perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS...

71
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user KAJIAN DISPARITAS KONTRUKSI YURIDIS JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PENUNTUTAN PERKARA PERKOSAAN DI LINGKUNGAN RUMAH TANGGA (TELAAH PERBANDINGAN KASUS NOMOR PERKARA PDM- 670/KPJEN/12-2005 DAN NOMOR PERKARA PDM-387/KPNJEN/05-2006. DI KEJAKSAAN NEGERI KEPANJEN MALANG) Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh INSAN PANDHU WIRAWAN NIM. E1106029 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

Transcript of perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS...

Page 1: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

KAJIAN DISPARITAS KONTRUKSI YURIDIS JAKSA PENUNTUT

UMUM DALAM PENUNTUTAN PERKARA PERKOSAAN

DI LINGKUNGAN RUMAH TANGGA

(TELAAH PERBANDINGAN KASUS NOMOR PERKARA PDM-

670/KPJEN/12-2005 DAN NOMOR PERKARA PDM-387/KPNJEN/05-2006.

DI KEJAKSAAN NEGERI KEPANJEN MALANG)

Penulisan Hukum

(Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk

Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1

dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Oleh

INSAN PANDHU WIRAWAN

NIM. E1106029

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

Page 2: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

KAJIAN DISPARITAS KONTRUKSI YURIDIS JAKSA PENUNTUT

UMUM DALAM PENUNTUTAN PERKARA PERKOSAAN

DI LINGKUNGAN RUMAH TANGGA

(TELAAH PERBANDINGAN KASUS NOMOR PERKARA PDM-

670/KPJEN/12-2005 DAN NOMOR PERKARA PDM-387/KPNJEN/05-2006.

DIKEJAKSAAN NEGERI KEPANJEN MALANG)

Oleh

INSAN PANDHU WIRAWAN

NIM. E1106029

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum

(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Dosen Pembimbing I

Kristiyadi, S.H., M.Hum.

NIP. 19581225198601111001

Surakarta, Maret 2011

Dosen Pembimbing II

Muhammad Rustamaji, S.H., M.H.

NIP. 198210082005011001

Page 3: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

KAJIAN DISPARITAS KONTRUKSI YURIDIS JAKSA PENUNTUT

UMUM DALAM PENUNTUTAN PERKARA PERKOSAAN

DI LINGKUNGAN RUMAH TANGGA

(TELAAH PERBANDINGAN KASUS NOMOR PERKARA PDM-

670/KPJEN/12-2005 DAN NOMOR PERKARA PDM-387/KPNJEN/05-2006.

DIKEJAKSAAN NEGERI KEPANJEN MALANG)

Disusun oleh :

INSAN PANDHU WIRAWAN

NIM : E. 1106029

Telah diterima dan di sahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada :

Hari : Selasa

Tanggal : 26 April 2011

TIM PENGUJI

(1) Edy Herdyanto, S.H., M.H :………………………… Ketua

(2) Muhammad Rustamaji, S.H., M.H. : …………………………

Sekretaris

(3) Kristiyadi, S.H., M.Hum. : ....................................... Anggota

MENGETAHUI

Dekan,

Mohammad Jamin, S.H, M.Hum.

NIP.196109301986011001

Page 4: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

HALAMAN MOTO

Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sungguh Allah

beserta orang-orang yang sabar.

(QS. Al-Baqarah :153)

Lupakan tentang konsekuensi dari kegagalan. Kegagalan hanya perubahan arah

sementara untuk mengarahkan anda lurus kearah kesuksesan anda.

(Denis Waitley)

Winners see possibilities; Losers see problems.

(Anonim)

Orang yang luar biasa hanya percaya pada hal yang mungkin. Orang yang luar

biasa mampu menggambarkan dengan jelas banyak hal yang tidak mungkin,

kemudian mengubahnya menjadi mungkin.

(Cherie Carterscoot)

What is now proved was once only imagined.

(William Blake)

Kegagalan dan kekecewaan adalah sesuatu yang mengajarkan saya tentang

kekuatan, optimisme, dan keyakinan untuk saya mampu dan berani mengambil

serta mendapatkan impian saya!.

(penulis)

Page 5: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

PERSEMBAHAN

Karya tulis ini saya persembahkan kepada:

Allah SWT, yang senantiasa memberikan kenikmatan pada umat-Nya;

Bapak Ibu tercinta, adik, kakak saya yang selalu memberi do’a dan kasih sayang;

keluarga besarku, dan keluarga besar Bapak Yusuf Sarno, yang selalu

memberikan dukungan serta doa.

Teman-temanku yang selalu setia;

Almamaterku, fakultas hukum UNS

Page 6: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillaahi Rabbil ‘aalamiin, puji syukur kepada Allah SWT penulis

panjatkan atas segala rahmat, karunia, ridho dan hidayah-Nya yang telah

diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

judul. KAJIAN DISPARITAS KONTRUKSI YURIDIS JAKSA PENUNTUT

UMUM DALAM PENUNTUTAN PERKARA PERKOSAAN DI

LINGKUNGAN RUMAH TANGGA (TELAAH PERBANDINGAN KASUS

NOMOR PERKARA PDM-387/KPNJEN/05-2006 DAN NOMOR

PERKARA PDM-670/KPJEN/12-2005. DIKEJAKSAAN NEGERI

KEPANJEN MALANG)

Penulisan hukum ini membahas mengenai kajian disparitas kontruksi jaksa

penuntut umum dalam melakukan penuntuntan khususnya kasus Kekerasan dalam

Rumah Tangga yang di tangani oleh Kejaksaan Negeri Kepanjen Malang.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada

semua pihak yang telah memberikan bantuan, saran, dan dorongan bagi penulis

dalam menyelesaikan penulisan hukum ini. Ucapan terima kasih ini penulis

sampaikan terutama pada:

1. Bapak Mohammad Jamin, S.H, M.H, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi izin dan kesempatan

kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan hukum ini.

2. Bapak Edy Herdyanto, S.H, M.H, selaku Ketua Bagian Hukum Acara, dan

Pembimbing Akademik penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas

Hukum UNS.

3. Bapak Kristiyadi., S.H., M.Hum. selaku Dosen pembimbing I Fakultas

Hukum UNS penulisan skripsi, yang telah menyediakan waktu dan pikirannya

untuk memberikan bimbingan dan arahan sehingga tersusunnya skripsi ini.

Page 7: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

4. Bapak Muhammad Rustamaji, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing II Dosen

fakultas Hukum UNS penulisan skripsi, yang telah menyediakan waktu dan

pikirannya untuk memberikan bimbingan dan arahan sehingga tersusunnya

skripsi ini.

5. Bapak Adi Sutanto, S.H., selaku Kepala Kejaksaan Negeri Kepanjen, yang

telah bersedia memberikan semua bantuan dan arahan kepada saya , untuk

menyelesaiakan skripsi ini.

6. Bapak Hayin Suhikto,.S.H., M.H. selaku KASIPIDUM Kejaksaan Negeri

Kepanjen., yang telah bersedia memberikan data , informasi, dan atas semua

bantuanya untuk menyelesaiakn skripsi ini.

7. Bapak Gaguk Safrudin, S.H., M.Hum selaku KASUBAGBIN Kejaksaan

Negeri Kepanjen, yang telah banyak memberikan informasi dan bantuan untuk

menyelesaikan skripsi ini.

8. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

yang telah memberikan ilmu pengetahuan umumnya dan ilmu hukum

khususnya kepada penulis sehingga dapat dijadikan dasar dalam penulisan

skripsi ini dan semoga dapat penulis amalkan.

9. Seluruh Staff Tata Usaha dan Karyawan di Fakultas Hukum Universitas

Sebelas Maret Surakarta, terima kasih atas bantuannya.

10. Seluruh Staf, Karyawan, Kejaksaan Negeri Kepanjen, atas segala bantuanya.

11. Bapak dan Ibu Tercinta, Kakakku Dini, adikku Alya serta keluargaku, yang

telah memberikan segalanya kepada penulis, sehingga penulisan skripsi ini

dapat terselesaikan dan semoga penulis dapat membalas budi jasa yang telah

Engkau berikan.

12. Mas Adi Dharma.,S.sos, terima kasih atas segala support , inspirasi serta

dukungan yang telah diberikan kepada saya untuk menyelesaikan skripsi ini.

13. Buat teman-temanku Irwan , Arip kriting, Doni, dan kopi lambada yang selalu

menjagaku untuk tetap tidak ngantuk, dan semua temanku yang memberi

semangat dan dukungan untuk menyelesaikan skirpsi ini.

Page 8: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

14. Gita, makasih banget atas semua apa yang telah kau berikan selama ini, yang

telah mengajarkan arti kehidupan untuk saya menyelesaikan skripsi ini dan

mimpi saya.

15. Buat teman-teman kampus (Akbar, Wulung, Nusa, Heri, Pras) dan teman-

teman lain Fakultas Hukum UNS angkatan 2006 yang tidak bisa penulis

sebutkan satu persatu, satpam GD1,2,3. atas bantuannya, dukungan kalian

semua untuk saya menyelesaiakan skripsi ini,

16. Teman-temanku Kos El-TOROS. M. Setyo, M Ari, M Adi, Adit, Alim,

Hendra, Andona. yang tak pernah malas dan selalu sabar menemani,

mendengarkan keluh kesah juga selalu memberi dukungan dan motivasi.

17. Terima kasih buat Armada ku AE 3175 JU,yang selalu setia menghantarkan,

menemani, sewaktu kuliah, kemanapun saya pergi dan sampai sekarang,,

jangan pernah lelah.

18. Terima Kasih buat Team Racing Jaran Gibas, buat semua bantuan dan

pengalaman hidup.

19. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu

tersusunnya skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan hukum ini,

maka saran serta kritik dari semua pihak sangat penulis harapkan untuk

memperkaya karya tulis ini. skripsi ini.

Surakarta, Maret 2011

Penulis

Page 9: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

DAFTAR ISI

JUDUL ............................................................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ........................................................ iii

MOTTO............................................................................................................ iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... v

KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi

DAFTAR ISI .................................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR dan TABEL .................................................................. xi

ABSTRAK ....................................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1

B. Perumusan Masalah ........................................................................ 6

C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 7

D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 7

E. Metode Penelitian ............................................................................ 8

F. Sistematika Penulisan Skripsi.......................................................... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori` .............................................................................. 13

1. Pengertian Kejaksaan .................................................................. 13

2. Pengertian Penuntutan ............................................................... 17

3. Pengertian Perkosaan .................................................................. 24

Page 10: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

4. Pengertian Rumah Tangga .......................................................... 29

B. Kerangka Pemikiran ........................................................................ 31

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian. .............................................................................. 34

B. Pembahasan. ................................................................................... 43

1. Kontruksi Yuridis Jaksa Penuntut Umum dalam

Merumuskan Pasal yang Didakwakan pada Kasus

Perkosaan di Lingkungan Rumah Tangga Nomor Perkara

PDM-670/KPJEN/12-2005 dan Nomor Perkara PDM-

387/KPNJEN/05-2006 ..........................................................

43

2. Implikasi Yuridis Terhadap Kontruksi Tuntutan pada kasus

Nomor Perkara PDM-70/KPJEN/12-2005 Dan Nomor

Perkara PDM-387/KPNJEN/05-2006...................................

48

BAB IV PENUTUP

A. Simpulan ......................................................................................... 53

B. Saran................................................................................................ 55

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 59

Page 11: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

DAFTAR GAMBAR dan TABEL

Gambar Kerangka Pemikiran……………………………………………… 31

Tabel 1 Tindak Pidana Perkosaan di Lingkungan Rumah Tangga….……. 43

Tabel 2 Tindak Pidana Perkosaan Biasa……………………………..……. 45

Tabel 3 Perbandingan Ancaman Pidana terhadap Tindak Pidana

Perkosaan Biasa dan Perkosaan di lingkungan Rumah Tangga…..

46

Page 12: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

ABSTRAK

Insan Pandhu Wirawan, E 1106029 KAJIAN DISPARITAS KONTRUKSI YURIDIS JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PENUNTUTAN PERKARA PERKOSAAN DI LINGKUNGAN RUMAH TANGGA(TELAAH PERBANDINGAN KASUS NOMOR PERKARA PDM-387/KPNJEN/05-2006 DAN NOMOR PERKARA PDM-670/KPJEN/12-2005. DIKEJAKSAAN NEGERI KEPANJEN MALANG) Skripsi jurusan Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret 2011

Perkosaan telah menjadi salah satu jenis kejahatan bidang seksual yang membutuhkan perhatian yang serius, mengingat kasus ini dapat mengakibatkan persoalan komplikatif (serius dan beragam) dalam kehidupan kemasyarakatan, terutama kehidupan kaum perempuan.

Bagaimana kontruksi yurisdis jaksa penuntut umum dalam perumusan Pasal yang didakwakan pada kasus Nomor perkara PDM-670/ KAPANJEN/12-2005 dan Nomor perkara PDM-387/KEPANJEN/05-2006 dan Bagaimana implikasi Yuridis terhadap kontruksi tuntutan yang didalam perkara Nomor PDM-387/KEPANJEN/05-2006 dan Perkara Nomor PDM-670/KEPANJEN/12-2005.Penelitian hukum yang dilakukan penulis menggunakan metode Penelitian hukum masuk ke dalam penelitian doktrinal karena keilmuan hukum memang bersifat perskriptif yang melihat hukum sebagai norma sosial bukan gejala sosial (Peter Mahmud Marzuki,2006: 33).suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.

Adapun hasil penelitian ini adalah sebagai berikut Kajian Kontruksi Disparitas Hukum Jaksa penuntut umum dalam melakukan penuntutan dengan menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Penghapusan Kekerasan Rumah Tangga Tahun 2004, itu sendiri meliputi dasar pertimbangan yuridis dan dasar pertimbangan sosiologis. Yang dimaksud dengan dasar pertimbangan yuridis adalah pertimbangan yang berdasar pada ketentuan Undang-undang, yang meliputi pertimbangan yuridis secara formil dan pertimbangan yuridis secara materiil. Sedangkan dasar pertimbangan sosiologis adalah pertimbangan yang berdasar pada perasaan dan hati nurani seorang jaksa untuk melakukan penuntutan demi mencerminkan keadilan.

Mengenai pertimbangan penuntutan yuridis secara formil mengacu pada ketentuan Pasal 183 Jo. 184 KUHAP mengenai pembuktian dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah. Sedangkan pertimbangan penuntutan yuridis secara materiil akan melihat pada unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan dalam pemeriksaan di persidangan.Pertimbangan yuridis secara materiil, Jaksa Penuntut Umum dalam melakukan tuntutan pidana terhadap pelaku perkosaan di lingkungan rumah tangga pada kasus di atas adalah mengacu pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Sedangkan untuk pertimbangan sosiologis meliputi sikap batin, perasaan dan penilaian Jaksa Penuntut Umum terhadap terdakwa di muka persidangan. Kata Kunci : disparitas, kontruksi, hukum,yuridis, KDRT

Page 13: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

ABSTRACT

Insan Pandhu Wirawan, E 1106029 JURIDICIAL CONSTRUCTION OF THE DISPARITY STUDY PUBLIC PROSECUTOR IN ENVIRONMENTAL RAPE LAWSUIT HOUSEHOLD (CASE NO COMPARISON REVIEW PDM-387/KPNJEN/05-2006 ISSUES AND CASE NUMBER PDM-670/KPJEN/12-2005. STATE DIKEJAKSAAN KEPANJEN MALANG) majors Thesis Faculty of Law, University Eleven March 2011

Rape has become one of the types of sexual crimes that require serious attention, since these cases can lead to problems komplikatif (serious and diverse) in the life of society, especially the lives of women.

