airfoil blades karena memiliki karakteristik yang sesuai dengan kebutuhan hovercraft militer ini dibanding fan jenis lain. Diantaranya dapat menghasilkan tekanan yang lebih tinggi dibanding dengan axial fan, operasionalnya dalam menyuplai tekanan maupun kapasitas udara lebih stabil dibanding axial fan, getaran yang dihasilkan lebih kecil dibanding axial fan, perawatan maupun ketersediaan komponennya relatif lebih sederhana. Selain itu penggunaan airfoil blade pada fan ini dapat menghasilkan efisiensi lebih tinggi dibanding tipe blade yang lain.

H = 'H . ar .2

2u

Dimana : 'H = 0,25

2u = 109 m /s

ar = 1,2257 kg / 3m

H = 0,25 x 1,2257 x 109 x 109

= 3638,14 2/ mN c. Penentuan Daya Menggunakan 2 Fan Untuk penggunaan 2 centrifugal fan pada sistem lifter ini maka untuk penggeraknya dibutuhkan 2 main engine dan setiap main engine mempunyai daya seperti perhitungan dibawah ini. Keuntungan menggunakan sistem konfigurasi seperti ini memiliki keuntungan jika pada waktu operasional dan salah satu sistem tidak berfungsi maka hovercraft masih bisa beroperasi menggunakan salah satu sistem yang lain. Selain itu penggunaan konfigurasi seperti ini dikarenakan bentuk dan konstruksi hull.

lN = MFQH hh/)( ´

Dimana :

H = 3638,14 2/ mN

Q = 87,5 3m /s

Fh = effisiensi fan (0,92)

Mh = effisiensi transmisi (0,98)

lN = (3638,14x87,5)/(0,92x0,98)

= 353081 Watt = 475 Hp Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang antara lain dayanya memenuhi, SFOC lebih rendah, dan dimensi lebih kecil, maka diesel engine yang dipilih adalah tipe Caterpillar 3406E. 4.3. Perencanaan Fan Centrifugal

Berdasarkan perhitungan dan pertimbangan yang telah dibahas sebelumnya maka fan yang digunakan untuk sistem lifter adalah fan centrifugal dengan daun tipe airfoil. Selain itu berdasarkan pertimbangan keamanan, bentuk, dan konstruksi lambung maka hovercraft militer ini menggunakan 2 fan centrifugal. Sehingga untuk setiap centrigfugal fan didesain dengan kapasitas 0,5 dari kapasitas

totalnya yaitu sebesar 87,5 3m /s. Untuk

centrifugal fan dengan kapasitas 87,5 3m /s maka diameter impellernya sebagai berikut.

F = 4

22D´p

; F = 2' uQ

4

22D´p =

2' uQQ´

Dimana :

'Q = 1,06

9

Q = 87,5 3m /s

2u = 109 m /s p = 3,14

a. Diameter impeller

2D = p´´

´

2'4uQ

Q

= 14,310906,1

5,874´´

´

= 0,98 m ~ 1 m b. Diameter impeller daerah input

1D = (0,6-0,7) 2D = 0,7 x 1

= 0,7 m

c. Lebar daun impeller b = 146,0 D´ = 0,46 x 0,7 = 0,322 m d. Perencanaan scroll housing

Gambar 4.1 Skematic Scroll Housing Fan

1Rc = 71,2 % 2D = 0,712 x 1 = 0,712 m

2Rc = 83,7 % 2D = 0,837 x 1 = 0,837 m

3Rc = 71,2 % 2D = 0,962 x 1 = 0,962 m e. Lebar dari scroll housing W = 75% 2D = 0,75 x 1 = 0,75 m f. Tinggi outlet scroll housing Ho = 112% 2D = 1,12 x 1 = 1,12 m

4.4. Daya Untuk Sistem Thruster a. Penentuan Air Cushion Wave-making Drag ( Rw ) Untuk menentukan ( Cw ) maka dilakukan pembacaan grafik dengan terlebih dahulu

menghitung Froude number ( lFr ) dengan

rumus sebagai berikut :

lFr = lcgv ´/

= 18,006/ 228066,9 ´

= 1,3 Maka dengan mengeplotkan digrafik diperoleh Cw = 1,5

Rw = 1,5 úû

ùêë

é)8066,9.1025(

11.73,2654 2

= 11568,64 N b. Penentuan Aerodynamic Profile Drag ( Ra ) Ra = 0,3x(1,2257/2)x296x18,006x18,006 = 17644 N c. Penentuan Momentum Drag ( Rm ) Rm = 175,051x1,2257x18,006 = 3863 N d. Penentuan Skirt Drag ( Rs )

wq = 0,5x1025x 2 18,006

= 166123,81 h = 0,3

1Rsk = 3,5 x 610 - (0,3/ 55,85) 34,0- 55,85 x

177,3 5,0 166123,81 = 2556,58

2Csk = {[2,8167 (22 / 11) 259,0- ] – 1} = 1,35

2Rsk = 1,35x11568,64 = 15661,9

Rsk = 2556,58+15661,9 = 18218,48 N

e. Penentuan Differential Air Momentum Drag ( "a

R )

