Dialog Bulan Puasa 11

35

description

H. Bakri Wahid

Transcript of Dialog Bulan Puasa 11

Page 1: Dialog Bulan Puasa 11
Page 2: Dialog Bulan Puasa 11

1

DIALOG

BULAN PUASA

11

Keterangan :

Selaku Pak Kyai oleh : Haji Bakri Wahid, B.A.

Daeng Naba oleh : Syamsul Marlin, B.A.

Page 3: Dialog Bulan Puasa 11

2

ZIARAH KE KUBUR

MENYAMBUT LN RAMADHAN

DG. NABA : Assalamu Alaikum

PAK KYAI : Waalaikummussalam .. kenapa Dg. Naba terlambat

DG. NABA : Tidak terlambat, saya diluar Pak Kyai

PAK KYAI : O, diluar, kenapa saya tadi tidak lihat

DG. NABA : Sejak tadi saya sudah ada di luar. Ini PAK KYAI :

surat2 ini, banyak saya lihat surat2. Saya duduk2 di

luar sana baca2 ini. Ada surat lagi dari Umar

Yunus Jl. Langgau Ujung Pandang. Kemudian lagi

dari Peni S. Jl. Nusantara 514 Ujung Pandang. Dari

Peni Pak Kyai, bukan Pelni. Ini lagi Pak Kyai dari

Jumadi Tiro, alamat Jl. Serigala No. 96 Ujung

Pandang. Surat anda sudah diterima. Kemudian

dari Rusly Abubaera.. ini rajin sekali ini orang

bersurat Pak Kyai kita sampai hafal namanya

Rusly Aburaera.

PAK KYAI : Ia.. karena banyak suratnya masuk

DG. NABA : Ia .. dari U. pandang Asrama Mattoanging. Ini lagi

dari Abd. Waris Jln. Cenderawasih Lr. 7 No. 9

Ujung Pandang. Kemudian lagi dari Abd. Rajab

Syam Jl. Layya Ujung Pandang. Kalau ini dari

Hasyim, anggota Jamaa Nurul Haerat Layang

selatan di Ujung Pandang. (Sebelah Utara RII). Ini

lagi dari Dodi Heriyansah, L.A.J. Jln. Kalimantan

Ujung Pandang.

Page 4: Dialog Bulan Puasa 11

3

PAK KYAI : Bukan jalin ya ?

DG. NABA : Jalan, bukan jalin Pak Kyai. Inimi kalau sudah

makan sahur begini Pak Kyai …

PAK KYAI : Mungkin karena dingin barang kali

DG. NABA : Ia. Ini lagi dari Suddin di Ujung Pandang Tello

Baru. Ini empelopnya panjang Pak Kyai.

Mudah2an Suddinnya juga panjang. Ini lagi dari

Rumini Miru di Jln. Veteran ujung Pandang.

Selanjutnya dari Abd. Razak Ujung Pandang. Abd.

Razak ini Pak Kyai Ujung Pandang. Ini dari

Syamsul Aman Bungaya U. Pandang. Kemudian

dari Laode Halifah K. Jl. Sembilan No. 22B

diujung Pandang. Cocokni Pak Kyai, dulu sudah

ada Waode, sekarang sudah ada Laode, cocok toh?

PAK KYAI : Cocok

DG. NABA : A. a. ada perempuan, ada laki. Ini lagi dari Jln.

Belibis No. 14 Ujung Pandang, namanya Landari.

Ini lagi Marhabang Dengan. Narang di Pandang2

Sunggu Minasa. Wah dari Sungguminasa. Ini surat

kilat dari M. Idrus Said Kompleks Mesjid Jami PU

Box 68 Jayapura Irian Jaya. Ini lagi Sabaruddin

Hello Jln. Abubakar Lambogo 63 Ujung Pandang.

Ini dari Arifin A. Rahman Cenderawasih I Ujung

Pandang. Selanjutnya dari Abd. Fattah seorang

pencinta siaran sahur pada bulan pauasa jl.

Rajawali Ujung Pandang. Yunus Ibrahim Dr. R.

Langi 5a/4 Ujung Pandang. Ini Andi Zainuddin S.

Jln. Dahlia 306/1 di Ujung Pandang. Selesai surat2

Pak Kyai sampai disitu. Barangkali mungkin besok

ada lagi. Untuk hari ini (subuh) ini Pak Kyai, habis

Page 5: Dialog Bulan Puasa 11

4

itu. Ini pertanyaan dan jawaban surat2

sebagaimana biasa. Pak Kyai, dengan perantaraan

sruat ini kiranya Pak Kyai dan Dg. Naba dapat

memberikan penjelasan menurut agama Islam atas

pertanyaan saya yang tertera di bawah ini. Ada dua

pertanyaannya Pak Kyai. Yang pertama, misalnya

kita anggap sudah terjawab. Yang kedua,

bagaimana pandangan menurut agama Islam

terhadap orang Islam yang mengambil ilmu2

Gunung KAWI ATAU TUYUL dan semacamnya.

Tolong diberi penjelasan. Atas perhatian Pak Kyai

dan Dg. Naba, saya ucapkan Asykuruka Kasirang

PAK KYAI : Begini Dg. Naba soal gunung Kawi ambil ilmu,

begini Dg. Naba, ilmu apa gerangan yang mereka

ambil itu. Ilmu yang diperoleh biasanya melalui

guru yang mengajar. Tentu timbul pertanyaan apa

kira2 ada guru di G. Kawi? Jangan2 gurunya

disana setan, maka dapat ilmu jahat nanti.

DG. NABA : Ia, ilmunya ilmu setan

PAK KYAI : Kalau Pak Kyai disana, itu dapat ilmu baik. Cuma

kita dengar2 juga ini Dg. Naba, ada keyakinan

sementara orang yang pergi ke Gunung Kawi,

sementara orang ya, artinya mungkin tidak semua

orang.

DG. NABA : Ia, sebahagian orang, artinya orang yang kesana..

ya tentu begitu.

PAK KYAI : Bila sampai sekian kali ke G. Kawi, sama dengan

naik Haji.

Page 6: Dialog Bulan Puasa 11

5

DG. NABA : A. A. A. kalau sudah berkali-kali pergi ke G.

Kawi, sama artinya satu kali pergi haji.

PAK KYAI : Ya, …

DG. NABA : Kalau begitu, lebih baik naik Haji, berkali2

PAK KYAI : Saya kira Dg. Naba, kalau, bisa diartikan dua.

Kalau dari keyakinan, itu sudah salah. Kalau dari

segi biaya kalau orang Ujung Pandang kesana

berkali-kali dengan naik plane mungkin ongkosnya

sama dengan naik haji. Kalau itu pengertiannya,

mungkin ada kebenarannya. Tapi kalau keyakinan-

keyakinan pada pahala, ini sudah keyakinan salah.

