DILATOMETER TEST.pdf

25
IN-SITU TEST Flat Dilatometer Test PAPER Oleh Rahmi Aulia NIM 135060101111001 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2016

Transcript of DILATOMETER TEST.pdf

IN-SITU TEST

Flat Dilatometer Test

PAPER

Oleh

Rahmi Aulia

NIM 135060101111001

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2016

1 | P a g e

DILATOMETER TEST

ABSTRACT

Dalam perencanaan suatu gedung tentu harus memperhatikan aspek stabilitas tanah yang

mendukung. Untuk menganalisis masalah stabilitas tanah seperti daya dukung, stabilitas

lereng, tekanan tanah ke samping pada turap, kekuatan geser dan hal-hal lain yang

berkaitan dengan data teknis tanah untuk keperluan perencanaan pondasi, diperlukan

adanya suatu penyelidikan tanah. Penyelidikan tanah biasanya terdiri dari 3 (tiga) tahap,

yaitu: pengeboran (boring) atau penggalian lobang uji, pengambilan contoh tanah

(sampling), dan pengujian contah tanah laboratorium(loboratory testing) atau di lapangan

(in-situ testing). Pada konferensi geoteknik sedunia tahun 2009 mengindikasikan bahwa

untuk pengujian dilapangan, Cone Penetration Test (CPT) dan Flat Dilatometer Test

(DMT) merupakan pengujian yang paling cepat dan nyaman. Paper ini akan

mendeskripsikan mengenai deskripsi kerja dan pengaplikasian teknis dari DMT.

A. PENDAHULUAN

Flat Dilatometer Test (DMT) adalah salah satu pengujian di lapangan yang ditemukan 30

tahun yang lalu. DMT biasa digunakan untuk semua kota-kota industry. Standar yang

digunakan antara lain adalah ASTM dan Eurocode. DMT sudah menjadi objek monograf

yang rinci oleh ISSMGE Technical Commite TC16.

Beberapa fitur utama dari DMT antara lain

DMT merupakan pengujian penetrasi yang memiliki keuntungan karena tidak

memerlukannya lubang bor.

DMT merupakan pengujian load-displacement yang memberikan informasi

mengenai kekakuan tanah.

DMT merupakan alat yang kuat, mudah digunakan.

DMT menyediakan informasi mengenai sejarah tekanan (Stress History) yang

pengetahuannya merupakan kepentingan utama. Karena sejarah tekanan memiliki

pengaruh yang dominan terhadap perilaku tanah.

2 | P a g e

Telah banyak penelitian dilakukan dengan uji DMT oleh para ahli geoteknik, namun

sebagian besar dilakukan pada tanah sedimen, yang menghasilkan banyak persamaan

korelasi empiric. Pengujian Flat Dilalometer dilapangan pada tanah residual tropis

vulkanik dengan tujuan untuk mempelajari manfaat yang diperoleh dari uji DMT dilakukan

oleh Hadi U Moeno. Penelitian ini dilakukan pada tanah residul tropis jenis volkanik yang

banyak dijumpai di Indonesia dan banyak digunakan sebagai tanah pondasi maupun tanah

bahan urugan. Pengujian lapangan dilakukan di beberapa lokasi, dimana terdapat tanah

residual volkanik tropis warna merah. Lokasi penelitian di fokuskan pada lokasi Resor

Dago Pakar sebagai lokasi primer, daerah Bandung Utara, yang mempunyai endapan tanah

residual cukup tebal dengan luas daerah kurang lebih 450 Ha.

B. FLAT DILATOMETER

Flat Plate Dilatometer atau Marchetti Dilatometer dan selanjutnya disingkat DMT, adalah

salah satu alat uji penetrasi in-situ yang masih baru digunakan dalam bidang penyelidikan

geoteknik dewasa ini. Uji DMT, merupakan uji penetrasi in-situ yang sederhana untuk

mengukur modulus tanah. Alat ini berupa sebuah pisau (blade) yang datar dan di tengahnya

terdapat suatu pelat bundar (membran) yang dapat bergerak ke luar secara horisontal jika

dikembangkan dengan tekanan. DMT adalah suatu metode uji yang menggunakan alat baca

tekanan melalui pelat daun runcing yang didorong masuk ke dalam tanah, untuk membantu

memperkirakan stratigrafi tanah dan tegangan lateral dalam keadaan diam (at rest lateral

stresses), modulus elastisitas dan kuat geser pasir, lanau dan lempung.

