perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENGARUH ... · dibandingkan dengan tingkat motivasi...
Transcript of perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENGARUH ... · dibandingkan dengan tingkat motivasi...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN KONTRUKTIVISME
MELALUI METODE DISKUSI-RESITASI TERHADAP
KEMAMPUAN KOGNITIF FISIKA PADA
MATERI KALOR SMA DITINJAU DARI
MOTIVASI BELAJAR SISWA
Skripsi
Oleh :
Sri Gurendo Utomo
K2306034
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN KONTRUKTIVISME
MELALUI METODE DISKUSI-RESITASI TERHADAP
KEMAMPUAN KOGNITIF FISIKA PADA
MATERI KALOR SMA DITINJAU DARI
MOTIVASI BELAJAR SISWA
Oleh :
Sri Gurendo Utomo
K2306034
Skripsi
Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Dalam
Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Fisika
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Persetujuan Pembimbing,
Pembimbing I
Drs Darianto
NIP. 19460809 198303 1 001
Pembimbing II
Elvin Yusliana E, M.Pd
NIP. 19770717 200501 2 002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi sebagian dari persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan.
Pada hari :
Tanggal :
Tim Penguji Skripsi :
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua :
Drs. Supurwoko, M.Si
NIP. 19630409 199802 1 001
( )
Sekretaris :
Drs. Edy Wiyono, M.Pd
NIP. 19510421 197501 1 001
( )
Anggota I :
Drs. Darianto
NIP. 19460809 198303 1 001
( )
Anggota II :
Elvin Yusliana E, M.Pd
NIP. 19770717 200501 2 002
( )
Disahkan oleh,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Dekan,
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd.
NIP. 19600727 198702 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Sri Gurendo Utomo. PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN
KONTRUKTIVISME MELALUI METODE DISKUSI-RESITASI TERHADAP
KEMAMPUAN KOGNITIF FISIKA PADA MATERI KALOR SMA DITINJAU
DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Mei 2011.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) ada atau tidak adanya
perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui
metode diskusi–resitasi berkelompok dan diskusi–resitasi individu terhadap
kemampuan kognitif Fisika siswa pada materi kalor, (2) ada atau tidak adanya
perbedaan pengaruh antara tingkat motivasi belajar Fisika siswa kategori tinggi
dan katagori rendah terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada materi kalor,
(3) Ada atau tidak adanya interaksi antara pengaruh penggunaan pendekatan
konstruktivisme melalui metode diskusi–resitasi berkelompok dan diskusi–resitasi
individu dengan tingkat motivasi belajar siswa terhadap kemampuan kognitif
fisika siswa pada materi kalor.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan desain faktorial
2 x 2. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Negeri 1
Sukoharjo kelas X semester genap Tahun Ajaran 2009/2010 yang berjumlah
sepuluh kelas, dari kelas X-1 sampai dengan kelas X-10. Sampel yang digunakan
sebanyak 2 kelas yang diambil dengan teknik cluster random sampling, sehingga
didapat dua kelas sebagai sampel penelitian, yaitu kelas X-1 yang terdiri dari 36
siswa dan kelas X-2 yang terdiri dari 31 siswa. Teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah teknik dokumentasi, teknik angket, dan teknik tes. Teknik
analisis data menggunakan uji anava dua jalan dengan isi sel tak sama, kemudian
dilanjutkan dengan uji komparasi ganda metode Scheffe dengan taraf signifikansi
0,05.
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dalam penelitian ini,
hasil penelitian ini menunjukkan : (1) Tidak ada perbedaan pengaruh antara
penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode diskusi–resitasi secara
berkelompok dan melaluai metode diskusi–resitasi secara individual terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
kemampuan kognitif Fisika yang dimiliki siswa pada materi Kalor
( 994,3F02,1 F 63 ; 1 ;05,0a ). (2) Ada perbedaan pengaruh antara motivasi belajar
Fisika siswa kategori tinggi dan motivasi belajar Fisika katagori rendah terhadap
kemampuan kognitif Fisika siswa pada materi Kalor
( 994,309.5 631050 ; ; ,B FF ). Sedangkan dari hasil uji lanjut ANAVA dengan
komparasi ganda metode Scheffe diperoleh hasil bahwa 21 XX
( 994,32571.5 63;1;05.012 FFB ). Maka dapat dilihat bahwa tingkat motivasi
belajar Fisika siswa katagori tinggi memberikan pengaruh yang lebih baik bila
dibandingkan dengan tingkat motivasi belajar Fisika siswa katagori rendah
terhadap prestasi belajar Fisika siswa, (3) Tidak ada interaksi antara pengaruh
penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode diskusi–resitasi dan
motivasi belajar Fisika yang dimiliki siswa terhadap kemampuan kognitif Fisika
siswa pada materi Kalor ( 994,3058,2 631050 ; ; ,ab FF ).
Kata kunci: konstruktivisme, metode diskusi-resitasi, motivasi belajar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
ABSTRACT
Sri Gurendo Utomo. THE EFFECT OF USAGE APPROACH
CONSTRUCTIVISM THROUGH DISCUSSION-RECITATION METHOD
AGAINST COGNITIVE ABILITIES OF PHYSICS REVIEW OF HEAT
SUBJECT MATTER IN SENIOR HIGH SCHOOL PERCEIVED FROM
STUDENT LEARNING MOTIVATION. Research, Surakarta: Teacher Training
and Education Faculty, Sebelas Maret University, June 2011.
This research aims to find out: (1) there is or not the differences in effect
between using constructivism approach through the discussion-recitation in a
group method and discussion-recitation individual method against cognitive
abilities of Physics for students in heat subject material, (2) there is or not the
differences in effect between the high and low category of student learning
motivation against cognitive abilities of Physics for students in heat subject
material, (3) there is or not the interaction of effect between using constructivism
approach through discussion-recitation in a group method and discussion-
recitation individual method with the student learning motivation against
cognitive abilities of Physics for students in heat subject material.
This research used the experimental method with factorial design 2 x 2.
The population of the research are all entire students in X class of SMAN 1
Sukoharjo at second semester of School Year 2009/2010, amounting to ten
classes, from class X-1 to X-10. Samples which used as many two class that taken
with a random cluster sampling technique so that the two classes obtained as a
sample of research, that is class X-1 consist of 36 students and class X-2 consist
of 31 students. Techniques of data gathering techniques used are the
documentation, polling techniques, and technical tests. Data analysis technique
used is two-step anava with the different content of cell, furthermore used the
double comparison test Scheffe method with the standards of significance 0.05.
Based on the results of data analysis in this research, the result of this
research shiow that: (1) There is no different effect between used of
constructivism approach through the discussion-recitation in a group method and
discussion-recitation in a individual method against cognitive abilities of Physics
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
for students at the Heat subject matter ( 994,3F02,1 F 63 ; 1 ;05,0a ). (2) There is
different effect between the high and low category of student learning motivation
against cognitive abilities of Physics for students at the Heat subject matter (
994,309.5 631050 ; ; ,B FF ). And then, from the results of double comparison
test Scheffe method obtained the result that 21 XX (FB12 = 5.2571 > F0.05;1.63
= 3,994). So, the high category of student learning motivation give better
influence with the low category of student learning motivation to study
achievement (3) there is no interaction between of different effect use of
constructivism approach through discussion-recitation method and student
learning motivation against cognitive abilities of Physics for students at the Heat
subject matter ( 994,3058,2 631050 ; ; ,ab FF ).
Keywords: constructivism, discussion-recitation method, learning motivation
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
MOTTO
“Apabila orang merasa tidak tahu maka itulah awal dari ilmu dan ilmu akan
berakhir ketika orang tersebut sudah merasa tahu” (Penulis)
“Sesungguhnya harta yang paling berharga adalah ilmu dan simpanan (tabungan)
yang paling bermanfaat adalah amal” (Penulis)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan kepada:
Bapak, Ibu & Keluargaku tercinta.
Bapak & Ibu Dosen Program Studi
Pendidikan Fisika.
Fitria Ayu Wulandari yang selalu
memberikan semangat.
Rekan-rekan Fisika 2006
seperjuangan
Keluarga besar SMA Negeri 1
Sukoharjo
Almamater.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya penulisan Skripsi ini akhirnya dapat
diselesaikan. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan guna
mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan di Program Pendidikan Fisika Jurusan
P. MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini tidak terlepas
dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. H.M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. Selaku Dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta
2. Ibu Dra. Hj. Kus Sri Martini, M.Si. Selaku Ketua Jurusan P. MIPA Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta
3. Ibu Dra. Rini Budiharti, M.Pd, Selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Fisika Jurusan P.MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
4. Bapak Drs. Sutadi Waskito, M.Pd. Selaku Koordinator Skripsi Program Studi
Pendidikan Fisika Jurusan P.MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta
5. Bapak Drs. Darianto Selaku Dosen Pembimbing I yang telah membimbing
dalam penyusunan Skripsi ini
6. Ibu Elvin Yusliana E, M.Pd. Selaku Dosen Pembimbing II yang telah
membimbing dalam penyusunan Skripsi ini
7. Bapak Sarimin, S.Pd selaku guru Fisika SMA Negeri 1 Sukoharjo yang telah
memberikan kesempatan bagi penulis dalam menjalankan penelitian untuk
Skripsi ini.
8. Bapak Joko selaku guru Fisika SMA Negeri 3 Sukoharjo yang telah
memberikan kesempatan penelitian skripsi ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
9. Keluarga besar SMA Negeri 1 Sukoharjo, SMA Negeri 3 Sukoharjo dan
SMA 6 Surakarta atas kesempatan mengajar yang diberikan selama studi.
10. Bapak dan Ibu serta keluarga besarku tercinta di Sukoharjo yang selalu
memberikan doa dan dukungan kepada penulis
11. Fitria Ayu Wulandari yang selalu memberikan semangat dan dukungannya
selama ini.
12. Semua rekan-rekan seperjuangan Pendidikan Fisika (khususnya angkatan
2006) dan rekan-rekan Fisika lainnya.
13. Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Fisika Grafitasi khususnya Bidang
Pendidikan dan Kajian Ilmiah atas semua ilmu dan pengalaman yang
berharga selama ini
14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.
Semoga segala bantuan, bimbingan, dukungan dan pengorbanan yang telah
diberikan kepada penulis menjadi amal baik dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Skripsi ini jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala saran, kritik, maupun
masukan yang bersifat membangun. Namun demikian, penulis berharap semoga
Skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada
umumnya.
Surakarta, Juni 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PENGAJUAN.............................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN.......................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................... iv
HALAMAN ABSTRAK................................................................................... v
HALAMAN ABSTRACK ................................................................................ vii
HALAMAN MOTTO ....................................................................................... ix
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... x
KATA PENGANTAR....................................................................................... xi
DAFTAR ISI..................................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xvi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xvii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................... 7
C. Pembatasan Masalah .............................................................. 8
D. Perumusan Masalah ............................................................... 9
E. Tujuan Penelitian ................................................................... 9
F. Manfaat Penelitian ................................................................. 10
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka ..................................................................... 11
1. Proses Belajar Mengajar ................................................... 11
2. Pembelajaran Fisika di SMA ............................................ 14
3. Pendekatan Pembelajaran ................................................. 17
4. Metode Mengajar .............................................................. 21
5. Kemampuan Kognitif Siswa ............................................. 25
6. Motivasi Belajar ............................................................... 27
7. Materi Kalor di SMA ....................................................... 29
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
B. Penelitian yang Relevan ........................................................ 36
C. Kerangka Berfikir .................................................................. 37
D. Pengajuan Hipotesis ............................................................... 41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................ 42
1. Tempat Penelitian ............................................................. 42
2. Waktu Penelitian .............................................................. 42
B. Metode Penelitian ................................................................... 43
C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ............... 43
1. Populasi Penelitian ............................................................ 43
2. Sampel Penelitian ............................................................. 44
3. Teknik Pengambilan Sampel ............................................. 44
D. Variabel Penelitian .................................................................. 44
1. Variabel Bebas ................................................................. 44
2. Variabel Terikat ................................................................ 45
E. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 46
1. Teknik Dokumentasi ......................................................... 46
2. Teknik Tes ......................................................................... 46
3. Teknik Angket ................................................................... 46
F. Instrumen Penelitian ............................................................... 47
1. Instrumen Angket .............................................................. 48
2. Intrumen Tes .................................................................... 50
G. Teknik Analisis Data ............................................................... 56
1. Uji Kesamaan Keadaan Awal ........................................... 56
2. Uji Prasarat Analisis .......................................................... 57
3. Pengujian Hipotesis .......................................................... 59
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data ......................................................................... 66
1. Data Keadaan Awal Siswa ................................................ 66
2. Data Nilai Motivasi Belajar Fisika Siswa ........................ 68
3. Data Kemampuan Kognitif Fisika Siswa .......................... 69
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
B. Uji Kesamaan Keadaan Awal Fisika Siswa ........................... 71
1. Uji Normalitas ................................................................... 72
2. Uji Homogenitas .............................................................. 72
3. Uji t Dua Ekor ................................................................... 72
C. Uji Prasyarat Analisis ............................................................. 72
1. Uji Normalitas .................................................................. 73
2. Uji Homogenitas ............................................................... 73
D. Uji Pengajuan Hipotesis ......................................................... 73
1. Uji Analisis Variansi ......................................................... 73
2. Uji Lanjut Anava .............................................................. 76
E. Pembahasan Hasil Analisis Data ............................................. 77
1. Hipotesis Pertama ............................................................. 77
2. Hipotesis Kedua ................................................................. 78
3. Hipotesis Ketiga ................................................................ 79
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan ........................................................................ 80
B. Implikasi ............................................................................ 81
C. Saran .................................................................................. 82
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 83
LAMPIRAN .................................................................................................... 86
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Gambar 2.2
Gambar 2.3
Gambar 2.4
Gambar 4.1
Gambar 4.2
Gambar 4.3
Gambar 4.4
Skema Perubahan Wujud Zat ..............................................
Grafik Suhu-Kalor Untuk Es yang Dipanaskan Menjadi
Uap ......................................................................................
Laju Kalor Pada Sebuah Penghantar ...................................
Skema Kerangka Berfikir ....................................................
Histogram Nilai Keadaan Awal Fisika Siswa Kelas
Eksperimen ..........................................................................
Histogram Nilai Keadaan Awal Fisika Siswa Kelas Kontrol
Histogram Nilai Kemampuan Kognitif Fisika Siswa Kelas
Eksperimen ..........................................................................
Histogram Nilai Kemampuan Kognitif Fisika Siswa Kelas
Kontrol ................................................................................
31
32
33
40
67
68
70
71
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1
Tabel 1.2
Tabel 3.1
Tabel 3.2
Tabel 3.3
Tabel 3.4
Tabel 3.5
Tabel 3.6
Tabel 3.7
Tabel 3.8
Tabel 3.9
Tabel 3.10
Tabel 3.11
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4
Tabel 4.5
Tabel 4.6
Tabel 4.7
Tabel 4.8
Tabel 4.9
Tabel 4.10
Daya Saing Indonesia Dibandingkan dengan Negara
ASEAN ................................................................................
Skor Indonesia Berdasar Survei PISA Oleh OECD ............
Desain Penelitian .................................................................
Validitas Item Soal Angket .................................................
Kriteria Hasil Analisis Kualitatif Item Soal ........................
Katagori Item Soal Berdasar Daya Pembedanya ................
Katagori Item Soal Berdasar Taraf Kesukaran ...................
Katagori Item Soal Berdasarkan Fungsi Distraktor ............
Keputusan Item Soal yang Memenuhi Kriteria ...................
Persiapan Uji Anava Dua Jalan ...........................................
Data Komputasi ...................................................................
Rerata Sel AB .....................................................................
Rangkuman ANAVA ...........................................................
Deskripsi Data Keadaan Awal Fisika Siswa ........................
Distribusi Frekuensi Keadaan Awal Fisika Siswa Kelas
Eksperimen ...........................................................................
Distribusi Frekuensi Keadaan Awal Fisika Siswa Kelas
Kontrol ..................................................................................
Deskripsi Data Motivasi Belajar Fisika Siswa .....................
Deskripsi Data Kemampuan Kognitif Fisika Siswa ............
Distribusi Frekuensi Nilai Kemampuan Kognitif Fisika
Siswa Kelas Eksperimen ......................................................
Distribusi Frekuensi Nilai Kemampuan Kognitif Fisika
Siswa Kelas Kontrol .............................................................
Harga Statistik Uji Beserta Harga Kritik Pada Uji
Normalitas ............................................................................
Rangkuman Analisis Variansi (ANAVA) Dua Jalan ...........
Rangkuman Uji Komparasi Ganda ......................................
2
2
43
49
50
52
53
54
55
61
62
62
64
66
67
68
69
69
70
71
73
74
76
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9
Lampiran 10
Lampiran 11
Lampiran 12
Lampiran 13
Lampiran 14
Lampiran 15
Lampiran 16
Lampiran 17
Lampiran 18
Lampiran 19
Lampiran 20
Lampiran 21
Lampiran 22
Jadwal Pelaksanaan Penelitian .........................................
Program Satuan Pelajaran ................................................
Rencana Pembelajaran .....................................................
Lembar Kerja Siswa ........................................................
Kisi-Kisi Uji Coba Soal Kognitif ....................................
Indikator Soal Try Out Kognitif Fisika ...........................
Lembar Telaah Kualitatif Item Soal Try Out ..................
Analisis Efektifitas Distraktor .........................................
Analisis Derajat Kesukaran, Daya Pembeda, Reliabilitas
dan Validitas Soal Tes .....................................................
Soal Try Out Tes Belajar Fisika ......................................
Kisi-Kisi Angket ..............................................................
Uji Validitas dan Reliabilitas Angket ..............................
Angket Motivasi Belajar Fisika .......................................
Data Nilai Keadaan Awal Fisika Siswa ..........................
Uji Kesamaan Keadaan Awal Fisika Siswa .....................
Uji Normalitas Keadaan Awal Fisika Siswa Kelas
Eksperimen ......................................................................
Uji Normalitas Keadaan Awal Fisika Siswa Kelas
Kontrol .............................................................................
Uji Homogenitas Keadaan Awal Fisika Siswa Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol ........................................
Penskoran Kemampuan Kognitif Fisika Siswa ...............
Uji Normalitas Kemampuan Kognitif Fisika Siswa
Kelas Eksperimen ............................................................
Uji Normalitas Keampuan Kognitif Fisika Siswa Kelas
Kontrol .............................................................................
Uji Homogenitas Kemampuan Kognitif Fisika Siswa
Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ..............................
86
87
103
131
150
151
152
154
164
168
176
177
181
185
186
188
189
190
192
193
194
195
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xix
Lampiran 23
Lampiran 24
Lampiran 25
Lampiran 26
Lampiran 27
Lampiran 28
Lampiran 29
Lampiran 30
Data Induk Penelitian ......................................................
Pengajuan Hipotesis Uji Anava Dua Jalan Dengan
Frekuensi Sel Tidak Sama ...............................................
Uji Lanjut Anava Komparasi Ganda Dengan Metode
Scheffe ..............................................................................
Daftar Nilai Tugas Resitasi Kelas X-1 dan X-2 ..............
PISA 2009 Ranking by Mean Score for Reading,
Mathematics and Science .................................................
David R. Krathwohl : A Revision of Bloom’s Taxonomy,
An Overview ....................................................................
Charlotte Hua Liu & Robert Matthews. Vygotsky’s
Philosophy: Constructivism and Its Criticisms
Examined .........................................................................
Paul A. Kirschner, John Sweller & Richard E. Clark.
Why Minimal Guidance During Instruction Does Not
Work: An Analysis of The Failure of Constructivist,
Discovery, Problem-Based, Experiential, and Inquiry-
Based Teaching ...............................................................
197
198
203
205
207
209
216
230
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat signifikan dalam sebuah
kehidupan berbangsa. Pendidikan merupakan kunci untuk memanfatkan,
memperoleh bahkan untuk menciptakan serta untuk menggunakan ilmu
pengetahuan yang tujuan akhirnya melahirkan orang-orang yang berpendidikan
yang mampu mengolah, menciptakan dalam penggunaan ilmu pengetahuan
tersebut. Pendidikan juga merupakan salah satu parameter untuk mengukur
kemajuan suatu bangsa. Semakin maju suatu bangsa, akan ditandai dengan
semakin baik pula penyelenggaraan pendidikannya. Namun, pendidikan di
Indonesia hingga saat ini masih menimbun berbagai masalah meskipun telah
berganti birokrat dan orde pemerintahan. Permasalahan pendidikan di Indonesia
dari tahun ke tahun merupakan permasalahan klasik baik menyangkut kualitas
pendidikan, infrastruktur pendidikan, daya jangkau masyarakat, budi pekerti siswa
serta minimnya minat belajar siswa.
