Diktat Perkuliahan Geo Wisata 2006 (Utuh)

53
DIKTAT PERKULIAHAN GEOGRAFI PARIWISATA Disusun Oleh: DRS. APIK BUDI SANTOSO, M.Si. JURUSAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2006

Transcript of Diktat Perkuliahan Geo Wisata 2006 (Utuh)

  • DIKTAT PERKULIAHAN

    GEOGRAFI PARIWISATA

    Disusun Oleh:

    DRS. APIK BUDI SANTOSO, M.Si.

    JURUSAN GEOGRAFI

    FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

    2006

  • ii

    PRAKATA

    Sektor pariwisata sebagai bagian dari kegiatan perekonomian telah menjadi

    andalan potensial dan prioritas pengembangan bagi sejimlah negara, terlbih bagi negara

    berkembang seperti Indonesia yang memiliki potensi wilayah yang luas dengan daya

    tarik wisata besar, baik karena banyaknya keindahan alam, aneka warisan sejarah budaya,

    dan kehidupan masyarakat yang unik. Meskipun banyak upaya telah dilaksanakan untuk

    pengembangan yang berkait dengan kepariwisataan, namun masih belum mencapai

    sasaran seperti yang diharapkan.

    Pentingnya analisis sumber dan dampak pengembangan (lingkungan, sosial,

    ekonomi) juga belum memperoleh perhatian yang cukup serius, meskipun sejumlah

    lembaga dan para pejabat perencana pengembangan telah menyadari perlunya analisis

    menegenai dampak lingkungan (AMDAL), sistem evaluasi mengenai dampak lingkungan

    (SEMDAL), maupun penyajian sistem sistem informasi mengenai potensi, kerawanan

    dan dampak lingkungan.

    Sebagaimana halnya kegiatan sosial dan ekonomi lainnya, persebaran kegiatan

    pengembangan pariwisata juga tidak merata di berbagai belahan dunia. Fenomena

    tersebut menjadi kajian yang menarik bagi ilmu geografi untuk dapat menganalisis secara

    terintegrasi dengan ilmu pendukung lainnya. Peranan geografi pariwisata dalam

    menganalisis ketidakmerataan kegiatan kepariwisataan di dunia sangat dominan untuk

    menemukan jawaban dari pertanyaan: what, how, why, where, who, when, kegiatan

    pariwisata yang dilakukan.

    Buku ajar ini dimaksudkan agar mahasiswa jurusan geografi yang menempuh

    mata kuliah Geografi Pariwisata ini mampu memahami konsep-konsep kepariwisataan,

    memahami aplikasi konsep geografi dalam bidang kepariwisataan, dan mampu berpikir

    kritis dalam memecahkan masalah-masalah lingkungan, ekonomi, dan sosial budaya

    yang ditimbulkan oleh kegiatan pariwisata pada skala lokal, regional, nasional, dan

    imternasional.

    Sejalan dengan perkembangan kegiatan pariwisata, maka ilmu geografi

    kepariwisataan juga terus mengalami perubahan dan perkembangan. Oleh karena itu

  • iii

    penyusun sangat mengharap kritik dan saran yang membangun dari para pembaca agar

    dapat menyempurnakan buku ini, terima kasih.

    Semarang, Maret 2006

    Penyusun

  • iv

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN JUDUL . i

    PRAKATA ii

    DAFTAR ISI ... iv

    BAB I PENDAHULUAN . 1 - 6

    BAB II PERKEMBANGAN, MACAM PARIWISATA, DAN

    PENGELOLAAN . 7 - 12

    BAB III ARUS WISATAWAN DAN KEBUTUHAN PERJALANAN

    WISATA ... ..... 13 - 18

    BAB IV PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN ... .. 19 - 25

    BAB V STRUKTUR DAN PROSES PENGEMBANGAN

    KEPARIWISATAAN ... 26 - 29

    BAB VI EVALUASI SUMBER DAN ANALISIS DAMPAK

    PENGEMBANGAN .. 30 - 34

  • v

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Waktu senggang, rekreasi dan pariwisata mempunyai kaitan erat. Meski dengan

    sebutan lain-lain, pada dasarnya rekreasi merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia

    dan telah dilakukan oleh berbagai warga masyarakat di dunia, baik yang masih hidup

    secara bersahaja, maupun dalam kehidupan masyarakat modern. Demikian pula

    perjalanan wisata untuk mendapatkan pengalaman hidup dan mengetahui lebih banyak

    tentang kehidupan, meski pariwisata baru berkembang nyata dalam abad 19 bertalian

    dengan perkembangan ilmu dan kehidupan perkotaan yang disertai dengan hadirnya

    industri. Rekreasi dan pariwisata/perjalanan wisata sama-sama dilakukan manusia

    terutama dalam waktu senggangnya. Namun kebutuhan akan rekreasi dan pariwisata

    terasa lebih besar pada masyarakat kota yang kehidupan sehari-harinya demikian sibuk

    dan padat serta waktu senggangnya lebih terbatas.

    Waktu senggang (leisure atau leisure time) dapat diartikan sebagai waktu yang

    dapat dipakai seseorang diluar waktu untuk bekerja, tidur, makan, belajar dan kegiatan

    kehidupan sehari-hari dalam ruamah tangga. Mayer dan Brightbill (dalam Wing Haryono,

    1976: 23) membagi waktu yang dipakai manusia atas : (1) waktu untuk kegiatan yang

    mutlak diperlukan untuk bisa hidup secara biologis atau waktu eksistensi (makan, tidur,

    pemeliharaan badan dsb.); (2) waktu untuk mata pencaharian hidup sehari-hari atau

    waktu subsistence (bekerja, belajar untuk persiapan agar dapat bekerja, kegiatan

    kemasyarakatan); (3) waktu senggang atau leisure (untuk bermain, rekreasi, bersantai).

    Rekreasi pada umumnya dapat diartikan sebagai beraneka macam kegiatan yang

    dilakukan seseorang dalam waktu senggangnya. Aktivitas rekreasi akan memulihkan

    kembali kekuatan/kebugaran dan semangat seseorang. Salah satu definisi (Butler dalam

    Wing Haryono, 1976: 14-15) menyebutkan rekreasi sebagai setiap aktivitas yang secara

    sadar dilakukan dalam waktu senggang, yang memberi pengaruh bagi kondisi fisik,

    mental, atau daya kreatif, serta dilakukan karena keinginan sendiri, tidak karena paksaan

    dari pihak lain.

  • vi

    Rekreasi merupakan aktivitas perorangan, karena baginya dapat menimbulkan

    respon yang menyenangkan dan memberikan kepuasan. Dari beberapa definisi yang ada

    dapat ditarik ciri-ciri rekreasi sebagai berikut:

    1. Rekreasi adalah sesuatu yang dapat berupa aktivitas fisik, mental, maupun

    emosional.

    2. Aktivitas rekreasi tak mempunyai bentuk dan macam tertentu, asalkan saja

    dilakukan dalam waktu senggang dan memenuhi tujuan dan maksud rekreasi.

    3. Rekreasi dilakukan secara bebas dari segala bentuk dan macam paksaan.

    4. Rekreasi merupakan kegiatan universal dan telah merupakan bagian kehidupan

    manusia, tak hanya pada bangsa, golongan umur, jenis kelamin, tingkat peradaban

    atau kelas sosial tertentu, meski ada warga masyarakat karena hal tertentu belum

    mendapat kesempatan berekreasi.

    5. Rekreasi dilakukan secara sungguh-sungguh dan mempunyai maksud tertentu

    (mendapat kepuasan dan kesenangan).

    6. Rekreasi adalah fleksibel, tak dibatasi tempat (rekreasi indoor ataupun outdoor),

    dapat dilakukan perorangan atau berkelompok, dan tak dibatasi alat atau fasilitas

    tertentu.

    Pariwisata secara umum dapat diartikan sebagai perjalanan sementara

    seseorang/kelompok orang ke suatu tempat tujuan di luar tempat kerja atau tempat tinggal

    sehari-hari, kegiatan selama berada di tempat tujuan, serta fasilitas-fasilitas yang

    diadakan untuk memenuhi kebutuhan perjalanan dan aktivitas termaksud (Mathieson dan

    Wall dalam Boniface dan Cooper, hal. 2).

    Perjalanan wisata atau pariwisata merupakan bagian dari perjalanan (travel)

    dalam arti umum yang dapat meliputi perjalanan ke tempat kerja, untuk

    berbelanja/berdagang, untuk menghadiri konferensi, serta perjalanan migrasi

    (perpindahan) sementara ataupun tetap. Pariwisata juga merupakan bagian kegiatan

    rekreasi, tetapi dengan melibatkan jarak yang cukup jauh dari tempat tinggal hingga perlu

    menginap, sedang tujuannya dapat lebih luas dengan mencakup menikmati dan

    memperkaya kehidupan lewat penambahan pengetahuan tentang tempat lain yang

  • vii

    mengandung warisan budaya/sejarah, pemandangan alam yang indah/lain, mengenal adat

    kehidupan masyarakat/bangsa lain dsb.

    Hubungan waktu senggang, rekreasi, dan pariwisata dapat terlihat pada bagan

    yang tampak pada Gambar 1.

    Kepariwisataan dalam arti luas (termasuk fasilitas transportasi, penginapan dan

    fasilitas lain yang diperlukan) ataupun dalam arti lebih terbatas (perjalanan wisata orang-

    orang) dapat menjadi obyek kajian berbagai disiplin ilmu. Ekonomi mengkajinya dari

    segi potensi, pemasaran, manajemen, maupun sumbangannya bagi pendapatan

    daerah/negara. Psikologi dan ilmu keolahragaan mengkajinya dari sisi motivasi serta

    dampak positif/negatif bagi aspek mental dan fisik individu yang melakukannya. Sejarah

    mencoba mengungkap aspek-aspek kesejarahan ataupun perkembangannya di waktu

    lampau hingga kini serta menggali nilai-nilai kesejarahan dan kegunaannya bagi

    pembangunan bangsa.

    Pada dasarnya gejala pariwisata menyangkut tiga unsur pokok : manusia yang

    melakukan perjalanan/kegiatan pariwisata, tempat (unsur fisik yang sebenarnya tercakup

    dalam kegiatan pariwisata), waktu (unsur tempo yang dihabiskan dalam perjalanan

    maupun keberadaan di tempat wisata).

    WAKTU SENGGANG WAKTU KERJA

    Waktu senggang : Waktu lebih yang didapat seseorang setelah waktu-waktu untuk kerja, tidur dan kebutuhan lain terpenuhi

    Rekreasi : Aktivitas diadakan untuk mengisi waktu senggang

    Kontinum aktivitas rekreasi

    Gambar 1.

    Hubungan

    waktu senggang,

    rekreasi dan

    pariwisata

    (Boniface dan Cooper, h. 2)

    Rekreasi di rumah

    Baca-baca, berkebun, nonton TV,

    sosialisasi

    Waktu senggang

    harian Nonton film,makan di luar, nonton/main olah

    raga, hadiri pertemuan

    sosial

    Perjalanan tak

    menginap Kunjungi pertunjukan/

    peristiwa penting

    atau menarik, piknik

    Pariwisata

    Perpindahan sementara ke tempat tujuan di luar

    tempat tinggal,

    kegiatannya, fasilitasnya

    Rentang geografis

    Rumah Lokal Regional Nasional Internasional

    Perjalanan

    usaha/bisnis

  • viii

    Geografi mempelajari aneka macam gejala di muka bumi dari sudut pandang

    kelingkungan, kewilayahan atau keruangan. Karena itu lingkup kajian geografi pariwisata

    atau kajian geografi tentang kepariwisataan menyangkut tinjauan dari salah satu sudut

    pandang tersebut atau kombinasinya, sekalipun tinjauan keruangan merupakan kajian

    pokok utamanya. Geografi yang menggunakan pendekatan analisis keruangan dapat

    menjelaskan lokasi sebaran (distribusi) karena antara lokasi dan sebaran dapat memberi

    informasi kondisi keruangan. Dalam geografi pariwisata geografiwan mengkaji aspek

    keruangan pariwisata sebagai aktivitas manusia dengan fokus utama pada tiga komponen

    utama: tempat/daerah asal wisatawan, tempat/daerah tujuan wisata, serta perhubungan

    (links) antara keduanya. (Boniface dan Cooper, hal 3). Masing-masing komponen

    menjadi sasaran kajian khusus secara mendalam dalam kaitan dengan kahian geografi

    pariwisata.

