Dike 260110110011
-
Upload
firda-aryanti-widyana -
Category
Documents
-
view
36 -
download
10
description
Transcript of Dike 260110110011
ANTIBODI MONOKLONAL
A. Pengertian
Antibodi monoklonal adalah antibodi monospesifik yang dapat mengikat satu
epitop dan merupakan zat yang diproduksi oleh sel gabungan tipe tunggal yang
memiliki kekhususan tambahan. Ini adalah komponen penting dari sistem kekebalan
tubuh. Antibodi monoklonal dapat mengenali dan mengikat antigen yang spesifik.
B.Pembuatan Antibodi Monoklonal
Teknologi antibodi monoklonal yaitu teknologi menggunakan sel-sel sistem
imunitas yang membuat protein yang disebut antibodi. Sistem kekebalan kita tersusun
dari sejumlah tipe sel yang bekerja sama untuk melokalisir dan menghancurkan
substansi yang dapat memasuki tubuh kita. Tiap tipe sel mempunyai tugas khusus.
Beberapa dari sel tersebut dapat membedakan dari sel tubuh sendiri (self) dan sel-sel
asing (non self). Salah satu dari sel tersebut adalah sel limfosit B yang mampu
menanggapi masuknya substansi asing denngan spesivitas yang luar biasa.
Langkah pembuatan Teknologi Monoklonal :
Langkah pertama adalah dengan menginjeksikan antigen ke dalam tubuh
tikus/kelinci percobaan, kemudian limpanya dipisahkan.
Sel-sel pembentuk antibodi pada limpa dilebur ( fusi ) dengan sel-sel mieloma
( sel kanker )
Sekitar 1% dari sel limpa adalah sel plasma yang menghasilkan antibodi,
sedangkan 10% sel hibridoma akhir terdiri dari sel-sel yang menghasilkan
antibodi
Setiap hibridoma hanya dapat menghasilkan satu antibodi.
Teknik seleksi kemudian dikembangkan untuk mendidentifikasi sel tersebut,
kemudian dilakukan pengembangan atau pengklonan berikutnya
Klona yang diperoleh dari hibridoma berupa antibodi monoklonal. Antibodi
monoklonal dapat disimpan beku, kemudian dapat diinjeksikan ke dalam
tubuh hewan atau dibiakkan dalam suatu kultur untuk menghasilkan antibodi
dalam jumlah yang besar.
Ketika di tikus terbentuk antibodi yang beraneka ragam (antibodi
multiklonal) dengan maksud tubuh tikus harus dilindungi dari berbagai
organisme patogen /antigen asing misal (antigen HCG) ,maka tikus
diharapkan bebas dari berbagai gangguan penyakit akibat bervariasinya
patogen/antigen tersebut.
C.Cara kerja Antibodi Monoklonal pada sel kanker
Tidak seperti kemoterapi dan radioterapi, yang bekerja secara kurang spesifik,
tujuan pengobatan antibodi monoklonal adalah untuk menghancurkan sel-sel kanker
secara khusus dan tidak mengganggu jenis-jenis sel lainnya. Semua sel memiliki
penanda protein pada permukaannya, yang dikenal sebagai antigen.
Antibodi monoklonal dirancang di laboratorium untuk secara spesifik
mengenali penanda protein tertentu di permukaan sel kanker. Antibodi monoklonal
kemudian berikatan dengan protein ini. Hal ini memicu sel untuk menghancurkan diri
sendiri atau memberi tanda pada siinduk kekebalan tubuh untuk menyerang dan
membunuh sel kanker.
Sebagai contoh, rituximab, antibodi monoklonal yang dipakai dalam
pengobatan limfoma non Hodgkin, mengenali penanda protein CD20. CD20
ditemukan di permukaan Sel B abnormal yang ditemukan pada jenis-jenis limfoma
non Hodgkin yang paling umum.