Hasil survey dunia terhadap bangsa Indonesia, berdasarkan data IMD
(Institute for Management Development) tahun 2009, daya saing Indonesia berada
pada posisi 42 dari 56 negara, yang mengalami peningkatan dari tahun 2008
(peringkat 51) dan pada tahun 2007 (peringkat 54). Peningkatan yang terjadi
hanya pada indikator kinerja ekonomi (economic performance), efisiensi
pemerintah (government efficiency), dan efisiensi bisnis (bussiness efficiency)
sedangkan indikator infrastruktur menunjukkan penurunan. Hal ini menunjukkan
bahwa infrastruktur yang ada didalamnya antara lain mencakup infrastruktur sains
dan infrastruktur teknologi belum dapat memberikan konstribusi yang signifikan
dalam peningkatan daya saing Nasional. Daya saing Indonesia masih berada
dibawah bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya seperti
Singapura, Malaysia, dan Thailand seperti terlihat pada tabel 1.1 (Adawiah, 2010:
5-6):
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Tabel 1.1 Daya Saing Indonesia Dibandingkan dengan Negara ASEAN
Country
World
Competitive
Yearbook
2009
Global
Competitive
Report 2010
(137 negara)
Knowledge
economy index
2009
(146 negara)
Competitive
Industrial
Performance
(122 negara)
Singapura 3 3 19 1
Malaysia 18 26 48 16
Thailand 26 38 63 25
Indonesia 42 44 103 42
Filipine 43 85 89 30
Vietnam n/a 59 100 69
Senada dengan survei yang dilakukan IMD (Institute for Management
Development), hasil survei PISA (Programme for International Student
Assessment) yang dilakukan oleh OECD tahun 2009 (dilakukan tiap tiga tahun
sekali), Indonesia menempati peringkat terbawah dari 65 negara di dunia untuk
semua katagori. Tes komprehensif dilakukan melalui pengukuran beberapa
katagori yaitu kemampuan mathematics, reading, science dan problem solving.
Hasil perolehan skor Indonesia disajikan dalam tabel 1.2 (PISA, 2010 : 15) :
Tabel 1.2 Skor Indonesia Berdasar Survei PISA oleh OECD
Negara Mathematics
Scale Reading Scale Science Scale
Shanghai-Cina 600 (1) 556 (1) 575 (1)
Singapura 562 (2) 526 (5) 542 (4)
Thailand 419 (50) 421 (50) 425 (49)
Indonesia 371 (61) 402 (57) 383 (60)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Wajah pendidikan di tingkat daerah, khususnya untuk Kabupaten
Sukoharjo, berdasarkan hasil Ujian Nasional (UN) tahun 2010, yang diikuti oleh
8.313 siswa menengah atas yang terdiri dari 3.521 siswa SMA, 455 siswa MA,
dan 4.337 siswa SMK, dari jumlah tersebut terdapat 513 siswa yang dinyatakan
tidak lulus Ujian Nasional. Hal yang lebih memprihatinkan, yaitu sebanyak 20
SMA sekabupaten Sukoharjo, tidak ada sekolah yang meluluskan
100 % siswanya, sedangkan untuk SMK dari total 25 SMK, hanya 8 SMK yang
berhasil meluluskan 100 % siswanya. Tingkat kelulusan pada tahun 2010
mencapai 96,6 % yang lebih rendah bila dibandingkan tahun 2009 yang tingkat
kelulusan mencapai 97,76 %. Khusus untuk SMK, tingkat kelulusan tahun 2009
lalu mencapai 94,60 % sedangkan pada tahun 2010 mencapai 97,79 %. (sumber:
http://www.jatengprov.go.id/?document_srl=6039)
Fakta di atas menunjukkan bahwa pendidikan sangat perlu mendapatkan
perhatian dan penanganan yang lebih baik dari pemerintah maupun lembaga-
lembaga pendidikan terkait. Hal pertama yang perlu dilakukan perubahan tentu
saja dari faktor guru sebagai guru yang berperan langsung terhadap anak didiknya.
Jika kualitas seorang guru rendah, maka hal mustahil akan tercipta siswa-siswa
yang berkualitas. Di Indonesia, untuk menjadi seorang guru tentunya persaingan
yang dihadapai tidak seketat bila dibandingkan dengan persaingan masuk ke
Fakultas kedokteran. Lulusan sekolah menengah atas yang “jempolan” tentunya
akan lebih memilih jurusan Kedokteran, Teknik Ekonomi dan sebagainya. Maka
dapat dipastikan, sebagian besar mereka yang masuk Ilmu pendidikan merupakan
“sisa” yang tidak mampu bersaing di jurusan “elit” tersebut. Tentunya dapat
dipastikan bahwa kualitas calon guru memiliki kualitas yang rendah. Hal ini
tentunya juga akan berdampak terhadap bagaimana kualitas mengajar yang akan
dilakukan guru tersebut di kelas.
Dalam proses belajar mengajar masih nampak adanya penerapan
banking sistem, dalam artian bahwa siswa dianggap sebagai “save-deposite-box”
dimana guru mentransfer bahan ajar kepada siswa dan sewaktu-waktu jika itu
diperlukan maka akan diambil dan dipergunakan. Jadi siswa hanya menampung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
apa yang disampaikan guru tanpa mencoba untuk berpikir lebih jauh tentang apa
yang diterimanya. Proses belajar mengajar seharusnya dapat mengakomodasi
segala perbedaan serta mampu yang memberikan kesempatan pada setiap siswa
untuk mengembangkan potensi dirinya sendiri agar tercapai proses dan hasil
belajar siswa yang maksimal, bukan menjadi seperti pabrik penghasil manusia
yang tidak peka dan fleksibel terhadap perkembangan jaman.
Kondisi ini lebih diperparah dengan adanya sistem Ujian Nasional, yang
menentukan kelulusan siswa dalam menempuh belajarnya selama tiga tahun. Hal
ini menuntut seorang guru untuk mampu menciptakan siswa yang mampu lulus
Ujian Nasional, bukan siswa yang mampu bersaing dalam hal ilmu pengetahuan
dan teknologi. Akhirnya pembelajaran yang dilakukan hanya intens untuk
mencapai kelulusan siswa yang menyimpang dari tujuan dan fungsi pendidikan
nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 pasal 3, yang berbunyi:
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
bertanggungjawab.(Depdiknas, 2003: 8)
Sejak tahun 2004 telah diterapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK) dan kini telah berubah menjadi kurikulum 2006 yaitu Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP), yang menggunakan paradigma pembelajaran
konstruktivisme dalam kegiatan pembelajaran. Esensi dari teori konstruktivisme
adalah ide atau gagasan bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan
suatu informasi yang kompleks ke situasi lain dan apabila dikehendaki informasi
itu menjadi milik mereka sendiri. Dengan dasar ini pelajaran harus dikemas
menjadi proses mengkontruksi, bukan menerima pengetahuan. Dalam proses
pembelajarannya harus diwujudkan dalam bentuk pembelajaran yang berpusat
pada siswa (Student Center) bukan berpusat pada guru (Teacher Center).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Proses belajar-mengajar di sekolah meliputi setiap mata pelajaran yang
salah satunya ialah pelajaran Fisika, yang termasuk dalam Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA). Fisika meliputi tiga karakteristik, yaitu produk, proses, dan sikap
ilmiah. Produk merupakan kumpulan pengetahuan. Proses dalam Fisika berkaitan
dengan keterampilan untuk mendapat pengetahuan. Dalam melakukan proses
tersebut dibutuhkan adanya sikap ilmiah. Pemahaman atau penguasaan materi
dalam Fisika dituntut meliputi tiga ranah kemampuan, yaitu kognitif, afektif, dan
psikomotor. Untuk menyikapi hal tersebut, Para guru Fisika (IPA) dituntut untuk
dapat menemukan suatu cara memfasilitasi siswa secara efektif dan efisien
sehingga mampu memberikan pemahaman kepada siswa tentang alam sekitar
namun tetap dilakukan melalui proses pembelajaran yang aktif dan
menyenangkan karena guru mempunyai pengaruh yang dominan terhadap kualitas
proses dan hasil pembelajaran. .
Kualitas pendidikan di Indonesia yang rendah juga diakibatkan oleh
motivasi belajar siswa yang rendah. Motivasi belajar tentunya akan sangat
berpengaruh terhadap prestasi dan keberhasilan siswa dalam belajar. Motivasi
belajar yang tumbuh dalam diri siswa akan mendorong munculnya optimisme
yang tinggi dalam mencapai keberhasilan belajar sehingga siswa memilki
kekuatan dan keuletan untuk melakukan aktivitas tertentu. Motivasi tersebut juga
akan membuat siswa tertarik untuk selalu belajar, meskipun berada di luar kelas
atau diluar jam sekolah. Motivasi belajar siswa sangat bergantung pada banyak
hal salah satunya adalah faktor dari proses pembelajaran yang menjenuhkan dan
kurang menarik. Selain itu motivasi belajar seorang siswa juga dipengaruhi oleh
lingkungan belajar yang salah satunya adalah proses belajar yang menarik dan
menyenangkan.
Salah satu hal yang menjadi pertimbangan seorang guru dalam mengajar
adalah metode pembelajaran yang akan dilakukan. Ketepatan metode
pembelajaran yang digunakan dapat meningkatkan minat belajar siswa terhadap
mata pelajaran Fisika yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi pula hasil
belajar Fisika siswa. Tentu saja metode yang digunakan tetap harus
mempertimbangkan keterlibatan dan mampu membangkitkan keaktifan siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
dalam proses pembelajaran. Salah satu metode pembelajaran yang dapat
dilakukan adalah metode diskusi-resitasi. Dengan kolaborasi dua metode tersebut,
yaitu diskusi dan metode resitasi diharapkan kelemahan yang ada dalam kedua
metode tersebut dapat diminimalisir. Tentunya metode diskusi-resitasi tetap
mengedepankan peran serta keaktifan siswa.
Akan tetapi, realita yang ada sekarang ini, dalam proses pembelajaran
Fisika hanya bersifat “mentranfer” pengetahuan kepada siswa bukan
mengkontruksi pemikiran siswa menjadi pengetahuannya sendiri. Peran serta
seorang guru untuk mengembangkan metode yang tepat sehingga proses
pembelajaran menjadi menarik dan mampu membangkitkan motivasi belajar
siswa masih sangat rendah sekali. Penggunaan media pembelajaran hanya berupa
media power point yang notabene masih bersifat memindahkan papan tulis ke
dalam media komputer saja dan belum mampu dikemas secara menarik. Kegiatan
diskusi ataupun pemberian resitasi kepada siswa masih belum dilakukan secara
optimal. Kegiatan diskusi masih jarang dilakukan dan belum dilakukan secara
optimal, bahkan terkadang kegiatan diskusi dilakukan oleh siswa secara
menyeluruh tanpa ada peran serta guru.
Pemberian resitasi pun juga belum dilakukan secara tepat. Resitasi yang
diberikan masih sekedar tugas (pekerjaan rumah) yang hanya berupa tugas untuk
mengerjakan soal, yang terkadang tingkat soalnya pun rumit dalam jumlah soal
yang banyak. Tentunya hal ini terkadang menjadi beban bagi siswa itu sendiri.
Sehingga mata pelajaran Fisika masih merupakan momok dan hanya terlihat
sebagai teori dan rumus belaka. Tentu saja hal ini akan berdampak pada minat
siswa dalam belajar dan memberikan persepsi bahwa Fisika itu sulit, membuat
pusing dan menjenuhkan. Pada akhirnya, semuanya akan mengarah kepada
motivasi belajar siswa yang rendah. Rendahnya motivasi siswa dalam belajar,
tentunya juga akan membuat rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia
Indonesia. Maka dari itu, terdapat suatu keterkaitan antara pendekatan
pembelajaran, proses pembelajaran dan motivasi belajar siswa terhadap prestasi
belajar atau secara umum kualitas pendidikan Indonesia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Berdasarkan permasalahan di atas, penulis mengadakan penelitian untuk
mengetahui pengaruh pembelajaran Fisika dengan pendekatan konstruktivisme
melalui penerapan metode diskusi-resitasi baik secara individual maupun
berkelompok, khususnya terhadap kemampuan kognitif siswa yang ditinjau dari
tingkat motivasi belajar pada siswa. Oleh karena itu, penulis mengambil judul
penelitian ”PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN
KONSTRUKTIVISME MELALUI METODE DISKUSI–RESITASI
TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF FISIKA PADA MATERI KALOR
SMA DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah yang diuraikan diatas, maka
dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1. Pendidikan di Indonesia masih dalam katagori yang sangat rendah bila
dibandingkan dengan negara lain. Berdasarkan hasil survei PISA
(Programme for International Student Assessment) oleh OECD, dari 65
negara, Indonesia berada di peringkat 61 untuk kemampuan Mathematics,
peringkat 57 untuk kemampuan Reading dan peringkat 60 untuk kemampuan
Science.
2. Pendidikan di tingkat daerah pun, khususnya kabupaten Sukoharjo, kualitas
pendidikan juga mengalami penurunan. Hal ini berdasar pada tingkat
kelulusan Ujian Nasional (UN) pada tahun 2010 untuk tingkat SMA yaitu
96,6 % lebih rendah bila dibandingkan pada tahun 2009 yaitu 97,76 %.
3. Masih nampak guru yang masih menerapkan pembelajaran banking sistem
dalam proses belajar mengajar yang menjadikan siswa sebagai save deposite
box yang hanya manerima pengetahuan saja. Sehingga pembelajaran yang
terjadi masih berpusat pada guru (Teacher Center). Jadi siswa hanya
menampung apa yang disampaikan guru tanpa mencoba untuk berpikir lebih
jauh tentang apa yang diterimanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
4. Proses pembelajaran yang terjadi di sekolah belum mampu mengakomodasi
secara mendalam segala perbedaan dan kesempatan siswa dalam
mengembangkan potensi dirinya.
5. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang menggunakan
paradigma pembelajaran konstruktivisme dalam kegiatan pembelajaran.
Esensi dari pembelajaran konstruktivisme adalah gagasan bahwa siswa harus
menemukan sendiri pemahamannya sehingga proses belajar mengajar harus
dikemas menjadi proses mengkontruksi, bukan menerima pengetahuan. Akan
tetapi, realita yang ada, pembelajaran Fisika hanya dilakukan secara monoton
dan bersifat “mentranfer” pengetahuan kepada siswa bukan mengkontruksi
pemikiran siswa menjadi pengetahuannya sendiri.
6. Rendahnya motivasi siswa dalam belajar, belum banyak mendapatkan
perhatian dari guru secara serius untuk peningkatan motivasi belajar siswa
tersebut, terutama dalam peningkatan motivasi belajar Fisika.
7. Pemilihan metode pembelajaran yang bervariasi masih jarang diterapkan
seorang guru dalam pembelajaran secara optimal melibatkan peran siswa
secara aktif. Dalam penerapannya, metode diskusi dan metode resitasi yang
dilakukan juga belum secara optimal.
C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini memiliki arahan yang jelas dan tidak terlalu luas,
maka perlu ada pembatasan masalah yakni sebagai berikut :
1. Pendekatan pembelajaran yang akan digunakan adalah pendekatan
kontruktivisme.
2. Pendekatan konstruktivisme tersebut dilaksanakan dengan menggunakan
metode diskusi – resitasi yang dilaksakan dalam dua bentuk yaitu metode
diskusi - resitasi secara individu dan diskusi – resitasi secara kelompok.
3. Tinjauan masalah yang digunakan adalah motivasi belajar siswa yang
dikatagorikan dalam katagori tingkat tinggi dan katagori tingkat rendah.
4. Hasil belajar yang dinilai pada siswa setelah melalui kegiatan pembelajaran
Fisika yaitu dari aspek kognitif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
5. Materi yang dibahas dalam penelitian ini adalah materi kalor pada tingkat
SMA
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah, permasalahan yang akan diteliti dalam
penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Adakah perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan konstruktivisme
melalui metode diskusi – resitasi berkelompok dan diskusi – resitasi individu
terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada materi kalor.
2. Adakah perbedaan pengaruh antara tingkat motivasi belajar Fisika siswa
kategori tinggi dan katagori rendah terhadap kemampuan kognitif Fisika
siswa pada materi kalor.
3. Adakah interaksi antara pengaruh penggunaan pendekatan konstruktivisme
melalui metode diskusi – resitasi berkelompok dan diskusi – resitasi individu
dengan tingkat motivasi belajar siswa terhadap kemampuan kognitif fisika
siswa pada materi kalor
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pembatasan masalah dan rumusan masalah yang tersusun di
atas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Ada atau tidak adanya perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan
konstruktivisme melalui metode diskusi – resitasi berkelompok dan diskusi –
resitasi individu terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada materi
kalor.
2. Ada atau tidak adanya perbedaan pengaruh antara tingkat motivasi belajar
Fisika siswa kategori tinggi dan katagori rendah terhadap kemampuan
kognitif Fisika siswa pada materi kalor.
3. Ada atau tidak adanya interaksi antara pengaruh penggunaan pendekatan
konstruktivisme melalui metode diskusi – resitasi berkelompok dan diskusi –
resitasi individu dengan tingkat motivasi belajar siswa terhadap kemampuan
kognitif fisika siswa pada materi kalor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
F. Manfaat Penelitian
Manfaat dari yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan bagi penulis terutama
dalam dunia pendidikan dan pembelajaran serta dalam hal melakukan
penelitian pembelajaran.
2. Memberi gambaran tentang pengaruh penggunaan metode diskusi-resitasi
serta tingkat motivasi belajar siswa pada pembelajaran Fisika terhadap
prestasi belajar siswa.
3. Memberikan masukan dan sumbang pemikiran kepada pelaku pendidikan
dalam menerapkan pendekatan atau metode mengajar yang sesuai dengan
situasi dan kondisi siswa.
4. Menjadi sumber inspirasi bagi penelitian-penelitian selanjutnya dalam bidang
pendidikan Fisika.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka
1. Proses Belajar Mengajar
a. Pengertian Belajar
Proses pendidikan formal di sekolah meliputi dua aspek utama, yang
pertama adalah aspek belajar dan yang kedua adalah aspek mengajar. Banyak
teori dan pendapat yang beragam mengenai makna kedua aspek tersebut. Belajar
merupakan aspek yang sangat penting dalam kegiatan pembelajaran karena
dengan belajarlah seseorang mampu mengembangkan pemahaman dan potensi
dirinya untuk mencapai prestasi. Proses belajar dapat dilakukan oleh setiap orang
baik di lingkungan pendidikan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Di bawah ini
akan disajikan pengertian atau definisi belajar ataupun mengajar menurut
beberapa ahli.
Menurut Martinis Yamin (2008 : 122), mendefinikan bahwa ”Belajar
merupakan perubahan perilaku seseorang akibat pengalaman yang ia dapat
melalui pengamatan, pendengaran, membaca, dan meniru”. Hal senada juga
diungkapkan oleh Sulistyorini (2009 : 6) ”Belajar adalah sebagai proses untuk
merubah diri seseorang (siswa) agar memiliki pengetahuan, sikap dan tingkah
laku melalui latihan baik latihan yang penuh dengan tantangan atau melalui
berbagai pengalaman yang telah terjadi”. Berkaitan pula dengan pengertian
belajar, Stephen B. Klein (1996 : 2) menyatakan, ”Learning can be defined as an
experiential process resulting in a relatively permanent change in behavior that
cannot be explained by temporary states, maturation, or innate responses
tendencies” yang berarti bahwa belajar merupakan proses pengalaman yang
menghasilkan perubahan tingkah laku secara permenen yang tidak dapat
dijelaskan berdasarkan keadaan sementara, kematangan anak atau kecenderungan
pembawaan lahir. Paul A. Kirscher, John Sweller & Richard E. Clark (2006)
mengungkapkan bahwa, ”Learning, in turn, is defined as a change in long-term
memory” yaitu bahwa belajar merupakan perubahan ingatan jangka panjang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Sedangkan dalam pandangan konstruktivisme (Daniel Muijs & David Reynolds,
2008: 98), ”Belajar adalah tentang membantu murid untuk mengkonstruksikan
makna mereka sendiri, bukan tentang ’mendapatkan jawaban yang benar’ karena
dengan cara seperti ini murid dilatih untuk mendapatkan jawaban yang benar
tanpa benar-benar memahami konsepnya”.
Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat diketahui bahwa tujuan dari
belajar adalah mengubah tingkah laku menjadi lebih baik melalui pengalaman
yang dialami sendiri dalam ingatan jangka panjangnya. Belajar merupakan suatu
perubahan pada sikap dan tingkah laku yang meliputi proses lahir maupun batin
untuk memperoleh pengalaman yang lebih baik dan tertanam dalam benak
seseorang. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa belajar merupakan pencarian
makna yaitu siswa secara aktif berusaha mengkontruksi makna dan
pemahamannya sendiri secara mendalam.
b. Pengertian Mengajar
Aspek utama yang kedua dalam pendidikan formal adalah mengajar.
Menurut Arnie Fajar yang dikutip Sulistyorini (2009 : 33) dalam bukunya
mengemukakan bahwa ”Mengajar adalah memberikan sesuatu dengan cara
membimbing dan membantu kegiatan kepada seseorang (siswa) dalam
mengembangkan potensi-potensi intelektual (emosional serta spiritual) sehingga
potensi-potensi tersebut dapat berkembang secara optimal”. Mengajar menurut
pandangan kontruktivistik bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari
guru kepada siswa, melainkan mengajar merupakan suatu kegiatan yang
memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya (Martinis Yamin, 2008
: 3). Hal senada diungkapkan William Burton (Sulistyorini, 2009 : 35), ”Teaching
is the guidance of learning activities, teaching is for purpose of aiding the pupul
learn” yang berarti bahwa mengajar adalah kegiatan membimbing aktivitas
belajar, bertujuan untuk membantu siswa dalam belajarnya. Dari beberapa
pendapat diatas, dapat diketahui bahwa mangajar merupakan kegiatan
membimbing siswa dalam belajar untuk membangun pengetahuannya sendiri.