    Secara skema, sistem kepariwisataan yang menjadi kajian geografi dapat

    digambarkan dalam bagan pada Gambar 2 berikut.

    keberangkatan R u t e DAERAH ASAL datang dan TUJUAN

    WISATAWAN t r a n s i t tinggal WISATA

    kedatangan

    Lingkungan luas fisikal, budaya, sosial,

    politik, teknologi

    Keterangan: bidang yang dititik-titik = penting untuk industri wisata

    Gambar 2. Daerah asal wisatawan, rute, transit dan tujuan wisata.

    (Boniface dan Cooper, h. 3)

  • ix

    Daerah asal wisatawan merupakan tempat asal dan kembalinya wisatawan.

    Beberapa isu kunci yang memerlukan kajian antara lain: keadaan yang mendorong orang

    melakukan perjalanan wisata, mencakup misalnya: keadaan lokasi geografi, keadaan

    sosial ekonomi, karakteristik demografi, maupun adat kebiasaan mereka. Karena itu

    dalam pengembangan manajemen wisata (di daerah tujuan wisata maupun pada rute

    transit) orang perlu mempelajari seluk beluk keadaan yang bertalian dengan daerah asal

    wisatawan.

    Daerah tujuan wisata merupakan tempat atau daerah yang menarik wisatawan

    untuk tinggal sementara dan menikmati segala sesuatu yang tak dapat diperoleh di tempat

    asalnya ataupun di tempat-tempat lain. Daya tarik dapat berupa keadaan alam (keindahan,

    keunikan), aspek kesejarahan, budaya, atau keunikan kehidupan masyarakat/komunitas

    tertentu. Juga peristiwa penting dan unik (pemakaman di Tanah Toraja, pembakaran

    mayat di Bali dll.) atau bahkan tarian dan makanan khas dapat pula menjadikan daya

    tarik wisatawan. Bertalian dengan itu, industri yang dapat dikembangkan dapat meliputi:

    akomodasi, fungsi pelayanan dan penjualan, penyediaan hiburan dan rekreasi.

    Rute dan transit merupakan lokasi wilayah transportasi antara daerah asal

    wisatawan dengan daerah tujuan wisata, termasuk kemungkinan tempat transit/

    persinggahan, fasilitas angkutan, penginapan, serta fasilitas pelayanan.

    Pada dasarnya arus wisatawan dipengaruhi oleh faktor pendorong (push factor)

    yang ada di tempat asal, daya tarik (pull factors) di tempat tujuan, maupun kemudahan,

    rintangan, serta daya tarik perjalanan antara kedua daerah (tempat asal dan daerah tujuan

    wisata). Karena itu berbagai rumus atau model dikembangkan untuk mengkaji berbagai

    hal yang bertalian dengan faktor-faktor tersebtu, temasuk a.l.: rumus interaksi/model

    gravitasi, indeks fungsi wisatawan, frekuensi perjalanan, indikator sosial ekonomi dan

    sebagainya.

    Dari skema tentang daerah asal dan tujuan wisata serta rute dan transit dapat

    diketahui bahwa pariwisata/perjalanan (dari satu tempat menuju ke tempat lain) dapat

    dipengaruhi oleh faktor-faktor: jarak, kebutuhan, kemampuan, fasilitas, keamanan.

    Selanjutnya bila dikaitkan dengan teori mobilitas dari Everett Lee dapat digambarkan

    pada gambar 3.

  • x

    Rute dan transit pada dasarnya sama dengan penghalang/ruang antara,

    bagaimanapun juga seseorang yang akan melakukan perjalanan/wisata

    mempertimbangkan jarak (km dan lama perjalanan), serta keamanan dalam perjalanan.

    Untuk itulah rute transit ini perlu diperhatikan dalam industri wisata.

    - 0 - + 0 - - + 0 -

    + - 0 + - penghalang antara + 0 - +

    + - 0 - - + 0 +

    - 0 + 0 - +

    0 - 0 + 0 - +

    tempat / daerah faktor pribadi tempat / daerah

    asal tujuan

    Gambar 3. Faktor daerah asal, daerah tujuan dan penghalang antara migrasi.

    (Everett S. Lee, 1984, h. 5)

    SOAL-SOAL LATIHAN BAB I

    1. Berikan penjelasan beberapa pengertian dasar di bawah ini: a. Waktu senggang b. Rekreasi c. Daerah asal wisatawan, daerah tujuan wisata d. Pull factors dan push factors dalam kepariwisataan e. Pariwisata

    2. Berikan alasan anda mengapa manusia jaman sekarang membutuhkan rekreasi dalam mengisi waktu senggangnya.

    3. Apa perbedaan yang mendasar antara pengertian waktu senggang, rekreasi, dan pariwisata.

    4. Bagaimana peranan ilmu geografi dalam menunjang kepariwisataan, jelaskan.

    5. Konsep-konsep esensial geografi memberikan kontribusi dalam mengkaji kepariwisataan, sebutkan dan berikan penjelasan secukupnya.

  • xi

    BAB II

    PERKEMBANGAN, MACAM PARIWISATA

    DAN PENGELOLAAN

    Di negara-negara berkembang yang belum mencapai fase industrialisasi

    pariwisata sekarang juga berkembang sebagai akibat: adanya tempat-tempat/ keadaan

    /peristiwa yang dapat menarik kedatangan wisatawan (Bali, Tanah Toraja), makin

    banyaknya orang dari berbagai kebangsaan yang datang untuk aneka macam keperluan,

    kemajuan teknologi transportasi, serta kebutuhan peningkatan pendapatan untuk

    menunjang usaha pembangunan.

    Industri pariwisata di Thailand telah memberi sumbangan sangat besar dalam

    perolehan pendapatan negara itu. Hal yang demikian disebabkan bukan saja karena

    adanya peninggalan kesejarahan dan budaya khas, ataupun adanya alam pantai yang

    indah; tetapi (terutama) juga karena wilayah Thailand telah berfungsi sebagai salah satu

    pusat rekreasi personel pasukan Amerika semasa berkecamuknya perang Vietnam.

    Singapura yang wilayah negaranya kecil dan keadaan lingkungan alamnya biasa-biasa

    saja telah berhasil menarik wisatawan Eropa dan Asia untuk singgah dan menikmati

    keadaan di negeri pulau itu karena lokasinya pada rute transit serta kemampuan untuk

    mengembangkannya sebagai daerah tujuan wisata.

    Secara umum obyek dan daya tarik wisata dapat digolongkan pada garis besarnya

    atas obyek wisata alam, budaya dan buatan manusia (Gambar 4). Pariwisata dapat

    digolong-golongkan berdasar berbagai hal seperti umur dan jenis kelamin wisatawan,

    lingkup ruang geografisnya, perjalanan perorangan atau berkelompok, jenis angkutan

    yang dipakai, keadaan obyek wisatanya dan sebagainya.

    Dalam kaitan dengan kebutuhan manajemen dan pelayanan wisatawan,

    penggolongan dapat diadakan berdasarkan: (1) lama tinggal wisatawan atau jarak

    perjalanan, yang dapat mencakup waktu dari hanya beberapa hari hingga beberapa

    minggu lamanya, dan dapat mencakup jarak perjalanan beberapa ratus kilometer hingga

    beberapa ribu kilometer; (2) tipe angkutan yang diperlukan: darat, laut (perairan), udara,

    atau kombinasinya; (3) jumlah wisatawan, apakah secara perorangan, dalam kelompok

  • xii

    kecil, ataukah dalam rombongan agak besar ; (4) biaya yang ditawarkan, apakah dengan

    tarif lux, tarif menengah, atau dengan tarif jelata/ekonomi.

    Dataran

    Daratan / dirgantara Pegunungan

    Gunung/vulkan

    Gua

    Alam Terbang layang

    Laut Pantai

    Perairan Lautan

    Darat Darat Danau

    Telaga

    Sungai

    Mata air

    Peninggalan sejarah

    Budaya Kehidupan masyarakat/adat istiadat

    Kesenian

    Buatan Manusia Kawasan baru

    Minat khusus

    Gambar 4. Ikhtisar obyek dan daya tarik wisata.

    Penggolongan ini sangat erat kaitannya dengan cara penanganan dan pemanduan

    para wisatawan, penyediaan sarana angkutan, maupun fasilitas penginapan dan logistik

    (penyediaan makanan), baik bagi mereka yang menginap di hotel berbintang, hotel

    melati, ataupun yang menumpang pada rumah tinggal penduduk (homestay ?). Demikian

    pula dalam hubungan dengan pelayanan hiburan dan rekreasi yang tentu berlainan pula

    tuntutannya.

    Berdasar lingkup geografisnya, pariwisata dapat dibedakan antara yang sifatnya

    pariwisata domestik, pariwisata regional (yang mencakup tempat-tempat di beberapa

    negara yang berdekatan dan membentuk kawasan pariwisata tersendiri seperti Eropa

    Barat, Timur Tengah), serta pariwisata internasional, yang meliputi gerak wisatawan dari

    satu negara ke negara lain di dunia. Dari sisi pandang terhadap orang yang melakukan

    perjalanan wisata dapat juga dibedakan antara wisatawan domestik (wisatawan

    nusantara) dan wisatawan manca negara (yang datang dari negara lain).

    Obyek &

    daya tarik

    wisata

  • xiii

    Jenis penggolongan pariwisata lain yang cukup menarik ialah yang dikaitkan

    dengan maksud kunjungan. Ini penting artinya bagi pengembangan pemasarannya. Dari

    penggolongan ini yang paling banyak mendapat perhatian adalah jenis pariwisata masa

    liburan (holiday tourism). Pada masa-masa liburan panjang (musim panas) kepadatan

    angkutan perjalanan mencapai puncaknya. Bagi warga masyarakat negara maju

    perjalanan wisata musim panas mungkin sudah dirancang/dipersiapkan sejak lama

    sebelumnya (termasuk persiapan dana lewat menabung atau menyisihkan pendapatan

    bulanan yang diperolehnya). Bagi Indonesia masa liburan sekolah juga merupakan waktu

    kegiatan puncak bagi banyak usaha jasa angkutan, karena meski waktu perjalanan tak

    terlalu panjang dan dari segi tarif juga masuk golongan murah, tetapi jumlah orang/siswa

    yang melakukan perjalanan (darmawisata, study tour dsb.) sangat besar.

    Bagi masyarakat Barat (kulit putih) yang hidup di lingkungan dengan 4 musim,

    daerah wisata yang menyajikan sun, sea, and sand dapat merupakan daerah industri

    wisata pantai yang sangat potensial. Misal pantai Riviera di selatan Perancis, pantai

    Pataya di Thailand, pantai Kuta di Bali, pantai Gold Coast di selatan Brisbane

    (Queensland, Australia). Pentingnya tempat-tempat tersebut terlihat dengan

    berkembangnya jasa pelayanan bank dan bentuk pelayanan umum lain-lain. Mengingat

    keadaan cuaca dan perairan lautnya, pantai Gold Coast sampai mendapat julukan sebagai

    surfing paradise (tempat berselancar paling mengagumkan).

    Pariwisata liburan tentunya tidak hanya terkait dengan sun, sea, and sand yang

    terkait dengan keadaan cuaca dan aneka kegiatan di pantai, tetapi meliputi juga

    perjalanan sight seeing untuk menikmati keindahan pemandangan alam maupun

    tempat-tempat dengan budaya atau gaya kehidupan khas yang juga menjadikan daya tarik

    bagi perjalanan wisata.