Mekanisme Monoklonal bekerja melawan sel Kanker
1. Antibodi Dependent Celluar Cytotoxicity (ADCC)
AADC adalah cara yg dilakukan antibodi untuk membuat sel-sel kanker
terlihat bagi sel fagosit, sebagai natural killer sel manusia. Ikatan antibodi
monoclonal dengan antigen permukaan sel tumor memicu penglepasan perforin
dan grenzyme yang dapat menghancurkan sel tumor. Sel-sel yang hancur
ditangkap Antigen Presenting Cell (APC) lalu dipresentasikan pada sel B limfosit
sehingga memicu pelepasan antibodi, kemudian antibodi ini akan berikatan
dengan target antigen. Pelepasan antibodi oleh sel B limfosit memicu sel T
limfosit mengenal dan membunuh sel target.
2. Complement Dependent Cytotoxicity (CDC)
Pengikatan antibodi monoklonal dengan antigen memicu protein lain
untuk mengawali pelepasan proteolitik dari sel efektor kemotaktik yang dapat
menyebabkan terbentuknya lubang pada membrane sel-sel kanker. Lubang ini
membuat air dan ion natrium dapat keluar dan masuk sel kanker tanpa terkendali
sehingga sel tersebut akan mengalami lisis atau pecah.
3. Perubahan Transduksi Sinyal
Pada setiap sel tubuh, terdapat reseptor growth factor yang merupakan
target sel tumor untuk menginduksi sel-sel sehat tersebut agar mengalami
aktivitas metabolism yang berlebihan dan terjadi pembelahan sel secara cepat
sehingga timbul kanker. Transduksi sinyal dari sel kanker ini akan terus meluas
sehingga pada suatu fase, jika tingkat keganasannya meningkat, pengobatan
dengan kemoterapi tidak dapat mengendalikan atau menekan pertumbuhan sel
ganas tersebut. Antibodi monoklonal sagat potensial untuk menormalkan laju
perkembangan sel dan membuat sel sensitif terhadap zat sitotoksik (dari
kemoterapi) dengan menghilangkan signal reseptor. Hasilnya, perkembangan sel
kanker dapat terhenti dan obat yang diberikan melalui kemoterapi dapat
menghancurkan sel-sel kanker tersebut.
4. Antibody Directerd Enzyme Prodrug Therapy (ADEPT)
ADEPT adalah cara penggunaan antibodi monoklonal sebagai penghantar
enzim dan obat-obatan untuk sampai ke sel kanker. Enzim yang dbawa oleh
antibodi monoclonal akan mengaktifkan kerja obat untuk membunuh sel-sel
kanker. Selain obat-obatan, antibodi monoclonal juga dapat digabungkan dengan
partikel radioaktif untuk dikirimkan langsung pada sel kanker.
Sesuai dengan kerjanya, ada dua jenis antibodi monoclonal yang diberikan
pada penderita kanker yaitu naked monoclonal antibodies atau antibodi
monoklonal murni. Antibodi ini penggunaannya tanpa dikombinasikan dengan
obat lain atau material radioaktif. Jenis yang kedua adalah conjugated monoclonal
antibodies yaitu antibodi monoklonal yang dikombinasikan dengan berbagai jenis
obat, toksin, dan materi-materi radioaktif. Antibodi monoclonal jenis ini hanya
berperan sebagai pengangkut yang akan mengantarkan substansi-substansi obat,
racun, dan materi radioaktif, menuju langsung ke sel-sel kanker.
D.Manfaat Antibodi Monoklonal
• Dengan mengetahui cara kerja anti bodi, kita dapat memanfaatkannya untuk
keperluan deteksi, kuantitasi dan lokalisasi.
• Pengukuran dengan pendeteksian dengan menggunakan Teknologi antibodi
monoklonal relatif cepat, lebih akurat, dan lebih peka karena spesifitasnya tinggi.
• Teknologi antibodi monoklonal saat ini digunakan untuk deteksi kehamilan, alat
diagnosis berbgai penyakit infeksi dan deteksi sel-sel kanker.
• Karena spesifitasnya yang tinggi maka Teknologi antibodi monoklonal dapat
digunakan untuk membunuh sel kanker tanpa mempengaruhi sel-sel yang sehat.
• Selain kegunaannya untuk mendiagnosis penyakit pada manusia, Teknologi antibodi
monoklonal juga banyak dipakai untuk mendeteksi penyakit-penyakit pada tanaman
dan hewan, kontaminasi pangan dan polutan lingkungan.