How yurisdis construction of prosecutors in the formulation of Article which indicted in the case of PDM-case No. 670 / KAPANJEN/12-2005 and case No. PDM-387/KEPANJEN/05-2006 and How Juridical implications of construction claims in case No. PDM-387 / KEPANJEN/05-2006 and Case Number PDM-670/KEPANJEN/12-2005. Legal research conducted legal research methods writers enter into doctrinal research because it is perskriptif scientific law which saw law as a social norm rather than social phenomena (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 33). a process to find the rule of law, legal principles , as well as legal doctrine in order to answer the legal issues at hand.

The results of this study are as follows Disparity Study Construction Law prosecutor in the prosecution of using the draft Penal Code and the Elimination of Domestic Violence in 2004, itself covers basic considerations juridical and sociological considerations. The meaning of basic juridical considerations are considerations based on the provisions of the Act, including consideration of a formal juridical and legal considerations materially. While the basic sociological considerations are considerations based on the feelings and conscience of a prosecutor to conduct the prosecution in order to reflect justice.

Regarding consideration of a formal judicial prosecution refers to the provisions of Article 183 Jo. 184 Criminal Procedure Code regarding verification by at least two valid evidence. While juridical considerations materially prosecution will look at the elements of the offenses charged in the investigation at persidangan.Pertimbangan juridical materially, the Public Prosecutor in conducting criminal charges against perpetrators of rape in the household environment in case the above is referring to Act Number 23 of 2004 on the Elimination of Domestic Violence. As for the sociological considerations include inner attitudes, feelings and assessment of the Public Prosecutor against the accused in a court. Keywords: disparity, construction, legal, juridical, domestic violence

Page 14: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kejaksaan merupakan Institusi yang melaksanakan kekuasaan negara di

bidang penuntutan dalam tata susunan kekuasaan badan-badan penegak hukum

dan keadilan. Kejaksaan sebagai lembaga yang terdiri dari Kejaksaan Agung,

Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Negeri. Namun demikian Kejaksaan tetap satu

dan tidak terpisah-pisahkan dalam hal melaksanakan tugas dan wewenangnya,

yang bertindak demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa serta

senantiasa menjunjung tinggi prinsip bahwa kedudukan setiap orang di muka

hukum adalah sama.

Kejaksaan dalam hal menjalankan tugas dan wewenangnya didukung

oleh peraturan perundang-undangan. Peraturan-peraturan tersebut yang antara lain

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia,

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (disingkat

KUHAP), dan PP Nomor 27 Tahun 1983 tentang pelaksanaan KUHAP.

KUHAP sebagai hukum formil yang menegakkan hukum materiil

memuat norma-norma proses penegakan hukum materiil, termasuk wewenang

jaksa sebagai penuntut umum untuk melakukan penuntutan pada perkara pidana.

Tindakan penuntutan dimaksudkan untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-

tidaknya mendekati kebenaran materiil, dalam hal ini kebenaran materiil ialah

kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana yang

didakwakan dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan

guna menentukan apakah orang yang didakwakan itu dapat dipersalahkan.

Diantara perkara pidana yang perlu mendapatkan perhatian serius salah

satunya adalah tindak pidana perkosaan yang sampai saat ini terus merebak.di sini

secara lebih kongkrit peneliti ingin mengkaji lebih dalam tuntutan pasal yang

diterapkan jaksa penuntut umum dalam kasus PKDRT.

Dinamika kejahatan kesusilaan di Indonesia dalam hal ini kasus

perkosaan sudah memasuki tahap yang memprihatinkan. Betapa tidak, tindak

Page 15: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

pidana perkosaan tidak hanya terjadi antara pelaku dan korban yang tidak saling

mengenal, namun juga terjadi antara seorang wanita yang masih tinggal bersama

dengan pelaku dan bahkan memiliki hubungan darah dengannya, sebagai contoh

seorang ayah memperkosa anak kandungnya sendiri. Fakta ini seperti terlihat dari

berbagai pemberitaan, baik dari media masa maupun kasus-kasus yang ditangani

lembaga-lembaga yang perduli terhadap masalah tersebut.

Menurut laporan Komnas Perempuan baru-baru ini, ada 3.160 kekerasan

terhadap perempuan di seluruh Indonesia pada tahun 2001, kemudian bertambah

menjadi 5.163 setahun kemudian, 7.787 pada tahun 2003, dan bertambah menjadi

14.020 kasus kekerasan dalam rumah tangga. Menurut ketua komnas perempuan,

Kamala Chandrakirana, meningkatnya kekerasan terhadap perempuan, termasuk

kekerasan terhadap rumah tangga menumbuhkan permintaan agar negara atau

pemerintah bertindak (The Jakarta post; Wednesday, March 9, 2005).

Ketidak pedulian masyarakat dan negara terhadap masalah Kekerasan

Dalam Rumah Tangga, salah satunya disebabkan karena adanya ideologi gender

dan budaya patriarki. Gender adalah pembedaan peran sosial dan karakteristik

laki-laki dan perempuan yang dihubungkan atas jenis kelamin (seks) mereka.

Pengertian patriarki adalah budaya yang menempatkan laki-laki sebagai yang

utama atau superior dibandingkan dengan perempuan. Ideologi Gender dan

budaya patriarki inilah yang kemudian oleh pemerintah dilegitimasi disemua

aspek kehidupan. Hal-hal yang berkaitan dengan bidang domestik, seperti seperti

rumah tangga dan reproduksi dikategorikan privat dan bersifat personal, misalnya,

relasi suami istri, keluarga, dan seksualitas. Hal-hal yang bersifat privat dan

domestik ini merupakan hal yang berada diluar campur tangan masyarakat atau

individu lain dan negara.

Akibat budaya patriarki dan ideologi Gender tersebut berpengaruh juga

terhadap ketentuan di dalam Undang-Undang Perkawinan yang membedakan

peran laki-laki sebagai kepala rumah tangga dan perempuan sebagai ibu rumah

tangga (Pasal 31 Undang-Undang Perkawinan) yang menimbulkan pandangan

dalam Masyarakat seolah-olah kekuasaan laki-laki sebagai suami sangat besar

sehingga dapat memaksakan semua kehendaknya, termasuk melalui kekerasan.

Page 16: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

Kondisi tadi menimbulkan akibat kekerasan dan pelanggaran terhadap hak-hak

perempuan yang terjadi dalam ruang lingkup privat atau domestik ini menjadi

tindakan yang tidak dapat dijangkau oleh negara. Tindakan-tindakan yang

melanggar hak perempuan dan seharusnya menjadi tanggung jawab negara dan

aparat, justru disingkirkan untuk menjadi urusan keluarga. Selain itu juga ada

kecenderungan dari masyarakat untuk selalu menyalahkan korbanya. Hal ini

dipengarui oleh nilai masyarakat yang selalu ingin tampak harmonis. Bahkan,

walaupun kejadian dilaporkan, usaha untuk melindungi korban dan menghukum

pelaku kekerasan sering mengalami kegagalan. Kondisi tersebut terjadi karena

kekerasan dalam rumah tangga, khususnya terhadap perempuan, tidak pernah

dianggap sebagai masalah pelanggaran hak asasi manusia (Ita F.Nadia;1998:2).

Padahal kekerasan dalam rumah tangga sebenarnya juga merupakan kejahatan

terhadap individu dan masyarakat yang pelakunya seharusnya dapat dipidana,

tetapi sulit ditangani (pihak luar) karena dianggap sebagai urusan internal suatu

rumah tangga.

Anggapan bahwa kekerasan dalam rumah tangga merupakan urusan

rumah tangga timbul di antara suami istri yang hubungan hukum antara individu

tersebut terjadi karena terikat di dalam perkawinan yang merupakan lingkup

hukum perdata. Dengan demikian, apabila terjadi pelanggaran di dalam hubungan

hukum antar individu tersebut, pegakan hukumnya dilakukan dengan cara

melakukan gugatan ke pengadilan oleh pihak yang merasa dirugikan. Undang-

Undang Perkawinan tidak mengatur sanksi yang dapat dijatuhkan kepada pelaku

kekerasan dalam rumah tangga, seperti halnya hukum publik (hukum pidana).

Masalah kekerasan atau penganiyaan yang terjadi di dalam rumah tangga

di dalam Undang-Undang Perkawinan hanya merupakan salah satu alasan

penyebab putusnya suatu perkawinan, seperti yang diatur dalam Pasal 38 Undang-

Undang Perkawinan dan Pasal 19 peraturan pemerintah Nomor 9 tahun 1975

tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun

1974.

Melalui Instrumen hukum perdata, dalam hal ini Undang-Undang

Perkawinan, maka pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga tidak dapat dikenai

Page 17: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

hukuman karena penegakan hukumnya hanya dapat dilakukan dengan cara

mengajukan gugatan dari pihak yang merasa dirugikan. Sepanjang pihak yang

mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga tidak merasa dirugikan dengan

adanya Kekerasan Dalam Rumah Tangga maka tidak akan muncul gugatan ke

pengadilan. Berbeda dengan menggunakan hukum publik yang memiliki sifat

apabila terjadi pelanggaran hukum penegakan hukumnya dilakukan oleh penguasa

karena tujuan hukum publik adalah menjaga kepentingan umum. Dengan

meningkatnya angka kekerasan dalam rumah tangga dan akibat yang ditimbulkan

terhadap korban menyebabkan sebagian masyarakat menghendaki agar

masyarakat menghendaki agar pelaku kekerasan dalam rumah tangga dipidana.

Ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ) yang mengatur

tentang kekerasan adalah Pasal 89 dan 90 yang hanya ditujukan kekerasan fisik

tetapi tidak mengatur kekerasan seksual yang dapat terjadi dalam rumah tangga

antara suami istri. Selain itu juga tidak ada perintah perlindungan atau perintah

pembatasan gerak sementara yang bisa dikeluarkan oleh pengadilan untuk

membatasi pelaku melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Berdasarkan

kelemahan yang dimiliki UUP dan KUHP maka diperlukan aturan khusus

mengenai kekerasan dalam rumah tangga ini, hal ini berarti dibutuhkan aturan

hukum dan kebijakan publik mengenai kekerasan dalam rumah tangga karena

ketiadaan hukum dan kebijakan publik yang jelas dan semakin menyuburkan

praktik kekerasan dalam rumah tangga tersebut.

Upaya untuk mengatur kekerasan dalam rumah tangga ke dalam suatu

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam

Rumah Tangga. Undang-undang tersebut merupakan tuntutan masyarakat yang

telah sesuai dengan tujuan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 untuk

menghapus segala bentuk kekerasan dibumi Indonesia, khususnya kekerasan

dalam rumah tangga. Selain itu juga sesuai dengan konvensi Perserikatan Bangsa-

Bangsa yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang

Nomor 7 tahun 1984 tentang penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan.

Dengan demikian terlihat pada perubahan pandangan dari pemerintah

mengenai kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga tidak semata-mata

Page 18: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

merupakan urusan privat,tetapi juga menjadi masalah publik dari urusan rumah

tangga dalam hukum perkawinan yang diatur dalam lingkup hukum perdata

menjadi urusan hukum publik yang diatur melalui Penghapusan Kekerasan Dalam

Rumah Tangga (Undang-Undang PKDRT). meski demikian lahirnya Undang-

Undang PKDRT tidak semata-mata memenuhi harapan para perempuan yang

sebagian besar merupakan korban kekerasan dalam rumah tangga mendapatkan

keadilan mengingat kondisi penegakan hukum di negara kita yang masih jauh dari

harapan dan tidak lepas dari praktik-praktik yang diskriminatif dan lebih

menguntungkan pihak yang mempunyai kekuatan baik kekuasan, ekonomi, sosial

maupun budaya. Untuk mewujudkan penegakan hukum yang diharapkan maka

pemahaman dan kesadaran bahwa kekerasan dalam rumah tangga sebagai suatu

kejahatan harus disebarluaskan sehingga ada kesatuan pemahaman di dalam

masyarakat. Tanpa pemahaman dan kesadaran tersebut maka penegakan hukum

yang diharapkan akan semakin jauh. Selain itu perempuan sebagai anggota

masyarakat juga harus memiliki kemauan untuk membawa kasusnya kepengadilan

pidana. Untuk menumbuhkan kemamuan merupakan suatu langkah yang amat

berat bagi para korban kekerasan dalam rumah tangga karena banyak kendala

yang dihadapinya.

Oleh Karena itu tanpa dukungan dari anggota keluarga dan masyarakat

ataupun aparat hukum yang responsive maka langkah yang ditempuh perempuan

korban KDRT hanya akan berakhir sia-sia ditengah jalan. Selama ini perempuan

yang mengalami korban KDRT lebih memilih menyelesaikan kasusnya melalui

penyelesaian perceraian daripada menyelesaikan kasusnya secara pidana

menunjukan bahwa ada keengganan dari korban untuk menempuh penyelesaian

kasusnya secara pidana. Kondisi ini menunjukan bahwa ada kendala yang

dihadapi perempuan yang dihadapi perempuan yang menjadi korban KDRT,

seperti peraturan hukumnya, aparat hukumnya dan masyarakat. Dengan demikian

terlihat bahwa system hukum yang ada belum mendukung kearah penegakan

hukum yang diharapkan. Perempuan korban KDRT cenderung memilih

penyelesaian secara perdata karena prosesnya cepat.

Page 19: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

Seharusnya kasus KDRT ini sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal

5 huruf c dan Pasal 8 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang

Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan mengenai ancaman pidananya

dapat dilihat pada Pasal 46, 47 dan 48 undang-undang yang sama. Melihat kasus-

kasus yang terjadi, dapat diketahui bahwa perkosaan semakin membabi buta,

sehingga pelaku tidak melihat apakah korbannya adalah seorang wanita yang

masih memiliki hubungan darah dengan pelakunya. Hal ini tidak dipikirkan oleh

si pelaku, yang ada di pikirannya hanyalah dapat melampiaskan nafsu seksual

mereka. Oleh sebab itu seakan-akan pelaku tidak menghargai bahkan merampas

Hak asasi dari si korban. Jika diperhatikan, dampak dari tindak pidana perkosaan

tersebut sangatlah menyakitkan dan menimbulkan trauma yang berkepanjangan

bagi mereka yang menjadi korban. Terkadang, dipidananya pelaku perkosaan

tidak lantas membuat si korban merasa mendapatkan keadilan. Hal ini

dikarenakan akibat fisik maupun psikis yang ditimbulkan tidak menjadi hilang

karena dipidananya pelaku perkosaan tersebut.

Maraknya kasus perkosaan dan Disparitas yang terjadi dalam penegakan

hukum dapat dikatakan sebagai cermin kegagalan penegak hukum dalam

menempatkan hukum sebagai kekuatan supremasi. Penjatuhan hukuman yang

cukup ringan terhadap pelaku kejahatan kesusilaan dalam hal ini perkosaan dinilai

dapat mendorong atau menstimulasi oknum-oknum sosial untuk melakukan

praktek peniruan kejahatan. Sehingga tuntutan pemberatan hukuman terhadap

pemerkosa wajib mendapatkan prioritas dan perhatian yang sangat penuh.

B. Rumusan Masalah

Adapun pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan ini,

adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kontruksi yurisdis jaksa penuntut umum dalam perumusan pasal

yang didakwakan pada kasus Nomor perkara PDM-670/ KAPANJEN/12-2005

dan Nomor perkara PDM-387/KEPANJEN/05-2006 ?