    Golongan wisata lain berdasarkan maksud perjalanan ada yang mendapatkan

    sebutan common interest tourism atau wisata dengan dorongan minat bersama. Ini dapat

    meliputi perjalanan kunjungan kerabat/kenalan lama (misal orang Belanda ke Jawa untuk

    bernostalgia di tempat-tempat yang pernah didiami dan bertemu dengan kenalan lama,

    yang perjalanannya diberi nama Midden Java Reunie), perjalanan ziarah ke Tanah Suci

    (Timur Tengah, Roma, Perancis Selatan), perjalanan bersama untuk pemulihan kesehatan

  • xiv

    (ke tempat berhawa sejuk atau panas), atau juga perjalanan yang terkait dengan

    pendidikan dan keilmuan (konferensi keilmuan) yang lazimnya dilengkapai juga dengan

    kegiatan wisata (baik pada pertengahan waktu konferensi atau pada akhir konferensi, baik

    yang hanya memakan waktu - 1 hari maupun yang makan waktu beberapa hari).

    Wisata bisnis juga mendapat perhatian dari kalangan penyelenggara

    perjalanan/industri wisata. Karena sungguhpun frekuensi dan pesertanya tidak terlalu

    banyak, tetapi wisatawan terdiri terutama atas orang-orang yang menduduki jabatan

    eksekutif pada perusahaan dengan potensi pengeluaran uang yang cukup tinggi.

    Pariwisata olah raga atau petualangan masih termasuk golongan berdasar maksud

    perjalanan. Perjalanan wisata golongan ini dapat sangat bervariasi dari pendakian

    gunung, penjelajahan gua-gua alami, olah raga arus jeram, menyelam di laut, berburu,

    hingga olah raga kedirgantaraan. Meski tidak mutlak hanya orang muda yang menjalani

    kelompok perjalanan ini, pariwisata olah raga dan petualangan menjadi kegemaran utama

    kaum muda atau para remaja.

    Di samping pengelompokan seperti di atas, orang juga mengadakan

    penglompokan perjalanan wisata berdasarkan golongan umur (remaja dan dewasa) serta

    jenis kelamin (laki-laki/perempuan). Ada daerah atau obyek wisata yang lebih menarik

    bagi golongan remaja, sementara yang lain lebih menarik bagi orang-orang dewasa.

    Contohnya ? Sebaliknya banyak daerah wisata (termasuk jenis hiburan dan rekreasinya)

    yang mungkin lebih menarik (atau sengaja dikembangkan) bagi golongan jenis kelamin

    tertentu. Namun ada banyak daerah wisata lain yang menarik dan dikembangkan bagi

    semua golongan umur dan jenis kelamin wisatawan.

    Berdasar keadaan karakteristik daerah wisata, secara umum dapat dibedakan

    antara golongan pariwisata alam dan pariwisata budaya. Walaupun dalam kenyataannya

    suatu daerah wisata menyajikan kondisi-kondisi khas yang menyangkut keadaan alam

    maupun kehidupan/budaya penduduknya. Dalam jenis wisata alam tertentu ada kalanya

    tercakup juga keadaan dunia hewan dan tumbuhan maupun juga suku bangsa/penduduk

    yang kehidupannya masih demikian menyatu dengan keadaan alamnya. Misal: perjalanan

    menyelusuri sungai-sungai di pedalaman pulau Kalimantan, perjalanan ke daerah

  • xv

    pedalaman Irian Jaya (termasuk antara lain melihat/mengetahui kehidupan masyarakat

    suku Asmat dengan seni ukirnya yang khas).

    Daerah cagar alam, suaka margasatwa, ataupun taman nasional merupakan

    daerah-daerah wisata alam yang dikembangkan di berbagai wilayah negara di dunia.

    Kawasan-kawasan tersebut merupakan kawasan konservasi (pelestarian) keadaan

    lingkungan alam dan memiliki keunikan maupun nilai pengetahuan/keilmuan, baik yang

    berkaitan dengan keadaan struktur geologi/geomorfologi (baik di daratan atau perairan

    laut), flora dan fauna yang harus dilindungi, serta keadaan khas yang tidak ada duanya di

    dunia.

    Wanawisata merupakan salah satu jenis wisata alam yang memusatkan perhatian

    wisatawan pada keadaan lingkungan hutan, baik yang berupa hutan lindung, hutan wisata

    yang dikembangkan secara khusus (termasuk dilengkapi dengan fasilitas berkemah atau

    penginapan), ataupun hutan-hutan khas dengan keadaan ekologi yang bercorak khusus.

    Wanawisata dapat pula berkaitan dengan bentuk wisata olah raga seperti perburuan,

    pendakian, dsb. Di samping itu di daerah wanawisata mungkin juga terdapat situs

    peninggalan kesejarahan yang dapat menjadi tambahan daya tarik bagi wisatawan.

    Contohnya ?

    Berdasarkan jenis kawasannya, wisata alam Indonesia dibedakan antara yang

    berada di daerah konservasi dan yang ada di luar kawasan konservasi. Wujud wisata alam

    yang terdapat dalam kawasan konservasi merupakan kawasan hutan atau kawasan

    pelestarian alam yang pengelolaan dan pengawasannya ada dalam wewenang Direktorat

    Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam dan meliputi: taman nasional, taman

    buru, taman laut, taman hutan raya.

    Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang terdiri atas zona-zona inti

    dan zona-zona lainnya yang dimanfaatkan untuk tujuan pariwisata, rekreasi, dan

    pendidikan. Zona inti adalah zona yang dikhususkan bagi perlindungan dan pengawetan

    alam serta penelitian untuk pengelolaan Taman Nasional itu sendiri maupun untuk

    kegiatan rekreasi yang optimal. Taman Wisata merupakan hutan wisata yang memiliki

    keindahan baik tumbuhan maupun satwanya. Kawasan hutan ini mempunyai corak khas

    untuk dimanfaatkan bagi kepentingan rekreasi dan kebudayaan. Taman Buru adalah

  • xvi

    hutan wisata yang di dalamnya terdapat satwa buru yang memungkinkan untuk

    diselenggarakannya perburuan yang diatur bagi kepentingan rekreasi.

    SOAL-SOAL LATIHAN BAB II

    1. Dalam kaitannya dengan kebutuhan manajemen dan pelayanan wisatawan, dasar-dasar apa saja yang digunakan dalam penggolongan jenis kepariwisataan.

    2. Apa pengertian jenis-jenis wisata berikut ini: a. Wisata alam b. Wisata budaya c. Wisata buatan manusia

    3. Apa yang dimaksud dengan sebutan Common interest tourism, dan sebutkan contoh-contohnya.

    4. Hutan sebagai sumberdaya biotik selain berfungsi klimatologis, dapat berfungsi sebagai kawasan wisata yang diminati wisatawan. Sebutkan fungsi fungs tersebut.

    5. Bagaimanakan pengelolaan yang baik untuk melestarikan objek wisata Candi Borobudur, sehingga dapat memiliki daya tarik wisatawan dalam waktu yang lama.

  • xvii

    BAB III

    ARUS WISATAWAN DAN

    KEBUTUHAN PERJALANAN WISATA

    Arus perjalanan wisata menjadi bahan pertimbangan mendasar dalam kajian

    geografi pariwisata dan dipengaruhi oleh banyak faktor. Sebagai bagian dari

    perjalanan/mobilitas, arus wisata juga dipengaruhi oleh faktor-faktor pendorong (push

    factors) dari daerah asal, faktor penarik (pull factors) dari tempat tujuan, maupun juga

    faktor-faktor penyela yang berupa rintangan atau daya tarik di daerah antara (rute transit).

    Faktor-faktor pendorong terutama terkait dengan: tingkat perkembangan ekonomi,

    tingkat kemakmuran, sifat mobilitas penduduk, sistem liburan yang berlaku, serta juga

    tekanan kehidupan pada perekonomian yang demikian maju hingga mendorong orang

    untuk melakukan perjalanan rekreasi/pariwisata. Faktor penarik meliputi antara lain:

    aksessibilitas, daya tarik dan pelayanan di tempat tujuan, serta biaya kunjungan yang

    relatif murah. Sementara faktor penyela pada rute transit/perjalanan dapt berupa jadwal

    angkutan yang kurang menentu, biaya transportasi, keamanan/kenyamanan dalam

    perjalanan dll.

    Dalam keadaan sebenarnya, arus perjalanan atau interaksi antara dua tempat

    sangat kompleks dan dipengaruhi oleh demikian banyak variabel yang saling berkaitan.

    Beberapa upaya telah dilakukan untuk mencoba mengindentifikasi berbagai hal yang

    mempengaruhi arus wisatawan antar daerah. Dari kajian Williams dan Zelinsky di 14

    negara yang arus wisatanya lebih kurang stabil diidentifikasi beberapa faktor yang

    berpengaruh, antara lain: jarak antar negara/daerah, konektivitas internasional (yang

    terkait dengan adanya ikatan budaya atau perdagangan antara negara yang bersangkutan,

    beri contohnya), serta daya tarik umum yang ada di suatu negara.

    Salah satu cara untuk memperkirakan besarnya arus perjalanan ialah dengan

    memakai model gravitasi sebagai berikut.

  • xviii

    Rumus:

    A PA x PB

    500 TAB = K

    DAB

    60 km 50 km

    TAB= perjalanan A - B

    K = faktor skala atau nilai konstante (misal ) agar lebih

    kurang sesuai dengan keadaan sebenarnya

    B 400 200 C PA= Jumlah penduduk di A

    20 km PB= Jumlah penduduk di B

    DAB= jarak antara A dan B

    Model gravitasi ini berpangkal pada hukum gravitasi Newton meski tidak secara

    sepenuhnya (daya tarik sebanding dengan besarnya massa dan berbanding terbalik

    dengan kuadrat jarak). Dari model sederhana tersebut dapat diketahui bahwa arus

    perjalanan A B bernilai 1,66; TBC= 2,00, dan TAC= 1,00. Nilai-nilai itu hanya

    menggambarkan kecenderungan perbandingan, tidak menggambarkan angka mutlak

    volume perjalanan yang sebenarnya, melainkan hanya perbandingan bahwa B C

    volume perjalanannya terbesar, karena jaraknya terpendek. Sedang A B lebih besar dari

    A C karena menyangkut massa (jumlah penduduk yang lebih besar).

    Mengingat pertumbuhan arus wisatawan demikian besar, sejumlah negara dan

    organisasi internasional kepariwisataan telah mulai melakukan pengukuran arus

    wisatawan secara statistik. Ada tiga alasan utama mengapa perlu mendasarkan pada cara

    statistik, yaitu: (1) statistik diperlukan untuk mengevaluasi besarnya arus wisatawan dan

    memonitor setiap perubahan yang terjadi, (2) statistik menjadi fakta dasar bagi perencana

    dan pengusaha pariwisata agar dapat mengusahakan secara lebih efektif dan membuat

    perencanaan secara lebih akurat, dan (3) statistik berguna bagi pemerintah maupun sektor

    swasta sebagai dasar pengembangan pemasaran (Burhat dan Medlik dalam Boniface dan

    Cooper, hal 5).

    Pengukuran arus wisatawan dengan statistik dibedakan atas 3 kategori:

    1. Statistik jumlah wisatawan (keberangkatan dan kedatangan) yang dipantau lewat

    data yang didapat dari daerah yang bersangkutan (dapat lewat catatan dinas

    imigrasi, ataupun catatan hotel/tempat menginap).

  • xix

    2. Statistik tentang karakteristik wisatawan (umur, jenis kelamin, keadaan sosial

    ekonomi) serta perilakunya (struktur perjalanan, perilaku/sikap di tempat tujuan

    wisata dll.).

    3. Statistik pengeluaran/pembelanjaan uang para wisatawan.

    Meski ada beberapa cara mengukur atau survei tentang arus wisatawan, statistik

    yang akurat tak mudah diperoleh, sebab: (1) kesukaran pembedaan antara wisatawan dan

    yang bukan wisatawan, (2) cara survei berubah dari waktu ke waktu, dan (3)

    berkembangnya kebebasan perjalanan antara negara tertentu (bebas visa, bebas

    pengecekan di perbatasan dll.).

    Besarnya arus wisatawan dapat mengancam turunnya daya tarik daerah tujuan

    wisata jika kapasitas penampungan dan pelayanan kurang memadai. Keadaan pada rute

    transit perlu juga mendapat pertimbangan agar tidak mempersulit dan mengurangi minat

    wisatawan.