W (N) ψi tan ψi R (N) 470716.8 0 0 0

470716.8 0.5 0.0087 4095.236

470716.8 1 0.017 8002.186

470716.8 1.5 0.026 12238.64

470716.8 2 0.035 16475.09

470716.8 2.5 0.044 20711.54

470716.8 3 0.052 24477.27

470716.8 3.5 0.061 28713.72

10

f. Penentuan Tahanan Total Untuk Hovercraft ( TR ) Berdasarkan metode interpretasi dari L.Yun dan A.Bliault untuk menentukan tahanan total dari hovercraft sebagai berikut :

TR = 'TK ( Ra + Rm + Rw + Rsk + "aR )

Dimana 'TK merupakan koefisien tahanan total yang mempunyai nilai (1,0-1,1).

TR =1,1(17644+3863+11568,64+18218,48+28713,72) = 88008 N g. Penentuan Daya Efektif Thruster Hovercraft ( EN )

EN = TR v = 88008x18,006 = 1584683,3 Watt = 2124 Hp

BHPN = EN / ph

= 2124/0,85 = 2499 Hp

Berdasarkan perhitungan effisiensi air propeller seperti pada tabel dibawah maka hovercraft militer 15 ton payload ini menggunakan 2 air propeller dan setiap air propeller digerakkan oleh satu diesel engine. Keuntungan menggunakan sistem konfigurasi seperti ini memiliki keuntungan jika pada waktu operasional dan salah satu sistem tidak berfungsi maka hovercraft masih bisa beroperasi menggunakan salah satu sistem yang lain. Selain itu penggunaan konfigurasi seperti ini dikarenakan bentuk dan konstruksi hull. Sehingga setiap diesel engine yang dibutuhkan mempunyai daya 1250 Hp.

Diesel engine yang dipilih adalah tipe Caterpillar 3412E Vee 12, karena dayanya memenuhi, SFOC lebih rendah, dimensi lebih kecil, dan berat diesel engine juga lebih kecil. 4.5. Perencanaan Air Propeller a. Penentuan Diameter Air Propeller ( D ) a (m/s) Mtip M

N (rpm) n (rps)

D (m)

330 0.72 0.055 500 8.333 9.05

330 0.72 0.055 1000 16.667 4.53

330 0.72 0.055 1500 25.000 3.02

330 0.72 0.055 2000 33.333 2.26

330 0.72 0.055 2500 41.667 1.81

330 0.72 0.055 3000 50.000 1.51 b. Penentuan Blade Chord Air Propeller ( c ) Dengan memvariasikan diameter dan mengambil nilai AF sebesar 140 maka dihasilkan blade chord seperti tabel dibawah. Pemilihan nilai AF berpengaruh pada tingkat kebisingan air propeller, semakin tinggi nilai

AF maka dapat mengurangi tingkat kebisingan air propeller.

AF D (m) c (m) 140 9.054 0.87 140 4.527 0.44 140 3.018 0.29 140 2.264 0.22 140 1.811 0.17 140 1.509 0.15

Berdasarkan perhitungan effisiensi maka air propeller yang dipakai adalah 8 daun, AF 140, Cldi 0,7 dan 3/4R q 20 derajat

4.5 Perencanaan Duct Air Propeller Untuk diamater duct besarnya 110-115% diameter air propeller

ductD = 115% D

= 1,15 x 3.02 = 3,472 m Sudut masuk atau kemiringan aerofoil Ð = °5 -°10 dari chord line aerofoil, sedangkan panjang

chord 0,4 D -0,6 D . c = 0,4 x 3.02 = 1,208 m Aerofoil yang digunakan tipe NACA 63018, dimana angka 6 menunjukkan camber maksimum 0,06 c , angka 30 menunjukkan jarak camber maksimum dari leading edge 0,3 c serta angka 18 menunjukkan tebal maksimum yaitu 0,18 c .