Gambar 1. Alat Dilatometer Test (DMT)

3 | P a g e

Flat Dilatometer Test (DMT) dibuat dan dikembangkan di Italia oleh Silvano Marchetti

pada tahun 1975. Pada awalnya diperkenalkan di Amerika Utara dan Eropa pada tahun

1980 dan saat ini telah digunakan di lebih dari 40 negara sebagai alat uji penetrasi in-situ

dalam bidang investigasi geoteknik. Peralatan DMT, metode pengujian dan korelasi awal

disajikan dan digambarkan oleh Marchetti pada tahun 1980 dalam In-situ Test by Flat

Dilatometer, dan selanjutnya DMT telah secara luas digunakan dan di kalibrasi terhadap

endapan tanah yang diuji di seluruh dunia. Telah banyak penelitian dilakukan dengan uji

DMT oleh para ahli geoteknik, namun sebagian besar dilakukan pada tanah sedimen, yang

menghasilkan banyak persamaan korelasi empiris. Keuntungan yang dapat diperoleh dari

pengujian DMT sangat anyak, antara lain mendapatkan parameter geoteknik sepanjang

kedalaman pengujian dalam keadaan asli, mengurangi pengaruh disturbansi pada tanah

yang diuji di laboratorium.

Peralatan uji ini terdiri atas mata pisau nirbaja yang meruncing dengan baji bersudut 180,

yang didorong masuk secara vertikal ke dalam tanah pada interval kedalaman 200 mm

(atau interval alternatif 300 mm) dengan kecepatan 20 mm/det. Mata pisau (panjang 240

mm, lebar 95 mm dan tebal 15 mm) dihubungkan ke alat ukur tekanan di permukaan tanah

melalui pipa kawat khusus melewati batang bor (drill rod) atau batang konus (cone rod).

Suatu membran baja fleksibel berdiameter 60 mm yang dipasang pada salah satu sisi dari

mata pisau yang dipompa secara pneumatik, digunakan untuk menghasilkan dua jenis

tekanan.

Gambar 2. Flat Dilatometer- Tampak depan dan samping

4 | P a g e

Komponen DMT

Peralatan dasar dari pengujian DMT bias dilihat pada gambar dibawah ini

Gambar 3. Layout dari pengujian dilatometer

Dilatometer Blade

Pisau (Blade) memiliki lebar 95 mm dan tebal 15 mm. Pisau ini memiliki ujung

tombak yang berfungsi untuk menembus tanah. Sudut tepi puncak adalah 240-320.

Panjang dari bagian runcing ke ujung bawah tombak adalah sebesar 50 mm. Pisau

dapat dengan aman menahan gaya dorong hingga 250 kN. Pelat bundar (Membran)

berasal dari baja dengan diameter 60 mm. Ketebalan dari pelat bundar tersebut

adala 0,2 mm.

Gambar 4. Pisau DMT

5 | P a g e

Push Rods (Batang Pendorong)

Merupakan batang yang akan mendoron dilatometer blade untuk semakin masuk

kedalam tanah serta berfungsi juga untuk meneruskan sinyal sintal listrik yang

berasal dari puncak pisau tersebut.

Control Unit

Unit control berada pada permukaan tanah dan digunakan untuk mengukur tekanan

pada setiap kedalaman. Unit konntrol biasanya meliputi dua pengukur tekanan

(pressure gages), pressure source quick connect, pneumatic-electrical

cable,galvanometer dan sinyal audio buzzer (diaktifkan oleh listrik yang berasal

dari pisau) yang cepat saat membaca berbagai macam tekanan tiap kedalamannya,

serta ada pula katup untuk mengontrol aliran gas dan system ventilasi.

Gambar 5. Control Unit

Pneumatic-Electrical Cable

Kabel listrik menyediakan pneumatic dan listrik secara continue diantara unit

control dan pisau dilatometer. Kabel ini terdiri dari kawat stainless yang tertutup

oleh nilon tabung dengan konektor logam khusus di kedua ujungnya. Jenis kabel

yang biasa digunakan ada dua tipe yaitu kabel non-diperpanjang (Non-extandable

cable) dan kabel diperpanjang (Extandable cable).

Gambar 6.Tipe dari Pneumatic-electrical cables

6 | P a g e

Gas Pressure Source

Pressure source dilengkapi dengan pengatur tekanan, katup dan tabung pneumatic

untuk menghubungkan ke unit control. Pengatur tekanan (cocok untuk tipe gas)

harus dapat memasok output setidaknya 7-8 MPa.