    Salah satu cara mengukur daya tampung ialah dengan menggunakan Deferts

    Tourist Function Index (Indeks fungsi wisata menurut Defert) yang rumusnya:

    N x 100

    Tf = dengan keterangan :

    P

    N = jumlah tempat tidur yang tersedia bagi wisatawan di tempat tujuan/daerah

    tujuan wisata, sedang P = jumlah penduduk di daerah yang bersangkutan. Makin besar

    persentasenya makin besar daya tampungnya. Kesulitan pemakaian cara ini: adanya

    wisatawan yang menginap di rumah kenalan atau di rumah penduduk yang tidak mudah

    mengetahuinya. Rasio ini juga tak sama artinya bagi daerah luar kota yang penduduknya

    sedikit dengan daerah perkotaan yang penduduknya padat.

    Kapasitas penampungan (carrying capacity) juga merupakan satu bentuk

    pendekatan untuk mengetahui daya tampung di daerah tujuan wisata. Kapasitas

    penampungan dapat diartikan sebagai jumlah maksimum orang (wisatawan) yang dapat

    memanfaatkan daerah tujuan wisata tanpa menimbulkan perubahan lingkungan fisik yang

  • xx

    tak diinginkan serta tak menjadikan kualitas penerimaan yang dialami pengunjung

    menurun. Meski tekanannya pada daerah tujuan wisata, kapasitas penampungan

    terkait/menyangkut juga daerah asal wisatawan maupun kondisi pada rute transit. Dari

    tempat asal wisatawan persoalan terkait dengan waktu liburan yang terpusat pada suatu

    waktu tertentu sehingga orang berangkat melakukan perjalanan wisata pada waktu

    bersamaan. Sementara pada rute transit kemacetan lalulintas dapat menyebabkan orang

    datang menumpuk di tempat tujuan wisata secara bersamaan sehingga melebihi daya

    tampung. Keadaan yang demikian dapat menurunkan nilai tempat tujuan wisata.

    SAPTA PESONA yang pada dasarnya terkait dengan upaya pemberian pelayanan

    dan pemberian kesan positif bagi wisatawan (khususnya bagi wisatawan mancanegara).

    Waktu senggang, rekreasi, dan pariwisata merupakan kebutuhan individu dan

    masyarakat. Pada tahun 1948 PBB telah mengesahkan (mengakui) Hak-hak Asasi

    Manusia dengan menyatakan antara lain: everyone has the right to rest and leisure

    including . . . periodic holiday with pay. Sedang pada tahun 1980 secara khusus World

    Tourism Organisation menyatakan bahwa tujuan akhir (ultimate aim) pariwisata ialah:

    the improvement of the quality of life and the creation of better living conditions for all

    peoples. Namun dalam kenyataannya yang ambil bagian dalam perjalanan wisata

    berbeda dari satu negara dengan yang lain. Pariwisata masih lebih banyak dinikmati oleh

    penduduk negara industri yang tingkat kemakmurannya tinggi (dengan tingkat

    pendapatan serta masa liburan dengan bayaran yang lebih memadai), meski tuntutan

    kebutuhan pariwisata merupakan hak bagi semua bangsa.

    Tuntutan kebutuhan pariwisata dapat diartikan sebagai: jumlah keseluruhan orang

    yang melakukan perjalanan (wisata), atau berkeinginan mengadakan perjalanan, dengan

    menggunakan fasilitas dan pelayanan wisata di tempat-tempat di luar tempat tinggal atau

    tempat mereka bekerja.

    Tuntutan kebutuhan perjalanan wisata dapat dibedakan atas:

    1. Kebutuhan efektif/aktual, yaitu yang menyangkut jumlah orang yang benar-benar

    melakukan perjalanan wisata;

    2. Kebutuhan yang tertekan (surpressed demand) yang menyangkut orang-orang

    yang tidak/belum benar-benar melakukan perjalanan, yang dapat dibedakan :

  • xxi

    a. Kebutuhan potensial, yaitu menyangkut orang-orang yang ingin melakukan

    perjalanan pada waktu yang akan datang, tetapi masih perlu menunggu

    kenaikan pendapatannya atau peraturan baru tentang cuti/liburan yang lebih

    memungkinkan;

    b. Kebutuhan yang tertunda/tertangguhkan, karena ketiadaan sarana pelayanan

    angkutan.

    Kebutuhan potensial dan kebutuhan yang tertangguhkan akan dapat berubah

    menjadi kebutuhan efektif jika perubahan/perbaikan kondisi telah terjadi dan orang yang

    berkeinginan/belum dapat melakukan perjalanan lalu benar-benar dapat mengadakan

    perjalanan wisata.

    Cara mengukur kebutuhan efektif antara lain dengan menghitung kecenderungan

    perjalanan (travel propensity) yang menggambarkan persentase penduduk yang benar-

    benar melakukan perjalanan. Dari cara ini akan dapat diketahui kecenderungan

    perjalanan netto (net travel propensity), kecenderungan perjalanan seluruhnya (gross

    total propensity), dan juga frekuensi perjalanan.

    Contoh perhitungan:

    Suatu negara mempunyai penduduk sebanyak 10 juta orang.

    3,0 juta orang melakukan minimal sekali perjalanan dan menginap minimal 1 malam = 3 X 1 = 3 juta perjalanan.

    1,5 juta orang melakukan 2 kali perjalanan dengan menginap 1 malam atau lebih = 1,5 X 2 = 3 juta perjalanan

    0,4 juta orang melakukan 3 kali perjalanan dengan menginap 1 malam atau lebih = 0,4 X 3 = 1,2 juta perjalanan

    0,2 juta orang melakukan perjalanan 4 kali dengan menginap 1 malam atau lebih = 0,2 X 4 = 0,8 juta perjalanan

    Sejumlah 5,1 juta orang melakukan sedikitnya satu kali perjalanan = 8 juta perjalanan

    Net travel propensity :

    Jumlah orang yang melakukan minimal 1 X perjalanan = X 100 jumlah penduduk 5,1

    = X 100 = 51 %

    10

    Gross travel propensity :

    Jumlah perjalanan keseluruhan (total) = X 100 jumlah penduduk 8

    = X 100 = 80 %

    10

  • xxii

    Travel frequency :

    Gross travel propensity 80 %

    = = 1, 57

    Net travel propensity 51 %

    Hitungan kecenderungan perjalanan masih dapat diperhalus dengan membandingkan keadaannya

    pada skala dunia. Pertama jumlah perjalanan dari suatu negara dibagi (dibandingkan) dengan jumlah

    perjalanan di dunia. Ini menunjukkan indeks suatu negara dalam kemampuannya menghasilkan wisatawan.

    Kedua, penduduk negara yang bersangkutan dibagi dengan penduduk dunia. Ini akan menggambarkan

    peringkat relatif penduduk negara itu terhadap penduduk dunia. Pembagian hasil hitungan pertama dengan

    hasil hitungan kedua akan menghasilkan indeks penghasil wisatawan suatu negara atau Country Potential

    Generation Index (CPGI).

    Ne/Nw Ne = jumlah perjalanan wisata dari suatu negara

    CPGI = Nw= jumlah perjalanan wisata dunia

    Pe/Pw Pe = penduduk suatu negara

    Pw= jumlah penduduk dunia

    Angka indeks 1 menunjukkan kemampuan rata-rata menghasilkan wisatawan.

    Indeks lebih besar dari 1 menggambarkan lebih banyak wisatawan yang dapat diharapkan

    berkembang dari penduduk yang bersangkutan (penduduk yang ada). Sedang indeks

    kurang dari 1 menggambarkan keadaan penghasil wisatawan yang lebih kecil dari rata-

    rata.

    SOAL-SOAL LATIHAN BAB III

    1. Analisis arus wisatawan dari DAW menuju ke DTW dapat dijelaskan dengan model gravitasi. Apa yang dimaksud dengan model gravitasi dan bagaimana penerapan

    model ini dalam kepariwisataan.

    2. Pengukuran arus wisatawan secara statutistik dibedakan menjadi 3 kategori, sebutkan dan berikan penjelasannya.

    3. Apa yang dimaksud dengan kapasitas penampungan (carrying capacity) daerah tujuan wisata, berikan contoh penerapannya.

    4. Tuntutan kebutuhan perjalanan wisata dapat menjadi dua, sebutkan dan berikan penjelasan.

    5. Bagaimanakan cara menghitung/mengukur kebutuhan efektif suatu perjalanan wisata.

  • xxiii

    BAB IV

    PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN

    Pengembangan kepariwisataan dapat didefinisikan secara khusus sebagai upaya

    penyediaan atau peningkatan fasilitas dan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan

    wisatawan. Tetapi secara lebih umum pengertiannya dapat mencakup juga dampak-

    dampak yang terkait seperti penyerapan/ penciptaan tenaga kerja ataupun

    perolehan/peningkatan pendapatan.

    Pengembangan kepariwisataan telah terjadi dalam berbagai bentuknya.

    Perkembangan klasik membedakan bentuk kepariwisataan daerah pantai, daerah berhawa

    panas (hangat), dan bentuk tempat pariwisata atau peristirahatan (tempat pesiar) di

    pegunungan. Bentuk pengembangan lain ialah dari segi tempat akomodasi, dari yang

    semula dalam bentuk losmen (tempat menginap) atau hotel, kemudian berupa

    cottagedan lebih lanjut berkembang pula dalam bentuk apartmen dalam gedung

    bertingkat yang mewah (kondominium). Dari segi pengelolaan tempat wisata kalau mula-

    mula dibangun oleh pihak swasta seperti Disneyland, kemudian dikembangkan pula

    berbagai Taman Nasional yang dikelola oleh pemerintah, termasuk upaya pelestarian

    lingkungan alamnya. Pengembangan menjadi daerah/tempat wisata yang lebih besar dan

    terpadu akan terkait juga dengan pembangungan berbagai macam jenis/tingkatan tempat

    penginapan, rumah makan, tempat-tempat pelayanan umum (bank, wartel, kantor pos,

    jasa angkutan dsb.) serta pembangunan prasarana jalan, saluran pembuangan air limbah

    maupun juga pengelolaan limbah.

    A. Perubahan Keruangan Tempat.

    Dalam kajian tempat wisata, Miossec (1976, dalam Pearce, 1983; 3 5) melihat 4

    unsur dasar yang perlu diperhatikan, yaitu ; (1) tempat pesiar itu sendiri, (2) transportasi,

    (3) perilaku wisatawan, dan (4) sikap penduduk dan penentu kebijaksanaan daerah

    penerima wisatawan. Perkembangan salah satu unsur dasar itu akan terkait dengan

    pengembangan (perubahan) unsur-unsur lainnya. Miossec menggambarkan tahapan atau

    tingkatan pengembangan tempat wisata dalam kaitan dengan ketiga unsur lainnya seperti

    pada bagan Sintesis perubahan/perkembangan tempat wisata (A sinthesis of the dynamic

    of tourist space).

  • xxiv

    Pada keadaan awal suatu tempat/daerah (yang kelak berkembang sebagai tempat

    wisata/tempat pesiar) kemungkinan hanya sebagai tempat yang terlewati (A) atau terlihat

    dari jauh saja (B). Maka dari segi transportasi tempat itu masih hanya menjadi tempat

    persinggahan atau bahkan dalam keadaan terisolasi (hanya terlihat, tetapi tak terjangkau).

    Dari segi perilaku wisatawan tempat itu masih kurang menarik perhatian atau kurang

    diketahui. Dari sikap penduduk dan pejabat daerah yang bersangkutan mungkin hanya

    timbul khayalan (angan-angan) untuk menerima wisatawan (A), atau mungkin juga sikap

    menolak kedatangan orang luar (B).

    Pada tingkat pengembangan rintisan perubahan telah terjadi; yaitu

    dikembangkannya suatu tempat pesiar (di pantai barat), tak menjadi soal siapa yang

    mengembangkannya. Dari segi transportasi berarti tempat itu menjadi terbuka atau dapat

    dijangkau, namun perilaku wisatawan masih terbatas pada pengembangan persepsi

    (gambaran) secara garis besar atau secara global. Sedang pihak penduduk dan pejabat

    setempat masih baru pada tahapan melihat atau mengamati bagaimana nanti

    pengembangannya.

