perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Kajian... · penangkapan yang tidak diberikan secara langsung...
Transcript of perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Kajian... · penangkapan yang tidak diberikan secara langsung...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
K
(TEL
TE
Melengk
dalam I
KAJIAN PEM
DAL
LAAH STU
RHADAP U
T
DAN UNDA
TEN
kapi Sebagi
Ilmu Hukum
U
MENUHAN
LAM PROSE
UDI KASUS
UNDANG-U
ENTANG P
ANG-UNDA
NTANG PE
Penu
Disusun d
ian Persyar
m Pada Fak
NIM
FAKU
UNIVERSITA
SU
N PERLIND
ES BERAC
NOMOR 9
UNDANG N
PENGADIL
ANG NOM
ERLINDUN
ulisan Huku
(Skripsi)
dan Diajuka
atan guna M
kultas Huku
Surakarta
Oleh:
Fatimah
M. E000712
ULTAS HUK
AS SEBELA
URAKARTA
2011
DUNGAN H
CARA PIDA
91/PID.SUS
NOMOR 3 T
LAN ANAK
MOR 23 TAH
NGAN ANAK
um
an untuk
Memperoleh
um Universi
27
KUM
AS MARET
A
HAK ANAK
ANA
/2010/PN.SK
TAHUN 199
K
HUN 2002
K)
h Derajat S
tas Sebelas
T
K
KA
97
arjana
Maret
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : FATIMAH
NIM : E0007127
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul:
KAJIAN PEMENUHAN PERLINDUNGAN HAK ANAK DALAM PROSES
BERACARA PIDANA (TELAAH STUDI KASUS NOMOR
91/PID.SUS/2010/PN.SKA TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 3
TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK) adalah
betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum
(skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di
kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima
sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang
saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 21 Maret 2011
Yang membuat pernyataan
FATIMAH
NIM. E0007127
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
FATIMAH, E0007127, KAJIAN PEMENUHAN PERLINDUNGAN HAK ANAK DALAM PROSES BERACARA PIDANA (TELAAH STUDI KASUS NOMOR 91/PID.SUS/2010/PN.SKA TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulisan Hukum (Skripsi). 2011.
Penulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui secara jelas mengenai bentuk perlindungan hak anak dalam proses beracara pidana di dalam kasus Nomor 91/PID.SUS/2010/PN.SKA, serta untuk mengetahui secara jelas keharusan pemenuhan hak anak dalam kasus Nomor 91/PID.SUS/2010/PN.SKA menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Penelitian merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat perskriptif, untuk menemukan bentuk pemenuhan hak anak dalam kasus nomor 91/PID.SUS/2010/PN.Ska dan keharusan pemenuhan hak anak dalam kasus nomor 91/PID.SUS/2010/PN.Ska menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Jenis dan sumber bahan hukum penelitian adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Teknik pengumpulan bahan yang digunakan adalah identifikasi isi atau studi kepustakaan. Teknik analisis bahan yang dilaksanakan menggunakan logika deduktif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan, bahwa bentuk pemenuhan hak anak dalam kasus nomor 91/PID.SUS/2010/PN.Ska yaitu proses penyidikan yang meminta pertimbangan BAPAS, surat perintah penangkapan yang tidak diberikan secara langsung karena kasus tertangkap tangan, jangka waktu penangkapan dan penahanan yang sesuai, alasan penangkapan dan penahanan yang telah disebutkan dalam surat perintah penangkapan atau penahanan, pemberitahuan akan hak untuk memperoleh bantuan hukum, proses pemeriksaan persidangan yang dilakukan secara tertutup dengan Hakim tunggal, pembacaan putusan dengan sidang terbuka untuk umum, dan penjatuhan pidana penjara yang tidak lebih dari satu perdua ancaman pidana untuk orang dewasa. Sedangkan keharusan pemenuhan hak anak menurut Undang-Undang Pengadilan Anak dan Undang-Undang Perlindungan Anak adalah pertimbangan dari BAPAS seharusnya dilakukan dari awal proses penyidikan, alasan penangkapan dan penahanan seharusnya mempertimbangkan kepentingan anak, proses penangkapan dan penahanan haruslah mementingkan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial anak, petugas BAPAS seharusnya membacakan hasil laporan penelitiannya dalam persidangan, adanya alternatif pidana yang lebih baik untuk terdakwa, proses beracara pidana seharusnya sesuai dengan prinsip dan tujuan perlindungan anak, keharusan pemenuhan hak anak lebih ditekankan sehingga tercapai tujuan yang diinginkan. Kata Kunci : Pemenuhan, Perlindungan Hak Anak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
Fatimah, E0007127, STUDY MEETING THE PROTECTION OF CHILD RIGHTS IN CRIMINAL proceedings (review 91/PID.SUS/2010/PN.SKA CASE STUDY ON THE NUMBER OF LAW NUMBER 3 OF 1997 ON CHILDREN AND THE COURTS OF LAW NUMBER 23 OF 2002 ON PROTECTION CHILDREN). Law Faculty of Sebelas Maret University.
The writing of this law is clearly aimed to find out about other types of children's rights protection in criminal proceedings in case No. 91/PID.SUS/2010/PN.SKA, and to know clearly the fulfillment of child rights imperative in the case of No. 91/PID.SUS / 2010/PN.SKA according to Law No. 3 / 1997 on Juvenile Court and Law Number 23 Year 2002 on Child Protection. Research is research that is perskriptif normative law, to find form in the case of fulfillment of children's rights and obligation fulfillment 91/PID.SUS/2010/PN.Ska number of children's rights in case 91/PID.SUS/2010/PN.Ska numbers according to Law No. 3 / 1997 on Juvenile Court and Law Number 23 Year 2002 on Child Protection.
Types and sources of legal materials research is the primary law materials and secondary legal materials. Data collection techniques used were the identification of the contents or literature study. Data analysis performed using deductive logic.
Based on the results of research and discussion of the resulting conclusion, that the shape of the fulfillment of child rights in the case 91/PID.SUS/2010/PN.Ska number of processes requesting consideration BAPAS investigation, arrest warrants are not given directly because cases caught red-handed, with a term arrest and detention are appropriate, the reason for arrest and detention that have been mentioned in the warrant of arrest or detention, a notification of their rights to obtain legal assistance, the examination process conducted in a closed trial by a single judge, reading the verdict in the trial open to the public, and the imposition of criminal imprisonment of not more than one half of criminal threat to adults. While the mandatory compliance with the rights of children under Juvenile Court Act and the Child Protection Act is a consideration of BAPAS should be done from the beginning of the investigation, the reason for arrest and detention should consider the interests of the child, the process of arrest and detention should be concerned with physical needs, spiritual and social development , BAPAS officer should read the results of his research report at trial, a better alternative to criminal defendants, criminal proceedings should be in accordance with the principles and goals of child protection, mandatory fulfillment of child rights is emphasized in order to reach the desired destination. Keywords: Compliance, Protection of Rights of the Child
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahnya yang
telah memberikan kelapangan dan kemudahan di dalam penulisan hukum ini serta
dengan mengucap syukur alhamdulillah, penulisan hukum (skripsi) yang berjudul
“KAJIAN PEMENUHAN PERLINDUNGAN HAK ANAK DALAM PROSES
BERACARA PIDANA (TELAAH STUDI KASUS NOMOR
91/PID.SUS/2010/PN.SKA TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 3
TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK)” dapat
Penulis selesaikan.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya penulisan hukum (skripsi) ini
tidak terlepas dari bantuan serta dukungan baik meteriil maupun non materiil yang
diberikan oleh berbagai pihak. Pada kesempatan ini, Penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
memberi dukungan, semangat, doa, saran dan kritik serta sarana dan prasarana
bagi Penulis untuk menyelesaikan penulisan hukum ini, oleh sebab itu dengan
segala kerendahan hati, Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. dr. M. Syamsulhadi, Sp.Kj (K) selaku Rektor Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Mohammad Jamin, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Edy Herdyanto, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Acara
sekaligus pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan arahan
selama menjalankan penulisan hukum sehingga mempermudah penulis
untuk menyelesaikan penulisan hukum ini.
4. Bapak Muhammad Rustamaji, SH., M.H. selaku Dosen Hukum Acara
Pidana dan pembimbing II yang telah berbagi ilmu, memberikan masukan,
kemudahan dan semangat serta mengajarkan penulis akan ketelitian,
kesabaran sampai terselesaikanya penulisan hukum ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
5. Ibu Siti Warsini, SH.,MH, selaku Pembimbing Akademis, yang telah
memberikan nasehat, motivasi dan ilmu yang berguna bagi penulis selama
menempuh perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
6. Ibu Th.Kussunaryatun, S.H.,M.H. dan Bapak Hendra Baju Broto K.,S.H.,
selaku Dosen Pembimbing Magang dan Pembimbing Institusi Mitra, yang
telah memberikan pengarahan dan pembinaan dalam Kegiatan Magang
Mahasiswa sebagai acuan penulis dalam mengerjakan penulisan hukum.
7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah menyalurkan pengetahuan dibidang ilmu hukum
kepada penulis sehingga dapat menjadi bekal dalam penyusunan penulisan
hukum (skripsi) ini dan semoga dapat segera penulis amalkan.
8. Kedua orang tua penulis, Ayah dan Mama, atas segala nasihat, cinta kasih,
semangat, dukungan baik moril maupun materiil, serta tak lupa doa yang
begitu besar dan tanpa henti yang diberikan kepada Penulis tanpa pamrih
apapun, sehingga penulis dapat menghargai setiap waktu dan kesempatan
di dalam hidup dan mendorong penulis untuk segera menyelesaikan
penulisan hukum ini yang juga bertujuan untuk membahagiakan mereka
berdua.
9. Adik-adikku tercinta Annisa, Muhammad dan Abdurahman yang selalu
ada untuk memberi doa, semangat dan menghibur penulis ketika penulis
mengalami kejenuhan, semangat sekolahnya ya supaya dapat
membahagiakan mama dan ayah serta memperoleh segala hal yang kalian
inginkan.
10. Calon suamiku yang telah memberikan banyak bantuan, masukan, nasehat,
semangat, doa dan juga mendorong penulis untuk segera menyelesaikan
penulisan hukum ini dengan baik, menjadi tempat curahan keluh kesah
selama penulis mengerjakan penulisan hukum ini dan juga terima kasih
pengertiannya yang setia menunggu penulis sampai menyelesaikan
penulisan hukum ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
11. Calon keluargaku, mama dan kakak-kakak yang telah membantu doa
supaya penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini dengan tepat
waktu.
12. Alm abah,atas doa yang tak kunjung henti sampai beliau menutup mata,
berharap dapat melihat calon mantunya sarjana dan menikah dengan
anaknya, tapi sayang hal tersebut tidak dapat saya wujudkan, terima kasih
doanya bah, saya janji akan mewujudkan keinginan abah dan dapat
mewujudkan keinginan abah untuk menjadi seorang sarjana yang
bermanfaat.
13. Teman-teman kepimping Hage, Rini dan Dian yang telah setia selama 4
tahun dalam suka dan duka bersama-sama menjalani perkuliahan, teman
menggila bersama, teman pelipur lara, teman senasib seperjuangan selama
kuliah, ayoo cepetan selesaiin skripsinya jadi cepet lulus.
14. Temen-temen seperjuangan skripsi Lina, Shinta dan Luris yang selalu
bersama-sama memberikan info, dan semangatnya selama ini.
15. Temen-temen angkatan 07 yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terima
kasih atas bantuannya selama menjalani perkuliahan bersama.
16. Semua pihak yang tidak bisa Penulis sebutkan satu-persatu yang telah
membantu baik moril maupun materiil dalam Penulisan Hukum ini.
Mengingat keterbatasan kemampuan diri penulis, penulis sadar bahwa
penulisan hukum (skripsi) ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu adanya
saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca sangat penulis harapkan.
Semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya, sehingga dapat
diamalkan dalam pengembangan dan pembangunan hukum nasional dan tidak
menjadi suatu karya yang sia-sia. Amin.
Surakarta, 17 Maret 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.……………………………………………………. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.………………………… ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI………………………………... iii
HALAMAN PERNYATAAN…………………………………………… iv
ABSTRAK……………………………………………………………….. v
ABSTRACT……………………………………………………………… vi
KATA PENGANTAR.…………………………………………………… vii
DAFTAR ISI.…………………………………………………………….. x
DAFTAR TABEL.……………………………………………………….. xii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………… xiii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………. xiv
BAB I : PENDAHULUAN………………………………………. 1
A. Latar Belakang Masalah…….……………………… 1
B. Perumusan Masalah.……………………………….. 6
C. Tujuan Penelitian.………………………………….. 7
D. Manfaat Penelitian….……………………….……… 8
E. Metode Penelitian…….…………………………...... 9
F. Sistematika Penulisan Hukum ...…………………… 13
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA…………………………………. 15
A. Kerangka Teori………………………………………. 15
1. Tinjauan Umum tentang Anak dan Kenakalan Anak.. 15
a. Definisi Anak...................................................... 15
b. Definisi Kenakalan Anak.................................... 16
2. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hak Anak…. 25
a. Prinsip-Prinsip Perlindungan Anak…………… 25
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
b. Perlindungan Hak Anak di Indonesia…………. 28
3. Tinjauan Umum tentang Beracara Pidana……….… 30
B. Kerangka Pemikiran…..…………………………… 35
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……… 37
A. Hasil Penelitian…………………………………… 37
1. Deskripsi Kasus………………………………….. 37
2. Penangkapan……………………………………... 38
3. Penahanan……………………………………….. 39
4. Keterangan Balai Pemasyarakatan (BAPAS)…… 39
5. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum………………… 40
6. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum………………… 40
7. Pertimbangan-Pertimbangan Hakim…………….. 43
8. Putusan………………………………………….. 49
B Pembahasan…………………………………….... 50
1. Bentuk Pemenuhan Perlindungan Hak Anak di
dalam Proses Beracara Pidana Pada Kasus Nomor
91/PID.SUS/2010/PN.SKA……………………… 50
2. Keharusan Pemenuhan Hak Anak dalam Kasus
Nomor 91/PID.SUS/2010/PN.SKA menurut
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak dan Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak….….. 62
BAB IV : PENUTUP
A. Simpulan…………………………………………. 89
B. Saran……………………………………………... 93 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR TABEL
TABEL Halaman
Tabel I. Bentuk Pemenuhan Perlindungan Hak Anak di dalam Proses
Beracara Pidana Pada Kasus Nomor 91/PID.SUS/2010/PN.SKA…52
Tabel II. Keharusan Pemenuhan Hak Anak dalam Kasus
Nomor 91/PID.SUS/2010/PN.SKA menurut Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak……………………66
Tabel III. Keharusan Pemenuhan Hak Anak dalam Kasus
Nomor 91/PID.SUS/2010/PN.SKA menurut Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak………………..67
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Pemikiran………………………………………… 35
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Laporan Penelitian BAPAS Surakarta.
Lampiran II Berita Acara Persidangan No. 91/PID.SUS/2010/PN.Ska.
Lampiran III Putusan Pengadilan Negeri Kelas IA Surakarta
Nomor 91/PID.SUS/2010/PN.Ska
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak adalah pemimpin masa depan. Siapapun yang berbicara tentang
masa yang akan datang, harus berbicara tentang anak-anak. Menyiapkan
Indonesia ke depan, tidak cukup jika hanya berbicara soal income per capita,
pertumbuhan ekonomi, nilai investasi, atau indikator makro lainnya. Sesuatu yang
paling dasar adalah sejauh mana kondisi anak disiapkan oleh keluarga, masyarakat
dan negara. Anak-anak yang karena ketidakmampuan, ketergantungan dan
ketidakmatangan, baik fisik, mental maupun intelektualnya perlu mendapat
perlindungan, perawatan dan bimbingan dari orang tua (dewasa). Perawatan,
pengasuhan serta pendidikan anak merupakan kewajiban agama dan kemanusiaan
yang harus dilaksanakan mulai dari orang tua, keluarga, masyarakat, bangsa dan
negara.
Anak juga merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan, yang senantiasa
harus kita jaga karena dalam dirinya melekat pula harkat, martabat dan hak-hak
sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Dari sisi kehidupan, anak adalah
masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak
berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta
berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi. Persoalan
tersisihnya rasa keadilan dalam masyarakat kita, khususnya yang berkaitan
dengan anak, memang selalu muncul ke permukaan dengan jenis dan pelaku yang
berbeda. Namun, substansinya tetap sama, yakni negara belum mempunyai sikap
yang jelas dalam memberikan perlindungan terhadap anak dari tindak kekerasan
dan diskriminasi.
Pasal 13 ayat (1) Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak,disebutkan, setiap anak selama dalam pengasuhan orangtua, wali atau pihak
lain yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari
perlakuan : a. Diskriminasi; b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
c. Penelantaran; d. Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan; e. Ketidakadilan,
dan f. Perlakuan salah lainnya. Orangtua, keluarga dan masyarakat
bertanggungjawab untuk menjaga dan memelihara hak asasi tersebut sesuai
dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum.
Demikian pula dalam rangka penyelenggaraaan perlindungan anak, negara
dan pemerintah juga bertanggungjawab untuk menyediakan fasilitas dan
aksesibilitas bagi anak, terutama dalam menjamin pertumbuhan dan
perkembangannya secara optimal. Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan
sedini mungkin, yakni sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18
tahun. Dalam melakukan pembinaan,pengembangan dan perlindungan anak, juga
perlu adanya peran masyarakat, baik melalui lembaga perlindungan anak, lembaga
keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi
sosial, dunia usaha, media massa dan lembaga pendidikan.
Di Indonesia lebih dari sepuluh tahun berlalu sejak pemerintah
memutuskan untuk mengakui Konvensi Hak-Hak Anak (KHA), tetapi secara
mengejutkan sejumlah besar anak masih kehilangan hak-hak mereka. Akibat
kehilangan hak-haknya, banyak anak-anak menjalani hidup mereka sendiri. Oleh
karena tidak memiliki arah yang tepat, maka banyak pula anak-anak mulai
bersinggungan dengan hukum. Tindakan yang melawan hukum, seperti pencurian,
perkelahian dan narkoba sangat sering dilakukan oleh anak. Hal ini terjadi karena
mereka sudah kehilangan hak-hak yang seharusnya mereka miliki
(http://www.idlo.int/English/External/IPacehnews.asp).
Apabila seorang anak melakukan tindak kejahatan, maka anak tersebut
akan dikenakan rumusan ancaman pidana sebagaimana terdapat dalam KUHP.
Tetapi karena pelakunya adalah anak maka sistem hukum kita membuat
pembedaan sehingga dirumuskanlah yang dinamakan sidang anak, sebagaimana
yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997. Sidang anak ini berbeda
dengan sidang dewasa. Proses hukum acara dan hukuman yang dijatuhkan,
kemudian bentuk pidana yang bisa dijatuhkan kepada si anak serta perlakuan
ketika dia menjalani masa pidananya selaku anak didik di lembaga
permasyarakatan. UU Nomor 3 Tahun 1997 juga menentukan jenis tindak pidana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
serta tindak pidana apa saja yang bisa dijatuhkan. Juga pembatasan-pembatasan
lain serta hak-haknya serta pelaku atau pihak lain yang memberikan perlakuan
atau treatment tertentu kepada anak selaku pelaku kriminal daripada kasus
kejahatan. Undang-Undang Pengadilan Anak, dapat dikemukakan merupakan
perwujudan atau penampungan dari kaidah hukum Konvensi Hak Anak mengenai
peradilan khusus untuk anak-anak yang berkonflik dengan hukum atau children in
conflict with law (M. Joni & Zulchaina, 1999:74).
Dalam hal lain, keberadaan Pengadilan Anak saat ini masih dalam lingkup
Peradilan Umum, jadi bukan merupakan suatu pengadilan khusus. Hal ini
tentunya berpengaruh terhadap cara penanganan terhadap kasus anak karena para
petugas peradilan yang ada di dalam Peradilan Anak belum sepenuhnya memiliki
perspektif anak. Lain halnya apabila Pengadilan Anak merupakan suatu
pengadilan khusus, maka tentunya pihak-pihak yang terlibat tentunya adalah
orang-orang yang berdedikasi penuh atas anak serta memiliki perspektif anak.
Data yang diperoleh oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak, terdapat
suatu fakta yang mencengangkan,lebih dari 90% kasus pidana anak yang
disidik,dijatuhi pidana oleh hakim(http://www.pemantauperadilan.com). Padahal
hakim mempunyai tiga kemungkinan, yaitu mengembalikan kepada orang tua,
menyerahkan kepada pemerintah atau dikembalikan kepada pemerintah atau
dijadikan anak negara. Dari data tersebut terlihat bahwa pilihan untuk
mengembalikan anak kepada orang tua, tidak dimanfaatkan secara maksimal oleh
hakim.
Secara normatif, apabila seorang anak dimasukkan ke dalam penjara maka
anak tersebut akan mendapatkan pendidikan, latihan kerja dan keterampilan.
Tetapi secara faktual hal tersebut tidak bisa terealisasi dengan baik. Berbagai
laporan penelitian yang telah dilakukan oleh lembaga universitas maupun lembaga
penelitian lain juga telah mempertegas keadaan lembaga pemasyarakatan anak
sehubungan dengan kesempatan anak untuk memperoleh pendidikan serta
pelatihan. Fenomena ini perlu untuk ditindaklanjuti oleh pemerintah karena hal ini
berkaitan dengan masa depan si anak sebagai generasi penerus bangsa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Pada tahun 2009 menjelang peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan
Republik Indonesia yang ke-64, anak-anak Indonesia mendapatkan kado
istimewa. Sebanyak 10 anak Tangerang, yang biasa bekerja sebagai tukang semir
sepatu setelah jam sekolah, ditangkap aparat kepolisian Polres Metro Bandara
Soekarno-Hatta, dengan tuduhan melanggar Pasal 303 KUHP, yakni tentang
perjudian.
Menurut pengakuan kesepuluh anak tersebut, mereka sedang bermain
sejenis permainan tradisional yang oleh masyarakat sekitar diberi nama “macan
buram”, permainan tebak-tebakan menggunakan koin. Kadangkala permainan ini
juga menggunakan hadiah uang bagi yang tebakannya tepat atas gambar koin
yang muncul. Inilah alasan polis menetapkan permainan tersebut sebagai tindak
perjudian.masih menurut keterangan anak-anak kepada Tim Penasehat Hukum
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat, mereka juga heran mengapa ada
uang di tengah permainan mereka, padahal mereka merasa belum memperoleh
uang dari menyemir sepatu hari itu, tidak pernah ada yang mencari tahu dari mana
uang tersebut. Bagi polisi, hal itu tetap merupakan judi dan uang menjadi barang
bukti.
Sepuluh anak tersebut kemudian dibawa ke kantor polisi Mapolres Metro
Bandara Soekarno-Hatta, diinterogasi dengan penuh bentakan dan kalimat-kalimat
yang tidak layak disampaikan kepada seorang anak. Di tengah terik matahari yang
sudah mulai tergelincir ke arah barat, kesepuluh anak tersebut dibawa ke
lapangan rumput dekat Mapolres, kemudian diminta terlentang berjejer beralas
rumput selama lebih dari 30 menit.
Dalam rangka penyidikan, anak-anak tetap ditahan di Mapolres tanpa
memberitahu orangtua mereka, tanpa mencarikan pengacara. Setelah dua hari
menginap di Mapolres, esoknya anak-anak malang ini dititipkan di Lembaga
Pemasyarakatan Tangerang. Dan sekali lagi, polisi tidak memberitahu orangtua
anak-anak tersebut, sampai para orangtua mencari-cari dengan penuh rasa
khawatir. Selama 29 hari anak-anak berada di Lapas Tangerang. Baru setelah
Kepala Lapas Anak berinisiatif menghubungi pihak terkait dan mempertemukan
mereka dengan pengacara dari LBH Masyarakat, mereka kemudian dipulangkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Selanjutnya LBH Masyarakat bersama lembaga negara independen Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) membebaskan mereka sebagai tahanan luar.
Selain itu juga terdapat kasus tiga tahun lalu ketika Raju, seorang anak
berusia 8 tahun di Pematang Siantar ditangkap, ditahan, dan diadili hanya karena
berkelahi dengan teman sebayanya. Dia memang akhirnya juga dikembalikan
kepada orangtuanya tetapi setelah publik melalui media massa gegap gempita
mempersoalkannya. Sedangkan di Pengadilan Surakarta sendiri juga banyak kasus
dimana terdakwanya adalah anak di bawah umur. Dari kasus-kasus yang ada
masih banyak beberapa kasus yang dijatuhkan pemidanaan kepada anak walaupun
ada hal-hal yang harus diperhatikan untuk kepentingan anak tersebut, seperti
misalnya dalam kasus Nomor 91/PID.SUS/2010/PN.Ska dimana terdakwanya
adalah anak di bawah umur yang telah melakukan perbuatan pidana pencurian.
Perspektif perlindungan anak adalah satu nilai baru yang masih harus
diperjuangkan untuk dimengerti, dipahami, dan diimplementasikan dalam
penyusunan instrument regulasi yang berkaitan dengan perlindungan anak
maupun dalam aras kehidupan nyata. Komitmen negara terhadap perlindungan
anak relatif sudah memadai dengan diratifikasinya Konvensi Hak Anak (KHA),
dimasukkannya ketentuan hak anak dalam Pasal 28 UUD 1945, diintrodusinya
UU Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, UU Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak, serta berbagai ketentuan peraturan perundang-
unangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, termasuk dibentuknya Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang diberi mandat untuk meningkatkan
efektivitas penyelenggaraan perlindungan anak. Persoalannya, pada tingkatan
implementasinya masih terdapat ketimpangan yang sangat jauh antara kehendak
konstitusi, kebijakan regulasi, dan fakta di lapangan, termasuk implementasi
perlindungan khusus bagi anak-anak yang berhadapan atau berkonflik dengan
hukum. Faktanya, masih ribuan anak berkonflik dengan hukum, sebagian besar
berada di dalam Lapas anak, sebagian lainnya di lapas dewasa dan rumah tahanan
lainnya. Tentu bunyi Pasal 28B Ayat (2) UUD 1945 menjadi sia-sia manakala saat
ini saja disaksikan anak-anak berada dalam penjara, yang idem ditto dengan
membiarkan anak hidup dalam kekerasan dan ancaman masa depan lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Persoalan anak yang berkonflik dengan hukum sudah lama ditemukan para
ahli. Negara telah bertindak salah dalam menangani anak yang berkonflik dengan
hukum. Begitu banyak kasus bermunculan yang selalu diakhiri dengan
pemidanaan anak dan aparat penegak hukum baru memberikan hukuman “bijak”
apabila sudah diributkan media massa. A major failure of juvenile justice
authorities is the failure to provide youth with career preparation programs.
Many youth paroled back to the community without an employable skill and many
will never return to school and receive a high school diploma (Journal of
Knowledge and Best Practices in Juvenile Justice and Psychology. 2009:15).
Berdasarkan latar belakang yang penulis uraikan di atas, maka menjadi
penting untuk dilakukan kajian lebih jauh sehingga dalam penelitian ini penulis
memilih judul : KAJIAN PEMENUHAN PERLINDUNGAN HAK ANAK
DALAM PROSES BERACARA PIDANA (TELAAH STUDI KASUS
NOMOR 91/PID.SUS/2010/PN.SKA TERHADAP UNDANG-UNDANG
NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG
PERLINDUNGAN ANAK).