Gambar 4.2 Duct Air Propeller

11

4.6 Engine Air Propeller Matching Engine propeller matching disini merupakan matching antara mesin penggerak dan air propeller, karena thrust propeller mempunyai karakteristik operasional yang berhubungan dengan hovercraft.

CT = 4,9 2J +0,26 J +0,94

Grafik CT - J

0.00

0.10

0.20

0.30

0.40

0.50

0.60

0.70

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1

J

CT 0.1CT

Selanjutnya kurva nilai CT tersebut diplotkan kedalam grafik Hamilton Standard Propeller Efficiency and Static Thrust sesuai dengan karakteristik air propeller yang digunakan, dalam hal ini air propeller yang digunakan adalah B8, AF140, Cldi 0,7, dan q 3/4R 20 derajat.

0.00

0.10

0.20

0.30

0.40

0.50

0.60

0.70

0.80

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1

J

0.1CT

CP

10CQ

CT

Dari plot kurva diatas diketahui bahwa CQ (koefisien torsi) terletak pada perpotongan kurva CQ dengan garis vertikal yang ditarik dari perpotongan kurva CT air propeller dengan kurva CT-J, yaitu sebesar 0.029. Nilai CQ ini kemudian bisa untuk menghitung daya air propeller (daya engine yang diserap air propeller) pada suatu putaran tertentu (maksimum).

DP = nDnCQ a ´´´´´ 522 rp

= 532 DnCQ a ´´´´ rp

Rpm prop Rpm eng Pd (kW) Pd (Hp) 983.61 1500 247.05 331.30

1049.18 1600 299.83 402.08 1114.75 1700 359.63 482.28 1180.33 1800 426.90 572.49 1245.90 1900 502.08 673.30 1311.48 2000 585.60 785.31 1377.05 2100 677.91 909.09 1442.62 2200 779.44 1045.24 1508.20 2300 890.63 1194.35

Dari perhitungan tabel diatas diketahui bahwa daya merupakan fungsi pangkat tiga dari kecepatan putaran, sehingga jika ditampilkan dengan grafik daya putaran air propeller, maka diperoleh load diagram air propeller sebagai berikut.

air propeller B4 AF140 Cli 0,7 load

0200400600800

100012001400

1 2 3 4 5 6 7 8 9

RPM

BH

P

3412E engine performance @ 2300 rpm

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1500 1600 1700 1800 1900 2000 2100 2200 2300

Engine Speed

En

gin

e P

ow

er (

bh

p)

Kemudian air propeller load diagram diplotkan pada engine performance diagram dari engine Caterpillar 3412E.

3412E engine performance @ 2300 rpm

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1500 1600 1700 1800 1900 2000 2100 2200 2300

Engine Speed

En

gin

e P

ow

er (

bh

p)

Berdasarkan grafik diatas maka daya yang diserap oleh air propeller mendekati sama dengan power yang dihasilkan diesel engine dan menghasilkan kecepatan servis yang direncanakan.

12

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan Dari analisa dan pembahasan yang sudah dilakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

Untuk perencanaan sistem thruster dan lifter pada hovercraft militer ini menggunakan 4 diesel engine, dimana 2 diesel engine dengan daya setiap diesel enginenya 1250 Hp untuk sistem thruster yang digunakan untuk menggerakkan air propeller dengan karakteristik 8 daun, AF 140, Cldi 0,7 dan 3/4R 20 derajat, serta 2 diesel engine dengan daya setiap enginenya 475 Hp untuk mengoperasikan centrifugal fan dengan tipe daun impeller airfoil. 5.2 Saran

Untuk mengetahui kondisi riil dari perencanaan ini perlu dilakukan percobaan atau simulasi sehingga hasil perhitungan lebih optimal. Untuk pemakaian duct air propeller perlu dilakukan perhitungan perubahan thrust yang terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

Nugroho, Bakti D.K. 2006. Analisa Sistem Thruster Dan Lifting Pada Military Hovercraft Dengan Menggunakan Satu Main Engine. Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sistem Perkapalan- Fakultas Teknologi Kelautan ITS. Surabaya : Indonesia

Yun, Liang. 2000. Theory And Design Of Air Cushion Craft.Arnold, A Member Of The Hodder Headline Group : London

Roskam, Jan.1997. Airplane Aerodynamics And Performance. Design, Analysis and Research Corporation. Kansas : USA

Bleier, Frank P. 1998. Fan Handbook, Selection, Application, And Design. McGraw Hill Book Company. New York :USA

Perozzo, James. 1995. Hovercrafting As A Hobby 1st Edition.Twin Peaks Enterprise. Auburn :West Australia