Page 20: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

2. Bagaimana implikasi Yuridis terhadap kontruksi tuntutan dalam perkara

Nomor PDM-387/KEPANJEN/05-2006 dan Perkara Nomor PDM-

670/KEPANJEN/12-2005.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dilaksanakannya penelitian dan penulisan skripsi ini adalah sebagai

berikut :

1. Guna mengetahui prosedur penuntutan yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut

Umum dalam proses perkara pidana khususnya tindak pidana perkosaan di

lingkungan rumah tangga.

2. Untuk mengetahui hal-hal yang menjadi pentingnya hal perumusan pasal bagi

Jaksa Penuntut Umum dalam menentukan berat ringannya tuntutan pidana

pada pelaku tindak pidana perkosaan yang terjadi di lingkungan rumah tangga.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan untuk menghasilkan informasi rinci akurat dan

aktual yang akan memberikan jawaban permasalahan baik secara teoritis maupun

praktis. Secara teoritis untuk langkah pengembangan lebih lanjut dan secara

praktis berwujud aktual maka diperoleh manfaat penelitian ini sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

a. Dapat mengembangkan penelitian tentang kajian disparitas jaksa penuntut

umum pada pelaku tindak pidana perkosaan yang terjadi di lingkungan

rumah tangga. Dipadukan dengan teori-teori yang relevan dengan masalah

yang diteliti.

b. Sebagai bahan untuk menambah khasanah pustaka dan sebagai salah satu

sumber bagi peneliti selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti sesuai dengan

undang-undang yang berlaku dan telah ditetapkan.

b. Memberikan input atau bahan pertimbangan bagi lembaga kejaksaan

khususnya Jaksa Penuntut Umum sebagai wakil pemerintah yang bersifat

Page 21: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

signifikan dan konstruktif dalam memberikan tuntutan terhadap tersangka

pemerkosaan dilingkungan rumah tangga, Di Kejaksaan Negeri Kepanjen

Kabupaten Malang.

E. Metode Penelitian

H.J van Eikema Homes dalam bukunya Peter Mahmud Marzuki

menyatakan dalam setiap ilmu pengetahuan memiliki metodenya sendiri. Apa

yang dikemukakakan mengindentifikasikan bahwa tidak dimungkinkannya

penyeragaman metode untuk semua bidang ilmu (Peter Mahmud

Marzuki,2006:11). Berdasarkan hal tersebut, maka penulis dalam penelitian ini

menggunakan metode antara lain sebagai berikut:

1. Jenis penelitian

Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan

hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin hukum guna menjawab isu

hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki,2006: 35). Penelitian hukum

menurut Hutchison dibedakan menjadi 4 tipe yaitu:

a. Doctrinal Research.

b. Reform-oriented Research.

c. Theoretical Research.

d. Fudamental Research (Peter Mahmud Marzuki,2006:32-33).

Ketiga tipe Penelitian hukum yang dikemukakan Hutchison yaitu

Doctrinal Research, Reform-oriented Research, dan Theoretical Research,

menurut Peter Mahmud Marzuki merupakan penelitian doktrinal sedangkan

penelitian sosio legal termasuk dalam tipe keempat yaitu Fudamental

Research (Peter Mahmud Marzuki, 2006:32-33).

Penelitian hukum ini masuk ke dalam penelitian doktrinal karena

keilmuan hukum memang bersifat perskriptif yang melihat hukum sebagai

norma sosial bukan gejala sosial (Peter Mahmud Marzuki,2006: 33).

Page 22: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

2. Sifat Penelitian

Sifat Penelitian hukum ini sejalan dengan sifat dari ilmu hukum itu

sendiri. ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat

preskriptif dan terapan, maksudnya bahwa ilmu hukum mempelajari tujuan

hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum , konsep-konsep hukum

dan norma-norma hukum (Peter Mahmud Marzuki,2006: 22).

3. Pendekatan Penelitian

Penelitian hukum doktrinal dapat dilakukan dalam berbagai

pendekatan. Pendekatan dalam penelitian hukum doktrinal sesungguhnya

merupakan esensi dari metode penelitian ini sendiri. Pendekatan itu yang

mungkin diperoleh jawaban yang diharapkan atas permasalahan hukum yang

diajukan. Pendekatan yang dipakai dalam penelitian hukum diantaranya:

a. Pendekatan perundang-undangan (Statute Approach).

b. Pendekatan kasus (Case Approach).

c. Pendekatan Historis ( Historical Approach).

d. Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach).

e. Pendekatan Konseptual (Conseptual Approach) (Peter Mahmud

Marzuki,2006: 93-94).

Berdasarkan kelima pendekatan tersebut, pendekatan yang relevan

dengan penelitian hukum yang penulis angkat adalah pendekatan kasus (Case

Approach). dan Pendekatan Perundang- undangan (Statute Approach).

4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

Pada penelitian ini peneliti menggunakan jenis bahan hukum sebagai

titik tolak peneliti adapun bahan hukum tersebut meliputi :

a. Bahan hukum primer, merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif

artinya mempunyai otoritas yang terdiri dari perundang-undangan, catatan

resmi atau risalah dalam perbuatan perundang-undangan dan tuntutan-

tuntutan Jaksa. Penelitian hukum ini menggunakan kajian konstruksi

disparitas hukum, jaksa penuntut umum dalam penuntutan kasus

Page 23: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

Perkosaan Dalam Rumah Tangga dengan bahan hukum dari Tuntutan

Nomor Perkara: PDM-387/KPNJEN/05-2006.dan Nomor perkara: PDM-

670/KPNJEN/12-2005, berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

dan Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Tahun 2004 (PKDRT)

di Kejaksaan Negeri Kepanjen Malang.

b. Bahan hukum sekunder, berupa semua publikasi tentang hukum yang

bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum

meliputi buku-buku teks, jurnal-jurnal hukum, dan komentar atas kajian

kontruksi disparitas oleh Jaksa Penuntut Umum dalam perkara nomor:

PDM-387/KPNJEN/05-2006.dan Nomor perkara: PDM-670/KPNJEN/12-

2005. Dalam hal ini penulis mengunakan bahan hukum sekunder berupa

jurnal-jurnal hukum dari dalam maupun luar negeri, hasil-hasil penelitian

hukum serta hasil karya dari kalangan hukum termasuk artikel-artikel

hukum di internet (Peter Mahmud Marzuki,2006: 141).

5. Teknik Pengumpulan bahan hukum

Peneliti melakukan penelusuran untuk mencari bahan-bahan hukum

yang relevan dengan isu hukum yang dihadapi. Penulis menggunakan teknik

studi pustaka, studi literatur, yang terkait perkara Perkosaan Dalam Rumah

Tangga berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Penghapusan

Kekerasan Dalam Rumah Tangga Tahun 2004 (PKDRT). Dalam hal ini

penulis melakukan penelitian pada perkara nomor: PDM-387/KPNJEN/05-

2006.dan Nomor perkara: PDM-670/KPNJEN/12-2005. di Kejaksaan Negeri

Kepanjen Malang. Selain itu peneliti juga mengumpulkan bahan-bahan hukum

sekunder yang berupa buku-buku teks, jurnal-jurnal hukum yang berhubungan

dengan permasalahan yang diteliti.

6. Tehnik Analisis bahan hukum

Analisis bahan hukum dalam suatu penelitian adalah menguraikan

atau memecahkan masalah yang diteliti berdasarkan bahan hukum yang

diperoleh kemudian diolah ke dalam pokok permasalahan yang diajukan.

Page 24: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan tehnik analisis deduksi. Metode

deduksi merupakan metode yang berpangkal dari pengajuan premis mayor

yang kemudian di ajukan premis minor, kemudian dari kedua premis tersebut

ditarik suatu kesimpulan atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki,2006: 47).

F. Sistematika Penulisan Hukum

Untuk memberi gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika

penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum maka

penulis menggunakan sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika

penulisan hukum ini Terdiri dari empat bab terbagi dalam sub-sub bagian yang

dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil

penelitian ini. Sistematika penulisan hukum tersebut adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan

masalah, tujuan penelitian, maanfaat penelitian, metodologi penelitian

dan sistematika penulisan Hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini berisi tentang. Kejaksaan Republik Indonesia, Asas-asas

Dibidang Penuntutan, Surat Tuntutan Pidana (Requisitor), Tindak Pidana

Perkosaan, Pengaturan Tindak Pidana Perkosaan Dalam KUHP,

Pengaturan Tindak Pidana Perkosaan di Lingkungan Rumah Tangga

dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan

Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Pengertian Rumah Tangga Dalam

Tinjauan Sosiologis, Pengertian Rumah Tangga Dalam Tinjauan Yuridis

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis akan membahas dan menjawab permasalahan yang

telah ditentukan sebelumnya yaitu bagaimana Kajian Disparitas

Kontruksi Jaksa Penuntut Umum dalam kasus pemerkosaan di

Lingkungan Rumah Tangga dengan Undang-Undang penghapusan

Page 25: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

kekerasan dalam Rumah Tangga, dan Kitab Undang-Undang Acara

Pidana.

BAB IV : PENUTUP

Dalam bab ini berisi simpulan dari jawaban permasalahan yang menjadi

obyek penelitian dan saran-saran.

DAFTAR PUSTAKA

Page 26: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Tentang Kejaksaan Republik Indonesia

a. Pengertian Kejaksaan

Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya dalam Undang-

Undang Nomor 16 Tahun 2004 disebut Kejaksaan adalah lembaga

pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan

serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang. Dalam melaksanakan

tugas, fungsi dan wewenangnya, Kejaksaan harus mampu mewujudkan

kepastian hukum, ketertiban hukum, keadilan dan kebenaran berdasarkan

hukum dan mengindahkan norma-norma keagamaan , kesopanan dan

kesusilaan serta wajib menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum dan keadilan

yang hidup dalam masyarakat. Sebagai salah satu lembaga penegak hukum,

Kejaksaan dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi

hukum, perlindungan kepentingan umum, dan penegakkan hak asasi manusia.

Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 dijelaskan mengenai

susunan organisasi Kejaksaan, yang terdiri dari Kejaksaan Agung

berkedudukan di ibukota Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Tinggi

berkedudukan di ibukota propinsi, dan Kejaksaan Negeri berkedudukan di

ibukota, kabupaten, atau kotamadya.

Kejaksaan Agung dipimpin oleh seorang Jaksa Agung yang

mengendalikan tugas dan wewenang Kejaksaan. Dalam melaksanakan tugas

dan wewenangnya, Jaksa Agung dibantu oleh seorang wakil Jaksa Agung

yang merupakan satu kesatuan unsur pimpinan dan beberapa orang Jaksa

Agung Muda sebagai unsur pembantu pimpinan. Untuk di tingkat propinsi,

dipimpin oleh seorang Jaksa Tinggi yang dibantu oleh seorang wakil Kepala

Kejaksaan Tinggi sebagai kesatuan unsur pimpinan, beberapa orang unsur

pimpinan, dan unsur pelaksana. Sedangkan di lingkungan kabupaten atau

Page 27: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

kotamadya, dipimpin oleh seorang Kepala Kejaksaan Negeri dan dibantu oleh

beberapa orang unsur pembantu pimpinan dan unsur pelaksana.

b. Jaksa Penuntut Umum

Yang dimaksud dengan Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi

wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan

pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

serta wewenang lain berdasarkan undang-undang. Sedangkan penuntut umum

adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan

penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. Melihat perumusan Undang-

Undang Nomor 16 Tahun 2004 tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

pengertian jaksa dihubungkan dengan aspek jabatan, sedangkan pengertian

penuntut umum berhubungan dengan aspek fungsi dalam melakukan suatu

penuntutan dalam persidangan.

Kejaksaan adalah satu-satunya alat negara yang diberi wewenang

oleh Undang-undang sebagai penuntut umum dan Jaksa Agung adalah satu-

satunya pejabat negara sebagai penuntut umum tertinggi. Dengan tugas

tersebut, kepada penuntut umum diletakkan tanggung jawab yang berat dan

mendalam, karena dengan sumpah jabatan, ia tidak hanya bertanggung jawab

kepada hukum, kepada diri sendiri dan kepada rakyat tetapi juga bertanggung

jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Namun pada hakikatnya segala sesuatu yang berhubungan dengan

pelaksanaan tugas penegakan hukum dan keadilan tersebut baik dan buruknya

tergantung pada manusia pelaksana.

Tuntutan pidana adalah merupakan pekerjaan yang membutuhkan

ketekunan dalam menangani perkara yang didakwakan di muka sidang

pengadilan, disamping ketekunan, seorang penuntut umum harus terampil dan

berbakat dalam mengutarakan hasil pembuktian, memilih kata-kata yang tepat

dan mengaitkan alat-alat bukti yang dapat membuktikan bahwa tindak pidana

yang didakwakan terbukti dan terdakwa dapat dinyatakan bersalah.

Page 28: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

Penuntut umum dalam menangani suatu perkara harus mempunyai

pengetahuan hukum yang luas khususnya teori-teori hukum yang berhubungan

dengan perkara yang ditangani. Tanpa dilandasi penguasaan ilmu hukum

penuntut umum akan selalu gagal dalam mencapai tujuan penuntutan.

c. Tugas dan Wewenang Jaksa Penuntut Umum dalam Proses Perkara

Pidana

Seiring perkembangan jaman, Undang-Undang Nomor 15 Tahun

1961 tentang ketentuan pokok Kejaksaan Republik Indonesia, Undang-

Undang Nomor 16 Tahun 1961 tentang pembentukan Kejaksaan Tinggi, dan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang ketentuan pokok Kejaksaan

Republik Indonesia sudah tidak sesuai dengan perkembangan jaman dan

kebutuhan hukum masyarakat serta kehidupan ketatanegaraan menurut

Undang-Undang Dasar 1945.

Kejaksaan termasuk salah satu badan yang fungsinya berkaitan

dengan kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang Dasar 1945. Untuk

lebih memantapkan kedudukan dan peran Kejaksaan Republik Indonesia

sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di

bidang penuntutan harus bebas dari pengaruh kekuasaan pihak manapun,

yakni yang dilaksanakan secara merdeka terlepas dari pengaruh kekuasaan

pemerintah dan kekuasaan lainnya. Maka dari itulah pembaharuan Undang-

undang tentang Kejaksaan Republik Indonesia perlu dilakukan dengan

membentuk Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan

Republik Indonesia.

Di dalam Pasal 30 ayat (1) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004,

disebutkan:

Di bidang pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang:

1) Melakukan penuntutan;

2) Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap;

Page 29: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

3) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat,

putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;

4) Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan

undang-undang;

5) Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan

pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam

pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.

Sedangkan dalam Pasal 14 KUHAP, disebutkan bahwa penuntut

umum mempunyai wewenang :

1) Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau

penyidik pembantu;

2) Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan

dengan memperhatikan ketentuan pasal 110 ayat (3) dan ayat (4), dengan

memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari

penyidik:

3) Pasal 110 ayat (3) berbunyi:

4) “Dalam hal penuntut umum mengembalikan hasil penyidikan untuk

dilengkapi, penyidik wajib segera melakukan penyidikan tambahan sesuai

dengan petunjuk dari penuntut umum”

5) Pasal 110 ayat (4) berbunyi:

6) “Penyidikan dianggap telah selesai apabila dalam waktu 14 hari penuntut

umum tidak mengembalikan hasil penyidikan atau apabila sebelum

waktunya tersebut berakhir telah ada pemberitahuan tentang hal itu dari

penuntut umum kepada penyidik”

7) Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau

penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya

dilimpahkan oleh penyidik;

8) Membuat surat dakwaan;

9) Melimpahkan perkara ke pengadilan;

Page 30: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

10) Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari

dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada

terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah

ditentukan;

11) Melakukan penuntutan;

12) Menutup perkara demi kepentingan hukum;

13) Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab

sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-undang ini;

14) Melaksanakan penetapan hakim.