Electrical Ground Cable

Kabel di bawah (Ground Cable) memberikan kekontinuean penyaluran listrik

antara batang pendorong (push rods) dan unit control. Listrik tersebut dikembalikan

ke unit control sederhana oleh kabel pneumatic listrik untuk pengaturan on/off

listrik tersebut.

Detail Kerja Alat Dilatometer Test

Gambar 7. Susunan dan Prosedur Alat Uji Dilatometer

7 | P a g e

Gambar 8. Alat Uji Dilatometer

Pengujian aini terdiria dari penyisipan penjajal (probe) dilalometer dari Gambar 8 sampai

kedalaman yang diminati z dengan cara mendorong atau memukul. Peralatan dorong CPT

dapat dipakai untuk menyisipkan alat ini dank e dalam tanah dimana N SPT lebih besar

dari 35 sampai 40 alat tersebut dapat didorong atau dipukul dari dasar lubang bor yang

sudah dibuat sebelumnya dengan memakai peralatan bor dan pengujian SPT.

Pembuatan DMT pada titik yang dimintai memakai langkah-langkah sebagai berikut:

1. Lakukan pembacaan tekanan pada membrane dalam dilatometer tepat rata dengan

pelat (dinamakan pada tempat “angkat-lepas” (liff-off) dan buatlah koreksi nol yang

tepat dan namakanlah tekanan ini p0. Operator mendapat isyarat pada waktu angkat-

lepas.

2. Naikkanlah tekanan penjajal sampai membrane memuai Δd = 1,1 mm ke dalam

tanah yang berbatasan dan koreksilah tekanan ini sebagai p1. Operator mendapat

isyarat lagi sehingga pembacaan tekanan dapat dilakukan.

3. Kurangi tekanan dan lakukan pembacaan seperti pada p1. Operator menerima

isyarat lagi sehingga pembacaan tekanan dapat dilakukan.

Penjajal (Probe) itu kemudian didorong ke posisi kedalaman berikutnya yang terletak 150

sampai 200 mm (atau lebih) lebih kebawah dan lakukanlah seperangkat pembacaan lagi.

Satu daur dapat memakan waktu sekitar 2 menit, sehingga suatu kedalaman 10 m dapat

dijajal dalam sekitar 30 menit termasuk waktu persiapannya.

8 | P a g e

Hasil Uji Flat Dilalometer

Gambar 9. Hasil Uji Dilatometer pada tanah lempung di Bangkok (Shibuya dan Hanh,

2001)

Interpretasi dan Data Reduksi

Kegunaan utama dari hasil uji DMT adalah menginterpretasikannya sehubungan

dengan parameter tanah pada umumnya. Dalam banyak hal parameter yang

diestimasikan dengan data DMT dipakai dalam rekayasa dengan metode desain

yang

biasa dilakukan. Dengan cara ini para ahli (engineer) dapat membandingkan dan

memeriksa parameter yang diperoleh tersebut dengan uji yang lain, kemudian

memilih profil desain yang cocok untuk digunakan dalam metode desain yang biasa

dilakukan.

Formula dasar dari reduksi data DMT dan beberapa persamaan korelasinya (Tabel

1), merupakan formula dasar reduksi data DMT. Pembacaan tekanan di lapangan

9 | P a g e

A dan B dikoreksi terhadap kekakuan membran dan gage zero offset untuk

menentukan nilai tekanan po dan p1 dengan menggunakan persamaan:

𝑝0 = 1,05 (𝐴 − 𝑍𝑀 + ∆𝐴) − 0,05(𝐵 − 𝑍𝑀 + ∆𝐵) …(1)

𝑝1 = 𝐵 − 𝑍𝑀 − ∆𝐵 …(2)

Dengan :

∆𝐴 = Koreksi yang ditentukan dengan kalibrasi membrane

∆𝐵 = Koreksi yang ditentukan dengan kalibrasi membrane

𝑍𝑀 = Gage zero offset (bacaan gage saat dilepas pada tekanan atmosfir)

Selanjutnya nilai tekanan terkoreksi po dan p1 digunakan sebagai pengganti nilai A

dan B dalam interpretasinya. Nilai interpretasi dibuat dengan pertama-tama

menyusun identifikasi 3 (tiga) parameter DMT perantara (intermediate) (3 indices

of DMT parameters) yaitu, material index Id, horizontal stress index Kd,

dilatometer modulus Ed.

