DINAMIKA KEPENDUDUKAN DI IBUKOTA JAKARTA Deskripsi ...

14
GENTA MULIA ISSN: 2301-6671 Volume VIII No. 2, Juli 2017 Page : 54 67 54 DINAMIKA KEPENDUDUKAN DI IBUKOTA JAKARTA (Deskripsi Perkembangan Kuantitas, Kualitas dan Kesejahteraan Penduduk di DKI Jakarta) Rahmatulloh Universitas Indraprasta PGRI Jakarta Jl. Nangka No.58 Tanjung Barat, Jagakarsa Jakarta Selatan Email:[email protected] abstrak: Kajian tentang Dinamika Kependudukan di Ibukota Jakarta ini adalah memaparkan Perkembangan Kuantitas, Kualitas dan Kesejahteraan Penduduk di Wilayah DKI Jakarta dengan pendekatan Deskriptif dari beragam sudut pandang demografi Ibukota, baik dari segi capaian Indeks Pembangunan Manusia dan kesejahteraan pembangunan untuk kualitas hidup layak. Metode yang digunakan adalah studi kepustakaan (library research) dan analisa dokumenter. Hasil yang dapat diuraikan bahwa perkembangan penduduk penghuni Ibukota yang cukup tinggi dari rata-rata secara nasional. Meskipun demikian peningkatan kualitas hidup penduduk Jakarta tingkat kesejahteraannya masih belum sesuai yang diharapkan. Kata Kunci: Kependudukan, Komposisi, Kualitas, dan Kesejahteraan. PENDAHULUAN Kedudukan Jakarta sebagai ibu kota Negara, menjadikan gengsi tersendiri yang menarik minat banyak orang datang ke Jakarta sehingga membuatnya seperti “gula” yang menjanjikan. Selain itu Jakarta merupakan pintu gerbang utama Indonesia bagi hubungan internasional, yakni pusat kegiatan politik ASEAN dan salah satu sentra politik Asia- Pasifik tempat keberadaan Kedutaan Besar negara sahabat serta kantor-kantor perwakilan maupun organisasi internasional lainnya. Sebagai kota pusat kegiatan ekonomi regional, nasional, dan internasional, di mana hampir 80 % kegiatan ekonomi di Indonesia berpusat di Jakarta, bahkan 65% uang nasional beredar di wilayah Ibukota ini. Jakarta juga merupakan pusat kegiatan sosial-budaya, serta pusat ilmu pengetahuan dan teknologi. Daya tarik inilah yang membuat Jakarta semakin mengalami pertumbuhan dan perkembangan penduduk yang pesat. Meski menjadi ikon Ibukota Negara RI, namun Jakarta sebagai wilayah Urban ternyata kondisi penduduknya masih relatif rural dalam ikatan yang kaya tradisi lokal (sebagaimana masih dominan dalam ikatan budaya atau enkulturasi yang ada pada tradisi masyarakat pedesaan) yang kini menjadi “perkampungan besar” (the big village) didiami oleh penduduk yang beragam etnis, tradisi budaya, bahasa dan seni, bahkan hingga keragaman dalam beragama dan kepercayaan yang dianut warganya. Meskipun Jakarta dikenal perkotaan megapolis sebagai pusat Ibukota Negara, namun penghuninya yang multikultur membuat Jakarta semakin menggambarkan pesona keindonesiaan. Namun dibalik itu, justru

Transcript of DINAMIKA KEPENDUDUKAN DI IBUKOTA JAKARTA Deskripsi ...

Page 1: DINAMIKA KEPENDUDUKAN DI IBUKOTA JAKARTA Deskripsi ...

GENTA MULIA ISSN: 2301-6671

Volume VIII No. 2, Juli 2017

Page : 54 – 67

54

DINAMIKA KEPENDUDUKAN DI IBUKOTA JAKARTA

(Deskripsi Perkembangan Kuantitas, Kualitas dan Kesejahteraan Penduduk

di DKI Jakarta)

Rahmatulloh

Universitas Indraprasta PGRI Jakarta

Jl. Nangka No.58 Tanjung Barat, Jagakarsa Jakarta Selatan Email:[email protected]

abstrak: Kajian tentang Dinamika Kependudukan di Ibukota Jakarta ini adalah memaparkan Perkembangan

Kuantitas, Kualitas dan Kesejahteraan Penduduk di Wilayah DKI Jakarta dengan pendekatan Deskriptif dari

beragam sudut pandang demografi Ibukota, baik dari segi capaian Indeks Pembangunan Manusia dan

kesejahteraan pembangunan untuk kualitas hidup layak. Metode yang digunakan adalah studi kepustakaan

(library research) dan analisa dokumenter. Hasil yang dapat diuraikan bahwa perkembangan penduduk

penghuni Ibukota yang cukup tinggi dari rata-rata secara nasional. Meskipun demikian peningkatan kualitas

hidup penduduk Jakarta tingkat kesejahteraannya masih belum sesuai yang diharapkan.

Kata Kunci: Kependudukan, Komposisi, Kualitas, dan Kesejahteraan.

PENDAHULUAN

Kedudukan Jakarta sebagai ibu kota

Negara, menjadikan gengsi tersendiri yang

menarik minat banyak orang datang ke Jakarta

sehingga membuatnya seperti “gula” yang

menjanjikan. Selain itu Jakarta merupakan

pintu gerbang utama Indonesia bagi hubungan

internasional, yakni pusat kegiatan politik

ASEAN dan salah satu sentra politik Asia-

Pasifik tempat keberadaan Kedutaan Besar

negara sahabat serta kantor-kantor perwakilan

maupun organisasi internasional lainnya.

Sebagai kota pusat kegiatan ekonomi regional,

nasional, dan internasional, di mana hampir 80

% kegiatan ekonomi di Indonesia berpusat di

Jakarta, bahkan 65% uang nasional beredar di

wilayah Ibukota ini. Jakarta juga merupakan

pusat kegiatan sosial-budaya, serta pusat ilmu

pengetahuan dan teknologi. Daya tarik inilah

yang membuat Jakarta semakin mengalami

pertumbuhan dan perkembangan penduduk

yang pesat.