B. Perumusan Masalah
Agar permasalahan yang hendak diteliti tidak mengalami perluasan
konteks dan supaya penelitian yang dilaksanakan lebih mendalam maka
diperlukan suatu pembatasan masalah. Dan untuk memudahkan dalam
penyusunan dan pencarian data guna menghasilkan sebuah penelitian yang baik
dan menghindari pengumpulan data yang tidak diperlukan dalam penulisan, maka
perlu disusun perumusan masalah secara teratur dan sistematis yang merupakan
pembatasan masalah yang akan dibahas.
Berdasarkan hal-hal tersebut, maka penulis merumuskan masalah dalam
penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk pemenuhan perlindungan hak anak dalam proses
beracara pidana pada kasus Nomor 91/PID.SUS/2010/PN.SKA?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
2. Bagaimana seharusnya pemenuhan hak anak dalam kasus Nomor
91/PID.SUS/2010/PN.SKA menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun
1997 tentang Pengadilan Anak dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak?
C. Tujuan Penelitian
Suatu kegiatan penelitian harus mempunyai tujuan yang hendak dicapai
secara jelas. Tujuan penelitian dapat bersifat untuk pengembangan ilmu dalam arti
explanation, developmental, atau verifikasi ilmu, atau untuk membantu
memecahkan masalah tertentu. Tujuan penelitian diperlukan untuk memberikan
arah dalam melangkah sesuai dengan maksud penelitian dan dapat memberikan
manfaat bagi pihak-pihak yang terkait dalam penelitian ini. Berpijak dari hal
tersebut, maka penulis mengkategorikan tujuan penelitian ke dalam kelompok
tujuan obyektif dan tujuan subyektif sebagai berikut :
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui secara jelas mengenai bentuk perlindungan hak
anak dalam proses beracara pidana di dalam kasus Nomor
91/PID.SUS/2010/PN.SKA.
b. Untuk mengetahui secara jelas keharusan pemenuhan hak anak dalam
kasus Nomor 91/PID.SUS/2010/PN.SKA menurut Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dan Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk memperoleh bahan hukum dan informasi sebagai bahan utama
penyusunan penulisan hukum untuk memenuhi persyaratan wajib bagi
setiap mahasiswa dalam meraih gelar kesarjanaan pada Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Untuk menambah, memperluas, mengembangkan wawasan,
pengetahuan dan pengalaman serta pemahaman aspek hukum dalam
teori dan praktek lapangan hukum yang sangat berarti bagi penulis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
c. Untuk menerapkan ilmu-ilmu dan teori-teori hukum yang telah
penulis peroleh, agar dapat memberi manfaat bagi penulis sendiri
khususnya dan masyarakat pada umumnya.
D. Manfaat Penelitian
Suatu penelitian akan mempunyai nilai apabila penelitian tersebut
memberi manfaat bagi para pihak. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari
tulisan hukum ini adalah :
1. Manfaat Teoritis :
a. Hasil penelitian merupakan sumbangan pemikiran bagi
pengembangan Ilmu Hukum pada umumnya dan Hukum Acara
Pidana pada khususnya.
b. Hasil penelitian dapat digunakan untuk menambah referensi di
bidang karya ilmiah yang dapat mengembangkan ilmu pengetahuan.
c. Penelitian ini merupakan latihan dan pembelajaran dalam
menerapkan teori yang diperoleh sehingga menambah pengetahuan,
pengalaman, dan dokumentasi ilmiah.
d. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bagi penelitian-
penelitian lain yang serupa pada tahap selanjutnya.
2. Manfaat Praktis :
a. Memberikan masukan kepada aparat penegak hukum dalam sistem
peradilan pidana khususnya dalam pengadilan anak dalam
menjalankan proses beracara pidana, sehingga hak-hak anak dapat
dilindungi dan dilaksanakan sesuai ketentuan yang ada.
b. Mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis, dan
untuk mengetahui kemampuan peneliti dalam menerapkan ilmu yang
diperoleh.
c. Sebagai masukan bagi pihak-pihak yang terkait langsung dengan
penelitian ini, dan
d. Memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
E. Metode Penelitian
Penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan
menguji kebenaran suatu pengetahuan, usaha mana dilakukan dengan
menggunakan metode ilmiah. Pentingnya dilaksanakan penelitian hukum adalah
untuk mengembangkan disiplin ilmu dan ilmu hukum sebagai salah satu tridarma
perguruan tinggi. Penelitian hukum itu bertujuan untuk membina kemampuan dan
keterampilan para mahasiswa dan para sarjana hukum dalam mengungkapkan
kebenaran ilmiah, yang objektif, metodik, dan sistematik (Hilman Hadikusuma,
1995: 8).
Sebuah tulisan baru dapat dirasakan bersifat ilmiah apabila ia mengandung
kebenaran secara objektif, karena didukung oleh informasi yang teruji
kebenarannya. Untuk dapat membuktikan kebenaran ilmiah dari penelitian yang
dilaksanakan, maka perlu dikumpulkan fakta dan data yang menyangkut
masalahnya dengan menggunakan metode dan teknik penelitian. Tanpa adanya
metode dan teknik penelitian, maka hasil penelitian itu diragukan kebenarannya.
Penelitian hukum merupakan suatu proses untuk menemukan aturan
hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab
isu hukum yang dihadapi. Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan
argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2005:35).
Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis pergunakan dalam penyusunan
penulisan hukum ini adalah penelitian hukum normatif. Pengertian hukum
normatif memiliki definisi yang sama dengan penelitian doktrinal, yaitu
penelitian berdasarkan bahan-bahan hukum yang berfokus pada membaca
dan mempelajari bahan-bahan hukum primer dan sekunder. Penulis
memilih penelitian hukum yang normatif karena menurut penulis, sumber
penelitian yang digunakan adalah bahan hukum sekunder terdiri dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-
dokumen resmi (Peter Mahmud Marzuki, 2005:141).
2. Sifat Penelitian
Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat
perskriptif dan terapan. Dalam penelitian hukum ini karakteristik yang
digunakan yaitu ilmu hukum yang bersifat perskriptif. Dijelaskan bahwa
ilmu yang bersifat perskriptif adalah ilmu hukum mempelajari tujuan
hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum
dan norma-norma hukum. Sifat perskriptif ini merupakan hal substansial
yang tidak mungkin dapat dipelajari oleh disiplin lain yang obyeknya juga
hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2005:22). Dalam penelitian ini, penulis
akan memberikan perskriptif mengenai pemenuhan perlindungan hak-hak
anak dalam beracara pidana di dalam Putusan Nomor
91/PID.SUS/2010/PN. Ska terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun
1997 tentang Pengadilan Anak dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak.
3. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam suatu penelitian normatif akan
memungkinkan seorang peneliti untuk memanfaatkan hasil-hasil temuan
ilmu hukum empiris dan ilmu-ilmu lain untuk kepentingan dan analisis
serta eksplanasi hukum tanpa mengubah karakter ilmu hukum sebagai
ilmu normatif. Sehubungan dengan tipe penelitian yang penulis gunakan
adalah penelitian normatif, maka terdapat beberapa pendekatan penelitian
yang digunakan, yaitu pendekatan undang-undang (statue approach),
pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical
approach), pendekatan perbandingan (comparative approach), dan
pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki,
2005:93).
Pendekatan tersebut dapat digabung, sehingga dalam suatu
penelitian hukum normatif bisa saja menggunakan dua pendekatan atau
lebih. Dari beberapa pendekatan tersebut, penulis menggunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
pendekatan kasus (case approach) dan pendekatan perundang-undangan
(statute approach). Pendekatan perundang-undangan dipilih karena kajian
penelitian yang bersifat yuridis-normatif, sedangkan pendekatan kasus
karena dalam penulisan hukum ini penulis mencari ratio decidendi.
4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum Penelitian
Dalam bukunya, Penelitian Hukum, Peter Mahmud Marzuki
mengatakan bahwa pada dasarnya penelitian hukum tidak mengenal
adanya data tetapi yang digunakan adalah bahan hukum. Oleh karena itu,
sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber-
sumber penelitian yang dinamakan bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat
autoritatif yang artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer
terdiri dari perundang-undangan, catatan resmi atau risalah dalam
pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Sedangkan
bahan sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan
merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi
buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum dan komentar-
komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2005:141).
Sumber-sumber penelitian hukum dalam penelitian ini, meliputi :
a. Bahan hukum primer, berupa putusan hakim yaitu Putusan nomor
91/PID.SUS/2010/PN.Ska dan juga peraturan perundang-undangan
yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak.
b. Bahan hukum sekunder sebagai pendukung dari data yang akan
digunakan di dalam penelitian ini yaitu buku-buku teks yang ditulis
para ahli hukum, jurnal-jurnal hukum, artikel, internet dan sumber
lainnya yang memiliki korelasi untuk mendukung penelitian ini.
5. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum
Penelitian yang diangkat oleh penulis adalah penelitian doktrinal,
maka dalam pengumpulan bahan hukumnya dilakukan dengan studi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
kepustakaan. Teknik ini merupakan cara pengumpulan bahan hukum
dengan membaca, mempelajari, mengkaji dan menganalisis serta membuat
catatan dari peraturan perundang-undangan, putusan hakim, buku literatur,
dokumen dan hal-hal lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
6. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum
Penelitian ini menggunakan teknik analisis sumber hukum dengan
logika deduktif. Menurut Johnny Ibrahim yang mengutip pendapat
Bernard Arief Shidarta, logika deduktif merupakan suatu teknik untuk
menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang
bersifat individual. Penalaran deduktif adalah penalaran yang bertolak dari
aturan hukum yang berlaku umum pada kasus individual dan konkret yang
dihadapi (Johnny Ibrahim, 2006 : 249-250). Sedangkan Peter Mahmud
Marzuki yang mengutip pendapat Philipus M. Hadjon menjelaskan metode
deduksi sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh Aristoteles,
penggunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis major
(pernyataan bersifat umum). Kemudian diajukan premis minor (bersifat
khusus), dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu kesimpulan atau
conclusion. Akan tetapi di dalam argumentasi hukum, silogisme hukum
tidak sesederhana silogisme tradisional (Peter Mahmud Marzuki, 2006 :
47). Jadi dapat disimpulkan bahwa logika deduktif atau pengolahan bahan
hukum dengan cara deduktif yaitu menjelaskan suatu hal yang bersifat
umum kemudian menariknya menjadi kesimpulan yang lebih khusus.
Dalam penelitian ini, sumber hukum yang diperoleh dengan cara
menginventarisasi sekaligus mengkaji penelitian dari studi kepustakaan,
aturan perundang-undangan beserta dokumen-dokumen yang dapat
membantu menafsirkan norma untuk menjawab permasalahan yang
diteliti. Tahap terakhir yaitu dengan menarik kesimpulan dari sumber
hukum yang diolah, sehingga pada akhirnya dapat menjawab tentang
pemenuhan perlindungan hak anak dalam proses beracara pidana (telaah
studi kasus nomor 91/PID.SUS/2010/PN.Ska terhadap undang-Undang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dan Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak).
F. Sistematika Penulisan Hukum
Sistematika penulisan hukum ini untuk memberikan gambaran secara
menyeluruh tentang sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan
penulisan hukum, maka penulis menggunakan sistematika penulisan hukum yang
terdiri dari empat bab, dimana tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang
dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan penulisan
hukum ini adalah sebagai berikut :
BAB 1 : PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis memberikan gambaran penulisan
hukum mengenai latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
metodologi penelitian dan sistematika penulisan hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini penulis akan memberikan landasan teori
atau memberikan penjelasan secara teoritik yang
bersumber dari bahan hukum yang penulis gunakan dan
doktrin ilmu yang dianut secara universal mengenai
persoalan yang berkaitan dengan permasalahan yang
sedang penulis teliti. Landasan teori tersebut meliputi
tinjauan umum tentang anak dan kenakalan anak,
tinjauan umum tentang perlindungan hak anak, dan
tinjauan umum tentang beracara pidana.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab hasil penelitian dan bab pembahasan adalah titik
temu dari suatu kesenjangan antara permasalahan
penelitian dengan kaidah yang berlaku, maka bab hasil
penelitian dan pembahasan ini meliputi :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
a) Penjelasan mengenai bentuk pemenuhan perlindungan
hak anak di dalam proses beracara pidana pada kasus
Nomor 91/PID.SUS/2010/PN.SKA.
b) Penjelasan mengenai keharusan pemenuhan hak anak
dalam kasus Nomor 91/PID.SUS/2010/PN.SKA
menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997
tentang Pengadilan Anak dan Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
BAB IV : PENUTUP
Dalam bab ini penulis menyimpulkan hasil penelitian
dan pembahasan, serta memberikan saran-saran sebagai
sarana evaluasi terutama terhadap temuan-temuan selama
penelitian yang menurut penulis memerlukan perbaikan.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum tentang Anak dan Kenakalan Anak
a. Definisi Anak
Perihal definisi tentang anak, dapat ditinjau dari berbagai ketentuan
dalam peraturan perundang-undangan.Adapun pengertian anak tersebut
antara lain meliputi :
1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak adalah “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18
(delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam
kandungan.”
2) Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 4 Tahun 1979 tentang
Kesejahteraan Anak menyebutkan bahwa “Anak adalah seseorang
yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum
pernah kawin.”
3) Pasal 1 angka (5) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang
Hak Asasi Manusia, pengertian anak adalah “Anak adalah setiap
manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) Tahun dan
belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan
apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.”
4) Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang
Pengadilan Anak, pengertian anak yaitu “Anak adalah orang yang
dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) Tahun
tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) Tahun dan belum
pernah kawin.”
Di dalam pengertian anak Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1997 adalah seseorang yang terlibat dalam perkara anak nakal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Sedangkan yang dimaksud dengan anak nakal dalam Pasal 1 butir 2
mempunyai dua pengertian, yaitu :
a) Anak yang melakukan tindak pidana, perbuatan yang dilakukan
oleh anak tidak terbatas pada perbuatan-perbuatan yang melanggar
peraturan KUHP saja tetapi juga melanggar peraturan di luar
KUHP.
b) Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi
anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun
menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam
masyarakat yang bersangkutan (tertulis maupun tidak tertulis).
b. Definisi Kenakalan Anak
Kenakalan anak diambil dari istilah asing Juvenile Delinquency,
tetapi kenakalan anak ini bukanlah kenakalan yang dimaksud dalam Pasal
489 KUHP. Juvenile artinya young, anak-anak, anak muda, ciri karakteristik
pada masa muda sifat-sifat khas pada periode remaja, sedangkan
Delinquency artinya doing wrong, terabaikan/mengabaikan.
Istilah kenakalan anak itu pertama kali ditampilkan pada Badan
Peradilan di Amerika Serikat dalam rangka usaha membentuk suatu
Undang-Undang Peradilan bagi anak di negara tersebut. Dasar pengertian
kenakalan anak adalah perbuatan atau tingkah laku yang bersifat anti sosial.
Definisi tentang juvenile delinquency dikemukakan oleh para ilmuwan
seperti diuraikan di bawah ini, yaitu :
1) Paul Moedikno (dalam Romli Atmasasmita 1983:22) memberikan
perumusan, mengenai pengertian Juvenile Delinquency, yaitu
sebagai berikut :
a) Semua perbuatan yang dari orang-orang dewasa merupakan
suatu kejahatan, bagi anak-anak merupakan delinquency. Jadi
semua tindakan yang dilarang oleh hukum pidana seperti
mencuri, menganiaya membunuh dan sebagainya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
b) Semua perbuatan penyelewengan dari norma kelompok
tertentu yang menimbulkan keonaran dalam masyarakat
misalnya seperti memakai celana jangki tidak sopan, mode
you can see dan sebagainya.
c) Semua perbuatan yang menunjukkan kebutuhan perlindungan
bagi sosial termasuk gelandangan, pengemis dan lain-lain.
2) Kartini Kartono (1992:7) yang dikatakan Juvenile Delinquency
adalah perilaku jahat/dursila, atau kejahatan/kenakalan anak-anak
muda, merupakan gejala sakit (patologi) secara sosial pada anak-
anak dan remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian
sosial sehingga mereka itu mengembangkan bentuk pengabaian
tingkah laku yang menyimpang.
3) Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak bahwa yang dimaksud dengan Anak Nakal adalah
a) Anak yang melakukan tindakan pidana, atau
b) Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan dilarang
bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan
maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan
berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Juvenile Delinquency adalah
suatu tindakan atau perbuatan pelanggaran norma, baik norma hukum
maupun norma sosial yang dilakukan oleh anak-anak-anak usia muda.
Hal tersebut cenderung untuk dikatakan sebagai kenakalan anak
daripada kejahatan anak. Terlalu ekstrim rasanya seorang anak yang
melakukan tindak pidana dikatakan sebagai penjahat, sementara kejadiannya
adalah proses alami yang tidak boleh tidak setiap manusia harus mengalami
kegoncangan semasa menjelang kedewasaannya.
Pada dasarnya taraf perkembangan anak itu memang selalu berlainan
dengan sifat-sifatnya dan ciri-cirinya, dimulai pada usia bayi, remaja,
dewasa dan usia lanjut, akan berlainan psikis maupun jasmaninya.
Kehidupan psikis anak usia sekolah berbeda dengan jiwa anak puber,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
sedang anak puber berbeda jasmaniah dan kehidupan psikisnya dengan
orang dewasa. Bahkan orang dewasa yang masih sangat muda itupun
berbeda dengan kondisi orang dewasa setengah tua. Orang setengah tua
berbeda pula kehidupan psikis dan fisiknya dengan orang tua lanjut usia,
sedangkan karakteristik individu yang dibawa anak sejak lahir, cenderung
akan kuat bertahan sampai usia dewasa. Sistem penilaian anak-anak ini
dengan bantuan usaha pendidikan harus bisa dikaitkan atau disesuaikan
dengan sistem penilaian manusia dewasa. Namun demikian adalah salah
apabila menerapkan kadar nilai orang dewasa pada diri anak-anak.
Dari penjelasan tersebut dapat dilihat pula ketika anak
bersinggungan dengan hukum maka tidak dapat disamakan dengan orang
dewasa yang bersinggungan dengan hukum. Ketika anak melakukan
perbuatan pidana atau perbuuatan yang dilarang dilakukan oleh anak, maka
hal tersebut pasti ada penyebabnya karena anak mempunyai jiwa yang labil.
Pada usia-usia tertentu anak mempunyai jiwa atau mental yang berbeda-
beda. Kenakalan anak biasanya dapat dilihat menurut usianya. Oleh karena
itu, untuk mengetahui jiwa atau mental anak serta kemungkinan terjadinya
kenakalan anak dapat dilihat melalui berbagai faktor dalam usia anak
sebagai berikut (Wagiati Soetodjo, 2006:7) :
1) Fase pertama adalah dimulainya pada usia anak 0 tahun sampai
dengan 7 (tujuh) tahun yang bisa disebut sebagai masa anak kecil
dan masa perkembangan kemampuan mental, pengembangan
fungsi-fungsi tubuh, perkembangan kehidupan emosional, bahasa
bayi dan arti bahasa bagi anak-anak, masa kritis (trozalter) pertama
dan tumbuhnya seksualitas awal pada anak.
2) Fase kedua adalah dimulai pada usia 7 sampai 14 tahun disebut
sebagai masa kanak-kanak, dimana dapat digolongkan ke dalam 2
periode, yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
a) Masa anak Sekolah Dasar mulai dari usia 7 sampai 12 tahun
adalah periode intelektual.
Periode intelektual ini adalah masa belajar awal dimulai
dengam memasuki masyarakat di luar keluarga, yaitu
lingkungan sekolah kemudian teori pengamatan anak dan
hidupnya perasaan, kemauan serta kemampuan anak dalam
berbagai macam potensi, namun masih bersifat tersimpan atau
masa latensi (masa tersembunyi).
b) Masa remaja/pra-pubertas yang dikenal dengan sebutan
periode pueral.
Pada periode ini terdapat kematangan fungsi jasmaniah
ditandai dengan berkembangnya tenaga fisik yang melimpah-
limpah yang menyebabkan tingkah laku anak kelihatan kasar,
canggung, berandal, kurang sopan, liar dan lain-lain. Sejalan
dengan berkembangnya fungsi jasmaniah, perkembangan
intelektualpun berlangsung sangat intensif sehingga minat pada
pengetahuan dan pengalaman baru pada dunia luar sangat
besar terutama yang bersifat konkrit, karenanya anak puber
disebut sebagai fragmatis atau utilitas kecil dimana minatnya
terarah pada kegunaan-kegunaan teknis.
3) Fase ketiga adalah dimulai pada usia 14 sampai 21 tahun, yang
dinamakan masa remaja, dalam arti sebenarnya yaitu fase pubertas
dan adolescent, dimana terdapat masa penghubung dan masa
peralihan dari anak menjadi orang dewasa. Masa remaja atau masa
pubertas bisa dibagi ke dalam 4 (empat) fase, yaitu :
a) Masa awal pubertas, disebut pula sebagai masa pueral/pra-
pubertas.
b) Masa menentang kedua, fase negatif, trozalter kedua, periode
verneinung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
c) Masa pubertas sebenarnya, mulai kurang lebih 14 tahun. Masa
pubertas pada anak wanita pada umumnya berlangsung lebih
awal daripada masa pubertas anak laki-laki.
d) Fase adolescence, mulai kurang lebih usia 17 tahun sampai
sekitar 19 hingga 21 tahun.
Fase ketiga di atas mencakup point c dan d di atas, di dalam periode ini
terjadi perubahan-peubahan besar. Perubahan besar yang dialami anak
membawa pengaruh pada sikap dan tindakan ke arah lebih agresif sehingga
pada periode ini banyak anak-anak dalam bertindak dapat digolongkan ke
dalam tindakan yang menunjukkan ke arah gejala kenakalan anak.
Dalam memutus perkara anak nakal, sebelumnya harus mengetahui
terlebih dahulu sebenarnya faktor-faktor apa saja yang membuat anak
melakukan delinquent dan mengakibatkan mereka bersinggungan dengan
hukum. Ketika seorang aparat penegak hukum mengetahui hal tersebut
maka akan mudah mengetahui cara penyelesaian yang tepat dilakukan
terhadap anak dan tidak melupakan pula mengenai hak-hak yang dimiliki
oleh anak. Adapun gejala kenakalan anak akan terungkap apabila meneliti
bagaimana ciri-ciri khas atau ciri umum yang amat menonjol adalah :
1) Rasa harga diri yang semakin menguat dan gengsi yang terlalu
besar serta kebutuhan untuk memamerkan diri, sementara
lingkungan masyarakat dewasa ini sedang demam materiil di mana
orang mendewa-dewakan kehidupan kemewahan, sehingga anak-
anak muda usia yang emosi dan mentalnya belum matang serta
dalam situasi labil, maka dengan mudah ia ikut terjangkit nafsu
serakah dunia materiil. Apabila anak tidak mampu mengendalikan
emosi-emosi yang semakin menekan, kemudian pengawasan dan
pendidikan dari orangtua kurang, maka akan mudah sekali anak
muda atau remaja terjerumus dengan melakukan tindakan kriminal
demi mendapatkan penghasilan tanpa harus mengeluarkan banyak
tenaga dan cucuran keringat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
2) Energi yang berlimpah-limpah memanifestasikan diri dalam bentuk
keberanian yang condong melebih-lebihkan kemampuan diri
sendiri misalnya terefleksi pada kesukaan anak muda untuk kebut-
kebutan di jalan raya.
3) Senang mencari perhatian dengan jalan menonjolkan diri misalnya
dengan jalan mabuk-mabukan minuman keras.
4) Sikap hidupnya bercorak a-sosial dan keluar daripada dunia
objektif ke arah dunia subjektif, sehingga ia tidak lagi suka pada
kegunaan-kegunaan teknis yang sifatnya fragmatis, melainkan
lebih suka bergerombol dengan kawan sebaya. Dengan demikian
mereka merasa lebih kuat, aman dan lebih berani untuk berjuang
dalam melakukan eksplorasi dan eskperimen hidup dalam dunianya
yang baru, maka banyak kita temui pemuda-pemuda yang
mempunyai geng-geng tersendiri. Akibatnya timbul kericuhan,
perkelahian antar geng di mana-mana.
5) Pencarian suatu identitas kedewasaan cenderung melepaskan diri
dari identitas maupun identifikasi lama dan mencari aku “ideal”
sebagai identitas baru serta substitusi identifikasi yang lama.
Hal-hal tersebut di atas bisa dimengerti, fase-fase remaja dan
adolescent adalah suatu proses transisi di mana tingkah laku anti sosial yang
potensial disertai banyak pergolakan hati dan kekisruhan hati membuat anak
remaja atau adolesens kehilangan kontrol, kendali emosi yang meletup
menjadi bumerang baginya. Apabila dibiarkan tanpa adanya pembinaan dan
pengawasan yang tepat, cepat serta terpadu oleh semua pihak, maka gejala
kenakalan anak ini akan menjadi tindakan-tindakan yang mengarah kepada
tindakan yang bersifat kriminalitas.
Setiap perbuatan yang dilakukan oleh anak pada dasarnya dipicu
oleh penyebabnya. Hal tersebut dikarenakan kehidupan mental yang belum
menentu serta juga pemikiran yang terkadang belum dapat menerobos jauh
ke depan. Dalam setiap tindakan terkadang anak tidak memikirkan
akibatnya. Perbuatan terlarang yang dilakukan terkadang tidak dianggap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
sebagai perbuatan yang salah. Sehingga ketika kenakalan anak terjadi maka
yang harus dilihat adalah penyebab yang menjadikan hal tersebut supaya
dapat menjadikan si anak tidak melakukan hal tersebut dan memperkecil
terjadinya kenakalan anak yang lainnya. Pada dasarnya terdapat 2 (dua)
macam penyebab atau motivasi yaitu motivasi intrinsik dan ekstrinsik
(Romli Atmasasmita, 1983:46). Yang dimaksud dengan motivasi intrinsik
adalah dorongan atau keinginan pada diri seseorang yang tidak perlu disertai
perangsang dari luar, sedangkan motivasi ekstrinsik adalah dorongan yang
datang dari luar diri seseorang.
1) Motivasi Intrinsik Kenakalan Anak
a) Faktor Intelegentia
Intelegentia adalah kecerdasan seseorang, menurut pendapat
Wundt dan Eisler (dalam Romli Atmasasmita, 1983:46) adalah
kesanggupan seseorang untuk menimbang dan memberi
keputusan. Anak-anak delinquent ini pada umumnya
mempunyai intelegensia verbal lebih rendah dan ketinggalan
dalam pencapaian hasil-hasil skolastik (prestasi sekolah rendah),
sehingga mudah sekali terseret oleh ajakan buruk untuk menjadi
delikuen jahat.
b) Faktor Usia
Usia seseorang adalah faktor yang penting dalam sebab-
musabab timbulnya kenakalan. Melihat dari fakta-fakta yang
ada bahwa usia seorang anak yang sering melakukan kenakalan
atau kejahatan adalah berkisar di antara usia 15 sampai 18 tahun.
c) Faktor Kelamin
Adanya perbedaan jenis kelamin, mengakibatkan pula timbulnya
perbedaan, tidak hanya dalam segi kuantitas kenakalannya.