Yang kedua Dg. Naba, ada juga sementara

keyakinan mereka siap-siap ke g. Kawi, rezekinya

bertambah-tambah terus.

DG. NABA : Ya… siapa-siapa yang pergi ke gunung Kawi

rezekinya bertambah-tamah terus.

PAK KYAI : Ini semuanya Dg. Naba, keyakinan semacam ini,

bertentangan dengan keyakinan agama Islam.

DG. NABA : Ia, oleh sebab itu kita harapkan yang yakin akan

agama Islam, tinggalkan keyakinan-keyakinan

yang semacam ini supaya keyakinannya baik.

Jangan dicampur keyakinan Islam dengan

keyakinan Gunung Kawi.

DG. NABA : Jadi itulah jawabnya Pak Kyai terhadap Malik

Yasin BS lagi Pak Kyai .. saya batuk-batuk masuk

angin Pak Kyai.

PAK KYAI : Masuk angin ya ? tidak masuk nasi ?

Page 7: Dialog Bulan Puasa 11

6

DG. NABA : Sudah, oleh karena itu keluar angin. Ini lagi M.

Munsir Rewa. Ini pertanyaannya “Saya melihat

dimana –mana daerah dimana kuburan-kuburan

ramai dikunjungi orang untuk disiarahi. Utamanya

di waktu hendak memasuki bulan Ramadhan dan

waktu akan lebaran nanti. Apakah ada perintah

dalam agama Islam yang demikian Pak Kyai ? dan

bagaimana hukumnya. Mohon jawab dengan jelas.

Saya ada harapan sama orang ini Pak Kyai, supaya

kupingnya dipasang baik-baik.

PAK KYAI : Supaya dengar jawaban Pak Kyai.

DG. NABA : Ia sebab dia bilang mohon penjelasan dengan jelas.

PAK KYAI : J adi memohon juga…

DG. NABA : Mohon juga telinganya dipasang baik-baik

PAK KYAI : O ya, jangan tidur sahur. Begini. Perintah

menziarahi kubur yang dikaitkan dengan

kedatangan Ramadhan atau dengan berakhirnya

Ramadhan, tidak ada satu perintah yang menyuruh

kita demikian, tidak ada. Dg. Naba yang dikaitkan

dengan waktu-waktu tertentu, tidak. Jadi

sembarang saja boleh. Adapun kebiasaan

masyarakat disini setiap mau masuk puasa, setiap

mau lebaran disiarahi kuburan, itu merupakan

suatu kebiasaan adat istiadat saja.

DG. NABA : Kebiasaan yang timbul di ada saja.

PAK KYAI : Tidak ada kaitan perintah agama kalau mau

lebaran datangilah kuburan orang tuamu, tidak ada

hadistnya. Malah hadistnya berbunyi begini :

Page 8: Dialog Bulan Puasa 11

7

KUNTUN NAHAITUKUM ANZIKAARATIL

KUBUURI „ALAA ASUURUHAA. Dulu kata

Nabi, Tuhan melarang saya menziarahi kubur,

Sekarang menziarahi kubur boleh. Jadi tidak

tentukan oleh Nabi Ramadhannya. Begitu.

DG. NABA : Itulah jawabnya Pak Kyai terhadap pertanyaan

anda. Nah sekarang lagi Pak Daeng di Studio. Ini

pertanyaannya.

PAK KYAI : Siapa tadi namanya ?

DG. NABA : Namanya, Fahruddin A.M. ini pertanyaan nomor

tiga Pak Kyai mengenai makanan. Apakah sah

atau tidak kalau orang memakai minyak goreng

yang sudah dipakai menggoreng babi lalu

dipakainya pula menggoreng kambing dan lain-

lain sebagainya. Apakah haram bagi ummat Islam

ataukah tidak. Jikalau tidak, kiranya dijelaskan

pada Pak Daeng.

PAK KYAI : Begini Dg. Naba. Minyak yang sudah digorengkan

ke kambing, bagaimana hukumnya. Jawabnya

tidak boleh. Oleh karena minyak yang telah

dipakai menggoreng babi, itu baru sudah ken najis

babinya. Barang yang sudah bernajis apalagi yang

sudah bersatu dengan babi itu sendiri atau najis

yang ada pada minyak itu yang kena kepada

kambing, maka kambingnya juga yang haram

dimakan, karena minyak goreng itu.

DG. NABA : O… ia … ia. Jadi sekarang timbul tanda tanya

bagaimana kalau kita tidak tahu, bahwa itu

minyak sudah pernah digorengkan babi, tapi kita

tidak tahu, kita pakai menggoreng.

Page 9: Dialog Bulan Puasa 11

8

PAK KYAI : Kalau soal tidak tahu Dg. Naba, tidak jadi

persoalan lagi. Karena tidak tahunnya. Allah tidak

menghukum kita berdosa apa yang kita tidak tahu.

DG. NABA : O ya.. tapi saya rasa berdosa juga Pak Kyai

PAK KYAI : Kenapa ?

DG. NABA : Kalau pura-pura tidak tahu

PAK KYAI : O. ya, betul

DG. NABA : Ini lagi Pak Kyai. Ini dari orang yang bernama

Idris Junaid. Pertanyaannya, satu apakah zakat

fitrah itu wajib terhadap orang yang hidupnya

sangat melarat dimana penghasilannya tidak sesuai

dengan banyaknya tanggungannya atau tidak

mampu. Yang kedua apakah diperbolehkan atau

diharuskan kepada anaknya kalau kebetulan ada

yang mampu tetapi dirantau atau di daerah lain

misalnya di Jaya Pura. Ketiga, boleh zakat fitrah

itu dibayar oleh anaknya dimana daerah dia berada

atau di Jaya Pura umpamanya Ujung Pandang ini.

PAK KYAI : Soal yang pertama, tidak usah kita berikan

penjelasan Dg. Naba.

DG. NABA : Perlu itu yang pertama

PAK KYAI : Bagi yang tidak mampu, wajib menerima zakat.

Yang kedua Dg. Naba, anak wajib menjain

kehidupan orang tuanya, termasuk pakaian,

termasuk makannya juga, termasuk zakat fitrah

orang tuanya, harus dia jamin. Persoalan

membayar anak dia tinggal di Irian Jaya bolehkah

dibayarkannya disana ? Jawabnya boleh. Kalau

Page 10: Dialog Bulan Puasa 11

9

mau membayarkan orang tuannya, kirim saja uang

kepada orang tuanya kemari, nanti orang tuanya

yang bayarkan disini.

DG. NABA : Ya, ada pos, ada bank bisa jalan kesana. Lalu yang

ketiga ?

PAK KYAI : Yang ketiga sudah terjawab, itu soal pembayaran.