Dengan kata lain, mengajar dapat dikatakan sebagai bentuk membelajarkan siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Menurut pandangan kontruktivisme, ”Mengajar adalah tentang
memberdayakan pelajar, dan memungkinkan pelajar untuk menemukan dan
melakukan refleksi terhadap pengalaman-pengalaman realistis” (Daniel Muijs dan
David Reynolds, 2008 : 99). Hal ini akan memberikan pembelajaran yang nyata
(asli) dan memberikan pemahaman yang lebih nyata terhadap siswa bila
dibandingkan hanya sekedar mentransfer materi kepada siswa secara abstrak.
Pengertian ini mengisyaratkan bahwa guru dan siswa harus saling berinteraksi
dengan baik dalam kegiatan pembelajaran. Kontruksi pengetahuan yang dilakukan
guru, bukan semata bersifat individual. Namun, dapat dilakukan suatu interaksi
sosial, baik dengan teman, guru atau dengan yang lain. Dengan demikian,
kegiatan pembelajaran perlu disusun dalam suatu kegiatan sosial yaitu dengan
mendorong adanya situasi kerja atau diskusi bersama.
Dari beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa mengajar
merupakan aktivitas mengorganisasi untuk menciptakan kondisi dimana terjadi
interaksi aktif antara guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran sehingga siswa
mampu membangun pengetahuannnya sendiri. Dalam hal ini seorang guru
berperan sebagai fasilitator yang membantu proses belajar siswa serta
mengarahkan pemahaman siswa.
c. Pengertian Pembelajaran
“Pembelajaran adalah setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu
seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang baru” (Syaiful
Sagala, 2009 : 61). Sedangkan dalam UUSPN No 20 tahun 2003 menyatakan
bahwa “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Maka dari itu, pembelajaran
merupakan kegiatan yang dirancang untuk membuat siswa belajar aktif terhadap
sumber belajar dalam suatu lingkungan belajar.
Untuk menjadi pribadi yang mandiri, setiap manusia memerlukan
sejumlah kecakapan dan keterampilan tertentu yang harus dikembangkan melalui
proses belajar mengajar. Richard I. Arends (2001:18) mengatakan,”...the ultimate
purpose of teaching is to assist students to become independent and self-regulated
learners”. Maka dari itu, dapat diketahui bahwa tujuan utama dari pembelajaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
adalah untuk membantu siswa menjadi mandiri dan mampu belajar sendiri. Oleh
karena itu, melalui proses pembelajaran inilah diharapkan dalam diri siswa akan
mempunyai kecakapan, kemandirian dan keterampilan tertentu sehingga akan
membentuk pribadi yang cukup terintegrasi dalam diri siswa.
2. Pembelajaran Fisika Di SMA
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau Sains merupakan cabang ilmu
pengetahuan yang mempelajari tentang peristiwa atau gejala-gejala alam. IPA
merupakan cara untuk menemukan secara sistematik mengenai alam sehingga IPA
bukan sekedar penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep,
atau prinsip semata, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Dapat pula
dikatakan bahwa IPA merupakan bidang ilmu yang sangat berdekatan dengan diri
siswa yang mengungkapkan realitas alam yang menjadi tempat hidupnya. Sebagai
bagian dari pendidikan nasional, pendidikan IPA diharapkan mampu memberikan
manfaat yang nyata kepada siswa.
Pendidikan IPA menekankan pada pemberian pengalaman secara
langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa sehingga mampu menjelajahi
dan memahami alam sekitar secara ilmiah yang mampu membantu siswa dalam
memperoleh pemahamannya mengenai alam sekitar tersebut. Maka dari itu,
melalui pendidikan IPA diharapkan siswa mampu mengembangkan ilmu
pengetahuan, dapat membina kerja sama, dan mampu bersikap peka, jujur,
tanggap serta mampu berperan aktif dalam menerapkan IPA dalam memecahkan
masalah yang terjadi disekitarnya. Selain itu, diharapkan siswa akan terlatih dalam
mengembangkan kemampuan berfikir (thinking skill) dalam menghadapai
persoalan sehari-hari. Seperti yang diungkapkan oleh Wegerif yang dikutip oleh
Sabar Nurohman (2008: 125),” Thinking skill are used to indicate a desire to
teach processes of thinking and learning that can be applied in wide range of
real-life. Dalam pandangan Wegerif tersebut, kemampuan berfikir (thinking skill)
merupakan upaya proses belajar mengajar untuk membantu membawa siswa
masuk ke dunia nyata.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
a. Hakikat fisika
Fisika merupakan cabang dari IPA yang telah menyumbangkan ilmunya
untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berusaha menemukan
konsep – konsep, hukum – hukum, dan prinsip – prinsip. Menurut C. Giancoli
(2001 : 1), ” Fisika adalah ilmu yang paling mendasar dari semua cabang sains,
karena berhubungan dengan perilaku dan struktur benda”. Sedangkan menurut
Young & Freedman (1996 : 2), ”Physics is not a collection of facts and
principles; it is the process by which we arrive at general princilples that describe
how the physical universe behaves” yang berarti bahwa Fisika bukanlah sekedar
kumpulan fakta dan prinsip; Fisika adalah proses yang membawa kita pada
prinsip – prinsip umum yang mendeskripsikan bagaimana perilaku dunia fisik.
Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat diketahui bahwa Fisika
merupakan teori yang mempelajari gejala-gejala alam dimana hasilnya
dirumuskan dalam bentuk definisi ilmiah dan persamaan matematis yang
diperoleh berdasarkan hasil pengamatan dan penyelidikan. Fisika merupakan ilmu
dasar mempelajari gejala-gejala alam berhubungan dengan perilaku dan struktur
benda yang membawa pada prinsip – prinsip umum yang hasilnya dirumuskan
dalam bentuk definisi ilmiah dan persamaan matematis. Ilmu Fisika selalu
menguraikan dan menganalisis suatu struktur atau peristiwa di alam sehingga
dapat menemukan prinsip-prinsip atau hukum alam yang dapat menjelaskan
gejala-gejala alam tersebut.
b. Pembelajaran Fisika Di SMA
Mata pelajaran Fisika diajarkan dari kajian secara sederhana yang
diteruskan ke kajian yang lebih kompleks. Sebagai salah satu bagian dari IPA,
Fisika dipelajari sejak dari sekolah dasar hingga ke sekolah tinggi dalam jejang
pendidikan. Fisika berhubungan dengan pengamatan terhadap gejala – gejala di
alam baik yang nyata maupun yang abstrak serta mempelajarinya, sehingga
berpengaruh pada cara menyampaikannya kepada siswa. Hewson & Gertzdog
yang dikutip oleh Michael Pressley dan Vera Woloshyn (1995 : 224) mengatakan,
“Many science educators believe that the learning process consists of
assimilation, incorporating new information with existing knowlegde, and
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
accommodation, restructuring and reorganizing existing knowledge on the basis
of new information”. Mereka mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran IPA
terdiri atas dua proses, pertama adalah proses assimilation, yaitu menggabungkan
informasi baru dengan pemahaman yang telah dipahami siswa. Kedua adalah
proses accommodation, yaitu mengkontruksi dan menyususn kembali pemahaman
yang telah ada berdasarkan informasi baru yang dijelaskan. Maka dari itu, dalam
pembelajaran Fisika, seorang guru harus mampu mengkontruksi pemahaman yang
telah dimiliki siswa sebelumnya dengan konsep Fisika baru yang akan
disampaikan.
Mata pelajaran Fisika di SMA mengacu pada pengembangan Fisika yang
ditunjukkan untuk mendidik siswa agar mampu mengambangkan kemampuan
observasi, eksperimentasi dan mampu berfikit kritis dan taat asas. Hal ini didasari
oleh tujuan Fisika, yakni mengamati, memahami dan memanfaatkan gejala-gejala
alam yang melibatkan zat (materi) dan energi (Depdiknas, 2006 : 4).
Dalam Petunjuk Pengembangan Silabus Fisika SMA/MA (Depdiknas,
2006: 4), ilmu Fisika mencakup beberapa perangkat, yaitu:
1) Perangkat keilmuan, yang mencakup obyek telaah Fisika yang meliputi:
zat, energi, gelombang dan medan. Sedangkan telaah keilmuan mencakup
bangunan ilmu yang meliputi: mekanika, termofisika, grafitasi, optika,
kelistrikan dan kemagnetan, Fisika atom dan inti.
2) Perangkat pengamatan, mencakup perangkat untuk melaksanakan
observasi untuk menelaah fenomena obyek dan kejadian fisis pada daerah
makroskopis maupun mikroskopis. Perangkat ini mencakup alat ukur
besaran fisis dan tata kerja dalam pelaksanaan eksperimen.
3) Perangkat analisis merupakan perangkat dalam melaksanakan perhitungan
terhadap hasil pengukuran. Perangkat ini meliputi penguasaan matematis
di kalangan siswa, baik penguasaan trigonometri, aljabar, geometri bidang
dan ruang sebagai upaya menelaah bangun ilmu secara kuat.
Maka dari itu, pembelajaran Fisika di SMA secara garis besar
mengajarkan kepada siswa dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan mampu
melatih siswa dalam melakukan observasi atau pengamatan terhadap gejala-gejala
alam, serta mampu melakukan analisis observasi atau pengamatan tersebut
melalui penguasaan metematis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
3. Pendekatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran merupakan proses yang harus dilakukan oleh
siswa dengan bimbingan guru agar tujuan pembelajaran tercapai. Maka dari itu,
guru perlu mempertimbangkan dalam memilih pendekatan pembelajaran yang
akan diterapkan. Membahas masalah pendekatan pembelajaran dalam proses
belajar mengajar tidak terlepas dari pengertian pendekatan dalam proses belajar
mengajar itu sendiri. ”Pendekatan pembelajaran merupakan jalan yang ditempuh
oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan intruksional untuk suatu satuan
instruksional tertentu” (Syaiful Sagala, 2009 : 68). Pendekatan pembelajaran ini
merupakan penjelas untuk mempermudah pengajaran materi bidang studi yang
tersusun sehingga siswa akan lebih mudah memahami materi yang disampaikan,
serta dengan membangun suasana belajar yang menyenangkan. Maka dari itu,
pendekatan penting dalam proses balajar mengajar karena dengan adanya
pendekatan yang tepat dalam proses belajar akan dapat meningkatkan hasil
belajar.
a. Pendekatan Konstruktivisme
Pendekatan konstruktivisme merupakan salah satu pendekatan
pembelajaran yang berkarakter mengkontruksi pemahaman siswa itu sendiri dan
bukan hanya sekedar mentransfer pemahaman dari guru ke siswa semata. Menurut
Tedjawati (2008 : 5) mengungkapkan bahwa
Konstruktivisme merupakan sebuah pendekatan dalam pembelajaran
berdasarkan keyakinan bahwa belajar merupakan hasil dari pembentukan
(konstruksi) pengetahuan yang berlangsung dalam otak dengan cara
membangun aturan-aturan dan model-model mental, yang bersifat
individual, untuk memahami pengalaman-pengalamannya.
Hal senada seperti yang diungkapkan oleh Von Glasersfeld yang dikutip
Daniel Muijs dan David Reynolds (2008: 96) dalam bukunya, “Konstruktivisme
berakar pada asumsi bahwa pengetahuan, tidak peduli bagaimana pengetahuan itu
didefinisikan, terbentuk didalam otak manusia, dan subjek yang berfikir tidak
memiliki alternatif selain mengkontruksikan apa yang diketahuinya berdasarkan
pengalamannya sendiri”. Sedangkan dalam pandangan kontruktivisme, seperti
yang diungkapkan oleh Richard I. Arends (2001: 12), “...the constructivist
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
perspective holds that knowledge is somewhat personal, and meaning is
contructed by the learner through experience”. Berdasarkan hal tersebut, dalam
pandangan kontruktivisme, pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki siswa
harus dikontruksi siswa sendiri melalui pengalaman yang dilakukannya. Hal
senada diungkapkan pula oleh Charlotte Hua Liu & Robert Mattews (2005),”The
fact that constructivist ... that knowledge is not mechanically acquired, but
actively constructed within the constrain and offerings of the learning
environment ...” yaitu bahwa dalam pemahaman kontruktivisme, pengetahuan
tidak secara penuh diperlukan, tetapi merupakan aktivitas mengkontruksi
pengetahuan secara terbatas dalam suatu lingkungan belajar.
Matson dan Parson yang dikutip oleh Sabar Nurohman (2008: 126)
menyebutkan bahwa setidaknya terdapat dua pemahaman dasar atas
konstruktivisme, “First, constructivism is a philosophical view or perspective on
how knowledge is aqcuired. Second, individuals construct knowledge to make
sense of their world”. Pertama, kontruktivisme merupakan suatu pandangan
tentang bagaimana pengetahuan dimiliki seseorang dan kedua, pengetahuan yang
dibangun seseorang dalam dirinya dapat merasakan dunianya. Pengetahuan
bukanlah seperangkat kata – kata, konsep, teori, fakta atau kaidah yang hanya
untuk diambil dan diingat, tetapi pengetahuan harus dibangun sedikit demi sedikit
yang kemudian dapat dikembangkan secara luas dalam konteks pengaplikasian
ilmu pengetahuan tersebut
Atas dasar tersebut, pembelajaran harus dikemas menjadi proses tertentu
sehingga siswa mampu “mengkontruksi” pengetahuannya, bukan sekedar
menerima pengetahuan langsung. Sehingga pengetahuan yang didapat bukan
merupakan sesuatu bentuk jadi, melainkan melalui proses yang berkembang terus
menerus. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja kepada siswa, tetapi harus
diinterpretasikan sendiri oleh masing – masing siswa. Dalam proses ini, keaktifan
siswa memegang peranan penting dalam proses belajar mengajar (Student
Center). Dengan demikian, seorang guru mestinya berusaha menciptakan suasana
belajar yang mampu mengkontruksikan kegiatan belajar yang memungkinkan
siswa untuk dapat mengkontruksi makna atau pemahamannya sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Belajar merupakan proses aktif pelajar mengkontruksi pengalaman yang
dialami siswa secara mandiri. Sehingga dapat dipahami bahwa pendekatan
konstruktivisme adalah proses pembentukan konsep ilmu pengetahuan yang
melibatkan keaktifan siswa dengan kemampuan kognitif yang telah terbentuk
sebelumnya dengan membentuk dan mengkontruksi sendiri pengetahuannya
dalam situasi dan pengalaman yang baru.
b. Strategi Pembelajaran Konstruktivisme
Tugas seorang guru adalah membantu siswa agar mampu mengkontruksi
pengetahuannya sesuai dengan kondisi yang ada. Oleh karena itu, strategi seorang
guru perlu disesuaikan dengan kondisi siswa dan lingkungannya. Pengembangan
strategi mengajar konstruktivisme sangat beragam dan bersifat subjektif. Akan
tetapi, pada prinsipnya memiliki beberapa elemen yang sama. Elemen – elemen
tersebut dapat disarikan dari Daniel Muijs dan David Reynolds (2008: 99-104)
sebagai berikut:
1) Mengkaitkan ide-ide dengan pengetahuan sebelumnya
Kegiatan ini dapat dilakukan pada awal sebuah topik atau materi baru, tetapi
tidak hanya dibatasi pada bagian pelajaran itu saja. Tujuannya adalah guru
dapat mengetahui seberapa besar siswa mengetahui tentang topik tersebut
sebelum pembelajaran dimulai.
2) Kegiatan ekplorasi dan penyelesaian masalah
Kegiatan ini merupakan kunci pembelajaran konstruktivis yang
memungkinkan siswa untuk dapat mengembangkan pemikiran dan
pemahamannya. Menurut De Jager yang dikutip Daniel Muijs dan David
Reynolds (2008 : 102), “Kedua kegiatan ini memungkinkan siswa untuk
mengambangkan pemikiran dan pemaknaan (meanning-making) mereka,
dengan mengembangkan kombinasi-kombinasi ide baru dan dengan
memikirkan tentang hasil-hasil hipotetik dari berbagai situasi dan kejadian
yang dibayangkan”.
Menurut sifat pembelajaran konstruktivisme, maka harus mendorong
ekperimentasi, eksplorasi dan kecairan dalam kegiatan pembelajaran. Daniel
Muijs & David Reynolds (2008:105-106) menjelaskan, secara garis besar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
pembelajaran konstruktivisme terdiri atas empat langkah pembelajaran, yang
dapat disarikan sebagai berikut:
1) Fase Start
Pada fase ini guru memulai dengan mengukur pengetahuan siswa sebelumnya
dan menetapkan sebagai kegiatan. Fase ini juga dikatakan sebagai proses
apersepsi, dapat dilakukan kegiatan menghubungkan konsepsi awal,
mengungkapkan pertanyaan pertanyaan dari materi sebelumnya yang
merupakan konsep prasyarat.
2) Fase Eksplorasi
Pada fase ini, kegiatan lebih bersifat ekploratif, melibatkan situasi dan bahan-
bahan riil, dan memberikan kesempatan untuk bekerja kelompok. Kegiatan
ini melibatkan siswa untuk mengungkapkan dugaan sementara terhadap
konsep yang mau dipalajari. Kemudian siswa menggali menyelidiki dan
menemukan sendiri konsep sebagai jawaban dari dugaan sementara yang
dikemukakan pada tahap sebelumnya, melalui manipulasi benda langsung.
3) Fase Refleksi
Pada fase ini, siswa diminta untuk mengingat kembali kegiatan yang telah
dilakukan sebelumnya kemudian menganalisis serta mendiskusikan apa yang
telah mereka dikerjakan, baik dengan kelompok-kelompok sendiri atau
dengan guru. Pada fase ini, guru berperan sebagai fasilitator dalam
menampung dan membantu siswa membuat kesepakatan, yaitu setuju atau
tidak dengan pendapat kelompok lain serta memotifasi siswa mengungkapkan
alasan dari kesepakatan tersebut melalui kegiatan tanya jawab. Melalui
komentar dan pertanyaan yang diungkapkan baik oleh guru maupun siswa,
dapat dirancang untuk mengkaitkan masalah-masalah tersebut dengan konsep
kunci yang akan dieksplorasi.
4) Fase Aplikasi dan Diskusi
Pada fase ini, guru meminta seluruh kelas untuk mendiskusikan temuan dan
berusaha untuk menarik kesimpulan dari poin-poin kunci yang telah
ditemukan. Guru memberikan penekanan terhadap konsep-konsep esensial,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
dan menerapkan pemahaman konseptual yang telah diperoleh melalui
pembelajaran saat itu melalui pengerjaan tugas yang diberikan.
Langkah pembelajaran konstruktivisme diatas merupakan pokok yang
ada dalam setiap pembelajaran konstruktivisme. Akan tetapi, tidak menutup
kemungkinan masih dapat dilakukan suatu eksplorasi yang lebih mendalam untuk
menyesuaikan dengan kondisi pembelajaran yang akan berlangsung.
4. Metode Mengajar
Proses belajar mengajar merupakan interaksi yang dilakukan antara guru
dan siswa dalam situasi pendidikan atau pengajaran untuk mewujudkan tujuan
yang telah ditetapkan. Untuk mewujudkan interaksi tersebut maka guru perlu
menerapkan suatu metode pembelajaran yang tepat dalam penerapan
pembelajarannya. Dalam kegiatan pembelajaran, metode mengajar memegang
peranan penting dan merupakan salah satu faktor utama keberhasilan proses
pembelajaran. Berrkenaan dengan metode mengajar, Muhibbin Syah (2005: 27),
mengungkapkan bahwa, ”Metode…sebagai cara atau jalan yang ditempuh
seseorang dalam melakukan sebuah kegiatan”. Maka dari itu, dapat diketahui
bahwa metode mengajar merupakan cara yang ditempuh seorang guru dalam
melakukan kegiatan pembelajaran. Metode mengajar merupakan cara yang
bersifat lebih operasional dalam menyajikan pelajaran kepada siswa melalui
langkah-langkah pembelajaran tertentu. Sehingga, seorang guru harus memiliki
kecakapan dan keterampilan dalam mengajar, selain itu, juga harus mengetahui
dan menguasai metode-metode mengajar yang tepat untuk setiap materi yang
tepat. Metode mengajar harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang akan
dicapai, materi pelajaran, bentuk pengajaran, kemampuan pendidik, kondisi siswa
serta fasilitas yang ada.
Banyak terdapat metode pembelajaran yang berkembang dewasa ini.