Seringkali kita melihat atau membaca dalam mass media bahwa
perbuatan kejahatan banyak dilakukan oleh anak laki-laki seperti
pencurian, penganiayaan, perampokan, pembunuhan, perkosaan
dan sebagainya. Sedangkan perbuatan pelanggaran banyak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
dilakukan oleh anak perempuan seperti pelanggaran terhadap
ketertiban umum, pelanggaran kesusilaan misalnya melakukan
persetubuhan di luar perkawinan sebagai akibat dari pergaulan
bebas.
d) Faktor Kedudukan Anak dalam Keluarga
Hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Noach terhadap
delinquency dan kriminalitas di Indonesia, di mana beliau telah
mengemukakan pendapat bahwa kebanyakan delinquency dan
kejahatan yang dilakukan oleh anak pertama dan atau anak
tunggal atau oleh anak wanita atau satu-satunya di antara sekian
saudara-saudaranya (Romli Atmasasmita, 1983:51). Hal ini
dapat dipahami karena kebanyakan anak tunggal sangat
dimanjakan oleh orangtuanya dengan pengawasan yang luar
biasa, pemenuhan kebutuhan yang berlebih-lebihan dan segala
permintaannya dikabulkan. Perlakuan orangtua terhadap anak
akan menyulitkan anak itu sendiri dalam bergaul dengan
masyarakat dan sering timbul konflik di dalam jiwanya, apabila
suatu ketika keinginannya tidak dikabulkan oleh anggota
masyarakat yang lain, akhirnya mengakibatkan frustasi dan
cenderung mudah berbuat jahat.
2) Motivasi Ekstrinsik Kenakalan Anak
a) Faktor Keluarga
Keluarga merupakan kelompok masyarakat terkecil, akan tetapi
merupakan lingkungan yang paling kuat dalam membesarkan
anak dan terutama bagi anak yang belum sekolah. Keluarga
yang baik akan berpengaruh positif bagi perkembangan anak,
sedangkan keluarga yang jelek akan berpengaruh negatif.
Adapun keluarga yang dapat menjadi sebab timbulnya
delinquency dapat berupa keluarga yang tidak normal (broken
home) dan keadaan jumlah anggota keluarga yang kurang
menguntungkan. Keadaan keluarga yang tidak normal bukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
hanya pada broken home saja tetapi dalam masyarakat modern
sering terjadi suatu gejala adanya broken home semu ialah kedua
orangtuanya masih utuh tetapi karena masing-masing anggota
keluarga mempunyai kesibukan masing-masing sehingga
orangtua tidak sempat memberikan perhatiannya terhadap
pendidikan anak-anaknya (Bimo Walgito, 1982:11). Pada
dasarnya hal tersebut dapat ditanggulangi. Dalam broken home
agar anak tidak menjadi delikuen dengan orangtua yang
bertanggungjawab dalam memelihara anak-anaknya hendaklah
mampu memberikan kasih sayang sepenuhnya sehingga anak
tersebut merasa seolah-olah tidak pernah kehilangan ayah dan
ibunya.
b) Faktor Pendidikan dan Sekolah
Sekolah adalah sebagai media atau perantara bagi pembinaan
jiwa anak-anak, sekolah ikut bertanggungjawab atas pendidikan
anak-anak baik pendidikan keilmuwan maupun pendidikan
tingkah laku. Dalam konteks ini sekolah merupakan ajang
pendidikan yang kedua setelah lingkungan keluarga bagi anak.
Interaksi yang mereka lakukan di sekolah sering menimbulkan
akibat sampingan yang negatif bagi perkembangan mental anak
sehingga anak menjadi delikuen dikarenakan anak-anak yang
memasuki sekolah tidak semua berwatak baik. Proses
pendidikan yang kurang menguntungkan bagi perkembangan
jiwa anak kerap kali memberi pengaruh langsung atau tidak
langsung terhadap anak didik di sekolah sehingga dapat
menimbulkan kenakalan anak.
c) Faktor Pergaulan Anak
Anak menjadi delikuen karena banyak dipengarhi oleh berbagai
tekanan pergaulan yang semuanya memberikan pengaruh yang
menekan dan memaksa pada pembentukan perilaku buruk,
sebagai produknya anak-anak yang suka melanggar peraturan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
norma sosial dan hukum formal. Anak-anak menjadi delikuen
sebagai akibat dari transformasi psikologis sebagai reaksi
terhadap pengaruh eksternal yang menekan dan memaksa
sifatnya. Orangtua perlu mendidik anak agar bersikap formal
dan tegas supaya mereka terhindar dari pengaruh-pengaruh yang
datang dari lingkungan pergaulan yang kurang baik.
d) Pengaruh Mass-media
Keinginan atau kehendak yang tertanam pada diri anak untuk
berbuat jahat kadang-kadang timbul karena pengaruh bacaan,
gambar-gambar dan film. Mengenai hiburan film ada kalanya
memiliki dampak kejiwaan yang baik, akan tetapi hiburan
tersebut dapat memberikan pengaruh yang tidak menguntungkan
bagi perkembangan jiwa anak jika tontonannya menyangkut aksi
kekerasan dan kriminalitas.
2. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hak Anak
a. Prinsip-Prinsip Perlindungan Anak
Berdasarkan Konvensi Hak Anak yang kemudian diadopsi dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, ada
empat prinsip umum perlindungan anak yang harus menjadi dasar bagi
setiap negara dalam menyelenggarakan perlindungan anak. Prinsip umum
perlindungan anak tersebut adalah :
1) Prinsip nondiskriminasi
Prinsip ini artinya adalah semua hak yang diakui dan terkandung
dalam KHA harus diberlakukan kepada setiap anak tanpa
pembedaan apapun. Prinsip ini terdapat di dalam Pasal 2 KHA
ayat (1) dan ayat (2). Pasal 2 KHA ayat (1) berbunyi “Negara-
Negara Pihak menghormati dan menjamin hak-hak yang
diterapkan dalam konvensi ini bagi setiap anak yang berada dalam
wilayah hukum mereka tanpa diskriminasi dalam bentuk apa pun,
tanpa memandang ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
pandangan politik atau pandangan-andangan lain, asal-usul
kebangsaan, etnik atau sosial, status kepemilikan, cacat atau tidak,
kelahiran atau status lainnya baik dari si anak sendiri atau
orangtua walinya yang sah.” Sedangkan bunyi Pasal 2 KHA ayat
(2) adalah “Negara-Negara Pihak akan mengambil semua langkah
yang perlu untuk menjamin agar anak dilindungi dari semua
diskriminasi atau hukuman yang didasarkan pada status, kegiatan,
pendapat yang dikemukakan atau keyakinan dari orangtua ana,
walinya yang sah, atau anggota keluarganya.” Dengan demikian,
siapa pun di negeri ini tidak boleh memperlakukan anak dengan
memandang ia berasal dari aliran atau etnis apa pun, termasuk
dari kelompok sosial ekonomi seperti apa pun.
2) Prinsip kepentingan terbaik bagi anak
Pasal 3 Ayat (1) KHA mengingatkan kepada semua
penyelenggara perlindungan anak bahwa pertimbangan-
pertimbangan dalam pengambilan keputusan menyangkut masa
depan anak, bukan dengan ukuran orang dewasa, apalagi berpusat
kepada kepentingan orang dewasa. Apa yang menurut orang
dewasa baik, belum tentu baik pula menurut ukuran kepentingan
anak. Boleh jadi maksud orang dewasa memberikan bantuan dan
menolong, tetapi yang sesungguhnya terjadi adalah penghancuran
masa depan anak. Sangat mungkin terjadi, tujuan pemidanaan
anak yang dimaksudkan untuk memperbaiki tabiat dan perilaku
anak demi masa depan mereka, adalah penghancuran masa depan
karena anak menjadi trauma dengan kekerasan dan penyiksaan
yang dirasakan, perlakuan keras, dan stigmasi masyarakat yang
menghambat bahkan mematikan pergaulan sosialnya.
3) Prinsip hak hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan
Prinsip ini tercantum dalam Pasal 6 Ayat (1) dan Ayat (2) KHA.
Pesan dari prinsip ini sangat jelas bahwa negara harus
memastikan setiap anak akan terjamin kelangsungan hidupnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
karena hak hidup adalah sesuatu yang melekat dalam dirinya,
bukan pemberian dari negara atau orang per orang. Untuk
menjamin hak hidup tersebut berarti negara harus menyediakan
lingkungan yang kondusif, sarana dan prasarana hidup yang
memadai, serta akses setiap anak untuk memperoleh kebutuhan-
kebutuhan dasar. Dengan kata lain, negara tidak boleh
membiarkan siapa pun, atau institusi mana pun, dan kelompok
masyarakat mana pun mengganggu hak hidup seorang anak.
Termasuk pemidanaan pada anak-anak yang berkonflik dengan
hukum, sangat terang bahwa hal tersebut bertentangan dengan hak
hidup, tumbuh dan berkembang karena akan merendahkan harga
diri, perasaan inferior, nyala dendam makin berkobar dan sangat
mungkin menimbulkan penularan perilaku vandalis dan kriminal
dari penjahat-penjahat kelas kakap yang berinteraksi dengan
anak-anak yang dipenjara. Ironisnya penularan perilaku vandalis
dan kriminal itu atas nama dan sepenuhnya dengan biaya negara.
4) Prinsip penghargaan terhadap pendapat anak
Prinsip ini mendasarkan pada Pasal 12 Ayat (1) KHA. Point
terpenting dalam prinsip ini, anak adalah subyek yang memiliki
otonomi kepribadian. Oleh karena itu, dia tidak bisa hanya
dipandang dalam posisi lemah, menerima dan pasif tetapi
sesungguhnya dia pribadi otonom yang memiliki pengalaman,
keinginan, imajinasi, obsesi dan aspirasi yang belum tentu sama
dengan orang dewasa.
Dari empat prinsip umum perlindungan anak di atas, yang menjadi
sentrifugal sekaligus sentripetal adalah prinsip kelangsungan hidup, tumbuh,
dan perkembangannya. Artinya demi kelangsungan hidup dan tumbuh
kembang anak, setiap anak perlu dilakukan nondiskriminasi di segala
lapangan kehidupan, perlakuan yang diterima harus yang terbaik untuk
kepentingan anak, serta kesempatan anak untuk berpartisispasi. Hanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
dengan perlakuan semacam itulah, ruang untuk kelangsungan hidup,
pertumbuhan dan perkembangannya menjadi optimal.
b. Perlindungan Hak Anak di Indonesia
Berbicara soal perlindungan anak bukan sekedar berbicara anak
dalam kajian psikologis, pedagogis atau sosiologis, lebih dari semua itu.
Bicara soal perlindungan anak berarti bicara soal kelangsungan hidup
sebuah komunitas. Berbicara tentang rancang bangun sosial masa depan.
Tidak ada pihak mana pun di dunia sekarang ini yng tidak bersentuhan
dengan persoalan perlindungan anak.
Seorang expert tentang perlindungan anak, Peter Newel,
mengemukakan beberapa alasan subjektif dari sisi keberadaan anak
sehingga anak membutuhkan perlindungan (Hadi Supeno, 2010:30) :
1) Biaya pemulihan akibat kegagalan dalam memberikan
perlindungan anak sangat tinggi. Jauh lebih tinggi daripada biaya
yang dikeluarkan jika anak-anak memperoleh perlindungan.
2) Anak-anak sangat berpengaruh langsung dan berjangka panjang
atas perbuatan ataupun tidak adanya/dilakukannya perbuatan dari
pemerintah ataupun kelompok lainnya.
3) Anak-anak selalu mengalami pemisahan atau kesenjangan dalam
pemberian pelayanan publik.
4) Anak-anak tidak mempunyai hak suara, dan tidak mempunyai
kekuatan lobi untuk memenuhi agenda kebijakan pemerintah.
5) Anak-anak pada banyak keadaan tidak dapat mengakses
perlindungan dan penataan hak-hak anak.
6) Anak-anak lebih beresiko dalam eksploitasi dan penyalahgunaan.
Komitmen negara terhadap perlindungan anak pun sesungguhnya
telah ada sejak berdirinya negara ini. Hal itu bisa dilihat dalam konstitusi
dasar kita. Pada pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa tujuan
didirikannya negara ini antara lain untuk memajukan kesejahteraan umum
dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Secara implisit, kata kesejahteraan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa khususnya dilakukan melalui
proses pendidikan, di mana ruang-ruang belajar pada umumnya berisi anak-
anak dalm segala usia. Anak secara eksplisit disebutkan dalam Pasal 34
pada bagian batang tubuh yang berbunyi “Fakir miskin dan anak terlantar
dipelihara oleh negara.” Hal ini menunjukkan adanya perhatian serius dari
pemerintah terhadap hak-hak anak dan perlindungannya.
Lebih lanjut pengaturan tentang hak-hak anak dan perlindungannya
ini terpisah dalam berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan, yaitu
dalam bidang kesejahteraan sosial dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1979 tentang Kesejahteraan Anak bersamaan dengan penetapan tahun 1979
sebagai Tahun Anak Internasional; dalam bidang hukum dengan Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak; satu tahun sejak
ditetapkannya Konvensi Hak Anak diratifikasi melalui Kepres Nomor 36
tanggal 25 Agustus 1990; pada tahun 1999 Pemerintah Indonesia
mengeluarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, yang di dalamnya menyebutkan tentang anak; pada tahun 2002
Indonesia melakukan amandemen UUD 1945 dengan memunculkan pasal
tambahan tentang anak, yakni pada Pasal 28B Ayat (2) yang berbunyi
“Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang,
serta memperoleh perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi” Sebagai
hak dasar adalah “setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang”, sedangkan “perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”
merupakan perlindungan khusus; Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak; Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional; Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2006 tentang Sistem Administrasi Kependudukan; Undang-Undang Nomor
23 tahun 2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga; Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
3. Tinjauan Umum tentang Beracara Pidana
Beracara pidana berlandaskan pada hukum acara pidana. Untuk
mempelajari proses beracara pidana, maka harus mempelajari hukum acara
pidana pula. Hukum acara pidana dapat disebut dengan hukum pidana formal.
Hukum acara pidana (hukum pidana formal) mengatur tentang bagaimana
negara melalui alat-alatnya melaksanakan haknya untuk memidana dan
menjatuhkan pidana (Andi Hamzah, 2001:4). KUHP tidak memberikan definisi
tentang hukum acara pidana, tetapi memberikan definisi tehadap bagian-
bagiannya seperti penyidikan, penuntutan, mengadili, praperadilan, putusan
pengadilan, upaya hukum, penyitaan, penggeledahan, penangkapan,
penahanan, dan lain-lain.
Dalam proses beracara pidana, mengenal istilah penyelidikan,
penyidikan, penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, penuntutan,
surat dakwaan, pemeriksaan di sidang pengadilan, pembuktian, putusan hakim
dan upaya hukum. Untuk mengetahui istilah-istilah tersebut maka dapat
dijelaskan sebagai berikut :
a. Penyelidikan
Di dalam KUHAP yang dimaksud dengan penyelidikan
adalah serangkaian tindakan penyelidikan untuk mencari dan
menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana
guna menentukan dapat atau tindakannya dilakukan penyidikan
menurut cara yang diatur dalam KUHAP.
b. Penyidikan
KUHAP memberikan definisi penyidikan adalah
serangkaian tindakan penyidikan dalam hal dan menurut yang
diatur dalam KUHAP untuk mencari serta mengumpulkan bukti
yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang
terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Bagian-bagian hukum
acara pidana yang menyangkut penyidikan adalah ketentuan
tentang alat-alat bukti, ketentuan tentang diketahui terjadinya delik,
pemeriksaan di tempat kejadian, pemanggilan tersangka atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
terdakwa, penahanan sementara, penggeledahan, pemeriksaan,
berita acara, penyitaan, penyampingan perkara dan pelipahan
perkara kepada penuntut umum dan pengembaliannya kepada
penyidik untuk disempurnakan.
Penyidikan terhadap anak nakal dilakukan oleh penyidik
Polri, akan tetapi tidak semua penyidik Polri dapat melakukan
penyidikan terhadap perkara anak nakal. Dalam Undang-Undang
Pengadilan Anak dikenal adanya penyidik anak, penyidik inilah
yang berwenang melakukan penyidikan. Penyidik anak diangkat
oleh Kapolri dengan surat keputusan tersendiri untuk kepentingan
tersebut. Upaya paksa dalam penyidikan adalah :
1) Penangkapan
Di dalam Pasal 1 butir 20 KUHAP memberikan definisi
penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa
pengekangan kebebasan sementara waktu tersangka atau
terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan
penyidikan atau penuntutan dan/atau peradilan dalam hal
serta menurut cara yang diatur dalam KUHAP. Penangkapan
terhadap anak nakal ternyata dalam Undang-Undang
Pengadilan Anak tidak mengatur tentang hal tersebut. Oleh
karena itu tindakan penangkapan anak nakal berlaku
ketentuan KUHAP sebagai peraturan umumnya (Lex
generalis derogat lex spesialis).
2) Penahanan
Penahanan merupakan salah satu bentuk perampasan
kemerdekaan bergerak seseorang. Jadi terdapat pertentangan
antara dua asas yaitu hak bergerak seseorang yang
merupakan hak asasi manusia yang harus dihormati di satu
pihak da kepentingan ketertiban umum di lain pihak yang
harus dipertahankan untuk orang banyak dari perbuatan jahat
tersangka. Terhadap seorang anak, Pasal 45 ayat (1) Undang-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Undang Pengadilan Anak memberikan syarat agar penahanan
itu dilakukan setelah dengan sungguh-sunguh
mempertimbangkan kepentingan anak dan atau kepentingan
masyarakat.
3) Penggeledahan
Dalam penggeledahan dikenal dua macam penggeledahan,
yaitu penggeledahan rumah dan penggeledahan badan.
Penggeledahan rumah adalah tindakan penyidik untuk
memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya
untuk melakukan tindakan pemeriksaan atau penyitaan atau
penangkapan. Sedangkan penggeledahan badan adalah
tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan
dan/atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga
keras ada pada badannya atau dibawa olehnya untuk disita.
4) Penyitaan
Penyitaan adalah tindakan penyidik untuk mengambil alih
dan/atau menyimpan dibawah penguasaannya berupa benda
bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud
untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan
dan peradilan. Penyitaan dilakukan oleh penyidik dengan
surat ijin ketua Pengadilan Negeri setempat. Benda sitaan
disimpan dalam rumah penyimpanan benda sitaan negara
(Rubasam).
5) Pemeriksaan Surat
Penyidik berhak membuka, memeriksa dan menyita surat
yang dikirim melalui kantor pos dan telekomunikasi jika
surat tersebut dicurigai ada hubungannya dengan tindak
pidana yang sedang diperiksa. Di dalam membuka,
memeriksa surat seperti yang disebutkan di atas, penyidik
harus dengan ijin yang diberikan ketua Pengadilan Negeri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
c. Penuntutan
Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk
melimpahkan perkara sidang ke Pengadilan Negeri yang
berwenang dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh
hakim di sidang pengadilan. Dikenal pula dengan prapenuntutan,
yaitu wewenang penuntut umum untuk mengembalikan berkas
perkara kepada penyidik agar diadakan penyidikan tambahan
karena dianggap belum lengkap. Di dalam Pasal 1 butir 7 KUHAP
disebutkan penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk
melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang
dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam KUHAP ini dengan
permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang
pengadilan.
d. Pemeriksaan di Sidang Pengadilan
Terdapat tiga acara pemeriksaan perkara pidana, yaitu
perkara dengan acara pemeriksaan biasa, perkara dengan acara
pemeriksaan singkat dan perkara dengan acara pemeriksaan cepat.
Perkara dengan acara pemeriksaan biasa diatur dalam Pasal 152-
202 KUHAP, sedangkan perkara dengan acara pemeriksaan singkat
diatur dalam Pasal 203 dan Pasal 204 KUHAP. Perkara dengan
acara pemeriksaan cepat ada dua yaitu acara pemeriksaan tindak
pidana ringan (diatur dalam Pasal 205-210 KUHAP) dan acara
pemeriksaan pelanggaran lalu lintas jalan (diatur dalam Pasal 211-
216 KUHAP).
e. Upaya Hukum
Terdapat dua macam upaya hukum, yaitu upaya hukum
biasa dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum biasa adalah
banding dan kasasi, sedangkan upaya hukum luar biasa adalah
kasasi demi kepentingan hukum dan peninjauan kembali. Banding
adalah alat hukum yang merupakan hak terdakwa atau juga
penuntut umum untuk memohon supaya putusan Pengadilan Negeri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
diperiksa kembali oleh Pengadilan Tinggi. Kasasi adalah suatu alat
hukum yang merupakan wewenang dari Mahkamah Agung untuk
memeriksa kembali putusan-putusan dari pengadilan-pengadilan
terdahulu dan ini merupakan peradilan terakhir.
Kasasi demi kepentingan hukum hanya dapat diajukan oleh
Jaksa Agung. Kasasi demi kepentingan hukum secara formal
didasarkan pada Pasal 259 KUHAP. Di dalam upaya hukum luar
biasa dikenal dengan peninjauan kembali, yaitu kepada terpidana
atau ahli warisnya berhak untuk mengajukan permohonan
peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. Peninjauan kembali
dapat dimintakan atas putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap tetapi dalam Pasal 263 ayat (1) putusan
bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum tidak dapat diajukan
peninjauan kembali.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
ANAK
MOTIVASI INTRINSIK MOTIVASI EKSTRINSIK
KENAKALAN ANAK
TINDAK PIDANA PELANGGARAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
ANAK NAKAL
PROSES PERADILAN
UU PENGADILAN ANAK UU PERLINDUNGAN ANAK
PERLINDUNGAN ANAK
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Keterangan :
Kerangka pemikiran di atas menjelaskan alur pemikiran penulis dalam
mengangkat, menggambarkan, menelaah dan menjabarkan serta menemukan
jawaban atas permasalahan hukum. Dalam hal ini permasalahan hukumnya
mengenai pentaacuhan atas perlindungan hak anak dalam proses beracara pidana
di dalam kasus nomor 91/PID.SUS/2010/PN.SKA terhadap Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, dapat dijelaskan bahwa anak
pada dasarnya bertingkah laku sesuai dengan apa yang ada di sekitarnya, apa yang
dilihatnya dalam keseharian. Keadaan di sekitar anak yang positif dapat
berdampak positif pula pada tingkah laku anak tetapi jika anak dihadapkan dengan
lingkungan yang negatif maka akan menimbulkan tingkah laku yang negatif bagi
anak. Oleh karena itu dikenal adanya dorongan atau motivasi intrinsik (dari dalam
diri anak) dan juga dorongan atau motivasi ekstrinsik (dari luar diri anak) yang
dapat menyebabkan timbulnya kenakalan anak. Kenakalan anak mempunyai
banyak pengertian, tetapi pada dasarnya dikatakan kenakalan anak karena anak
melakukan perbuatan tindak pidana atau perbuatan yang melanggar ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Anak yang melakukan tindak pidana dan melanggar peraturan perundang-
undangan disebut dengan anak nakal. Sesuai dengan Pasal 1 UU Pengadilan Anak
bahwa anak nakal yang memenuhi syarat dalam undang-undang tersebut dapat
diselesaikan dengan proses peradilan. Proses peradilan anak berbeda dengan
proses peradilan orang dewasa, maka proses peradilan anak diatur tersendiri
dalam UU Nomor 3 Tahun 1997. Di dalam melaksanakan proses peradilan
tersebut tidak boleh mengacuhkan hak-hak anak yang diatur secara khusus dalam
UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Oleh karena itu untuk
menyelesaikan sebuah perkara yang dilakukan oleh anak, kita harus mengacu
terhadap kedua undang-undang tersebut sehingga proses peradilan tetap berjalan
sesuai ketentuan tetapi tidak melupakan hak-hak anak yang dilindungi oleh
negara.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Kasus
Kasus Posisi Putusan Nomor 91/PID.SUS/2010/PN.Ska, Identitas Terdakwa :
a. Nama Lengkap : HENDRIYANTO.
b. Tempat Lahir : Surakarta.
c. Umur/Tanggal Lahir : 15 Tahun 7 Bulan/02 Nopember 1994.
d. Jenis Kelamin : Laki-laki.
e. Kebangsaan : Indonesia.
f. Tempat Tinggal : Ds. Asem Brendel Rt.02 Rw.10
Kecamatan Karanganyar Kabupaten
Karanganyar
g. Agama : Kristen.
h. Pekerjaan : Tidak bekerja.
Bahwa Terdakwa HENDRIYANTO pada hari Kamis tanggal 10 Juni
2010, sekitar pukul 17.30 WIB di Stadion Manahan Jalan Adi Sucipto
Manahan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta tanpa seijin pemiliknya telah
mengambil sesuatu barang berupa 1 buah Hand Phone merek Nokia 5310,
yang mana barang tersebut kepunyaan atau milik orang lain (milik saksi
korban FAKHRUDIN NUR GOFIRIN) selain diri Terdakwa dengan maksud
untuk dimiliki, yang dilakukan oleh Terdakwa dengan cara sebagai berikut :
Pada waktu Terdakwa berada di lingkungan Stadion Manahan
Surakarta telah melihat tas warna abu-abu milik saksi korban FAKHRUDIN
NUR GOFIRIN diletakkan tidak jauh dari tempat Terdakwa duduk. Secara
tiba-tiba Terdakwa mempunyai niatan untuk mengambil sesuatu barang
berharga yang ada di dalam tas milik saksi korban FAKHRUDIN NUR
GOFIRIN. Kemudian Terdakwa menghampiri saksi korban FAKHRUDIN
NUR GOFIRIN dengan berpura-pura meminjam sepeda motor dengan alasan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
dipakai sebentar, dan oleh saksi korban FAKHRUDIN NUR GOFIRIN
dijawab bahwa kunci kontak sepeda motor tersimpan/ada di dalam tas, dan
Terdakwa disuruh mengambil sendiri. Kemudian Terdakwa menuju k etas
milik saksi korban dan membuka tas tersebut mencari kunci kontak sepeda
motor.
Pada saat membuka tas milik saksi korban FAKHRUDIN NUR
GOFIRIN, ternyata di dalamnya terdapat 1 buah Hand phone Nokia tipe
5310, yang kemudian oleh Terdakwa diambil dan langsung dimasukkan ke
dalam saku celana bagian samping. Selanjutnya Terdakwa mengendarai
sepeda motor milik saksi korban menuju ke arah Gilingan dengan maksud
untuk menitipkan sementara Hand Phone Nokia 5310 kepada saksi
KRISYANTO, yang nantinya akan dijual kepada orang lain. Bahwa
perbuatan Terdakwa tersebut dilakukan tanpa seijin dan sepengetahuan saksi
korban FAKHRUDIN NUR GOFIRIN selaku pemilik barang dan akibat
perbuatan Terdakwa tersebut, saksi korban FAKHRUDIN NUR GOFIRIN
mengalami kerugian kurang lebih sebesar Rp. 1.950.000,00 (satu juta
Sembilan ratus lima puluh ribu rupiah).
2. Penangkapan
Dalam perkara ini Terdakwa ditangkap oleh pelapor setelah sesaat
melakukan tindak pidana pencurian (tertangkap tangan) karena pengakuan
Terdakwa sendiri. Selanjutnya dari penangkapan yang dilakukan oleh
pelapor, terdakwa dan barang bukti diserahkan kepada penyidik, sebagaimana
dibuatkan Berita Acara Serah Terima tersangka tertanggal 10 Juni 2010.
Kemudian sebagai kelengkapan formil, dikeluarkan surat perintah
penangkapan untuk ditembuskan kepada masing-masing keluarga terdakwa
yaitu Surat Perintah Penangkapan Nomor : Sp. Kap/92/VI/2010/Reskrim
tanggal 10 Juni 2010, untuk penangkapan terhadap Terdakwa
HENDRIYANTO. Surat Perintah tersebut berlaku dari tanggal 10 Juni 2010
sampai dengan 11 Juni 2010 dan selanjutnya dibuatkan Berita Acara
Penangkapan pada tanggal 10 Juni 2010.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
3. Penahanan
Dengan Surat Perintah Penahanan Nomor : Sp.