DG. NABA : O ya, ya, sudah terjawab semua ? Demikianlah

Sdr. Muh. Idris Junaid jawaban secara ringkas dari

Pak Kyai terhadap pertanyaan anda. Tambah lagi

satu surat Pak Kyai …

PAK KYAI : Boleh ..

DG. NABA : Ini tidak ada pertanyaannya Pak Kyai, terpaksa

dibaca keseluruhannya ini, tapi tulisannya bagus

Pak Kyai.

PAK KYAI : Bacalah ..

DG. NABA : Dengan sruat ini kami ingin menyampaikan sebuah

pertanyaan kepada Pak Kyai bersama dengan Dg.

Naba tentang masalah zakat fitrah. Menurut

banyak faham dari para Mubaliq bahwa puasa

seseorang yang berpuasa itu, puasanya masih

tergantung diantara langit dan bumi selama zakat

fitrahnya belum dibayar. Dalam hal ini kami ingin

tanyakan bagaimana tentang anak-anak yang

belum wajib puasa kalau menurut faham di atas,

maka yang dikhawatirkan tergantung – gantung

itu, untuk tidak si kepada Tuhan. Bagaimana

pendapat Pak Kyai dan Dg. Naba. Ini pertanayan

dari A.S. Taha. Dari Sorong Irian Jaya.

Page 11: Dialog Bulan Puasa 11

10

PAK KYAI : Begini Dg. Naba, zakat fitri yang tidak dibayar

tergantung pahala puasanya. Apakah ini memang

ada dalilnya ? Mengenai dalil Dg. Naba tadi kada

satu hadist yang menyebut tentang tergantung

semacam itu. Kalau masalah tergantung, ada yang

disebut dalam hadist yang begini maksudnya.

NAFSUL MU‟MINIM MUALLAKATUM

BIDAINI. Itu ada artinya nyawa seoran mu‟minim

tergantung disebabkan utangnya tidak tebayar. Itu

ada haist yang begitu.

DG. NABA : O. ya, jadi kalau ada orang mati, utang belum

terbayar, tergantung nyawanya.

PAK KYAI : Betul, betul. Kalau disini, dia bicarakan tentang

pahala yang tergantung. Jadi kita belum

menemukan dalil. Tetapi jelas hadist berbunyi

begini : Zakatul Fitri Tu‟ratallissai minallashi

warafasi, itu jelas. Artinya : zakat fitri itu

menjadikan orang yang berpuasa akan bersih

ibadah puasanya dari kata-kata yang loga dan kata-

kata yang percuma. Jadi itulah yang dimaksudkan

oleh hadist itu. Nah sekarang Dg. Naba, yang

ditanyakan bagaimana anak-anak tidak puasa, tentu

tadi kwjb mengeluarkan zakat fitranya karena

pahala puasanya tidak akan tergantung karena dia

sendiri tidak puasa. Begini, itulah akibat dari pada

petua yang demikian mungkin. Tetapi hadist yang

tadi juga mengatakan zakat fitri itu membersihkan

orang dari kata-kata yang tidak senonoh.

Bagaimana yang tidak puasa ? jawabannya bagi

yang tidak puasa, baginya bukan membersihkan

puasanya, tetapi membersihkan jiwanya. Atau kata

lain membayarkan kewajiban semata-mata. Bagi

Page 12: Dialog Bulan Puasa 11

11

yang berpuasa, mempunyai dua efek. Efek

pertama, terbayar kewajiban. Eek yang kedua,

bersih jiwanya dengan puasanya, dan segala

macam kotoran. Bagi yang tidak puasa seperti

anak-anak, tinggal satu efek yang dia terima ialah

terbayar kewajiban. Begitu Dg. Naba.

DG. NABA : Bagaimana yang bukan anak-anak tidak juga

puasa.

PAK KYAI : Lantas dia bayar zakat fitrah ?

DG. NABA : Ia

PAK KYAI : Ia kena satu efek saja, bersihlah jiwanya atau

terbayar kewajibannya. Tetapi soal puas menjadi

tuntutan hukum yang harus dia terima kelak.

DG. NABA : cocok ini Pak Kyai. Habis waktu Pak Kiay ?

PAK KYAI : Barang kali.

DG. NABA : O, ya, sekarang kita lanjutkan lagi yang lain.

Jawaban surat tunggu lagi. Ini yang lalu kita bicara

tentang pembinaan pendidikan anak-anak di ruah

tangga Pak Kyai oleh Lukman. Sekarang Pak Kyai

dulu sudah menjelaskan bahwa anak-anak itu harus

dibiasakan di rumah tangga berbuat yang baik, dan

bahkan harus ditumbuhkan di dalam dada anak,

berbuat jahat itu berdosa, berbuat baik itu

berpahala. Sekarang apa lagi contoh pendidikan di

rumah tangga oleh Lukman itu Pak Kyai

PAK KYAI : Contoh pendidikan yang ketiga, dalam rangka

pembinaan remaja, berakhlak yang mulia

dilakukan oleh Lukman, ialah mendidik anak

Page 13: Dialog Bulan Puasa 11

12

bersifat sumber berarakan firman Allah di dalam

Al Qur'an kata Lukman : “WASHBIR‟ALA MAA

ASHABAKA INNAZALIKA MIN ASMIL

UMUUR”.

DG. NABA : Artinya Pak Kyai ?

PAK KYAI : Hai anakku, berlaku sabarlah engkau apa yang

menimpa engkau, yang demikian itu adalah

pekerjaan yang sangat dicita-citakan.

DG. NABA : O, ya. Apa pengertian sabar disini Pak Kyai ?

PAK KYAI : Sekarang Dg. Naba minta pengertian sabar itu apa

? Kalau saya berikan definisi secara singkat, begini

Dg. Naba. Sabar ialah tahan menderita sesuatu

yang tidak disenanginya untuk mentaati ketetapan

Allah, serta menyerah kepadanya dengan dada

lapang dan penuh kerendahan. Itulah, sedikit agak

panjang definisinya.

DG. NABA : Bagaimana cara yang ditunjukkan yang harus kita

tempuh menanamkan sifat sabar itu di rumah

tangga, terutama anak-anak kita dan isteri kita Pak

Kyai.

PAK KYAI : Ia supaya isteri kita jangan selalu marah, selalu

ngomel. Apalagi ini mau lebaran belum bisa

dibelikan ini, itu.

DG. NABA : Ia, kue belum dibikin, kanrejawanya belum ada.

PAK KYAI : Begini menanamkan sifat sabar. Ada beberapa

mungkin cara yang ditempuh.

DG. NABA : Ia, satu Pak Kyai sebagaimana ?