Meski menjadi ikon Ibukota Negara RI,

namun Jakarta sebagai wilayah Urban ternyata

kondisi penduduknya masih relatif rural dalam

ikatan yang kaya tradisi lokal (sebagaimana

masih dominan dalam ikatan budaya atau

enkulturasi yang ada pada tradisi masyarakat

pedesaan) yang kini menjadi “perkampungan

besar” (the big village) didiami oleh penduduk

yang beragam etnis, tradisi budaya, bahasa dan

seni, bahkan hingga keragaman dalam

beragama dan kepercayaan yang dianut

warganya. Meskipun Jakarta dikenal perkotaan

megapolis sebagai pusat Ibukota Negara,

namun penghuninya yang multikultur membuat

Jakarta semakin menggambarkan pesona

keindonesiaan. Namun dibalik itu, justru

Page 2: DINAMIKA KEPENDUDUKAN DI IBUKOTA JAKARTA Deskripsi ...

GENTA MULIA ISSN: 2301-6671

Volume VIII No. 2, Juli 2017

Page : 54 – 67

55

Jakarta menunjukkan kesemrawutannya

karenanya laju pembangunan sering dihadapkan

pada masalah perkotaan pada umumnya, yakni

lingkungan hidup, pemukiman/perumahan,

sampah atau limbah kota, ketertiban, lalu lintas,

ketenagakerjaan, pendidikan, kesehatan,

fasilitas umum dan sosial sarana perkotaan.

Kepadatan penduduk yang populasinya

selalu bertambah terus bergeser hingga ke

pinggiran Jakarta seperti Bogor, Depok, Bekasi,

dan Tangerang yang kemudian dilirik para

pengembang ekonomi dan pengusaha property

dari Jakarta untuk mengembangkan usahanya

sehingga tumbuh menjadi kota-kota penyangga

yang maju dengan pesat. Hampir mayoritas

warga pendatang setiap harinya hilir mudik

memenuhi Ibukota kebanyakan berasal dari

kawasan kota penyangga satelit tersebut.

Mereka para pendatang inilah dikenal sebagai

commuter.

Seiring dengan pertambahan jumlah

penduduk Ibukota yang demikian pesatnya,

sudah terlampau banyak berbagai pemukiman

dibangun di Jakarta, baik secara mandiri oleh

perorangan atau warga, dan maupun swasta

atau pengembang, dan institusi milik

pemerintah atau negara. Membatasi para

pendatang ke Jakarta adalah kemustahilan

sepertihalnya kota-kota besar umumnya,

apalagi mengingat kedudukannya sebagai pusat

Ibukota negara yang sudah menjadi entitas dan

prestise bagi publik.

Kepadatan penduduk yang sudah parah

di Jakarta menimbulkan masalah bagi

lingkungan yang sudah tidak lagi memadai

daya dukungnya seperti permukiman, sampah,

kemacetan lalu lintas, dan ketiadaan lahan yang

cukup ruang publik. Permasalahan lebih lanjut

yang timbul akibat dari problem kependudukan

tersebut menjadi beban pekerjaan pemerintah

DKI yang tidak akan ada selesainya dalam

berbagai upaya meningkatkan layanan

pembangunan bagi warganya, dimulai dari

masalah perumahan, kesempatan kerja,

pendidikan, kesehatan, keamanan, pengelolaan

sampah, ruang terbuka hijau, ruang atau taman

bagi publik yang sehat dan nyaman, hingga

tempat pemakaman (kuburan) di lingkungan

komunitas warga tinggal.

Kencangnya arus penduduk urban

Ibukota menjadikan pemerintah dan

stakeholders di Jakarta memecahkan masalah

perkotaan melalui berbagai kebijakan strategis

dalam penataan kota yang diharapkan sebagai

barometer bagi layanan publik. Peningkatan

akses layanan dalam pembangunan pendidikan

dan kesehatan hingga pemenuhan ketersediaan

kebutuhan pokok dan lain sebagainya untuk

peningkatan kesejahteraan warga Ibukota

menjadi program prioritas pemerintah provinsi

DKI Jakarta. Mengingat Jakarta tidak memiliki

kekayaan alam yang tersedia untuk dieksplorasi

bagi pemenuhan kebutuhan penduduknya

sehingga peningkatan SDM bagian dari agenda

utama pembangunan selain penataan ruang

wilayah di Ibukota.

Kajian ini menggunakan konsep

dinamika kependudukan yang meliputi tingkat

pertumbuhan, persebaran, komposisi dan

kualitas penduduk. Dalam R.H. Parjoko

(1981;6) dinyatakan bahwa sebagai fenomena

Page 3: DINAMIKA KEPENDUDUKAN DI IBUKOTA JAKARTA Deskripsi ...

GENTA MULIA ISSN: 2301-6671

Volume VIII No. 2, Juli 2017

Page : 54 – 67

56

yang sudah menjadi maslaah dalam

kependudukan antara lain;

a. tekanan-tekanan pada usaha peningkatan

ekonomi karena jumlah penduduk yang

besar dan laju pertambahan penduduk yang

cepat;

b. tekanan-tekanan pembangunan pendidikan

dan tenaga kerja karena komposisi

penduduk berusia muda dan pertambahan

yang cepat dari golongan penduduk usia

sekolah dan tenaga kerja;

c. masalah usaha keamanan dan pembangunan

daerah karena tidak terpenuhinya

kesempatan kerja dan kepadatan penduduk

yang tinggi serta tidak merata dan

sebagainya.

Diperjelas kembali dalam Dias

Pudyastuti & Ismail Arianto (2010;7) bahwa

untuk mengetahui jumlah penduduk saja tidak

dapat memberikan gambaran yang sebenarnya

tentang masalah penduduk. Juga kepadatan

penduduk, yang merupakan perbandingan

antara jumlah penduduk dan luas tanah bukan

berarti selalu identik (sama) dengan masalah

penduduk. Masalah kependudukan di Indonesia

dapat dibagi menjadi paling sedikit tiga

golongan besar yaitu:

1. tingkat pertumbuhan penduduk yang terlalu

cepat

2. penyebaran penduduk yang tidak merata

3. masalah kualitas penduduk

Dalam Sudjarwo (2004;40) yang

dimaksud indikator kesejahteraan rakyat adalah

indikator tingkat kesejahteraan penduduk

sebagai cerminan kualitas SDM (Sumber Daya

Manusia) suatu negara yang mencakup

indikator-indikator kepedudukan, perumahan

dan lingkungan, pola konsumsi, pendidikan,

kesehatan, gizi, ketenagakerjaan dan

pengeluaran.