Han/176/VI/2010/Reskrim tanggal 10 Juni 2010, telah dilakukan penahanan
terhadap Terdakwa HENDRIYANTO dan selanjutnya dibuatkan Berita Acara
Penahanan pada tanggal 10 Juni 2010. Terdapat pula perpanjangan penahanan
dengan Surat Permohonan Perpanjangan Penahanan Nomor :
B/176.B/VI/2010/Reskrim tanggal 21 Juni 2010 telah dimintakan
perpanjangan penahanan atas nama Terdakwa HENDRIYANTO ke
Kejaksaan Negeri Surakarta dan selanjutnya telah dibuatkan Berita Acara
Perpanjangan Penahanan tanggal 01 Juli 2010. Adapun rincian mengenai
penahanan dan perpanjangan penahanan sebagai berikut :
- Penyidik : 11 Juni 2010 sampai dengan 30 Juni 2010
- Perpanjangan P.U : 01 Juli 2010 sampai dengan 10 Juli 2010
- Penuntut Umum : 08 Juli 2010 sampai dengan 17 Juli 2010
- Hakim Pemeriksa : 15 Juli 2010 sampai dengan 29 Juli 2010
- Perpanjangan Ketua PN: 30 Juli 2010 sampai dengan 28 Agustus 2010
4. Keterangan Balai Pemasyarakatan (BAPAS) Surakarta
Dibuatnya keterangan dari Balai Pemasyarakatan (BAPAS) Surakarta
bertujuan sebagai bahan pemikiran atau pertimbangan dalam mengadili
perkara dari terdakwa yang masih dibawah umur, dalam hal ini adalah
Terdakwa HENDRIYANTO. Dalam keterangan tersebut bukan hanya
menyebutkan identitas terdakwa tetapi juga orang tua terdakwa karena dalam
hal ini terdakwa masih dibawah umur dan masih berada dalam pengasuhan
orang tua. Selain itu juga menggambarkan mengenai kehidupan terdakwa
mulai dari dalam kandungan sampai sekarang, kesehatan dan juga
pendidikannya. Menggambarkan pula keadaan kehidupan keluarga dan
lingkungan masyarakat terdakwa. Kemudian keadaan terdakwa, keluarga dan
lingkungan masyarakat tersebut dihubungkan dengan masalah yang dihadapi
oleh terdakwa.
Balai Pemasyarakatan (BAPAS) juga meminta pendapat keluarga,
korban, pihak masyarakat, dan pihak sekolah mengenai masalah tersebut. dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
kesemua hal tersebut akan ditarik kesimpulan yang tepat untuk dijadikan
pertimbangan dalam mengadili kasus itu. Jadi dalam pertimbangan yang
diajukan tersebut tidak hanya mengacu pada individu pelaku saja tetapi juga
melihat faktor lingkungan dan keluarga.
Pada saat kejadian, klien masih berumur 15 tahun 7 bulan sehingga
masih dikategorikan sebagai anak yang masih membutuhkan bimbingan dan
pengawasan dari orang tua. Klien belum pernah dihukum dan baru pertama
kali berurusan dengan pihak yang berwajib, dimana klien menjadi tersangka
melakukan tindak pidana pencurian. Perbuatan tersebut didasari karena klien
membutuhkan uang untuk makan.
Adanya kesempatan klien mengambil Hand Phone di dalam tas
korban dan pribadi klien yang masih tergolong labil sehingga dalam
melakukan tindakannya tidak memikirkan akibat yang akan terjadi. Klien
telah menyadari dan menyesali atas kesalahannya serta berjanji tidak akan
mengulangi lagi perbuatan serupa maupun pelanggaran hukum lainnya.
5. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum
Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam
Pasal 362 KUHP, yang menyebutkan bahwa barangsiapa mengambil barang
sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud
untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan
pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh
rupiah.
6. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum
Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, akan
diuraikan mengenai unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan, yaitu
barang siapa dengan sengaja dan melawam hukum telah mengambil sesuatu
barang yang sebagian ataupun keseluruhan kepunyaan atau milik orang lain
dengan maksud untuk dimiliki, melanggar Pasal 362 KUHP, dengan unsur-
unsur sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
1. Unsur Barang Siapa
Yang dimaksud barang siapa di sini adalah setiap orang atau siapa
saja sebagai subyek hukum yang dapat mempertanggung jawabkan
perbuatannya yang melanggar hukum dan diancam pidana, jelas di sini
yang dimaksud adalah terdakwa yang telah melakukan tindak pidana
pencurian atas dasar keterangan saksi-saksi, surat, barang bukti petunjuk,
dan juga keterangan terdakwa yang telah mengakui perbuatan yang
dilakukannya tersebut.
Selain itu, Terdakwa di depan persidangan dalam keadaan sehat
jasmani dan rohani sehingga mampu mengikuti jalannya persidangan
serta mampu menjawab semua pertanyaan Majelis Hakim dengan lancar,
dengan demikian pada diri Terdakwa tidak diketemukan adanya alasan
pemaaf dan pembenar.
2. Dengan sengaja dan melawan hukum
Bahwa yang dimaksud untuk memiliki dengan sengaja secara
melawan hukum adalah perbuatan Terdakwa tersebut bertentangan
dengan kehendak orang lain. Berdasarkan fakta yang terungkap
dipersidangan, keterangan para saksi dan keterangan terdakwa, diperoleh
fakta bahwa Terdakwa melakukan perbuatannya dengan cara membuka
tas lalu Terdakwa mengambil 1 Unit Hand Phone merek Nokia tipe 5310
milik saksi korban FAKHRUDIN NUR GOFIRIN tanpa seijin/tanpa
sepengetahuan dari pemiliknya, kemudian Hand Phone tersebut diambil
dibawa pergi ke Gilingan untuk dijual.
3. Telah mengambil sesuatu barang yang sebagian ataupun keseluruhan
milik orang lain.
Berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan, keterangan
para saksi dan keterangan terdakwa, diperoleh fakta bahwa Terdakwa
pada hari Kamis tanggal 10 Juni 2010 sekitar pukul 17.30 WIB tanpa
seijin maupun sepengetahuan pemiliknya telah mengambil 1 unit Hand
Pone merek Nokia tipe 5310 milik orang lain yaitu saksi korban
FAKHRUDIN NUR GOFIRIN dan pada waktu itu HP tersebut disimpan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
oleh pemiliknya yaitu saksi korban FAKHRUDIN NUR GOFIRIN di
dalam tas abu-abu merek ELEMENT SKATEBOARD yang diletakkan
disekitar lingkungan Stadion Manahan Surakarta.
4. Dengan maksud untuk dimiliki.
Berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan, keterangan
para saksi dan keterangan terdakwa, diperoleh fakta bahwa Terdakawa
pada hari Kamis tanggal 10 Juni 2010 sekitar pukul 17.30 WIB tanpa
seijin maupun sepengetahuan pemiliknya telah mengambil 1 unit Hand
Pone merek Nokia tipe 5310 milik orang lain yaitu saksi korban
FAKHRUDIN NUR GOFIRIN dan pada waktu itu HP tersebut disimpan
oleh pemiliknya yaitu saksi korban FAKHRUDIN NUR GOFIRIN di
dalam tas abu-abu merek ELEMENT SKATEBOARD yang diletakkan
disekitar lingkungan Stadion Manahan Surakarta. Bahwa menurut
pengakuan Terdakwa Hand Phone mirek Nokia Tipe 5310 milik saksi
korban FAKHRUDIN NUR GOFIRIN tersebut telah akan dijual kepada
orang di daerah Gilingan dan rencananya uang hasil penjualan HP
tersebut akan dibuat membeli sepatu basket.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, maka Terdakwa terbukti
secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pencurian (melanggar
Pasal 362 KUHP) sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Sebelumnya
Jaksa Penuntut Umum mengemukakan hal-hal yang dijadikan pertimbangan
mengajukan tuntutan pidana, yaitu :
1) Hal yang memberatkan :
Perbuatan Terdakwa sangat meresahkan masyarakat dan merugikan Saksi
korban FAKHRUDIN NUR GOFIRIN.
2) Hal yang meringankan :
a) Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya dan menyesalinya.
b) Terdakwa belum menikmati hasil kejahatannya.
c) Terdakwa masih berusia muda dan masih berusia sekolah serta
Terdakwa berprestasi dibidang olah raga karateka, sehingga masih
bisa dilakukan pembinaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
d) Terdakwa ingin melanjutkan sekolah lagi.
e) Bahwa kedua orang tua Terdakwa masih sanggup untuk mengasuh
dan membina Terdakwa.
Berdasarkan uraian dimaksud Jaksa Penuntut Umum dalam perkara
ini, dengan memperhatikan ketentuan Undang-Undang yang bersangkutan
menuntut supaya Hakim/Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surakarta yang
memeriksa dan mengadili perkara memutuskan :
1) Menyatakan Terdakwa HENDRIYANTO, bersalah melakukan tindak
pidana PENCURIAN sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal
362 KUHP sebagaimana dalam surat dakwaan Nomor Reg. PDM –
127/0.3.11/Ep.1/07/2010/ tanggal 14 Juli 2010.
2) Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa HENDRIYANTO berupa pidana
penjara selama 4 (empat) bulan, dengan dikurangi selama Terdakwa
berada dalam tahanan sementara, dengan perintah Terdakwa tetap ditahan.
3) Menyatakan barang bukti berupa :
- 1 (satu) buah HP merk Nokia tipe 5310 dan 1 (satu) tas ransel warna
abu-abu merek ELEMENT SKATEBOARD, agar dikembalikan kepada
pemiliknya yaitu Saksi korban FAKHRUDIN NUR GOFIRIN.
4) Menetapkan agar Terdakwa, membayar biaya perkara sebesar Rp. 1000,00
(Seribu Rupiah).
Atas Tuntutan yang dikeluarkan oleh Jaksa Penuntut Umum,
Terdakwa yang menyatakan tidak akan didampingi oleh Penasehat Hukum
dan akan menghadapi sendiri dalam perkara ini akan didampingi oleh petugas
Balai Pemasyarakatan Surakarta dan orang tua, tidak keberatan dan tidak
akan mengajukan pembelaan. Terdakwa hanya mohon keringanan hukuman
karena Terdakwa masih sekolah dan terdakwa menyatakan sangat menyesal
atas perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi.
7. Pertimbangan-Pertimbangan Hakim
Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan para saksi dihubungkan
dengan keterangan/pengakuan para terdakwa sendiri, setelah dihubungkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
antara satu dan lainnya dengan adanya barang bukti yang diajukan di
persidangan, maka diperoleh fakta-fakta hukum sebagai berikut :
- Bahwa terdakwa telah mengambil barang milik orang lain tanpa seijin
pemiliknya dan peristiwa tersebut terjadi pada hari Kamis tanggal 10 Juni
2010 sekitar pukul 17.30 WIB bertempat di Stadion Manahan, Kelurahan
Manahan, Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta.
- Bahwa benar barang yang telah terdakwa ambil berupa 1 buah Hand
Phone merek Nokia tipe 5310 warna hitam biru.
- Bahwa perbuatan tersebut terdakwa lakukan sendirian tanpa dibantu oleh
orang lain.
- Bahwa benar perbuatan tersebut terdakwa berhasil mengambil sebuah
Hand Phone merek Nokia tipe 5310 warna hitam biru akan dimiliki
sendiri.
- Bahwa benar maksud dan tujuan terdakwa melakukan perbuatan tersebjut
jika berhasil diambil rencananya akan dijual dan hasil penjualan yang
nantinya akan digunakan makan dan untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
- Bahwa benar terdakwa tidak minta ijin kepada pemiliknya sebelum
mengambil barang tersebut.
- Bahwa benar terdakwa mengenali dan membenarkan barang bukti yang
diajukan di depan persidangan.
Menimbang, bahwa terdakwa diajukan kemuka persidangan didakwa
melakukan perbuatan pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana penjara
dalam pasal 362 KUHP yang unsur-unsurnya sebagai berikut :
1) Unsur Barang Siapa;
2) Unsur Dengan Sengaja Dan Melawan Hukum;
3) Unsur Telah Mengambil Sesuatu Barang Yang Sebagian Ataupun
Keseluruhan Milik Orang Lain;
4) Unsur Dengan Maksud Untuk Dimiliki.
Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan
mempertimbangkan satu persatu dari seluruh unsur yang terkandung dalam
Pasal 362 KUHP di atas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
a) Unsur “Barang siapa”
Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan Barang Siapa ialah
semua orang/badan hukum yang melakukan sesuatu perbuatan dan
perbuatan itu dilakukan oleh orang dewasa/anak yang berumur 8 tahun
atau lebih yang kurang dari 18 tahun, yang sehat jasmani dan rohani dan
si pembuat dapat/mampu dipertanggung jawabkan sebagai subyek hukum
pidana (anak).
Menimbang, bahwa dipersidangan Penuntut Umum telah
menghadapkan terdakwa bernama HENDRIYANTO yang dengan jalan
mengamati sikap dan tingkah laku, keterangan dan tanggapan terdakwa
di persidangan.
Menimbang, bahwa dipersidangan Terdakwa telah memberikan
keterangan mengenai identitasnya, ternyata sesuai dengan identitas yang
dicantumkan dalam Surat Dakwaan dan Berita Acara Pemeriksaan
perkara tersebutm, terdakwa membenarkan sehingga terdakwalah orang
yang dimaksud dalam tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa.
Menibang, bahwa berdasarkan keterangan terdakwa yang sesuai
dengan identitas terdakwa di Berita Acara Pemeriksaan perkara dan yang
dicantumkan dalam Surat Dakwaan Terdakwa pada saat melakukan
perbuatan tersebut berumur 15 tahun, maka Hakim berpendapat terdakwa
masih berstatus Anak.
Menimbang, bahwa dalam pemeriksaan di persidangan tidak
diketemukan adanya kelainan pada diri terdakwa dan terdakwa adalah
seorang anak, sehat jasmani dan rohani, maka Hakim berpendapat bahwa
terdakwa dapat/mampu dipertanggungjawabkan sebagai subyek hukum
pidana (anak).
Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan tersebut di
atas, Hakim berpendapat bahwa Unsur Barang Siapa telah terbukti.
b) Unsur Dengan Sengaja Dan Melawan Hukum
Bahwa yang dimaksud untuk memiliki dengan sengaja secara
melawan hukum adalah perbuatan terdakwa tersebut bertentangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
dengan kehendak orang lain. Perbuatan tersebut dilakukan pada saat
terdakwa mengambil 1 unit Hand Phone merek Nokia tipe 5310 warna
hitam biru milik saksi korban Fakhrudin Nur Gofirin dengan cara
membuka tas kemudian Hand Phone tersebut diambil dibawa pergi ke
Gilingan untuk dijual.
Menimbang, bahwa terdakwa mengambil 1 unit Hand Phone merek
Nokia tipe 5310 warna hitam biru tersebut tanpa seijin/tanpa
sepengetahuan dari pemiliknya. Berdasarkan uraian tersebut di atas unsur
“Dengan sengaja dan melawan hukum” telah terbukti adanya.
c) Unsur Telah Mengambil Sesuatu Barang Yang Sebagian Ataupun
Keseluruhan Milik Orang Lain
Berdasarkan keterangan para saksi dan keterangan terdakwa di
depan persidangan serta adanya barang bukti uang diajukan di depan
persidangan, telah terbukti bahwa terdakwa mengambil barang berupa
sebuah Hand Phone merek Nokia tipe 5310 warna hitam biru. Barang
tersebut bukan kepunyaan terdakwa tetapi milik saksi korban
FAKHRUDIN NUR GOFIRIN. Hal ini berdasarkan keterangan para
saksi yang dibenarkan oleh terdakwa.
Berdasarkan uraian tersebut di atas unsur “Telah Mengambil
Sesuatu Barang Yang Sebagian Ataupun Keseluruhan Milik Orang Lain”
telah terbukti adanya.
d) Unsur Dengan Maksud Untuk Dimiliki
Bahwa yang dimaksud dengan “mengambil” adalah memindahkan
penguasaan nyata terhadap sesuatu barang dari penguasaan nyata orang
lain ke dalam penguasaan nyata diri sendiri. Perbuatan tersebut dianggap
selesai apabila barang itu sudah pindah dari tempat aslinya.
Bahwa yang dimaksud dengan “barang” adalah segala sesuatu
benda berwujud maupun tidak berwujud dan dapat dipindahkan atau
segala sesuatu benda yang mempunyai nilai ekonomi dalam kehidupan
seseorang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Berdasarkan keterangan para saksi yang dibenarkan dan dikuatkan
keterangan terdakwa serta adanya barang bukti yang dijukan di depan
persidangan telah terbukti bahwa pada hari Kamis tanggal 10 Juni 2010
sekitar pukul 17.30, bertepat di Stadion Manahan Kelurahan Manahan
Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta, terdakwa HENDRIYANTO telah
mengambil tanpa ijin sebuah Hand Phone merek Nokia tipe 5310 warna
hitam biru, seharga Rp. 1.950.000,0 (satu juta Sembilan ratus lima puluh
ribu rupiah), dengan maksud untuk dijual, hasilnya akan digunakan untuk
makan dan untuk kebutuhan sehari-hari terdakwa. Berdasarkan uraian
tersebut di atas unsur “dengan maksud untuk dimiliki” telah terbukti
adanya.
Menimbang, bahwa dalam persidangan terdakwa terbukti masih
dibawah umur sehingga dalam melakukan perbuatan tersebut karena
pengaruh pergaulan, kurangnya pengawasan orang tua dan kepribadiannya
masih labil terjerumus ajakan teman-temannya dalam perbuatan melanggar
hukum.
Menimbang, bahwa anak adalah salah satu generasi muda sebagai
salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-
cita perjuangan bangsa untuk melaksanakan pembinaan dan perlindungan
anak diperlukan dukungan baik menyangkut kelembagaan maupun perangkat
hukum yang memadai dan mantap.
Menimbang, bahwa orang tua terdakwa telah mengemukakan segala
hal ikhwal yang bermanfaat bagi terdakwa yaitu sebagai berikut :
- Mohon keringanan atas vonis yang akan dilimpahkan kepada anak kami
sebagai bahan pertimbangan sebagai berikut :
- Saya masih sanggup untuk merawat dan mendidik anak saya yang
bernama Hendriyanto ke jalan yang benar,
- Saya memohon putusan hukuman untuk Hendriyanto seringan-
ringannya agar bisa melanjutkan sekolahnya,
- Saya meminta maaf sebesar-besarnya atas perilaku Hendriyanto.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Menimbang, bahwa terhadap hal ikhwal yang bermanfaat bagi
terdakwa yang disampaikan orang tua terdakwa dipersidangan, Hakim
sependapat yang akan dijatuhkan terhadap terdakwa diringankan.
Menimbang, bahwa dari keadaan sosial ekonomi keluarga terdakwa
cukup mampu untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari.
Menimbang, bahwa berdasarkan kesimpulan laporan Pembimbing
Kemasyarakatan menyarankan dari kesimpulan di atas dan rekomendasi
sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) Surakarta, tanggal 29 Juni 2010
merekomendasikan sebaiknya klien (terdakwa) “DIPIDANA PENJARA”
dengan harapan agar klien (terdakwa) menyesali perbuuatannya dan
mendapatkan Pembinaan dan Pembimbingan dari Balai Pemasyarakatan
Surakarta (BAPAS) atau dapat memperbaiki perilakunya sehingga
dikemudian hari tidak mengulangi lagi perbuatan yang melanggar hukum.
Menimbang, bahwa dengan telah terbuktinya semua unsur pasal 362
KUHP dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum maka Majelis berpendapat
bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana “Pencurian” sebagaimana diatur dan diancam pasal
362 KUHP.
Menimbang, bahwa walaupun terdakwa telah terbukti bersalah
melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan oleh Jaksa
Penuntut Umum namun apakah dalam melakukan perbuatan tersebut pada
diri terdakwa dapat dipertanggung jawabkan sehingga terdakwa dapat dijatuhi
pidana.
Menimbang, bahwa menurut pengamatan Majelis Hakim
dipersidangan terdakwa cukup sehat jasmani dan rohaninya dan tidak ada
alasan-alasan lain yang dapat dijadikan sebagai alasan pemaaf atau alasan
pembenar dan oleh karenanya maka dalam melakukan perbuatannya terdakwa
dapat dipertanggung jawabkan sehingga terdakwa harus dinyatakan bersalah
dan harus dijauhi pidana/hukuman yang setimpal dengan perbuatannya dan
sesuai dengan tujuan pemidanaannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa sebelum putusan ini
dijatuhkan telah ditahan dengan surat perintah penahanan maka Majelis akan
menerapkan ketentuan pasal 22 ayat (4) KUHAP lamanya terdakwa
ditangkap dan atau ditahan akan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang
dijatuhkan.
Menimbang, bahwa dengan melihat sifat perbuatan yang terbukti
dilakukan oleh terdakwa maka Majelis berpendapat agar terdakwa tidak
melarikan diri dan mengulangi lagi perbuatannya maka penahanan terdakwa
harus tetap dipertahankan/terdakwa tetap berada dalam tahanan.
Menimbang, bahwa tentang barang bukti yang diajukan di
persidangan yaitu berupa 1 buah Hand Phone merek Nokia tipe 5310 warna
hitam biru akan dinyatakan dalam amar putusan ini.
Menimbang, bahwa pidana yang akan dijatuhkan di bawah nanti
kiranya cukup adil dan setimpal dengan perbuatan para terdakwa, namun
sebelum Majelis Hakim menjatuhkan pidana perlu terlebih dahulu
dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan disekitar diri
terdakwa :
- Hal-hal yang memberatkan :
1) Bahwa perbuatan terdakwa merugikan orang lain.
2) Bahwa perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat.
- Hal-hal yang meringankan :
1) Terdakwa sopan di persidangan dan mengakui terus terang
perbuatannya sehingga memperlancar jalannya sidang.
2) Terdakwa belum menikmati hasilnya.
3) Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan
mengulanginya lagi perbuatannya.
4) Terdakwa belum pernah dihukum.
8. Putusan
Berdasarkan fakta-fakta hukum dan pertimbangan-pertimbangan
diatas, Majelis Hakim memutuskan:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
MENGADILI
1) Menyatakan Terdakwa HENDRIYANTO tersebut di atas telah terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
“PENCURIAN”.
2) Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa HENDRIYANTO tersebut
dengan pidana penjara selama : 3 (tiga) bulan.
3) Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan
seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
4) Menetapkan Terdakwa tetap berada dalam tahanan.
5) Menetapkan barang bukti berupa : 1 (satu) buah Hand Phone merek
Nokia tipe 5310 warna hitam biru dan 1 (satu) tas ransel warna abu-abu
merek Element Skateboard dikembalikan kepada saksi korban
FAKHRUDIN NUR GOFIRIN.
6) Membebani terdakwa membayar biaya perkara masing-masing sebesar
Rp. 1000,00 (seribu rupiah).
B. Pembahasan
1. Bentuk Pemenuhan Perlindungan Hak Anak di dalam Proses Beracara
Pidana Pada Kasus Nomor 91/PID.SUS/2010/PN.SKA
Proses peradilan pidana adalah merupakan suatu proses yuridis, hukum
ditegakkan dengan tidak mengesampingkan kebebasan mengeluarkan pendapat
dan pembelaan di mana keputusannya diambil dengan mempunyai suatu
motivasi tertentu. Mengembangkan hak-hak anak dalam proses peradilan
pidana guna mewujudkan perlindungan hukum bagi anak, diperlakukan
mengerti permasalahannya menurut proporsi yang sebenarnya secara meluas,
dimensional dan terpadu. Sebab pengembangan hak-hak anak dalam proses
peradilan pidana adalah suatu hasil interaksi dari adanya interrelasi antara
berbagai fenomena yang saling terkait dan saling mempengaruhi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Dimulai dengan memperhatikan aspek-aspek mental, fisik, sosial,
ekonomi serta dimensional, guna didapat pengertian yang tepat mengenai suatu
permasalahan dengan menggunakan metode pendekatan melalui disiplin ilmu
yang bersifat interdisipliner. Hal ini terwujud dalam menyusun data sosial oleh
petugas Balai Bispa sehingga kepribadian anak, keluarga, kondisi sosial dan
ekonomi serta motivasi dari tindak pidana diketahui, dipahami, kemudian
dirancanglah suatu pola penanggulangan dengan mempertimbangkan setiap
anak dan situasinya secara individual, misalnya dengan tes fisik dan psikologi
terhadap anak agar dapat menginterprestasikan kepribadiannya.
Jika akhirnya melalui putusan hakim, anak dinyatakan membutuhkan
pemeliharaan dan pembinaan, diharapkan ia mendapat fasilitas yang sesuai
dengan kebutuhannya dan dari orang-orang yang berkualifikasi. Dengan
demikian, penanggulangan yang diberikan mampu dipertanggungjawabkan
karena bersikap atau bertindak secara tepat guna, interdisipliner, intersektoral
dan interdepartemental. Perlu kiranya digarisbawahi bahwa kewajiban bagi
anak harus diperlakukan dengan situasi, kondisi mental, fisik, keadaan sosial
dan kemampuannya pada usia tertentu. Wujud dari suatu keadilan adalah di
mana pelaksanaan hak dan kewajiban seimbang. Oleh karena itu, dalam
melihat berbagai hal tersebut pada kasus nomor 91/PID.SUS/2010/PN.Ska
diperlukan landasan hukum yang tepat untuk mendasarinya. Berdasarkan sub
bab hasil penelitian dapat diketahui hak-hak tedakwa HENDRIYANTO yang
telah terpenuhi adalah sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Sumber : BAP, Laporan BAPAS dan Putusan Nomor 91/PID.SUS/2010/PN.Ska
Tab
el
I.B
entu
k P
em
en
uh
an
Per
lin
du
nga
n H
ak
An
ak
Pad
a K
asu
s N
om
or
91/P
ID.S
US
/20
10/P
N.S
KA
8.
Melihat
ata
s p
ert
imbangan p
utu
san y
ang
dik
elu
ark
an,
Hak
im t
ela
h m
em
pert
imbang
kan lapo
ran p
eneliti
an
kem
asy
ara
kata
n d
ari
BA
PA
S (
Pasa
l 5
9 a
yat
(2)
Und
ang
-U
ndang N
om
or
3 T
ahu
n 1
99
7).
7.
Sebelu
m H
akim
mem
bacak
an p
utu
san,
Hak
im
mem
beri
kan k
ese
mp
ata
n k
epada o
rang t
ua t
erd
ak
wa
untu
k m
engem
uk
ak
an h
al
ikhw
al
berk
enaan d
eng
an
terd
ak
wa (
Pasa
l 5
9 a
yat
(1)
Und
ang
-Und
ang
No
mo
r 3
T
ahu
n 1
99
7).
9.
Pid
ana p
enja
ra y
ang
dijatu
hk
an k
ep
ad
a t
erd
ak
wa
HE
ND
RIY
AN
TO
sela
ma 3
bu
lan.
Hal te
rsebu
t ti
dak
le
bih
dari
satu
perd
ua d
ari
ancam
an p
idana p
enja
ra
pencu
rian b
ag
i o
rang d
ew
asa
(P
asa
l 26
ayat
(1)
Und
ang
-U
ndang N
om
or
3 T
ahu
n 1
99
7).
2.
Pro
ses
pem
eri
ksa
an t
erd
ak
wa H
EN
DR
IYA
NT
O y
ang
d
ilak
uk
an o
leh H
ak
im d
i pers
dang
an d
ala
m s
idang
te
rtu
tup
(P
asa
l 8
ayat
(1)
Und
ang
-Und
ang
No
mo
r 3
T
ahu
n 1
99
7).
3.
Hak
im d
ala
m m
em
bacakan p
utu
san a
tas
perk
ara
te
rdak
wa H
EN
DR
IYA
NT
O d
ala
m s
idang
terb
uk
a u
ntu
k
um
um
(P
asa
l 8
ayat
(6)
dan P
asa
l 5
9 a
yat
(3)
Undang-
Undang N
om
or
3 T
ahu
n 1
99
7).