Kemudian menghubungkan ketiga parameter perantara ini pada parameter tanah

yang biasa (umum), jadi tidak secara langsung dari nilai po dan p1. Parameter akhir

hasil interpretasi merupakan parameter tanah yang umum dihasilkan dari besaran

parameter perantara Id, Kd, Ed dengan menggunakan persamaan korelasi yang

diperlihatkan di dalam Tabel 1 (atau melalui korelasi lain yang dibuat).

Parameter-parameter Indeks Dilatometer

1. Indeks material (Id)

Indeks material dihitung dengan persamaan:

𝐼𝑑 =𝑝1−𝑝0

𝑝0−𝑢0 …(3)

Dimana:

𝑢0 = Tekanan air pori in-situ pada saat pisau DMT belum ditusukkan.

𝑝1 = Tekanan yang dibutuhkan untuk membrane mengembang 1,1 mm.

𝑝0 = Tekanan yang dibutujkan untuk membrane pada posisi nol.

Definisi Id diperoleh dan ditetapkan melalui pengamatan bahwa profil po dan

p1 secara sistematik serupa dan berdekatan satu sama lain untuk tanah lempung

dan berjarak atau menjauh untuk tanah pasir, atau dengan kata lain perbedaan

10 | P a g e

antara p1 dan po adalah kecil untuk tanah lempung dan besar untuk tanah pasir.

Menurut Marchetti (1980) jenis tanah dapat diidentifikasi sebagai berikut :

Lempung : 0,1 < Id < 0,6

Lanau : 0,6 < Id < 0,8

Pasir : 1,8 < Id < (10)

2. Indeks tekanan horizontal (Kd)

Indeks tekanan horizontal (horizontal stress index) didefinisikan pada

persamaan berikut:

𝐾𝑑 =𝑝0−𝑢0

𝜎′𝑣𝑜 …(4)

Dimana 𝜎′𝑣𝑜 adalah tegangan overburden efektif. Besaran Kd merupakan dasar

dari beberapa korelasi parameter tanah, dan nilai Kd adalah hasil kunci yang

terpenting dari pengujian dilatometer (DMT). Indeks tekanan horisontal Kd

dapat dinyatakan sebagai besaran Ko akibat penetrasi DMT. Dalam tanah

lempung terkonsolidasi normal (normally consolidated) yang tidak

dipengaruhi oleh umur, struktur dan sementasi, nilai Kd mendekati 2 (Kd,nc≈2).

3. Modulus Dilatometer (Ed)

Modulus dilatometer (Dilatometer Modulus) Ed diperoleh dari nilai po dan p1

berdasarkan teori elastisitas, dengan konfigurasi diameter membran 60 mm dan

pergerakan / perubahan (displacement) sebesar 1,1 mm. Nilai modulus

dilatometer dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

𝐸𝑑 = 34,70 (𝑝1 − 𝑝0) …(5)

Besaran Ed pada umumnya tidak digunakan sebagaimana adanya, khususnya

karena terdapat kehilangan informasi dalam stress history, oleh karenanya nilai

Ed harus digunakan dengan kombinasi Kd dan Id.

11 | P a g e

Tabel 1. Formula Dasar dari Reduksi Data DMT

12 | P a g e

Tabel 2. Parameter, simbol dan variabel dalam tabel 1

Penurunan dari Parameter Geoteknik

1. Stress History/State Paramater

Unit Weight γ dan klasifikasi tanah

Dengan memplotkan Indeks tekanan horizontal (Id) dengan Modulus

Dilatometer (Ed) pada Gambar 10 dapat ditemukan jenis tanah dan unit

weight serta keadaan atau konsistensinya.

13 | P a g e

Gambar 10. Grafik untuk menentukan jenis tanah dan unit weight

(Geotechnical Testing Journal, ASTM, Vol. 9, No. 2, pp. 93-101, Fig. 2.

Copyright ASTM INTERNATIONAL.)

Rasio Konsolidasi Berlebih/Overconsolidation ratio (OCR)

OCR pada tanah lempung

Penentuan OCR dipengaruhi oleh indeks tekanan horizontal, dengan

persamaan sebagai berikut

𝑂𝐶𝑅𝐷𝑀𝑇 = (0,5𝐾𝐷)1.56 …(6)

Persamaan (6) dibuat berdasarkan koresponden Kd = 2 untuk OCR=1

(KD,NC>2). Koresponden ini bias dipastikan dengan banyaknya NC (tidak

ada sementasi, penuaan serta struktur) pada tanah liat. Persamaan dari profil

14 | P a g e

KD ke OCR telah dikonfirmasi oleh banyaknya perbandingan.