Page 14: Dialog Bulan Puasa 11

13

PAK KYAI : Diantaranya Dg. Naba, dengan menyuruh anak

menjalankan ibadah puasa sudah merupakan suatu

acara menamakan sifat sabar pada anak2 di rumah

tangga. Lah karena bukan main udara panas, ia

haus, ia mencoba menahan menderita sesuai

dengan hadist tadi.

DG. NABA : O, ya, ya, sabar..

PAK KYAI : Tahan dia menderita yang tidak dia senangi untuk

mentaati ketetapan Allah disitu menyerah diri

menurut kerendahan Allah.

DG. NABA : Betul-betul Pak Kyai. Ah skrg yang kedua Pak

Kyai.

PAK KYAI : Yang kedua Dg. Naba, mungkin ml perintah,

dilakukannya secara berulang-ulang dan disiplin.

Melakukan pekerjaanya seperti mengaji, belajar,

membersihkan kamarnya, mencuci pakaiannya, itu

suatu pekerjaan yang sebenarnya ia tidak senangi.

Tetapi demi mentaati peritnah kedua orang tuanya,

karena berulang-ulangnya, tertanamlah sifat

kesabaran nanti Dg. Naba, diantara dua ini.

DG. NABA : Yang ketiga ?

PAK KYAI : Yang ketiga, kemungkinan kita tempuh jalan,

boleh semuanya ditempuh sekaligus, tetapi juga

boleh salah satu diantaranya sesuai dengan

situasinya. Menjelaskan kepada anak perlunya sifat

sabar bila kekurangan belanja, mungkin pergi ke

sekolah tidak cukup uang.

DG. NABA : Bukan anak saja itu Pak Kyai

Page 15: Dialog Bulan Puasa 11

14

PAK KYAI : Termasuk isteri, mau belanja, mau beli baju, tapi

uang kurang, diberikan penjelasan. Tidak ada ikan

waktu makan, jangan berontak, belum ada uang

pembeli buku jangan marah. Kemudian Dg. Naba

bila ada uang untuk pembeli pakaian seragam di

sekolah dan sebagainya, ini diberikan penjelasan

kepada anak-anak.

DG. NABA : betul, betul Pak Kyai

PAK KYAI : Betul ya ? Cara yang keempat ialah ceritakan

kepada anak kesabaran yang membawa hasil yang

baik. Seperti kesabaran Nabi Muhammad di dalam

perjuangan sampai beliau berhasil, kesabaran

Imam Syafii sehingga menjadi ulama terbesar dan

sebagainya. Karena itu Dg. Naba, Lukman

memantapkan pendidikan kesabaran itu di rumah

tangga. Karena orang bersabar berhasil karena

kesabarannya.

DG. NABA : Memang begitu Pak Kyai. Anak tinggal di rumah

kita tinggal di rumah. Ku di rumah situasinya

sering ada yang kurang lalu kita tidak sabar, bisa

cekcok. Kalau kita cekcok, hilang keharmonisan di

dalam rumah tangga. O. o. betul Pak Kyai.

PAK KIAY : Ia, oleh sebab itu diperlukan kesabaran rumah

tangga. Kesabaran isteri, kesabaran suami,

kesabaran anak terutama semenjak dari anak-anak

sudah dilatih bersifat sabar.

DG. NABA : Dalam hal ini hendaknya kita orang tua tahu

hendaknya menceritakan kesabaran Nabi

Muhammad, kesabaran Imam Syafii, kesabaran

dari pada sahabat-sahabat yang lain.

Page 16: Dialog Bulan Puasa 11

15

PAK KIAY : Betul Dg. Naba

DG. NABA : Bagaimana kalau orang tuanya tidak bisa cerita

Pak Kiay

PAK KIAY : Kalau orang tuanya tidak bisa cerita, sebaiknya

anak itu di suruh ke mesjid, disuruh belajar supaya

ia dapat mendengar cerita dari guru-gurunya yang

pandai.

DG. NABA : O o. salah Pak Kiay

PAK KIAY : Bagaimana yang benar ?

DG. NABA : Yang benarnya, Dg. Naba dan Pak Kiay yang

dipanggil

PAK KIAY : Untuk bercerita ..

DG. NABA : O, begitu Pak Kiay

PAK KIAY : Ya boleh jugalah..

DG. NABA : Tentu begitu. Lalu sesudah itu kita minum teh,

makan kue,. Begini lagi Pak Kiay. Apabila

pendidikan yang dilakukan Lukman di rumah

tangganya.

PAK KIAY : Begini Dg. Naba. Pendidikan yang keempat yang

diterapkan oleh Lukman kepada anaknya di dalam

membina remaja supaya berakhlak yang baik,

membiasakan anaknay berbicara secara berhadap-

hadapan.

DG. NABA : O, ia, kalau bicara jangan ekornya dihadapkan

sama orang.

Page 17: Dialog Bulan Puasa 11

16

PAK KIAY : Guna pipinya. Di dalam firman Allah sudah

dikatakan

DG. NABA : Sd ada itu ?

PAK KIAY : Ia

DG. NABA : Bunyinya Pak Kiay

PAK KIAY : Kata Lukman “Walatu” syair Haddaka Linnas”.

Walatu‟ syair Haddaka linnas.

DG. NABA : Apa artinya Pak Kiay

PAK KIAY : Hai anakku, jangan kau hadapkan pipimu berbicara

kepada manusia

DG. NABA : Artinya kalau kita berbicara, kita berhadapan

dengan dia. Jangan belakangnya dihadapkan.

PAK KIAY : Betul

DG. NABA : O , ya, ya, betul Pak Kiay. Kita bisa tersinggung

Pak Kiay

PAK KIAY : Betul, tanda orang tidak sopan itu.

DG. NABA : Ia, kita orang tua lalu anak diajar bicara, yang

dihadapkan, belakangnya sama kita, atau pipinya

dia miring. Lebih baik tempeleng satu kali.

PAK KIAY : Ia tidak sopan

DG. NABA : Ia tidak sopan sekali. Jadi oleh karena itu ada

tuntutan Lukman, kalau diajak orang bicara,

hadapkanlah mukamu baik-baik. Ini lagi Pak Kiay.

Bagaimana kalau orang itu juling Pak Kiay..

Page 18: Dialog Bulan Puasa 11

17

PAK KIAY : Jadi orang juling ?

DG. NABA : Ia ..

PAK KIAY : Wah ini memang susah Dg. Naba. Kalau dia juling

dia menghadap kemari, tetapi yang dilawan

bicara, disana karena julingnya.

DG. NABA : Ia… dia menghadap kesana, padahal matanya

kemari.

PAK KIAY : Ia … itu bukan karena tidak hormat, bukan karena

tidak sopan, tetapi keadaan jasmani yang tidak

mengizinkan Dg. Naba. Kalau dia hadapkan

pipinya, maka tidak kena oleh pandangan matanya.