4.
Hak
im d
ala
m m
em
eri
ksa
dan m
em
utu
s p
erk
ara
te
rdak
wa H
EN
DR
IYA
NT
O p
ad
a t
ing
kat
pert
am
a
sebagai
hak
im t
ung
gal
(Pasa
l 1
1 a
yat
(1)
Und
ang
-U
ndang N
om
or
3 T
ahu
n 1
99
7).
6.
Sela
ma d
ala
m p
ers
idangan,
terd
akw
a
HE
ND
RIY
AN
TO
did
am
pin
gi o
leh o
rang
tua d
an
petu
gas
BA
PA
S S
ura
kart
a (
Pasa
l 5
7 a
yat
(2)
Und
ang
-U
ndang N
om
or
3 T
ahu
n 1
99
7).
5.
Di d
ala
m p
em
eri
ksa
an t
erh
adap t
erd
ak
wa
HE
ND
RIY
AN
TO
terd
apat
Penuntu
t U
mum
, o
rang t
ua
terd
ak
wa d
an p
etu
gas
BA
PA
S y
ang
ik
ut
hadir
dala
m
Sid
ang A
nak t
ers
ebut
(Pasa
l 5
5 U
nd
ang
-Und
ang
No
mo
r 3
Tahun 1
99
7).
6.
Pada s
aat
penangk
ap
an,
ters
ang
ka
HE
ND
RIY
AN
TO
tela
h d
iberi
kan h
aknya u
ntu
k
mend
ap
atk
an b
antu
an h
uku
m t
eta
pi
ole
h t
ers
ang
ka
hak i
tu d
ito
lak
deng
an s
ura
t peno
lak
an (
Pasa
l 5
1
ayat
(1)
Undang-U
ndang N
om
or
3 T
ahu
n 1
997
dan
Pasa
l 1
8 U
ndang-U
ndang N
om
or
23
tahu
n 2
002
).
3.
Penahanan d
ilak
uk
an t
erh
adap t
ers
angk
a
HE
ND
RIY
AN
TO
keti
ka t
ela
h d
item
ukan b
ebera
pa
bu
kti
perm
ula
an y
ang
cu
ku
p (
Pasa
l 4
4 a
yat
(1)
Und
ang
-Und
ang
No
mo
r 3
Tahun 1
99
7).
1.
Masa
penahanan y
ang
dilaku
kan k
ep
enti
ng
an
pem
eri
ksa
an y
ang
dilak
ukan P
enu
ntu
t U
mu
m t
erh
adap
ters
angka H
EN
DR
IYA
NT
O s
esu
ai
dengan k
ete
ntu
an
yang
ad
a y
ait
u 1
0 h
ari
deng
an p
erp
anja
ngan p
enahanan
sela
ma 1
5 h
ari
(P
asa
l 4
4 U
ndang-U
ndang N
om
or
3
tahu
n 1
997
).
1.
Dala
m m
ela
ku
kan p
enyid
ikan t
erh
ad
ap t
ers
angk
a
HE
ND
RIY
AN
TO
, p
enyid
ik t
ela
h m
em
inta
p
ert
imbang
an a
tau s
ara
n d
ari
Pem
bim
bin
g
Kem
asy
ara
kata
n (
Pasa
l 4
2 a
yat
(2)
Und
ang
-Und
ang
N
om
or
3 T
ahun 1
99
7).
2.
Ala
san m
eng
enai p
enahanan y
ang
dilaku
kan o
leh
Penuntu
t U
mum
terh
ad
ap
ters
ang
kan
HE
ND
RIY
AN
TO
dijela
skan d
ala
m s
ura
t peri
nta
h
penahanan (
Pasa
l 4
5 a
yat
(2)
Undang-U
ndang N
om
or
3 T
ahu
n 1
99
7).
5.
Ala
san p
enahanan t
erh
ad
ap
ters
ang
ka
HE
ND
RIY
AN
TO
tela
h d
isebu
tkan d
i d
ala
m s
ura
t p
eri
nta
h p
enahanan (
Pasa
l 4
5 a
yat
(2)
Und
ang
-U
nd
ang
No
mo
r 3
Tahun 1
99
7).
2.
Penang
kapan y
ang d
ilak
uk
an t
erh
ad
ap t
ers
angk
a
HE
ND
RIY
AN
TO
sesu
ai deng
an K
itab U
ndang-
Und
ang
Hu
kum
Acara
Pid
ana d
an d
ilaku
kan s
ela
ma
1 (
satu
) hari
(P
asa
l 4
3 U
ndang-U
ndang N
om
or
3
Tahun 1
99
7).
4.
Penahanan g
una k
epenti
ngan p
em
eri
ksa
an o
leh
penyid
ik d
ilak
ukan s
ela
ma 2
0 h
ari
dan d
eng
an
perp
anja
ng
an p
enahanan s
ela
ma 1
0 h
ari
. T
ers
ang
ka
HE
ND
RIY
AN
TO
dilaku
kan p
enahanan s
ela
ma 2
0
hari
dan p
erp
anja
ngan p
enahanan s
ela
ma 1
0 h
ari
(P
asa
l 44
Und
ang
-Und
ang
No
mo
r 3
Tahu
n 1
99
7).
PR
OS
ES
PE
NY
IDIK
AN
PR
OS
ES
PE
NU
NT
UT
AN
PR
OS
ES
PE
ME
RIK
SA
AN
DI
MU
KA
SID
AN
G
1.
Bata
s u
sia a
nak
nakal yang
dap
at
dia
jukan k
e s
idang
anak a
dala
h 8
tahu
n s
am
pai 1
8 t
ahu
n a
tau
belu
m p
ern
ah
kaw
in d
an d
ala
m h
al
ini te
rdak
wa H
EN
DR
IYA
NT
O
masi
h b
eru
sia 1
5 t
ahu
n 7
bu
lan (
Pasa
l 4
ayat
(1)
Und
ang
-U
ndang N
om
or
3 T
ahu
n 1
99
7).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Dalam Pasal 42 ayat (2) Undang-Undang Pengadilan Anak disebutkan
ketentuan bahwa penyidik dalam melakukan penyidikan terhadap anak nakal
wajib meminta pertimbangan atau saran dari Pembimbing Kemasyarakatan dan
apabila perlu juga dapat meminta pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan,
ahli kesehatan jiwa, ahli agama, atau petugas kemasyarakatan lainnya.
Penyidikan yang dilakukan terhadap tersangka HENDRIYANTO memang
telah meminta pertimbangan dari BAPAS Surakarta untuk membantu proses
penyidikan dan juga untuk menjalankan ketentuan yang ada di dalam Undang-
Undang Pengadilan Anak. Akan tetapi, mengenai permohonan yang diajukan
oleh penyidik kepada BAPAS Surakarta beberapa hari setelah proses
penyidikan berlangsung. Diketahui ketika proses penahanan untuk pemeriksaan
penyidik telah berlangsung sejak tanggal 11 Juni 2010 sedangkan penyidik
mengajukan surat permohonanan kepada BAPAS mengenai permintaan
pertimbangan BAPAS yaitu pada tanggal 15 Juni 2010. Selain itu, jawaban
mengenai surat yang diajukan penyidik kepada BAPAS Surakarta dterima pada
tanggal 29 Juni 2010. Jelas jika selama tenggang waktu 11 juni 2010 sampai 15
juni 2010, penyidikan terhadap tersangka HENDRIYANTO tidak didampingi
dan diawasi sejak awal oleh BAPAS.
Menurut pasal 43 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 bahwa
penangkapan anak nakal pada dasarnya masih diberlakukan ketentuan Kitab
Undang-Undang hukum Acara Pidana (KUHAP). Namun demikian, yang patut
diperhatikan dalam masalah penangkapan anak nakal adalah kapan dan
bilamana penangkapan itu dimungkinkan menurut undang-undang. Dalam hal
ini terdapat dua hal, yaitu dalam hal tertangkap tangan dan dalam hal bukan
tertangkap tangan.
Berdasarkan Pasal 18 ayat (1) KUHAP bahwa pelaksanaan
penangkapan dilakukan oleh Polri dengan surat perintah penangkapan secara
tertulis. Sedangkan dalam Pasal 18 ayat (2) KUHAP mngatur dalam hal
tertangkap tangan, penangkapan dilakukan tanpa surat perintah dengan catatan
harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada
pejabat yang berwenang, yaitu penyidik. Penyidik harus segera mengadakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
pemeriksaan apakah perbuatan yang dilakukan telah memenuhi syarat bagi
dikeluarkannya perintah penangkapan sementara atau tidak. Jika tidak ada
alasan yang jelas dan pasti, maka tersangka harus segera dibebaskan karena
penangkapan yang salah berarti “merampas kemerdekaan seseorang”. Dengan
demikian diperlukan ketelitian dan kesadaran akan tanggung jawab bagi
pejabat yang berwenang dalam memeriksa perkaranya agar tidak timbul
kekeliruan yang berakibat fatal bagi yang ditangkap.
Di dalam kasus nomor 91/PID.SUS/2010/PN.Ska, tersangka yang
bernama HENDRIYANTO termasuk dalam hal tertangkap tangan karena
perbuatan tindak pidana pencurian yang dilakukan tersangka diketahui oleh
saksi korban sesaat setelah kejadian tersebut dilakukan. Pada saat proses
penangkapannyapun tidak memakai surat perintah terlebih dahulu dan dalam
proses penangkapan tersebut telah disertai dengan barang bukti yang ada pada
saat kejadian tersebut yaitu berupa sebuah tas ransel merek Element Sake
Board warna abu-abu, dimana tas tersebut adalah tempat Hand phone merek
Nokia tipe 5310 berada dan dari tempat itulah terdakwa mengambil Hand
Phone tersebut tanpa seijin saksi korban sebagai pemiliknya. Setelah penyidik
benar-benar meyakini bahwa penangkapan tersebut telah memenuhi syarat
maka pada hari itu juga dibuatlah surat perintah penangkapan dengan
memberikan tembusan kepada keluarga tersangka HENDRIYANTO.
Perlu diingat pada Pasal 17 KUHAP ditentukan bahwa perintah
penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan
tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Bukti permulaan yang
cukup ialah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana. Pasal ini
menunjukkan bahwa perintah penangkapan tidak dapat dilakukan dengan
sewenang-wenang tetapi ditujukan kepada mereka yang betul-betul melakukan
tindak pidana. Di kasus nomor 91/PID.SUS/2010/PN.Ska surat perintah
dikeluarkan ketika telah didapat bukti permulaan yang cukup untuk menduga
terjadinya pencurian yang dilakukan oleh tersangka HENDRIYANTO. Tas
ransel merek Element Sake Board warna abu-abu adalah tempat dimana
tersangka mengambil barang tanpa seijin pemiliknya, jadi jelas dengan adanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
tas tersebut dapat diduga bahwa telah terjadi pencurian yang dilakukan melalui
tas tersebut.
Untuk kepentingan penyidikan maka menurut Pasal 44 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 bahwa penyidik berwenang melakukan
penahanan terhadap anak yang diduga keras melakukan tindak pidana
berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Jika melihat dari bunyi pasal
tersebut, maka kasus tersangka HENDRIYANTO memang dapat dilakukan
penahanan karena bukti yang didapat sudah cukup untuk membuktikan telah
terjadi tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh tersangka. Dalam hal ini,
penyidik tepat untuk melakukan penahanan terhadap tersangka
HENDRIYANTO.
Di dalam Pasal 44 Undang-Undang Pengadilan Anak disebutkan pula
bahwa penahanan hanya berlaku untuk paling lama 20 hari dan jika
pemeriksaan penyidikan belum selesai, maka atas permintaan penyidik dapat
diperpanjang oleh penuntut umum yang berwenang untuk paling lama 10 hari.
Dalam jangka waktu 30 hari, penyidik harus sudah menyerahkan berkas
perkara yang bersangkutan kepada Penuntut Umum. Apabila selama 30 hari
penyidik belum menyerahkan berkas perkara kepada Penuntut Umum, maka
tersangka harus sudah dikeluarkan dari tahanan demi hukum. Mengenai waktu
penahanan yang dilakukan terhadap tersangka HENDRIYANTO telah sesuai
dengan bunyi Pasal 44 Undang-Undang Pengadilan Anak. Tersangka telah
ditahan satu hari setelah dilakukan penangkapan, yaitu tanggal 11 Juni 2010.
Penahanan dilaksanakan tepat selama 20 hari yaitu, mulai dari tanggal 11 Juni
2010 sampai dengan 30 Juni 2010. Dalam tenggang waktu 20 hari tersebut
ternyata pemeriksaan terhadap tersangka dan atau penyidikan perkaranya
belum selesai, maka untuk kepentingan pemeriksaan penyidik memohon
perpanjangan penahanan kepada Penuntut Umum yang berwenang selama 10
hari, dimulai tanggal 01 Juli 2010 sampai dengan 10 Juli 2010. Waktu
tenggang pemeriksaan perkara oleh penyidik yang diberikan Undang-Undang
Pengadilan Anak untuk melakukan penahanan adalah 30 hari dan tersangka
HENDRIYANTO telah ditahan pula selama 30 hari untuk proses pemeriksaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
oleh penyidik, maka dalam hal ini kasus nomor 91/PID.SUS/2010/PN.Ska
telah sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.
Menurut Pasal 46 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 mengatur
mengenai masa penahanan atau penahanan lanjutan bagi kepentingan Penuntut
Umum yang berwenang. Penahanan hanya berlaku untuk paling lama 10 hari
dan jika pemeriksaan tersebut belum selesai, maka atas permintaan Penuntut
Umum dapat diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang
untuk paling lama 15 hari. Dalam jangka waktu 25 hari, Penuntut Umum harus
sudah menyerahkan berkas perkara anak yang bersangkutan kepada Pengadilan
Negeri. Apabila selama 25 hari Penuntut Umum belum menyerahkan berkas
perkara kepada Pengadilan Negeri, maka tersangka harus dikeluarkan dari
tahanan demi hukum. Dari ketentuan tersebut di atas dapat diketahui bahwa
kasus terdakwa HENDRIYANTO, telah sesuai dengan Pasal 46 Undang-
Undang Pengadilan Anak. Dilakukannya penahanan oleh Penuntut Umum
terhadap terdakwa selama 10 hari, terhitung sejak tanggal 8 Juli 2010 sampai
dengan 17 Juli 2010. Tidak dilakukan perpanjangan penahanan karena pada
tanggal 15 juli 2010 telah dilakukan pelimpahan perkara acara pemeriksaan
biasa atas terdakwa HENDRIYANTO ke Pengadilan Negeri Surakarta.
Di dalam Undang-Undang Pengadilan Anak Pasal 47 telah dijelaskan
bahwa Hakim di sidang pengadilan berwenang mengeluarkan surat perintah
penahanan anak yang sedang diperiksa untuk kepentingan pemeriksaan dalam
waktu 15 hari. Guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai dapat
diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan untuk paling
lama 30 hari. Dalam masa 45 hari tersebut, hakim belum memberikan
putusannya, maka anak yang bersangkutan harus dikeluarkan dari tahanan
demi hukum. Hakim dalam kasus terdakwa HENDRIYANTO telah
mengeluarkan surat perintah penahanan anak selama 15 hari, dimulai tanggal
15 Juli 2010 sampai dengan tanggal 29 juli 2010. Dalam jangka waktu 15 hari
tersebut ternyata pemeriksaan belum selesai sehingga dilakukan perpanjangan
penahanan oleh ketua Pengadilan yaitu pada tanggal 30 Juli 2010 sampai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
dengan 28 Agustus 2010. Dari waktu 30 hari tersebut ternyata pada tanggal 5
Agustus 2010, Hakim telah menjatuhkan putusan terhadap terdakwa
HENDRIYANTO sehingga tidak melebihi jangka waktu yang ditentukan.
Dari kenyataan di atas, pemeriksaan terhadap tersangka yang masih
dibawah umur seharusnya mempertimbangkan waktu yang singkat. Walaupun
telah ada aturan mengenai ketentuan penahanan lanjutan tetapi setidaknya hal
tersebut diminimalisir karena semakin lama proses pemeriksaan maka semakin
lama pula penyelesaian tersebut. oleh karena itu, semakin panjaang pula hak-
hak terdakwa HENDRIYANTO yang tidak terpenuhi dan semakin lama
panjang pula keterpurukan yang dirasakan oleh terdakwa HENDRIYANTO.
Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang
Pengadilan Anak bahwa di dalam surat perintah penahanan yang dilakukan
terhadap tersangka HENDRIYANTO dijelaskan dalam hal pertimbangan
bahwa penahanan tersebut dilakukan karena dikhawatirkan tersangka akan
melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi
tindak pidana. Jika melihat dari kasus nomor 91/PID.SUS/2010/PN.Ska jelas
sekali bahwa barang yang diajukan alat bukti telah dilakukan penyitaan oleh
penyidik jadi tidak mungkin tersangka yang masih dibawah umur tersebut
merusak atau menghilangkan barang bukti. Oleh karena itu, tidaklah masuk
akal jika alasan tersebut dijadikan dasar dalam proses penahanan. Mengenai
alasan tersangka yang akan melarikan diri dan atau mengulangi tindak pidana,
jelas jika dalam kasus ini tersangka HENDRIYANTO adalah tersangka yang
tertangkap tangan atas perbuatan tindak pidana pencurian. Selain itu, kesaksian
yang diterima dari tersangka sendiri bahwa tersangka mengakui dan menyesali
perbuatannya tersebut. Tersangka juga merupakan anak dibawah umur yang
masih berada dalam jangkauan dan pengasuhan orang tua sehingga mengenai
alasan tersebut untuk diberlakukannya penahanan dapat dipikirkan secara
seksama karena penegak hukum dalam sistem peradilan pidana anak masih
lebih menekankan pada aspek yuridis formal dan belum menekankan pada
tujuan untuk kepentingan dan melindungi anak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Terdapat ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Anak yang
menyebutkan bahwa setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak
pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya. Dalam kasus
terdakwa HENDRIYANTO, penyidik telah mengajukan permohonan
mengenai penunjukan seorang pengacara atau penasehat hukum untuk
membela terdakwa dalam proses penyidikan sampai dengan proses
persidangan. Terdakwa telah diberitahukan akan hak-haknya mengenai batuan
hukum yang akan diterimanya tetapi terdakwa menolak pemberian tersebut dan
tidak perlu didampingi oleh Penasehat hukum atau Pengacara dengan alasan
bahwa perkara yang terjadi padanya akan dihadapi sendiri.
Di dalam Pasal 4 Undang-Undang Pengadilan Anak dijelaskan
mengenai umur anak yang dapat diajukan ke Sidang Anak adalah 8 tahun
sampai 18 tahun atau belum pernah kawin. Terdakwa HENDRIYANTO masih
berusia 15 tahun 7 bulan dan belum pernah kawin. Terdakwa melakukan
perbuatan pidana dengan usia yang masih di bawah umur. Sesuai dengan
ketentuan tersebut, maka terdakwa dapat diajukan ke dalam Sidang Anak.
Di dalam pemeriksaan Sidang Anak, Hakim yang memeriksa anak
tersebut dalam sidang tertutup, sedangkan pembacaan putusannya dalam
sidang terbuka untuk umum. Hal tersebut terdapat dalam ketentuan Pasal 8
Undang-Undang Pengadilan Anak. Selain itu Hakim yang memeriksa terdakwa
HENDRIYANTO adalah hakim tunggal yang bernama M.Najib Sholeh, SH.
Dalam kasus nomor 91/PID.SUS/2010/PN.Ska, Hakim memeriksa terdakwa
dalam sidang tertutup. Pada dasarnya ketika sidang berlangsung secara
tertutup, terdakwa yang masih di bawah umur tetap akan mengalami tekanan
mental. Hal tersebut terjadi karena Terdakwa mendengar keterangan saksi yang
memberatkan terdakwa HENDRIYANTO. Selain itu, dakwaan dan tuntutan
dari Penuntut Umum yang dibacakan ketika sidang berlangsung akan membuat
mental terdakwa semakin memburuk karena di dalam tuntutan dan dakwaan
tersebut terdapat pasal dan hukuman yang akan dijerat oleh Penuntut Umum
kepada terdakwa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Pembacaan putusan terhadap terdakwa HENDRIYANTO juga dalam
sidang terbuka untuk umum yaitu pada tanggal 5 Agustus 2010. Ketika Hakim
membacakan putusan yang berupa pidana penjara bagi terdakwa
HENDRIYANTO yang masih dibawah umur, dapat disaksikan oleh
masyarakat umum. Maka hal tersebut dapat menjadikan dirinya semakin buruk
karena pidana penjara yang dijatuhkan padanya didengar dan disaksikan oleh
orang lain. Status narapidanapun akan disandangkan oleh orang lain yang
menyaksikan pembacaan putusan tersebut kepada terdakwa HENDRIYANTO
sedangkan pada saat pemeriksaan di muka sidang orang tersebut tidak melihat
proses kejadian dan pembuktian yang diajukan. Bahkan orang tersebut tidak
akan mengetahui bahwa terdakwa telah melakukan pidana pencurian dalam
keadaan tertangkap tangan dan terdakwa mengakui serta menyesali
perbuatannya, yang orang lain saksikan adalah hanya putusan yang dijatuhkan
kepada terdakwa HENDRIYANTO yang masih dibawah umur berupa pidana
penjara selama 3 bulan.
Undang-Undang Pengadilan Anak di Pasal 26 telah mengatur besarnya
pidana yang dijatuhkan kepada Anak Nakal yang melakukan perbuatan pidana,
yaitu satu perdua dari ancaman pidana yang dijatuhkan kepada orang dewasa.
Hukuman yang dikenakan terhadap terdakwa HENDRIYANTO adalah pidana
penjara selama 3 bulan, hal tersebut memang sesuai dengan ketentuan di Pasal
26 tersebut. Akan tetapi, proses penjatuhan yang dilakukan terhadap terdakwa
yang masih di bawah umur ini bukan hanya sekedar menghukum. Hukuman
yang dijatuhkan harus lebih bersifat mendidik karena terdakwa masih dalam
proses mengembangkan dan menemukan jati dirinya.
Penjatuhan hukuman berupa pemenjaraan terhadap anak di bawah
umur, yang dalam hal ini adalah terdakwa HENDRIYANTO harus lebih
dipikirkan lebih dalam karena pemenjaraan bukan hanya menjadikan terdakwa
menyesali perbuatannya tapi akan memberikan efek buruk terhadap diri
terdakwa misalnya minder bergaul dan berteman dengan teman sebayanya
karena status narapidana yang pernah disandangnya. Selain itu, faktor niat yang
terkandung ketika terdakwa HENDRIYANTO melakukan perbuatan pidana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
tersebut. telah dijelaskan bahwa terdakwa tidak sama sekali merencanakan
untuk melakukan pencurian sebelumnya, niat itu muncul seketika ketika
melihat sebuah Hand Phone di dalam tas. Masih banyak hukuman lainnya yang
diatur di dalam Undang-Undang Pengadilan Anak yang dirasa lebih tepat untuk
dijatuhkan kepada terdakwa HENDRIYANTO.
Dalam proses persidangan yang berlangsung secara tertutup juga
dihadiri oleh orang tua terdakwa dan petugas BAPAS Surakarta. Orang tua
terdakwa dan petugas BAPAS diperbolehkan dan bahkan diwajibkan untuk
hadir dalam sidang seperti yang telah disebutkan dalam Pasal 55 Undang-
Undang Pengadilan Anak. Orang tua atau petugas BAPAS dihadirkan karena
untuk mendampingi terdakwa HENDRIYANTO dalam menjalani sidangnya,
sebagaimana dalam Pasal 57 ayat (2) Undang-Undang Pengadilan Anak. Selain
itu, sebelum pembacaan putusan juga terdapat ketentuan di dalam Pasal 59 ayat
(1) Undang-Undang Pengadilan Anak bahwa rang tua terdalwa memberikan
hal ikhwal yang bermanfaat mengenai terdakwa, yang merupakan anaknya.
Sehingga hal ikhwal tersebut juga dapat dijadikan pertimbangan Hakim dalam
memutus perkara terdakwa HENDRIYANTO. Pada kenyataan hal ikhwal
tersebut juga tidak digunakan sebaik mungkin oleh Hakim karena terdakwa
HENDRIYANTO justru tetap dijatuhkan pidana penjara walaupun orang tua
terdakwa telah sanggup mengasuh dan bertanggung jawab agar anaknya yaitu
terdakwa tidak melakukan perbuatan pidana lagi.
Dalam Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang Pengadilan Anak
menyebutkan bahwa putusan wajib mempertimbangkan laporan penelitian
kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarakatan. Sejak diadakan penyidikan
sampai diputuskan pidananya dan menjalani putusan tersebut, anak harus
didampingi oleh petugas sosial yang membuat Case Study tentang anak dalam
sidang. Case Study ini sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan anak
di kemudian hari karena di dalam memutuskan perkara anak dengan melihat
Case Study dapat dilihat dengan nyata keadaan si anak secara khusus (pribadi).
Sedangkan apabila hakim yang memutus perkara anak tidak dibantu dengan
pembuatan Case Study, maka hakim tidak akan mengetahui keadaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
sebenarnya dari si anak sebab hakim hanya boleh bertemu terbatas dalam ruang
sidang yang hanya memakan waktu beberapa jam saja dan biasanya dalam
Case Study petugas menyarankan pada hakim tindakan-tindakan yang
sebaiknya diambil oleh para Hakim guna kepentingan dan lebih memenuhi
kebutuhan anak. Walaupun Case Study ini tidak mengikat Hakim, namun ia
merupakan alat pertimbangan yang mau tidak mau wajib diperhatikan oleh
Hakim sehingga menjadi pedoman bagi Hakim dalam memutus perkara pidana
anak di muka sidang pengadilan.
Selain dalam proses penyidikan, pertimbangan tersebut dapat pula
menjadi pertimbangan Hakim dalam memutus terdakwa HENDRIYANTO.
Pertimbangan BAPAS melihat akan kehidupan sehari-hari, keluarga dan
lingkungan terdakwa jadi Hakim memperoleh gambaran mengenai kenyataan
dalam kehidupan terdakwa HENDRIYANTO, sehingga putusan yang akan
dikeluarkan tidak hanya mengacu pada faktor yuridis tetapi juga dapat melihat
dari faktor sosiologisnya. BAPAS telah menggambarkan kehidupan
HENDRIYANTO secara mendalam dan laporan BAPAS telah menyimpulkan
bahwasanya perbuatan yang dilakukan tersebut didasari karena terdakwa
membutuhkan uang untuk makan. BAPAS melihat adanya kesempatan
terdakwa mengambil Hand Phone di dalam tas korban dan pribadi terdakwa
masih tergolong labil sehingga pada saat melakukannya tidak memikirkan
akibat yang akan terjadi. Yang terpenting bahwa terdakwa telah mengakui dan
juga menyadari bahwa perbuatan yang dilakukannya tersebut adalah perbuatan
yang salah serta terdakwa berjanji untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut.
Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa terdakwa telah mengetahui akibat yang
dideritanya jika melakukan perbuatan tindak pidana tersebut sebelum
dijatuhkan putusan oleh Hakim kepadanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
2. Keharusan Pemenuhan Hak Anak dalam Kasus Nomor
91/PID.SUS/2010/PN.SKA menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun
1997 tentang Pengadilan Anak dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak
Dalam berbagai regulasi nasional, ada beberapa penyebutan untuk anak
yang berkonflik dengan hukum. Dalam UU Pengadilan Anak disebut anak
nakal, sementara dalam UU Perlindungan Anak terdapat dua penyebutan, yakni
anak yang berhadapan dengan hukum dan anak yang berkonflik dengan
hukum. Apapun sebutannya, yang terpenting adalah segala sesuatu yang
berkaitan dengan anak harus dilakukan dengan mempertimbangan kepentingan
terbaik bagi anak, baik sebagai korban maupun sebagai pelaku. Ada beberapa
hal yang harus diperhatikan penegak hukum dalam rangka mempertimbangan
kepentingan terbaik bagi anak yang berkonflik dengan hukum.