Walaupun banyak metode belajar yang diterapkan, pada umumnya setiap metode
mengajar memiliki beberapa aspek pokok. Allan & Thomas J. Lasley (2000: 146)
mengungkapkan bahwa, ”Although many different procedures can be employed in
a lesson, four basic methods for teaching spesific concept and discrete skils are
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
(1) practice and drill, (2) quenstioning, (3) explanation and discussion, and (4)
demonstrations and experiments”. Berdasarkan pernyataan diatas, terdapat empat
dasar dalam sebuah metode belajar yaitu mencoba dan berlatih, tanya-jawab,
menjelaskan dan diskusi, dan demonstrasi dan percobaan. Metode yang digunakan
dalam proses mengajar diantaranya metode ceramah, resitasi, diskusi, tanya-
jawab, demonstrasi, eksperimen, dan sebagainya. Dalam penelitian ini, digunakan
dua gabungan metode mengajar yaitu metode diskusi dan metode resitasi.
Pemilihan ini didasarkan pada pendekatan pembelajaran dan situasi pembelajaran
yang diharapkan. Setiap metode yang dilakukan tentunya akan memiliki kelebihan
dan kekurangan masing-masing. Dengan melakukan kolaborasi dari beberapa
metode, misalnya metode diskusi – resitasi, akan dapat meminimalisir kelemahan
– kelemahan yang ada pada tiap metode.
a. Metode Diskusi
Metode diskusi diartikan sebagai siasat ”penyampaian” bahan pengajaran
yang melibatkan peserta didik untuk membicarakan dan menemukan altenatif
pemecahan suatu topik bahasan yang bersifat problematis. Menurut Syaiful Bahri
dan Aswan Zain (2006 : 87), “Metode diskusi adalah cara penyajian pelajaran
dimana siswa-siswa dihadapkan kepada suatu masalah yang bisa berupa
pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematis untuk dibahas dan
dipecahkan bersama”. Guru, siswa, dan atau kelompok siswa memiliki perhatian
yang sama terhadap topik yang dibicarakan dalam diskusi. Dalam kegiatan diskusi
akan timbul suatu interaksi yang dapat saling bertukar pendapat, ide atau gagasan
dalam memecahkan masalah yang diberikan, sehingga semua siswa berperan aktif
dalam pembelajaran. Metode diskusi ini memiliki beberapa kelebihan (Syaiful
Bahri dan Aswan Zain, 2006: 88), antara lain:
1) merangsang kreativitas siswa dalam bentuk ide, gagasan, dan terobosan
dalam memecahkan masalah
2) mengembangkan sikap menghargai orang lain
3) membina siswa dalam bermusyawarah mufakat dalam memecahkan
masalah
4) memperluas wawasan siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Adapun kelemahan dari penggunaan metode diskusi antara lain:
1) pembicaraan terkadang menyimpang, sehingga memerlukan waktu yang
panjang.
2) tidak dapat dipakai pada kelompok besar
3) peserta mendapat informasi yang terbatas
4) mungkin dikuasai oleh orang-orang yang suka berbicara atau
menonjolkan diri.
b. Metode Resitasi
Menurut Syaiful Bahri dan Aswan Zain (2006: 85) “Metode resitasi
(penugasan) adalah metode penyajian bahan dimana guru memberikan tugas
tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar”. Sedangkan menurut Richard I.
Arends (2001:138), “Recitations are quentions-and-answer exchanges in which
teachers check how well students recall factual information or understand a
concept or idea”. Resitasi merupakan sejumlah pertanyaan dan jawaban dari guru
yang bertujuan mengetahui sejauhmana siswa mampu mengingat kembali fakta
informasi atau memahami sebuah konsep atau gagasan. Metode resitasi juga
dikenal dengan sebutan pekerjaan rumah, akan tetapi sebenarnya metode ini lebih
luas dari pekerjaan rumah karena siswa dapat belajar tidak hanya di rumah tetapi
juga di laboratorium, halaman sekolah, perpustakaan atau di tempat-tempat lain
sehingga tugas tersebut dapat dikerjakan dengan baik. Tugas dan resitasi
merangsang siswa untuk aktif belajar, baik secara individual maupun secara
kelompok, karena itu, tugas dapat diberikan secara individual atau dapat pula
diberikan secara kelompok. Metode resitasi ini memiliki beberapa kelebihan
(Syaiful Bahri dan Aswan Zain, 2006 : 87), antara lain:
1) lebih merangsang siswa dalam melakukan aktivitas belajar baik secara
individu maupun kelompok
2) dapat mengembangkan kemandirian siswa diluar pengawasan guru
3) dapat membina tanggung jawab dan disiplin siswa
4) dapat mengembangkan kreativitas siswa.
Namun demikian, metode resitasi juga tidak terlepas dari beberapa
kelemahan, antara lain:
1) siswa sulit dikontrol, apakah benar ia mengerjakan tugas ataukah tidak
2) khusus untuk tugas kelompok, tidak jarang yang aktif mengerjakan dan
menyelesaikannya adalah anggota tertentu saja, sedangkan anggota
lainnya tidak berpartisipasi dengan baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
3) tidak mudah memberikan tugas yang sesuai dengan perbedaan individu
siswa.
4) sering memberikan tugas yang monoton (tidak bervariasi) dapat
menimbulkan kebosanan siswa.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode mengajar resitasi
merupakan cara mengajar dimana siswa menerima sejumlah tugas dan dapat
menyelesaikan tugas tersebut kapan saja dan dimana saja. Resitasi yang diberikan
kepada siswa dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu resitasi secara berkelompok
dan resitasi secara individu.
1) Resitasi berkelompok
Penggunaan metode resitasi melalui kerja kelompok mempunyai
tujuan agar siswa mampu bekerja sama dengan teman lain dalam
memecahkan masalah, melaksanakan tugas tertentu dan berusaha mencapai
tujuan bersama. Melalui metode resitasi berkelompok, setiap siswa dapat
mengungkapkan pendapat, gagasan dalam kelompoknya. Dalam pemakaian
metode resitasi secara kelompok, tugas yang diberikan dapat sama untuk
setiap kelompok atau berbeda-beda tetapi saling mengisi untuk setiap
kelompok dan hendaknya dirumuskan secara jelas. Dalam penggunaan
metode ini guru harus mampu menyediakan bahan-bahan pelajaran yang
secara manipulatif mampu melibatkan keaktifan anak bekerja sama dan
berkolaborasi dalam kelompok.
2) Resitasi Individu
Pelaksanaan metode resitasi yang dilakukan secara individual,
dimana proses penyelesaian tugas dilakukan oleh siswa sendiri. Metode ini
memungkinkan setiap siswa untuk mengerjakan tugas dengan lebih mandiri.
Penggunaan metode resitasi secara individual adalah untuk memberi
kesempatan siswa agar dapat melaksanakan tugas sesuai dengan cara,
kemampuan dan kecepatanya sendiri tanpa dipengaruhi oleh orang lain. Dari
penjelasan diatas, metode resitasi secara individual memberikan gambaran
bahwa perbedaan karakter individual siswa juga dapat berpengaruh terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
cara para siswa tersebut menyelesesaikan tugas yang diterima, meskipun
berada dalam satu kelas yang sama.
c. Metode Diskusi – Resitasi
Metode diskusi–resitasimerupakan kombinasi dari penggunaan metode
diskusi dan metode resitasi. Penerapan metode diskusi- resitasi ini diawali dengan
guru mengadakan diskusi kelas dalam menyampaikan materi ajar sehingga siswa
akan menjadi aktif dalam pembelajaran di kelas, kemudian untuk memantapkan
penguasaan dan pemahaman materi siswa maka dilakukan tindak lanjut berupa
pemberian tugas (resitasi).
5. Kemampuan Kognitif Siswa
Prestasi belajar merupakan hasil yang telah dicapai oleh seseorang yang
telah mengikuti kegiatan pembelajaran. Prestasi belajar Fisika merupakan hasil
yang telah dicapai seorang siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran Fisika.
Prestasi yang diperoleh siswa berupa nilai mata pelajaran Fisika. Kemampuan
kognitif bisa diartikan sebagai kemampuan individu untuk menggunakan
pengetahuan yang dimiliki secara optimal untuk pemecahan masalah yang
berhubungan dengan diri dan lingkungan sekitar. Itulah sebabnya pendidikan dan
pembelajaran perlu diupayakan agar kemampuan kognitif para siswa dapat
berfungsi secara positif dan bertanggung jawab. Tanpa kemampuan kognitif,
mustahil siswa dapat memahami faedah dan menangkap pesan-pesan moral yang
terkandung dalam materi pelajaran yang diikuti. Tujuan kognitif berorientasi
kepada kemampuan berfikir, mencakup kemampuan intelektual yang lebih
sederhana, yaitu mengingat, sampai kepada kemampuan memecahkan masalah
yang menuntut siswa menghubungkan gagasan, prosedur yang sebelumnya
dipelajari untuk memecahkan masalah tertentu.
Tujuan instruksional dalam pembelajaran secara berjenjang
diklasifikasikan dalam suatu taksonomi, salah satunya adalah Taksonomi Bloom.
Menurut Taksonomi Bloom, tujuan instruksional terbagi menjadi enam level
(sebelum mengalami revisi), dari level intelektual paling rendah yaitu
pengetahuan (knowledge) ke tingkat paling komplek yaitu evaluasi (evaluation)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Adapun taksonomi Bloom yang telah direvisi oleh Lorin W. Anderson dan David
R. Krathwohl, yang disarikan dari Martinis Yamin (2008 : 33-37) dalam bukunya
sebagai berikut:
a. Mengingat (Remember)
Kawasan ini menuntut siswa untuk mampu mengingat kembali (recall)
informasi atau pengetahuan yang telah diterima sebelumnya, seperti definisi,
fakta, rumus, serta strategi penyelesaian masalah dan sebagainya.
b. Mengerti (Understand)
Kawasan ini menuntut siswa untuk mampu menjelaskan kembali pengetahuan
atau informasi yang telah diketahui dengan menggunakan pendapatnya
sendiri. Maka dari itu, siswa diharapkan mampu, mendefinisikan,
menerjemahkan, atau menyebutkan kembali dengan kata-katanya sendiri.
c. Menerapkan (Apply)
Kawasan ini merupakan kemampuan untuk menerapkan dan menggunakan
pengetahuan atau informasi yang telah dipelajari ke dalam situasi yang baru.
Siswa dituntut mampu memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam
kehidupan sehari-hari.
d. Menganalisis (Analyze)
Pada kawasan ini, siswa mampu untuk mengidentifikasi, memisahkan dan
membedakan komponen atau elemen-elemen suatu fakta, konsep, pendapat,
asumsi, hipotesis atau kesimpulan, dan memeriksa setiap komponen atau
elemen tersebut untuk melihat hubungan, keterkaitan atau kontradiksinya.
Siswa diharapkan mampu menunjukkan hubungan antara berbagai gagasan
dengan membandingkannya terhadap standar, prinsip atau prosedur yang
telah dipelajari.
e. Menilai (Evaluate)
Pada kawasan ini mengharapkan siswa mampu membuat penilaian dan
keputusan tentang nilai suatu gagasan, metode, produk atau benda dengan
menggunakan kriteria tertentu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
f. Mencipta (Create)
Kawasan mencipta diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam
mengaitkan atau menyatukan berbagai unsur dan elemen pengetahuan yang
telah dipelajari sehingga terbentuk suatu pola baru yang bersifat menyeluruh.
Proses pembelajaran Fisika yang selama ini dilakukan oleh seorang guru,
umumnya masih baru menerapkan beberapa aspek kognitif dalam tingkatan
terbawah seperti tingkatan mengingat (remember) atau mengerti (understand) dan
jarang sekali menerapkan tingkatan analisis (analyze) bahkan tingkatan mencipta
(to crate). Apabila setiap guru mampu mengembangkan pembelajarannya hingga
semua tingkatan kawasan kognitif, maka kualitas pendidikan yang dihasilkan
tentunya akan menjadi lebih baik.
6. Motivasi Belajar
Setiap individu memiliki kondisi internal yang turut berperan dalam
aktivitas dirinya sehari-hari. Salah satu kondisi internal tersebut adalah motivasi.
Dalam kegiatan belajar pun, motivasi ini memegang peranan penting dalam
keberhasilan siswa dalam belajar. Pendapat Mc. Donald seperti yang dikutip oleh
Sardiman A. M. (2004: 73) : ”Motivasi adalah perubahan energi dalam diri
seseorang yang ditandai dengan munculnya ’feeling’ dan didahului dengan
tanggapan terhadap adanya tujuan”. Sedangkan menurut Hamzah B. Uno (2008:
1), ”Motivasi adalah kekuatan baik dari dalam maupun dari luar yang mendorong
seseorang untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya”.
Richard I. Arends (2001:80) mengatakan bahwa, ”Motivation is usually defined as
the processes within individuals that stimulate behavior or arouse us to take
action”. Motivasi merupakan suatu proses yang terjadi pada diri sesorang yang
mendorong perilaku atau menggerakkan kita untuk melakukan sesuatu. Sehingga
dapat dikatakan bahwa motivasi merupakan dorongan dari dalam maupun dari
luar diri seseorang dalam melakukan suatu tindakan untuk mencapai tujuan
tertentu.
Motivasi pada dasarnya dapat digunakan untuk memahami dan
menjelaskan tingkah laku seseorang, termasuk perilaku siswa dalam mengikuti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
proses pembalajaran. Dari sudut sumber yang menimbulkannya, motivasi dapat
digolongkan menjadi motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Sumber dari
dalam diri siswa (motivasi instrinsik) seperti cita – cita siswa, kemampuan siswa,
kondisi siswa, sedangkan sumber dari luar diri siswa (motivasi ekstrinsik) seperti
kondisi lingkungan belajar, unsur-unsur dinamis pembelajaran dan upaya guru
dalam membelajarkan siswa. Semakin baik pengaruh sumber motivasi tersebut,
maka akan semakin tinggi motivasi yang dimiliki siswa untuk mencapai
keberhasilan dalam belajar.
Hamzah B. Uno (2008 : 27), menyatakan beberapa peranan penting dari
motivasi dalam belajar dan pembelajaran, yang dapat disarikan sebagai berikut:
a. Menentukan penguatan belajar
Motivasi dapat berperan dalam penguatan belajar apabila siswa dihadapkan
pada suatu masalah yang memerlukan pemecahan, bilamana masalah tersebut
dapat terpecahkan melalui pengalaman-pengalaman yang pernah dilalui
sebelumnya.
b. Memperjelas tujuan belajar
Motivasi berperan dalam memperjelas tujuan belajar siswa yang berkaitan
erat dengan kemaknaan belajar. Seorang siswa akan berminat dan tertarik
untuk belajar sesuatu bilamana apa yang dipelajari tersebut dapat diketahui
manfaatnya bagi siswa itu sendiri.
c. Menentukan ketekunan belajar
Seorang siswa yang memiliki motivasi tinggi dalam belajar, tentunya akan
berusaha mempelajarinya dengan tekun untuk memperoleh hasil belajar yang
terbaik, begitu pula sebaliknya apabila seorang siswa memiliki motivasi
rendah dalam belajar, maka tentunya siswa tersebut mudah menyerah dan
putus asa bilamana terasa sulit dan berat dalam belajarnya.
Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi
belajar merupakan dorongan intrinsik maupun ekstrinsik yang menggerakkan
siswa untuk mengadakan perubahan tingkah laku dalam belajar sehingga tercapai
tujuan yang diinginkan. Sardiman M. A (2004 : 83), menuliskan bahwa motivasi
yang ada dalam diri seseorang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
a. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu yang
lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai)
b. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). Tidak memerlukan
dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas
dengan prestasi yang dicapainya).
c. Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah
d. Lebih senang bekerja mandiri.
e. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat mekanis,
berulang begitu saja, sehingga kurang kreatif)
f. Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu)
g. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu.
h. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.
Dalam kegiatan belajar, akan tercapai dengan baik tujuannya bila siswa
memiliki keuletan, tekun dalam mengerjakan tugas, memecahkan masalah secara
mandiri, sehingga tidak akan terjebak pada rutinitas.
7. Materi Kalor Di SMA
a. Pengertian Kalor
1) Konsep Kalor
Kalor dan suhu merupakan dua hal yang berbeda. Suhu merupakan
ukuran energi kalor dalam suatu benda atau dapat dikatakan sebagai derajat
panas suatu benda. Sedangkan Kalor merupakan bentuk energi yang dapat
berpindah dari benda bersuhu tinggi ke benda lain bersuhu lebih rendah.
Karena kalor merupakan salah satu bentuk energi, maka secara SI memiliki
satuan joule (J), dimana terdapat suatu hubungan bahwa:
1 kalori = 4,2 joule atau 1 joule = 0,24 kalori ...................................... (2.1)
Besarnya kalor (Q) yang diserap atau dilepas suatu benda akan
bergantung dari beberapa hal yaitu:
a) sebanding dengan massa benda (m) → m ≈ Q
b) sebanding dengan besarnya kenaikan suhu (∆T) → ∆T ≈ Q
sehingga secara matematis dapat dituliskan:
TmQ . akan menjadi sama dengan bila dikalikan suatu konstanta:
TmcQ .. biasanya dituliskan sebagai:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
.................................................................................. (2.2)
keterangan:
Q = kalor yang dilepas/diterima ...... joule (J)
m = massa benda ............ kg
c = kalor jenis zat ............ J/kgK
(untuk air cair = 1000 J/kgK atau 1 kal/gr0C)
∆T = perubahan suhu .......... K
Kalor jenis (c) adalah kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1 kg zat
sebesar 1 K (atau 1 0C). Setiap zat yang berbeda, akan memiliki nilai kalor
jenis yang berbeda pula. Oleh karena itu, banyaknya kalor yang diserap atau
dilepaskan akan bergantung pada massa zat, jenis zat dan besarnya perubahan
suhu yang terjadi. Alat yang digunakan untuk mengukur besarnya kalor suatu
benda disebut sebagai kalorimeter.
2) Kapasitas Kalor
Setiap benda mempunyai kemampuan menyerap atau melepaskan
kalor yang berbeda dan hal ini dikenal dengan istilah kapasitas kalor benda.
Kapasitas kalor (C) didefinisikan sebagai banyaknya yang diperlukan untuk
menaikkan suhu benda sebesar 1 K (atau 1 0C). Kapasitas kalor dapat
dirumuskan sebagai berikut:
................................................................. (2.3)
Dari persamaan (2.2), yakni Q = m c T , maka kapasitas kalor dapat pula
dinyatakan :
....................................................................................... (2.4)
di mana C merupakan kapasitas kalor. Satuan SI untuk kapasitas kalor
adalah J/oC . Satuan lain yang juga sering digunakan untuk kapasitas kalor
adalah kal/ oC.
TcmQ ..
T
QC
atau TCQ .
cmC .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
b. Perubahan Wujud
Berbagai proses perubahan wujud suatu zat diperlihatkan seperti
pada diagram 2.1:
Gambar 2.1 Skema Perubahan Wujud Zat
Dari diagram diatas, proses perubahan wujud secara umum dapat
dibagi menjadi dua yaitu:
a) perubahan wujud yang melepaskan kalor yaitu membeku, mengembun
dan menyublim (gas ke padat)
b) perubahan wujud yang menyerap kalor yaitu melebur, menguap dan
menyublim (padat ke gas)
Pada umumnya jika suatu zat dipanaskan, akan mengalami kenaikan suhu.
Akan tetapi, dalam pengamatan akan terjadi dimana ketika dipanaskan tidak
mengalami kenaikan suhu (suhu tetap). Kalor yang diberikan pada peristiwa
tersebut digunakan untuk mengubah wujud zat, kalor seperti ini disebut
sebagai kalor laten. Kalor laten didefinisikan sebagai banyaknya energi kalor
yang diterima atau dilepas tiap satuan massa suatu zat untuk berubah wujud.
Secara umum, kalor laten ini dibagi menjadi dua yaitu:
a) Kalor Lebur (Lf)
merupakan banyaknya kalor yang diterima tiap satu satuan massa untuk
meleburkan zat. Sedangkan kalor beku (Lf) merupakan banyaknya kalor
yang dilepas tiap satu satuan massa untuk membekukan zat. Pada tekanan
yang sama, besarnya kalor lebur suatu zat sama dengan kalor bekunya,
secara matematis dapat dituliskan:
......................................................................... (2.5a)
dimana Lf = kalor lebur atau kalor beku zat
PADAT CAIR GAS
melebur menguap
membeku mengembun
menyublim
menyublim
fLmQ .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
b) Kalor Uap (Lv)
merupakan banyaknya kalor yang diterima tiap satu satuan massa untuk
menguapkan zat. Sedangkan kalor embun (Lv) merupakan banyaknya
kalor yang dilepas tiap satu satuan massa untuk mengembunkan zat. Pada
tekanan yang sama, besarnya kalor uap suatu zat sama dengan kalor
embunnya, secara matematis dapat dituliskan:
......................................................................... (2.5b)
dimana Lv = kalor uap atau kalor embun zat
c) Grafik Suhu – Kalor
Pada tekanan 1 atm, saat es yang bersuhu negatif (dibawah 00C)
dipanaskan secara terus menerus maka suhu akan naik. Pada suatu ketika,
suhu es tidak mengalami kenaikan (tetap), yaitu pada suhu 00C. Pada saat
ini, terjadi proses perubahan wujud zat (melebur) hingga seluruh es
melebur menjadi air kemudian suhu air akan meningkat hingga mendidih
(1000C). Pada saat ini, air tidak mengalami kenaikan suhu, yang berarti
bahwa terjadi perubahan wujud dari air menjadi gas (menguap). Gambar
2.2 menunjukkan diagram skema perubahan wujud dari es menjadi uap:
Semakin curam kemiringannya, maka kalor jenis zat semakin kecil
begitu sebaliknya. Jika suatu zat memiliki kalor jenis yang lebih besar
vLmQ .