Di samping tugas dan wewenang Kejaksaan di bidang pidana yang

tersebut dalam Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004 di

atas, pada Pasal 32 juga disebutkan bahwa Kejaksaan dapat diserahi tugas dan

wewenang lain berdasarkan undang-undang. Dalam melaksanakan tugas dan

wewenangnya, Kejaksaan membina hubungan kerjasama dengan badan

penegak hukum dan keadilan serta badan negara atau instansi lainnya. Selain

itu kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada

instansi pemerintah lainnya, sesuai dengan bunyi Pasal 33 dan Pasal 34

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik

Indonesia.

2. Tinjauan tentang Penuntutan

a. Pengertian Penuntutan

Di dalam Pasal 1 butir 7 KUHAP, penuntutan adalah tindakan

penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri

yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-

undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di

sidang pengadilan. Untuk memberikan gambaran yang lebih luas tentang

pengertian penuntutan, berikut dikemukakan beberapa pendapat para sarjana

Hukum Indonesia, seperti pendapat:

Page 31: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

1) Sudarto (Djoko Prakoso, 1988 : 25)

Penuntutan adalah berupa penyerahan berkas perkara si tersangka kepada

hakim dan sekaligus agar supaya diserahkan kepada sidang pengadilan.

2) Wirjono Prodjodikoro (Djoko Prakoso, 1988 : 25)

Menuntut seorang terdakwa di muka hakim pidana adalah menyerahkan

perkara seorang terdakwa dengan berkas perkaranya kepada hakim dengan

permohonan agar supaya hakim memeriksa dan kemudian memutuskan

perkara pidana itu terhadap terdakwa.

3) S.M Amin (Djoko Prakoso, 1988 : 25)

Menuntut adalah penyerahan perkara ke sidang oleh hakim.

4) Martiman Prodjo Hamidjojo (Djoko Prakoso, 1988 : 26)

Penuntutan dalam arti luas merupakan segala tindakan penuntut umum

sejak ia menerima berkas dari penyidik untuk melimpahkan perkara pidana

ke Pengadilan Negeri.

5) A. Karim Nasution (Djoko Prakoso, 1988 : 26)

Penuntutan adalah penentuan, apakah suatu perkara diserahkan atau tidak

kepada hakim untuk diputuskan dan jika dilanjutkan ke pengadilan untuk

mengajukan tuntutan hukum.

Dari seluruh pendapat yang tersebut di atas maka dapat

disimpulkan bahwa penuntutan merupakan suatu proses dari beberapa

tindakan yang harus dilakukan oleh jaksa sehubungan dengan tugas jaksa di

bidang penuntutan.

b. Asas-asas Dibidang Penuntutan

Di dalam hukum acara pidana dikenal adanya dua asas penuntutan,

antara lain :

1) Asas Legalitas, yaitu asas yang mewajibkan penuntut umum untuk

melakukan penuntutan terhadap semua orang yang dianggap cukup alasan

bahwa yang bersangkutan telah melakukan perbuatan yang melanggar

hukum.

Page 32: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

2) Asas Oportunitas, yaitu penuntut umum tidak diwajibkan untuk

melakukan penuntutan terhadap seseorang yang dianggap telah cukup

alasan bahwa yang bersangkutan melakukan perbuatan yang melanggar

hukum, demi kepentingan umum.

Dalam KUHAP, asas ini dikenal dengan “penyampingan perkara

untuk kepentingan umum yang menjadi wewenang Jaksa Agung”. Hal ini

dinyatakan dalam penjelasan resmi Pasal 77 KUHAP yang berbunyi, “Yang

dimaksud dengan ‘penghentian penuntutan’ tidak termasuk penyampingan

perkara untuk kepentingan umum yang menjadi wewenang Jaksa Agung”

Maka dapat disimpulkan bahwa KUHAP mengakui eksistensi

perwujudan dari asas oportunitas, sehingga dengan demikian perwujudan asas

oportunitas tidak perlu dipermasalahkan mengingat dalam kenyataannya

perundang-undangan positif di Indonesia, yaitu penjelasan resmi Pasal 77

KUHAP dan dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan

Republik Indonesia Pasal 35 huruf c secara tegas mengatakan bahwa Jaksa

Agung mempunyai tugas dan wewenang mengesampingkan perkara demi

kepentingan umum.

Maksud dan tujuan Undang-undang memberikan kewenangan kepada

Jaksa Agung tersebut, adalah untuk menghindarkan timbulnya

penyalahgunaan kekuasaan dalam hal pelaksanaan asas oportunitas, sehingga

dengan demikian satu-satunya pejabat negara kita yang diberi wewenang

melaksanakan asas oportunitas adalah Jaksa Agung dan tidak kepada setiap

para jaksa selaku penuntut umum dan alasannya mengingat kedudukan Jaksa

Agung selaku penuntut umum tertinggi.

Menurut penjelasan Pasal 35 huruf c Undang-Undang Nomor 16

Tahun 2004, yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah kepentingan

bangsa dan negara dan atau kepentingan masyarakat luas. Jadi bukan untuk

kepentingan pribadi.

Page 33: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

c. Surat Tuntutan Pidana (Requisitor)

Rekuisitor adalah surat yang memuat pembuktian surat dakwaan

berdasarkan alat-alat bukti yang terungkap di persidangan dan kesimpulan

penuntut umum tentang kesalahan terdakwa disertai dengan tuntutan pidana.

Rekuisitor dibacakan setelah sidang pengadilan dinyatakan selesai

oleh hakim ketua karena pembuktian yang diajukan oleh penuntut umum,

terdakwa atau penasihat hukumnya di muka sidang telah selesai dan hakim

ketua telah memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benar-benar telah

terjadi dan terdakwalah yang terbukti salah atau tidak terbukti salah.

Apabila pemeriksaan perkara oleh hakim ketua sidang sudah

dinyatakan selesai, penuntut umum baru dapat membacakan “tuntutan pidana”

secara tertulis yang disebut surat tuntutan pidana (requisitor).

Susunan surat tuntutan pidana tidak diatur dalam KUHAP tetapi

tumbuh dan berkembang dalam praktek peradilan, tuntutan pidana adalah

bagian terakhir dari tugas penuntutan yang merupakan bagian

terpenting, karena merupakan resume acara penuntutan di muka sidang

pengadilan.

Dalam tuntutan pidana penuntut umum akan dilihat kemampuannya

dalam membuktikan apa yang didakwakan, disamping itu kemampuan

penuntut umum akan diuji dapatkah penuntut umum mempertahankan

pendapatnya, dapatkah mengajukan argumentasi apabila ada sanggahan

terdakwa atau penasihat hukumnya atas tuntutan yang dibacakan pada akhir

sidang pengadilan. Apabila tuntutan dapat dilemahkan dengan sanggahan

terdakwa atau penasihat hukumnya maka tuntutan pidana yang dibacakan

penuntut umum berarti mengalami kegagalan.

Untuk mungurangi kegagalan perlu diperhatikan bagaimana caranya

membuat surat dakwaan yang cermat, jelas dan lengkap dan menyusun surat

tuntutan pidana yang lengkap dan benar. Dalam menyusun surat tuntutan

pidana harus memperhatikan:

1) Surat tuntutan pidana harus disusun secara sistematis,

2) Harus menggunakan susunan tata bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Page 34: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

3) Isi dan maksud harus jelas dan mudah dimengerti,

4) Apabila menggunakan teori hukum harus menyebut sumbernya.

Dalam KUHAP tidak satu Pasal pun mengatur tentang bentuk dan

susunan surat tuntutan, bentuk dan susunan surat tuntutan seperti diterangkan

diatas bahwa dari masa ke masa berkembang di dalam praktek peradilan.

Dalam Pasal 182 (1) a mengatur: “setelah pemeriksaan dinyatakan selesai

penuntut umum mengajukan tuntutan pidana.” Di lain pasal tidak ada yang

menyebut dan mengatur tentang tuntutan pidana. Menurut praktek peradilan

sistematika dari surat tuntutan pidana adalah sebagai berikut:

1) Pendahuluan

Sebagai orang timur dan yang berketuhanan Yang Maha Esa, segala

hasil apapun bentuknya yang kita peroleh semua itu adalah berkat dan rida

Tuhan, maka sepantasnya apabila dalam pendahuluan partama-tama memuji

syukur atas dapat diselesaikannya sidang yang penuh risiko sehingga sampai

dibacakan tuntutan pidana. Disamping itu tidak salah apabila terimakasih juga

diucapkan kepada semua pihak yang terkait yang mendukung kelancaran

jalannya sidang sampai selesai.

2) Identitas Terdakwa

Identitas terdakwa harus ditulis dengan jelas, lengkap sesuai dengan

yang diatur dalam Pasal 143 ayat (2) a KUHAP dengan urutan sebagai

berikut:

a) Nama lengkap.

b) Tempat lahir.

c) Umur atau tanggal lahir.

d) Jenis kelamin.

e) Kebangsaan;

f) Tempat tinggal.

g) Agama.

h) Pekerjaan.

Dalam menulis identitas harus cermat sesuai dengan identitas yang

ditulis dalam surat dakwaan, penulisan harus benar dan tidak boleh keliru,

Page 35: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

apabila terdapat kesalahan dalam menulis identitas meskipun surat tuntutan

tidak akan dibatalkan oleh hakim, tetapi sudah memberi peluang kepada

terdakwa atau penasihat hukumnya sebagai alasan dalam mengajukan

pembelaannya.

3) Surat Dakwaan

Dalam surat tuntutan pidana, surat dakwaan harus ditulis kembali

secara lengkap dengan maksud sebagai dasar untuk menilai pembuktian yang

didapat dalam sidang pengadilan apakah sesuai dengan perbuatan materiil

dan memenuhi unsur delik yang terdapat dalam surat dakwaan. Surat

dakwaan juga diperlukan berhubung setiap bentuk surat dakwaan

membutuhkan cara pembuktian yang berbeda-beda.

4) Hasil Pembuktian

Hasil pembuktian yang diperoleh dari dalam sidang pengadilan

adalah merupakan fakta dari jawaban pertanyaan hakim, penuntut umum,

penasihat hukum atau yang lain baik kepada saksi, ahli ataupun terdakwa

sendiri. Tidak jarang terjadi hasil pembuktian dari alat bukti saksi tidak dapat

menggambarkan tindak pidana secara lengkap karena disebabkan keterangan

alat bukti saksi masing-masing berdiri sendiri sehingga hasil pembuktian

hanya berbentuk alat bukti petunjuk.

5) Barang Bukti

Dalam surat tuntutan juga harus disebut apabila ada barang bukti

yang digunakan untuk menguatkan pembuktian di muka sidang pengadilan.

Barang bukti adalah benda sitaan yang oleh penyidik telah diserahkan kepada

penuntut umum pada waktu penyerahan berkas perkara tahap terakhir yang

diajukan ke muka sidang pengadilan dalam usaha pembuktian tindak pidana

yang dilakukan oleh terdakwa.

6) Analisis Fakta

Merupakan kompulasi fakta-fakta yang didapat dari dalam sidang

pengadilan yang ada hubungannya dengan perbuatan materiil yang

didakwakan dan sesuai dengan unsur tindak pidana yang didakwakan.

Kemudian mengaitkan fakta-fakta antara alat bukti yang satu dengan alat

Page 36: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

bukti yang lain sehingga tergambar tindak pidana yang didakwakan. Serta

mengaitkan fakta-fakta yang diperoleh dengan alat bukti dengan barang bukti

yang dapat menguatkan pembuktian.

7) Analisis Hukum

Analisis hukum dibuat berdasarkan analisis fakta dari hasil

pembuktian yang terungkap di muka sidang pengadilan, di dalam surat

dakwaan atas suatu tindak pidana sudah tercantum perbuatan materiil yang

mengandung unsur delik, yang mana harus dibuktikan dengan keterangan dari

alat bukti di dalam sidang pengadilan.

8) Pembuktian Surat Dakwaan

Terdapat enam bentuk surat dakwaan, antara lain :

a) Surat Dakwaan Tunggal

b) Surat Dakwaan Berlapis (Subsider)

c) Surat Dakwaan Alternatif

d) Surat Dakwaan Kumulatif

e) Surat Dakwaan Gabungan

f) Surat Dakwaan Kombinasi

Apabila analisa hukum telah dibuat dan semua unsur delik yang

didakwakan dapat dibuktikan sesuai dengan perbuatan materiil yang dilakukan

terdakwa berdasarkan fakta-fakta dari hasil pembuktian di dalam sidang,

barulah penuntut umum menuntut terdakwa dan berat atau ringannya tuntutan

tergantung kualifikasi tindak pidana yang dilakukan.

Setelah mempertimbangkan berapa berat ringannya tuntutan pidana

demi rasa keadilan, penuntut umum memohon kepada Hakim Ketua Majelis

untuk memidana terdakwa pada akhir pembacaan tuntutan. Di samping

tuntutan pidana perlu juga mohon ditentukan status barang bukti, biaya

perkara dan status tahanan terdakwa. Sesudah requisitor dibacakan, yang asli

diserahkan kepada Hakim Ketua Majelis dan diserahkan kepada terdakwa atau

penasehat hukumnya.

Page 37: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

3. Tinjauan tentang Tindak Pidana Perkosaan

a. Pengertian Perkosaan

Kejahatan perkosaan dalam kosa kata bahasa Indonesia berasal dari

kata perkosaan yang berarti “menundukkan dengan kekerasan, memaksa

dengan kekerasan atau menggagahi”. Berdasarkan pengertian tersebut maka

perkosaan mempunyai makna yang luas, yang tidak hanya terjadi pada

hubungan seksual tetapi dapat terjadi dalam bentuk lain seperti pelanggaran

hak asasi manusia yang lainnya.

Menurut Soetandyo Wignjo Soebroto yang dimaksud dengan

perkosaan adalah suatu usaha melampiaskan nafsu seksual seorang laki-laki

terhadap seorang perempuan yang menurut moral atau hukum yang berlaku

adalah melanggar. Dalam pengertian demikian bahwa apa yang dimaksud

perkosaan di satu pihak dapat dilihat sebagai suatu perbuatan (yaitu perbuatan

seorang secara paksa hendak melampiaskan nafsu seksualnya) dan di lain

pihak dapat dilihat sebagai suatu peristiwa pelanggaran norma serta tertib

sosial (Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, 2001 : 40).

Berdasarkan pengertian perkosaan tersebut di atas, menunjukkan

bahwa perkosaan merupakan bentuk perbuatan pemaksaan kehendak laki-laki

terhadap perempuan yang berkaitan atau ditujukan pada pelampiasan nafsu

seksual. Perbuatan ini dengan sendirinya baik secara moral maupun hukum

melanggar norma kesopanan dan norma kesusilaan dalam masyarakat.

Terhadap hal ini adalah wajar dan bahkan keharusan untuk menjadikan

perbuatan perkosaan sebagai suatu tindak pidana yang diatur bentuk perbuatan

dan pemidanannya dalam hukum pidana materiil yang berlaku.

b. Pengaturan Tindak Pidana Perkosaan dalam KUHP

Tindak pidana perkosaan dalam tinjauan Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP) seperti yang diatur dalam Pasal 285 KUHP yang

sampai sekarang digunakan sebagai pedoman oleh masyarakat dan atau aparat

penegak hukum untuk menentukan apakah suatu perbuatan itu dapat dikatakan

Page 38: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

sebagai perbuatan tindak pidana perkosaan atau bukan. Bunyi dari Pasal 285

KUHP adalah :

“Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa

seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar pernikahan, diancam

karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama dua

belas tahun”.