Pertama usia pertanggunjawaban pidana. Hal ini bermanfaat agar tidak
sembarang anak dapat dibawa ke proses hukum, tetapi berdasarkan usia yang
sudah ditetapkan. Indonesia menetapkan seorang anak dapat dibawa ke proses
peradilan mulai dari usia delapan tahun. Kedua proses hukum dan sistem
administrasi peradilan anak. Mulai dari tahap penyidikan, persidangan dan
pemenjaraan seringkali sebagai tempat dilanggarnya hak-hak anak. Pada tahap
awal proses penyidikan, semestinya orangtua anak harus telah diberitahukan
mengenai kondisi anak. Bila orangtua tidak ada, maka harus dipilih walinya.
Selanjutnya anak harus mendapatkan pendampingan, baik pendampingan untuk
proses konseling oleh psikolog, maupun pendamping hukum dengan biaya
yang ditanggung negara.
Pendamping hukum sangat penting dalam proses hukum yang dialami
anak. Anak adalah warga negara yang belum dewasa, tidak memiliki
kemampuan hukum (consent) untuk melakukan perbuatan hukum. Untuk itu,
anak yang berkonflik dengan hukum harus melibatkan orangtua/wali maupun
pendamping, khususnya pendamping hukum sebagai orang yang memiliki
consent untuk menuntut hak asasi mereka dalam proses hukum tersebut. Proses
pemeriksaan juga harus dilakukan dengan tatacara ramah anak, seperti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
dilakukan orang yang ahli dalam bidang anak berdasarkan persetujuan anak,
dalam bahasa yang dimengerti anak dan bila bahasa itu tidak dimengerti harus
diberikan penerjemah. Anak harus diberikan kesempatan beristirahat, privacy
terjamin dan tentu saja tanpa kekerasan terhadap anak. Ketiga mengenai
kesehatan. Perawatan kesehatan fisik dan psikis anak sering tidak menjadi
perhatian negara selama anak menjalani proses penahanan dan pemidanaan.
Bahkan dalam banyak kasus anak mengalami kekerasan fisik baik yang
dilakukan oleh aparat negara, maupun 63esame tahanan/narapidana lainnya.
Keempat mengenai pendidikan, John Stuart Mill dalam karyanya
“Principles of Political Economy and Liberty” mengemukakan bahwa
pendidikan disadari sangat dibutuhkan oleh setiap anak sebagai bekal
kehidupannya kelak. Pendidikan sangat penting bagi anggota masyarakat
secara umum di mana mereka akan memperoleh penderitaan yang cukup serius
bilamana tidak terdapat kesadaran sesama anggota masyarakat akan arti
penting sebuah pendidikan (Pan Mohammad Faiz. 2006). Anak yang
melakukan tindak pidana umumnya dikeluarkan dari sekolah, sedangkan belum
ada keputusan tetap yang mengikat, apakah anak tersebut bersalah atau tidak,
sehingga menyalahi prinsip praduga tak bersalah dan tentunya menghilangkan
hak anak atas pendidikan. Harus diingat, pemenjaran hanya menghilangkan
hak bergerak seseorang, sementara hak-hak lainnya tetap wajib didapatkan.
Jika seorang anak dipidana penjara, maka seluruh hak-haknya yang lain wajib
diberikan, misalnya hak atas pendidikan, hak untuk terbebas dari tindak
kekerasan dan sebagainya.
Anak dengan kondisi belum matangnya fisik dan psikologisnya,
menyebabkan mereka membutuhkan perlindungan khusus. Pada dasarnya,
apapun kondisinya, anak adalah korban, walaupun anak adalah pelaku
kejahatan. Sebagai pelaku kejahatan mereka adalah korban, korban kerasnya
kehidupan, korban dari kehidupan keluarga yang kurang beruntung dan korban
tidak berpihaknya pembangunan dan kebijakan terhadap anak. Sebagai korban,
mereka harus dilindungi dan dijamin untuk mendapatkan hak-haknya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Berbicara masalah pengadilan merujuk pada proses penyelesaian
perkara yang meliputi proses penyidikan , penangkapan, penahanan sampai
dengan proses persidangan. Proses penyelesaian ini sangat berkaitan satu sama
lain yang diatur secara umum di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP). Dalam hal ini, khusus menangani perkara yang dilakukan
oleh anak dibawah umur telah diatur secara khusus dalam Undang Undang
Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Di dalam Undang-Undang
Pengadilan Anak lebih berdasar pada anak nakal yaitu anak yang melakukan
tindak pidana dan anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang
bagi anak baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut
peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang
bersangkutan. Jadi pengertian anak dalam undang-undang tersebut adalah
khusus bagi anak yang tergolong dalam perkara anak nakal.
Sedangkan berbicara masalah perlindungan terhadap anak terutama
hak-hak anak, telah diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Timbulnya undang-undang tersebut
dikarenakan masih diperlukan suatu undang-undang mengenai perlindungan
anak sebagai landasan yuridis bagi pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab
tentang hak anak, walaupun di dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia telah mencantumkan hal tersebut seperti hak anak,
pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat,
pemerintah dan negara untuk memberikan perlindungan pada anak. Jadi
pembentukan Undang-Undang Perlindungan Anak didasarkan pada
pertimbangan bahwa perlindungan anak dalam segala aspeknya merupakan
bagian dari kegiatan pembangunan nasional, khususnya dalam memajukan
kehidupan berbangsa dan bernegara. Dibentuknya Undang-Undang Pengadilan
Anak ini, bukan hanya berlaku untuk anak sebagai korban dari kejahatan tetapi
juga bagi anak yang berkedudukan sebagai pelaku kejahatan akan tetap
mendapatkan perlindungan hukum. Di dalam undang-undang ini lebih jelas
mengatur mengenai hak-hak anak sebagai upaya perlindungan hukum terhadap
anak yang berhadapan dengan hukum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Di Pasal 1 ayat (1) diatur mengenai batas usia anak, yaitu dari umur 8
tahun sampai dengan 18 tahun. Sedangkan di dalam Undang-Undang
Perlindungan Anak Pasal 1 ayat (1) diatur mengenai batas usia anak, yaitu dari
masih dalam kandungan sampai berumur 18 tahun. Kasus Nomor
91/PID.SUS/2010/PN.Ska menyangkut mengenai anak yang melakukan tindak
pidana, dimana terdakwa HENDRIYANTO masih berusia 15 tahun 7 bulan.
Jadi dalam hal ini kasus tersebut tergolong dalam anak nakal yang
dimaksudkan Undang-Undang Pengadilan Anak dan masih tergolong anak
dibawah umur dan tergolong kategori anak menurut Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sehingga Undang-Undang
Pengadilan Anak dan Undang-Undang Perlindungan Anak dapat dijadikan
sebagai landasan untuk proses penyelesaian perkara tersebut. Oleh karena itu,
kedua peraturan perundang-undangan tersebut dapat mendasari hak-hak
terdakwa dalam kasus nomor 91/PID.SUS/2010/PN. Ska yang masih banyak
belum terpenuhi. Hak-hak tersebut adalah sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Sumber : BAP, Laporan BAPAS dan Putusan Nomor 91/PID.SUS/2010/PN.Ska.
Pena
hana
n yan
g dija
tuhk
an ke
pada
terd
akwa
HE
NDRI
YANT
O ha
nya m
eliha
t kep
entin
gan m
asya
rakat.
pena
hana
n men
gilan
gkan
kebu
tuha
n sos
ial te
rdak
wa
HEND
RIYA
NTO.
-
Hakim
tida
k mem
erinta
hkan
petu
gas B
APAS
untu
k me
nyam
paika
n lap
oran
hasil
pene
litian
nya t
erhad
ap
terda
kwa H
ENDR
IYAN
TO
Tabe
l II.
Keha
rusan
Peme
nuha
n Hak
Ana
k dala
m Ka
sus N
omor
91/PI
D.SU
S/201
0/PN.
SKA
menu
rut U
ndan
g-Und
ang N
omor
3 Ta
hun 1
997 t
entan
g Pen
gadil
an A
nak
--
Terd
akwa
HEN
DRIY
ANTO
dijat
uhka
n huk
uman
beru
pa
pidan
a pen
jara s
elama
3 bu
lan w
alaup
un te
rdak
wa
memp
unya
i hak
untu
k men
dapa
tkan
huku
man t
indak
an.
- -
Pros
es pe
nyidi
kan y
ang b
erlan
gsun
g terh
adap
HE
NDRI
YANT
O pa
da aw
alnya
tida
k men
ggun
akan
ba
ntuan
dari
BAPA
S Su
rakart
a.
- - -
Hakim
tida
k men
jatuh
kan p
idana
bersy
arat k
epad
a ter
dakw
a HEN
DRIY
ANTO
wala
upun
pida
na ya
ng
di jatu
hkan
kuran
g dari
dua t
ahun
.
5. Pe
naha
nan d
ilaku
kan s
etelah
deng
an su
nggu
h-su
nggu
h me
mpert
imba
ngka
n kep
entin
gan a
nak d
an at
au ke
penti
ngan
ma
syara
kat (
Pasa
l 45 a
yat (
1)).
6. Se
lama a
nak d
itaha
n, ke
butu
han j
asma
ni, ro
hani,
dan
sosia
l ana
k haru
s teta
p dipe
nuhi
(Pas
al 45
ayat
(4)).
4. Pe
mbim
bing K
emas
yarak
atan b
ertug
as m
emba
ntu
memp
erlan
car t
ugas
Pen
yidik,
Pen
untu
t Umu
m, da
n Hak
im
dalam
perk
ara A
nak N
akal,
baik
di da
lam m
aupu
n di lu
ar Sid
ang A
nak d
enga
n mem
buat
lapor
an ha
sil pe
neliti
an
kema
syara
katan
(Pas
al 34
ayat
(1)).
7. Da
lam ha
l Pen
untu
t Umu
m be
rpen
dapa
t bah
wa da
ri ha
sil
peny
idika
n dap
at dil
akuk
an pe
nuntu
tan, m
aka P
enun
tut
Umum
waji
b dala
m wa
ktu s
ecep
atnya
mem
buat
surat
da
kwaa
n ses
uai d
enga
n kete
ntuan
dalam
Kita
b Und
ang-
Unda
ng H
ukum
Aca
ra Pi
dana
(Pas
al 54
).
8. Se
belum
sida
ng di
buka
, Hak
im m
emeri
ntahk
an ag
ar Pe
mbim
bing K
emas
yarak
atan m
enya
mpaik
an la
poran
hasil
pe
neliti
an ke
masy
araka
tan m
enge
nai a
nak y
ang b
ersan
gkuta
n (P
asal
56 ay
at (1
)).
Unda
ng-U
ndan
g Nom
or 3
Tahu
n 199
7
1. Te
rhad
ap A
nak N
akal
yang
mela
kuka
n perb
uatan
pida
na,
Hakim
men
jatuh
kan p
idana
atau
tind
akan
(Pas
al 25
ayat
(1)).
2. Pid
ana b
ersya
rat da
pat d
ijatu
hkan
oleh
Hak
im, a
pabil
a pid
ana p
enjar
a yan
g dija
tuhk
an pa
ling l
ama 2
tahu
n (Pa
sal 2
9 a y
at (1
)).3.
Pidan
a pen
gawa
san
dapa
t dija
tuhk
an ke
pada
Ana
k Nak
al ya
ng m
elaku
kan p
erbua
tan ti
ndak
pida
na, p
aling
sing
kat t
iga
bulan
dan p
aling
lama
2 tah
un (P
asal
30 ay
at (1
))
- -
Surat
dakw
aan t
idak s
egera
dibu
at se
telah
pros
es
peny
idika
n sele
sai.
-
Pena
hana
n yan
g dija
tuhk
an ke
pada
tersa
ngka
HE
NDRI
YANT
O ha
nya m
eliha
t kep
entin
gan
masy
araka
t.pe
naha
nan m
engil
angk
an ke
butu
han s
osial
tersa
ngka
HE
NDRI
YANT
O.
Pena
hana
n yan
g dija
tuhk
an ke
pada
terd
akwa
HE
NDRI
YANT
O ha
nya m
eliha
t kep
entin
gan
masy
araka
t.Pe
naha
nan m
engil
angk
an ke
butu
han s
osial
ter
dakw
a HEN
DRIY
ANTO
.
tidak
dijat
uhka
nnya
putu
san b
erupa
pida
na pe
ngaw
asan
ter
hada
p terd
akwa
HEN
DRIY
ANTO
.
-
PROS
ES PE
NYID
IKAN
PROS
ES PE
NUNT
UTAN
PROS
ES PE
MER
IKSA
AN D
I MUK
A SI
DANG
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Sumber : BAP, Laporan BAPAS dan Putusan Nomor 91/PID.SUS/2010/PN.Ska.
Keha
rusan
Peme
nuha
n Hak
Ana
k dala
m Ka
sus N
omor
91/PI
D.SU
S/201
0/PN.
SKA
menu
rut U
ndan
g-Und
ang N
omor
23 T
ahun
2002
tenta
ng Pe
rlind
unga
n Ana
kTa
bel II
I.
2. Pe
rlind
unga
n ana
k bert
ujuan
untu
k men
jamin
terpe
nuhin
ya ha
k-ha
k ana
k aga
r dap
at hid
up, t
umbu
h, be
rkem
bang
, dan
berp
artisi
pasi
seca
ra op
timal
sesu
ai de
ngan
hark
at da
n mart
abat
kema
nusia
an, s
erta
mend
apat
perli
ndun
gan d
ari ke
keras
an da
n disk
rimina
si, de
mi
terwu
judny
a ana
k Ind
ones
ia ya
ng be
rkua
litas,
berak
hlak m
ulia d
an
sejah
tera (
Pasa
l 3).
tujua
n yan
g hen
dak d
icapa
i oleh
Und
ang-
Unda
ng
Perli
ndun
gan A
nak t
idak d
apat
diras
akan
oleh
ter
sang
ka H
ENDR
IYAN
TO, d
iman
a terd
akwa
ad
alah a
nak d
i baw
ah um
ur ya
ng di
lindu
ngi o
leh
unda
ng-u
ndan
g ters
ebut
.
tujua
n yan
g hen
dak d
icapa
i oleh
Und
ang-
Unda
ng
Perli
ndun
gan A
nak t
idak d
apat
diras
akan
oleh
ter
dakw
a HEN
DRIY
ANTO
, dim
ana t
erdak
wa
adala
h ana
k di b
awah
umur
yang
dilin
dung
i oleh
un
dang
-und
ang t
erseb
ut.
tujua
n yan
g hen
dak d
icapa
i oleh
Und
ang-
Unda
ng
Perli
ndun
gan A
nak t
idak d
apat
diras
akan
oleh
terd
akwa
HE
NDRI
YANT
O, di
mana
terd
akwa
adala
h ana
k di
bawa
h umu
r yan
g dilin
dung
i oleh
unda
ng-u
ndan
g ter
sebu
t.
6. Se
tiap a
nak y
ang d
iramp
as ke
beba
sann
ya be
rhak
untu
k mem
bela
diri d
an m
empe
roleh
kead
ilan d
i dep
an pe
ngad
ilan a
nak y
ang o
bjekt
if da
n tida
k mem
ihak d
alam
sidan
g tert
utup
untu
k umu
m (P
asal
17 ay
at (1
)).7.
Nega
ra, P
emeri
ntah,
masy
araka
t, ke
luarg
a dan
oran
g tua
be
rkew
ajiba
n dan
berta
nggu
ng ja
wab t
erhad
ap pe
nyele
ngga
raan
perli
ndun
gan a
nak
(Pas
al 20
).
pena
hana
n yan
g dija
tuhk
an ke
pada
tersa
ngka
HE
NDRI
YANT
O me
njadik
an pe
nyele
ngga
raan
perli
ndun
gan a
nak t
idak t
ereali
sasik
an.
pena
hana
n yan
g dija
tuhk
an ke
pada
terd
akwa
HE
NDRI
YANT
O me
njadik
an pe
nyele
ngga
raan
perli
ndun
gan a
nak t
idak t
ereali
sasik
an.
pena
hana
n dan
huku
man y
ang d
ijatu
hkan
kepa
da
terda
kwa H
ENDR
IYAN
TO m
enjad
ikan
peny
eleng
garaa
n perl
indun
gan a
nak t
idak t
ereali
sasik
an.
Terd
akwa
HEN
DRIY
ANTO
tida
k men
dapa
tkan
ke
adila
n pad
a saa
t sida
ng be
rlang
sung
.
4. Se
tiap a
nak b
erhak
untu
k beri
stirah
at da
n mem
anfaa
tkan
wak
tu
luang
, berg
aul d
enga
n ana
k yan
g seb
aya,
berm
ain, b
erekr
easi
dan
berk
reasi
sesu
ai de
ngan
mina
t, ba
kat,
dan t
ingka
t kec
erdas
anny
a de
mi pe
rkem
bang
an di
ri (P
asal
11).
Pena
hana
n yan
g dibe
rikan
kepa
da te
rsang
ka
HEND
RIYA
NTO
akan
mere
nggu
t hak
tersa
ngka
un
tuk b
ergau
l dan
berm
ain de
ngan
tema
n seb
ayan
ya.Pe
naha
nan y
ang d
iberik
an ke
pada
terd
akwa
HE
NDRI
YANT
O ak
an m
ereng
gut h
ak te
rdak
wa
untu
k berg
aul d
an be
rmain
deng
an te
man
seba
yany
a.
Pena
hana
n dan
huku
man y
ang d
iberik
an ke
pada
ter
dakw
a HEN
DRIY
ANTO
akan
mere
nggu
t hak
ter
dakw
a untu
k berg
aul d
an be
rmain
deng
an te
man
seba
yany
a.
5. Pe
nang
kapa
n, pe
naha
nan,
atau t
indak
pida
na pe
njara
anak
hany
a dil
akuk
an ap
abila
sesu
ai de
ngan
huku
m ya
ng be
rlaku
dan h
anya
da
pat d
ilaku
kan s
ebag
ai up
aya h
ukum
terak
hir (P
asal
16).
Pena
hana
n yan
g dija
tuhk
an ke
pada
tersa
ngka
HE
NDRI
YANT
O tid
ak di
lakuk
an se
baga
i upa
ya
huku
m ter
akhir
.
Pena
hana
n yan
g dija
tuhk
an ke
pada
terd
akwa
HE
NDRI
YANT
O tid
ak di
lakuk
an se
baga
i upa
ya
huku
m ter
akhir
.
Pena
hana
n dan
huku
man y
ang d
ijatu
hkan
kepa
da
terda
kwa H
ENDR
IYAN
TO ti
dak d
ilaku
kan s
ebag
ai up
aya h
ukum
terak
hir.
3. Se
tiap a
nak b
erhak
mem
pero
leh pe
ndidi
kan d
an pe
ngaja
ran da
lam
rangk
a pen
gemb
anga
n prib
adiny
a dan
ting
kat k
ecerd
asan
nya s
esua
i de
ngan
mina
t dan
baka
tnya (
Pasa
l 9 ay
at (1
)).
Pena
hana
n yan
g dibe
rikan
kepa
da te
rsang
ka
HEND
RIYA
NTO
akan
mere
nggu
t hak
tersa
ngka
un
tuk m
enda
patk
an pe
ndidi
kan.
Pena
hana
n yan
g dibe
rikan
kepa
da te
rdak
wa
HEND
RIYA
NTO
akan
mere
nggu
t hak
terd
akwa
un
tuk m
enda
patk
an pe
ndidi
kan.
Pena
hana
n dan
huku
man y
ang d
iberik
an ke
pada
ter
dakw
a HEN
DRIY
ANTO
akan
mere
nggu
t hak
ter
dakw
a untu
k men
dapa
tkan
pend
idika
n.
Unda
ng-U
ndan
g Nom
or 23
Tah
un 20
02PR
OSES
PENY
IDIK
ANPR
OSES
PENU
NTUT
ANPR
OSES
PEM
ERIK
SAAN
DI M
UKA
SIDA
NG
1. Pe
nyele
ngga
raan p
erlind
unga
n ana
k bera
sask
an P
anca
sila d
an
berla
ndas
kan U
ndan
g-Un
dang
Das
ar Ne
gara
Repu
blik I
ndon
esia
1945
serta
prins
ip-pr
insip
dasa
r Kon
vens
i Hak
-Hak
Ana
k meli
puti
nond
iskrim
inasi,
kepe
nting
an ya
ng te
rbaik
bagi
anak
, hak
hidu
p, ke
langs
unga
n hidu
p dan
perk
emba
ngan
, sert
a pen
gharg
aan t
erhad
ap
pend
apat
anak
(Pas
al 2)
.
Prins
ip-pr
insip
dasa
r tida
k dibe
rlaku
kan b
agi
tersa
ngka
HEN
DRIY
ANTO
Prins
ip-pr
insip
dasa
r tida
k dibe
rlaku
kan b
agi
terda
kwa H
ENDR
IYAN
TOPr
insip-
prins
ip da
sar t
idak d
iberla
kuka
n bag
i terd
akwa
HE
NDRI
YANT
O
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Sumber : BAP, Laporan BAPAS dan Putusan Nomor 91/PID.SUS/2010/PN.Ska.
Keha
rusan
Peme
nuha
n Hak
Ana
k dala
m Ka
sus N
omor
91/PI
D.SU
S/201
0/PN.
SKA
menu
rut U
ndan
g-Und
ang N
omor
23 Ta
hun 2
002 t
entan
g Perl
indun
gan A
nak
Tabe
l III.
Tida
k dite
riman
ya pe
rlind
unga
n khu
sus o
leh
tersa
ngka
HEN
DRIY
ANTO
mak
a pem
erinta
h tida
k me
njalan
kan k
ewaji
ban d
an ta
nggu
ng ja
wabn
ya.
Tida
k dite
riman
ya pe
rlindu
ngan
khus
us ol
eh
terda
kwa H
ENDR
IYAN
TO m
aka p
emeri
ntah t
idak
menja
lanka
n kew
ajiba
n dan
tang
gung
jawa
bnya
.
Tida
k dite
riman
ya pe
rlindu
ngan
khus
us ol
eh te
rdak
wa
HEND
RIYA
NTO
maka
peme
rintah
tidak
men
jalan
kan
kewa
jiban
dan t
angg
ung j
awab
nya.
11. P
erlind
unga
n khu
sus b
agi a
nak y
ang b
erhad
apan
deng
an hu
kum
dilak
sana
kan m
elalui
:a.
Perla
kuan
atas
anak
seca
ra ma
nusia
wi se
suai
deng
an m
artab
at da
n ha
k-ha
k ana
k;b.
Peny
ediaa
n petu
gas p
enda
mping
khus
us ba
gi an
ak se
jak di
ni;c.
Peny
ediaa
n sara
na da
n pras
arana
khus
us;
d. Pe
njatuh
an sa
nksi
yang
tepa
t untu
k kep
entin
gan y
ang t
erbaik
bagi
anak
;e.
Pema
ntaua
n dan
penc
atatan
teru
s-men
erus t
erhad
ap
perk
emba
ngan
anak
yang
berh
adap
an de
ngan
huku
m;f. P
embe
rian j
amina
n untu
k mem
perta
hank
an hu
bung
an de
ngan
or
ang t
ua at
au ke
luarg
a;g.
Perli
ndun
gan d
ari pe
mberi
taan i
denti
tas m
elalui
med
ia ma
ssa da
n un
tuk m
engh
indari
labe
lisas
i.
Pena
hana
n yan
g dibe
rikan
men
gakib
atkan
hak-
hak
anak
tidak
dapa
t dira
saka
n oleh
tersa
ngka
HE
NDRI
YANT
O.
Pena
hana
n yan
g dibe
rikan
men
gakib
atkan
hak-
hak
anak
tidak
dapa
t dira
saka
n oleh
terd
akwa
HE
NDRI
YANT
O.
Pena
hana
n yan
g dibe
rikan
men
gakib
atkan
hak-
hak a
nak
tidak
dapa
t dira
saka
n oleh
terd
akwa
HEN
DRIY
ANTO
. Hu
kuma
n yan
g dija
tuhka
n tida
k mem
entin
gkan
ke
penti
ngan
terd
akwa
HEN
DRIY
ANTO
seba
gai a
nak.
9. Pe
merin
tah da
n lem
baga
nega
ra lai
nnya
berk
ewaji
ban d
an
berta
nggu
ng ja
wab u
ntuk m
embe
rikan
perli
ndun
gan k
husu
s kep
ada
anak
dalam
situa
si da
rurat
, ana
k yan
g berh
adap
an de
ngan
huku
m,
anak
dari
kelom
pok m
inorit
as da
n teri
solas
i, ana
k tere
ksplo
itasi
secara
ekon
omi d
an/at
au se
ksua
l, ana
k yan
g dipe
rdag
angk
an, a
nak
yang
men
jadi k
orba
n pen
yalah
guna
an na
rkot
ika, a
lcoho
l, ps
ikotro
pika d
an za
t adik
tif la
innya
(nap
za),
anak
korb
an pe
nculi
kan,
penju
alan d
an pe
rdag
anga
n, an
ak ko
rban
keke
rasan
baik
fisik
dan/a
tau m
ental
, ana
k yan
g men
yand
ang c
acat,
dan a
nak k
orba
n pe
rlaku
an sa
lah da
n pen
elanta
ran (P
asal
59).
Perli
ndun
gan k
husu
s tida
k dibe
rikan
sepe
nuhn
ya
kepa
da te
rsang
ka H
ENDR
IYAN
TO ya
ng te
rmas
uk
anak
yang
berh
adap
an de
ngan
huku
m.
Perlin
dung
an kh
usus
tidak
dibe
rikan
sepe
nuhn
ya
kepa
da te
rdak
wa H
ENDR
IYAN
TO ya
ng te
rmas
uk
anak
yang
berh
adap
an de
ngan
huku
m.
Perlin
dung
an kh
usus
tidak
dibe
rikan
sepe
nuhn
ya ke
pada
ter
dakw
a HEN
DRIY
ANTO
yang
term
asuk
anak
yang
be
rhada
pan d
enga
n huk
um.
10. P
erlind
unga
n khu
sus b
agi a
nak y
ang b
erhad
apan
deng
an hu
kum
melip
uti an
ak ya
ng be
rkon
flik de
ngan
huku
m da
n ana
k kor
ban t
indak
pid
ana,
meru
paka
n kew
ajiba
n dan
tang
gung
jawa
b pem
erinta
h dan
ma
syara
kat (
Pasal
64 ay
at (1
)).
8. Ne
gara,
Pem
erinta
h, ke
luarg
a dan
oran
g tua
waji
b mem
berik
an
kese
mpata
n yan
g selu
as-lua
snya
kepa
da an
ak un
tuk m
empe
roleh
pe
ndidi
kan (
Pasa
l 49)
.
Pena
hana
n yan
g dija
tuhka
n kep
ada t
ersan
gka
menu
njukk
an ba
hwa n
egara
dan p
emeri
ntah t
idak
memb
erika
n kese
mpata
n kep
ada t
ersan
gka u
ntuk
memp
eroleh
pend
idika
n.
Pena
hana
n yan
g dija
tuhka
n kep
ada t
erdak
wa
menu
njukk
an ba
hwa n
egara
dan p
emeri
ntah t
idak
memb
erika
n kes
empa
tan ke
pada
terd
akwa
untuk
me
mpero
leh pe
ndidi
kan.