(Jamiolkowski,dll.1988)

Gambar 11. Korelasi Kd-OCR untuk tanah kohesif dibeberapa tempat yang

bervariasi(Kamei dan Iwasaki 1995)

OCR pada tanah pasir

OCR pada tanah berpasir menggunakan rasio MDMT/qc. Variasi tipe tanah

berpasir juga mempengaruhi nilai OCR. Untuk tanah NC, MDMT/qc =-10 in

dan untuk tanah OC, MDMT/qc = 12-24 in.

Koefisien Tekanan Tanal Lateral at rest (K0)

Ko pada tanah lempung

Indeks tekanan horizontal, Kd

berkaitan dengan Ko. Penentuan

Ko tersebut adalah perkiraan

karena bilah penjajal yang

mempunyai ketebalan pasti telah

disisipkan kedalam tanah. Gambar

12 adalah bagan yang dapat

digunakan untuk memperkirakan

nilai Ko dari Kd.

Jika menggunakan persamaan

Marchetti nilai Ko adalah sebagai

berikut

𝐾0 = (𝐾𝑑/1.5)0,47 − 0,6 …(7)

Gambar 12. Korelasi antara Kd dan Ko

15 | P a g e

Ko pada tanah pasir

Nilai Ko untuk tanah berpasir berhubungan dengan nilai Kd, qc, dan σ’v0

𝐾0 = 0,376 + 0,095𝐾𝑑 − 0,0017 𝑞𝑐/𝜎′𝑣0 …(8)

𝐾0 = 0,376 + 0,095𝐾𝑑 − 0,0046 𝑞𝑐/𝜎′𝑣0 …(9)

Persamaan (8) digunakan untuk data CC yang diperoleh dari pasir buatan.

Sedangkan, persamaan (9) yang berasal dari modifikasi koef terakhir

digunakan untuk memprediksikan nilai KO dari pasir sungai alami.

2. Paramater Kekuatan

Undrained Shear Strength, Cu

Persamaan yang digunakan untuk menghitung cu dari DMT menurut

Marchetti 1980 seperti berikut

𝐶𝑢 = 0,22𝜎′𝑣0(0,5 𝐾𝑑)1,25 …(10)

Sudut geser dalam/Frixtion Angle 𝜙

Dalam mencari sudut geser dalam dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan

persamaan Marchetti maupun grafik qc-Ko-𝜙 oleh Durgonogln dan Mitchell

teori.

∅𝑠𝑎𝑓𝑒,𝐷𝑀𝑇 = 28𝑜 + 14,60𝑙𝑜𝑔𝐾𝐷 − 2,10(log 𝐾𝑑)2 …(11)

Gambar 13. Grafik qc-Ko-𝜙-grafik ekuivalen dari Durgonogln dan

Mitchell teori.(Marchetti 1985)

16 | P a g e

3. Parameter Deformasi

Constrain Modulus M

Modulus M yang ditentukan dari data DMT adalah modulus tangen vertika

teralirkan tidak terbatasi (one-dimensional) pada tegangan 𝜎′𝑣0 dan

merupakan besaran yang sama dari hasil uji oedometer yang biasa ditetapkan

sebagai 𝐸𝑜𝑒𝑑 = 1/𝑚.

Modulus M diperoleh dengan Ed dikalikan factor koreksi Rm yang

persamaannya seperti berikut:

𝑀𝐷𝑀𝑇 = 𝑅𝑀𝐸𝐷

Catatan tentang pemberian faktor koreksi RM pada nilai Ed :

a. Ed diperoleh dari tanah yang terusakan oleh penusukan pisau DMT.

b. Pembebanan yang diberikan pada pengujian DMT adalah arah horisontal,

sedangkan nilai M adalah untuk kondisi pembebanan arah vertikal.

c. Pada penentuan nilai Ed terdapat kehilangan informasi tentang stress

history dan tegangan lateral yang direfleksikan oleh nilai Kd yang tidak

memperhitungkan pengaruh tersebut. Pentingnya stress history untuk

penilaian penurunan dengan realistis telah ditekankan oleh beberapa

peneliti (Leonard & Frost 1988, Massarsch, 1994).

d. Pada tanah lempung, nilai Ed diperoleh dari kondisi ekspansi undrained,

sementara M adalah besaran modulus dalam kondisi drained (Marchetti,

1997).