A
B C
D E
F
fase padat (es)
fase cair (air)
fase gas (uap)
melebur
menguap titik didih air
00C
1000C
kalor
suhu
Gambar 2.2 Grafik Suhu-Kalor Untuk Es yang Dipanaskan
Menjadi Uap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
maka akan semakin banyak kalor yang akan diserap/dilepas, maka dari itu
akan semakin lama kenaikan/penurunan suhunya.
c. Azas Black
Hukum kekekalan energi untuk kalor menyatakan bahwa benda yang
dicampur dengan isolasi yang sempurna terhadap lingkungan maka
banyaknya kalor yang dilepaskan oleh benda yang bersuhu lebih tinggi akan
sama dengan banyaknya kalor yang diserap oleh benda lainnya yang bersuhu
lebih rendah. Secara matematis dituliskan:
............................................................................ (2.6)
Hukum kekekalan energi untuk kalor ini dinyatakan oleh Joseph Black, maka
dari itu dikenal juga sebagai azas Black.
d. Perpindahan Kalor
Kalor dapat berpindah dari benda bersuhu tinggi ke benda lain yang
bersuhu lebih rendah. Ada tiga cara perpindahan kalor yang terjadi:
1) Secara Konduksi (Hantaran)
Apabila ditempatkan sebuah sendok logam pada wadah berisi
air panas, maka lama-kelamaan ujung sendok bagian luar yang kita
pegang akan terasa panas. Hal ini mengindikasikan bahwa kalor dapat
berpindah melalui sendok logam. Perpindahan kalor tanpa diikuti oleh
perpindahan zat perantaranya disebut sebagai konduksi. Konduksi hanya
terjadi pada zat padat.
Berdasar pada skema gambar 2.3 diatas, besarnya laju
perpindahan kalor konduksi tiap satu satuan waktu dalam suatu zat akan
bergantung pada beberapa hal yaitu:
a) sebanding luas penampang penghantar (A) → Q/t ≈ A
b) sebanding dengan besarnya perubahan suhu (∆T) → Q/t ≈ ∆T
Qlepas
= Qterima
L
A T1 T2
laju konduksi tQ
Gambar 2.3 Laju Kalor Pada Sebuah Penghantar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
c) berbanding terbalik dengan panjang penghantar (L) → Q/t × L
Sehingga secara matematis dapat dituliskan :
L
TA
t
QP
. akan menjadi sama dengan bila dikalikan suatu
konstanta, sehingga :
.................................................................. (2.7)
keterangan:
P = daya (J/s atau watt)
Q/t = laju konduksi (J/s)
k = konduktivitas termal zat (W/m.K)
A = luas penampang penghantar (m2)
∆T = besar perubahan suhu (0C atau K)
L = panjang penghantar (m)
Zat yang mudah menghantarkan kalor (misal logam) disebut sebagai
konduktor, sedangkan zat yang sulit menghantarkan kalor disebut
isolator seperti plastik dan kayu.
2) Secara Konveksi (Aliran)
Ketika kita memasak air, dimana pemanasan hanya terjadi pada
bagian bawah teko air. Akan tetapi, ketika telah mendidih, maka semua
bagian air telah menjadi panas. Maka dapat diketahui bahwa kalor juga
mengalir di dalam zat cair. Perpindahan kalor yang disertai dengan
perpindahan zat perantaranya disebut sebagai konveksi (aliran). Proses
perpindahan kalor dari satu zat cair ke bagian zat cair lainnya oleh
pergerakan zat cair itu sendiri disebabkan karena perbedaan massa jenis
akibat pemanasan. Konveksi hanya terjadi pada zat yang dapat mengalir
(fluida) yaitu zat cair dan gas.
Laju perpindahan kalor secara konveksi akan sebanding dengan
luas penampang (A) yang bersentuhan dengan fluida dan beda suhu (∆T).
Secara matematis dapat dituliskan:
L
TAk
t
QP
.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
TAt
QP . akan menjadi sama dengan bila dikalikan suatu
konstanta, sehingga menjadi:
............................................................... (2.8)
keterangan:
P = daya (J/s atau watt)
Q/t = laju konduksi (J/s)
h = koefisien konveksi (W/m2.K)
A = luas penampang penghantar (m2)
∆T = besar perubahan suhu (0C atau K)
3) Secara Radiasi (Pancaran)
Radiasi merupakan perpindahan kalor dalam bentuk gelombang
elektromagnetik maka dari itu, radiasi kalor dapat merambat walau tanpa
medium perambatan. Sebagai contoh, radiasi kalor dari Matahari melalui
ruang hampa sehingga sampai ke Bumi. Makin baik suatu benda
menyerap radiasi kalor, makin baik pula benda itu memancarkan radiasi
kalor. Penyerap radiasi kalor sempurna disebut sebagai benda hitam.
Permukaan yang hitam kusam adalah penyerap dan pemancar radiasi
yang baik, sedangkan permukaan putih mengkilap adalah penyerap dan
pemancar radiasi yang sangat buruk.
Laju perpindahan kalor secara radiasi adalah sebanding dengan
luas permukaan (A) dan sebanding dengan pangkat empat suhu
mutlaknya (T4), serta sebanding dengan koefisien radiasi (emisivitas),
secara matematis dituliskan:
4.. TAet
QP akan menjadi sama dengan bila dikalikan suatu konstanta
sehingga menjadi:
................................................................... (2.9)
TAht
QP ..
4... TAet
QP
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
keterangan:
P = daya (J/s atau watt)
Q/t = laju konduksi (J/s)
𝜎 = konstanta Stefan-Bolztman (W/m2.K
4)
e = emisivitas bahan (bernilai 0 ≤ e ≤ 1)
e = 1 untuk benda hitam sempurna dan
e = 0 untuk benda putih sempurna
A = luas penampang penghantar (m2)
T4 = suhu benda (K)
Pada persamaan (2.9) diatas berlaku dengan asumsi bahwa besarnya suhu
(T) jauh lebih besar bila dibandingkan dengan suhu disekelilingnya (suhu
lingkungan). Sehingga suhu disekelilingnya dapat diabaikan terhadap suhu benda.
B. Penelitian yang Relevan
Berkaitan dengan penggunaan pendekatan konstruktivisme dalam
penelitian ini, sebelumnya juga pernah dilakukan beberapa penelitian yang serupa.
Seperti hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Doni Satria pada tahun
2010 tentang penerapan model pembelajaran konstruktivisme terhadap
mahasiswa. Berdasarkan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ”Hasil nilai
mahasiswa dalam mengerjakan tugas-tugas atau soal-soal dan penilaian dosen dari
siklus I sampai siklus III mengalami peningkatan 18 % dari 35 mahasiswa” (Doni
Satria, 2010: v). Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa pendekatan
konstruktivisme memberikan dampak positif terhadap kemajuan prestasi
mahasiswa. Hal senada juga diungkapkan oleh Arita Marini (2008 : 900) dalam
suatu jurnal pendidikan, yang melakukan penelitian tentang pengaruh pendekatan
konstruktivisme terhadap hasil belajar matematika mahasiswa PGSD
menunjukkan hasil ”…dalam pembelajaran matematika, pendekatan
konstruktivisme lebih efektif jika dibandingkan dengan pendekatan
konvensional”. Dengan demikian, pendekatan konstruktivisme dalam
pembelajaran matematika dapat meningkatkan hasil belajar matematika
mahasiswa PGSD FIP UNJ (Arita Marini, 2008 : 900)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Penelitian lainnya juga telah dilakukan oleh Akhmad Nur Afandi pada
tahun 2009, yang melakukan penelitian tentang pengaruh penggunaan pendekatan
konstruktivisme pada pembelajaran Fisika. Dalam penelitiannya, digunakan
metode resitasi berkelompok dan resitasi individu dengan tinjauan motivasi
belajar. Hasil penelitian yang dilakukannya menunjukkan bahwa
Siswa yang dalam kegiatan pembelajarannya menggunakan melalui
metode resitasi secara berkelompok memiliki kemampuan kognitif Fisika
lebih baik daripada siswa yang menggunakan pendekatan
konstruktivisme melalui metode resitasi secara individual (Akhmad Nur
Afandi, 2009 : vi)
Hasil penelitiannya juga menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara
pendekatan konstruktivisme melalui metode resitasi dengan motivasi belajar
terhadap prestasi belajar siswa.
Penelitian lain mengenai pendekatan konstruktivisme, juga telah
dilakukan oleh Warniyati, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa, “penggunaan
pendekatan konstruktivisme melalui metode diskusi disertai tugas lebih efektif
daripada penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode ceramah
disertai tugas” (Warniyati, 2007 : 75). Pada penelitiannya ditinjau variabel
kemampuan awal siswa pada materi Dinamika Gerak Lurus SMA. Hal serupa
juga telah dilakukan penelitian mengenai pendekatan konstruktivisme oleh Nur
Hening Widyawati. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa “pendekatan
konstruktivisme melalui metode eksperimen disertai pemberian tugas individu
ternyata memberikan hasil yang lebih baik daripada secara kelompok” (Nur
Hening Widyawati, 2008: 57).
C. Kerangka Berfikir
Pendekatan pembelajaran memegang peranan dalam keberhasilan
pembelajaran maka seorang guru dituntut untuk dapat memilih penggunaa
pendekatan pembelajaran yang tepat sehingga proses pembelajaran dapat berjalan
optimal sehingga tercapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Salah satu
pendekatan dalam pembelajaran ialah pendekatan konstruktivisme. pendekatan
konstruktivisme adalah proses pembentukan konsep ilmu pengetahuan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
melibatkan keaktifan siswa dengan kemampuan kognitif yang telah terbentuk
sebelumnya dengan membentuk dan mengkontruksi sendiri pengetahuannya
dalam situasi dan pengalaman yang baru.
Pendekatan kontruktivistik dapat dikembangkan dalam benyak metode
pembelajaran, misalnya metode diskusi – resitasi. Kombinasi kedua metode ini
sesuai dengan pendekatan konstruktivisme kerena metode diskusi atau resitasi
sangat menekankan kemandirian siswa untuk menambah pengetahuan malalui
diskusi bersama dan tugas – tugas yang diberikan. Metode diskusi memberikan
kesempatan kepada siswa untuk saling bertukar pendapat dan berfikir bersama
dalam menyelesaikan suatu problem atau masalah. Tugas dan resitasi merangsang
siswa untuk aktif belajar, baik secara individual maupun secara kelompok. Dalam
metode resitasi, siswa diberikan kebebasan dalam menyelesaikan tugas tersebut,
kapan pun dan dimana pun.
Dalam metode diskusi–resitasiyang digunakan dapat dilakukan menjadi
dua bentuk penugasan yaitu penugasan secara individu dan penugasan secara
berkelompok. Kombinasi metode ini lebih mengarah kepada proses pembelajaran
yaitu kegiatan diskusi dan resitasi sebagai bentuk tindak lanjutnya. Metode
resitasi secara berkelompok siswa dapat saling mengungkapkan pendapat serta
saling berinteraksi dan bekerja sama dalam mengerjakan tugas yang diberikan
guru. Dalam interaksi kelompok, siswa yang lebih pandai akan membantu siswa
yang mengalami kesulitan sehingga siswa tersebut dapat meningkatkan kemajuan
belajar yang lebih besar. Belajar secara individu akan menuntut kerja keras siswa
sendiri sehingga apabila kemampuan siswa tersebut berada dibawah rata-rata
teman-teman sekelasnya maka akan dapat memberikan kesulitan dan merasa tugas
yang diberikan sebagai suatu beban. Untuk siswa yang menyelesaikan tugas
secara individu mengalami sedikit kesulitan maka akan cenderung mudah putus
asa dan lebih cenderung untuk meniru pekerjaan teman lain.
Dalam meningkatkan kemampuan kognitif siswa, salah satu faktor dari
dalam diri siswa yang sangat berpengaruh adalah motivasi belajar siswa. Motivasi
belajar merupakan motor penggerak yang mengaktifkan siswa untuk melibatkan
diri dalam kegiatan pembelajaran. Secara ideal, siswa yang secara terus-menerus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
menambah pengalaman belajar dan wawasan untuk menambah pengetahuan yang
dimiliki, secara tidak langsung siswa tersebut mengembangkan sifat kepribadian
yang menunjukan sebagai siswa yang selalu ingin meningkatkan motivasi
belajarnya untuk memperkaya pengetahuan yang lainnya. Dengan adanya
motivasi belajar, hampir bisa dipastikan setiap siswa akan terdorong untuk
mencapai target tertentu, yang dalam hal ini berupa prestasi belajar di kelas.
Bagi siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi, belajar tidak hanya
usaha untuk mencari nilai yang tinggi tetapi belajar sudah menjadi sesuatu yang
diperlukan sebagai bentuk kepuasan mental. Dengan motivasi belajar yang tinggi
diharapkan siswa dapat mengikuti kegiatan pembelajaran secara baik hingga
tercapai kemampuan yang telah ditargetkan. Sedangkan bagi siswa yang memiliki
tingkat motivasi rendah, dalam kegiatan pembelajaran, siswa tersebut akan terlihat
lesu, bosan, dan tidak bersemangat, kurang sekali menggunakan pikirannya untuk
menyelesaikan masalah yang dikemukakan di kelas bahkan cenderung
mengganggu siswa lain. Tingkat motivasi belajar yang rendah tersebut muncul
karena siswa belum menyadari akan manfaat pengetahuan bagi dirinya sendiri.
Oleh karena itu, motivasi belajar sangat berpengaruh dalam pencapaian prestasi
belajar siswa.
Penggunaan pendekatan konstruktivisme, yang menuntut siswa
mengkonstruksi sendiri pengetahuannya merupakan suatu proses belajar yang
berlangsung terus-menerus. Metode diskusi-resitasi sesuai dengan pendekatan
konstruktivisme karena metode diskusi-resitasi memberi keleluasaan bagi siswa
untuk mengungkapkan pendapat dan bekerja sama dalam kegiatan diskusi dan
keleluasaan dalam menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Sehingga proses
pembelajaran yang terjadi dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar
(student center). Selain itu, adanya laporan tugas yang telah selesai dikerjakan
dapat menjadi sarana agar pengetahuan yang dibentuk oleh siswa tidak terjadi
kesalahan atau ketidaksesuaian. Disinilah tugas seorang guru sebagai fasilitator
yang mengarahkan siswa dalam mengkontruksi pemahamannya.
Di sisi lain, proses pembangunan pengetahuan siswa dapat pula melalui
kedisiplinan siswa dalam kegiatan diskusi yang dilakukan dan dalam pelaporan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
tugas yang diberikan. Dengan motivasi belajar yang tinggi, siswa akan
bersemangat dan terampil dalam berdiskusi serta disiplin dalam melaporkan hasil
tugasnya sehingga tidak akan menunda waktu dalam mengerjakan tugas. Motivasi
yang tinggi juga akan memberikan dorongan bagi siswa dalam melalui setiap
proses belajar sehingga siswa tidak jenuh dalam setiap usaha pembentukan
pengetahuan yang dilakukan sendiri.
Adapun paradigma penelitian dari penelitian ini digambarkan oleh skema
berikut :
Gambar 2.4 Skema Kerangka Berfikir
Kelas
eksperimen
Kelas
kontrol
Pendekatan
konstruktivisme
melalui metode
diskusi-resitasi
berkelompok
Pendekatan
konstruktivisme
melalui metode
diskusi-resitasi
individual
Kemampuan
kognitif Fisika
siswa
Keadaan
awal
Motivasi
belajar Fisika
kategori
tinggi
Motivasi
belajar Fisika
kategori
rendah
Motivasi
belajar Fisika
kategori
tinggi
Motivasi
belajar Fisika
kategori
rendah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
D. Pengajuan Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berpikir di atas maka dapat
diajukan hipotesis alternatif sebagai berikut :
1. Ada perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan konstruktivisme
melalui metode diskusi–resitasi berkelompok dan diskusi–resitasi individu
terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada materi kalor.
2. Ada perbedaan pengaruh antara tingkat motivasi belajar Fisika siswa
kategori tinggi dan katagori rendah terhadap kemampuan kognitif Fisika
siswa pada materi kalor.
3. Ada interaksi antara pengaruh penggunaan pendekatan konstruktivisme
melalui metode diskusi–resitasi berkelompok dan diskusi–resitasi individu
dengan tingkat motivasi belajar siswa terhadap kemampuan kognitif fisika
siswa pada materi kalor.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Sukoharjo. Kelas yang
digunakan untuk penelitian adalah kelas X-1 dan X-2 pada semester genap tahun
ajaran 2009/2010. Peneliti memilih sekolah tersebut karena tersedia sarana dan
prasarana yang mendukung pelaksanaan pembelajaran Fisika menggunakan
pendekatan konstruktivisme melalui metode diskusi-resitasi, di mana masing-
masing siswa memiliki buku teks pegangan sendiri yang diperlukan untuk
menyelesaikan tugas dan kegiatan yang diberikan guru, baik di dalam kelas
maupun di luar kelas.
Uji coba instrumen penelitian meliputi angket motivasi belajar siswa dan
tes kemampuan kognitif Fisika. Untuk uji coba angket motivasi belajar dilakukan
di sekolah yang sama yaitu di SMA Negeri 1 Sukoharjo kelas X-10 yang terdiri
dari 40 siswa. Alasan pemilihan sekolah yang sama untuk melaksanakan uji coba
instrumen angket motivasi belajar karena faktor perijinan yang lebih mudah dan
kondisi waktu yang mendekati jadwal penelitian. Sedangkan uji coba tes
kemampuan kognitif dilaksanakan di sekolah yang berbeda, yaitu di SMA Negeri
3 Sukoharjo kelas X-3 yang terdiri dari 40 siswa. Alasan pemilihan sekolah karena
kesamaan tingkat pendidikan serta untuk meminimalkan tingkat kebocoran soal
tes kognitif. Dengan demikian, data hasil kemampuan kognitif Fisika tersebut
diharapkan dapat menunjukkan hasil belajar Fisika siswa setelah mengikuti
kegiatan pembelajaran.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap Tahun Ajaran 2009/2010.
Waktu penelitian menyesuaikan dengan waktu penyampaian pelajaran Fisika
untuk materi Kalor di sekolah tempat penelitian dilakukan, yakni antara bulan
Maret sampai dengan bulan April 2010. Adapun jadwal pelaksanaan penelitian
dapat dilihat pada lampiran 1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
B. Metode Penelitian
Penelitian yang dilakukan menggunakan metode eksperimen desain
faktorial A x B dengan sampel acak (random) yang dibagi menjadi dua kelompok
yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada kelompok eksperimen
dalam pelaksanaan pembelajaran fisika dengan menggunakan pendekatan
konstruktivisme melalui metode diskusi–resitasi kelompok (A1), sedangkan pada
kelompok kontrol dalam pelaksanaan pembelajaran fisika dengan menggunakan
pendekatan konstruktivisme melalui diskusi–resitasi individu (A2). Sebelum
dilakukan perlakuan, kelas eksperimen dan kelas kontrol dibedakan atas motivasi
belajar Fisika siswa kategori tinggi (B1), dan motivasi balajar fisika siswa katagori
rendah (B2). Pada akhir perlakuan kedua kelompok diukur kemampuan
kognitifnya melalui tes hasil belajar. Hasil pengukuran akan digunakan sebagai
data penelitian yang kemudian akan diolah dan dianalisis untuk menemukan
jawaban atas masalah yang diajukan.
Dalam penelitian ini digunakan desain faktorian 2 x 2. Desain faktorial
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1 Desain Penelitian
B Motivasi Belajar Siswa (B)
A Tinggi (B1) Rendah (B2)
Pendekatan
Konstruktivisme
(A)
Metode Diskusi–
resitasiKelompok (A1) A1B1 A1B2
Metode Diskusi–
resitasiIndividu (A2) A2B1 A2B2
C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Negeri 1
Sukoharjo kelas X semester genap tahun ajaran 2009/2010. Jumlah total kelas X
di sekolah ini adalah sepuluh kelas dari kelas X-1 sampai dengan kelas X-10.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
2. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah teknik cluster
random sampling yakni teknik pengambilan sampel penelitian secara acak dari
populasi yang terdiri atas sejumlah kelas (cluster). Dari hasil pengambilan sampel
penelitian dengan teknik random sampling diperoleh dua kelas yaitu kelas X-1
dan kelas X-2, dimana kelas X-1 yang terdiri dari 36 siswa sebagai kelas
eksperimen dan kelas X-2 yang terdiri dari 31 siswa sebagai kelas kontrol. Untuk
kelas X-1 secara keseluruhan terdapat 40 siswa dan kelas X-2 terdapat 32 siswa,
akan tetapi terdapat beberapa siswa (kelas X-1 terdapat 4 siswa dan kelas X-2
terdapat 1 siswa) yang tidak mengikuti kegiatan penelitian secara keseluruhan,
sehingga tidak diikutkan dalam sampel penelitian. Hal ini dimaksudkan agar data
yang diperoleh benar-benar real dari keadaan siswa sendiri, Untuk kelas
eksperimen dipilih kelas X-1 dan untuk kelas kontrol dipilih kelas X-2. Dalam
penelitian ini, sampel penelitian tersebut memiliki keadaan awal yang sama.