E.Dosis dan pemberian Antibodi
Dosis dan pemberian bervariasi untuk setiap antibodi yang diberikan. Sebagai
contoh, rituximab, antibodi monoklonal yang umum digunakan dalam pengobatan
NHL diberikan intravena, melalui jarum yang masuk ke dalam pembuluh darah ,
biasanya di lengan.
Rituximab diberikan sebagai ‘tetesan’ yang berarti obat dimasukkan dulu ke
dalam kantong infus, kemudian cairan menetes perlahan ke dalam pembuluh darah
dengan mengandalkan kekuatan gravitasi. Jika antibodi monoklonal digunakan dalam
kombinasi dengan kemoterapi, rituximab biasanya diberikan sesaat sebelum
kemoterapi pada awal setiap siklus pengobatan.
Sebelum tetesan infus diberikan, obat lain untuk mencegah beberapa efek
samping antibodi monoklonal diberikan contohnya parasetamol untuk mengurangi
demam dan anti-histamin untuk mengurangi kemungkinan reaksi alergi.
Meski demikian, efek samping antibodi monoklonal umumnya ringan dan
sementara serta dapat diatasi dengan mudah. Jika terjadi efek samping saat obat
diberikan, tetesan infus dapat diperlambat atau bahkan dihentikan hingga efek
samping berakhir.
Untuk pengobatan pertama, pasien menginap di rumah sakit atau sementara
tinggal di sana sebelum pulang ke rumah.Pengobatan lanjutan biasanya lebih cepat
dan efek sampingnya lebih sedikit. Kebanyakan orang dapat mendapat pengobatan
lanjutan ini sebagai rawat-jalan dan pulang ke rumah pada hari itu juga.
F. Efek Samping
Penggunaan antibodi monoklonal sebagai terapi kanker mampu menimbulkan
efek samping, mulai efek samping yang ringan sampai efek samping yang
menjadikan pasien dalam kondisi gawat darurat.
Efek Samping Umum.
• Reaksi alergi seperti gatal dan bengkak.
• Gejala seperti flu,padahal bukan flu
• Diare
• PengeringanKulit
Efek Samping yang jarang terjadi,namun berbahaya.
• Perdarahan hebat
•Gangguan jantung
• Reaksi anafilaksis (hipersensitif)
ANTIBODI POLIKLONAL
A.Pengertian
Antibodi poliklonal adalah campuran antibody yang mengenal epitop yang berbeda
pada antigen yang sama atau dengan kata lain di dalam suatu populasi antibodi
terdapat lebih dari satu macam antibodi.
B.Pembuatan Antibodi Poliklonal
Proses yang terjadi pada antibodi poliklonal:
1. Diproduksi dengan imunisasi hewan dengan antigen yang tepat.
2. Serum dari hewan terimunisasi dikumpulkan
3. Antibodi dalam serum dapat dimurnikan lebih lanjut.
4. Karena satu antigen menginduksi produksi banyak antibodi maka hasilnya
berupa ‘polyclonal’ /campuran antibodi.
Produksi antibodi poliklonal menggunakan isolat yang telah dimurnikan pada
kelinci New Zealand White (n=12 ekor)
Antigen, morfin-3-β-D-glukoronat dicampur dengan adjuvant, diinjeksikan
secara subkutan ke 5 ekor kelinci White New Zealand sebanyak empat kali dengan
interval waktu penyuntikan seminggu. Satu minggu setelah penyuntikan ke-empat,
dilakukan pengambilan darah kelinci. Antibodi poliklonal (antiserum) dipisahkan dan
disimpan. Sejumlah alikuot antiserum diendapkan dengan ammonium sulfat (50%).
Campuran disentrifugasi dan endapan dilarutkan dengan sedikit air steril untuk
didialisis. Hasil dialisis kemudian dipisahkan dengan elektroforesis. Analisa ELISA
dilakukan terhadap crude antiserum dan hasil dialisis.
Kelinci strain NZW dengan bobot rata-rata 3 kg, sejumlah 12 ekor dibagi menjadi
6 kelompok masing-masing dengan 2 ulangan tanpa ada perbedaan jenis kelamin. Pakan
yang diberikan berupa pelet dan wortel sedangkan multivitamin diberikan sebelum
perlakuan dan diulangi setiap selesai imunisasi.