Sedangkan untuk mengukur

kesejahteraan masyarakat, ada sebuah indeks

gabungan yang dikenal dengan Physical

Quality of Life Index (PQLI) dan Indeks

Kualitas Hidup (IKH) yang diperkenalkan oleh

Morris D. Morris. IKH tersebut terdiri dari 3

indikator, yaitu; tingkat harapan hidup, angka

kematian, dan tingkat melek huruf (Chabib

Soleh, 2014;64).

Sedangkan Indeks Pembangunan

Manusia (IPM) atau Human Development Index

(HDI) merupakan informasi tentang berbagai

hal yang berakitan dengan perkembangan dan

kondisi kependudukan suatu negara atau

negara-negara di dunia yang disusun oleh

UNDP (Sudjarwo, 2004;36).

Masih menurut Sudjarwo (2004;40),

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau

Human Development Index (HDI) ialah suatu

indikator yang digunakan untuk mengukur

kualitas SDM yang mencakup tiga aspek utama

yang terkait dengan kualitas SDM, yaitu:

1. Aspek pendidikan ditunjukkan dengan

tingkat melek huruf dan rata-rata lama

pendidikan;

2. Aspek kesehatan yang ditunjukkan dengan

angka harapan hidup, angka kematian bayi

waktu lahir, dan angka kematian ibu waktu

melahirkan;

3. Aspek ketenagakerjaan yang ditunjukkan

dengan tingkat pengeluaran untuk konsumsi

pertahun.

Page 4: DINAMIKA KEPENDUDUKAN DI IBUKOTA JAKARTA Deskripsi ...

GENTA MULIA ISSN: 2301-6671

Volume VIII No. 2, Juli 2017

Page : 54 – 67

57

Sebagaimana dikemukakan oleh

penganjur IPM atau HDI, yakni Mahbub ul Haq

seorang Ekonom dan mantan Menkeu Pakistan

serta Direktur Perencanaan Bank Dunia (1970-

1982), Human Development adalah sebuah

lingkungan dimana orang atau penduduk dapat

mengembangkan potensi yang dimilikinya

secara penuh, menjadikan hidup mereka

produktif dan kreatif sesuai kebutuhan dan

keinginannya. Penduduk adalah kekayaan nyata

dari sebuah bangsa (Riwanto Tirtosudarmo

dalam Prijono Tjiptoherijanto dan Laila Nagib,

2008;19-20).

Laila Nagib mengungkap bahwa laporan

tahunan HDI menegaskan bahwa

pengembangan SDM merupakan dimensi

penting untuk mencapai kemajuan

pembangunan suatu negara sekaligus sebagai

salah satu tolak ukur kesejahteraan

penduduknya (Prijono Tjiptoherijanto dan Laila

Nagib, 2008;4). Pembangunan SDM pada

dasarnya adalah pembangunan manusia sebagai

subyek (human capital) dan sebagai obyek

(human resourch) dalam pembangunan yang

mencakup seluruh siklus hidup manusia.

Manusia sebagai penduduk terdiri dari laki-laki

dan perempuan, kelompok umur (anak, remaja,

pemuda, usia produktif, usia reproduktif, dan

usia lanjut), serta kelompok miskin dan rentan.

Sehingga dimensi pembangunan SDM meliputi

tiga aspek utama, yakni kualitas, kuantitas, dan

mobilitas penduduk (Prijono Tjiptoherijanto

dan Laila Nagib, 2008;219-220).

IPM/HDI yang dikeluarkan oleh UNDP

setiap tahunnya berupa Human Development

Report menyusun perbandingan kinerja

pembangunan kualitas SDM antar negara di

dunia, dengan menggunakan ukuran HDI/IPM.

Terdapat 4 faktor yang digunakan dalam

mengukur IPM/HDI tersebut, yakni:

1. Usia harapan hidup;

2. Tingkat melek huruf;

3. Tingkat partisipasi penduduk dalam

pendidikan;

4. Pendapatan perkapita.

Dengan IPM/HDI, maka setiap negara

dituntut untuk memberi prioritas penting

pembangunan SDM karena berkontribusi pada

produktivitas tenaga kerja serta berimplikasi

pada pertumbuhan ekonomi yang berujung

pada peningkatan kualitas hidup dan

kesejahteraan penduduk. Dengan demikian,

indikator kesejahteraan merupakan bagian dari

hasil kemajuan dalam pembangunan SDM yang

diukur melalui laporan IPM/HDI.

Kajian ini bertujuan untuk memaparkan

aspek demografi dari dinamika kependudukan

dan kualitas hidup atau kesejahteraan yang

terkait dengan tingkat indeks pembangunan

manusia di DKI Jakarta sejak 2009 hingga

2016. Mengingat 2017 belum dapat diketahui

atau masih berjalan.

METODE

1. Metode Pengumpulan dan Pengolahan

Data

Metode pengumpulan dan pengolahan data

yang digunakan dalam kajian ini antara lain:

a. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan (library research)

sebagai literatur yang diharapkan dapat

menyajikan sumber data yang menjadi

Page 5: DINAMIKA KEPENDUDUKAN DI IBUKOTA JAKARTA Deskripsi ...

GENTA MULIA ISSN: 2301-6671

Volume VIII No. 2, Juli 2017

Page : 54 – 67

58

referensi penting yang diperlukan berkenaan

dengan objek kajian dalam pembahasan ini.

Data pustaka terkait topik materi

pembahasan ini, mengingat fokusnya

menyangkut Dinamika Kependudukan di

wilayah Provinsi DKI Jakarta, maka

menjadi acuan utama.

b. Studi Dokumenter

Studi dokumen adalah berupaya menggali

informasi yang akurat sebagai sumber dan

penguat data dalam tataran implementasi,

berupa kejadian faktual yang

terdokumentasikan/tercatat, baik dalam arsip

atau dokumen penting berupa notulensi,

keputusan/rekomendasi organisasi, hingga

surat edaran tentang suatu kebijakan atau

himbauan resmi. Termasuk pula sebagai

dokumentasi adalah pembicaraan atau

informasi yang terbuka untuk publik atau

terpublis media sebagaimana mengenai data

statistika perkembangan penduduk.

2. Metode Analisis dan Pengujian Data

Sesuai dengan obyek kajian dari

permasalahan yang hendak dibahas dalam

penulisan ini, maka perlu diperhatikan

prinsip-prinsip ilmiah yang menjadi acuan

akademik berupa pendekatan analisis

dengan menggunakan metode deskriptif.

Untuk keabsahan data pengujiannya dengan

data yang diperoleh dilakukan klasifikasi

dan diversifikasi secara kualitatif.