Pena
hana
n yan
g dija
tuhka
n kep
ada t
erdak
wa
menu
njukk
an ba
hwa n
egara
dan p
emeri
ntah t
idak
memb
erika
n kes
empa
tan ke
pada
terd
akwa
untuk
me
mpero
leh pe
ndidi
kan.
Unda
ng-U
ndan
g Nom
or 23
Tahu
n 200
2PR
OSES
PENY
IDIK
ANPR
OSES
PENU
NTUT
ANPR
OSES
PEM
ERIK
SAAN
DI M
UKA
SIDA
NG
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Menurut Pasal 45 Undang-Undang Pengadilan Anak terdapat dua
alasan penahanan terhadap para pelaku pidana yang masih dibawah umur, yaitu
untuk kepentingan anak dan untuk kepentingan masyarakat. Kedua alasan
tersebut harus dinyatakan secara tegas dalam surat perintah penahanan. Pada
dasarnya penahanan dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan, namun
penahanan terhadap anak harus pula memperhatikan kepentingan anak yang
menyangkut pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik, mental maupun
sosial anak dan kepentingan masyarakat.
Dalam hal ini, kedua alasan penahanan yang tercantum dalam Undang-
Undang Pengadilan Anak tidak disebutkan secara spesifik. Bukan berarti yang
terbaik untuk kepentingan masyarakat itu terbaik pula untuk kepentingan anak.
Misalnya di dalam kasus pencurian yang dilakukan oleh anak, penahanan dapat
dilakukan untuk kepentingan masyarakat karena dengan dilakukan penahanan
maka masyarakat tidak akan resah atau takut akan adanya pencurian yang
terjadi di sekitarnya yang dilakukan oleh anak. Tetapi bagi si anak, dengan
adanya penahanan maka akan membuat mereka tidak dapat meneruskan
pendidikan, juga akan memisahkan mereka dari keluarga dan kehidupan luar
atau terasingkan, belum lagi pendapat masyarakat akan dirinya.
Di dalam Pasal 42 ayat (3) Undang-Undang Pengadilan Anak telah
disebutkan bahwa proses penyidikan terhadap anak nakal harus dirahasiakan
tetapi tidak dapat dipungkiri dalam kenyataan di kehidupan masyarakat pasti
suatu kasus yang terjadi akan terdengar walaupun hal tersebut disembunyikan.
Kasus pencurian akan menyebabkan sekitar lokasi pencurian, atau korban
pencurian akan mengetahui kemudian masyarakat disekitarnyapun akan
mengetahui hal tersebut untuk berwaspada agar perbuatan tersebut tidak terjadi
padanya. Seperti halnya kasus pencurian yang dilakukan oleh anak dibawah
umur dalam kasus nomor 91/PID.SUS/2010/PN.Ska, dalam kasus ini
merupakan kasus tertangkap tangan. Oleh sebab itu tidak mungkin akan
terhindar dari pembicaraan masyarakat yang berada di sekitar terdakwa karena
secara jelas bahwa tertangkapnya terdakwa ketika terdakwa sedang melakukan
perbuatan pidana yaitu pencurian. Jika terdakwa tetap dilakukan penahanan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
dengan alasan kepentingan masyarakat maka tidak akan sejalan dengan
kepentingan anak. Memang kepentingan masyarakat terpenuhi dengan
menghilangkan rasa takut mereka akan terjadinya pencurian tetapi bagi si anak
yaitu terdakwa, hal tersebut akan menekan psikis atau mentalnya. Terdakwa
akan kehilangan haknya dalam memperoleh pendidikan dan juga akan
mengalami guncangan yang hebat dalam dirinya atas pembicaraan masyarakat
di sekitar kehidupan terdakwa dan juga atas lingkup ruang tahanan yang
ditempati. Memang ruang tahanan yang digunakan oleh anak di bawah umur
adalah ruang tahanan khusus anak tetapi status tahanan yang diberikan padanya
dan jauh dari kehidupan masyarakat itulah yang akan menjadikan dirinya
merasa terguncang dan terasingkan.
Dalam memberikan perintah penahanan bagi pelaku pidana yang masih
dibawah umur sangat diharapkan agar hati dan perasaan para penegak hukum
tergugah untuk lebih memperhatikan dan mempertimbangkan kepentingan
serta perlindungan bagi anak. Namun, yang paling penting diharapkan agar
pihak penegak hukum tidak ringan tangan dalam melakukan penahanan anak.
Sehingga penahanan hanya merupakan upaya terakhir dalam menyelesaikan
suatu perkara setelah sebelumnya diselesaikan dengan cara lain untuk
mendapat jalan keluarnya. Hal tersebut dikarenakan keputusan akan penahanan
terhadap anak sangat berdampak negatif bagi anak dalam segi mental dan juga
menghambat anak untuk memperoleh haknya sebagai anak.
Dalam praktek di pengadilan, seorang anak yang dikenal identitas
keluarganya karena suatu keadaan diluar keinginannya si anak terlanjur
melakukan perbuatan melanggar hukum. Dengan kondisi demikian, lalu
apakah bijaksana jika melakukan penahanan atas dirinya seandainya ia
membantu dan tidak mempersulit kelancaran pemeriksaan, tidak akan
melarikan diri dan tidak akan melakukan perbuatan lagi disertai jaminan
pribadi atas sejumlah uang dari keluarganya. Pertimbangan pengaruh
penahanan terhadap perkembangan jiwa anak perlu diperhatikan, maka
jawabnya adalah tidak bijaksana jika menahan si anak. Lain halnya jika pelaku
tindak pidana adalah seseorang gelandangan yang tidak dikenal tempat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
tinggalnya dan orang tuanya, maka hal tersebut di atas tidak berlaku baginya
karena siapa yang akan menjamin ia tidak akan melarikan diri dan melakukan
tindak pidana lagi. Namun, upaya mempersingkat penahanan patut
diperhatikan dengan menyelesaikan pemeriksaan sedini mungkin.
Dari penjelasan di atas, jelas bahwa terdakwa HENDRIYANTO bukan
seorang anak yang tidak mempunyai tempat tinggal dan orang tua. Terdakwa
mempunyai orang tua yang masih mengasuhnya dan juga mempunyai tempat
tinggal yang jelas. Sehingga masih ada yang menjamin atas terdakwa dan
perkembangan mental terdakwapun akan tetap terjaga serta hak-hak terdakwa
sebagai anak tetap dapat terjamin dan terpenuhi. Selain itu, waktu penahanan
yang diterima oleh Terdakwa bukanlah waktu yang singkat. Terdakwa
HENDRIYANTO ditahan selama kurang lebih 2 bulan. Dalam kurun waktu 2
bulan banyak sekali hak-hak terdakwa yang tidak bisa terpenuhi seperti haknya
untuk memperoleh pendidikan. Pendidikan yang telah diterima terdakwapun
akan tertinggal jauh dari teman-teman sebayanya sehingga diperlukan
pemeriksaan yang sedini mungkin agar hak-hak terdakwa tidak terabaikan
begitu lama. Terdakwa HENDRIYANTO pada saat pemeriksaan juga tidak
mempersulit jalannya persidangan dengan mengakui dan membenarkan tindak
pidana yang dilakukannya. Jadi dalam hal ini, alasan mengenai penahanan
yang diajukan dasar untuk melakukan penahanan terhadap terdakwa
HENDRIYANTO tidak dapat mengutamakan kepentingan anak seutuhnya
walaupun. Dari masalah tersebut, maka hendaknya perlu kita letakkan proporsi
hukum yang sesuai dengan fungsinya sehingga nyatalah peranan penahanan.
Jadi tidak ada hanya berdasarkan peraturan hukum semata tetapi juga
berdasarkan perasaan hukum dan keadilan.
Selain itu, proses penahanan yang dijatuhkan terhadap tersangka
HENDRIYANTO juga akan menghilangkan haknya untuk tetap mendapatkan
kebutuhan jasmani, rohani serta sosialnya. Mengenai kebutuhan rohani akan
sulit didapat oleh terdakwa yang masih di bawah umur karena seusia terdakwa
tidak mungkin akan timbul sifat rohaninya jika tidak dibantu oleh oang tua atau
keluarganya. Proses penahanan akan menjadikan terdakwa jauh dari orang tua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
sehingga kebutuhan rohaninya akan sulit untuk diperoleh. Terdapat pula
kebutuhan sosial yang sangat penting bagi terdakwa. Seusia terdakwa sangat
diperlukan masa-masa bergaul dan mengenal kehidupan sosialnya sehingga
dapat menjadikan manusia yang berjiwa sosial tinggi ke depannya. Kehidupan
sosial sangat berarti karena secara tidak langsung akan membentu diri terdakwa
dan hal tersebut tidak dapat diperoleh pada saat terdakwa ditahan.
Proses penahanan yang dilakukan Penuntut Umum berlangsung lama
dengan menggunakan penahanan lanjutan sehingga menjadikan dakwaan yang
diajukan semakin lama pusa. Sedangkan di dalam Pasal 54 Undang-Undang
Pengadilan Anak memerintahkan untuk mempercepat proses pemeriksaan
sehingga dakwaan juga dapat cepat terselesaikan. Oleh karena itu terdakwa
tidak semakin lama terkurung dalam tahanan dan hak-hak terdakwa dapat cepat
terpenuhi.
Dalam hal penuntutan, anak di atas usia 12 tahun dapat diproses pidana
tetapi Restorative Justice harus tetap menjadi pertimbangan pertama untuk
melihat apakah sebuah pelanggaran hukum dapat diatasi dengan baik tanpa
penuntutan. Restorative Justice bisa disebut pula dengan keadilan restoratif,
dimana menitikberatkan pada partisipasi langsung pelaku, korban dan
masyarakat dalam proses penyelesaian perkara pidana. Kalau anak mengakui
perbuatannya dan menyesalinya, maka ini adalah sebuah pertimbangan yang
positif untuk Restorative Justice. Restorative Justice tidak dapat
dipertimbangkan kalau anak tidak mengakui perbuatannya. Di dalam kasus
terdakwa HENDRIYANTO, terdakwa mengakui perbuatan dan menyesalinya
jadi hal tersebut dapat dijadikan pertimbangan positif untuk memperoleh
keadilan restoratif sehingga pelanggaran hukum yang dilakukan oleh terdakwa
dapat di atasi dengan baik tanpa adanya penuntutan.
Tetapi pada kenyataannya kasus nomor 91/PID.SUS/2010/PN.Ska tetap
dilakukan penuntutan oleh jaksa penuntut umum. Ada beberapa ketentuan pula
mengenai penuntutan yang ada di dalam Undang-Undang Pengadilan Anak,
dimana terdapat ketentuan Pasal 54 yang telah dijelaskan sebelumnya Hal
tersebut menunjukkan bahwa proses penuntutan harus dilakukan secara cepat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
guna mempersingkat proses pemeriksaan di pengadilan sehingga terdakwa
yang masih di bawah umur tersebut tidak terlalu lama menjalani penahanan.
Terdapat ketentuan dalam Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Pengadilan
Anak bahwa sebelum dimulainya sidang, petugas lembaga kemasyarakatan
harus membacakan isi laporan yang telah dibuatnya mengenai terdakwa. Tetapi
pada kenyataan dalam kasus nomor 91/PID.SUS/2010/PN.Ska hal tersebut
tidak dilakukan. Petugas BAPAS Surakarta tidak pernah diperintahkan oleh
Hakim untuk membacakan laporan penelitian atas terdakwa HENDRIYANTO.
Mengenai hukuman, hukum dan menghukum merupakan dua
pengertian yang satu sama lain kontradiktif. Semua orang merindukan hukum
tetapi tidak seorangpun yang merindukan hukuman. Meskipun hal itu sangat
kontradiktif satu sama lain tetapi antara keduanya tidak dapat dipisahkan
karena hukum tanpa sanksi tidak ada artinya. Pengertian menghukum secara
formal adalah menerapkan hukum menurut bunyi harfiahnya tentu tidak sama
dengan menghukum dengan memperhatikan dan mengindahkan berbagai segi
dari hukum itu sendiri. Selain itu juga penting pula memikirkan mengenai
kepentingan bersama. Invent options for mutual gain. Before attempting to
reach agreement, disputants should brainstorm to consider a wide range of
options that advance shared interests and reconcile differing interests. In this
process, disputing youth should strive to avoid four major obstacles: "(1)
premature judgment, (2) searching for the single answer, (3) the assumptions
of a fixed pie, and (4) thinking that 'solving their problem is their problem
(Conflict Resolution Education: Preparing Youth for the Future by Donna K.
Crawford and Richard J. Bodine).
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak juga
mengatur mengenai hukuman dan ditentukan mengenai penjatuhan pidana atau
tindakan terhadap anak nakal. Di dalam Pasal 23 dijelaskan bahwa pidana yang
dapat dijatuhkan kepada anak nakal adalah pidana pokok dan pidana tambahan.
Pidana pokok terdiri akan pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, dan
pidana pengawasan, sedangkan pidana tambahan yang dapat dijatuhkan adalah
berupa perampasan barang-barang tertentu dan atau pembayaran ganti rugi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Untuk tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal, seperti yang
disebutkan dalam Pasal 24 Undang-Undang Pengadilan Anak adalah
mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh, selain itu dengan
menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan
latihan kerja, atau dapat pula tindakan menyerahkan kepada Departemen
Sosial, atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak di bidang
pendidikan, pembinaan dan latihan kerja. Tindakan-tindakan itu dapat disertai
dengan teguran dan syarat tambahan yang ditetapkan oleh Hakim.
Terhadap anak nakal yang melakukan perbuatan tindak pidana dapat
dijatuhkan pidana oleh Hakim berupa pidana atau tindakan. Sedangkan
terhadap anak nakal yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi
anak baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan
hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan,
maka hakim hanya dapat menjatuhkan tindakan terhadap anak nakal tersebut.
Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 25 Undang-Undang Pengadilan
Anak.
Mengenai jenis pidana yang diatur dalam undang-Undang Pengadilan
Anak tersebut di atas diketahui bahwa kasus pencurian dengan terdakwa
HENDRIYANTO dapat dijatuhkan pidana atau tindakan oleh Hakim.
Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa HENDRIYANTO sehingga
berhadapan dengan hukum adalah perbuatan tindak pidana yaitu pencurian,
sehingga terdakwa tergolong anak nakal yang melakukan perbuatan tindak
pidana (Pasal 1 angka 2 huruf a). Menurut Pasal 25 Undang-Undang
Pengadilan Anak, HENDRIYANTO dapat dijatuhkan pidana atau tindakan
oleh Hakim. Dalam hal ini, putusan yang di dapat oleh terdakwa
HENDRIYANTO adalah pidana berupa pidana penjara selama 3 bulan.
Apabila memuaskan masyarakat dengan menjatuhkan pidana penjara
kepada terdakwa HENDRIYANTO mungkin tepat tetapi dalam hal ini Hakim
dihadapkan pada dua kepentingan yaitu di satu pihak memenuhi kepentingan
masyarakat agar hukum dapat ditegakkan tanpa pandang bulu, di lain pihak
mengingat masa depan serta kepentingan si terdakwa yang masih di bawah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
umur dan jiwanya belum matang maka kembali harus ditinjau dari diadakannya
tujuan hukum. Hukum tidak bertujuan untuk memuaskan tetapi bertujuan
menciptakan keadilan yang sesuai dengan kesadaran hukum. Jadi Hakim yang
bijaksana dalam pemeriksaan di persidangan harus melihat persoalan dari
berbagai segi dan patut mempertimbangkan penyebab kesalahan, apakah
karena kelalaian atau sengaja, apakah dilakukan untuk pertama kali atau
kesekian kalinya.
Hakim dalam memutuskan perkara terdakwa HENDRIYANTO juga
harus melihat persoalan tersebut di atas. Di dalam laporan BAPAS dijelaskan
bahwa terdakwa melakukan perbuatan pidana tersebut dalam keadaan labil
sehingga tidak memikirkan akibat yang akan timbul. Dari laporan itulah dapat
dinyatakan bahwa terdakwa dalam melakukan perbuatan pidana itu tidak
dengan sengaja, karena jika secara sengaja pasti telah direncanakan secara
matang sebelumnya tetapi pada kenyataannya terdakwa ingin meminjam motor
milik korban dan korban meminta terdakwa untuk mengambil kunci motornya
sendiri di dalam tas korban. Pada saat mengambil kunci motor di tas korban
ternyata terdakwa melihat Hand Phone didalamnya dan tanpa berfikir panjang
terdakwa mengambil Hand Phone tersebut. Jadi terdakwa pada awalnya tidak
merencanakan akan mengambil Hand Phone milik korban tanpa sepengetahuan
pemiliknya yaitu korban. Dalam hal ini terdakwa melakukan perbuatan pidana
untuk pertama kalinya dan terdakwa juga belum pernah dihukum sebelumnya.
Hukum pengadilan tidak dipersepsikan sebagai mesin dan robot tetapi
sebagai lembaga lembaga yang kreatif memandu dan melayani masyarakat.
Tugas tersebut dapat dilaksanakan bila hukum diberi kebebasan untuk memberi
tafsiran. Menafsirkan adalah bagian dari tugas memandu dan melayani
tersebut. saatnya pemikiran hukum dan doktrin masyarakat bahwa anak yang
melanggar hukum harus dipidanakan dibuang jauh, dan digantikan dengan
pemikiran yang lebih ramah dan manusiawi, yaitu cukup dengan tindakan
sebagai jalan penghukuman. Penjara telah memberikan stigma dan labelisasi
abadi kepada seorang anak sehingga harapan pengembalian mental moral anak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
sulit tercapai karena labelisasi tersebut akan menempatkan status anak di
tengah masyarakat.
Kecenderungan penjatuhan pidana daripada tindakan memang sering
ditemukan. Paradigma hukum formal sudah berakar dalam praktik peradilan di
Indonesia. Tak pelak bila aparat penegak hukum di lapangan juga lebih
memilih hukum formal daripada memilih penyelesaian informal dengan
mengedepankan rasa keadilan publik, walaupun kadang-kadang terkesan
dipaksakan. Kecenderungan tersebut berlagsung pula terhadap anak-anak.
Tidak benar bila anak dikenakan sangkaan/tuduhan dan tindakan pidana
(diperiksa, disidik, ditahan, sampai disidangkan, apalagi divonis masuk
penjara). Kepadanya hanya pantas dilakukan tindakan, yaitu penghukuman
yang tidak memiliki potensi perlakuan kekerasan, stigmasi/labelisasi, sampai
penyiksaan yang akan mempengaruhi proses belajar menuju pendewasaan diri.
Hukuman bukan bertujuan membalas dendam dan mencari penjeraan dari
pelaku tetapi menemukan kesadaran diri anak bahwa yang dilakukan adalah
sebuah kesalahan. Karena itu, anak tersebut harus memperbaiki diri. Proses
perbaikan diri itu tetap di tengah masyarakat secara normal, tidak dialienasikan
ke dalam tempat khusus, tahanan, atau penjara yang akan menimbulkan gegar
karakter. Akibatnya, tujuan penghukuman tersebut tidak pernah tercapai
kecuali penuhnya sel-sel pada Lapas Anak.
Dari ketentuan pasal dan golongan yang dijabarkan sebelumnya dan
juga penjelasan di atas, dapat melihat bahwasanya terdakwa HENDRIYANTO
memiliki hak untuk mendapatkan hukuman berupa tindakan oleh Hakim.
Penegak hukum harus mempertimbangan kepentingan terbaik bagi anak dalam
proses penegakan hukum. Salah satunya dengan menggunakan alternatif
hukuman lain selain pidana formal. Misalnya dengan mengembalikan kepada
orangtua atau menempatkan mereka di pusat-pusat pembinaan. Jadi anak yang
tertangkap tangan melakukan kejahatan tidak langsung ditangkap, ditahan dan
diajukan ke pengadilan, tetapi harus menjalani proses-proses tertentu seperti
pendampingan dan konseling untuk mengetahui apa yang menjadi kepentingan
terbaik bagi mereka (http://www.harian-global.com). Pertimbangan pidana dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
perlakuannya terhadap anak-anak yang melakukan tindak pidana perlu
mendapat perhatian khusus, sebab pada peradilan anak ini keputusan Hakim
tersebut harus mengutamakan pada pemberian bimbingan edukatif terhadap
anak-anak, disamping tindakan yang bersifat menghukum.
Oleh karena itu, dapat diulas satu per satu mengenai tindakan yang
sebaiknya diberlakukan bagi terdakwa. Tindakan yang dapat dijatuhkan kepada
anak nakal dengan mengembalikan kepada orang tua, wali atau orang tua asuh,
dapat dipertimbangkan apabila di lingkungan keluarga itu dapat membantu si
anak agar tidak lagi melakukan perbuatan pidana. Dalam laporan BAPAS
mengenai terdakwa dijelaskan jika kehidupan di lingkungan keluarga terdakwa
berjalan baik dan harmonis. Sedangkan keadaan lingkungan masyarakat
terdakwa sangat heterogen dan dinamis, pada umumnya mata pencaharian
masyarakat disekitarnya sebagai buruh bangunan dan anak-anak yang sebaya
dengan terdakwa masih bersekolah. Mayoritas penduduknya beragama islam
dan sudah tersedia sarana peribadatan yang memadai. Dari gambaran tersebut,
menunjukkan bahwa kehidupan di keluarga dan di lingkungan masyarakatnya
tidak buruk dan justru dapat membantu terdakwa supaya tidak terjerumus
dalam perbuatan tindak pidana lagi. Kondisi anak-anak disekitar lingkungan
yang masih bersekolah dapat mendorong terdakwa untuk bersekolah, terutama
lingkungan keluarga terdakwa yang saling menghormati dan menyanyangi
menjadikan terdakwa tidak kurang kasih sayang dan akan tetap mendapatkan
perhatian agar terdakwa tidak melakukan perbuatan tindak pidana lagi.
Selain tindakan tersebut di atas, ada pula tindakan berupa penyerahan
kepada Negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja. Hal
tersebut diputuskan bilamana keadaan lingkungan keluarga tidak memberi
jaminan dapat membantu si anak dalam perbaikan dan pembinaannya. Jika
menelaah dalam kasus terdakwa HENDRIYANTO, hubungan orang tua
terdakwa harmonis dan mereka saling menghormati dan bekerja sama menjaga
keutuhan rumah tangga dan hubungan terdakwa dengan saudara-saudaranya
saling menyayangi dan membantu. Sedangkan hubungan orang tua dengan
anak-anaknya berjalan baik, mereka memberikan perhatian dan kasih sayang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
yang sama, tidak membeda-bedakan antara anak yang satu dengan yang lain
dan selalu berusaha memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Jadi dapat
disimpulkan bahwa lingkuangan keluarga terdakwa memberikan jaminan dan
juga orang tua dapat memberikan contoh yang baik pada anak-anaknya
termasuk terdakwa.
Terdapat pula tindakan berupa penyerahan anak nakal kepada
Departemen Sosial atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak di
bidang pendidikan, pembinaan dan latihan kerja jika keluarga sudah tidak
sanggup lagi untuk mendidik dan membina si anak ke arah yang lebih baik
sehingga si anak tidak melakukan perbuatan pidana lagi. Di dalam proses
persidangan, orang tua terdakwa memberikan hal ikhwal bahwa mereka masih
sanggup untuk merawat dan mendidik terdakwa ke jalan yang benar, mereka
menginginkan putusan yang seringan-ringannya kepada terdakwa agar
terdakwa dapat melanjutkan sekolahnya lagi. Dari keterangan orang tua
terdakwa di persidangan tersebut menunjukkan bahwa orang tua bertanggung
jawab atas perbuatan terdakwa dengan meminta maaf atas perbuatan pidana
yang dilakukan terdakwa. Selain itu, orang tua terdakwa masih sanggup untuk
mendidik dan membina terdakwa ke arah yang lebih baik jadi terdakwa tidak
melakukan perbuatan pidana itu lagi.
Dari ketiga penjelasan tindakan yang diuraikan tersebut, jelas bahwa
tindakan dengan mengembalikan terdakwa kepada orang tua lebih tepat
diberikan kepada terdakwa. Dari Laporan BAPAS yang menggambarkan
kondisi keluarga terdakwa yang sesuai dengan keadaan sebenarnya dan laporan
tersebut sama dengan hal ihkhwal yang dikemukakan orang tua terdakwa
bahwa orang tua terdakwa sanggup untuk membina dan mendidik anaknya
sehingga tidak melakukan perbuatan pidana lagi. Jadi pernyataan yang
dikeluarkan orang tua terdakwa tidak diragukan lagi dan dapat dipertanggung
jawabkan selain itu hak terdakwa untuk tetap mendapatkan dan meneruskan
pendidikannyapun dapat terwujud.
Selain hal tersebut di atas mengenai tindakan yang dapat dijatuhkan
kepada terdakwa, terdapat pula alternatif pidana bersyarat. Pidana Bersyarat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
adalah suatu sistem pidana, dimana terhadap pidana dijatuhi pidana penjara,
akan tetapi pidana penjara tersebut tidak perlu dijalani olehnya, apabila dalam
masa percobaan yang dilakukan suatu pelanggaran hukum atau pelanggaran
terhadap syarat-syarat yang telah ditentukan.
Pidana bersyarat dan pidana pengawasan juga dapat menjadikan
hukuman bagi terdakwa dengan tidak mengindahkan hak-hak terdakwa sebagai
anak daripada proses pemenjaraan yang mengacuhkan hak-hak terdakwa
sebagai anak. Di dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 telah
disebutkan ketentuan mengenai pidana bersyarat tanpa membedakan antara
kejahatan dan pelanggaran. Dijelaskan bahwa pidana bersyarat dapat
dijatuhkan kepada anak nakal apabila pidana penjara yang dijatuhkan paling
lama 2 tahun. Dalam kasus nomor 91/PID.SUS/2010/PN.Ska terdakwa
dijatuhkan adalah 3 bulan penjara, dimana kurang dari 2 tahun. Pidana
bersyarat memiliki syarat umum dan syarat khusus. Syarat umumnya adalah
bahwa anak nakal tidak akan melakukan tindak pidana lagi selama menjalani
masa pidana bersyarat, sedangkan syarat khususnya adalah untuk melakukan
atau tidak melakukan hal tertentu yang ditetapkan dalam putusan hakim dengan
tetap memperhatikan kebebasan anak. Walaupun dikenakan pidana bersyarat
tetapi tetap dilakukan pengawasan dan bimbingan oleh Jaksa agar anak nakal
menepati persyaratan yang telah ditentukan, dan juga dibimbing oleh Balai
Pemasyarakatan. Jika putusan yang dijatuhkan kepada anak nakal adalah
pidana bersyarat maka anak nakal tersebut tetap dapat mengikuti pendidikan
sekolah walaupun berstatus sebagai Klien Pemasyarakatan.
Selain itu, pidana pengawasan juga dianggap lebih baik dijatuhkan
darpada pemenjaraan terhadap terdakwa HENDRIYANTO. Pidana
pengawasan akan lebih efektif dapat menjadikan terdakwa jera akan perbuatan
pidana yang dilakukan bila diyakini oleh hakim bahwa terdakwa belum
mendapatkan efek jera selam proses persidangan berlangsung. Jika hal tersebut
dijatuhkan, maka pengawasan akan dilakukan oleh jaksa Penuntut Umum atau
lembaga kemasyarakatan terhadap terdakwa selama kurang lebih 3 bulan dan
paling lama selama 2 tahun. Dengan pidana pengawasan, dianggap lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
bersifat mendidik dan mengajarkan terdakwa karena terdakwa akan diawasi
dengan baik sehingga terdakwa selalu lebih berhati-hati dan berpikir matang
sebelum bertindak.