D. Variabel Penelitian
Dalam penelitian terdapat dua variabel penelitian, yaitu variabel bebas dan
variabel terikat. Berikut ini akan diuraikan kedua variabel tersebut.
1. Variabel Bebas
Ada dua variabel bebas dalam penelitian ini. Variabel pertama adalah
pembelajaran Fisika dengan pendekatan konstruktivisme melalui metode diskusi–
resitasi berkelompok dan diskusi–resitasi individu. Variabel kedua adalah
motivasi belajar Fisika siswa.
a. Pendekatan Konstruktivisme
1) Definisi operasional
Pendekatan konstruktivisme melalui metode diskusi–resitasi adalah suatu
pendekatan pengajaran yang menekankan pada keterlibatan siswa untuk
mengkontruksi pengetahuan mereka sendiri melalui objek, fenomena,
pengalaman, dan lingkungan. Dalam pelaksanaannya, pengetahuan yang
dikontruksi merupakan pencapaian dari tujuan pembelajaran yang
dikuasai setelah dilakukannya proses diskusi dan setelah adanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
pemberian tugas (resitasi). Pemberian tugas tersebut diharapkan siswa
akan menyelesaikannya sambil belajar yang kemudian melaporkan hasil
yang telah dikerjakan.
2) Skala pengukuran
Skala pengukurannya adalah nominal dengan dua katagori yaitu
pendekatan konstruktivisme melalui metode diskusi–resitasi berkelompok
(A1) dan pendekatan konstruktivisme melalui metode diskusi–resitasi
individu (A2).
b. Motivasi belajar Fisika siswa
1) Definisi operasional
Motivasi belajar siswa adalah kecenderungan siswa melakukan sesuatu,
belajar, mengarahkan dan menjaga tingkah lakunya sehingga dapat
mencapai hasil belajar tertentu. Indikatornya adalah hasil pengukuran
skor hasil angket motivasi belajar Fisika siswa.
2) Skala pengukuran
Skala pengukurannya adalah ordinal dari transfer data interfal dengan dua
katagori yaitu motivasi belajar Fisika katagori tinggi (B1) dan motivasi
belajar Fisika katagori rendah (B2). Adapun pengelompokannya sebagai
berikut :
Motivasi belajar Fisika siswa katagori tinggi : 𝑋 ≥ 𝑋
Motivasi belajar Fisika siswa katagori rendah : 𝑋 < 𝑋
2. Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan kognitif Fisika
siswa pada materi Kalor.
1) Definisi operasianal
Kemampuan kognitif siswa adalah kemampuan siswa untuk mengetahui,
memahami, mengaplikasi, mensintesis, dan menganalisis suatu materi
pelajaran.
2) Indikator pengukurannya adalah hasil ulangan tes kognitif pada bahasan
Kalor.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
3) Skala pengukuran
Skala pengukurannya adalah interval dengan skala nilai dari 0 hingga 100.
E. Teknik Pengumpulan Data
Terdapat tiga teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini sebagai berikut :
1. Teknik dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah teknik penelitian yang menggunakan
dokumen sebagai sumber data untuk mengetahui jumlah siswa dan keadaaan awal
Fisika yang dimiliki siswa. Data keadaan awal Fisika yang dimiliki siswa baik
kelas eksperimen maupun kelas kontrol diperoleh dari nilai kognitif (nilai
semester I) Fisika yang dimiliki siswa pada semester ganjil tahun Ajaran
2009/2010. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 14.
2. Teknik tes
Pengumpulan data dalam penelitian ini digunakan teknik tes yang
diberikan pada akhir pembelajaran melalui ulangan harian pada bahasan Kalor.
Tes kognitif ini dilakukan untuk mengetahui tingkat penguasaan konsep Fisika
khususnya pada bahasan Kalor setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Soal tes
kognitif dan data yang diperoleh dari tes kognitif tersebut dapat dilihat pada
lampiran 10 dan lampiran 19.
3. Teknik angket
Teknik angket merupakan cara pengumpulan data dengan menggunakan
angket berisi pertanyaan atau pernyataan yang harus dijawab oleh responden.
Teknik ini digunakan untuk mengetahui metivasi belajar Fisika siswa. Definisi
angket sama dengan kuesioner. Menurut Riduwan (2004:71) “angket adalah daftar
pertanyaan yang diberikan kepada orang lain bersedia memberikan respon
(responden) sesuai dengan permintaan pengguna”.
Penilaian angket didasarkan pada jenis skala Rating adalah:
Untuk butir angket pertanyaan positif
a. Jawaban SL nilai: 4
b. Jawaban SR nilai: 3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
c. Jawaban JR nilai: 2
d. Jawaban TP nilai: 1
Untuk butir angket pertanyaan negatif
a. Jawaban SL nilai: 1
b. Jawaban SR nilai: 2
c. Jawaban JR nilai: 3
d. Jawaban TP nilai: 4
Keterangan:
a. SL : Selalu
b. SR : Sering
c. JR : Jarang
d. TP : Tidak Pernah
Penggunaan empat alternatif pilihan bertujuan untuk menghindari
pemusatan jawaban siswa yang lebih memilih alternatif pilihan tengah. Item-
item soal angket motivasi dan data yang diperoleh dari tes tersebut dapat dilihat
pada lampiran 13 dan lampiran 23.
F. Instrumen Penelitian
Instrument penelitian ini terdiri atas dua macam yaitu :
1. Instrumen pelaksanaan penelitian, yang berupa satuan pelajaran (SP),
rencana program pembelajaran (RPP), dan lembar kerja siswa (LKS). Untuk
menjamin bahwa instrumen penelitian valid, maka instrumen
dikonsultasikan terlebih dahulu kepada para ahli dalam hal ini Dosen
Pembimbing sebelum digunakan dalam penelitian.
2. Instrumen dalam pengambilan data berupa instrumen tingkat motivasi
belajar siswa dan intrumen kemampuan kognitif Fisika. Instrumen
pengambilan data disusun oleh peneliti, agar instrumen menjadi valid,
instrumen dikonsultasikan kepada Dosen Pembimbing kemudian
diujicobakan terlebih dahulu sebelum digunakan dalam penelitian.
Item soal dalam instrumen tes tergolong baik maka harus memenuhi persyaratan
dalam tingkat kesukaran, daya pembeda, validitas, dan reliabilitas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
1. Instrumen Angket
Angket yang digunakan untuk mengetahui motivasi belajar Fisika siswa
diberikan kegiatan pembelajaran dilakukan. Isi pertanyaan dalam angket ini
adalah tentang kemauan, perasaan, serta sikap siswa dalam menyelesaikan tugas-
tugas yang diberikan khususnya pada pembelajaran Fisika. Uji coba instrumen ini
adalah untuk mengetahui validitas dan reliabilitas angket.
a. Validitas Angket
Angket termasuk salah satu alat ukur dalam evaluasi pendidikan. Uji
validitas angket menggunakan rumus korelasi product moment dengan angka
kasar sebagai berikut.
2222 YYNXXN
YXXYNr YX,
Keterangan
rxy : koefisien korelasi antara X dan Y
X : skor dari item yang diuji
Y : skor total
N : jumlah seluruh subyek
Selanjutnya dihitung dengan menggunakan uji-t dengan rumus:
21
2
xy
xy
hitung
r
nrt
Keterangan:
t : nilai t hitung
rxy : koefisien korelasi hasil r hitung
n : jumlah responden
Distribusi tabel t yang digunakan untuk α = 5 % dan derajat kebebasan
(dk = n - 2). Kriteria untuk menentukan validitas item angket ada dua, yakni : item
angket valid bila thitung ≥ t tabel dan item angket tidak valid bila thitung < t tabel .
(Riduwan, 2009: 98)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Tabel 3.2 Validitas Item Soal Angket
Kriteria Nomor Item Jumlah Keterangan
thitung ≥ t tabel
1,2,3,4,5,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,
17,18,19,20,21,23,24,25,26,27,28,29,
33,34,35,36,39,40,41,42,44,45
37 Valid (-)
thitung < t tabel 6,22,30,31,32,37,38,43 8 Invalid (x)
keterangan: Item yang valid (-) dipakai sedangkan item soal yang invalid (x) di
drop (tidak dipakai).
Untuk hasil yang lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran 12.
b. Reliabilitas Angket
Disamping harus memenuhi syarat validitas, angket sebagai salah satu
alat ukur dalam evaluasi pendidikan juga harus memenuhi syarat reliabilitas. Uji
reliabilitas angket menggunakan rumus Alpha sebagai berikut.
2
2
11 11
t
i
S
S
n
nr
dimana:
N
N
XX
2
i2
i2
iS
N
N
XX
2
t2
t2
tS
Keterangan :
r 11 : reliabilitas instrumen
n : banyak butir pertanyaan
2
iS : jumlah varians skor tiap-tiap item
2
tS : varians total
2
iX : jumlah kuadrat item Xi
2iX : jumlah item Xi dikuadratkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
2
tX : jumlah kuadrat X total
2iX : jumlah X total dikuadratkan
N : jumlah responden
Kriteria untuk menentukan reliabilitas angket ada dua, yakni : angket reliabel bila
r11 ≥ rtabel dan item angket tidak reliabel bila r11 < r tabel .
(Riduwan, 2009: 115)
Selanjutnya digunakan distribusi (tabel r) untuk α = 5% dan derajat
kebebasan (dk = n - 1). Dari uji reliabilitas angket diperoleh r11 = 0.924 sedangkan
rtabel = 0,316 sehingga angket dapat dikatagorikan reliabel. Untuk hasil yang lebih
jelas dapat dilihat pada lampiran 12.
2. Instrument tes
Tes digunakan untuk mengetahui hasil kemampuan kognitif siswa pada
sub materi pembiasan cahaya dari pembelajaran yang dilakukan dengan metode
diskusi–resitasikelompok dan metode diskusi–resitasiindividu. Intrumen tes ini
harus diujicobakan secara kualitatif dan kuantitatif.
a. Analisa Kualitatif
Pengujian instrumen tes secara kualitatif diperoleh dengan
mengkonsultasikan intrumen tes kepada ahli (expert judgement) dalam hal ini
adalah pembimbing sebelum instrumen diujicobakan lebih lanjut. Pengujian
kualitatif dilakukan untuk melihat sejauh mana item-item soal memenuhi
beberapa aspek yaitu aspek materi, aspek konstruksi dan aspek bahasa.
Hasil analisis kualitatif item soal sebagai berikut:
Tabel 3.3 Kriteria Hasil Analisis Kualitatif Item Soal
Kriteria Item Soal Jumlah Persen
Diterima 1,4,6,7,8,12,14,15,17,18,20,21,22,24,26,27,
28,30,31,32,33,34,35 23 65.7 %
Direvisi 2,3,5,9,10,11,13,16,19,23,25,29 12 34,3 %
Ditolak - - 100 %
Untuk hasil yang lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran 7.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Selanjutnya, soal yang telah mengalami analisa kualitatif dilakukan uji coba (Try
Out) untuk mendapatkan data dalam yang akan digunakan untuk analisa secara
kuantitatif.
b. Analisa kuantitatif
Instrumen tes yang baik harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Maka dari itu,
dilakukan analisa kuantitatif untuk mengetahui daya pembeda, taraf kesukaran,
fungsi distraktor dan reliabilitas item soal.
1) Daya Pembeda
Daya pembeda item soal adalah kemampuan suatu item soal untuk
membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi (pandai) dengan siswa yang
berkemampuan rendah (kurang pandai). Angka yang menunjukkan besarnya daya
pembeda disebut indeks diskriminasi (D). Untuk mengetahui daya pembeda dari
masing-masing item tes, digunakan rumus:
BA
B
B
A
A PPJ
B
J
BD
di mana:
J = jumlah peserta tes
JA = banyaknya peserta kelompok atas
JB = banyaknya peserta kelompok bawah
BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar
BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar
PA = A
A
J
B = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar(ingat, P
sebagai indeks kesukaran)
PB = B
B
J
B = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar.
(Suharsimi Arikunto, 2005: 214)
Klasifikasi daya pembeda:
1) 0.00 D 0.20 item soal dikatakan daya pembeda jelek.
2) 0.20 D 0.40 item soal dikatakan daya pembeda cukup.
3) 0.40 D 0.70 item soal dikatakan daya pembeda baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
4) 0.70 D 1.00 item soal dikatakan daya pembeda baik sekali.
5) D < 0, semuanya tidak baik, jadi semua butir soal yang mempunyai D
negatif sebaiknya dibuang saja.
(Suharsimi Arikunto, 2005: 218)
Hasil analisa daya pembeda item soal sebagai berikut:
Tabel 3.4 Katagori Item Soal Berdasar Daya Pembedanya
Katagori Item Soal Jumlah Keterangan
Jelek
0.00 D 0.20 13,24,26,28 4 (x)
Cukup
0.20 D 0.40
4,5,6,7,8,9,12,17,18,19,20,21,22,
23,27,29,30,31,32,34,35 21 (-)
Baik
0.40 D 0.70 1,2,3,10,11,14,15,16 8 (-)
Baik Sekali
0.70 D 1.00 - 0 (-)
D < 0 (Negatif) 25,33 2 (x)
Keterangan: (-) item soal memenuhi kriteria, (x) item soal tidak memenuhi kriteria
Untuk hasil yang lebih jelas dapat dilihat pada lampiran 9.
2) Taraf Kesukaran
Taraf kesukaran item tes adalah pengukuran derajat kesukaran suatu item
tes. Besarnya angka yang menunjukkan taraf kesukaran disebut Indeks Kesukaran
(P). Soal yang baik adalah soal yang memiliki taraf kesukaran memadai (sedang),
artinya tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Rumus mencari P adalah:
JS
BP
di mana:
P = taraf kesukaran
B = banyak siswa yang menjawab soal itu dengan betul
JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes.
(Suharsimi Arikunto, 2005: 208)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Menurut ketentuan yang sering diikuti, taraf kesukaran sering diklasifikasikan
sebagai berikut:
1) 0.00 P 0.30 : item soal dikatakan sukar .
2) 0.30 P 0.70 : item soal dikatakan sedang.
3) 0.70 P 1.00 : item soal dikatakan mudah.
(Suharsimi Arikunto, 2005: 210)
Hasil analisa daya pembeda item soal sebagai berikut:
Tabel 3.5 Katagori Item Soal Berdasar Taraf Kesukaran
Katagori Item Soal Jumlah Keterangan
Sukar
0.00 P 0.30 13,18,25,33 4 (x)
Sedang
0.30 P 0.70
1,2,3,5,6,7,8,10,11,12,14,15,16,17,
19,20,21,23,24,26,27,28,29,30,31,3
2,34,35
28 (-)
Mudah
0.70 P 1.00 4,9,22 3 (x)
Keterangan: (-) item soal memenuhi kriteria, (x) item soal tidak memenuhi kriteria
Untuk hasil lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 9.
3) Fungsi Distraktor
Untuk tipe instrumen tes pilihan ganda (Multiple Choice), akan memiliki
beberapa alternatif jawaban dan hanya satu pilihan jawaban yang benar sedangkan
pilihan jawaban lain merupakan jawaban yang salah. Pilihan jawaban yang salah
itulah yang disebut sebagai jawaban pengecoh (distraktor). Suatu pengecoh dapat
dikatakan berfungsi dengan baik apabila distraktor tersebut sekurang-kurangnya
dipilih oleh 5 % dari seluruh peserta tes (Depdiknas, 2009: 14). Hasil efektivitas
distraktor item soal sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Tabel 3.6 Kategori Item Soal Berdasarkan Fungsi Distraktor.
Kategori Nomor Item Jumlah Ket.
≥ 5%
1,2,3,4,5,6,7,8,10,11,12,13,14,15,1
6,17,18,19,20,21,23,24,26,27,28,2
9,30,31,32,34,35
31 (-)
< 5% 9,22,25,33 4 (x)
Keterangan : (-) fungsi distraktor baik, (x) fungsi distraktor jelek
Untuk hasil yang lebih jelas dapat dilihat pada lampiran 8.
4) Reliabilitas Tes
Reliabilitas sering diartikan dengan keajegan suatu tes apabila diteskan
kepada subyek yang sama dalam waktu yang berlainan atau kepada subyek yang
tidak sama pada waktu yang sama. Untuk menghitung koefisien reliabilitas tes,
dalam penelitian ini digunakan KR-20 dengan teknik belah dua yang dirumuskan
Koder Richardson sebagai berikut:
2
2
111 S
pqS
n
nr
di mana:
r11 = reliabilitas tes secara keseluruhan
p = proporsi subjek yang menjawab item dengan benar
q = proporsi subjek yang menjawab item dengan salah (q = 1-p)
pq = jumlah hasil perkalian antara p dan q
n = banyaknya item
S = standar deviasi dari tes (standar deviasi adalah akar varians).
(Suharsimi Arikunto, 2005: 101)
Hasil perhitungan tingkat reliabilitas tersebut kemudian dikonsultasikan
dengan tabel r product moment. Apabila harga apabila r11 ≥ r tabel atau rhitung >
rtabel, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa instrumen tes reliabel. Selain itu, ada
beberapa kriteria nilai reliabilitas sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
1) 0,91 ≤ r11 ≤ 1,00 : reliabilitas instrumen tes sangat tinggi
2) 0,71 ≤ r11 ≤ 0,90 : reliabilitas instrumen tes tinggi
3) 0,41 ≤ r11 ≤ 0,70 : reliabilitas instrumen tes sedang
4) 0,00 ≤ r11 ≤ 0,40 : reliabilitas instrumen tes rendah
Nilai reliabilitas soal try out kognitif dari hasil perhitungan adalah 0,7152,
sehingga instrumen tes dapat dikatagorikan memiliki reliabilitas tinggi. Untuk
hasil yang lebih jelas dapat dilihat lampiran 9.
Berdasarkan pada analisis kuantitatif untuk daya pembeda, taraf
kesukaran, fungsi distraktor dan reliabilitas soal, maka dapat diambil keputusan
untuk item-item soal yang diambil dan item-item soal yang dibuang (didrop)
sebagai berikut:
Tabel 3.7 Keputusan Item Soal yang Memenuhi Kriteria
No Item
Kriteria Item Soal
Keputusan Daya
Pembeda
Taraf
Kesukaran
Efektivitas
Distraktor
1 - - - diterima
2 - - - diterima
3 - - - diterima
4 - x - dibuang
5 - - - diterima
6 - - - diterima
7 - - - diterima
8 - - - diterima
9 - x x dibuang
10 - - - diterima
11 - - - diterima
12 - - - diterima
13 x x - dibuang
14 - - - diterima
15 - - - diterima
16 - - - diterima
17 - - - diterima
18 - x - dibuang
19 - - - diterima
20 - - - diterima
21 - - - diterima
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
22 - x x dibuang
23 - - - diterima
24 x - - dibuang
25 x x x dibuang
26 x - - dibuang
27 - - - diterima
28 x - - dibuang
29 - - - diterima
30 - - - diterima
31 - - - diterima
32 - - - diterima
33 x x x dibuang
34 - - - diterima
35 - - - diterima
Terdapat 10 item soal yang dibuang (didrop) dan 25 soal yang diambil (diterima).
Untuk hasil lengkapnya terlampir pada lampiran 9.
G. Teknik Analisis Data
1. Uji Kesamaan Keadaan Awal Siswa
Sebelum diberikan perlakuan terhadap sampel yang akan diteliti, dicari
dulu kesamaan keadaan awal Fisika antara kelas eksperimen dan kelas kontrol
menggunakan uji-t dua ekor. Data yang digunakan untuk mengetahui keadaan
awal kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah nilai kemampuan kognitif Fisika
yang dimiliki siswa pada nilai semester ganjil Tahun Ajaran 2009/2010. Adapun
hipotesis yang diajukan adalah:
Ho : Tidak ada perbedaan keadaan awal antara siswa kelompok eksperimen
dan siswa kelompok kontrol.
H1 : Ada perbedaan keadaan awal antara siswa kelompok eksperimen dan
siswa kelompok kontrol.
Adapun teknik uji kesamaan keaadaan awal yang digunakan menurut Sudjana
(2005: 239) adalah uji-t dua ekor dengan rumus sebagai berikut:
21
21
11
nnS
xxthitung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
dengan:
S = Standar deviasi (simpangan baku)
sedangkan:
2
11
21
2
22
2
1
nn
SnSnS
Keterangan:
1x : rata-rata kelompok eksperimen
2x : rata-rata kelompok kontrol
S1 : simpangan baku kelompok eksperimen
S2 : simpangan baku kelompok kontrol
n1 : jumlah sampel kelompok eksperimen
n2 : jumlah sampel kelompok kontrol
a. Taraf signifikansi: α = 5% (0,05)
b. Keputusan uji
Jika : – ttabel ≤ thitung ≤ ttabel maka Ho diterima
Jika : thitung > ttabel atau thitung < - ttabel maka Ho ditolak
Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 15.