    Kemudian lebih lanjut tempat pesiar berkembang tidak hanya di satu tempat saja,

    tetapi juga di beberapa tempat lain di sekitarnya. Maka berkembang lebih lanjut angkutan

    antara tempat-tempat pesiar tersebut. Dari pihak wisatawan terjadi kemajuan mengenai

    gambaran (persepsi) tentang tempat-tempat pesiar dan juga acara perjalanannya.

    Penduduk dan pejabat daerah yang bersangkutan mengambil langkah membangun

    infrastruktur untuk pelayanan di tempat-tempat pesiar.

    Selanjutnya terjadi pengorganisasian keruangan mengenai tempat-tempat pesiar

    itu, yaitu dengan timbulnya pengelompokan tempat pesiar dan mulai ada tingkat

    penggabungan yang berbeda. Dari segi transportasi berkembang jalur angkutan

    perjalanan wisata. Sementara itu perilaku wisatawan yang makin banyak ditandai dengan

    timbulnya persaingan dan pemisahan diri. Penduduk dan pejabat (penentu kebijakan)

    daerah mengembangkan daerah wisata yang terpisah disertai dengan tindakan

    pengembangan yang mungkin bersifat berlebihan (demonstration effect) yang sebenarnya

    tidak/belum diperlukan.

  • xxv

    Gambar 5 : Sintesis perubahan ruang tempat wisata

    (Miossec 1976, dalam Pearce 1983, h. 4)

    TEMPAT WISATA TRANSPORT PERILAKU SIKAP PENDUDUK

    WISATAWAN DAN PEMDA

    0.1 0.2 0.3 0.4

    Dilewati Terlihat Transit Isolasi Kurang minat Angan- Menolak

    di kejauhan angan

    1.1 1.2 1.3 1.4

    Tempat pionir Pembukaan Persepsi global Observasi

    (rintisan)

    2.1 2.2 2.3 2.4

    Tempat bertambah Tambah transport Kemajuan persepsi kebijakan infrastruk-

    antar tempat tempat/jadwal perjalanan tur & pelayanan

    3.1 3.2 3.3 3.4

    Organisasi ruang, spe- Jalur lingkar Persaingan dan demonstration effect

    sialisasi, hierarki pemisahan dualism - pemisahan

    4.1 4.2 4.3 disintegrasi 4.4 ruang,humani- sasi penuh, awal tipe wi- sata terentu Pengambangan Hierarki spesialisasi konektivitas Bentuk substitusi Total terencana, keles-

    jenuh maximum jenuh dan kritis tourism tarian lingkungan

  • xxvi

    Pada tahapan akhirnya tempat-tempat pesiar/wisata berkembang lebih lanjut

    dengan pengkhususan masing-masing. Konektivitas sistem transportasi berkembang

    secara maksimum. Karena banyaknya pengkhususan perkembangan tempat wisata,

    perilaku wisatawan tercermin dari terjadinya pengelompokan/penggolongan jenis

    wisatawan berdasarkan minat, tingkat kemampuan ekonominya, ataupun berdasar

    kelompok usia dan jenis kelamin. Dari pihak penduduk/pejabat setempat mungkin timbul

    kebijakan untuk mengembangkan keseluruhan daerah sebagai tempat wisata (A) atau

    perencanaan pengembangan yang lebih bijaksana dengan menyisihkan sebagaian wilayah

    untuk tidak dikembangkan sebagai tempat wisata guna menjamin kelestarian ekologi atau

    pengembangan dengan wawasan lingkungan (B).

    B. Beberapa Model Rancangan Pengembangan

    1. Rencana Pemilihan/Penentuan Lokasi inventarisasi analisis sintesa master plan rencana detail

    daerah potensial konsepsi-konsepsi

    Kondisi Awal:

    1.Iklim 2.Elevasi daerah layak 3.Bentang Alam dikembangkan

    4.Hidrologi

    5.Kemiringan

    6.Tanah

    7.Tumbuhan

    8.Hewan

    9.Manusia

    10.dll

    2. Model Pengembangan

    Pengembangan kepariwisataan di tingkat lokal, maupun regional harus sejalan

    dengan kebijaksanaan nasional agar dapat menunjang pemilihan tempat/lokasi baru,

    obyek yang dikembangkan dan yang lebih penting lagi adalah memberi manfaat bagi

    manusia sekitar obyek wisata. (Lihat juga Model SWOT).

    Gambar 6. Bagan rencana pemilihan lokasi

  • xxvii

    Analisis Permintaan Tujuan & Kriteria Analisis Persedian I

    Kebijakan (Inventarisasi)

    Pasar Internasional Petunjuk Umum Identifikasi daerah

    Pasar Nasional Pengembangan Andalan Pariwisata

    Pasar Regional

    Pasar Lokal

    Profil Pasar Model Kepariwisataan Analisis Persediaan II

    Yang Dikembangkan a. Fasilitas

    b. Infrastruktur

    Analisis Dampak

    Identifikasi Daerah

    Potensi yang dikembangkan

    Rencana Peng, Jangka Panjang Rencana Peng. Jangka Pendek

    3. Rancangan Pengembangan Pariwisata

    1. What : Pariwisata merupakan kegiatan. Pariwisata adalah perjalanan, dimana perjalan

    itu identik dengan mobilitas/migrasi. Di sini dapat diketahui: bagaimana

    menumbuhkan perjalanan yang tujuannya mempunyai daya tarik (nilai + lebih

    banyak).

    2. Why: Pariwisata untuk ingin tahu. Maka harus diciptakan di daerah tujuan dengan

    bentuk baru (menarik untuk diketahui). Di sini kita sudah bicara ruang yaitu daerah

    tujuan dan daerah asal. Contoh: Kebun binatang Tinjomoyo, kondisinya tetap (tidur)

    maka perlu make up agar cantik dan menarik ? dengan jalan mengadakan variasi non

    permanen misalnya pertunjukkan musik.

    3. When: Pariwisata pada waktu senggang. Perjalanan bisa terjadi bila pekerjaan utama

    telah beres. Keingin-tahuan dari pertanyaan kedua adalah : Pukul : - - -, Hari, libur,

    raya : - - -, Periode : - - -, Musim : - - - . Untuk contoh no.3 harus bisa membaca

    situasi dan kondisi yang tepat.

    Gambar 7. Model Pengembangan

  • xxviii

    4. Who: Pariwisata Nusantara (Wisnu), manca negara (Wisman). Keduanya perlu

    dibedakan sehubungan dengan waktu yang berbeda serta fasilitas yang berbeda agar

    perjalanan tidak hanya sekali karena adanya kepuasan. Sebenarnya perjalanan tidak

    sekedar ingin tahu tetapi mungkin ada tujuan lain, misalnya: bahan tulisan. Bila

    daerah tujuan wisata sifatnya internasional (Bali), perlu diketahui bagaimana

    menjaga tempat tujuan wisata.

    5. Where: Pariwisata alam terbuka/tertutup. Apa yang pantas disajikan dalam ruang dan

    apa yang perlu dan laku disajikan di perjalanan.

    6. How: Pariwisata individual, rombongan. Dalam memberikan fasilitas kelompok

    besar, misalnya area parkir bus, dapur keluarga dan lain-lain perlu menjadi

    pertimbangan.

    4. Model Analisis SWOT

    GBHN

    UU

    MARKET TYPE OF PROFILE National DEVELOPMENT

    Tourism Policy

    STRATEGY

    NATIONAL LEVEL

    Institutional Organization

    Development (Type & Scale)

    Man Power Development

    Marketing and Promotion

    Financing (Public vs Private)

    PROVINCIAL LEVEL

    Integrated Sectoral Plan Type of Product

    Land Use Plan Type of Development

    Community Needs Infrastructure

    DEVELOPMENT PROGRAM

    SWOT ANALYSIS (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats)

    Gambar 8: Kerangka konsep perencanaan pariwisata di Indonesia

    (Nuryanti, 1990)

    PRODUCT/

    SUPPLY PROFILE

    POTENTIAL PROBLEMS

    INVENTORY

    TREND/

    DEMAND

  • xxix

    SOAL-SOAL LATIHAN BAB IV

    1. Jelaskan pengertian pengembangan kepariwisataan, dan berikan contoh konkrit.

    2. Berikan penjelasan sintesis perubahan ruang tempat wisata menururt Miossec, yang

    meliputi unsur 1) tempat wisata, 2) transport, 3) perilaku wisatawan, dan 4) sikap

    penduduk dan pemerintah.

    3. Bagaimanakan model rancangan pemilihan lokasi dalam upaya pengembangan

    pariwisata, buatlah bagannya dan penjelasan secukupnya.

    4. Apakah yang dimaksud dengan analisis SWOT dalam pengembangan kepariwisataan,

    berikan sebuah contoh analisis SWOT terhadap sebuah objek wisata di daerah

    saudara.

    5. Apakah yang dimaksud dengan analisis pasar/permintaan skala internasional,

    nasional, regional, dan lokal, berikan penjelasannya.

  • xxx

    BAB V

    STRUKTUR DAN PROSES

    PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN

    A. Unsur-Unsur Pengadaan (Supply)

    Unsur-unsur pengadaan menurut Pearce meliputi: (1) atraksi, (2) transportasi, (3)

    akomodasi, (4) pengadaan fasilitas pelayanan, dan (5) prasarana (infra struktur).

    1. Atraksi

    Atraksi atau daya tarik dapat menyebabkan wisatawan datang, yang

    kedatangannya dimungkinkan oleh adanya transportasi, akomodasi, dan hal-hal lain yang

    memudahkan berlangsungnya perjalanan wisata. Dengan makin banyaknya kedatangan

    wisatawan, berbagai unsur dapat turut berubah macam atau fungsinya.

    Atraksi atau daya tarik dapat timbul dari keadaan alam (keindahan panorama,

    flora dan fauna, sifat khas perairan laut.danau), obyek buatan manusia (museum, katedral,

    masjid kuno, makam kuno dsb.), ataupun unsur-unsur dan peristiwa budaya (kesenian,

    adat istiadat, makanan dsb.).

    2. Transportasi

    Perkembangan transportasi berpengaruh atas arus wisatawan dan juga

    perkembangan akomodasi. Di samping itu perkembangan teknologi transportasi juga

    berpengaruh atas fleksibilitas arah perjalanan, Jika angkutan dengan kereta api bersifat

    linier, tidak banyak cabang atau kelokannya, dengan kendaraan mobil arah perjalanan

    dapat menjadi lebih bervariasi. Demikian pula dengan angkutan pesawan terbang yang

    dapat melintasi berbagai rintangan alam (dan waktu yang lebih singkat).

    3. Akomodasi

    Tempat menginap dapat dibedakan antara yang dibangun untuk keperluan umum

    (hotel, motel, tempat pondokan, tempat berkemah waktu liburan) dan yang diadakan

    khusus peorangan untuk menampung menginap keluarga, kenalan atau anggota

    perkumpulan tertentu/terbatas. Dalam perkembangannya macam-macam akomodasi juga

    berubah menjadi lebih fleksibel, baik dalam hal bentuk maupun pengelolaannya. Dari

    hotel atau wisma tamu yang konvensional kemudian berkembang dengan adanya bentuk

  • xxxi

    motel yang memungkinkan orang singgap menginap dengan mobilnya dalam cara yang

    lebih leluasa (termasuk penyiapan makanan/minuman sendiri di motel). Untuk waktu

    menginap yang lebih panjang orang menyediakan apartment yang dapat disewa.

    Pemilikan dan pengelolaan tempat menginap juga menjadi lebih fleksibel (mudah

    berpindah tangan).

    4. Pengadaan fasilitas pelayanan

    Penyediaan fasilitas dan pelayanan makin berkembang dan bervariasi sejalan

    dengan perkembangan arus wisatawan. Defert (1966, dalam Pearce, 1983: 8 11)

    membuat model perkembangan hierarki fasilitas pelayanan dari tempat wisata tradisional

    hingga kebutuhan yang makin kompleks sejalan dengan makin banyaknya wisatawan dan

    keanekaan golongan wisatawan yang datang. Perkembangan pertokoan dan jasa

    pelayanan pada tempat wisata dimulai dengan adanya pelayanan jasa kebutuhan sehari-

    hari (penjual makanan, warung minum/jajanan); kemudian jasa-jasa perdagangan

    (pramuniaga/pembantu penjualan, tukang-tukang atau jasa pelayanan lain); selanjutnya

    jasa untuk kenyamanan dan kesenangan (toko pakaian, toko perabot rumah tangga; lalu

    jasa yang menyangkut keamanan dan keselamatan (dokter, apotek, polisi, pemadam

    kebakaran); dan pada akhirnya perkembangan lebih lanjut menyangkut juga jasa

    penjualan barang mewah.