PEMBAHASAN

1. Wilayah Administrasi, Pertumbuhan,

Persebaran dan Komposisi Penduduk di

DKI Jakarta

Jumlah wilayah administrasi di DKI pun

mengalami penambahan yang semula 43

kecamatan menjadi 44 kecamatan, dan dari 265

kelurahan menjadi 267 kelurahan. Lembaga

kemasyarakatan berbasis lingkungan warga

masyarakat atau penduduk berdasarkan tempat

tinggal dibentuk RT dan RW untuk

memudahkan koordinasi pelayanan pemerintah.

Struktur administrasi wilayah DKI Jakarta

dibagi menjadi Rukun Warga (RW) dan Rukun

Tetangga (RT). Pada tahun 2014, jumlah RW

diseluruh DKI Jakarta sebanyak 2.726 dan RT

sebanyak 30.535 dan pada tahun 2016 diseluruh

DKI Jakarta terdapat 2.728 Rw dan 30.337 RT

sebagaimana tabel 1 berikut:

Tabel 1. Luas Daerah dan Pembagian Daerah Administrasi Menurut Kabupaten/Kota

Administrasi

No Kota/Kabupaten

Administrasi

LuasArea Jumlah

(km2) Kecamatan Kelurahan RW RT

1. Jakarta Pusat 48 8 44 390 4.577

2 Jakarta Utara 147 6 31 448 5.181

3 Jakarta Barat 130 8 56 584 6.467

4 Jakarta Selatan 141 10 65 576 6.081

5 Jakarta Timur 188 10 65 705 7.904

6 Kep. Seribu 9 2 6 25 127

Jumlah 662 44 267 2.728 30.337

Sumber: Biro Tata Pemerintahan Setda Provinsi DKI Jakarta 2017.

Pertumbuhan penduduk yang cukup

tinggi sudah terjadi sejak era kolonial oleh

penguasa Batavia, pertengahan 1619 M, Jean

Pieterszoon Coen (Gubernur VOC Belanda)

Page 6: DINAMIKA KEPENDUDUKAN DI IBUKOTA JAKARTA Deskripsi ...

GENTA MULIA ISSN: 2301-6671

Volume VIII No. 2, Juli 2017

Page : 54 – 67

59

yang menjadikannya sebagai pusat kekuasaan

dan perdagangan hasil bumi yang tersohor

dengan mendatangkan beberapa etnis

memenuhi daratan bekas Sunda Kelapa dan

Jayakarta.

Pada tahun 1870, jumlah penduduk

Batavia baru sekitar 65.000 jiwa, dan awal abad

ke-20 (1901) jumlah penduduk sebanyak

115.900 jiwa. Jumlah penduduk pun kian

bertambah dari tahun ke tahun, terutama setelah

Kemerdekaan RI, 17 Agustus 1945 dimana

jumlah penduduk Jakarta telah mencapai

600.000 jiwa. Setelah dinyatakan sebagai ibu

kota negara RI, penduduk Jakarta meningkat

pesat. Lima tahun berselang, tepatnya tahun

1950 jumlah penduduk Jakarta naik tiga kali

lipat, yaitu 1.733.600 jiwa.

Dari sensus ke sensus (10 tahunan)

Jakarta menunjukkan lonjakan penduduk. Pada

kurun waktu tahun 1961-1990 saja terlihat

ledakannya. Pada tahun 1961 jumlah penduduk

Jakarta tumbuh pesat dari 2,9 juta jiwa menjadi

4,6 juta jiwa pada tahun 1971. Laju

pertumbuhan penduduk pertahunnya sebesar

4,58%. Sepuluh tahun berikutnya, jumlah

penduduk bertambah lagi menjadi 6,5 juta jiwa,

dengan laju pertumbuhan 4,02% pertahun.

Tahun 1990, penduduk DKI Jakarta naik sekitar

1,7 juta jiwa, sehingga jumlah penduduk

menjadi 8,3 juta jiwa.

Baru selama periode 1980-1990 laju

pertumbuhan penduduk pertahunnya sebesar

2,41%. Pada periode ini mengalami penurunan

dibandingkan periode sepuluh tahun

sebelumnya. Begitupun juga pada kurun waktu

1990-2000 pertumbuhan penduduk DKI Jakarta

dapat dikendalikan, sehingga kenaikannya

hanya sekitar 0,14%. Namun, pada periode

2000-2010, laju pertumbuhan penduduk Jakarta

mengalami kenaikan menjadi 1,43%, dan

bahkan kemudian, dalam catatan selama tiga

tahun kemudian (periode 2010-2013), laju

pertumbuhan penduduk naik lagi menjadi

1,65%. Berdasarkan angka Statistik

Daerah dari Badan Pusat Statistik (BPS)

Provinsi DKI Jakarta tahun 2014 Laju

pertumbuhan penduduk DKI Jakarta tahun

2014 sekitar 1,06%, dan pada tahun 2015

lajunya sebesar 1,09%, sedangkan pada tahun

2016 sekitar 0,98% dengan kepadatan

penduduk sebesar 15.520 jiwa/km2.

Di bawah ini merupakan tabel 2

mengenai jumlah hasil sensus penduduk Jakarta

yang dapat diamati dari jumlah penduduk dan

prosentase pertumbuhannya yang cukup pesat.

Tabel 2.Perkembangan Jumlah Penduduk

Kota Jakarta

Tahun Jumlah

Penduduk ± %

1870 65.000 -

1875 99.100 + 52,5 %

1880 102.900 + 3,8 %

1890 105.100 + 2,1 %

1895 114.600 + 1,1 %

1901 115.900 + 19,6 %

1918 234.700 + 8,1 %

1925 290.400 + 14,1 %

1930 435.184 + 49,9 %

1940 533.000 + 22,5 %

1945 600.000 + 12,6 %

1950 1.733.600 + 188,9 %

1959 2.814.000 + 62,3 %

1961 2.906.533 + 3,3 %

1971 4.546.492 + 56,4 %

1980 6.503.499 + 43 %

1990 8.259.633 + 27 %

2005 8.540.306 + 1,9 %

Page 7: DINAMIKA KEPENDUDUKAN DI IBUKOTA JAKARTA Deskripsi ...