DG. NABA : O, ia… kalau dia menghadap kepada kita, matanya

tidak mengarah sama kita. Jadi bagaimana cara

menerapkan pendidikan ini Pak Kiay

PAK KIAY : Cara mentrapkan pendidikan ini Dg. Naba setiap

anak, jangan diperintahkan sesuatu perintah

sebelum dipanggil berhadap-hadapan dengan kita.

DG. NABA : Bagaimana ?

PAK KIAY : Kalau anak mau disuruh Hei beli minyak, beli

bawang, berhadap-hadapan dulu baru diturunkan

perintah. Mulanya dipanggil saja, mari disini dulu.

Sesudah berhadap-hadapan baru dikasih perintah.

Jangan sambil lari, di dikasih perintah. Berarti kita

mendidik bersikap tidak hormat itu anak.

DG. NABA : O, ya betul-betul Pak Kiay. Belum datang, sudah

diperintah.

Page 19: Dialog Bulan Puasa 11

18

PAK KIAY : Begitu juga, kalau menanyakan sesuatu kepadanya,

jangan diberikan pertanyaan-pertanyaan sambil dia

lari. Panggil dulu berhadapan, baru diberikan

pertanyaan. Jangan dia sambil lari, bagaimana itu

tadi ? Dia terus lari juga sambil menjawab “Ia

sudah”. Itu namanya kita mengajar anak bersikap

tidak hormat.

DG. NABA : O, ya, a, jadi seajarnay kalau begitu,

peneterapannya hendaknay dengan cara, baik Pak

Kiay.

PAK KIAY : Betul Dg. Naba…

DG. NABA : Baik Pak Kiay .. sudah waktu, kita mau ke mesjid\

PAK KIAY : Baiklah…

DG. NABA : Sampai disini saja dulu…

PAK KIAY : Ya sampai disini saja dulu

DG. NABA : Jadi kita sama-sama ?

PAK KIAY : Baik

DG. NABA : Assalamu Alaikum

PAK KIAY : Wa alaikummussalam w.w.

Page 20: Dialog Bulan Puasa 11

19

MAKAN DI RUMAH

ORANG KEMATIAN

DG. NABA : Assalamu Alaikum

PAK KIAY : Wa alaikummussalam w.w. mr Dg. Naba

DG. NABA : Saya bawa surat-surat lagi Pak Kiay

PAK KIAY : Saya kira kue

DG. NABA : tidak ada kue Pak Kiay

PAK KIAY : tidak ada kue ?

DG. NABA : Kalau tidak ada, disini ada. Ada (ada disini ?)

PAK KIAY : ada

DG. NABA : Alhamdulillah

PAK KIAY : Silakan, mau minum kopi ?

DG. NABA : tidak suka minum kopi Pak Kiay

PAK KIAY : minum apa ?

DG. NABA : Minum susu panas Pak Kiay

PAK KIAY : ah itu yang mengenyangkan

DG. NABA : Saya bacakan dulu Pak Kiay surat-surat yang

diterima ini. Ini dari Abdurarahim. Jln. Gagak

Mariso. Kemudian dari saya, kawan Dg. Naba di

negeri Butong Sulawesi Tenggara”.

Page 21: Dialog Bulan Puasa 11

20

PAK KIAY : Ada Paleng temannya Dg. Naba di Sulawesi

Tenggara, namanya tidak tahu.

DG. NABA : Ya Pak Kiay. Di Palu ada, di Butong ada, Jadi

Pallu Butung. In lagi dari Asriani Hani Gani Jln.

Cenderawasih depan pabrik gelas Ujung Pandang

(Bag Selatan Kota Pak Kiay). Sekarang

Syamsuddin Runtu di utara kota, Karuwisi Rk 3

Ujung Pandang. A.H. Ruddin Jln. Abubakar

Lambogo UP. Ini dari R.H. Edy Said Jln.

Abubakar Lambogo P. 2x Ini dari Amir H.K. Jln.

Sunu NO. 88 Ujung Pandang. Ini tulisannya baik-

baik Pak Kiay, senang Dg. Naba kalau baik-baik,

artinya yang tidak baik tidak senang. In lagi aky,

Harun Iskandar Kana Jln. Abubakar Lambogo 148

Ujung Pandang. A. Muttalib Kantor Pos Ujung

Pandang. Ini rajin juga bersruat, sudah dua kali –

tiga kali. Ini lagi Pak Kiay dari Pong Husain Ujung

Pandang. Ini Muhammad D. Bulungan Tanjung

Solor Kalimantan Timur. Ini dari Kalimantan. Ini

dari Ani Aris M. Lingk. Kasbid Desa Biala

Gantarang Kindang Bulkumbag. Ini lagi dari M.A.

Kassab Pomalaa. Tetapi anehnya tidak pakai

perangko.

PAK KIAY : Dia antar sendiri

DG. NABA : dia antar sendiri, termasuk orang rajin. In lagi dari

penghuni asrama IMPPAK Kolaka Jln. S. Posso.

Tidak disebut juga namanya Pak Kiay. Sekarang

Barani Bulukumba. Dari Yayasan Dana

Kesejahteraan Tunanetra Jln. Sederhana No. 9

Bandung (Dahlia Tambari). Sekarang di Baco Jln.

Banda 118 Ujung Pandang. Selanjutnya Muh.

Page 22: Dialog Bulan Puasa 11

21

Taris Jln. Jos Soedarso 238 UP. Selanjutnya lagi

Wahidin Musa Jl. Pongtiku No. 14 A. No. 3 Ujung

Pandang. Ini lagi Pak Kiay diketik suratnya. Dari

Ny. Maknun di Ujung Pandang. Ibrahim Sinde

Tumbilahan Indar Giri Hilir. Untuk Pak Kiay dan

Nyanaba. Rupanya ini bukan orang Sulawesi

Selatan Pak Kiay. Utobile Naba Tumbilaan Ind.

Hir. , yahsuratnay sudah diterima. Selanjutnya

Ibrahim Sinde lagi. Nyanaba juga Pak Kiay itu

kepada Pak Kiay.

PAK KIAY : Itu Pak Kiay juga.

DG. NABA : Ini kepada Pak Kiay juga dengan perantaraan

Janaba, RRI Nusantara I Ujung Pandang. Jadi dua

suratnya Pak Kiay, orangnya sama dari Ibrahim

Sinde Tumbilahan Inhir Ridar Dg. Naba tahu yang

begitu Pak Kiay potongan-potongannya. Ini lagi

Pak Kiay Kartu pos juga dari Sarus Ujung Pandang

Jln. B. Pamai. Ini lagi Pak Kiay dari Andi SUwardi

S. Jln. A. Yani Sanggau Kapuas. Kalimantan

Barat. Ini dari Kalimatnan, jauh Pak Kiay.

PAK KIAY : Ya tapi orang dari sini juga.