Berdasarkan rumusan tindak pidana perkosaan dalam Pasal 285

KUHP tersebut, dapat diuraikan unsur- unsur tindak pidana perkosaan adalah

sebagai berikut :

1) Perbuatannya : memaksa;

2) Caranya: (a) dengan kekerasan;

Caranya: (b) dengan ancaman kekerasan;

3) Seorang perempuan bukan isterinya;

4) Bersetubuh dengan dia (Adami Chazawi, 2005 : 63).

Penjelasan unsur-unsur tindak pidana perkosaan di atas sebagai

berikut :

1) Yang dimaksud dengan perbuatan memaksa (dwingen) adalah perbuatan

yang ditujukan pada orang lain dengan menekan kehendak orang lain yang

bertentangan dengan kehendak orang lain itu agar orang lain tadi

menerima kehendak orang yang menekan atau sama dengan kehendaknya

sendiri (Adami Chazawi, 2005 : 63). Berdasarkan pengertian ini pada

intinya bahwa memaksa berarti di luar kehendak dari seseorang atau

bertentangan dengan kehendak seseorang tersebut. Satochid Kartanegara

menyatakan “perbuatan memaksa ini haruslah ditafsirkan sebagai

perbuatan sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa takut pada orang

lain” (Leden Marpaung, 1996 : 52). Memaksa dapat dilakukan dengan

perbuatan dan dapat juga dilakukan dengan ucapan. Perbuatan membuat

wanita “menjadi terpaksa” bersedia mengadakan hubungan kelamin, harus

dimasukkan dalam pengertian “memaksa” seorang wanita mengadakan

Page 39: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

hubungan kelamin, walaupun yang menanggalkan semua pakaian yang

dikenakan oleh wanita adalah wanita itu sendiri.

2) Kekerasan (geweld) merupakan salah satu cara memaksa dalam Pasal 285

disamping cara memaksa lainnya yaitu dengan menggunakan ancaman

kekerasan. KUHP tidak menjelaskan tentang apa sebenarnya yang

dimaksud dengan “kekerasan”, hanya dalam Pasal 89 KUHP yang

merumuskan tentang perluasan arti dari kekerasan. Disebutkan :

“Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan

menggunakan kekerasan” Menurut Adami Chazawi, kekerasan adalah

“suatu cara atau upaya berbuat (sifatnya abstrak) yang ditujukan pada

orang lain yang untuk mewujudkannya disyaratkan dengan menggunakan

kekuatan badan yang besar, kekuatan badan mana mengakibatkan bagi

orang lain itu menjadi tidak berdaya secara fisik” (Adami Chazawi, 2005 :

65). Selanjutnya yang dimaksud dengan kekerasan dalam Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah

Tangga adalah: “Setiap perbuatan terhadap seseorang, terutama

perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan

secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga

termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau

perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah

tangga”. Mengenai maksud dari ancaman kekerasan (bedreiging met

geweld), menurut Adami Chazawi diartikan sebagai “ancaman kekerasan

fisik yang ditujukan pada orang, yang pada dasarnya juga berupa

perbuatan fisik, perbuatan fisik mana dapat saja berupa perbuatan

persiapan untuk dilakukan perbuatan fisik yang besar atau lebih besar yang

berupa kekerasan, yang akan dan mungkin segera dilakukan atau

diwujudkan kemudian bilamana ancaman itu tidak membuahkan hasil

sebagaimana yang diinginkan pelaku” (Adami Chazawi, 2005 : 65).

Antara kekerasan atau ancaman kekerasan dengan ketidak berdayaan

perempuan terdapat hubungan kausal, karena tidak berdaya inilah maka

persetubuhan dalam tindak pidana perkosaan ini dapat terjadi.

Page 40: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

3) Mengenai perempuan bukan isterinya, disini persetubuhan dilakukan

terhadap perempuan yang bukan isterinya. Ditentukannya hal tersebut

karena perbuatan bersetubuh dimaksudkan sebagai perbuatan yang hanya

dilakukan antara suami dan isteri dalam perkawinan.

4) Menurut M.H. Tirtamidjaja, “mengadakan hubungan kelamin” atau

“bersetubuh” berarti persentuhan sebelah dalam kemaluan laki-laki dan

perempuan yang pada umumnya dapat menimbulkan kehamilan, tidak

perlu telah terjadi pengeluaran mani dalam kemaluan si perempuan

(Leden Marpaung, 1996 : 53).

5) Menurut Kedokteran Forensik, persetubuhan didefinisikan sebagai suatu

peristiwa dimana terjadi penetrasi penis ke dalam vagina, penetrasi

tersebut dapat lengkap atau tidak lengkap dan dengan atau tanpa disertai

ejakulasi.

c. Pengaturan Tindak Pidana Perkosaan di Lingkungan Rumah Tangga

dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan

Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Bentuk atau dimensi kekerasan terhadap perempuan ada

bermacam-macam, yaitu :

1) Fisik, seperti memukul.

2) Psikologis, seperti mengancam.

3) Seksual, seperti melakukan tindakan memaksa berhubungan seks tanpa

persetujuan korban, baik dengan kekerasan fisik ataupun tidak.

4) Finansial, seperti mengambil uang korban.

5) Spiritual, seperti merendahkan keyakinan dan kepercayaan korban.

Tindak pidana perkosaan dalam lingkungan rumah tangga itu sendiri

merupakan dimensi kekerasan dalam bentuk kekerasan seksual. Hal ini dapat

dilihat dari Pasal 8 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang

Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang berbunyi : “Kekerasan

seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c meliputi :

Page 41: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

a) Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang

menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut;

b) Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup

rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan atau

tujuan tertentu”.

Bunyi dari Pasal 5 itu sendiri adalah: “Setiap orang dilarang

melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup

rumah tangganya, dengan cara :

1) Kekerasan fisik;

2) Kekerasan psikis;

3) Kekerasan seksual; atau

4) Penelantaran rumah tangga.

Sesuai dengan Pasal 1 Undang-undang ini, ditentukan bahwa yang

dimaksud dengan Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan

terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya

kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau

penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,

pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam

lingkup rumah tangga.

Mengenai lingkup rumah tangga, sebagaimana disebutkan dalam

Pasal 2 meliputi :

1) Suami, isteri, dan anak;

2) Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang

sebagaimana dimaksud pada nomor (1) karena hubungan darah,

perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam

rumah tangga.

3) Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah

tangga tersebut.

4) Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa tindak pidana perkosaan di

lingkungan rumah tangga tidak lain merupakan tindakan kekerasan seksual

menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan

Page 42: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Untuk ketentuan pidananya, dapat

dilihat pada Pasal 46 yang berbunyi: “setiap orang yang melakukan

perbuatan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 huruf a

dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau

denda paling banyak Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah)”.

Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dan

pasal 47 mengakibatkan korban mendapat luka yang tidak memberi harapan

akan sembuh sama sekali, mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan

sekurang-kurangnya selama 4 (empat) minggu terus-menerus atau 1 (satu)

tahun tidak berturut-turut, gugur atau matinya janin dalam kandungan, atau

mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi, dipidana dengan pidana

penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan pidana penjara paling lama 20 (dua

puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta

rupiah) dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Demikianlah bunyi Pasal 48 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang

Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

4. Tinjauan Tentang Rumah Tangga

a. Pengertian Rumah Tangga Dalam Tinjauan Sosiologis

Rumah Tangga dalam kosa kata Bahasa Indonesia berarti keluarga

yang tinggal dalam satu rumah. Keluarga itu sendiri terdiri dari bapak, ibu dan

anak-anak. Dalam ilmu sosiologi, keluarga terbentuk karena adanya hasrat

yang berdasar naluri (kehendak yang di luar pengawasan akal) dari semua

manusia untuk memelihara keturunan, untuk mempunyai anak, dimana

kehendak tersebut akan memaksa manusia untuk mencari pasangan (Hasan

Shalidy, 1961 : 33). Sedangkan kelompok sosial adalah himpunan atau

kesatuan-kesatuan manusia yang hidup bersama, oleh karena adanya

hubungan antara mereka. Hubungan tersebut antara lain menyangkut

hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi dan juga suatu kesadaran

untuk saling menolong. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengertian rumah

tangga dalam tinjauan sosiologis adalah kesatuan-kesatuan manusia yang

Page 43: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

hidup bersama dalam satu rumah karena adanya hubungan antara mereka, baik

hubungan perkawinan antara suami dengan isteri maupun hubungan darah

antara orang tua dengan anaknya.

b. Pengertian Rumah Tangga Dalam Tinjauan Yuridis

Sesuai dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang

Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang merupakan peraturan

perundang-undangan sebagai pedoman dalam penulisan skripsi ini, di dalam

Pasal 2 telah dijelaskan mengenai lingkup rumah tanggga. Jadi pengertian

rumah tangga dalam tinjauan yuridis mengacu pada lingkup rumah tangga

yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang

Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, yaitu meliputi :

1) Suami, isteri, dan anak;

2) Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang

sebagaimana dimaksud dalam nomor (1) karena hubungan darah,

perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam

rumah tangga; dan atau

3) Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah

tangga tersebut.

Dalam ketentuan Undang-undang ini, anak yang dimaksud pada

nomor (1) di atas termasuk pula anak angkat dan anak tiri. Mengenai orang

yang bekerja sebagaimana dimaksud nomor (3) dipandang sebagai anggota

keluarga dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga yang

bersangkutan.

Page 44: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

B. Kerangka pemikiran

Gambar 1 Skema Kerangka Pemikiran.

Keterangan:

Ketika mendapat laporan adanya suatu tindak pidana dari masyarakat,

Polisi Penyelidik mengadakan kegiatan penyelidikan berupa pencarian saksi-saksi

dan pengumpulan barang bukti. Kemudian setelah jelas menemukan siapa pelaku

sebagai calon tersangka dan barang bukti menunjukkan bahwa adanya perbuatan

yang dilakukan, maka tindakan berikutnya dilakukanlah penyidikan.

Dalam tahap penyidikan, Polisi Penyidik melakukan upaya paksa berupa

pemanggilan saksi dan terdakwa, mengeluarkan surat perintah penangkapan,

penahanan, dan penyitaan barang-barang bukti dimana semua hasil pemeriksaan

itu akan tertuang dalam Berita Acara sesuai dengan Pasal 75 KUHAP. Akhirnya

Tersangka kasus pemerkosaan dan

KDRT

Kepolisian

Kejaksaan Jaksa peneliti

Jaksa penuntut Umum

Pengadilan

Disparitas

Nomor perkara PDM-670/ KEPANJEN/12-2005 Nomor perkara PDM-

387/KEPANJEN/05-2006

Page 45: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

hasil dari semua pemeriksaan itu dikumpulkan dalam satu berkas yaitu berkas

perkara.

Untuk langkah selanjutnya berkas perkara tersebut dikirim ke Kejaksaan

yang biasa disebut dengan tahap pra penuntutan. Sebagai tindakan lanjutan,

Kepala Kejaksaan Negeri dengan menerima saran dari Kepala Seksi Tindak

Pidana Umum menunjuk Jaksa Peneliti (disebut dengan formulir P-16)

berdasarkan Surat Pemberitahuan Dimulai Penyidikan (SPDP) dan berkas perkara

yang diberikan oleh Polisi Penyidik. Akhirnya Jaksa Peneliti yang telah ditunjuk

itulah yang akan melakukan penelitian berkas perkara. Hasil dari penelitian berkas

perkara tersebut dapat menunjukkan apakah berkas perkara tersebut sudah

lengkap atau belum. Apabila berkas perkara dinyatakan telah lengkap (disebut

dengan formulir P-21), Polisi Penyidik melakukan pelimpahan perkara dengan

mengirimkan berkas perkara beserta tersangka dan barang bukti ke Kejaksaan.

Kemudian ditunjuklah Jaksa Penuntut Umum untuk melakukan penuntutan oleh

Kepala Kejaksaan Negeri dengan saran dari Kepala Seksi Tindak Pidana Umum.

Dalam hal ini, penentuan penunjukan Jaksa Peneliti tidaklah selalu menjadi Jaksa

Penuntut Umum, hal ini tergantung dari kebijakan Kepala Kejaksaan Negeri.

Jadi, dapat diketahui bahwa prosedur pelimpahan perkara kepada Jaksa

Penuntut Umum tidaklah ditentukan oleh Jaksa Penuntut Umum itu sendiri,

namun melalui penunjukan oleh Kepala Kejaksaan Negeri dengan saran dari

Kepala Seksi Tindak Pidana Umum. Hal ini sesuai dengan penjelasan dalam Pasal

2 ayat (3) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 yang menyebutkan bahwa

Kejaksaan adalah satu dan tidak terpisahkan dalam pelaksanaan tugas dan

wewenangnya di bidang penuntutan yang bertujuan memelihara kesatuan

kebijakan di bidang penuntutan sehingga dapat menampilkan ciri khas yang

menyatu dalam tata pikir, tata laku, dan tata kerja Kejaksaan. Selanjutnya Jaksa

Penuntut Umum diwajibkan membuat pertimbangan atas rasa keadilan

berdasarkan hati nuraninya sendiri, kemudian dikonsultasikan kepada Kepala

Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Pidum) selaku penanggung jawab secara

yudicial perkara pidana umum, selanjutnya diteruskan pada Kepala Kejaksaan

Page 46: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

Negeri Kepanjen sebagai atasan langsung, dan kemudian prosedur

administrasinya dilanjutkan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur di Surabaya.

Page 47: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil penelitian

Berdasarkan studi kasus bahan hukum yang dilakukan peneliti, berikut

ini merupakan paparan kasus posisi dan obyek yang diteliti.

1. Perkosaan Biasa (Pasal 285 KUHP)

Sebelum mengetahui dasar pertimbangan tuntutan jaksa dalam kasus

perkosaan di lingkungan rumah tangga, sebagai bahan perbandingan akan

dipaparkan sebuah contoh kasus mengenai perkosaan biasa sesuai dengan

Pasal 285 KUHP dengan berkas perkara NO. POL : BP/153/X/2005/POLRES

yang telah diproses di Kejaksaan Negeri Kepanjen sebagai berikut:

Contoh Kasus :

1) Mbah Sardi, umur 65 tahun, beralamat di Dsn. Banuroto RT 22/06 Ds.

Sempol Kec. Pagak Kabupaten Malang. Bahwa korban membuat laporan

kepada pihak Kepolisian Resort Malang Sektor Pagak dengan Nomor. Pol

: K/LP/43/X/2005/SERSE, tanggal 1 Oktober 2005 mengaku telah

diperkosa oleh Paijo, berumur 44 tahun, pekerjaan buruh tani, beralamat di

Dsn. Banduharjo RT 61/14 Ds. Sumber petung Kec. Pagak Kabupaten

Malang.

2) Perkosaan ini terjadi pada hari Sabtu, tanggal 1 Oktober 2005 sekitar

Pukul 22.00 WIB di kamar rumah korban Mbah Sardi. Perbuatan tersebut

dilakukan oleh pelaku dengan cara tubuh korban dipeluk, kemudian leher

korban dicekik dan mulutnya dibekap dengan menggunakan tangan.

Kemudian tubuh korban dirobohkan ke lantai dan kepala korban dijepit

diantara dipan dan lemari sampai akhirnya korban diperkosa hingga

kemaluan tersangka mengeluarkan sperma.