GENTA MULIA ISSN: 2301-6671

Volume VIII No. 2, Juli 2017

Page : 54 – 67

60

2010 9.607.787 + 12,5 %

Adapun perkembangan penduduk

terakhir dari data statistik BPS DKI Jakarta

tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 3 berikut

ini:

Tabel 3. Penduduk Provinsi DKI Jakarta 2011-2016

No Uraian Satuan 2011 2012 2013 2014 2015 2016

1 Jumlah Jiwa 9.752.100 9.862.100 9.969.900 10.075.300 10.177.924 10.277.626

2 Laki-laki Jiwa 4.927.800 4.976.100 5.023.400 5.069.900 5.115.357 5.159.683

3 Perempuan Jiwa 4.824.300 4.886.000 4.946.500 5.005.400 5.062.567 5.117.945

4 Pertumbuhan % 1,16 1,13 1,09 1.06 1.09 0.98

5 Densitas Jiwa/Km2 14.724 14.890 15.053 15.234 15.37 15.52

6 SexRatio % 102,1 101,8 101,6 101,7 101,04 100.82

Sumber: Statistik Daerah BPS Provinsi DKI Jakarta, 2017

Namun, angka dalam tabel 3 tersebut

hanya menggambarkan Jakarta dari segi angka

yang tercatat sebagai penduduk di malam hari,

karena sebenarnya pada siang hari, diperkirakan

kota Jakarta disesaki oleh sekitar lebih dari 12

juta jiwa (ditambah jumlah warga Bogor,

Depok, Tangerang, dan Bekasi yang bekerja

atau sibuk berlalu-lalang dengan urusan

pemenuhan kebutuhan di Jakarta). Sehingga

Kota Jakarta kian terbebani oleh setumpuk

masalah kependudukan.

Dalam Eko Siswono (2015;45)

dijelaskan bahwa komposisi penduduk

merupakan pengelompokan penduduk

berdasarkan ciri-ciri tertentu yang secara umum

dapat diklasifikasikan sebagai berikut; (a)

Biologis (umur dan jenis kelamin); (b) Sosial

(tingkat pendidikan, status perkawinan); (c)

Ekonomi (kegiatan penduduk yang aktif secara

ekonomi, lapangan usaha, status, dan jenis

pekerjaan, tingkat pendapatan); dan (d) Letak

geografis (tempat tinggal, daerah perkotaan,

perdesaan, provinsi, kabupaten).

Dalam bahasan ini komposisi penduduk

dibatasi pada kategori warga usia produktif

yang singkatnya dilihat secara biologis dan

ekonomis sebagaimana gambar 1 berikut ini:

Gambar 1

Piramida Komposisi Penduduk DKI Jakarta

berdasarkan kelompok usia Tahun 2016

Dari piramida penduduk di atas dapat

dilihat bahwa komposisi penduduk DKI

Jakarta, lebih banyak dihuni penduduk usia

produktif yaitu 15-64 tahun sebanyak 7.324.391

jiwa atau sebesar 71,27%. Persentase penduduk

Page 8: DINAMIKA KEPENDUDUKAN DI IBUKOTA JAKARTA Deskripsi ...

GENTA MULIA ISSN: 2301-6671

Volume VIII No. 2, Juli 2017

Page : 54 – 67

61

yang belum memasuki usia produktif yakni usia

0-14 tahun sebanyak 2.553.935 jiwa atau

24,85%, sedangkan penduduk yang tidak

produktif lagi atau melewati masa usia lanjut

berjumlah 399.302 atau 3,89%. Dengan

demikian dapat dilihat bahwa rasio

ketergantungan penduduk DKI Jakarta atau

dependency ratio (DR) pada tahun 2016 sebesar

28,73%. Ini berarti dari 100 penduduk usia

produktif DKI Jakarta akan menanggung secara

ekonomi sebesar 28,73 penduduk usia tidak

produktif.

2. Kualitas Hidup Penduduk Jakarta dari

segi Capaian Indek Pembangunan

Manusia dan Indikator Kesejahteraan

Pembangunan.

a. Capaian Indeks Pembangunan Manusia

(IPM)/Human Development Index (HDI)

di DKI Jakarta Adapun peningkatan hasil kinerja

pembangunan DKI Jakarta juga digunakan

ukuran pencapaian beberapa indikator dalam

Indeks Pembangunan Manusia

(IPM)/Human Development Index (HDI).

IPM atau HDI yang merupakan indikator

penting dapat digunakan melihat upaya dan

kinerja pembangunan yang ditujukan untuk

meningkatkan kualitas penduduk. Indeks ini

dihitung secara komposit, dengan cara

mengukur Angka Harapan Hidup (AHH),

angka melek Huruf (AMH) Rata-Rata Lama

Sekolah, serta kemampuan daya beli yang

diperoleh dari rata-rata pengeluaran per

kapita Riil. Selama 2013 IPM DKI Jakarta

tercatat sebesar 78,59, dan pada 2014

tercatat sebesar 78,39 setelah adanya

rekomendasi perubahan dari UNDP. Pada

2015 menjadi 78,99. Pada level provinsi

IPM DKI Jakarta adalah yang tertinggi di

antara provinsi-provinsi lainnya. Lihat pada

tabel 4 berikut:

Tabel 4. Perbandingan Angka IPM Nasional dan DKI Jakarta 2009-2015

Uraian 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

DKI

Jakarta 77,36 77,60 77,97 78,33 78,59 78,39 78,99

Nasional 71,76 72,27 72,77 73,29 73,81 68,90 69,55

Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta

b. Distribusi Pendapatan dan Koefisien Gini

di DKI Jakarta Adapun tingkat Koefisien Gini di DKI

Jakarta selama periode 2010-2014 relatif stabil.

Ini menunjukkan perubahan distribusi

pendapatan DKI Jakarta relatif tidak berubah,

namun demikian ketimpangan pendapatan yang

terjadi di DKI Jakarta selama periode 2010-

2014 semakin besar meskipun masih dalam

kategori ketimpangan rendah. Pada tahun 2012

kategori ketimpangan sebesar 0,397, tahun

2013 0,364 dan tahun 2014 sebesar 0,436.

Periode 2014-2016 menunjukan

penurunan. Dibandingkan dengan Gini Ratio

September 2015 yang sebesar 0,421, Gini Ratio

September 2016 turun sebesar 0,024 poin.

Page 9: DINAMIKA KEPENDUDUKAN DI IBUKOTA JAKARTA Deskripsi ...

GENTA MULIA ISSN: 2301-6671

Volume VIII No. 2, Juli 2017

Page : 54 – 67

62

Distribusi pengeluaran kelompok penduduk

40% terbawah adalah sebesar 16,49%. Dengan

demikian, pengeluaran penduduk masih berada

pada kategori tingkat ketimpangan sedang. Di

bawah ini merupakan tabel 5 mengenai angka

distribusi pendapatan dan Gini Rasio di DKI

sejak 2009 hingga 2016.