Terdakwa HENDRIYANTO yang telah melakukan tindak pidana
pencurian sebenarnya juga memperoleh hak untuk mendapatkan pidana
bersyarat. Pidana bersyarat lebih baik diputuskan jika tindakan dianggap tidak
dapat mewujudkan kepentingan masyarakat. Pidana bersyarat dijatuhkan pada
anak nakal, dalam hal ini HENDRIYANTO, dengan tanpa merasakan
pemenjaraan atau merasakan jauh dari keluarga dan lingkungan masyarakat.
Terdakwa tetap dapat menjalankan haknya sebagai anak yaitu bermain dan
belajar seperti biasa tetapi tidak melupakan hukuman bagi perbuatan pidana
yang dilakukannya. Hal itu dapat dilakukan dengan cara menetapkan waktu
untuk terdakwa untuk masa percobaan, dalam hal ini masa percobaan adalah
selama waktu yang ditentukan tersebut terdakwa tidak boleh malakukan
perbuatan pidana yang serupa atau yang lain. Apabila hal tersebut dilangar
maka terdakwa baru akan dijatuhkan pidana penjara. Jadi penghukuman
tersebut tetap dapat memberikan efek jera kepada terdakwa HENDRIYANTO
dan dapat melihat apakah terdakwa benar-benar menyesali dan tidak akan
melakukan perbuatan pidana lagi seperti yang diakatakannya selama proses
penyidikan dan persidangan.
Pasal 3 Undang-Undang Perlindungan Anak telah menyebutkan
mengenai tujuan dari perlindungan anak itu sendiri. Adapun tujuannya adalah
untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak
mulia dan sejahtera. Dari tujuan tersebut dapat dilihat bahwa adanya undang-
undang tersebut semata-mata untuk menjamin dan melindungi hak anak.
Bahwa terpenuhinya hak-hak terdakwa HENDRIYANTO pada dasarnya bukan
untuk terdakwa sendiri tetapi juga untuk mewujudkan pembangunan Negara
Indonesia. Anak merupakan aset negara, seperti yang dijelaskan sebelumnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
sehingga menjamin kehidupan anak untuk dapat tumbuh dan berkembang
merupakan suatu cara untuk mensejahterakan dan membangun Indonesia di
masa yang akan datang.
Dalam kehidupan kanak-kanak setiap tindakan atau perbuatan yang
dilakukan adalah dalam taraf belajar sehingga mengenal dan mengerti mana
yang baik dan mana yang buruk. Dengan mengetahui perbuatan positif dan
negatif itu menjadikan mereka manusia yang berakhlak mulia dan mempunyai
kehidupan sejahtera kelak. Oleh karena itu diperlukan perlindungan kepada
anak agar dalam proses belajar tersebut, mereka tetap dapat dilindungi dan
kehidupan mereka di masa sekarang akan menjadikan bekal yang positif untuk
kehidupan mereka di masa datang dan secara otomatis juga memberi dampak
yang positif pula bagi Negara Indonesia di masa yang akan datang.
Salah satu hak anak yang diatur di dalam Undang-Undang Perlindungan
Anak adalah mengenai hak anak menperoleh pendidikan. Pasal 9 Undang-
Undang Perlindungan Anak menjelaskan mengenai hal tersebut, yaitu setiap
anak berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan
bakatnya. Pendidikan sangat penting untuk masa anak-anak, tanpa pendidikan
mereka tidak akan memberikan kemanfaatan bagi diri, keluarga, masyarakat
dan negaranya.
Dalam hal ini, masa kanak-kanak adalah masa ketika seorang pribadi
tumbuh dan berkembang mencapai kedewasaan diri. Dalam proses tumbuh
kembang tersebut seorang anak melewati peristiwa-peristiwa yang positif dan
negatif tetapi semuanya akan membekali seorang anak untuk menjadi dewasa.
Sebagai suatu proses, anak tidak selayaknya menanggung hukuman berat
sampai pemenjaraan karena efeknya adalah pematian masa depan anak.
Pada masa ini anak sedang memenuhi kewajiban dan memperoleh
haknya untuk belajar. Pemenjaraan akan merampas hak belajar anak karena
selama proses peradilan menuju pemenjaraan dapat dipastikan anak mengalami
gangguan dalam belajar. Walaupun kelak di Lapas Anak diadakan kegiatan
belajar-mengajar, hal itu lebih kepada pengajaran ilmu pengetahuan semata.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Belajar yang sesungguhnya yakni berinteraksi dan berkomunikasi dengan
teman sebaya dalam suasana kegembiraan untuk saling berimajinasi dan
berobsesi merajut bangunan masa depan, tidak ada lagi. Pengajaran yang ada
sangatlah kering karena semuanya berada dalam suasana pengurungan dalam
arti lahir dan batin.
Perwujudan perlindungan anak dalam bidang pendidikan yang ada di
dalam ketentuan Undang-Undang Perlindungan Anak bukan hanya secara
akademis saja tetapi juga mengacu pada pendidikan yang sesuai dengan minat
dan bakat anak tersebut. Di dalam Kasus Nomor 91/PID.SUS/2010/PN.Ska
diketahui bahwa terdakwa bukan hanya bersekolah dalam bidang akademis
tetapi terdakwa juga sangat berbakat dalam bidang bela diri yaitu karate. Bakat
karate tersebut juga bukan hanya sekedar hobi, bakatnya tersebut menghasilkan
beberapa prestasi dan penghargaan, bahkan terdakwa juga pernah mendapat
beasiswa dari PT.Djarum. Prestasi tersebut menunjukkan bahwa terdakwa
memang benar-benar berbakat. Selain itu, menunjukkan pula bahwa selama ini
kehidupan pendidikan terdakwa ditekuni dengan baik oleh terdakwa karena
terbukti dengan hasil prestasi yang didapatnya.
Kemampuan pendidikan dan bakat terdakwa dalam hal ini tidak
diragukan lagi. Di dalam Undang-Undang Perlindungan Anak ini jelas bahwa
terdakwa mempunyai hak untuk tetap dapat meneruskan pendidikan baik
secara akademis yaitu di sekolah dan juga kemampuan bakatnya yang luar
biasa itu dengan baik. Terdakwa mempunyai prestasi-prestasi yang bagus
sehingga jika terdakwa dikenakan penahanan dan dijerat dengan pidana penjara
maka haknya untuk mendapatkan pendidikan tersebut tidak dipenuhi dan akan
dikhawatirkan memutuskan kecerdasan akademis dan bakatnya yang telah
mendapakan banyak prestasi tersebut.
Mengenai penyelenggaraan perlindungan pendidikan kepada anak
diatur lebih lanjut dalam Pasal 49 dan Pasal 50 Undang-Undang Perlindungan
Anak. Di dalam kedua pasal tersebut dijelaskan bahwa perlindungan akan hak
anak untuk mendapatkan pendidikan tersebut bukan hanya pada orang tua atau
keluarganya saja tetapi negara dan pemerintah juga memberikan kesempatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
seluas-luasnya kepana anak untuk memperoleh pendidikan. Bahkan di dalam
Pasal 48 Undang-Undang Perlindungan Anak dijelaskan bahwa pemerintah
harus menyelenggarakan pendidikan dasar selama 9 tahun kepada semua anak.
Dari pasal tersebut jelas bahwasanya negara juga sangat mengerti dan
mengakui pentingnya pendidikan untuk anak dan negara pada umumnya.
Pendidikan bukan hanya secara akademis, di Undang-Undang Perlindungan
mengerti dan memahami hal tersebut sehingga di dalam Undang-Undang
Perlindungan Anak dijelaskan mengenai macam pendidikan yang dimaksud
dalam undang-undang tersebut, yaitu :
a. Pengembangan sikap dan kemampuan kepribadian anak, bakat,
kemampuan mental dan fisik sampai mencapai potensi mereka yang
optimal.
b. Pengembangan penghormatan atas hak asasi manusia dan kebebasan asasi.
c. Pengembangan rasa hormat terhadap orang tua, identitas budaya, bahasa
dan nilai-nilainya sendiri, nilai-nilai nasional dimana anak bertempat
tinggal, dari mana anak berasal, dan peradaban-peradaban yang berbeda-
beda dari peradaban sendiri.
d. Persiapan anak untuk kehidupan yang bertanggung jawab.
e. Pengembangan rasa hormat dan cinta terhadap lingkungan hidup.
Dari penjelasan tersebut di atas, negara wajib memberi kesempatan
seluas-luasnya kepada pendidikan anak. Pendidikan yang diberikan
kesempatan tersebut bukan hanya menjamin hak anak untuk pendidikan
akademis dan bakatnya tetapi juga sampai pendidikan terhadap akhlak dan
kepribadiannya, baik kepada diri sendiri, orang tua, masyarakat dan
lingkungannya. Jadi hak anak untuk mendapatkan pendidikan itu sangat luas
cakupannya. Dalam hal ini terdakwa HENDRIYANTO mempunyai hak untuk
mendapatkan pendidikan secara luas dan juga negara wajib menyediakannya.
Jika terdakwa dihadapkan dengan proses hukum sampai dilakukan penahanan
dan pemenjaraan maka hak pendidikan yang dimaksud dalam Pasal 49 dan
Pasal 50 Undang-Undang Perlindungan Anak tersebut tidak dapat dipenuhi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
Seperti contohnya, disebutkan pengembangan sikap, kemampuan
mental dan kepribadian itu bertujuan untuk mencapai potensi yang optimal.
Jika dilakukan penahanan dan pemenjaraan kepada anak, maka secara otomatis
mental terdakwa akan jatuh karena menghadapi kehidupan yang terisolir dan
jauh dari keluarga serta teman. Jika seperti itu maka tujuan mendapatkan
potensi yang optimal akan sulit diwujudkan.
Selain itu, terdapat pula hak anak yang diatur dalam Pasal 11 Undang-
Undang Perlindungan Anak menjelaskan bahwa anak mempunyai hak untuk
dapat beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan teman
sebaya, bermain, berekreasi dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan
tingkat kecerdasannya demi perkembangan diri. Dari ketentuan di pasal
tersebut, maka terdakwa HENDRIYANTO mempunyai hak untuk dapat
bermain dan bergaul dengan teman sebayanyanya. Jika terjadi penahanan dan
pemenjaraan terhadap terdakwa maka terdakwa tidak akan bisa menggunakan
haknya itu. Terdakwa akan terisolir dari kehidupan luar dan di lingkungan baru
yang dapat menekan jiwa dan batinnya walaupun pemisahan tempat penahanan
dan pemenjaraannya berbeda dengan tempat orang dewasa. Oleh sebab itu,
masa kanak-kanak terdakwa tidak dapat mengembangkan dirinya sesuai
dengan apa yang diinginkan dan dicita-citakan. Penahanan dan pemenjaraan
terhadap terdakwa telah melanggar Pasal 11 Undang-Undang Perlindungan
Anak karena akan mematikan cita-cita dan menghentikan proses belajar,
bergaul dan pengembangan bakat yang dimiliki oleh terdakwa.
Perlindungan terhadap anak yang diatur dalam Undang-Undang
Perlindungan Anak juga mengenai perlindungan atas penganiayaan,
penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. Bahkan di Pasal
16 ayat (3) Undang-Undang Perlindungan Anak disebutkan jika proses
penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan
apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai
upaya terakhir. Secara khusus Undang-Undang Perlindungan Anak mengatur
dan menjamin hak-hak anak dalam proses penyidikan dan bahkan sampai
putusan. Disebutkan di pasal di atas bahwa proses-proses berupa penangkapan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
penahanan dan tindak pidana penjara digunakan sebagai upaya terakhir dengan
maksud agar anak tersebut tetap dapat menjalankan haknya sebagai anak yang
masih dalam taraf beajar segala hal yang ada di dalam kehidupan sehari-hari di
sekitar lingkungannya. Upaya terakhir tersebut dimaksudkan jika terdakwa
yang masih dibawah umur memang benar-benar tidak dapat diampuni lagi
kesalahannya dan memang harus dengan cara-cara penangkapan, penahanan
dan pemenjaraan.
Dalam kasus nomor 91/PID.SUS/2010/PN.Ska, terdakwa baru pertama
kali melakukan perbuatan pidana, terdakwa belum pernah dihukum,
terdakwapun menyesali dan mengakui kesalahannya. Selain itu, dari pihak
keluargapun menyesali, meminta maaf dan bertanggung jawab atas perbuatan
yang dilakukan terdakwa dengan bersedia merawat dan mengawasi terdakwa
sehingga tidak melakukan perbuatan pidana lagi. Jelas bahwa proses
penahanan dan pemenjaraan yang dilakukan oleh terdakwa bukanlah upaya
terakhir. Sehingga jelas bahwa penahanan dan putusann yang dijatuhkan
kepada terdakwa HENDRIYANTO melanggar ketentuan dalam Pasal 16 ayat
(3) Undang-Undang Perlindungan Anak.
Mengenai perlindungan khusus yang diberikan, dijelaskan dalam Pasal
59 Undang-Undang Perlindungan Anak yaitu pemerintah dan lembaga negara
lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan
khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan
hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara
ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi
korban penyalahgunaan narkotika, alcohol, psikotropika, dan zat adiktif
lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak
korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan
anak korban perlakuan salah dan penelantaran. Dalam hal ini, terdakwa
HENDRIYANTO mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan khusus
dari negara dan pemerintah karena terdakwa adalah termasuk anak yang
berhadapan dengan hukum, seperti yang disebutkan dalam Pasal 59 Undang-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
Undang Perlindungan Anak. Tetapi hak tersebut tidak dapat direalisasikan oleh
negara atau pemerintah terhadap terdakwa HENDRIYANTO.
Mengenai anak yang berhadapan dengan hukum dijelaskan lebih rinci
di dalam Pasal 64 Undang-Undang Perlindungan Anak. Jenis anak yang
berhadapan dengan hukum tersebut, meliputi anak yang berkonflik dengan
hukum dan anak korban tindak pidana. Kedua anak tersebut merupakan
kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. Terdakwa
HENDRIYANTO tergolong anak yang berkonflik dengan hukum karena
terdakwalah yang melakukan perbuatan pidana yaitu pencurian. Pasal 64 ayat
(2) lebih dalam mengenai jenis-jenis perlindungan khusus terhadap anak yang
berhadapan dengan hukum, sebagai berikut :
a. Perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak
anak.
b. Penyediaan petugas pendamping khusus bagi anak sejak dini.
c. Penyediaan sarana dan prasarana khusus.
d. Penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak.
e. Pemantauan dan pencatatan terus-menerus terhadap perkembangan anak
yang berhadapan dengan hukum
f. Pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua
atau keluarga.
g. Perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk
menghindari labelisasi.
Anak yang berkonflik dengan hukum harus diperlakukan secara
manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak anak. Hak-hak anak yang
dimaksud adalah hak-hak anak yang diatur dalam ketentuan Undang-Undang
Perlindungan Anak yang tercsantum di pasal sebelumnya. Jika melihat
beberapa hak anak di dalam Undang-Undang Perlindungan Anak, maka ada
beberapa hak yang tidak dipenuhi terhadap terdakwa HENDRIYANTO.
Seperti halnya hak terdakwa untuk memperoleh pendidikan, bergaul dengan
teman sebaya dan lainnya yang telah dijelaskan sebelumnya tidak dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
terpenuhi jika terjadi penahanan terhadap terdakwa sampai kurang lebih 2
bulan.
Mengenai penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik
bagi anak, hal ini dirasa belum sesuai karena sanksi yang dijatuhkan kepada
terdakwa yang masih di bawah umur, mempunyai prestasi dan masih labil
tersebut bukanlah suatu sanksi yang tepat. Sanksi tersebut justru tidak sesuai
dengan kepentingan terbaik untuk terdakwa. Terdakwa mengakui kesalahan,
terdakwa juga menyesali perbuatan pidana yang dilakukan, maka pemenjaraan
yang dijatuhkan kepada terdakwa tersebut tidak mengutamakan kepentingan
terdakwa sebagai anak yang masih belajar dalam segala hal dan memperoleh
bimbingan dari orang tua.
Dengan pemenjaraan yang dijatuhkan kepada terdakwa maka secara
otomatis terdakwa akan hidup jauh dengan orang tua, keluarga dan teman
walaupun terdakwa dipenjarakan ke dalam tempat khusus yang terpisah dari
tempat orang dewasa. Kasih sayang orang tua kandung sangat diperlukan oleh
anak-anak yang masih di bawah umur seperti terdakwa. Dengan pemenjaraan
yang berbeda lokasi dengan orang tua maka tidak akan mungkin hubungan
akan tetap terjalin dengan baik seperti biasa. Hubungan orang tua terhadap
terdakwa pasti akan berkurang dan terdakwapun tidak akan merasakan kasih
sayang serta perhatian orang tua setiap saat. Jadi dengan pemenjaraan yang
dijatuhkan kepada terdakwa maka tidak akan menjamin untuk tetap
mempertahankan hubungan orang tua dengan terdakwa seperti sebelumnya.
Dalam hal ini, aparat hukum menjaga kasus terdakwa
HENDRIYANTO sehingga tidak ada pemberitaan media masa. Tetapi pada
saat proses penahanan terhadap terdakwa HENDRIYANTO saja sudah dapat
memberikan labelisasi masyarakat kepada terdakwa walaupun tidak
diberitahukan melalui media massa. Labelisasi dalam masyarakat akan mudah
muncul karena pada kenyataannya masyarakat sekarang lebih pandai dengan
tanpa melalui media massa. Misalnya di dalam lingkungan sekitar terdakwa,
labelisasi akan tetap muncul apalagi ketika dijatuhkan pidana penjara terhadap
terdakwa. Jika terdakwa memang benar-benar merencanakan perbuatan pidana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
tersebut maka wajarlah jika harus dilakukan pemenjaraan karena telah berniat
tetapi dalam kasus ini terdakwa tidak merencanakan dan tidak memikirkan
akibat yang akan terjadi pada saat melakukan perbuatan pidana tersebut.
Labelisasi dimana terdakwa adalah narapidana tetap tidak dapat dihapuskan
jika terdakwa dijatuhkan pidana penjara, pidana penjara bukan hanya
memberikan efek jera saja tetapi juga akan memberikan dampak negatif bagi
pertumbuhan dan perkembangan mental terdakwa dengan adanya pemenjaraan
yang telah dialaminya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab-bab terdahulu, dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Bentuk Pemenuhan Perlindungan Hak Anak di dalam Proses Beracara
Pidana Pada Kasus Nomor 91/PID.SUS/2010/PN.SKA
a. Dalam penyidikan, penyidik wajib meminta pertimbangan dari
Pembimbing Kemasyarakatan. Dalam perkara ini, penyidik telah
meminta pertimbangan dari BAPAS Surakarta untuk membantu
jalannya penyidikan.
b. Pengambilan keputusan untuk melakukan penangkapan terhadap
terdakwa juga telah sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.
Penangkapan terhadap kasus terdakwa yang tertangkap tangan memang
tidak menggunakan surat perintah penangkapan karena barang bukti
telah disertakan dengan pelaku yaitu HENDRIYANTO kepada yang
berwenang. Setelah proses penangkapan sesuai dengan syarat yang ada,
lalu pada hari itu juga dibuat surat perintah penangkapan dan
memberikan tembusan kepada keluarga korban.
c. Jangka waktu penangkapan dan penahanan yang diterima oleh terdakwa
sesuai dengan jangka waktu penangkapan dan penahanan yang telah
ditentukan di Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak.
d. Alasan penangkapan dan penahanan yang dilakukan terhadap tersangka
HENDRIYANTO telah disebutkan di dalam surat perintah
penangkapan dan penahanan, sesuai dengan ketentuan dalam Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.
e. Penyidik telah memberikan hak terdakwa untuk memperoleh bantuan
hukum tetapi terdakwa telah meberikan pernyataan penolakan atas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
bantuan hukum tersebut karena terdakwa akan menjalani proses
penyidikan sampai dengan proses persidangan akan menghadapi dan
menjalani sendiri.
f. Persidangan terhadap terdakwa HENDRIYANTO dilakukan dalam
sidang tertutup dengan hakim tunggal dan ketika pembacaan
putusannya dilakukan dalam sidang terbuka untuk umum.
g. Selama proses persidangan, terdakwa HENDRIYANTO didampingi
oleh petugas BAPAS dan orang tua terdakwa, sesuai dengan ketentuan
dalam Undang-Undang Pengadilan Anak.
h. Terdakwa mendapatkan putusan berupa pidana penjara sesuai dengan
ketentuan bahwa ancaman pidana yang dapat dijatuhkan kepada anak di
bawah umur yang melakukan perbuatan tindak pidana paling lama satu
perdua dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.
Dalam hal ini terdakwa mendapat putusan pidana penjara selama 3
bulan.
2. Keharusan Pemenuhan Hak Anak dalam Kasus Nomor
91/PID.SUS/2010/PN.SKA menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun
1997 tentang Pengadilan Anak dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak
a. Dari awal proses penyidikan yang dilakukan terhadap tersangka
seharusnya menggunakan pertimbangan BAPAS tetapi hal tersebut
tidak dilakukan terhadap proses penyidikan tersangka
HENDRIYANTO.
b. Mengenai alasan penahanan untuk anak yang di bawah umur, dimana
diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan
Anak adalah untuk kepentingan anak dan kepentingan masyarakat.
Dalam hal ini, kasus nomor 91/PID.SUS/2010/PN.Ska tidak sesuai
dengan ketentuan tersebut di atas karena penahanan yang dilakukan
kepada terdakwa hanya mementingkan kepentingan masyarakat tetapi
tidak sesuai dengan kepentingan anak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
c. Proses penahanan yang dilakukan terhadap tersangka HENDRIYANTO
tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang
Pengadilan Anak karena kebutuhan akan jasmani, rohani dan sosialnya
tidak terpenuhi sesuai dengan apa yang dikehendaki selama proses
penahanan.
d. Pada saat awal persidangan seharusnya Hakim memerintahkan kepada
petugas BAPAS untuk membacakan laporan penelitiannya terhadap
terdakwa. Akan tetapi dalam hal ini, Hakim tidak memerintahkan
petugas BAPAS untuk menyampaikan atau membacakan laporan hasil
penelitiannya terhadap terdakwa HENDRIYANTO.
e. Undang-Undang Pengadilan Anak tidak hanya mengatur hukuman
pidana saja tetapi juga mengatur mengenai hukuman berupa tindakan,
pidana bersyarat dan pidana pengawasan. Dari fakta-fakta yang
diajukan dalam ersidangan, maka menujukkan bahwa seharusnya
terdakwa HENDRIYANTO mempunyai hak untuk memperoleh
hukuman berupa tindakan, pidana bersyarat dan pidana pengawasan,
bukan pidana penjara.
f. Seharusnya proses penyidikan, penuntutan, persidangan sampai dengan
putusan yang dijatuhkan sesuai dengan prinsip-prinsip dalam Undang-
Undang Perlindungan Anak yaitu nondiskriminasi, kepentingan yang
terbaik bagi anak, hak hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan,
serta penghargaan terhadap pendapat anak.
g. Tujuan dari perlindungan anak yang berlandaskan pada Undang-
Undang Perlindungan Anak, tidak dapat diwujudkan dalam kasus
terdakwa HENDRIYANTO karena hak-hak yang seharusnya dipenuhi
kepada terdakwa justru tidak dipenuhi dalam proses beracara
pidananya.
h. Di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak diatur mengenai hak-hak anak secara umum yaitu berhak untuk
mendapatkan pendidikan dan bahkan negara atau pemerintah menjamin
kebebasan anak seluas-luasnya untuk mendapatkan pendidikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
Terdakwa dijatuhkan pidana penjara selama 3 bulan dan selama proses
penyidikan dan persidangan berjalan terdakwa ditahan. Maka selama
itulah terdakwa tidak mempunya hak untuk mendapatkan pendidikan
seperti teman-teman sebayanya. Sedangkan pendidikan sangat
diperlukan untuk perkembangan jati diri terdakwa di masa yang akan
datang. Negarapun tidak memberikan kebebasan yang luas kepada
terdakwa, yang merupakan anak di bawah umur untuk mendapatkan
pendidikan.
i. Terdakwa kehilangan haknya untuk merasakan bermain bersama teman
sebayanya. Dengan proses penahanan dan pemenjaraan mengakibatkan
terdakwa terasingkan dengan kehidupan di sekelilingnya sehingga hak
tersebut tidak dapat dirasakan oleh terdakwa.
j. Proses penangkapan, penahanan, dan tindak pidana penjara seharusnya
hanya dijatuhkan jika tidak terdapat upaya lain yang dapat dikenakan
terhadap terdakwa HENDRIYANTO dan memang hanya satu-satunya
jalan yang terbaik untuk terdakwa yang masih di bawah umur tersebut.
k. Dengan tidak dipenuhinya hak-hak anak dalam proses beracara di kasus
terdakwa HENDRIYANTO maka jelas bahwa negara ata pemerintah
tidak dapat menyelenggarakan perlindungan anak seperti yang
diwajibkan oleh negara di dalam ketentuan Undang-Undang
Perlindungan Anak.
l. Perlindungan khusus yang diberikan kepada anak yang berkonflik
dengan hukum juga telah disebutkan dalam Undang-Undang
Perlindungan Anak. Adapun beberapa hak-hak yang diatur tersebut juga
tidak dapat dipenuhi kepada terdakwa karena proses penahanan dan
pemenjaraan yang dijatuhkan kepadanya. Sedangkan terdakwa telah
menyadari dan mengakui bahwa perbuatan yang dilakukannya adalah
perbuatan yang salah. Terdakwa belum pernah dihukum dan juga yang
lebih penting bahwa terdakwa menyadari dan tidak akan
mengulanginya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
B. Saran
Berdasarkan simpulan, maka saran yang dapat disampaikan adalah
sebagai berikut :
Melihat pentingnya anak dalam kehidupan bernegara maka seharusnya
perlindungan terhadap hak-hak anak lebih ditekankan lagi oleh Negara Indonesia.
Peraturan mengenai hak-hak anak sebaiknya lebih dikenalkan kepada masarakat
luas sehingga masyarakat mengetahui hak-hak anak yang harus dipenuhi. Jadi
anak di Indonesia tetap dapat merasakan haknya dan kelak anak Indonesia akan
menjadi anak yang dibanggakan dan dicita-citakan oleh Indonesia.
Dalam hal, anak yang berhadapan dengan hukum, anak tetap harus
mendapatkan hak-haknya sebagai anak. Bahkan di Indonesia telah memiliki
pengaturan yang jelas mengenai anak yang berhadapan dengan hukum baik pada
saat proses pemeriksaan sampai dengan persidangan dan hak-hak secara umum
yang memang tetap harus dipenuhi. Aparat penegak hukumlah yang sangat
berperan dalam mewujudkan hak-hak anak yang berhadapan dengan hukum
tersebut. aparat penegak hukum harus mengerti benar mengenai tujuan fungsi
aparat penegak hukum yang sedang menyelesaikan perkara anak di bawah umur.
Di dalam menyelesaikan perkara anak di bawah umur seharusnya yang
dilihat bukan hanya makna menerapkan hukum menurut bunyi harfiahnya saja
tetapi dengan memperhatikan dan mengindahkan berbagai segi dari hukum itu
sendiri. Melihat dari lingkungan sekitar terdakwa, kehidupan sehari-hari terdakwa,
perbuatan yang dilakukan terdakwa, dan tujuan terdakwa melakukan perbuatan
tersebut. Aparat penegak hukum harus jeli mengenai hal tersebut karena
pnyelesaian hukum yang salah kepada anak akan berakibat fatal bagi kehidupan
masa depan anak yang juga masa depan bangsa Indonesia.