Modulus Elastisitas (E’)

Modulus elastisitas dari kerangka tanah berasal dari modulus MDMT yang

menggunakan persamaan teori elastisitas.

𝐸′ =(1 + 𝑣)(1 − 2𝑣)

(1 − 𝑣)𝑀

Dengan nilai poisson rasio, v=0,25-0,3 yang berarti E’≈0,8 MDMT

Modulus Geser (G0)

Nilai modulus geser dihitung dengan persamaan korelasi empiris dari Tanaka

& Tanaka (1998), yang merupakan fungsi dari indeks dilatometer modulus

dilatometer (Ed). Seperti halnya pada ketiga profil terdahulu yaitu profil kuat

geser (cu), profil constrained modulus (M) dan profil modulus elastisitas (E),

17 | P a g e

profil modulus geser (Go) juga mempunyai pola dan bentuk yang sama

dengan ketiganya. Mengingat persamaan korelasi empiris untuk modulus

geser (Go) hanya fungsi dari modulus dilatometer (Ed), maka kriteria kondisi

perbedaan dan persamaan pada kedalaman tertentu berlaku juga pada nilai

modulus geser (Go).

C. APLIKASI DALAM MASALAH KETEKNIKAN

Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan oleh Hadi U Moeno dalam menentukan

parameter geoteknik tanah residual tropis melalui pengujian dilatometer. Dari hasil

pengujian dengan Flat Dilatometer (DMT) pada penelitian ini, beberapa parameter

geoteknik dihitung melalui persamaan korelasi dari Marchetti seperti pada Tabel 1.

Selanjutnya membandingkan hasilnya dengan beberapa hasil pengujian laboratorium yang

dilakukan terhadap tanah yang diambil dari lokasi penelitian yang sama untuk kedalaman

yang sama, dimana pada lokasi yang sama dilakukan pekerjaan pemboran inti,

pengambilan contoh tanah asli, pengujian pressuremeter (PMT) dan pengujian dilatometer

(DMT), serta beberapa pengujian laboratorium.

Dari hasil pengujian didapatkan beberapa penurunan dari parameter antara lain

1. Klasifikasi Tanah

Hasil plotting nilai material indeks (Id) dan dilatometer modulus (Ed),

mengindikasikan

bahwa tanah residual pada lokasi penelitian adalah sebagai berikut

Jenis tanah : Clayey Silt - Silty Sand

Berat volume : γm = 1,70 t/m3 - γm = 1,95 t/m3

Plotting nilai Id dan Ed hasil uji DMT diperlihatkan pada Gambar 14

18 | P a g e

Gambar 13. Plotting hasil pengujian DMT lokasi Graha Permai dan Graha Kusuma,

Resor Dago Pakar pada Marchetti Chart (Moeno,2011)

2. Rasio konsolidasi berlebih (OCR)

Gambar 14. Profil OCR terhadap kedalaman

Terlihat bahwa bentuk dan nilai OCR dari kedua lokasi penelitian adalah mirip dan

sama, ini membuktikan sifat reproducibility dari pengujian DMT dan keseragaman

tanah residual di lokasi penelitian walaupun jarak antara lokasi Graha Permai dan

Graha Kusuma lebih dari 1 km. Pola OCR menyerupai profil Koefisien tekanan tanah

lateral at rest (Ko) Kd dimana pada kedalaman yang dangkal OCR bernilai besar, dan

menurun sesuai dengan bertambahnya kedalaman sampai dengan konstan.

19 | P a g e

Pola dan bentuk OCR tanah residual di lokasi penelitian ini mirip dengan pola dan

bentuk OCR untuk tanah sedimen pada umumnya, namun diperkirakan bukan karena

proses pembebanan yang mangakibatkan pola dan bentuk tersebut. Kemiripan ini lebih

karena proses pelapukan yang terjadi, dimana pada derajat pelapukan yang tinggi maka

nilai OCR akan tinggi (bagian atas dekat permukaan), dan pada derajat pelapukan yang

rendah nilai OCR akan rendah (bagian kedalaman yang lebih dalam)

3. Koefisien tekanan tanah lateral at rest (Ko)

Nilai Ko dihitung dengan persamaan korelasi empiris dari Marchetti (1980). Profil Ko

terhadap kedalaman hasil pengujian DMT diperlihatkan pada Gambar 15. Juga

dibuktikan tentang sifat pengujian DMT yang reproducible dan tanah residual yang

sama antara kedua lokasi penelitian (Graha Permai dan Graha Kusuma). Terlihat

bahwa bentuk dan pola profil Ko serupa dengan bentuk profil OCR, dengan bagian

atas. mempunyai nilai Ko yang besar dan berkurang nilainya terhadap kedalaman, dan

selanjutnya konstan sampai kedalaman pengujian. Profil di kedua lokasi sangat mirip

walaupun secara fisik dan visual tanah dari kedua lokasi berbeda warnanya, namun

keduanya adalah tanah residual, dengan konsistensi sedang sampai liat dengan derajat

pelapukan makin dalam makin kecil. Ini terlihat dari bentuk profil Ko dan OCR yang

konsisten bentuknya.