    5. Prasarana (infra struktur)

    Infrastruktur yang memadai diperlukan untuk mendukung jasa pelayanan dan

    fasilitas pendukung. Pembangunan infrastruktur secara tidak langsung juga memberi

    manfaat (dapat digunakan) bagi penduduk setempat disamping mendukung

    pengembangan pariwisata. Hal ini menyangkut tidak saja pembangunan infrastruktur

    transportasi (jalan, pelabuhan, jalan kereta api) tetapi juga penyediaan saluran air minum,

    penerangan listrik, dan juga saluran pembuangan limbah.

    B. Agen-Agen Pengembangan

    Berbagai unsur atau sektor dalam pengembangan keparwisataan harus dikelola

    atau didukung oleh seseorang atau organisasi. Pendukung atau pengelola kepariwisataan

    dapat pengusaha perorangan, pemerintah daerah, pemerintah nasional/negara, organisasi

  • xxxii

    kepariwisataan nasional maupun internasional. Keterlibatan perorangan atau

    badan/organisasi bergantung pada keterkaitannya dengan motif, tanggung-jawab, dan

    kemampuannya. Untuk bentuk kepariwisataan yang demikian berkembang mungkin tak

    cukup hanya diurusi/didukung oleh pemerintahan nasional, melainkan perlu kerjasama

    regional dengan negara yang berdekatan atau bahkan perlu dukungan organisasi

    pariwisata dunia (dan juga Bank Dunia).

    Motif dan tanggung-jawab dapat dibedakan antara yang umumnya menjadi

    perhatian/urusan pemerintahan serta yang menjadi perhatian/urusan swasta. Yang

    menjadi perhatian dan mengundang partisipasi pemerintah antara lain:

    Bidang ekonomi: (a) perbaikan sistem pengupahan berimbang; (b) pembangunan

    regional; (c) difersifikasi perekonomian; (d) peningkatan tingkat pendapatan; (e)

    memperluas lapangan kerja. Dalam hal ini biasanya pemerintah juga memberi

    kesempatan partisipasi pihak swasta.

    C. Kemampuan pengembangan

    Makin besar proyek pengembangan makin besar pula sumber-sumber yang

    diperlukan (teknis dan finansial), maka dituntut kemampuan pengembangan yang makin

    besar pula. Pengembang tingkat nasional atau internasional lazim memiliki kemampuan

    yang lebih besar (dapat menjangkau sumber yang lebih luas) dibanding pengembang

    tingkat regional atau lokal. Penggabungan usaha sering dapat meningkatkan kemampuan,

    baik antar individu ataupun antar perusahaan swasta dan pemerintah.

    Pengembangan kepariwisataan akan terjadi jika motivasi didukung oleh

    kemampuan penyediaan berbagai fasilitas dan pelayanan. Kerjasama/koordinasi antara

    berbagai pihak diperlukan untuk mendukung pengembangan pariwisata. Pengembangan

    oleh pemerintah lazimnya menyangkut pengembangan sarana jalan dan sistem angkutan,

    serta juga usaha konservasi dan pemanfaatan lingkungan alam dan kesejarahan. Sedang

    pihak swasta biasanya lebih terpusat perhatiannya pada pengembangan perhotelan dan

    fasilitas penunjang.

    Daerah wisata dengan daya tarik khusus mungkin dapat dikembangkan hingga

    menarik pengunjung yang jumlahnya sangat besar (dibanding dengan jumlah penduduk

  • xxxiii

    setempat).Mauritius (di Samudera Hindia) yang penduduknya 1 juta jiwa mampu

    menarik pengunjung (wisatawan) sebanyak hampir setengah juta orang wisatawan tiap

    tahun. Pulau Mentawai yang memiliki daya tarik berupa ombak laut (sangat ideal untuk

    berselancar), peninggalan sejarah (megalit), dan budaya asli, sekarang ini baru mampu

    menarik kedatangan 10,000 wisatawan. Dengan pengembangan transportasi dan

    partisipasi investor dari luar negeri (Australia dan Belanda) maupun dari pemerintah,

    dalam waktu tak terlalu lama diharapkan mampu menyedot wisatawan sebanyak 100,000

    orang atau lebih tiap tahun.

    SOAL-SOAL LATIHAN BAB V

    1. Sebutkan unsur-unsur pengadaan (supply) menurut D. Pearce, berikan penjelasan masing-masing unsur tersebut.

    2. Buatlah analisis proses pengembangan kepariwisataan daerah saudara (pilih satu objek wisata) dengan mengacu pada ke lima unsur terseut no.1.

    3. Menurut saudara bagaimanakah sistem transportasi yang baik dalam pengembangan kepariwisataan suatu daerah.

    4. Sebutkan agen-agen pengembang kepariwisataan, berikan penjelasan secukupnya bagaimana peranan agen pengembang tersebut.

    5. Menurut saudara bagaimanakah kontribusi sektor kepariwisataan terhadap pendapatan nasional Indonesia.

  • xxxiv

    BAB VI

    EVALUASI SUMBER DAN

    ANALISIS DAMPAK PENGEMBANGAN

    Seperti kegiatan ekonomi dan kegiatan sosial yang lain, pariwisata juga

    berlangsung dan berkembang secara tidak merata di semua tempat. Berbagai faktor

    berpengaruh atas berkembangnya pariwisata di suatu wilayah. Namun faktor-faktor yang

    berkaitan dengan keadaan lokasi menjadi perhatian utama dalam kajian geografi.

    A. Faktor-Faktor Lokasional

    Beberapa hal yang berpengaruh atas pengembangan lokasi pariwisata atau

    potensinya pada garis besarnya meliputi: (1) iklim, (2) kondisi fisik, (3) atraksi, (4)

    perhubungan atau pengangkutan (akses), (5) sewa dan tata guna lahan, (6) kendala dan

    insentif, (7) faktor-faktor lain (tenaga kerja, stabilitas politik dsb).

    1. Iklim

    Keadaan atau kekhasan iklim berpengaruh dalam berbagai segi:

    a. Sebagai penentu daya tarik wisatawan, mengingat di tempat asal wisatawan

    keadannya sangat langka dan menjadi dambaan banyak orang. Misal: pantai Laut

    Tengah yang beriklim hangat pada musim dingin; demikian juga keadaan di

    beberapa tempat di kepulauan Karibea/ pantai laut daerah tropik.

    b. Iklim dapat berpengaruh atas sifat musiman kegiatan pariwisata, misal: musim

    panas untuk kegiatan pariwisata pantai atau perburuan sinar matahari dan cuaca

    cerah; musim winter untuk olah raga/pesiar di daerah bersalju (di Snowy

    Mountain, Australia, kegiatan wisata berlangsung terutama pada musim dingin

    yang bersalju). Keadaan iklim juga dapat berpengaruh atas bentuk bangunan dan

    biaya konstruksinya, serta juga biaya operasionalnya. Keadaan suhu rata-rata

    yang sangat dingin memerlukan bangunan yang menjamin kenyamanan suhu

    dalam ruang serta perlu diperhitungkan pemakaian tenaga listrik/energi (untuk

    pemanasan ruangan).

  • xxxv

    2. Kondisi Fisik

    Kondisi fisik perlu dipertimbangkan dalam beberapa aspek pengembangan

    kepariwisataan.

    a. Tempat dan ruang yang cukup serta memadai untuk pembangunan gedung-

    gedung dan juga infrastruktur. Ini terkait juga dengan keadaan kondisi lahan

    (tanah), geologi, topografi, kestabilan lereng dsb. Kondisi yang demikian terkait

    juga dengan kemungkinan penyediaan air, drainase serta saluran pembuangan

    limbah.

    b. Kemudahan dijangkau akan dapat meningkatkan daya tarik dan juga

    menghindarkan biaya besar dalam pembangunan prasarana jalan.

    c. Kondisi fisik juga perlu dipertimbangkan dalam kaitan sebagai tempat rekreasi,

    baik pasif atau aktif. Misal: Kondisi fisik pantai untuk aktivitas rekreasi pasif:

    pasirnya bersih, panjang minmal 100 m, lebar 15 20 m, ada pepohonan tempat

    berteduh dan lingkungan aman / tidak membahayakan, serta pantai cukup landai

    (kurang dari 150), serta potensial untuk pengembangan. Sedang untuk aktivitas

    rekreasi aktif (berenang, menyelam, barmain di air) perlu persyaratan keadaan air

    yang menyangkut kejernihan/warna air, kandungan zat/organisme penyebab

    penyakit, dasar, arus dan ombak tak membahayakan, aman dari gangguan

    binatang berbahaya (hiu, ular dsb).

    3. Daya Tarik

    Pengembangan pariwisata berkaitan erat dengan upaya mempertemukan/

    memadukan sumber keadaan alam dan kesejarahan tertentu dengan kebutuhan dan

    pilihan para wisatawan. Namun perlu diingat bahwa motivasi wisatawan asing berbeda-

    beda, demikian pula dalam hal menilai daya tarik sumber-sumber wisata. Misal: di

    Lebanon dan kawasan Islam Timur Tengah, orang mengabaikan daerah pantai sebagai

    sumber/tempat wisata (mengapa ?), walau di Jeddah (Arab Saudi) pantai Laut Merah juga

    kini dikembangkan sebagai tempat pesiar/ziarah dengan daya tarik kesejarahan (makam

    Siti Hawa). Dalam evaluasi sumber-sumber, arti keindahan dan budaya perlu

    diubah/diredusir menjadi besaran-besatan yang dapat dikuantifikasikan.

  • xxxvi

    4. Akses

    Macam keterjankauan penting untuk menilai potensi pariwisata. Akses yang

    bersifat fisik ditentukan oleh keadaan infrastruktur perhubungan termasuk kedekatan

    dengan lapangan terbang/pelabuhan serta kelancaran jadwal angkutan. Sedang akses

    terhadap pasaran menyangkut kedekatan tempat wisata dengan sumber wisatawan; misal

    kedekatan Batam dengan Singapura sebagai asal wisatawan dari berbagai negara.

    5. Kepemilikan / tata guna lahan

    Dapat diperolehnya lahan yang cukup luas dan dalam waktu singkat akan

    meminimalisasi kemungkinan dampak spekulasi (antara lain menaikkan harga) dan

    menguntungkan dalam segi hukum dalam penguasaannya, disamping memungkinkan

    investasi segera dapat memberi keuntungan. Perolehan dalam ukuran besar dari sejumlah

    kecil pemilik asal serta letak yang menyatu akan lebih menguntungkan dibandingkan

    perolehan dalam ukuran kecil-kecil dari banyak pemilik asal, apalagi jika letaknya

    terpisah satu dengan yang lain.

    6. Kendala dan insentif

    Faktor-faktor yang bersifat setempat dapat menjadi kendala atau insentif dalam

    pengembangan. Apalagi dengan berlakunya otonomi daerah yang memungkinkan

    perberlakuan aturan (perizinan, pajak dsb) yang tidak sama. Demikian pula sikap

    penduduk setempat terhadap pengembangan pariwisata dan kedatangan wisatawan

    dengan berbagai adat/kebiasaan yang berlainan dapat menjadikan kendala ataupun

    insentif dalam pengembangan.

    7. Hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan

    Kecuali faktor-faktor lokasional serta keadaan setempat yang dapat menjadikan

    kendala atau insentif, ada beberapa hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam

    pengembangan, seperti mudah tidaknya didapatkan tenaga kerja atau partisipasi

    penduduk setempat dan keadaan stabilitas politik/keamanan daerah yang bersangkutan.