Isolat ovPAG (S,DT, DN8, DN16, DN32) yang diperoleh dari purifikasi ekstrak
kotiledon plasenta dalam kolom Sephadex-G75 dan DEAE-cellulose (Tabel). Freud’s
complete adjuvant (Sigma®) dan Freud’s Incomplete adjuvant (Sigma®) diperlukan
sebagai larutan pengikat (adjuvant) ovPAG yang akan diimunisasikan pada kelinci
(Goldsby et al. 2000; Erb & Hau 1994; Hendriksen & Hau 2003).
Tabel.Isolat ovPAG dan konsentrasinya yang diimunisasikan pada kelinci New
Zealand White
Isolat ovPAG Jumlah (ekor) Konsentrasi (ng/µl)
Sephadex-G75 (S1 & S2) 2 181.00
DEAE-Tris HCl 0,01 M (DT.1 & DT.2 2 171.00
DEAE-NaCl 80 mM (DN8.1 &DN8.2) 2 2.67
DEAE-NaCl 160 mM (DN16.1 & DN16.2) 2 44.33
DEAE-NaCl 320 mM (DN32.1 &DN32.2) 2 86.00
Kontrol (K1 & K2) 2
Isolat diimunisasikan pada bawah kulit atau subkutan bagian punggung kelinci
NZW (Gambar 19). Imunisasi pertama dilakukan dengan menyuntikan campuran 0.5 ml
isolat ditambah 0.5 ml Freud’s complete adjuvant atau FCA (Sigma®). Booster pertama
dilakukan dengan menyuntikan campuran 0.5 ml isolat ditambah 0.5 mL dan Freud’s
Incomplete adjuvant atau FICA (Sigma®) Booster kedua dilakukan dua minggu setelah
booster pertama dengan menyuntikan campuran dengan komposisi yang sama dengan
booster pertama Darah dari vena maupun arteri telinga (Vena dan Arteri auricularis)
ditampung kedalam tabung yang telah berisi antikoagulan, setiap dua minggu sekali
dengan volume maksimum 20% bobot kelinci (Ayad et al. 2007).
Darah (Baseline; FCA; FICA I dan II) disentrifus pada kecepatan 2 500 rpm
selama 15 menit untuk dipisahkan plasma darahnya kemudian ditempatkan dalam
tabung, disimpan pada suhu – 20oC sampai seluruh plasma terkumpul. Setelah semua
plasma darah tekumpul, respon imun kelinci terhadap ovPAG yang diimunisasikan,
diukur dengan melihat kerapatan optik menggunakan teknik ELISA termodifikasi yang
diukur pada panjang gelombang 450 nm.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas AK, Lichtman AH, Pillai S. 2007. Cellular and Mollecular Immunlogy. Ed ke-6. Philadelphia : Elsevier Inc. hlm 3 – 17; 123-142.
Ayad A, Sousa NM, Sulon J, Iguer-Ouada M, Beckers JF. 2007. Comparison of five radioimmunoassay systems for PAG mesurement : Ability to detect early pregnancy in cow. Reprod Dom Anim 42(4):433-440.
Barbato O et al. 2008. Isolation of pregnancy-associated glycoproteins (PAG) from water buffalo (Bubalus bubalis) placenta by use of Vicia villosa bound agarose affinity chromatography. Res Vet Sci 85(3):457-466.
Bella A, Sousa NM, Dehimi M, Watts J, Beckers JF. 2009. Western analyses of Pregnancy-Associaed Glycoprotein Family (PAG) in Placental Extracts of Various Mammals. Theriogenology, Volume 68 (7) : 1055-1066.
Bos, L. 1990. Pengantar Virologi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta..
Dennison, C., 2002. A Guide to Protein Isolation, Kluwer Academic Publishers. New York.
Liddell,E . 1995 . Antibody Technology . UK : BIOS Scientific Publishers Ltd.
Palfree, R.G.E. and B.E. Elliott. 1982. An enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) for
detergent solubilized 1a glycoproteins using nitrocellulose membrane discs. J. Immunol.
Methods 52: 395-408.