Gambar 15. Profil Ko terhadap kedalaman (D) dilokasi RDP, Graha Permai dan

Graha Kusuma

20 | P a g e

4. Kuat geser tak teralirkan (cu)

Dari dua lokasi pengujian yaitu lokasi Graha Permai dan lokasi Graha Kusuma,

hasilnya disajikan dalam bentuk profil pada Gambar 16. Terlihat pada Gambar 16.

tersebut bahwa secara umum kuat geser cu meningkat sampai dengan kedalaman

tertentu (1,50 m – 2,00 m); kemudian mengecil dan selanjutnya perubahan besaran cu

tidak terlalu besar dan cenderung tetap. Pada beberapa kedalaman terjadi perbedaan

nilai yang cukup besar antara kedua lokasi penelitian (kedalaman 0,20 m – 1,50 m dan

kedalaman 4,50 m – 5,00 m), dan ini disebabkan adanya perbedaan kandungan butiran

kasar dan tingkat sementasi pada lapisan lempung.

Gambar 16. Profil kuat geser tak teralirkan, Cu lokasi Graha Permai dan Graha

Kusuma, Resor Dago Pakar

5. Sudut geser dalam (𝜙safe)

Hasil dari sudut geser dalam (friction angle) pada penelitian ini dapat dilihat pada

Gambar 17. Terlihat bahwa nilai sudut geser dalam (jsafe) semakindalam

kedudukannya semakin kecil nilainya. Berdasarkan klasifikasi Marchetti, tanah di

daerah penelitian terdiri dari Clayey Silt – Silty Sand, dengan tanah yang diklasifikan

sebagai Silty Sand dijumpai pada kedalaman lebih dari 10.00 m. Oleh karena itu nilai

sudut geser dalam yang diperoleh kiranya tidak realistis untuk jenis tanah tersebut.

Namun demikian, nilai ini masih bisa diterima bila dihubungkan dengan sifat

sementasi terhadap tanah yang dijumpai, karena derajat sementasi terhadap tanah

cukup mempengaruhi kuat gesernya.

Nilai 𝜙safe dari persamaan Marchetti (1980, 1997) tidak dimaksudkan untuk

mendapatkan nilai estimasi 𝜙 yang benar, tetapi sebagai nilai batas bawah, sehingga

apabila tersedia data nilai j yang lebih tinggi daripada nilai yang diperoleh dari

persamaan Marchetti, maka nilai ini sebaiknya digunakan dalam praktek.

21 | P a g e

Gambar 17. Profil sudut

geser dalam tak teralurkan

(𝜙safe) lokasi Graha Permai

dan Graha Kusuma, Resor

Dago Pakar

6. Constrained Modulus (M)

Nilai constrained modulus berhubungan erat dengan parameter perubahan volume,

dihitung melalui persamaan dalam Tabel 1 (Marchetti, 1980) dan hasil perhitungan

ditampilkan pada Gambar 18.

Gambar 18. Profil Constrained Modulus (M) untuk lokasi Graha Permai dan Graha

Kusuma, Reso Dago Pakar

Terlihat pada Gambar 18 bahwa nilai M dari kedua lokasi penelitian menunjukkan

perbedaan yang besar pada kedalaman 0,20 m sampai 2,00 m dan pada kedalaman

antara 4,00 m sampai 5,00 m. Namun untuk kedalaman selanjutnya (> 2,00 m dan >

5,00 m) nilai M cenderung sama. Pola profil dengan kondisi ini persis sama dengan

pola dan kondisi untuk profil kuat geser tanah (cu), dan dengan alasan yang sama hal

22 | P a g e

ini mungkin terjadi yaitu perbedaan mengenai tingkat pelapukan dan sementasi dari

kedua lokasi penelitian.

Demikianlah ternyata tingkat pelapukan dan sementasi sangat mempengaruhi nilai

constrained modulus (M) dan juga kuat geser (cu).