3) Saat dilakukan perkosaan korban mengalami sakit pada kemaluannya

hingga kemaluannya mengeluarkan darah. Karena usianya yang sudah tua,

korban merasa tubuhnya sangat lemas atas peristiwa yang telah terjadi

padanya.

Page 48: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

4) Pelaku melakukan perkosaan dengan kekerasan dan setelah puas pelaku

melarikan diri sampai akhirnya berhasil ditangkap oleh petugas dari Polsek

Pagak.

Dari kasus posisi di atas dapat diketahui bahwa pelaku Paijo telah

melanggar Pasal 285 KUHP.

1) Pertimbangan Yuridis

Sebelum melakukan penuntutan, Jaksa Penuntut Umum

diharuskan membuat surat dakwaan. Untuk membuat surat dakwaan,

seorang jaksa mengacu pada fakta di berkas perkara dari penyidik. Hal

inilah yang membedakan surat dakwaan dengan surat tuntutan, karena

dalam surat tuntutan seorang jaksa mengacu pada fakta di persidangan.

Pada kasus ini, Jaksa Penuntut Umum Nunung Nuraini membuat

surat dakwaan dalam bentuk primair subsidair (berlapis). Hal ini

dimaksudkan agar terdakwa tidak lepas dari tuntutan atau jeratan hukum

atas perbuatan yang telah dilakukannya. Dalam perkara ini, surat dakwaan

dengan Nomor. Reg. Perkara : PDM-670/KPJEN/12.2005 menggunakan

dakwaan primair subsidair, yaitu :

Dakwaan primair : Melanggar pasal 285 KUHP

Dakwaan subsidair : Melanggar pasal 289 KUHP

Selanjutnya setelah melalui proses persidangan berdasarkan

fakta-fakta yang terungkap dalam pemeriksaan persidangan baik dari

keterangan saksi-saksi di bawah sumpah, keterangan terdakwa, petunjuk,

bukti surat/keterangan dokter dalam Visum et Repertum dan dikaitkan

pula dengan barang bukti, setelah dihubung-hubungkan dengan substansi

peristiwanya, akhirnya dakwaan primair dinyatakan telah terbukti oleh

Jaksa Penuntut Umum Nunung Nuraini, dimana unsur-unsur dari dakwaan

primair itu sendiri adalah :

a) Perbuatannya : memaksa,

b) Caranya: (1) dengan kekerasan,

Caranya: (2) ancaman kekerasan,

c) Seorang perempuan bukan isterinya,

Page 49: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

d) Bersetubuh dengan dia.

Unsur-unsur di atas telah terpenuhi dan dilakukan oleh terdakwa

pada seseorang yang bukan isterinya untuk diajak bersetubuh, yang

dipaksa dengan kekerasan dan ancaman kekerasan untuk melayani nafsu

seksual terdakwa. Akhirnya dapat ditarik kesimpulan secara sah dan

meyakinkan menurut hukum bahwa dakwaan dalam dakwaan primair telah

terpenuhi unsur-unsur dalam Pasal 285 KUHP dan terbukti serta dapat

digunakan Jaksa Penuntut Umum sebagai pertimbangan secara formil dan

materiil untuk melakukan tuntutan ditinjau dari sudut yuridis dan substansi

peristiwanya.

2) Pertimbangan Sosiologis

Berdasarkan hasil wawancara dengan Nunung Nuraini, diperoleh

informasi bahwa tuntutan yang diajukan terhadap terdakwa paijo berupa

pidana penjara selama 8 (delapan) tahun dikurangi masa tahanan dengan

perintah terdakwa tetap ditahan. Adapun pertimbangan sosiologis Jaksa

Penuntut Umum dalam mengajukan tuntutan pidana tersebut diperoleh

setelah melalui proses persidangan, yang akan diperinci sebagai berikut:

Hal-hal yang memberatkan :

a) Perbuatan terdakwa melanggar norma-norma kesusilaan.

b) Terdakwa tega memperkosa wanita yang telah lanjut usia.

c) Terdakwa bermoral bejat dan telah mengganggu ketenangan hidup

orang lain.

Hal-hal yang meringankan :

a) Terdakwa mengaku terus terang akan perbuatannya.

b) Terdakwa menyesali perbuatannya.

c) Terdakwa belum pernah dihukum.

Pertimbangan sosiologis ini meliputi sikap batin, perasaan dan

penilaian Jaksa Penuntut Umum terhadap terdakwa di muka persidangan,

baik ditinjau dari keadaan psikis maupun keadaan sosiologis korban.

Page 50: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

Sehingga dalam melakukan pertimbangan sosiologis ini antara jaksa yang

satu dengan jaksa yang lain tidak selalu atau belum tentu sama.

2. Perkosaan di Lingkungan Rumah Tangga (UU No. 23 Tahun 2004)

Selanjutnya untuk kejelasan mengenai kasus perkosaan di lingkungan

rumah tangga, penulis juga menyajikan satu contoh berkas perkara dengan

NO. POL : BP/162/VI/2006/POLRES yang telah diproses di Kejaksaan

Negeri Kepanjen sebagai berikut :

Contoh Kasus :

a. Sri Hartini, umur 19 tahun, beralamat di Jln. Gunungceneng Gg. Buntu

No. 8 Kec. Turen Kabupaten Malang. Bahwa korban membuat laporan

kepada pihak Kepolisian Resort Malang Sektor Pakisaji dengan No. Pol :

K/LP/16/III/2006/POLSEK, tanggal 17 Maret 2006, mengaku telah

diperkosa ayah kandungnya sendiri sejak tahun 2003 di Surabaya, yang

pada waktu itu korban masih berumur 16 tahun sampai dengan bulan

Maret 2006 di Pakisaji Kabupaten Malang, dan saat ini telah memiliki

seorang anak dari hasil hubungan tersebut.

b. Pelaku yang tidak lain adalah ayah kandungnya sendiri bernama

Ngadiman, umur 48 tahun, pekerjaan buruh tani, beralamat di Ds.

Ngadilangkung Kec. Kepanjen Kabupaten Malang, telah tega memperkosa

anak kandungnya sendiri yang seharusnya dilindungi dengan cara korban

diajak tinggal di Surabaya bersamanya dan dipaksa melayani nafsu seksual

tersangka selama kurang lebih 3 tahun.

c. Kejadian ini berawal dari keingintahuan korban terhadap ayah kandungnya

sendiri. Karena sejak lahir, ayah dan ibu korban telah bercerai. Ayah

korban tinggal di Surabaya, sedangkan korban tinggal di Turen Kab.

Malang bersama ibunya. Setelah ibu korban meninggal dunia tahun 2003,

dengan diantar budenya, korban datang ke Surabaya untuk bertemu

dengan ayah kandungnya dan ingin melanjutkan sekolah karena ibu

korban sudah tidak ada. Kemudian korban ikut tinggal di Surabaya

bersama ayah kandungnya.

Page 51: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

d. Persetubuhan tersebut pertama kali dilakukan pada tahun 2003, saat itu

korban sedang tidur di kamar, dan secara tiba-tiba ayahnya sudah berada

di atas tubuh korban menindih sekaligus membekap mulut korban dengan

tangannya. Setelah itu pelaku membuka celana korban dan kemaluan atau

penis pelaku dimasukkan ke dalam vagina korban hingga mengeluarkan

sperma. Hal ini berlanjut dan berulang hampir setiap hari dan dilakukan

selama kurang lebih 3 tahun.

e. Korban selalu tidak berani menolak permintaan pelaku karena apabila

menolak korban selalu dipukul dan diancam akan dibunuh dengan golok.

Begitu juga apabila korban berusaha melarikan diri dari tersangka. Akibat

persetubuhan tersebut, korban sampai memiliki seorang anak yang diasuh

dan dirawat sendiri oleh korban.

f. Sekitar bulan Desember 2005, pelaku mengajak korban pindah ke Ds.

Jatisari Kec. Pakisaji Kabupaten Malang. Setelah beberapa bulan di

Pakisaji, korban berpacaran dengan seorang pria bernama Kasin. Kasin

yang mengetahui kejadian persetubuhan melalui cerita korban menyuruh

korban untuk melaporkan kepada pihak berwajib, tetapi korban mengaku

ketakutan.

g. Pada tanggal 12 Maret 2006, korban meminta ijin kepada pelaku untuk

nyekar ke makam ibunya di Turen. Pada saat itulah akhirnya korban dapat

melarikan diri dari pelaku bersama pacarnya.

Dari kasus posisi di atas, dapat diketahui bahwa Ngadiman telah

melakukan perkosaan terhadap anak kandungnya sendiri atau dengan kata lain

telah melakukan kekerasan seksual dan dapat dituntut sesuai dengan Undang-

undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah

Tangga.

a. Pertimbangan Yuridis

Dalam kasus ini Jaksa Penuntut Umum membuat surat dakwaan

dalam bentuk alternatif, yaitu surat dakwaan yang menuduhkan dua atau

lebih tindak pidana yang mengandung sifat yang saling mengecualikan.

Alasan dibuatnya surat dakwaan dalam bentuk ini karena Jaksa Penuntut

Page 52: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

Umum masih ragu atas dakwaan apa yang sesuai dengan tindak pidana

yang telah dilakukan oleh pelaku. Pada proses persidangan baru akan

dapat diperoleh sebuah jawaban mengenai dakwaan mana yang telah

terbukti dilakukan oleh pelaku. Jadi disini Jaksa Penuntut Umum

mengajukan bentuk dakwaan yang bersifat pilihan, dan setiap dakwaan

mempunyai peluang terbukti yang sama. Mengenai konsekuensi

pembuktiannya, apabila dakwaan yang dimasukkan telah terbukti, maka

dakwaan yang lain tidak perlu dihiraukan lagi.

Dalam perkara ini, surat dakwaan dengan Nomor Reg. Perkara :

PDM-387/KPJEN/05.2006 menggunakan dakwaan alternatif, yaitu :

Dakwaan pertama : Melanggar Pasal 285 Jo 64 (1) KUHP

ATAU

Dakwaan kedua : Melanggar Pasal 8 huruf a dan Pasal 46 Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2004 Jo 64 (1) KUHP

Selanjutnya setelah melalui proses persidangan berdasarkan

fakta-fakta yang terungkap dalam pemeriksaan persidangan baik dari

keterangan saksi-saksi di bawah sumpah, keterangan terdakwa, petunjuk,

bukti surat/keterangan dokter dalam Visum et Repertum dan dikaitkan

pula dengan barang bukti, setelah dihubung-hubungkan dengan substansi

peristiwanya, akhirnya Jaksa Penuntut Umum Hidayati menitikberatkan

pada pembuktian dalam dakwaan kedua, yang unsur-unsur dari dakwaan

kedua itu sendiri adalah :

1) Setiap orang.

2) Melakukan kekerasan dalam rangka pemaksaan hubungan seksual.

3) yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah

tangga tersebut.

Jo Pasal 64 (1) KUHP, yang maksudnya jika antara beberapa

perbuatan kejahatan, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus

dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut (voortgezette handeling).

Unsur-unsur di atas telah terpenuhi dan dilakukan oleh terdakwa

di dalam lingkup rumah tangganya, yang tidak lain terhadap anak

Page 53: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

kandungnya sendiri yang dipaksa dengan kekerasan dan ancaman

kekerasan untuk melayani nafsu seksualnya selama kurang lebih 3 tahun,

sampai akhirnya menghasilkan seorang anak. Akhirnya dapat ditarik

kesimpulan secara sah dan meyakinkan menurut hukum bahwa dakwaan

dalam dakwaan kedua telah terpenuhi unsur-unsur dalam Pasal 8 huruf a

dan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Jo Pasal 64 (1)

KUHP dan terbukti serta dapat digunakan Jaksa Penuntut Umum sebagai

pertimbangan secara formil dan materiil untuk melakukan tuntutan ditinjau

dari sudut yuridis dan substansi peristiwanya.

b. Pertimbangan Sosiologis

Berdasarkan hasil wawancara dengan Hidayati, diperoleh

informasi bahwa tuntutan yang diajukan terhadap terdakwa Ngadiman

berupa pidana penjara selama 10 tahun dikurangi masa tahanan dengan

perintah terdakwa tetap ditahan. Adapun pertimbangan sosiologis Jaksa

Penuntut Umum dalam mengajukan tuntutan pidana tersebut diperoleh

setelah melalui proses persidangan yang akan diperinci sebagai berikut :

(Wawancara dengan Hidayati)

Hal-hal yang memberatkan :

1) Pelaku dalam hal ini adalah seorang ayah yang tega memperkosa anak

kandungnya sendiri. Padahal sebagai oranga tua selayaknya ia

menjaga, melindungi dan mendidik anaknya.

2) Korban dalam kasus ini adalah seorang wanita yang sejak usia 16

tahun selalu dipaksa untuk melayani nafsu seksual ayahnya. Parahnya

lagi kejadian ini berlangsung selama 3 tahun dan melahirkan seorang

anak atas tindakan amoral ayahnya, sehingga korban harus

menanggung aib seumur hidup serta mengalami penderitaan yang

sangat mendalam dan berkepanjangan. Hal ini sangat berpengaruh

terhadap keadaan psikis si korban.

Page 54: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

3) Modus operandi dalam kasus ini dengan menggunakan kekerasan dan

ancaman kekerasan. Korban selalu dipukul dan disakiti setiap melawan

untuk disetubuhi.

Hal yang meringankan :

a) Pelaku mengaku terus terang.

b) Pelaku menyadari kesalahannya.

c) Pelaku bersikap sopan.

d) Belum pernah dihukum.

Kontruksi yuridis Jaksa Penuntut Umum dalam melakukan

tuntutan terhadap pelaku perkosaan di lingkungan rumah tangga pada

kasus di atas adalah mengacu pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004

tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Sedangkan untuk

pertimbangan sosiologis dari Jaksa Penuntut Umum dalam melakukan

tuntutan meliputi sikap batin, perasaan dan penilaian jaksa terhadap

terdakwa di muka persidangan.

Kasus perkosaan di lingkungan rumah tangga merupakan perkara

penting mengingat pernah diberitakan di media elektronik sehingga

menarik perhatian masyarakat, maka tuntutan yang dilakukan oleh Jaksa

Penuntut Umum demi tercapainya rasa keadilan menggunakan pedoman

instruksi Jaksa Agung RI No. INS-004/J.A/3/1994 tanggal 9 Maret 1994

dan Surat Jaksa Agung Muda Pidana Umum No. R-16/E/3/1994 tanggal

11 Maret 1994 tentang Pengendalian Perkara Penting yang menyebutkan

bahwa Tindak Pidana Umum diharuskan untuk dilakukan konsultasi atau

biasa disebut dengan rencana tuntutan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur di

Surabaya.

Mengenai rencana tuntutan Jaksa Penuntut Umum Hidayati dalam

perkara ini, atas nama terdakwa Ngadiman tertanggal 25 Juli 2006 dan

mendapat petunjuk dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, agar dituntut

selama 10 tahun penjara dikurangi masa tahanan dan biaya perkara sebesar

Rp 1.000,- (seribu rupiah) dibebankan pada terdakwa. Selanjutnya Jaksa

Penuntut Umum diwajibkan membuat pertimbangan atas rasa keadilan

Page 55: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

berdasarkan hati nuraninya sendiri, kemudian dikonsultasikan kepada

Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Pidum) selaku penanggung

jawab secara yudicial perkara pidana umum, selanjutnya diteruskan pada

Kepala Kejaksaan Negeri Kepanjen sebagai atasan langsung, dan

kemudian prosedur administrasinya dilanjutkan ke Kejaksaan Tinggi Jawa

Timur di Surabaya.