Tabel 5. Angka Distribusi Pendapatan dan Gini Ratio DKI Jakarta (persen)

Tahun

Tahun

Gini Ratio 40 %

Berpendapat

Rendah

40 %

Berpendapat

Sedang

20 %

Berpendapat

Tinggi

2009 18,29 35,63 45,08 34,00%

2010 18,25 34,08 47,66 38,10%

2011 16,96 35,37 47,67 38,50%

2012 15,67 33,94 50,39 39,70%

2013 17,59 31,51 50,90 36,40%

2014 14,66 35,55 49,79 43,60%

2015 16,57 33,48 49,95 42,11%

2016 16,49 37,29 46,22 39,70%

Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta 2017 (Data Per September Tiap Tahun)

c. Jumlah Keluarga Miskin di DKI Jakarta

Umumnya, besar kecilnya angka

penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh

Garis Kemiskinan (GK), yaitu sejumlah

rupiah yang diperlukan untuk memenuhi

kebutuhan minimal makanan dan non

makanan, yang merupakan rata-rata

pengeluaran perbulan perkapita. Model

perhitungan penduduk miskin melalui

metode ini dilakukan dengan menghitung

komponen Garis Kemiskinan Makanan

(GKM) dan Garis Kemiskinan Non

Makanan (GKNM).

Data kemiskinan yang dikeluarkan

BPS DKI Jakarta pada bulan September

2015 jumlah penduduk miskin di DKI

Jakarta tercatat sebesar 368,67 ribu orang

(3,61 persen). Pada tahun 2016 jumlah

penduduk miskin naik menjadi 385.84 ribu

orang. Adapun Garis Kemiskinan di DKI

Jakarta sebesar Rp 510.359,- perkapita

perbulan pada 2016. Mengalami kenaikan

dari tahun lalu dimana Garis Kemiskinannya

sebesar 503.040,- perkapita perbulannya

pada 2015.

Berbeda dengan penjelasan dalam

Laporan Keterangan Pertanggungjawaban

(LKPJ) Gubernur DKI Jakarta Tahun 2016

(Edisi April 2017 dan dibacakan pada

Kamis 6 April 2017) dinyatakan bahwa

jumlah penduduk miskin di DKI pada 2016

turun menjadi 385.84 ribu orang dari tahun

2015 sebesar 398,92 ribu.

Dapat dilihat perkembangan

mengenai jumlah penduduk miskin dan

Garis Kemiskinan di DKI dari tahun ke

tahun (2010-2015) pada tabel 6 berikut:

Page 10: DINAMIKA KEPENDUDUKAN DI IBUKOTA JAKARTA Deskripsi ...

GENTA MULIA ISSN: 2301-6671

Volume VIII No. 2, Juli 2017

Page : 54 – 67

63

Tabel 6. Angka Kemiskinan DKI Jakarta

Uraian 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Jumlah penduduk

miskin DKI Jakarta

(ribu orang)

323,20 312,20 355,20 366,77 371,70 412,79

368,67 385.84

Garis Kemiskinan

DKI Jakarta (Ribu

Rupiah)

316,94 331,17 355,48 392,57 434,32 459,56

503,04 510.35

Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta 2016

Peranan komoditi makanan terhadap

Garis Kemiskinan jauh lebih besar

dibandingkan peranan komoditi bukan

makan (perumahan, sandang, pendidikan

dan kesehatan). Sumbangan Garis

Kemiskinan Makanan terhadap Garis

Kemiskinan September 2014 sebesar 64,75

persen (Rp 297.543), dan pada September

2015 sebesar 65,14 persen (Rp. 327.678,00,-

), sedangkan sumbangan Garis Kemiskinan

Non Makanan terhadap Garis Kemiskinan

sebesar 35,25 persen (Rp 162,017) pada

2014, dan sebesar 34,84 % (Rp.

175,361,00,-) pada tahun 2015.

d. Tingkat Pengangguran Terbuka di DKI

Jakarta

Data BPS per Agustus 2015, selama

periode Agustus 2014–Agustus 2015 (yoy),

tingkat pengangguran terbuka (TPT)

mengalami penurunan dari 8,47 % menjadi

7,23 % atau terjadi penurunan sebesar 1,24

%. Demikian juga periode Agustus 2016,

TPT mengalami penurunan menjadi 6,12

persen atau sebesar 1,11 persen.

Adapun jumlah Angkatan Kerja pada

Agustus 2016 mencapai 5,18 juta orang,

meningkat sebanyak 86,63 ribu orang

dibandingkan dengan jumlah angkatan kerja

Agustus 2015 yaitu 5,09 juta orang. Dapat

dilihat pada tabel 7 berikut:

Tabel 7.Tingkat Pengangguran Terbuka di DKI Jakarta

Uraian 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Jumlah Angkatan

Kerja (juta orang ) 4,69 5,27 5,14 5,37 5,11 5,06 5,09 5,18

Tingkat

Pengangguran

Terbuka (%)

12,15 11.05 10,80 9,87 9,02 8,47 7,23 6,12

Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta 2016.

Tingkat pengangguran terbuka

menurut tingkat pendidikan selama periode

Agustus 2013-2014 telah mengalami

perubahan. Pada tingkat pendidikan SD,

SLTP, Diploma dan Universitas, tingkat

pengangguran cenderung mengalami

penurunan, sedangkan untuk tingkat

Page 11: DINAMIKA KEPENDUDUKAN DI IBUKOTA JAKARTA Deskripsi ...

GENTA MULIA ISSN: 2301-6671

Volume VIII No. 2, Juli 2017

Page : 54 – 67

64

pendidikan SMA Umum dan SMA Kejuruan

mengalami kenaikan.

Pada tahun 2015, tingkat pendidikan

SD dan SLTP tetap terjadi penurunan,

sedangkan pada tingkat pendidikan Diploma

dan Universitas sama dengan tingkat

pendidikan SMA dan Kejuruan mengalami

kenaikan TPT.