DG. NABA : Kira-kira, tapi belum dibaca

PAK KIAY : Namanya Andi.

DG. NABA : Oh ya. Kemudian M. Usman Saguni Jln. Kandea

Ujung Pandang. Si pengirim Ismail Bandu di Sinjai

Tengah. A. Pallawangau Kampung Tumapua

Pengkep. Dari Hamzah D alamat Limbung

Kabupaten Gowa. Sekarang pengirim dari B.

Lahuddin M. Alamat Laccu Laccu Bontotongnga

Page 23: Dialog Bulan Puasa 11

22

Limbung. Ini lagi Pak Kiay si pengirim M. Saat T.

yang sedang berlibur di Kota Pare-pare. Itulah

surat-surat Pak Kiay yang diterima tadi siang yang

disampaikan oleh kawan-kawan dari RRI kepada

Dg. Naba.

PAK KIAY : Jadi sampai tanggal hari ini ada berapa ?

DG. NABA : Sampai tanggal hari ini artinya tanggal 10 Agustus

1977 sd berjumlah 568 lbr. Ini namanya Pak Kiay,

suatu perhatian yang luar biasa dari pengikut atau

pendengar siaran sahur, kita salut Pak Kiay dan

mengucapkan banyak terima kasih. Dan malah ada

usul Pak Kiay supaya dialog ini dilanjutkan juga

diluar bulan Ramadhan.

PAK KIAY : Insya Allah melalui siara pedesaa.

DG. NABA : Insya Allah melalui siarna pedesaan. Pendeknya,

tidak panjang. Ini pertanyaan lagi Pak Kiay

jawaban surat-surat. Sdr. Abdurrahi Makkasing.

Luwu Banggai. Saudara bersiap, pertanyaan

saudara akan dijawab Pak Kiay. Terlebih dahulu

akan dibacakan oleh Dg. Naba. Pertanyaannya

begini : Saya pernah mendengar apabila orang

ditimpa musibah, misalnya kematian, bila orang

yang mengunjungi memakan atau minuman yang

dihidangkan oleh pihak yang berduka, maka hal

tersebut haram hukumnya. Tetapi kita sebagai

manusia yang diharuskan mengakan silaturrahmi

atau hubungan sesama manusia, atau jelasnya yang

biasa disebut – sebut Hablumminallah. Wa Hab

lumm I nanas. Bagaimana seandainya og yang

berdua tersebut tersinggung. Sedangkan kita harus

Page 24: Dialog Bulan Puasa 11

23

ada rasa bersatu dan persatuan. Apalagi jika yang

berduka tersebut tergolong orang yang have not.

(orang yang kekurangan) Pasti ia tersinggung, jika

ada sang pengunjung yang lebih tinggi derajat

hidupnya dari pada siberduka yang tidak

menyantap hidangan. 1. Apakah benar haramkah

itu hukumnya. 2. Jika haram, bagaimana jika yang

berduka itu tersinggung sebab bagi orang yang

tahu bahwa itu haram, pasti tidak memakannya.

Bagaimana efeknya nanti bagi kita sesama

manusia, jika orang yang berduka itu tersinggung.

PAK KIAY : Itulah pertanyaannya ?

DG. NABA : Yah

PAK KIAY : Memang pertanyaan saudara Abdurrahim

Makkasing, suatu pertanyaan yang saudara

tanyakan ini yang agak sulit.

DG. NABA : Tidak sulit Pak Kiay, pertanyaannya tidak sulit.

PAK KIAY : Ya betul. Pertanyaan tidak sulit, hanya

pelaksanaannya yang sulit. Yaitu sulit antara

kebiasaan dengan hukum, tetapi tidak apalah kita

mau menjelaskan apa yang semestinya Dg. Naba.

Yang seharusnya saja kita jelaskan ini, berdasarkan

riwayat Imam AKhmat, dari Jabir bin Abdllah

Albajali Dikatakan begini. “KUNNAANAUDDUL

IJTIMAAI AHLAL MAYYITI WASHNA‟UU

THA‟AUMII BA‟DA DAFNIHI

ILANNIYAAHA”. Artinaya : adalah kami

berkumpul-kumpul, menganggap berkumpul-

kumpul di ruah keluarga kematian dan membuat

makan-makanan sesudah mayat ditanamkan, ituadl

Page 25: Dialog Bulan Puasa 11

24

suatu pekerjaan yang sama dengan meratap. Jadi

Dg. Naba, kesimpulan, makan di rumah orang

kematian disepakati oleh para sahabat, dan Tabiin,

sama hukumnya dengan meratap. Meratap adalah

hukumnya haram, berarti makan juga hukumnya.

Disitulah yang saya katakan sulit tadi antara

kebiasaan apalagi perasan tersinggung. Sekarang

yang perlu kita sama-sama pahami, hendaknya

menjalankan ketentuan hukum, jangan hendaknya

kita tersinggung, sama mengertilah kita kedudukan

hukum.

DG. NABA : Ya, yang datang mengerti yang didatangi mengerti,

bagi.

PAK KIAY : Ya itu yang bagus sehingga persatuan tetap utuh.

Jangan sampai tersinggung menyinggung. Kalau

sudah singgung- menyinggung, itu sudah

berbahaya, persatuan bisa pecah. Inilah kedudukan

hukum demikian.

DG. NABA : Betul Pak Kiay sekarang lanjutan, Pak Kiay. Ini

lain lagi, dari Abd. Halim S. Begini pertanyaannya

Pak Kiay. Ada Muballig yang berdakwa, yang

mendakwakan norma-norma atau petua-petua

dalam melaksanakan ibadah (Ibadah puasa) dengan

menyiarkan satu peraturan Ramadhan, datang

bulan sewaktu matahari telah condong ke Barat.

Orang atau mubaliliq ini berpendapat bahwasanya

itu sah dan terhitung sore hari. Bagaimana al

tersebut apakah sah atau tidak. Minta dijelaskan

dengan dalil ahliq dan nahliq yang membatalkan

dan yang memperbolehkan. Hal ini menjadi

Page 26: Dialog Bulan Puasa 11

25

keributan, pertengkaran masyarakat. Begini Pak

Kiay, bagaimana pertanyaannya Pak Kiay.

PAK KIAY : Saya pahami begini : Wanita sedang menjalankan

ibadah puasa. Tiba-tiba kira-kira jam 5 – 15 datang

haidnya. Maka menurut muballiq yang dai tidak

sebut muballiqnya. Sebaliknya dia bertanya kepada

muballighnya, tetapi dia mau tanya sama Pak Kiay.