Dalam perkosaan di lingkungan rumah tangga, keadaan yang

terjadi pada kasus di atas menurut penulis lebih melanggar norma

kesusilaan dan kepatutan yang hidup dalam masyarakat, karena

menyangkut etika keluarga yang seharusnya tidak patut atau tidak pantas

dilakukan oleh seorang ayah kepada anak kandungnya sendiri. Kejadian

semacam ini sangat tabu untuk dilaporkan pada pihak yang berwajib

karena sama dengan membuka aib keluarga itu sendiri. Selain itu, semua

tindak pidana perkosaan pada kasus di atas yang selama kurang lebih 3

tahun ini terjadi di tempat tinggal pelaku maupun korban sendiri

menunjukkan bahwa harga diri perempuan juga dapat dilanggar dan

dilecehkan oleh anggota atau unsur keluarga lainnya dalam lingkungan

terdekat sekalipun, yang mana seharusnya keluarga adalah merupakan

tempat berlindung. Terlebih lagi bila berbicara dampak psikis yang

dialami oleh korban yang mana keperawanannya direnggut oleh ayahnya

sendiri dan sampai menghasilkan seorang anak. Ia akan mengalami

trauma yang tidak mudah dilupakan, rasa sakit hati, penderitaan dan

ketakutan serta aib yang harus ditanggungnya seumur hidup.

Oleh karena itu, dengan menerapkan sanksi hukum yang setimpal

kepada pelaku sebagaimana yang dituntutkan oleh Jaksa Penuntut Umum

pada kasus di atas, secara tidak langsung hal itu merupakan suatu bentuk

perhatian (perlindungan) secara hukum kepada korban kejahatan. Berikut

akan dipaparkan perbandingan ancaman pidana terhadap tindak pidana

perkosaan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2004

tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan dalam KUHP.

Page 56: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

B. Pembahasan

1. Kontruksi Yuridis Jaksa Penuntut Umum dalam Merumuskan Pasal

yang Didakwakan pada Kasus Perkosaan di Lingkungan Rumah Tangga

Nomor Perkara PDM-670/KPJEN/12-2005 dan Nomor Perkara PDM-

387/KPNJEN/05-2006.

Guna mengetahui Kontruksi yuridis Jaksa Penuntut Umum dalam

merumuskan dan surat dakwaan maupun tuntutan terhadap pelaku perkosaan

di lingkungan rumah tangga dan kasus perkosaan biasa, peneliti akan

mengkajinya berdasarkan :

a. Surat dakwaan

b. Alat-alat bukti.

c. Pasal-pasal yang digunakan

Guna mempermudah pembahasan lebih lanjut penulis akan sajikan

tabel sebagai berikut :

Tabel 1

Tindak Pidana Perkosaan di Lingkungan Rumah Tangga

No Kasus Pelaku Dakwaan Tuntutan Alat Bukti 1 Perkosaan

Di Lingkungaan Rumah Tangga

Ngadiman

1. Pasal 285 Jo 64 (1) KUHAP,

2. Undang-Undang PKDRT NO 23 Tahun 2004

Ancaman Kurungan 12 tahun ditambah denda 36.000.000

1. Adanya saksi-saksi dibawah sumpah

2. Pengakuan dari pelaku

3. Visum et Repertum

Sumber : Nomor Perkara PDM-387/KPNJEN/05-2006

Dalam kasus ini Jaksa Penuntut Umum membuat surat dakwaan

dalam bentuk alternatif, yaitu surat dakwaan yang menuduhkan dua atau lebih

tindak pidana yang mengandung sifat yang saling mengecualikan. Alasan

dibuatnya surat dakwaan dalam bentuk ini karena Jaksa Penuntut Umum

masih ragu atas dakwaan apa yang sesuai dengan tindak pidana yang telah

dilakukan oleh pelaku. Pada proses persidangan baru akan dapat diperoleh

Page 57: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

sebuah jawaban mengenai dakwaan mana yang telah terbukti dilakukan oleh

pelaku. Jadi disini Jaksa Penuntut Umum mengajukan bentuk dakwaan yang

bersifat pilihan, dan setiap dakwaan mempunyai peluang terbukti yang sama.

Mengenai konsekuensi pembuktiannya, apabila dakwaan yang dimasukkan

telah terbukti, maka dakwaan yang lain tidak perlu dihiraukan lagi.

Dalam perkara ini, surat dakwaan dengan Nomor Reg. Perkara :

PDM-387/KPJEN/05.2006 menggunakan dakwaan alternatif, yaitu :

Dakwaan pertama : Melanggar Pasal 285 Jo 64 (1) KUHP

ATAU

Dakwaan kedua : Melanggar Pasal 8 huruf a dan Pasal 46 Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2004 Jo 64 (1) KUHP

Selanjutnya setelah melalui proses persidangan berdasarkan fakta-

fakta yang terungkap dalam pemeriksaan persidangan baik dari keterangan

saksi-saksi di bawah sumpah, keterangan terdakwa, petunjuk, bukti surat

keterangan dokter dalam Visum et Repertum dan dikaitkan pula dengan

barang bukti, setelah dihubung-hubungkan dengan substansi peristiwanya,

akhirnya Jaksa Penuntut Umum Hidayati menitik beratkan pada pembuktian

dalam dakwaan kedua, yang unsur-unsur dari dakwaan kedua itu sendiri

adalah :

a. Setiap orang.

b. Melakukan kekerasan dalam rangka pemaksaan hubungan seksual.

c. Yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah

tangga tersebut.

Jo Pasal 64 (1) KUHP, yang maksudnya jika antara beberapa

perbuatan kejahatan, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus

dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut (voortgezette handeling).

Unsur-unsur di atas telah terpenuhi dan dilakukan oleh terdakwa di

dalam lingkup rumah tangganya, yang tidak lain terhadap anak kandungnya

sendiri yang dipaksa dengan kekerasan dan ancaman kekerasan untuk

melayani nafsu seksualnya selama kurang lebih 3 tahun, sampai akhirnya

menghasilkan seorang anak. Akhirnya dapat ditarik kesimpulan secara sah dan

Page 58: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

meyakinkan menurut hukum bahwa dakwaan dalam dakwaan kedua telah

terpenuhi unsur-unsur dalam Pasal 8 huruf a dan Pasal 46 Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2004 Jo Pasal 64 (1) KUHP dan terbukti serta dapat

digunakan Jaksa Penuntut Umum sebagai pertimbangan secara formil dan

materiil untuk melakukan tuntutan ditinjau dari sudut yuridis dan substansi

peristiwanya.

Tabel 2.

Tindak Pidana Perkosaan Biasa

No Kasus Pelaku Dakwaan Tuntutan Alat Bukti 1. Perkosaan

Biasa

Paijo

1. Primer: Pasal 285 KUHAP

2. Subsidair

Pasal 289 KUHP

Ancaman Kurungan 12 tahun

1. Adanya saksi-saksi dibawah sumpah

2. Adanya Visum et Repretum

Sumber :Kasus Nomor PDM-670/KPJEN/12.2005

Berdasarkan kasus perkosaan biasa ini, Jaksa Penuntut Umum

membuat surat dakwaan dalam bentuk primair subsidair (berlapis). Hal ini

dimaksudkan agar terdakwa tidak lepas dari tuntutan atau jeratan hukum atas

perbuatan yang telah dilakukannya. Dalam perkara ini, surat dakwaan dengan

Nomor. Reg. Perkara : PDM-670/KPJEN/12.2005 menggunakan dakwaan

primair subsidair, yaitu :

Dakwaan primair : Melanggar pasal 285 KUHP

Dakwaan subsidair : Melanggar pasal 289 KUHP

Selanjutnya setelah melalui proses persidangan berdasarkan fakta-

fakta yang terungkap dalam pemeriksaan persidangan baik dari keterangan

saksi-saksi di bawah sumpah, keterangan terdakwa, petunjuk, bukti surat atau

keterangan dokter dalam Visum et Repertum dan dikaitkan pula dengan

Page 59: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

barang bukti, setelah dihubung-hubungkan dengan substansi peristiwanya,

akhirnya dakwaan primair dinyatakan telah terbukti oleh Jaksa Penuntut

Umum Nunung Nuraini, dimana unsur-unsur dari dakwaan primair itu sendiri

adalah :

a. Perbuatannya : memaksa,

b. Caranya: 1) dengan kekerasan,

Caranya: 2) ancaman kekerasan,

c. Seorang perempuan bukan isterinya,

d. Bersetubuh dengan dia.

Pertimbangan sosiologis ini meliputi sikap batin, perasaan dan

penilaian Jaksa Penuntut Umum terhadap terdakwa di muka persidangan, baik

ditinjau dari keadaan psikis maupun keadaan sosiologis korban. Sehingga

dalam melakukan pertimbangan sosiologis ini antara jaksa yang satu dengan

jaksa yang lain tidak selalu atau belum tentu sama.

Tabel. 3

Perbandingan Ancaman Pidana terhadap Tindak Pidana Perkosaan Biasa

dan Perkosaan di lingkungan Rumah Tangga

Pasal dan UU

Ancaman pidana paling lama

Ancaman pidana paling singkat

Ancaman denda paling banyak

Ancaman denda paling sedikit

-Pasal 46 UU No. 23/2004 -Pasal 285 KUHP

-12 tahun -12 tahun

- -

Rp36.000.000,- -

- -

Sumber :Kasus Nomor PDM-670/KPJEN/12.2005 dan PDM-387/KPNJEN/05-2006

Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis adalah Untuk

ancaman pidana antara Pasal 46 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 dan

Pasal 285 KUHP tetap memiliki kesamaan yaitu paling lama 12 tahun. Namun

dalam Pasal 46 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan

Kekerasan Dalam Rumah Tangga juga dialternatifkan dengan pidana denda

Page 60: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

paling banyak Rp. 36.000.000,- sedangkan dalam KUHP tidak ada denda

uang sebesar 36. 000.000 Disinilah letak perbedaan kedua peraturan

perundang-undangan di atas dalam hal pemidanaan. Meskipun dalam

kenyataannya, pidana denda ini belum pernah diterapkan kepada terdakwa

kasus perkosaan di lingkungan rumah tangga yang pernah ditangani di

Kejaksaan Negeri Kepanjen dikarenakan alasan keadaan ekonomi terdakwa

yang tidak memungkinkan untuk dikenakan pidana denda tersebut.

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan

Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang berpihak pada kelompok rentan

khususnya kaum perempuan merupakan wujud dari pembaharuan hukum

dalam menangani tindak pidana kesusilaan di lingkungan rumah tangga,

sehingga sangat diperlukan sehubungan dengan banyaknya kasus kekerasan

yang terjadi di lingkungan rumah tangga. Pembaharuan hukum tersebut

diperlukan karena undang-undang yang ada belum memadai dan tidak sesuai

lagi dengan perkembangan masyarakat. Oleh karena itu diperlukan pengaturan

tentang tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga secara tersendiri,

misalnya sesuai dengan kasus pada permasalahan di atas, KUHP hanya

mengatur mengenai perkosaan, tetapi tidak ada pengaturan tersendiri apabila

korban merupakan seseorang yang menetap di dalam satu rumah bersama

pelaku.

Selain itu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang

Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga ini diatur secara

komprehensif, jelas dan tegas untuk melindungi dan berpihak kepada korban

yang diatur dalam Pasal 16 sampai dengan Pasal 43 mengenai perlindungan

dan pemulihan terhadap korban. Serta sekaligus memberikan pendidikan dan

penyadaran kepada masyarakat dan aparat bahwa segala tindak kekerasan

dalam rumah tangga merupakan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan,

sesuai dengan Pasal 3 Undang-Undeang Nomor 23 Tahun 2004 tentang

Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Untuk melakukan

pencegahan kekerasan dalam rumah tangga, sebagai upaya preventif

Kejaksaan selain melakukan tugasnya sebagai penuntut yang menangani

Page 61: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

suatu perkara, juga bisa melakukan tindakan-tindakan yang bersifat non

yudicial dalam bentuk memberi bantuan pada pemerintah baik pusat maupun

daerah untuk mensosialisasikan pembaharuan hukum, termasuk Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam

Rumah Tangga ini. Sosialisasi ini dilakukan dengan cara penyuluhan hukum,

yang biasa disebut dengan program Jaksa Masuk Desa. Daerah yang

dikunjungi adalah pedesaan yang rawan kejahatan. Sedangkan untuk daerah

perkotaan dilakukanlah penerangan hukum.

Suatu asumsi yang dapat ditarik dalam kasus ini bahwa rasa keadilan

atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum terhadap ancaman pidana bagi pelaku

perkosaan di lingkungan rumah tangga telah dikendalikan secara mantap di

bawah bimbingan dan pengawasan yang akurat. Akhirnya adalah suatu

kepuasan bagi Jaksa Penuntut Umum apabila tuntutannya sama atau tidak jauh

berbeda dengan putusan Hakim, serta terdakwa maupun korban menyatakan

menerima putusan tersebut.

2. Implikasi Yuridis Terhadap Kontruksi Tuntutan pada kasus Nomor

Perkara PDM-70/KPJEN/12-2005 Dan Nomor Perkara PDM-

387/KPNJEN/05-2006.

Implikasi yurudis tentang, Tindakan kejahatan dalam rumah tangga,

Merupakan pengaruh kombinasi dan interaksi dari faktor biologis, psikologis,

ekonomi, dan politik seperti riwayat kekerasan, kemiskinan dan konflik

bersenjata. Selain itu juga dipengaruhi oleh faktor resiko dan protektif. KDRT

dapat terjadi di berbagai lapisan masyarakat, baik di kalangan yang lemah

ekonomi atau karena rendahnya pendidikan, maupun keluarga yang sudah

mapan. Sebagian besar KDRT disebabkan karena faktor ekonomi, baik dalam

kondisi ekonomi yang sudah mapan atau kuat maupun ekonomi pas-pasan

bahkan lemah.

Hal yang membedakan diantara keduanya bahwa dalam hal ekonomi

lemah permasalahannya lebih kepada karena ketidak cukupan penghasilan;

sebaliknya dalam hal ekonomi yang sudah mapan atau kuat adalah justru

Page 62: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

karena implikasi dari kelebihan materi dan konflik terjadi, misalnya, karena

pelaku telah memiliki pasangan lain atau terjadinya perselingkuhan. Secara

subjektif KDRT, yang paling banyak terjadi adalah konflik antara suami dan

isteri ketimbang kasus orang tua dan anak, majikan dan pembantu, dan bentuk

kasus KDRT yang lain.

Akibat yang harus diderita oleh korban KDRT, pada umumnya

mereka menjadi stress, depresi, ketakutan, trauma, takut bertemu pelaku, cacat

fisik, atau berakhir pada perceraian. Dari sisi pelaku, apabila kasusnya

terungkap dan dilaporkan, biasanya timbul rasa menyesal, malu, dihukum,

dan/atau memilih dengan perceraian pula.

Kendala-kendala dalam penaganan perkara KDRT :

a. Kasus KDRT yang dilaporkan korban ke pihak Kepolisian acapkali ditarik

kembali dengan berbagai macam alasan, misalnya karena korban merasa

sudah memaafkan pelaku, ketergantungan ekonomi terhadap pelaku,

KDRT masih dianggap sebagai aib keluarga. Korban ragu-ragu atau tidak

mengerti bahwa hal yang dilaporkan itu adalah tindak pidana.

b. Masih terdapat perbedaan pemahaman dalam penegak hukum terhadap

KDRT.

c. Lamanya rentang waktu antara kejadian dan visum, sehingga hasil visum

menjadi kurang mendukung pembuktian pada proses hukum;

d. Masih lemahnya sosialisasi dan kurangnya penganggaran opresianal

e. Masih lemahnya substansi pemidanaan sebagaimana dimaksud dalam

ketentuan Pasal 44-Pasal 49 UU PKDDRT.