    Disamping itu perlu juga diperhatikan sejumlah faktor penunjang yang menyangkut ada

    atau tidaknya (maupun sukar tidaknya dikembangkan) transportasi, bentuk-bentuk

    pelayanan dan infrastruktur lain seperti: fasilitas kesehatan, keamanan, penyediaan air

    bersih, sumber tenaga (listrik), dan saluran pembuangan air kotor/limbah. Daya tampung

  • xxxvii

    dalam arti luas yang terkait dengan berbagai hal juga harus dipertimbangkan dalam

    pengembangan.

    B. Analisis Dampak Pengembangan

    Disamping evaluasi sumber-sumber untuk keperluan pengembangan, dalam

    pengembangan tempat wisata/kepariwisataan perlu dipertimbangkan juga (diantisipasi)

    dampak-dampak positif dan negatif yang dapat timbul akibat pengembangan. Dampak

    pengembangan pariwisata meliputi dampak-dampak yang menyangkut : (1) lingkungan,

    (2) keadaan sosial dan budaya; serta (3) ekonomi.

    1. Dampak lingkungan

    Organisasi kerjasama ekonomi dan pembangunan telah mencoba mengidentifikasi

    unsur-unsur yang perlu diperhatikan dalam mengevaluasi dampak pengembangan

    pariwisata atas lingkungan, yaitu dengan mengemukakan beberapa hal berkaitan yang

    menyangkut: aktivitas yang menghasilkan tekanan, macam-macam tekanan/perusakan

    yang terkait, perubahan lingkungan yang terjadi, serta respon perubahan tingkah laku

    manusia. Sedang dampak rekreasi terhadap satwa liar dicoba digambarkan oleh Wall dan

    Wright (Pearce 1983: 49).

    2. Dampak sosial budaya

    Dampak sosial budaya pengembangan pariwisata dapat menyangkut a.l.: (a)

    dampak atas struktur/susunan penduduk, (b) transformatasi/perubahan bentuk atau tipe

    pekerjaan/mata pencaharian hidup, (c) perubahan nilai-nilai, (d) pengaruh atas gaya hidup

    tradisional, (e) modifikasi pola konsumsi, dan (f) kemanfaatan bagi wisatawan maupun

    penduduk setempat.

    3. Dampak ekonomi

    Pada tahap pembangunan, pengeluaran dan sirkulasi uang berkait terutama pada

    developer dan bank yang bersangkutan. Tetapi pada tahap operasional, keuangan masuk

    terutama dari para wisatawan, sedang keuntungan bisa masuk pada berbagai sektor (jasa

    angkutan, akomodasi, perbelanjaan, tenaga pemandu dsb.).

  • xxxviii

    BAB VII

    KEBJIKASANAAN PENGEMBANGAN KEPAIWISATAAN NASIONAL

    A. SETRATEGI PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN NASIONAL

    Setrategi pengembangan kepariwisataan bertujuan mengembangkan produk dan

    pelayanan yang berkualitas,seimbang dan bertahap.

    Langkah pokok :

    1. Dalam jangka pendek dititk beratkan pada optimasi terutama untuk

    a. Mempertajam dan memantapkan citra kepariwisataan

    b. Meningkatkan mutu tenaga kerja

    c. Meningkatkan kemampuan pengelolaan

    d. Memanfaatkan Produk yang ada

    e. Memperbesar saham dari pasar pariwisata yang telah ada

    2. Dalam jangka menengah dititik beratkan pada konsolidasi,terutama dalam

    a. Memantapkan citra kepariwisataan

    b. Mengkonsolidasikan Kemampuan Pengelolaan

    c. Mengembangkan dan diservisikasi produk

    d. Mengembngkan jumlah dan mutu tenaga kerja

    3. Dalam jangka panjang dititik beratkan pada pengembangan dan penyebaran

    dalam:

    a. Pengembangan kemampuan pengelolaan

    b. Pengembangan dan penyebaran produk dan pelayanan

    c. Pengembangan paariwisata baru

    d. Pengembagan mutu dan jumlah tenaga kerja

    B. SAPTA KEBIJAKSANAAN PENGEMBANGAN PARIWISATA

    1. Promosi

    Promosi pada hakekatnya merupakan pelaksanaan upaya pemasaran.Promosi

    pariwisata harus di laksanakan secara selaras dan terpadu, baik di dalam negeri

    maupun di luar negeri.

  • xxxix

    2. Aksesibilitas

    Aksesibilitas merupakan salah satu aspek penting yang mendukung

    pengembangan pariwisata karena menyangkut pengembanga lintas sektoral.

    3. Kawasan Pariwisata

    Pengembangan kawasan pariwisata di maksudkan untuk :

    a. Meningkatkan peran serta daerah dan swasta dalam pengembangan pariwisata

    b. Memperbesar dampak positif pembangunan

    c. Mempermudah pengendalian terhadap dampak lingkungan

    4. Wisata Bahari

    Wisata bahari merupakan salah satu jenis produk wisata yang sangat potensial

    untuk di kembangkan.Jenis wisata ini memiliki keunggulan komparatif yang

    sangat tinggi terhapadap produk wisata sejenis di luar negeri.

    5. Produk Wisata

    Upaya untuk dapat menapilkan produk wisata yang bervariasi dan mempunyai

    kualitas daya saing yang tinggi.

    6. Sumber Daya Manusia

    Sumber daya manusia merupakan salah satu modal dasar pengembangan

    pariwisata. Sumber daya manusia ini harus memiliki keahlian dan keterampilan

    yang di perlukan untuk memberkan jasa pelayanan pariwisata.

    7. Kamapnye Nasional Sadar Wisata

    Kamapnye Nasional Sadar Wisata pada hakekatnya adalah upaya

    memasyaraktakan Sapta Pesona yang turut menegakan disiplin nasional dan jati

    diri bangsa Indonesia melalui kegiatan kepariwisataan.

    C. POLA KEBIJAKSANAAN PENGEMBANGAN PARIWISATA

    1. Kebijaksanaan Umum

    Pola Kebijakan Umum ini meliputi:

    a. Kebjikan untuk menjaga keseimbangan antara peran serta pemerintah swasta dan

    masyarakat

    b. Kebijkan pengembangan industri pariwisata

  • xl

    c. Kebijakan pengembangan objek wisata, atraksi wisata, taman rekreasi dan hiburan

    umum.

    d. Kebijakan pengembangan sarana dan prasaran

    e. Kebijakan untuk menjaga keseimnagan antara arus wisatawan, kemampuan

    menampung, melayani dan menyelanggarakan kepariwisataan.

    f. Kebijakan Pengelolaan

    g. Kebijakan Pembinaan

    h. Kebijakan Hukum

    2. Arah Pola Kebijaksanaan Pengembangan Jalur Wisatawan

    Pola kebijaksanaan pengembangan jalur wisatawan diarahkan pada pengembangan

    jalur wisatawan mancanegara dan nusantara yang sekaligus dapat meningkatkan

    jumlah/diversifikasi paket wisata yang didasarkan pada perkembangan objek wisata.

    3. Pola Kebijakan Pengembangan Objek Wisata

    Pola kebijakan objek wisata meliputi:

    a. Prioritas Pengembangan Objek

    b. Pengembangan pusat pusat penyebaran kegiatan wisatawan.

    c. Menigkatakan kegiatan penunjang pengembangan objek wisata

    4. Kebijakan Pengembangan Sarana dan Prasarana

    Kebijakan pengembangan sarana dan prasarana wisata meliputi :

    a. Akomodasi

    b. Restoran

    c. Usaha rekreasi dan hiburan umum

    d. Gedung pertemuan

    e. Perkemahan

    f. Pondok Wisata

    g. Mandala Wisata

    h. Pusat Informasi Wisata

    i. Pramuwisata

    5. Pola Kebijakan Pengembangan Pemasaran

    Pola Kebijakan Pemasaran berpedoman kepada:

  • xli

    a. Peningkatan jumlah dan lama tinggal wisatawan.

    b. Meningkatkan kerja sama yang terpadu antara berbagai sektor.

    c. Mempercepat perkembangan pasar wisata domestik.

    6. Kebijakan Pengembangan Kelembagaan, meliputi :

    a. Penyerahan urusan kepariwisataan

    b. Pemantapan kedudukan lembaga pemerintah daerah.

    c. Peningkatan profesionalisme pelaksanaan tugas

    d. Pertimbangan jenis dan kelas lembaga

    e. Kemampuan bekerja sama

    7. Kebijakan Pengembanga Industri

    Penanaman modal diarahkan pada:

    a. Penyerahan tenaga kerja, peningkatan mutu dan kemempuan tenaga kerja

    Indonesia

    b. Pengembangan struktur industry dengan prioritas pada usaha untuk menghasilkan

    barang ekspor non Migas

    c. Perananya sabagai wahana pengembangan teknologi dan memacu

    pertumbuhan/perkembangan daerah.

    D. PERKEMBANGAN KEPARIWISATAAN

    Prospek perkembangan kepariwisataan di kawasan asia pasifik sangat beik. Hal ini

    terutama disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi Negara Negara ini yang terhitung paling

    tinggi di dunia.Dengan demikian Pacific Rim merupakan kawasan yang paling

    menjanjikan pada dekade 2000-an.

    Putaran Uruguay, APEC, AFTA dan ASEM merupakan kesepakatan multilateral politik

    dan perdagangan yang akan menciptakan globalisasi yang tidak dapat dihindarkan.

    Globalisasi telah mermbak format politik pembangunankepariwisataan di seluruh dunia

    baik Negara maju maupun Negara berkembang.Terobosan teknologi di segala bidang

    telah mempengaruhi pembangunan dan pengembangan kepariwisataan. Demikian juga

    denga konsep konsep dan teori tentang pemberdayaan sumber daya manusia pariwisata,

    yang telah diberlakukan antara lain dengan pendekatan sosiologi. Interksi sosiologis

  • xlii

    dalam pengembangan kepariwisataan mengabitkan timbulnya eksternalitas positif

    maupun negatif. Oleh karena itu pendekatan multidisiplin harus diberlakukan dalam

    pembangunan dan pengembangan kepariwisataan yang semakin kompleks.

    Agar Indonesia mampu menhadapi persainga interregional maupun internasional, maka

    peran pemerintah sebagai pelaku dan fasilitator dipandang sangat perlu untuk menjamin

    terlaksananya pembangunan dan pengembangan kepariwisataan yang berkelanjutan

    dengan mengikutsertakan dan mengoptimalisasikan para pelaku pembangunan

    (stakeholders) di sector ini.Dengan demikian di harapkan tercipta produk wisata yang

    berdaya saing tinggi.

    Konsep community based planning merupakan alternatif yang dipandang dapat

    diterapkan secara konsisten dan terarah bagi 25 daerah tujuan wisata yang tersebar di

    tanah air. sesuai dengan konsep tersebut, pemerintah telah menetapkan beberapa

    kebijaksanaan pokok yang mempunyai pengaruh besar bagi konstelasi kepariwisataan

    nasional, yaitu dengan ditetapkanya 15 negara sebagai pasar utama kepariwisataan

    Indonesia dengan segala bentuk implikasinya, yang pada kenyataanya kurang

    menguntungkan karena belum menggambarkan segmen yang sepesifik dan teruarai

    secara pesikografis. Dengan demikian prinsip segmentasi posterori belum dapat

    diberlakukan bagi kepariwisataan nasional. Kebijaksanaan kepariwisataan yang adapun

    belum dapat dioperasikan dengan baik oleh para pelaku kepariwisataan nasional, bak oleh

    sector public maupun swata di daerah.

    Bersandar pada fakta tersebut maka diperlukan reorientation segmentasi pasar

    kepariwisataan nasional melalui penerapan konsep kesesuaian produk dan pasar (product-

    market matching) untuk menuju kepada costumer solution sebagai awal revitalisasi

    kebijaksanaan pemaaran pariwisata nasional.

    E. ISU-ISU KEPARIWISATAAN

    Sesuai dengan garis garis besar haluan Negara (GBHN), Kepariwisataan Indonesia

    diarahkan sebagai sector andalan. Dengan ditetapkanya target tersebut, maka

    pembangunan kepariwisataan Indonesia di harapkan akan mampu untuk di jalankan

    secara optimal melalui otonomi daerah, baik di tingkat I maupun di tingkat II. Sebagai

    pedoman pembangunan kepariwisataan tersebut ditetapkan UU No. 9 Tahun 1990.