Pada 2016 semuanya mengalami

penurunan TPT, hanya saja yang tertinggi

penurunannya pada tingkat pendidikan

tinngi (Diploma dan Universitas), sedangkan

tingkat SD, SLTP, dan SMA-Kejuruan

penurunannya rendah. Namun demikian,

angka TPT yang terbesar masih tetap pada

tingkat SMA-Kejuruan, meski terjadi

pengurangan sebesar 1,16 poin dari 9,19

persen (Agustus 2015) menjadi 8,03 persen

(Agusrus 2016). Sehingga angka TPT

tingkat pendidikan selainnya lebih rendah.

e. Angka Melek Huruf (AMH)

Dalam kurun waktu 2008 hingga

2013 AMH penduduk usia 10 tahun ke atas

di DKI Jakarta mengalami peningkatan.

Dalam kurun 2008 hingga 2013 AMH

mengalami peningkatan, yaitu dari 98.76 %

pada tahun 2008, 98.94 % pada tahun 2009,

99.13 % pada tahun 2010, 99.15 % pada

tahun 2011, 99.21 % pada tahun 2012, 99.21

% dan pada akhir 2013 tercatat sebesar

99.22%. Tahun 2014 hingga 2016 kini, BPS

masih menggunakan data tahun 2013.

Berikut tabel 8 mengenai jumlah AMH

sejak 2017 hingga tahun terakhir yang

dipublis.

Tabel 8. Angka Melek Huruf (AMH) di DKI Jakarta 2007-2013

Uraian 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Angka

Melek Huruf

(%)

98,83 98,76 98,94 99,13 99,15 99,21 99,22

Sumber : BPS Provinsi Dki Jakarta 2015

f. Angka Partisipasi Sekolah (APS), Angka

Partisipasi Kasar (APK), Angka

Partisipasi Murni (APM), dan Persentase

Angka Putus Sekolah Pencapaian APS di tahun 2013 bila

dibandingkan dengan tahun 2012 tercatat

naik, dengan laju kenaikan 0.38 % untuk

tingkat usia 7-12 tahun, 1.49 % untuk

tingkat usia 13-15 tahun dan 4.73 % untuk

tingkat usia 15-18 tahun. Sampai tahun 2014

APS dengan laju angka 0,11 % untuk

tingkat usia 7-12 tahun, 1.40 % untuk

tingkat usia 13-15 tahun dan 4.69 % untuk

tingkat usia 15-18 tahun

Sedangkan pada tahun 2016,

persentase Angka Partisipasi Kasar (APK)

untuk SD/ MI sebesar 104,55%, SMP/MTs

sebesar 108,81%, dan SMA/ MA/ SMK

sebesar 91,36%. Persentase Angka

Page 12: DINAMIKA KEPENDUDUKAN DI IBUKOTA JAKARTA Deskripsi ...

GENTA MULIA ISSN: 2301-6671

Volume VIII No. 2, Juli 2017

Page : 54 – 67

65

Partisipasi Murni (APM) untuk SD/ MI

sebesar 95,36%, SMP/MTs sebesar 95,80%,

SMA/ MA/ SMK sebesar 67,91%. Adapun

Persentase Angka Putus Sekolah pada

tingkat SD mengalami penurunan sebesar

0,02%, tingkat SMP juga mengalami

penurunan sebesar 0,11%, serta hal yang

sama pada tingkat SMA/SMK yang

mengalami penurunan sebesar 0,36%.

Dari capaian tersebut dapat diungkap

bahwa tingkat capaianIndeks Pembangunan

Manusia/Human Development Indeks

(IPM/HDI) serta indikator pembangunan

dalam mengukur tingkat kemajuan kualitas

hidup dan kesejahteraan penduduk Jakarta

menunjukkan yang tertinggi, jika diangkat

rata-rata lama sekolah hingga melanjutkan

ke pendidikan sampai SMA secara nasional,

maka dari tingkat pencapaian pendidikan,

rata-rata warga Jakarta tertinggi dalam

lulusan tingkat SMA, namun justru dibalik

kenaikan tersebut justru lulusan pendidikan

SMA Umum dan Kejuruan tingkat

pengangguran tinggi.

Selain itu tingkat pendapatan

masyarakat Jakarta relatif tidak berubah ke

arah perbaikan kualitas, meskipun

ketimpangan pendapatan yang terjadi di

DKI Jakarta selama periode 2010-2014 dan

periode 2014-2016 masih dalam kategori

ketimpangan rendah. Ini menunjukkan

belum adanya peningkatan pendapatan yang

menjadi ukuran lemahnya daya beli

masyarakat sebagai parameter pertumbuhan

ekonomi.

Tidaklah mengherankan jika

kemudian, terkait dengan timpangnya angka

pendapatan dan berkurangnya daya beli

warga terhadap kebutuhan ekonomi

dibarengi dengan angka penduduk miskin di

DKI Jakarta yang mengalami kenaikan.

Sebab, sebagaimana tergambar di atas,

berdasarkan data kemiskinan yang

dikeluarkan BPS DKI Jakarta pada bulan

September 2014 jumlah penduduk miskin di

DKI Jakarta tercatat sebesar 412,79 ribu

orang (4,09 persen) yang kian meningkat

dari tahun atau bulan-bulan sebelumnya.

Meskipun kemudian pada tahun 2015

jumlah penduduk miskin turun menjadi

368,67 ribu orang, namun angka Garis

Kemiskinan DKI Jakarta tahun 2015 naik

mencapai 503,04 ribu orang dibanding

sebelumnya, tahun 2014 sebesar 459,56 ribu

orang. Pada tahun 2016 jumlah penduduk

miskin naik menjadi 385.84 ribu orang.

Pada 2016 Garis Kemiskinan di DKI Jakarta

sebesar Rp 510.359,- perkapita perbulan.

Mengalami kenaikan dari tahun lalu dimana

Garis Kemiskinannya sebesar 503.040,-

perkapita perbulannya pada 2015

PENUTUP

1. Kesimpulan

Berdasarkan informasi yang dihimpun

Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil

Provinsi DKI Jakarta terdapat sekitar 80.000

sampai 100.000 jiwa pertambahan penduduk

setiap tahunnya. Demikian pula menurut

angka proyeksi kependudukan menurut BPS

DKI Jakarta bahwa tahun 2015 penduduk

Page 13: DINAMIKA KEPENDUDUKAN DI IBUKOTA JAKARTA Deskripsi ...

GENTA MULIA ISSN: 2301-6671

Volume VIII No. 2, Juli 2017

Page : 54 – 67

66

Jakarta meningkat pertambahannya sekitar

100.000 jiwa lebih sedikit dan pada 2016

hampir mencapai 100.000 jiwa yang berasal

dari pertambahan alamiah (kelahiran).