Beberapa alasan yang membuat korban enggan melakukan tindakan

hukum ketika terjadi kekerasan, antara lain:

a. KDRT merupakan hal yang lumrah terjadi dan merupakan suatu proses

pendidikan yang dilakukan suami terhadap istri, atau orangtua terhadap

anak.

b. Adanya harapan KDRT akan berhenti sendiri karena ada rasa cinta dan

komitmen pada pasangannya.

Page 63: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

c. Ketergantungan ekonomi yang menyebabkan terjadinya ketergantungan

hidup.

d. Demi anak-anak, ini mengakibatkan seorang istri atau ibu enggan untuk

melaporkan KDRT tersebut.

e. Rasa lemah dan tidak percaya diri serta rendahnya dukungan dari keluarga

dan teman.

f. Tekanan lingkungan untuk tetap bertahan dalam hubungan itu dan

anggapan bahwa tindak kekerasan itu adalah akibat kesalahan dia.

Terobosan hukum yang terdapat dalam Undang-Undang PKDRT

tersebut tidak hanya dalam bentuk–bentuk tindak pidananya, tetapi juga dalam

proses beracaranya. Antara lain dengan adanya terobosan hukum untuk

pembuktian bahwa korban menjadi saksi utama dengan didukung satu alat

bukti petunjuk. Dengan adanya terobosan hukum ini, kendala-kendala dalam

pembuktian karena tempat terjadinya KDRT umumnya di ranah domestik.

Pemberian perlindungan hukum terhadap korban dan saksi telah

diatur dalam Undang-Undang Penghapusan KDRT ini. Juga mengatur sanksi

ancaman hukuman pidana penjara dan denda yang dapat diputuskan oleh

Hakim, juga diatur pidana tambahan yang dapat dijatuhkan oleh Hakim yang

mengadili perkara KDRT ini, serta penetapan perlindungan sementara yang

dapat ditetapkan oleh Pengadilan sejak sebelum persidangan dimulai.

Hukuman pidana tambahan terhadap pelaku KDRT sebagaimana yang diatur

oleh Undang-Undang No. 23 tahun 2004. Pasal 50 Undang-Undang tersebut

mengatur: “Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam bab ini, Hakim dapat

menjatuhkan pidana tambahan berupa:

a. pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku

dari korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak

tertentu dari pelaku;

b. penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan

lembaga tertentu.”

Korban kejahatan KDRT dan anggota keluarganya dapat memohon

penetapan yang berisi perintah perlindungan yang dapat ditetapkan oleh

Page 64: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

Pengadilan sebagaimana diatur dalam pasal-pasal 28-38 Undang-Undang No.

23 tahun 2004. Ketua Pengadilan wajib mengeluarkan surat penetapan yang

beisi perintah perlindungan tersebut dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari sejak

diterimanya surat permohonan kecuali ada alasan yang patut (Pasal 28).

Permohonan tersebut dapat disampaikan dalam bentuk lisan atau tulisan. Pasal

29 Undang-Undang ini mengatur: Permohonan untuk memperoleh surat

perintah perlindungan dapat diajukan oleh: korban atau keluarga korban;

teman korban; kepolisian; relawan pendamping; atau pembimbing rohani.

Pengaturan perbuatan perkosaan biasa atau yang lebih dikenal dengan

hubungan seksual dengan unsure pemaksaan dalam KUHP Indonesia

sangatlah panting, terutama mengenai sanksi-sanksinya. Pengaturan untuk

kasus - kasus perkosaan masih berdasarkan pada Pasal 285 Untuk Pasal 285

KUHP kurang tepat, karena Pasal 285 KUHP adalah pasal perkosaan.

Demikian juga untuk Pasal 287 KUHP juga belum tepat untuk pengaturan

incest. Sedangkan bagi Pasal 294 ayat (1) dan Pasal 295 ayat (1) butir (1)

masih relevan untuk mengatur incest. Kasus incest bukanlah kasus perkosaan

biasa, melainkan menyangkut juga kepercayaan, kelangsungan sebuah

keluarga, masa depan anak, dan kondisi psikologi yang terbentuk.

Adapun implikasi yuridis terhadap perbuatan perkosaan biasa atau

yang lebih dikenal dengan hubungan seksual dengan unsur pemaksaan dalam

KUHP Indonesia sangatlah panting, terutama mengenai sanksi–sanksinya.

Pengaturan untuk kasus - kasus perkosaan masih berdasarkan pada Pasal 285

Untuk Pasal 285 KUHP kurang tepat, karena Pasal 285 KUHP adalah pasal

perkosaan. Demikian juga untuk Pasal 287 KUHP juga belum tepat untuk

pengaturan incest. Sedangkan bagi Pasal 294 ayat (1) dan Pasal 295 ayat (1)

butir (1) masih relevan untuk mengatur incest. Kasus incest bukanlah kasus

perkosaan biasa , melainkan menyangkut juga kepercayaan, kelangsungan

sebuah keluarga, masa depan anak, dan kondisi psikologi yang terbentuk.

Oleh karena itu, sangat disayangkan jika Undang-Undang Indonesia

memperlakukan pelaku incest sama dengan korban perkosaan biasa. Oleh

karena itu, Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan

Page 65: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) mengatur pula masalah incest

ini yakni pada Pasal 8 huruf a Undang-Undang PKDRT, yang berbunyi :

Kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c meliputi :

pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap

dalam lingkup rumah tangga tersebut; pemaksaan hubungan seksual terhadap

salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan

komersial dan tujuan tertentu

Page 66: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan analisis hasil penelitian dapat disimpulkan beberapa hal

sebagai berikut :

1. Kontruksi hukum penuntutan yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum

dalam proses perkara kasus perkosaan di lingkungan rumah tangga dan

perkosaan biasa pada Nomor Perkara PDM-670/KPJEN/12-2005 Dan Nomor

Perkara PDM-387/KPNJEN/05-2006. Untuk ancaman pidana antara pasal 46

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 dan Pasal 285 KUHP tetap memiliki

kesamaan yaitu paling lama 12 tahun. Namun dalam Pasal 46 Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah

Tangga juga dialternatifkan dengan pidana denda paling banyak Rp.

36.000.000,- sedangkan dalam KUHP tidak. Disinilah letak perbedaan kedua

peraturan perundang-undangan di atas dalam hal pemidanaan. Meskipun

dalam kenyataannya, menurut Jaksa Penuntut Umum yang menangani kasus

ini untuk pidana denda ini belum pernah diterapkan kepada terdakwa kasus

perkosaan di lingkungan rumah tangga yang pernah ditangani di Kejaksaan

Negeri Kepanjen dikarenakan alasan keadaan ekonomi terdakwa yang tidak

memungkinkan untuk dikenakan pidana denda tersebut. Undang-undang

Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah

Tangga yang berpihak pada kelompok rentan khususnya kaum perempuan

merupakan wujud dari pembaharuan hukum dalam menangani tindak pidana

kesusilaan di lingkungan rumah tangga, sehingga sangat diperlukan

sehubungan dengan banyaknya kasus kekerasan yang terjadi di lingkungan

rumah tangga. Pembaharuan hukum tersebut diperlukan karena undang-

undang yang ada belum memadai dan tidak sesuai lagi dengan perkembangan

masyarakat. Oleh karena itu diperlukan pengaturan tentang tindak pidana

kekerasan dalam rumah tangga secara tersendiri, misalnya sesuai dengan

kasus pada permasalahan di atas, KUHP hanya mengatur mengenai perkosaan,

Page 67: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

tetapi tidak ada pengaturan tersendiri apabila korban merupakan seseorang

yang menetap di dalam satu rumah bersama pelaku.

2. Implikasi yuridis yang di akibatkan dalam kasus ini dengan menerapkan

sangsi hukum yang setimpal kepada pelaku sebagaimana yang dituntutkan

jaksa penuntut umum pada kasus perkosaan biasa dan dilingkungan rumah

tangga pada Nomor Perkara PDM-670/KPJEN/12-2005 dan Nomor Perkara

PDM-387/KPNJEN/05-2006. Dasar hukum kontruksi bagi Jaksa Penuntut

Umum dalam menentukan berat ringannya tuntutan pidana pada pelaku tindak

pidana perkosaan yang terjadi di lingkungan rumah tangga meliputi

pertimbangan yuridis baik secara formil maupun secara materiil dan

pertimbangan sosiologis. Adapun pertimbangan yuridis secara formil, Jaksa

Penuntut Umum dalam melakukan tuntutan selalu mengacu kepada ketentuan

Pasal 183 Jo. 184 KUHAP mengenai pembuktian dengan sekurang-kurangnya

dua alat bukti yang sah. Pertimbangan yuridis secara materiil, Jaksa Penuntut

Umum dalam melakukan tuntutan pidana terhadap pelaku perkosaan di

lingkungan rumah tangga pada kasus di atas adalah mengacu pada Undang-

undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah

Tangga.

Page 68: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

B. Saran

Disamping dirumuskan simpulan, penulis memandang perlu menyampaikan

saran berkaitan dengan pokok masalah yang dibahas, yaitu :

1. Kepada Jaksa Penuntut Umum selaku wakil dari Pemerintah dalam melakukan

penuntutan diharapkan dapat benar-benar memperhatikan rasa keadilan yang

hidup dalam masyarakat. Selain itu Sejak diundangkannya Undang-undang

No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,

perhatian terhadap kedudukan pelaku kejahatan sebagai individu yang

mempunyai hak asasi manusia semakin memperoleh perhatian utama. Hal

ini muncul karena di masa lalu, khususnya sebelum berlakunya Undang-

undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara

Pidana, muncul berbagai kritikan terhadap proses pemeriksaan pelaku

kejahatan yang dianggap banyak melanggar Hak Asasi Manusia.

Ironisnya, dengan banyaknya materi KUHAP yang mengatur tentang

perlindungan pelaku kejahatan mengakibatkan porsi perlindungan yang

diberikan kepada korban kejahatan terkesan menjadi tidak memadai.

Padahal, sejatinya perlindungan yang diberikan kepada korban kejahatan

dan pelaku kejahatan adalah seimbang dan tidak dapat dibeda-bedakan

sebagaimana asas setiap orang bersamaan kedudukannya dalam hukum.

Perlindungan korban kejahatan dalam sistem hukum nasional nampaknya

belum memperoleh perhatian serius. Hal ini terlihat dari masih sedikitnya

hak-hak korban kejahatan memperoleh pengaturan dalam perundang-

undangan nasional. Adanya ketidak seimbangan antara perlindungan

korban kejahatan dengan pelaku kejahatan pada dasarnya merupakan salah

satu pengingkaran dari asas setiap warga negara bersamaan kedudukannya

dalam hukum dan pemerintahan, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-

undang Dasar 1945, sebagai landasan konstitusional. Selama ini muncul

pandangan yang menyebutkan pada saat pelaku kejahatan telah diperiksa,

diadili dan dijatuhi hukuman pidana, maka pada saat itulah perlindungan

terhadap korban telah diberikan, padahal pendapat demikian tidak

Page 69: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

sepenuhnya benar. Untuk melihat bagaimana seharusnya korban kejahatan

memperoleh perlindungan hukum serta bagaimana sistem hukum nasional

selama ini mengatur perihal perlindungan kepada korban kejahatan. Dalam

beberapa perundang-undang nasional permasalahan perlindungan korban

kejahatan memang sudah diatur namun sifatnya masih parsial dan tidak

berlaku secara umum untuk semua korban kejahatan. Dasar filosofis

pentingnya korban kejahatan memperoleh perlindungan, kaitan antara

penegakan hukum dengan perlindungan korban, hak dan kewajiban

korban, pengaturan korban dalam hukum nasional dan internasional, dan

diakhiri dengan uraian sejauh mana perlindungan korban kejahatan di

Indonesia telah diterapkan.

Adapun hak-hak korban yang harus diperhatikan dalam kasus perkosaan biasa

dan kasus perkosaan di lingkungsn rumah tangga, korban berhak mendapatkan

a. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan pengadilan,

advokad, lembaga sosial atau pihak lainnya baik sementara maupun

berdasarkan penetapan perintah dari pengadilan.

b. Pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan medis.

c. Penanganan secara khusus berkaitan dengankerahasian korban

d. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap

tingkatan proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan

Perundang undangan

e. Pelayanan bimbingan rohani. Dalam Peraturan Pemerintah ini yang

dimaksud dengan:

1) Pemulihan korban adalah segala upaya untuk penguatan korban

kekerasan dalam rumah tangga agar lebih berdaya, baik secara fisik

maupun psikis

2) Penyelenggaraan pemulihan adalah segala tindakan yang

meliputipelayanan dan pendampingan kepada korban kekerasan dalam

rumah tangga.

Page 70: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

3) Pendampingan adalah segala tindakan berupa konseling terapi

psikologis, advokasi, dan bimbingan rohani guna penguatan korban

KDRT untuk menyelesaikan permasalahannya yang dihadapi.

4) kerjasama adalah cara sistematis dan terpadu antar penyelenggara

pemulihan dalam memberikan pelayanan untuk pemulihan korban

KDRT.

5) Petugas penyelenggara pemulihan adalah tenaga kesehatan, pekerja

sosial, relawan pendamping, dan atau pembimbing rohani.

6) Menteri adalah menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di

bidang pemberdayaan perempuan.

2. Seharusnya pihak yang berwenang dalam kasus ini melakukan sosialisasi

terhadap Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan

Kekerasan Dalam Rumah Tangga kepada seluruh lapisan masyarakat tentang

pentingnya memberikan perlindungan terhadap hak-hak perempuan. Apabila

terjadi tindak pidana kekerasan di lingkungan rumah tangga, baik kekerasan

fisik, psikis, seksual, ataupun penelantaran rumah tangga untuk sesegera

mungkin melaporkan kepada pihak yang berwajib.

3. Kepada pihak pemerintah pusat yang membuat peraturan perundang-

undangan, perlunya mengadakan evaluasi dan revisi mengenai amandemen

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan

Dalam Rumah Tangga khususnya pada Pasal 46, 47 dan 48 menyangkut

ancaman pidana denda yang bersifat alternatif, dimana sebaiknya ancaman

pidana denda harus bersifat kumulatif. Sehingga kepada pelaku tindak

kekerasan seksual dalam rumah tangga pada umumnya, dan tindak pidana

perkosaan dalam rumah tangga pada khususnya, tidak hanya dikenakan pidana

berupa kurungan badan akan tetapi juga kepadanya dibebankan denda yang

diberikan kepada pihak korban.

4. Pentinganya memberikan perluasan makna mengenai definisi lingkup rumah

tangga dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan

Kekerasan Dalam Rumah Tangga dimana disebutkan disana Suami, isteri, dan

anak; orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga karena hubungan

Page 71: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN DISPARITAS ...eprints.uns.ac.id/10402/1/202611811201102141.pdf · kajian disparitas kontruksi yuridis jaksa penuntut umum dalam penuntutan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap

dalam rumah tangga; atau orang yang bekerja membantu rumah tangga dan

menetap dalam rumah tangga tersebut. Tetapi tidak disebutkan apabila pelaku

dan korban masih memiliki hubungan darah namun tidak tinggal dalam satu

rumah, sehingga ketentuan ini tidak berlaku baginya karena lingkup rumah

tangga yang didefinisikan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 masih

memiliki kekurangan.