7. Modulus Elastisitas (E)

Profil modulus elastisitas (E) pada Gambar 19 menunjukkan pola dan bentuk yang

sama dengan pola dan bentuk profil kuat geser (cu) dan profil constrained modulus

(M), karena semua mengandung fungsi indeks dilatometer yang sama yaitu parameter

modulus dilatometer (Ed). Constrained modulus (M) adalah fungsi dari Ed (Marchetti,

1980) Tabel 1. Sedangkan modulus elastisitas E dihitung dengan persamaan E = 0.8

M (Marchetti, 1997), sehingga dengan alasan dan kriteria yang sama maka pola dan

bentuk profil keduanya juga sama.

Gambar 19. Profil Modulus Elastisitas (E) di

lokasi Graha Permai dan Graha Kusuma, Resor

Dago Pakar

8. Modulus Geser (Go)

Nilai modulus geser dihitung dengan persamaan korelasi empiris dari Tanaka &

Tanaka (1998), yang merupakan fungsi dari indeks dilatometer modulus dilatometer

(Ed). Nilai modulus geser diperlihatkan pada Gambar 20.

23 | P a g e

Gambar 20. Profil Modulus Geser (Go)

di lokasi Graha Permai

D. KESIMPULAN

Flat Dilatometer merupakan sebuah alternative dari pengujian di lapangan. Pengujian Flat

Dilatometer ini sangat unggul dan bermanfaat karena hamper seluruh parameter tana yang

dominan dapat diprediksi dalam keadaan asli tanpa gangguan keasliannya, mengingat

penelitian dengan Flat Dilatometer sudah lebih dari 30 tahun dilakukan pada tanah

sedimen.

Keunggulan lain dari pengujian ini adalah menghemat waktu dan biaya, karena tidak

diperlukan lagi pekerjaan pemboran, pengambilan contoh tanah dan pengujian

laboratorium, untuk mendapatkan parameter geoteknik yang diperlukan.

Dari hasil pengujian Dilatometer (DMT) diperoleh banyak parameter geoteknik sepanjang

kedalaman pengujian melalui persamaan – persamaaan korelasi empiris yang dibuat oleh

Marchetti, di mana parameter geoteknik yang dapat diprediksi melalui data hasil uji DMT

antara lain klasifikasi tanah, Gs, γm, Ko, OCR, cu, 𝜙safe, M, E, dan Go.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Hadi U Moeno didapatkan perbedaan antara pengujian

DMT dengan pengujian lainnya. Karena pada dasarnya DMT sangat sensitive terhadap

ukiran tanah berbutir halus di lapangan. Maka dari itu disarankan untuk melakukan

penelitian komprehensif dengan alat Flat Dilatometer untuk tanah residual tropis, guna

melihat apakah persamaan – persamaan korelasi empiris dari Marchetti masih berlaku

untuk diterapkan pada Tanah Residual Tropis, terutama telaah tentang faktor disturbansi

pada pengujian laboratorium dan sementasi tanah pada pengujian DMT.

24 | P a g e

E. REFERENSI

Marchetti, S.1980. In situ Tests by Flat Dilatometer, Journal of the Geotechnical

Engineering Division, ASCE, Vol. 106, No. GT3, Proc. Paper 15290, March, pp.

299-321.

Marchetti, S. & Crapps, D.K.. 1981. Flat DilatometerManual. Internal Report of G.P.E.

Marchetti, S. 1997. The Flat Dilatometer: Design Application. Proc. Third International

Geotechnical Engineering Conference, Keynote lecture, Cairo University, Jan, 421-

448

Marchetti, S.1999. On the Calibration of the DMT Membrane. Internal Technical Note,

Draft 28 March

ASTM International, 2001, Standard Test Method for Performing the Flat Dilatometer

(DMT), ASTM D 6635-01, Annual Book of ASTM Standard Vol. 04.08, Vol. 04.09.

Moeno,Hadi U.2011. Penentuan Parameter Geoteknik Tanah Residual Tropis Melalui

Pengujian Dilatometer. Jurnal Teknik Sipil Vol. 18 No.1 April 2011

Das,Braja. 2011. Principles of Foundation Engineering, SI Seventh Edition. United State

Marchetti S., Monaco P., Totani G. & Calabrese M.. 2001. The Flat Dilatometer Test

(DMT) in soil investigations A Report by the ISSMGE Committee TC16. ISSMGE

Bowles, Joseph E. Analisis dan Desain Pondasi alih Bahasa Pantur Silahap. Erlangga