2. Uji Prasyarat Analisis
a. Uji Normalitas
Uji yang digunakan dikenal dengan nama uji Liliefors (Budiyono, 2004 :
170) . Uji normalitas digunakan untuk mengetahui sampel berasal dari populasi
yang berdistribusi normal atau bukan berdistribusi normal. Langkah-langkah
adalah sebagai berikut:
1) Pengamatan x1, x2, ……, xn dijadikan bilangan baku z1, z2, ……, zn dengan
menggunakan rumus: s
xxz i
i
( x dan s masing-masing merupakan rata-
rata dan simpangan baku sampel)
2) Untuk setiap bilangan baku ini dan menggunakan daftar distribusi normal
baku, kemudian dihitung peluang F(zi) = P(z ≤ zi).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
3) Selanjutnya dihitung proporsi z1, z2, ……, zn yang lebih kecil atau sama
dengan zi. Jika proporsi ini dinyatakan oleh S(zi), maka:
n
zzzzzS
ini
i
yang,....,, banyaknya 2
4) Hitung selisih F(zi) - S(zi) kemudian tentukan harga mutlaknya.
5) Ambil harga yang paling besar di antara harga-harga mutlak selisih tersebut
(L0).
Adapun kriteria ujinya adalah jika L0 ≤ L tabel maka sampel berasal dari
populasi yang berdistribusi normal, tetapi jika L0 > L tabel maka sampel berasal
dari populasi yang bukan berdistribusi normal. Untuk hasil uji normalitas keadaan
awal baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol, selengkapnya dapat dilihat
pada lampiran 16 dan lampiran 17.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel dari
populasi yang homogen atau bukan homogen. Pengujian menggunakan uji Bartlett
menurut Budiyono (2004: 176) dengan rumus:
)loglog(303,2 22 SjfjMSerrfc
dengan:
ffkc
j
11
)1(3
11
1
2
j
jn
SSjS
j
jj
jn
xxSS
22 )(
Keterangan:
k : cacah sampel
f : derajat bebas untuk Mserr = n - k
fj : derajat bebas untuk Sj2 = nj – 1
j = 1, 2, 3, ….,k
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
nj : cacah pengukuran pada sampel ke-j
n : cacah semua pengukuran
Kriteria ujinya adalah sebagai berikut:
1) Bila x2<x
2αj; k–1 untuk α = 0,05 , maka sampel berasal dari populasi yang
homogen.
2) Bila x2≥x
2αj; k–1 untuk α = 0,05 , maka sampel berasal dari populasi yang
bukan homogen.
Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 18.
3. Pengujian Hipotesis
a. Analisis Variansi Dua Jalan
Adanya pengujian hipotesis adalah untuk mengetahui ada tidaknya
perbedaan pengaruh antara dua variabel bebas / faktor terhadap variabel terikat.
Hipotesis penelitian ini akan diuji menggunakan analisis variansi dua jalan dengan
isi sel tidak sama. Adapun prosedur yang digunakan adalah:
1). Asumsi
a) Populasi-populasi berdistribusi normal.
b) Populasi-populasi homogen.
c) Sampel dipilih secara acak.
d) Variabel terikat berskala pengukuran interval.
e) Variabel bebas berskala pengukuran nominal
2). Model
Model observasi yang digunakan adalah model observasi pada subjek dekat
di bawah faktor satu kategori ke i dan faktor dua kategori ke- j
dirumuskan:
Xijk = + i + j + ij + ijk .
dengan:
Xijk : Pengamatan ke-k dibawah faktor A kategori i, faktor B
kategori j.
: Rerata besar
i : Efek faktor A kategori i terhadap Xijk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
j : Efek faktor B kategori j terhadap Xijk
ij : Interaksi faktor A dan B terhadap Xijk
ijk : Error yang berdistribusi normal N (0, 2)
i : 1, 2, 3, …, p ; p = cacah kategori A
j : 1, 2, 3, …, q ; q = cacah kategori B
k : 1, 2, 3, … n ; n = cacah kategori pengamatan setiap sel
(Budiyono, 2004 : 228)
3). Hipotesis
a) H01 : αi = 0 untuk semua i
: Tidak ada perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan
konstruktivisme melalui metode diskusi-resitasi berkelompok dan
diskusi-resitasi individu terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa
pada materi kalor.
H11 : αi ≠ 0 untuk paling sedikit satu harga i
: Ada perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan
konstruktivisme melalui metode diskusi-resitasi berkelompok dan
diskusi-resitasi individu terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa
pada materi kalor.
b) H02 :βj = 0 untuk semua j
: Tidak ada perbedaan pengaruh antara tingkat motivasi belajar Fisika
siswa kategori tinggi dan katagori rendah terhadap kemampuan
kognitif Fisika siswa pada materi kalor.
H12 : βj ≠ 0 untuk paling sedikit satu harga j
: Ada perbedaan pengaruh antara tingkat motivasi belajar Fisika siswa
kategori tinggi dan katagori rendah terhadap kemampuan kognitif
Fisika siswa pada materi kalor.
c) H03 :αβi = 0 untuk semua i,j
: Tidak ada interaksi antara pengaruh penggunaan pendekatan
konstruktivisme melalui metode diskusi-resitasi berkelompok dan
diskusi-resitasi individu dengan tingkat motivasi belajar siswa
terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada materi kalor.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
H13 : αβi ≠ 0 untuk paling sedikit satu harga i,j
: Ada interaksi antara pengaruh penggunaan pendekatan
konstruktivisme melalui metode diskusi-resitasi berkelompok dan
diskusi-resitasi individu dengan tingkat motivasi belajar siswa
terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada materi kalor.
4). Komputasi
a). Tabel data
Tabel 3.8 Persiapan Uji Anava Dua Jalan
B
A B1 B2 Total
A1 A1B1 A1B2 A1’
A2 A2B1 A2B2 A2’
Total B1’ B2’ G
Keterangan:
A : Penggunaan pendekatan konstruktivisme
A1 : Penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode
diskusi-resitasi berkelompok.
A2 : Penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode
diskusi-resitasi individu.
B : Motivasi belajar Fisika yang dimiliki siswa
B1 : Motivasi belajar Fisika siswa kategori tinggi.
B2 : Motivasi belajar Fisika siswa kategori rendah.
A1B1 : Penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode
diskusi-resitasi berkelompok dan motivasi belajar Fisika siswa
kategori tinggi.
A1B2 : Penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode
diskusi-resitasi berkelompok dan motivasi belajar Fisika siswa
kategori rendah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
A2B1 : Penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode
diskusi-resitasi individu dan motivasi belajar Fisika siswa
kategori tinggi.
A2B2 : Penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode
diskusi-resitasi individu dan motivasi belajar Fisika siswa
kategori rendah.
b). Tabel data komputasi
Tabel 3.9 Data Komputasi
B
A B1 B2
A1
n11
∑x11
11x
∑x211
c11
SS11
n12
∑x12
12x
∑x212
c12
SS12
A2
N21
∑x21
21x
∑x221
c21
SS21
N22
∑x22
22x
∑x222
c22
SS22
di mana : cij = ij
ij
n
x 2)( , Ssij = ∑x
2 - cij
c). Tabel rerata sel AB
Tabel 3.10 Rerata Sel AB
B
A B1 B2 Total
A1 1111 ABx 1212 ABx A1’=
A2 2121 ABx 2222 ABx A2’=
Total B1’= B2’= G’=
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
d). Rerata harmonik
hn =
ji ijn
pq
,
1
e). Komponen Jumlah Kuadrat
(1) = G2/pq
(2) = tidak perlu
(3) = ∑iAi2/q
(4) = ∑jBj2/p
(5) = ∑ij AB2ij
f). Jumlah Kuadrat
SSa = hn )1()3(
SSb = hn )1()4(
SSab = hn )1()3()4()5(
SSerr = ∑i,jSSi,j
SStot = hn )1()5( ∑i,jSSi,j
g). Derajat Kebebasan (Df)
Dfa = p-1
Dfb = q-1
Dfab = (p-1)(q-1)
Dferr = N-pq
Dftot = N-1
h). Rerata Kuadrat (MS)
MSa = SSa/Dfa
MSb = SSb/Dfb
MSab = SSa/Dfab
MSerr = SSerr/Dferr
i). Statistik Uji (F)
Fa = MSa/MSerr
Fb = MSb/MSerr
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Fab = MSa/MSerr
j). Daerah Kritik (DK)
DKa : Fa F ; p – 1, N – pq
DKb : Fb F ; q – 1, N – pq
DKab : Fab F ; (p – 1)(q-1), N – pq
k). Keputusan Uji
Jika Fa F ; p – 1, N – pq maka H01 ditolak
Jika Fb F ; q – 1, N – pq maka H01 ditolak
Jika Fab F ; (p – 1)(q-1), N – pq maka H01 ditolak
l). Rangkuman ANAVA
Tabel 3.11 Rangkuman ANAVA
Sumber variasi SS Df MS F P
Efek Utama
A
B
Interaksi
AB
Error
SSa
SSb
SSab
SSerr
Dfa
Dfb
Dfab
Dferr
MSa
MSb
MSab
MSerr
Fa
Fb
Fab
-
< α atau > α
< α atau > α
< α atau > α
-
Total SStot Dftot - - -
b. Uji Lanjut ANAVA
Uji lanjut ANAVA (Komparasi Ganda) merupakan tindak lanjut dari
analisis variansi. Tujuan dari komparasi ganda ini adalah untuk mengetahui lebih
lanjut rerata mana yang berbeda dan rerata mana yang sama. Dalam penelitian ini,
uji komparasi ganda menggunakan metode Scheffe.
Langkah-langkah metode Scheffe menurut Budiyono (2004: 214) adalah:
1) Mengidentifikasi semua pasangan komparasi ganda
2) Merumuskan hipotesis yang bersesuaian dengan komparasi tersebut.
3) Mencari harga statistik uji F dengan menggunakan rumus berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
a) Untuk komparasi rerata antar baris ke-i dan ke-j
.
2
1.
1
....
jierror
ji
nnMS
xxjFi
b). Untuk komparasi rerata antar kolom ke-i dan ke-j
.
2
1.
1
....
jierror
ji
nnMS
xxjiF
c). Untuk komparasi rerata antar kolom sel ij dan sel kl
klijerror
klij
nnMS
xxklFij
11
2
4) Menentukan tingkat signifikansi ().
5) Menentukan daerah kritik (DK) dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
DKi.-j. = {Fi.-j. Fi.-j. (p-1) F ; p-1 ; N-pq}
DK.i-.j = {F.i-.j F.i-.j (q-1) F ; q-1 ; N-pq}
DKij-kl = {Fij-kl Fij-kl (p-1) (q-1) <F ; pq-1 ; N-pq}
6) Menentukan uji (beda rerata) untuk setiap pasang komparasi rerata.
7) Menyusun rangkuman analisis (komparasi ganda).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Sukoharjo dengan
mengambil sampel dua kelas yaitu kelas X-1 sebagai kelas eksperimen, dan kelas
X-2 sebagai kelas kontrol. Masing-masing kelas berjumlah 40 siswa untuk kelas
X-1 dan 32 siswa untuk kelas X-2 sehingga secara keseluruhan berjumlah 72
siswa. Akan tetapi, terdapat beberapa siswa yang tidak mengikuti kegiatan KBM
secara keseluruhan pada saat penelitian berlangsung, untuk kelas X-1 terdapat 4
siswa dan kelas X-2 terdapat 1 siswa sehingga jumlah sampel yang diteliti untuk
kelas X-1 berjumlah 36 siswa dan kelas X-2 berjumlah 31 siswa sehingga secara
keseluruhan berjumlah 67 siswa.
Data penelitian yang diperoleh antara lain : pertama, data keadaan awal
siswa sebelum diberi perlakuan yang diperoleh dari data dokumentasi nilai
kognitif Fisika (nilai semester) semester I Tahun Ajaran 2009/2010. Kedua, nilai
ulangan siswa pada materi kalor yang digunakan untuk mengetahui capaian
kemampuan kognitif siswa setelah diberi perlakuan. Ketiga, data tingkat motivasi
belajar siswa dengan menggunakan tes angket motivasi belajar Fisika. Secara
terperinci, data-data tersebut diuraikan sebagai berikut :
1. Data Keadaan Awal Fisika Siswa
Dalam penelitian ini nilai keadaan awal siswa diperoleh dari nilai kognitif
Fisika siswa pada semester I Tahun ajaran 2009/2010. Deskripsi data keadaan
awal siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol disajikan dalam tabel 4.1.
Tabel 4. 1. Deskripsi Data Keadaan Awal Fisika Siswa
Kelompok Jumlah
Data
Nilai
Tertinggi
Nilai
Terendah Rata-rata
Simpangan
Baku
Eksperimen 36 79 66 71.8333 3.4017
Kontrol 31 80 66 71.4194 3.6035
Untuk data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 14.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Distribusi frekuensi keadaan awal Fisika yang dimiliki siswa kelas eksperimen
disajikan dalam tabel 4.2:
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Keadaan Awal Fisika Siswa Kelas
Eksperimen
No Interval
Kelas
Frekuensi
Mutlak
Frekuensi
Relatif
Nilai
Tengah
1 64 - 66 1 2.78% 65
2 67 - 69 8 22.22% 68
3 70 - 72 12 33.33% 71
4 73 - 75 10 27.78% 74
5 76 - 78 4 11.11% 77
6 79 - 81 1 2.78% 80
Jumlah 36 100.00%
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas disajikan histogram data keadaan
awal Fisika siswa kelas eksperimen pada gambar 4.1 berikut :
1 8 12 10 4 10
2
4
6
8
10
12
14
65 68 71 74 77 80
Fre
ku
ensi
Tengah Interval
Gambar 4.1. Histogram Nilai Keadaan Awal Fisika Siswa
Kelas Eksperimen
Sedangkan untuk kelompok kontrol, distribusi frekuensi keadaan awal Fisika
siswa disajikan pada tabel 4.3:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Keadaan Awal Fisika siswa Kelas
Kontrol
No Interval
Kelas
Frekuensi
Mutlak
Frekuensi
Relatif
Nilai
Tengah
1 64 - 66 3 9.68% 65
2 67 - 69 6 19.35% 68
3 70 - 72 12 38.71% 71
4 73 - 75 5 16.13% 74
5 76 - 78 4 12.90% 75
6 79 - 81 1 3.23% 80
Jumlah 31 100.00%
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas disajikan pula histogram data
keadaan awal Fisika siswa kelas kontrol seperti pada gambar 4.2:
3 6 12 5 4 10
2
4
6
8
10
12
14
65 68 71 74 75 80
Fre
ku
ensi
Tengah Interval
Gambar 4.2. Histogram Nilai Keadaan Awal Fisika Siswa
Kelas Kontrol
2. Data Nilai Motivasi Belajar Fisika Siswa
Data nilai motivasi belajar Fisika diperoleh melalui penyebaran angket
kepada siswa tentang motivasi belajar Fisika sebelum siswa diberi perlakuan.
Motivasi belajar Fisika dibedakan menjadi dua kategori yaitu kategori tinggi dan
katagori rendah. Seorang siswa dikatakan memiliki motivasi belajar Fisika
kategori tinggi apabila skor angketnya lebih dari atau sama dengan skor angket
rata-rata kelas masing-masing 𝑋 ≥ 𝑋 dan dikatakan memiliki motivasi belajar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Fisika kategori rendah apabila skor angketnya kurang dari skor angket rata-rata
kelas masing-masing 𝑋 < 𝑋 .
Deskripsi data nilai motivasi belajar Fisika yang dimiliki siswa pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol disajikan dalam tabel 4.4:
Tabel 4. 4. Deskripsi Data Motivasi Belajar Fisika Siswa
Kelompok Jumlah
Data
Skor
Tertinggi
Skor
Terendah Rata-rata
Eksperimen 36 127 72 100.9722
Kontrol 31 135 67 98.7096
Data motivasi belajar Fisika siswa selengkapnya dapat dilihat di lampiran 23.
3. Data Kemampuan Kognitif Fisika Siswa
Data yang didapat mengenai kemampuan kognitif Fisika yang dimiliki
siswa pada materi Kalor, baik untuk kelas eksperimen maupun kelas kontrol
diperoleh dari nilai ulangan harian yang dilakukan sebagai post test setelah
dilaksanakanya kegiatan pembelajaran untuk sub materi kalor. Untuk kelas
eksperimen diberikan perlakuan pembelajaran Fisika dengan menggunakan
pendekatan konstruktivisme melalui metode diskusi-resitasi berkelompok,
sedangkan untuk kelas kontrol diberikan perlakuan pembelajaran Fisika dengan
menggunakan pendekatan konstruktivisme melalui metode diskusi-resitasi
individu.
Deskripsi data kemampuan kognitif Fisika yang dimiliki siswa pada materi
Kalor pada kelas eksperimen dan kelas kontrol disajikan dalam tabel 4.5:
Tabel 4.5. Deskripsi Data Kemampuan Kognitif Fisika Siswa
Kelas Jumlah
Data
Nilai
Tertinggi
Nilai
Terendah Rata-rata
Simpangan
Baku
Eksperimen 36 96 48 71,0000 12.1090
Kontrol 31 96 44 67.7419 12.9382
Untuk data yang lebih jelas dapat dilihat pada lampiran 23.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Distribusi frekuensi nilai kemampuan kognitif Fisika siswa kelas eksperimen
disajikan pada tabel 4.6:
Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Nilai Kemampuan Kognitif Fisika
Siswa Kelas Eksperimen.
No Interval
Kelas
Frekuensi
Mutlak
Frekuensi
Relatif
Nilai
Tengah
1 46 - 54 3 8.33% 52
2 55 - 63 6 16.67% 61
3 64 - 72 13 36.11% 70
4 73 - 81 7 19.45% 79
5 82 - 90 4 11.11% 88
6 91 - 99 3 8.33% 96
Jumlah 36 100.00%
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas disajikan histogram data nilai
kognitif Fisika siswa kelas eksperimen seperti pada gambar 4.3:
0 3 6 13 7 4 30
2
4
6
8
10
12
14
52 61 70 79 88 96
Frek
uen
si
Tengah Interval
Gambar 4.3. Histogram Nilai Kemampuan Kognitif Fisika
Siswa Kelas Eksperimen
Untuk kelas kontrol, distribusi frekuensi nilai kemampuan kognitif Fisika yang
dimiliki siswa kelas kontrol disajikan pada tabel 4.7:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Nilai Kemampuan Kognitif Fisika
Siswa Kelas Kontrol.
No Interval
Kelas
Frekuensi
Mutlak
Frekuensi
Relatif
Nilai
Tengah
1 40 - 49 3 9.68% 48.5
2 50 - 59 5 16.13% 58.5
3 60 - 69 8 25.81% 68.5
4 70 - 79 8 25.81% 78.5
5 80 - 89 6 19.35% 88.5
6 90 - 99 1 3.22% 98.5
Jumlah 31 100.00%
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas disajikan histogram data nilai
kognitif Fisika siswa kelas kontrol seperti pada gambar 4.4:
0 3 5 8 8 6 10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
44.5 54.5 64.5 74.5 84.5 94.5
Frek
uen
si
Tengah Interval
Gambar 4.4. Histogram Nilai Kemampuan Kognitif Fisika
Siswa Kelas Kontrol
B. Uji Kesamaan Keadaan Awal Fisika Siswa
Digunakan uji-t dua ekor untuk menguji kesamaan keadaan awal siswa
antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Sebelum uji-t dua ekor
dilakukan, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat yaitu uji normalitas dan uji
homogenitas pada kedua sampel tersebut. Berikut ini merupakan hasil dari kedua
uji prasyarat tersebut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
1. Uji Normalitas
Uji normalitas keadaan awal siswa dengan menggunakan rumus Lilliefors,
untuk kelas eksperimen menunjukkan bahwa harga statistik uji Lobs = 0,1217,
sedangkan L0.05; 36 = 0,1477. Karena harga Lobs < Ltabel maka dapat disimpulkan
bahwa sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Sedangkan untuk
kelas kontrol didapatkan bahwa harga statistik uji Lobs = 0,1134, sedangkan L0.05;
31 = 0,1591. Karena harga Lobs < Ltabel maka dapat disimpulkan pula bahwa
sampel juga berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Adapun untuk
perhitungan secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 16-17.
2. Uji Homogenitas
Dalam penelitian ini, uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji
Bartlett. Hasil uji homogenitas keadaan awal siswa untuk kelas eksperimen dan
kelas kontrol menunjukkan harga 2hitung = 0.1059, sedangkan harga tabel 2
0.95; 1
= 3,81. Karena 2hitung < 2
tabel maka dapat disimpulkan bahwa kedua sampel
berasal dari populasi yang homogen. Adapun untuk perhitingan selengkapnya
dapat dilihat pada lampiran 18
3. Uji t dua ekor
Hasil uji t dua ekor keadaan awal siswa untuk kelas eksperimen dan kelas
kontrol menunjukkan harga thitung = 0,4832. Sedangkan harga ttabel = 1,67 Karena -
ttabel = -1,67 < thitung = 0,4832 < ttabel = 1,67, maka dapat disimpulkan bahwa thitung
berada dalam daerah penerimaan H0 sehingga tidak ada perbedaan kemampuan
awal Fisika yang dimiliki siswa antara kelompok eksperimen dengan kelompok
kontrol. Perhitungan selengkapnya pada lampiran 15.