Dari capaian peningkatan layanan

aspek kesejahteraan secara umum,

khususnya melalui capaian Indeks

Pembangunan Manusia/Human

Development Indeks (IPM/HDI) serta

indikator kesejahteraan sesuai kinerja

capaian pemerintah Provinsi DKI Jakarta

selama tahun 2014 mengalami peningkatan

kualitas dibandingkan dengan capaian

umumnya di beberapa Provinsi lainnya.

Namun demikian dibalik capaian tersebut

sebenarnya penduduk Jakarta belum

menunjukkan perubahan kualitas hidup yang

layak atau angka belum berarti banyak bagi

peningkatan kesejahteraan. Sebagaimana

tingkat ukuran pertumbuhan ekonomi di

Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan

ekonomi nasional dan internasional, maka

kondisi kualitas hidup penduduk masih jauh

dari keberhasilan. Artinya indikator yang

dicapai dalam pembangunan kesejahteraan

warga penduduk Ibukota belum beranjak

pada perbaikan kualitas yang sesungguhnya

sebagaimana yang diharapkan publik.

Memang telah terjadi inflasi di tingkat

nasional pada tahun 2014, namun

ketidakberhasilan tersebut juga dibarengi

dengan capaian daya serap yang rendah dari

program-program pembangunan yang dapat

terealisasi oleh pemerintah Provinsi diyakini

sebagai penyebab kualitas kesejahteraan

warga penduduk Jakarta tidak beranjak pada

perbaikan. Selain itu juga karena tingkat

pendapatan yang rendah akibat kebijakan

pengupahan yang murah sesuai tingkat Upah

Minimum Provinsi (UMP) di DKI Jakarta

yang juga rendah, yakni hanya Rp. 2,7 juta

pada 2014 dan Rp. 3,1 juta pada 2015 dan

Rp. 3.3 juta pada 2016 juga turut

berkontribusi dengan penurunan kualitas

daya beli masyarakat. Sehingga, demikian

tersebut berkorelasi dengan meningkatnya

angka kemiskinan di Ibukota. Idealnya UMP

di DKI Jakarta adalah sebesar Rp. 4,6 juta

sesuai pemenuhan ukuran Komponen Hidup

Layak (KHL) warga Ibukota tahun 2016.

Meskipun pemerintah Provinsi DKI

Jakarta telah berupaya mempersempit

ketimpangan pendapatan dengan usaha

meningkatkan pendapatan penduduk

khususnya penduduk miskin melalui

berbagai progam-program yang klasik

antara lain program seperti PPMK, UKM,

dan Koperasi serta upaya mengurangi beban

pengeluaran penduduk miskin dengan

pemberian kartu Jakarta Sehat dan Kartu

Jakarta Pintar, namun kurang banyak

memberikan dampak bagi perbaikan atau

perubahan angka perbaikan kemiskinan di

DKI Jakarta.

SARAN

1. Perlunya kajian lebih lanjut mengenai

problem kependudukan dari berbagai

aspek baik tingkat capaian pendidikan

dengan daya serap angka pekerjaan

dalam rangka mendorong kebijakan

pembangunan yang berorientasi

Page 14: DINAMIKA KEPENDUDUKAN DI IBUKOTA JAKARTA Deskripsi ...

GENTA MULIA ISSN: 2301-6671

Volume VIII No. 2, Juli 2017

Page : 54 – 67

67

peningkatan kualitas hidup dan

kesejahteraan penduduk.

2. Perlunya dorongan kepada pemerintah

terhadap kebijakan kependudukan terkait

dengan tingginya urbanisasi yang

menempati Ibukota dengan pengetatan

izin tinggal pemilikan rumah tinggal,

Rusun atau apartemen bagi para

pendatang sebagai salah satu sumber

lonjakan kepadatan penduduk dan

masalah permukiman. Mengingat masih

banyaknya warga Jakarta belum

memiliki tempat permukiman yang layak

karena tergusur oleh warga pendatang

yang terus melaju dan memperoleh

pemilikan tempat tinggal dengan mudah.

3. Pentingnya perluasan lapangan kerja

yang menampung lulusan pendidikan

tingkat SLTA dan peningkatan Upah

Minimum yang layak sesuai dengan

produktivitas dan angka pertumbuhan

ekonomi Jakarta. Peningkatan UMP bagi

pekerja adalah dalam rangka mendorong

daya beli masyarakat sebagai ukuran

pemenuhan kebutuhan hidup layak. Upah

yang murah di DKI menjadi “bencana

kemiskinan” para pekerja dan termasuk

kebijakan adanya pekerja lepas/alih

daya/outsourching yang kurang

memberikan jaminan bagi masa depan

hidup pekerja/buruh Ibukota dalam

memperoleh proteksi sosial.

DAFTAR PUSTAKA

Chabib Soleh. 2014. Dialektika Pembangunan

Dengan Pemberdayaan. Bandung:

Penerbit FOKUSMEDIA

Dias Pudyastuti & Ismail Arianto. 2010.

Pendidikan Kependudukan dan

Lingkungan Hidup. Jakarta: Penerbit

Laboratorium Sosial Politik Press

Program Studi PPKN FIS UNJ

Eko Siswono. 2015. Demografi. Jakarta:

Penerbit Ombak.

Prijono Tjiptoherijanto dan Laila Nagib (Ed.).

2008. Pengembangan Sumber Daya

Manusia: di antara Peluang &

Tantangan. Jakarta: LIPI Press.

R.H. Pardjoko. 1981. Kebijaksanaan

Kependudukan Nasional, Langkah-

Langkah Perumusannya. Jakarta: Biro

Koordinasi Pelaksanaan Program

BKKBN

Soekardjo Hardjosoewirjo. 2008. Menuju

Jakarta 2020. Jakarta: Penerbit

RMBOOKS

Sudjarwo S. 2004. Buku Pintar Kependudukan.

Jakarta: PT Grasindo

Undang-Undang RI Nomor 29 tahun 2007

tentang Pemerintahan Provinsi Daerah

Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibukota

Negara Kesatuan Republik Indonesia

Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta

Nomor 12 Tahun 2014 tentang

Organisasi Perangkat Daerah

Laporan Keterangan Pertanggungjawaban

Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun

2014. Pemprov DKI Jakarta 2015

Laporan Keterangan Pertanggungjawaban

Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun

2015. Pemprov DKI Jakarta 2016

Laporan Keterangan Pertanggungjawaban

Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun

2015. Pemprov DKI Jakarta 2017