Menurut muballigh itu puasanya akan sah kata

muballigh itu karena tinggal beberapa menit lagi

puasa sudah akan buka. Yang ditanyakan kepada

kita apakah itu betul. Kalau betul mana dalilnya

dan kalau tidak betul mana adilnya. Jawabnya :

Wanita yang haid walaupun 5 menit akan berbuka

puasa, datang haidnya, puasa satu hari itu jadi

dihukum batal. Tidak sah puasanya. Adapun

hadisnya riwayat Buchari : Dalilnya Hadist nya

berbunyi begini : “Kana Yusibuan zalika Anil

haaidu pamumaru biqadai shaumi. Falaa nu‟maru

biqadhaai shala (Muttafaqum alaih”). Adalah t

Isya, bila datang kepada kami, maka puasa kami

itu diperintahkan diqada. Jadi apakah 5 menit,

apakah setengah jam, apakah satu jam sebelum

datangnya berbuka puasa, datang haidnya, jelasnya

puasanya batal, dan diperintahkan diqadaa. Lantas

Aisyah melanjutkan, kami tidak diperintahkan

mengqada sembahyang. Itu menunjukkan bahwa

sembahyang tidak boleh diqada. Itulah dalilnya.

DG. NABA : Ada lagi ini Pak Kiay. Masalahnya begini:

Mengawinkan anak di bulan Ramadhan itu

bagaimana Pak Kiay.

PAK KIAY : Tidak apa-apa Dg. Naba

Page 27: Dialog Bulan Puasa 11

26

DG. NABA : Tidak apa-apa, tapi ada orang yang berpendapat

karena dihambat oleh dua hari raya katanya. Kalau

sesudah hari raya dikawinan bagaimana.

PAK KIAY : Tidak ada alasan yang dapat dipegangi larangna

itu.

DG. NABA : Katanya terjepit anak kita Pak Kiay

PAK KIAY : Menjepit dia atau terjepit

DG. NABA : Terjepit dia Pak Kiay oleh dua hari raya

PAK KIAY : Tidak benar itu Dg. Naba

DG. NABA : Oh tidak benar. Ini lagi Pak Kiay dari IPATTI.

Pertanyaannya Pak Kiay : Bagaimana hukumnya

seekor hewan yang disembelih dalam keadaan

buntung. Anaknya yang berada di dalam perutnya

halal dimakan atau tidak. Itu pertanyaan Pak Kiay.

PAK KIAY : Kita jawab saja dengan suatu hadist Dg. Naba.

Hadist riwayat Imam Akhmad memberikan

penjelasan begini : “QULNAA YAA

RASULULLAH NANHARUN NAAQATA

WANAZBAHUL BAQARATA WASYAATA FII

BATHINIHAL JAMIINU ANULQIIHI

AMNA‟KULU, QAALA KULUUHU

INSYI‟TUM FAIN NA ZAKAATAHU

ZAKAATU UMMIHI. RAWAAHU AHMAD.

“berkatilah kami, tanya seorang sahabat kepada

Rasulullah. Dimana kami menyembelih unta, juga

ada yang menyembelih sapi, ada juga yang

menyembelih kambing, rupa-rupanya di dalam

binatang-binatang tadi terdapat anak. Apakah kami

Page 28: Dialog Bulan Puasa 11

27

buang saja anak itu ataukah boleh kami makan.

Itulah pertanyaan sahabat tadi kepada nabi.

DG. NABA : Jadi tegasnya Pak Kiay untanya unta betina,

sapinya sapi betina kambingnya kambing betina,

tentu begitu.

PAK KIAY : Ya mereka berkorban, dikorbankan semuanya

betina binatangnya. Di dalamnya terdapat anak,

atas ditanyakan bagaimana itu dia punya anak

apakah dibuang atau kami makan. Jawabnya

:Kullu Sittun, kau makanlah kalau kamu suka,

kalau tidak buang saja. Sesungguhnya sembelihan

anak itu ialah dengan menyembelih ibunya.

DG. NABA : Oh begitu. Jadi tegasnya, sembelih ibunya, didapat

anak di dalam. Kalau mau makan anaknya, silakan.

Kalau tidak mau tidak usah. Habis perkara

PAK KIAY : Ya karena dengan menyembelih ibunya, itu anak

berarti anak ikut tersembelih.

DG. NABA : Ya. Jadi ini lagi Pak Kiay (sambungnya yang lalu

yaitu tentang pendidikan anak-anak. Pak Kiay kan

sudah bilang jangan berkata kasar. Kalau berbicara

dengan orang tua, jangan menghadapka pipi, tetapi

hadapkan muka. Adat sopan santun, tata krama.

Sekarang apalagi pendidikan akhlak yang

dilakukan oleh Lukman itu.

PAK KIAY : Pendidikan Lukman yang dilakukan Dg. Naba di

rumah tangga, ialah menasehatkan kepada anaknya

supaya anaknya berjalan di muka bumi jangan

bersikap congkak, tetapi harus berjalan dengan

sikap sdn.

Page 29: Dialog Bulan Puasa 11

28

DG. NABA : Ya,ya, ada dalilnya itu Pak Kiay

PAK KIAY : Itu dalilnya Allah di dalam firmanNya : “Walaa

“WALAA TAMSYII ARDI MARAHA

INNALLAHA LAA YUHIBBU KULLA

MUKHTAALIN FAHUUR”. Artinya : jangan

kamu berjalan di muka bumi dengan sikap yang

congkak, Allah tidak suka kepada orang – orang

yang congkak itu.

DG. NABA : Oh ya, ya, yang bersikap congkak, Tuhan tidak

suka kepada orang congkak.

PAK KIAY : Betul Dg. Naba

DG. NABA : Artinya Tuhan tidak suka kepada orang gaya

congkak. Apa yang dimaksud congkak itu Pak

Kiay.

PAK KIAY : Begini Dg. Naba. Saya bisa kemukakan dalam

bentuk 4 kemungkinan. Yang pertama yang

berjalan kaki. Mana orang yang dikatakan congkak

kalau berjalan kaki. Itu orang yang berjalna

berjejer sampai 4 sampai 5 orang. Berjejer, jadi

bukan berbaris ke belakang ; tetapi berbaris

menyamping, sehingga seruangan jalan itu jadi

penuh olehnya. Sehingga beca, sepeda, motor, oto

yang mau melanggar, sudah sulit karena ada

kendaraan yang datang dari muka, sedangkan dia

berjalan sudah memenuhi seruangan jalanan, jadi

tertutup olehnya.

DG. NABA : Tabrak saja Pak Kiay

Page 30: Dialog Bulan Puasa 11

29

PAK KIAY : Saya kira itu tidak mungkin juga Dg. Naba, karena

perikemanusiaan.

DG. NABA : Tapi ini orang tidak ada kemanusiaannya.

PAK KIAY : Itulah dia tidak sopan, seakan-akan jalanan dibikin

untuk dia sendiri. Sekarang Dg. Naba yang

berjalan naik sepeda ada yang congkak.