  • xliii

    Di samoing itu, terdapat suatu strategi pembangunan kepariwisataan Indonesia yang

    membagi Indonesia menjadi 2 kawasan, yaitu kawasan Barat Indonesia (KBI) dan

    Kawasan Timur Indonesia (KTI) sebagaimana yang telah dicanangkan oleh BAPPENAS.

    Adapun alasan utama pembagian ini adalah agar dapat menciptakan produk wisata secara

    utuh, memiliki nilai dan berdaya saing tinggi.

    Dalam pelaksanaan pembangunan kepariwisataan, Indonesia memiliki banyak peluang

    dan tantangan yang kalau dilihat sebagai suatu totalitas memiliki posisi yang semakin

    kuat karena adanya diferensiasi produk yang cukup banyak. Namun dari 25 daerah tujuan

    wisata yang ada di Indonesia, konsentrasi pembangunan kepariwisataan hanya terjadi di

    beberapa daerah tujuan wisata saja seperti Bali, DKI Jakarta, Riau, Sumatera Utara, DI

    Yogyakarta dan Sulawesi Selatan. Pemerintah memberi dukungan dan dalam pembinaan

    dan pengelolaan kepariwisataan daerah melalui PP No.24 Tahun 1979, yaitu mengenai

    pemberian otonomi daerah, walau pada kenyataanya kinerja pembinaan dan

    pengelolaanya belum terwujud secara optimal.

    Adapun beberapa kenyataan yang dihadapi Indonesia pada saat ini berkaitan dengan

    kepariwisataan adalah:

    1. Pada peta kekuatan intraregional, jumlah wisatwan yang dating ke Indonesia

    masih berada di bawah Malaysia, Singapura dan Thailand. Indonesia masih

    merupakan daerah tujuan wisata kedua setelah Malaysia, Singapura dan Thailand.

    2. Teknologi Informasi telah mengubah format produk dan pola kepariwisataan

    dunia. Contohnya adalah dengan adanya Internet

    3. Adanya AFTA, APEC dan ASEM memberikan warna baru dalam format politik

    pembangunan dan kepariwisataan dunia.

    4. Faktor Migrasi dan transfer enaga kerja trampil dan ahli dari Negara Negara maju

    akan melanda Negara Negara berkembang. Hal ini akan memberikan dampak

    negative terhadap tenaga kerja local akibat lemahnya sumber daya manusia

    kepariwisataan Indonesia.

    Menyadari kondisi tersebut maka diperluka konsep untuk mengantisipasi hal hal diatas.

    Salah satu konsep yang dapat digunakan adalah konsep Value Creation yang ditetapkan

    oleh C.K. Achalad. Pada konsep ini terdapat 3 aspek yang perlu diperhatikan dalam

  • xliv

    pengembangan pariwisata, yang menjadi tanggungjawab semua insan pariwisata,

    termasuk didalamnya institusi pendidikan. Ketiga aspek tersebut adalah performance gap,

    ability gap dan opportunity gap. Dalam aplikasinya terhadap kepariwisataan Indonesia,

    hal hal yang harus dilakukan adalah:

    1. Mengadakan restrukturisasi sumber daya manusia pariwisata mengingat

    kurangnya kinerja instansi berwenang dalam membina dan mengelola

    kepariwisataan daerah.

    2. Mengadakan rekonfigurasi produk produk pariwisata Indonesia melalui

    pebangunan kawasan KBI dan KTI. Hal ini di lakukan untuk mempertajam Image

    Indonesia di pasar kepariwisataan Internasional

    3. Mengadakan revitalisasi setrategi pengembangan kepariwisataan baik ditingakat

    daerah maupun nasonal.

    Terlepas dari semua itu kepariwisatan Indonesia tetap memiliki peluang untuk di

    kembangkan walau di sana sini masih ditemuai berbagai masalah mendasar yang perlu di

    tangani. Berkaitan dengan hal ini di mana kinerja dan posisi kepariwisataan masih jauh

    dari yang diharapkan, pendidikan pariwisata diharapkan mampu memberikan kontribusi

    yang berarti, yang berupa sumbangan sumbangan pemikiran maupun tindakan nyata yang

    dibutuhkan untuk pengembangan kepariwisataan, khususnya dalam penyediaan sumber

    daya manusia pariwisata yang berkualitas.

    F. PEMIKIRAN-PEMIKIRAN MENGENAI KEPARIWISATAAN INDONESIA

    DI MASA DATANG

    1. Perlu adanya pemberlakuan community-based planning untuk dapat menggerkan

    para pelaku kepariwisataan didaerah yakni pemerintah swasta dan masyarakat.

    2. Dibutuhkan tindakan untuk merancang sistem informasi pasar sebagai dasar serta

    arahan yang berguna bagi pelaku pemasaran kepariwisataan nasional guna

    menentukan setrategi pemasaran yang sesuai.

    3. Dibutuhkan konsep product-market matching melalui pelaksanaan segmentasi

    posteriori pada daerah tujuan wisata baik di KBI maupun di KTI melalui

    peningkatan kemampuan dan peran stakeholder pariwisata pada seluruh tingkatan.

  • xlv

    4. Dibutuhkan tindakan proaktif untuk memanfaatkan momentum kerja sama

    internasional yang telah terbentuk, seperti Indonesia-Malaysia-Singapura (IMS-

    GT) untuk meningkatkan kepariwisataan

    5. Adanya kesenjangan pertumbuhan antara KBI dan KTI membutuhkan campur

    tangan pemerintah dalam mengatur mekanisme kepariwisataan regional melalui

    penerapan orientasi baru kebijaksanaan (pemasaran) kepariwisataan regional yang

    mampu menyentuk setiap daerah tujuan wisata secara merata.

    6. Bersandar pada perbedaan tipologi produk dan pasar, pelaksanaan strategi

    penempatan (positioning) bagi daerah tujuan wisata di KBI dan KTI harus

    berpedoman pada basisi penciptaan nilai beda (differentiation) dan nilai baru

    (value creation) yang disesuaikan dengan harapan, minat, dan penempatan pasar

    (market place) guna menampilkan nilai-nilai kompetitif yang dimiliki setiap

    daerah tujuan wisata.

    7. Untuk mempercepat terbentuknya citra tunggal (single image) daerah tujuan

    wisata, maka perlu pemberlakuan pengelompokan daerah tujuan wisata yang dapat

    menggabungkan produk unggulan yang memiliki kedekatan profil.

    8. Strategi pemasaran yang di berikan oleh pusat hendaknya mempu diterjemahkan

    sampai tingkat yang lebih rendah, termasuk oleh daerah tujuan wisata.

  • xlvi

    BAB VIII

    ORGANISASI-ORGANISASI PARIWISATA

    A. TINGKAT INTERNASIONAL

    1. World Tourism Organization (WTO)

    Organisasi ini merupakan organisasi internasional antar pemerintah yang bertjuan

    mempromosikan dan memajukan kepariwisataan guna membantu pembangunan

    ekonomi, perdamaian, kemakmuran, keadilan dan hak asasi manusia. Untuk

    melaksanakan misi tersebut WTO mengadakan kerja sama dan turut berpartisipasi

    dalam kegiatan United Nation Development Programme (UNDP) di mana WTO

    menjadi badan peserta dan pelaksana dari UNDP.

    Keanggotaan WTO terdiri dari tiga macam:

    a. Full Member

    Badan pemerintah yang menangani kepariwisataan nasional.

    b. Associate Member

    Badan pemerintah yang menangani kepariwisataan daerah

    c. Affiliate Member

    Organisasi-organisasi non komersial swasta maupun badan usaha swasta yang

    bergerak di bidang riset, promosi, media pariwisata dan sebagainya.

    Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh direktorat jendral pariwisata mwnjadi

    anggota WTO sejak tahun 1972

    2. Pacifik Area Travel Association (PATA)

    PATA merupakan organisasi pariwisata di kawasan samudera pasifik yang bersifat

    non-profit. Organisasi ini dibentuk pada tahun 1951 di Hawaii dan berkantor pusat di

    San Fransisco, Amerika Serikat. Untuk menjamin komunikasi yang efektif dengan

    kantor pusat dalam melaksanakan tugasnya,di Negara Negara anggota PATA di

    bentuk suatu badan yang dinamakan PATA CHAPTER.

    Saat ini terdapat dua macam PATA CHAPTER, yaitu:

    a. Promotional Chapter, yang bertujuan menyelenggarakan kegiatan penerangan dan

    promosi pariwisata

  • xlvii

    b. Regional Chapter, yang bertujuan memajukan kepentingan bersama didaerah

    tujuan wisata tertentu dikawasan pasifik.

    Adapun tujuan utama PATA adalah meningkatkan daya tarik

    SOAL-SOAL LATIHAN BAB VI

    1. Sebutkan faktor-faktor lokasional yang berpengaruh terhadap pengembangan lokasi pariwisata, berikan penjelasan.

    2. Bagaimanakah pengaruh iklim terhadap kepariwisataa, dalam hal apa saja pengaruh tersebut.

    3. Bagaimanakah kaitan tingkat aksesibilitas dengan pengembangan kepariwisataan suatu objek wisata di suatu wilayah.

    4. Sebutkan dampak pengembangan objek wisata terhadap lingkungan/ ekologi, bagaimana upaya mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan tersebut.

    5. Bagaimanakah dampak pengembangan kepariwisataan terhadap faktor sosial budaya, berikan penjelasan.

  • xlviii

    DAFTAR PUSTAKA

    Boniface, Brian G. dan Christopher, 1981. The Geography of Travel and Tourism.

    London: Heinemann.

    Chafid Fandeli (ed), 1995. Dasar dan Manajemen Kepariwisataan Alam. Yogyakarta:

    Liberty.

    Hall, CM. Dan SJ. Page, 1999. The Geography of Tourism and Recreation, environment,

    place and space. London-New York: Routledge.

    Pendit, Nyoman, 1983. Panduan Wisata Singapura. Jakarta: Penerbit Sinar Harapam.

    Pearce, Douglas, 1983. Tourism Developmen. London-New York: Longman.

    Salah Wahab, 1992. Manajemen Kepariwisataan. Jakarta: Pradnya Paramita.

    Smith, Stephen, 1983. Recreation Geography. London-New York: Longman.

    Wing Haryono, 1976. Pariwisata rekreasi dan Entertainment. Bandung: Ilmu Publishers.

    Yoety, Oka. 1978. Guiding System: Suatu Pengantar Praktis. Jakarta: Pradnya Paramita.

  • xlix

    DIKTAT PERKULIAHAN

    GEOGRAFI PARIWISATA

    Disusun Oleh:

    DRS. APIK BUDI SANTOSO, M.Si.

  • l

    JURUSAN GEOGRAFI

    FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

    2006

    PRAKATA

    Sektor pariwisata sebagai bagian dari kegiatan perekonomian telah menjadi

    andalan potensial dan prioritas pengembangan bagi sejimlah negara, terlbih bagi negara

    berkembang seperti Indonesia yang memiliki potensi wilayah yang luas dengan daya

    tarik wisata besar, baik karena banyaknya keindahan alam, aneka warisan sejarah budaya,

    dan kehidupan masyarakat yang unik. Meskipun banyak upaya telah dilaksanakan untuk

    pengembangan yang berkait dengan kepariwisataan, namun masih belum mencapai

    sasaran seperti yang diharapkan.

    Pentingnya analisis sumber dan dampak pengembangan (lingkungan, sosial,

    ekonomi) juga belum memperoleh perhatian yang cukup serius, meskipun sejumlah

    lembaga dan para pejabat perencana pengembangan telah menyadari perlunya analisis

    menegenai dampak lingkungan (AMDAL), sistem evaluasi mengenai dampak lingkungan

    (SEMDAL), maupun penyajian sistem sistem informasi mengenai potensi, kerawanan

    dan dampak lingkungan.

    Sebagaimana halnya kegiatan sosial dan ekonomi lainnya, persebaran kegiatan

    pengembangan pariwisata juga tidak merata di berbagai be