C. Uji Prasyarat Analisis
Untuk memenuhi syarat pengujian hipotesis dengan menggunakan
analisis variansi maka perlu dilakukan beberapa uji prasyarat, yang meliputi uji
normalitas dan uji homogenitas. Berikut ini merupakan hasil-hasil dari kedua uji
prasyarat analisis tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari
populasi yang berdistribusi normal atau tidak normal. Rangkuman hasil uji
normalitas kemampuan kognitif Fisika siswa dengan menggunakan metode
Lilliefors diperoleh harga statistik uji Lobs untuk tingkat signifikasi 0,05 pada
masing–masing kelas seperti tabel 4.8:
Tabel 4.8. Harga Statistik Uji beserta Harga Kritik pada Uji Normalitas
No Kelas Jumlah Siswa Lobs Ltabel Keputusan
1.
2.
Eksperimen
Kontrol
36
31
0,0898
0,0800
0,1477
0,1591
H0 diterima
H0 diterima
Dari tabel 4.8 diatas, dapat dilihat bahwa harga statistik uji Lobs dari
masing-masing kelas kurang dari harga kritiknya. Dengan demikian maka dapat
disimpulkan bahwa sampel dalam penelitian ini berasal dari populasi yang
berdistribusi normal. Perhitungan secara rinci dapat dilihat pada lampiran 20-21.
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa dilakukan
dengan menggunakan Uji Bartlett. Uji statistik ini bertujuan untuk mengetahui
apakah sampel berasal dari populasi yang homogen atau tidak homogen. Dari
hasil perhitungan diperoleh bahwa harga statistik uji 2hitung sebesar 0,1400
sedangkan harga tabel 20.95; 1 = 3,84. Karena 2
hitung < 2tabel maka H0 dierima
sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua sampel berasal dari populasi yang
homogen. Perhitungan secara rinci dapat dilihat pada lampiran 22.
D. Hasil Pengujian Hipotesis
1. Uji Analisis Variansi
Penelitian ini melibatkan dua variabel bebas. Pertama adalah penggunaan
pendekatan konstruktivisme melalui metode diskusi-resitasi berkelompok dan
metode diskusi-resitasi individu. Kedua adalah tingkat motivasi belajar Fisika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
siswa yang dibedakan menjadi dua katagori yaitu kategori tinggi dan rendah.
Untuk variabel terikatnya adalah prestasi belajar siswa pada bahasan Kalor.
Setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas dapat diketahui
bahwa prasyarat uji telah terpenuhi, sehingga data yang telah diperoleh dilakukan
analisis variansi (ANAVA) dua jalan dengan isi sel tak sama. Dari hasil uji anava
dua jalan (2 x 2) dengan isi sel tak sama diperoleh harga FA = 1.02; FB = 5.09;
dan FAB = 0,03, sedangkan untuk F0,05:1,63 diperoleh harga 3,994. Untuk lebih
memperjelas hasil uji anava tersebut disajikan rangkuman analisis variansi dua
jalan dalam tabel 4.9:
Tabel 4. 9. Rangkuman Analisis Variansi (ANAVA) Dua Jalan
Sumber
Variansi JK Db RK Fhitung F P
Baris (A) 151.4586 1 151.4586 1.02 3,994 < 0,05
(diterima)
Kolom (B) 759.7345 1 759.7345 5.09 3,994 > 0,05
(ditolak)
Interaksi (AB) 3.7345 1 3.7345 0,03 3,994 < 0,05
(diterima)
Kesalahan 9394.2000 63 149.1143 - - -
Total 10309.1276 66 - - - -
Perhitungan secara lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 24.
Berdasarkan tabel 4.9, dapat diuraikan pengujian hipotesis sebagai berikut:
a. Uji Hipotesis Pertama, yaitu ada perbedaan pengaruh antara penggunaan
pendekatan konstruktivisme melalui metode diskusi-resitasi berkelompok dan
diskusi-resitasi individu terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada
materi kalor.
H01: Tidak ada perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan
konstruktivisme melalui metode diskusi-resitasi berkelompok dan
diskusi-resitasi individu terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa
pada materi kalor
H11: Ada perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan
konstruktivisme melalui metode diskusi-resitasi berkelompok dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
diskusi-resitasi individu terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa
pada materi kalor.
Berdasarkan hasil analisis variansi dua jalan dengan isi sel tidak sama
menunjukkan bahwa hasil statistik uji FA = 1.02 sedangkan harga kritik
F0.05;1;63 = 3.994, maka diketahi bahwa FA = 1.02 < F0.05;1;63 = 3.994 maka H01
diterima dan H11 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
pengaruh antara penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode
diskusi-resitasi berkelompok dengan metode diskusi-resitas individu terhadap
kemampuan kognitif Fisika siswa pada bahasan Kalor.
b. Uji Hipotesis Kedua, yaitu Ada perbedaan pengaruh antara tingkat motivasi
belajar Fisika siswa kategori tinggi dan katagori rendah terhadap kemampuan
kognitif Fisika siswa pada materi kalor.
H02: Tidak Ada perbedaan pengaruh antara tingkat motivasi belajar Fisika
siswa kategori tinggi dan katagori rendah terhadap kemampuan kognitif
Fisika siswa pada materi kalor.
H12: Ada perbedaan pengaruh antara tingkat motivasi belajar Fisika siswa
kategori tinggi dan katagori rendah terhadap kemampuan kognitif
Fisika siswa pada materi kalor.
Berdasarkan hasil analisis variansi dua jalan dengan isi sel tidak sama
menunjukkan bahwa hasil statistik uji FB = 5.09 sedangkan harga kritik
F0.05;1;63 = 3.994, maka diketahi bahwa FB = 5.09 > F0.05;1;63 = 3.994 maka H01
ditolak dan H11 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan
pengaruh antara motivasi belajar Fisika kategori tinggi dan katagori rendah
terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada materi kalor.
c. Uji Hipotesis Ketiga, yaitu ada interaksi antara pengaruh penggunaan
pendekatan konstruktivisme melalui metode diskusi-resitasi berkelompok dan
diskusi-resitasi individu dengan tingkat motivasi belajar siswa terhadap
kemampuan kognitif Fisika siswa pada materi kalor.
H02: Tidak ada interaksi antara pengaruh penggunaan pendekatan
konstruktivisme melalui metode diskusi-resitasi berkelompok dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
diskusi-resitasi individu dengan tingkat motivasi belajar siswa terhadap
kemampuan kognitif Fisika siswa pada materi kalor.
H12: Ada interaksi antara pengaruh penggunaan pendekatan konstruktivisme
melalui metode diskusi-resitasi berkelompok dan diskusi-resitasi
individu dengan tingkat motivasi belajar siswa terhadap kemampuan
kognitif Fisika siswa pada materi kalor.
Berdasarkan hasil analisis variansi dua jalan dengan isi sel tidak sama
menunjukkan bahwa hasil statistik uji FAB = 0.03 sedangkan harga kritik
F0.05;1;63 = 3.994, maka diketahi bahwa FAB = 0.03 > F0.05;1;63 = 3.994 maka
H03 diterima dan H13 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada interaksi
antara pengaruh penggunaan pendekatan konstruktivisme dengan motivasi
belajar Fisika siswa terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa.
2. Uji Lanjut Anava
Untuk mengetahui signifikansi perbedaan pengaruh dari analisis variansi,
maka dilakukan uji komparasi ganda antar rerata dengan metode Scheffe. Untuk
memperoleh gambaran yang jelas, perhitungan secara lengkapnya dapat dilihat
pada lampiran 25 dan disajikan hasil rangkumannya dalam tabel 4.10.
Tabel 4.10. Rangkuman Uji Komparasi Ganda
Komparasi
Rerata
Rerata
Statistik Uji
Harga Kritik
P 𝑋𝑖 2
𝑋𝑗 2
B1 vs B2 72.6667 65.8065 5.2571 3.994 < 0.05
Dari hasil uji komparasi ganda tersebut di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
Dari hasil perhitungan komparasi ganda antar kolom diperoleh bahwa
21 XX dan nilai FB12 = 5.2571 > F0.05;1.58 = 3,994 maka H0 ditolak, artinya
ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara kolom B1 (motivasi belajar Fisika
siswa katagori tinggi) dengan kolom B2 (motivasi belajar Fisika siswa katagori
rendah). Maka dapat disimpulkan bahwa tingkat motivasi siswa katagori tinggi
memberikan pengaruh yang lebih baik daripada tingkat motivasi katagori rendah
terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada materi kalor.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
E. Pembahasan Hasil Analisis Data
1. Hipotesis Pertama
Berdasarkan hasil analisis variansi dua jalan, untuk pengaruh
penggunaan pendekatan kontruktivisme melalui metode pembelajaran diperoleh
994,3F02,1 F 63 ; 1 ;05,0a . Dengan demikian, tidak ada perbedaan pengaruh
antara penggunaan pendekatan kontruktivisme melalui metode diskusi-resitasi
berkelompok dan metode diskusi-resitasi secara individu terhadap prestasi belajar
Fisika siswa pada materi kalor.
Hal ini terjadi karena baik penggunaan metode diskusi-resitasi
berkelompok maupun metode diskusi-resitasi individu memiliki kelebihan dan
kelemahan masing-masing jika diterapkan dalam pembelajaran. Seperti telah
diungkapkan sebelumnya dalam penelitian relevan yang penulis jadikan reverensi,
Salah satu hasil penelitian tersebut adalah pendekatan konstruktivisme melalui
metode resitasi berkelompok lebih baik daripada penggunaan metode resitasi
secara individual. Sedangkan satu penelitian lainnya, memperoleh hasil bahwa
pendekatan konstruktivisme melalui metode eksperimen disertai pemberian tugas
(resitasi) individu lebih baik daripada melalui metode eksperimen disertai
pemberian tugas (resitasi) secara berkelompok. Maka dari itu, dapat
dimungkinkan bahwa salah satu penyebab ditolaknya hipotesis alternatif pertama
yang diajukan dalam penelitian ini karena baik metode diskusi-resitasi
berkelompok maupun diskusi-resitasi individu memberikan pengaruh yang sama
kuat terhadap prestasi belajar siswa.
Faktor lain yang menjadi penyebab ditolaknya hipotesis alternatif
pertama ini adalah karena penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui
metode diskusi-resitasi dalam penelitian ini belum berjalan secara optimal. Dalam
Pembelajaran Fisika secara konstruktivisme melalui metode diskusi-resitasi
berkelompok, terdapat sebagian siswa yang tidak memfokuskan perhatiannya. Hal
ini mungkin disebabkan dari tingkat motivasi belajar Fisika siswa tersebut rendah
terutama dalam belajar Fisika. Rendahnya motivasi belajar siswa dapat dilihar dari
tabel 4.4 atau lampiran 23, dimana hampir sebagian siswa yang memiliki skor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
motivasi belajar katagori rendah dikedua kelas. Rendahnya motivasi belajar Fisika
siswa dalam proses pembelajaran ini, dapat disebabkan beberapa hal:
a) Siswa belum terbiasa dengan pendekatan dan metode pembelajaran yang
dilakukan dalam penelitian ini. Pendekatan konstruktivisme menekankan
pada kemampuan siswa dalam mengkontruksi sendiri pengetahuannya. Proses
ini menuntut ketekunan siswa dalam mencari dan mengobservasi sendiri
pengetahuan tersebut atau mengkonsultasikan konsep yang belum dipahami
kepada guru atau teman. Padahal pada proses pembelajaran yang biasanya
dilakukan, siswa hanya menerima konsep yang sudah jadi dari guru.
b) Berdasarkan pengamatan yang dilakukan sebelum penelitian berlangsung,
para siswa yang hanya mendengarkan penjelasan materi Fisika yang sering
menggunakan media LCD dengan power point yang sangat sedikit
melibatkan interaksi siswa dalam kegiatan pembelajaran sehingga mereka
terbiasa dalam melakukan kegiatan diskusi kelas yang lebih bersifat individu.
c) Para siswa hanya memiliki sedikit buku acuan pelajaran yang digunakan.
Siswa umumnya hanya memiliki buku acuan berupa modul pendamping
materi saja. Sehingga hal ini akan menghambat proses konstruksi pemahaman
siswa terhadap materi pelajaran, terutama Fisika.
d) Waktu penelitian ini dilakukan ketika memasuki masa-masa persiapan Ujian
Nasional, sehingga terkadang terjadi pemindahan ruang kelas. Pemindahan
ruang kelas ini, tentunya akan berdampak pada kondisi belajar siswa karena
situasi kelas berubah. Maka dari itu, semangat belajar pun juga akan berubah.
2. Hipotesis Kedua
Berdasarkan hasil analisis variansi dua jalan, untuk pengaruh tingkat
motivasi belajar Fisika siswa, diperoleh bahwa 994,3F09.5 F 63 ; 1 ;05,0B . Oleh
karena itu, disimpulkan bahwa ada perbedaan pengaruh antara tingkat motivasi
belajar Fisika siswa kategori tinggi, dan katagori rendah terhadap prestasi belajar
Fisika siswa pada materi kalor. Dari hasil uji lanjut ANAVA dengan komparasi
ganda metode Scheffe diperoleh hasil bahwa 21 XX dan nilai FB12 = 5.2571
> F0.05;1.58 = 3,994. Maka dapat dilihat bahwa tingkat motivasi belajar Fisika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
siswa katagori tinggi memberikan pengaruh yang lebih baik bila dibandingkan
dengan tingkat motivasi belajar Fisika siswa katagori rendah terhadap prestasi
belajar Fisika siswa.
Dalam meningkatkan kemampuan kognitif Fisika yang dimiliki siswa,
salah satu faktor dari dalam diri siswa yang sangat berpengaruh adalah motivasi
belajar siswa. Hal ini dikarenakan siswa yang memiliki tingkat motivasi belajar
yang tinggi akan lebih bersemangat dan sungguh-sungguh dalam mengikuti
kegiatan pembelajaran Fisika. Hal ini tentu saja akan berpengaruh baik terhadap
nilai kemampuan kognitif Fisika siswa tersebut. Sedangkan siswa yang memiliki
tingkat motivasi belajar Fisika yang rendah, tentu saja akan merasa kurang
bersemangat dalam mengikuti kegiatan pembelajaran Fisika di kelas. Akibatnya
dalam setiap kegiatan diskusi kelas maupun kelompok siswa tersebut cenderung
kurang memberikan partisipasinya. Tentu saja, hal ini akan berpengaruh terhadap
nilai kognitif Fisika siswa.
3. Hipotesis Ketiga
Hasil analisis variansi dua jalan untuk interaksi pengaruh antara
penggunaan pendekatan kontruktivisme dengan tingkat motivasi belajar Fisika
siswa menujukkan bahwa 994,3F058,2 F 63 ; 1 ;05,0ab . Hal ini menunjukkan
bahwa tidak ada interaksi antara pengaruh penggunaan pendekatan
konstruktivisme melalui metode diskusi- resitasi dan motivasi belajar Fisika
terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada materi Kalor. Antara penggunaan
pendekatan kontruktivisme dan motivasi belajar Fisika siswa memberikan
pengaruh sendiri-sendiri terhadap prestasi belajar Fisika pada siswa. Tidak adanya
interaksi antara pengaruh tersebut terjadi karena siswa yang memiliki motivasi
belajar Fisika kategori tinggi dapat memperoleh prestasi belajar Fisika yang lebih
baik dibandingkan dengan motivasi belajar Fisika yang kategori rendah walaupun
digunakan metode diskusi-resitasi secara berkelompok maupun metode diskusi-
resitasi secara individu dalam pembelajaran Fisika dengan pendekatan
kontruktivisme.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan dalam penelitian ini dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Tidak ada perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan
konstruktivisme melalui metode diskusi–resitasi berkelompok dan diskusi–
resitasi individu terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada materi kalor
( 994,3F02,1 F 63 ; 1 ;05,0a ). Siswa yang diberi pembelajaran dengan
pendekatan kontruktivisme melalui metode diskusi–resitasi secara kelompok
mendapatkan prestasi belajar yang sama dengan siswa yang diberi
pembelajaran dengan pendekatan kontruktivisme melalui metode diskusi–
resitasi secara individu.
2. Ada perbedaan pengaruh antara tingkat motivasi belajar Fisika siswa kategori
tinggi dan katagori rendah terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada
materi kalor ( 994,3F09.5 F 63 ; 1 ;05,0B ). Sedangkan dari hasil uji lanjut
ANAVA dengan komparasi ganda metode Scheffe diperoleh hasil bahwa
21 XX (FB12 = 5.2571 > F0.05;1.58 = 3,994) sehingga disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara motivasi belajar Fisika
siswa katagori tinggi dengan motivasi belajar Fisika siswa katagori rendah.
Berdasarkan hasil tersebut juga dapat dilihat bahwa tingkat motivasi belajar
Fisika siswa katagori tinggi memberikan pengaruh yang lebih baik bila
dibandingkan dengan tingkat motivasi belajar Fisika siswa katagori rendah
terhadap prestasi belajar Fisika siswa.
3. Tidak ada interaksi antara pengaruh penggunaan pendekatan konstruktivisme
melalui metode diskusi–resitasi berkelompok dan diskusi-resitasi individu
dengan tingkat motivasi belajar siswa terhadap kemampuan kognitif Fisika
siswa pada materi kalor ( 994,3F058,2 F 63 ; 1 ;05,0ab ). Hal ini menunjukkan
bahwa antara penggunaan pendekatan konstruktivisme dengan tingkat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
motivasi belajar siswa memberikan pengaruh sendiri-sendiri terhadap prestasi
belajar pada siswa.
B. Implikasi Hasil Penelitian
Implikasi dari hasil penelitian ini adalah penggunaan metode diskusi–
resitasisecara berkelompok dan diskusi–resitasisecara individu dapat diterapkan
dalam pembelajaran Fisika khususnya untuk materi Kalor. Kedua metode ini
memberikan pengaruh yang sama baiknya jika digunakan dalam pembelajaran
Fisika untuk materi Kalor di SMA. Selain itu, motivasi belajar Fisika siswa
katagori tinggi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar
Fisika siswa bila dibandingkan dengan motivasi belajar siswa katagori rendah.
Oleh karena itu, dalam setiap kegiatan pembelajaran dikelas, perlu dilakukan
adanya pemberian motivasi kepada setiap siswa, terutama diawal proses
pemebelajaran.
Implikasi teoritis dari hasil penelitian ini adalah bahwa motivasi belajar
siswa memberikan pengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Siswa dengan
motivasi belajar tinggi memperoleh prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan
dengan siswa dengan motivasi belajar rendah. Selain pemberian motivasi di awal
proses pembelajaran, juga dapat dilakukan melalui penggunaan metode dan
pendekatan pembelajaran yang bervariasi, penggunaan multimedia interaktif
dalam pembelajaran, penggunaan contoh-contoh nyata (kontekstual) dalam
pembelajaran untuk memperjelas konsep, meningkatkan peran aktif siswa dalam
pembelajaran, dalam pemberian tugas dalam bentuk yang bervariasi dan tidak
membebankan siswa selain itu juga selama proses belajar, terutama Fisika, tidak
mengedepankan persamaan saja, tetapi aplikasi – aplikasinya dalam kehidupan
nyata.
Implikasi secara personal bagi penulis yaitu dapat memberikan tambahan
wawasan dan pengetahuan tentang strategi mengajar, penerapan metode belajar
yang tepat serta pengolahan pembelajaran yang mengedepankan peningkatan
motivasi belajar siswa. Selain itu, lebih mengetahui tentang teknik-teknik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
penelitian terutama dalam merancang bentuk penelitian sebagai calon guru dalam
mengembangkan kompetensi guru dalam mengajar.
C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan mengacu pada
implikasi hasil penelitian, maka penulis memberikan saran-saran untuk peneliti
lain yang hendak melakukan penelitian sebagai berikut.
1. Pemilihan pendekatan dan metode yang kurang tepat untuk suatu kompetensi
tertentu dapat mempengaruhi hasil prestasi belajar siswa. Oleh karena itu,
guru perlu memperhatikan kelebihan dan kekurangan dari setiap pendekatan
dan metode mengajar yang akan dilakukan. Bila perlu dilakukan suatu
kolaborasi dari beberapa metode mengajar agar proses belajar menjadi tidak
monoton.
2. Guru sebaiknya memperhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhi besarnya
motivasi belajar siswa, terutama untuk mata pelajaran Fisika, sehingga dalam
proses belajar mengajar guru dapat memberikan bantuan sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan siswa.
3. Kepada rekan mahasiswa, semoga penelitian ini dapat dikembangkan lebih
lanjut dengan mengkaitkan aspek-aspek yang belum diungkap dan disajikan
agar lebih bermanfaat bagi kemajuan dunia pendidikan di Indonesia.