DG. NABA : Ada ton orang yang naik sepeda congkak ?

Bagaimana contohnya orang yang naik sepda

congkak Pak Kiay.

PAK KIAY : Ada dua kemungkinan juga. Yang pertama seperti

tadi berjejer juga, beriring sampai 4-5 orang

memenuhi ruangan jalan, bersepeda padahal

kendaraan yang lebih cepat mau dahulu terhalang,

karena dia mau mengambil ruangan jalan tl

banyak. Atau sendiri berjalan juga sifat congkak,

yang menari-nari dengan sepedanya yaitu dengan

jalan belok-belok, belok kiri, belok kanan, belok

kiri seperti layang-layang. Ini juga Dg. Naba kita

takut jangan – jangan dia menyambar atau dia

disambar oleh kendaraan lian. Ini dipandang

sebagai suatu sifat congkak di dalam mengendarai

sepeda.

DG. NABA : Lalu apa lagi Pak Kiay

PAK KIAY : Yang keiga lain, yang naik sepeda motor Dg. Naba

DG. NABA : A. a. a. itu saya mau sebut tadi, saya pikir tidak

masuk speda motor.

Page 31: Dialog Bulan Puasa 11

30

PAK KIAY : Masuk Dg. Naba. Yang dikatakan congkak baik

sepeda motor, ialah yang berjalan dengan

kecepatan tinggi.

DG. NABA : Ya. Aa. Ngebut-ngebutan cocok.

PAK KIAY : Ya yang ngebut, padahal di dalam kota, sudah

diukur maksimum 30 dia hatam 60. Ini dalam kota

tidak bisa begitu. Ini gambaran Dg. Naba seakan-

akan dia hanya mengingat kepentingan dirinya,

tidak ingat kepentingan orang lain. Yang

sebenarnya Dg. Naba kalau dia ingat kepentingan

orang lain, berarti juga ingat kepentingan diri

sendiri. Karena dia tentu tidak akan mendapat

kecelakaan. Lantas kalau hanya ingat kepentingan

diri sendiri, kalau kencang jala, akhirnya tiang

listrik yang ditabrak, hancurlah dia. Atau berjalan

berjejer seperti yang diterangkan juga oleh Pak

A.S. Gani di Televisi gambaran yang lalu, dengan

motor berjalan sampai berjejer 4 – 5 sehingga

menghalangi jalan lain, atau karena asik berbicara

satu sama lain di dalam perjalanan, membawa

korban. Itu kata beliau.

DG. NABA : Oh ya, jadi yang congkak waktu berjalan kaki, ada

yang congkak waktu naik sepeda, ada yang

congkak naik motor, ada yang congkak waktu naik

oto.

PAK KIAY : Nai oto juga ada yang congkak, berjalan dengan

kecepatan yang tinggi atau dia menari-nari dengan

ototnya. Dia balik kiri, balik kanan, ini juga

berbahaya Dg. Naba. Karena itu Dg. Naba,

Lukman menasehati anaknya “Waksud fie masita”

Page 32: Dialog Bulan Puasa 11

31

Hai anakku, bersikap sudah engkau di dalam

berjalan.

DG. NABA : Jadi kalau begitu ka, kalau ada anak yang congkak-

congkak begitu, bt bapaknya yang tidak kash

nasehat.

PAK KIAY : Barangkali ada kemungkinan tidak dinasehati.

Anaknya naik kendaraan seenaknya di dalam kota,

dengan kecepatan tinggi, atau di berunding

berceritera, satu dua tiga orang berjejer, ini

berbahaya. Itu tidak sopan dalam berjalan.

DG. NABA : Sekarang Pak Kiay, apalagi nasehat Lukman dalam

pendidikan rumah tangga terhadap anak-anaknya.

Tadi Pak Kiay WALAA TAMSYII FIL-

ARDHIMATAHA. Jangan engkau berjalan di

muka bumi dengan lagak yang congkak.

PAK KIAY : Betul

DG. NABA : Sekarang apa lagi Pak Kiay

PAK KIAY : Sekarang yang terakhir yang didikan Lukman

kepada anaknya, ialah kalau anaknya berbicara,

supaya berbicara dengan lunak lembut. Seperti

yang diperingatkan oleh Lukman kepada anaknya

“WAGAUD MIN SHANTIKA, INNA

ANGKARAL ASWATY LASHAUTUL HAMIR.

“Hai anakku, lembut-lembutlah suara engkau.

Sungguh suara yang keras itu adalah suara-suara

keledai.

DG. NABA : Oh lemah lembutlah kalau bersuara, jangan teriak-

teriak. Jadi kalau teriak-teriak suara keledai.

Page 33: Dialog Bulan Puasa 11

32

PAK KIAY : Betul itu nasehat Lukman kepada anaknya

DG. NABA : Bagaimana cara menterapkan pendidikan semacam

begini Pak Kiay

PAK KIAY : Begini pertama-tama berbicara sama anak bahwa

bersuara keras semacam itu, perbuatan orang-orang

yang tidak terdidik, malah itu suara-suara keledai.

Kemudian dicontohkan oleh kedua orang tua,

bagaimana seharusnya ia berbicara. Jadi dilihat

sikap orang tua itu berbicara bagaimana. Jangan-

jangan anak disuruh pelan-pelan, tetapi suara

bapaknya, suara ibunya bukan main, suara keledai.

DG. NABA : Begini Pak Kiay

PAK KIAY : Ya begitu

DG. NABA : Sudah waktu Pak Kiay

PAK KIAY : Sudah waktu Dg. Naba, baiklah nanti akan kita

akhiri dalam persoalan ini Dg. Naba.

DG. NABA : Nanti kita sambung Pak Kiay

PAK KIAY : Ya tapi masalah lain lagi sebab persoalan rumah

tangga saya kira sudah selesai, bahwa dalam rumah

tangga hendaklah anak dididik dengan suara lemah

lembut, kecuali hatib dimimbar, itu mesti suara

keas, karena itu suara Komando.

DG. NABA : Tidak, kecuali kalau tidak ada Mirco Pak Kiay,

kalau ada micro, tidak usah toh kita berteriak-

teriak bukan ?

PAK KIAY : Artinya berteriak tidak, tapi suaranya harus lebih

keras. Sebab Nabi kalau berbicara yaitu merah

Page 34: Dialog Bulan Puasa 11

33

mukanya seakan-akan memberi komando kepada

prajurit. Begitulah nabi berkhotbah.

DG. NABA : Ya, besar suaranya, supaya didengar orang.

PAK KIAY : Betul Dg. Naba

DG. NABA : Baiklah Pak Kiay, sampai disini dulu, saya permisi

dulu Pak Kiay. Assalamu alaikum

PAK KIAY : Wa alaikummussalam warahmatullahi w.w.

Page 35: Dialog Bulan Puasa 11