Diagnosis dan Tatalaksana Intususepsi.docx
-
Upload
nadya-liem -
Category
Documents
-
view
241 -
download
0
Transcript of Diagnosis dan Tatalaksana Intususepsi.docx
Diagnosis dan Tatalaksana Intususepsi
Nadia Liem
10.2012.357 (C4)
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA)
Jalan Arjuna Utara No 6 – Jakarta Barat 11470
Pendahuluan
Usus pada Manusia secara garis besar dibagi menjadi dua bagian, yaitu usus halus dan
usus dan usus besar. Ukuran usus halus umumnya lebih kecil dibandingkan usus besar, usus
halus dibagi menjadi duodenum, jejunum, dan ileum. Bagian paling distal dari usus halus,
yaitu ileum terminal berhubungan dengan colon ascendens, dimana biasanya colon ascendens
dan descendens tidak mudah bergerak. Apabila terdapat sesuatu di dalam ileum lalu
menyebabkan gerak peristaltic yang berlebihan maka bagian usus proksimal( arah oral) akan
masuk ke rongga usus bagian distal sehingga muncul gejala obstruksi berlanjut strangulasi.
Obstruksi Usus halus merupakan bagian yang paling sering terkena karena lumennya yang
sempit, keadaan dimana isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus.
Tumor dan infark, meskipun paling serius menyebabkan hanya sekitar 10% sampai 15% dari
obstruksi usus halus. Hernia, perlekatan usus, intususepsi, dan volvulus secara bersama-sama
menyebabkan 80% kasus. Manifestasi klinis obstruksi usus antara lain adalah nyeri dan
peregangan abdomen, muntah , konstipasi,dan kesulitan mengeluarkan flatus. Jika obstruksi
disebabkan oleh kausa mekanis atau vaskuler, biasanya diperlukan intervensi bedah segera.1
Dalam makalah ini akan dibahas lebih rinci mengenai intususepi sebagai hasil pembelajaran
mandiri.
Skenario
Seorang anak berusia 5 bulan dibawa ke UGD RS dengan keluhan BAB berwarna
merah kehitaman dengan konsistensi kental seperti jel berlendir sejak 1 jam yang lalu.
Menurut ibunya, sejak 6 jam yang lalu, anaknya sangat rewel, tidak dapat ditenangkan,
perutnya kembung dan beberapa kali muntah setiap diberi makan. Pada Pemeriksaan fisik
abdomen, tampak distensi abdomen, teraba adanya massa abdomen seperti sosis, bising usus
meningkat.
Hipotesis
Bayi berusia 5 bulan mengalami Intususepsi atau Invaginasi.
Pembahasan
Anamnesis
Anamnesis , Mencakup identitas pasien, keluhan utama dan perjalanan penyakit. Yang perlu
ditanyakan pada keluhan utama ialah keluhan yang mendorong pasien meminta pertolongan
medis. Pada scenario yang dibahas.
Keluhan Utama : BAB berwarna merah kehitaman dengan konsistensi kental seperti jel
berlendir sejak 1 jam yang lalu.
Gangguan yang mengenai abdomen dan system gastrointestinal bisa menimbulkan
gejala yang sangat beragam antara lain: Nyeri abdomen, Muntah, Hematemesis, Disfagia,
Gangguan cerna atau dyspepsia, Diare, Perubahan kebiasaan BAB, Bengkak atau benjolan
pada perut, Penurunan Berat badan atau gejala akibat malabsorpsi, Melena( tinja hitam
seperti ter akibat darah dari saluran cerna bagian atas) atau darah per rectum. Penting untuk
menilai adakah penyakit lokal dan adakah efek sistemik seperti penurunan berat badan atau
malabsorpsi.2
Riwayat Penyakit Sekarang: Berdasarkan scenario perutnya kembung, dan beberapa kali
muntah setiap di beri makan. Ditanyakan seberapa sering pasien muntah? apa yang mereka
muntahkan ( makanan yng sudah tercerna, darah, ‘butiran kopi’) dan sejak kapan? apakah
mereka bisa minum dan tidak memuntahkan cairan? 2
Riwayat Penyakit Dahulu : Di scenario tidak ada.
“Apakah pernah mengalami penyakit saluran cerna sebelumnya?, Apakah pernah dilakukan
operasi pada daerah perut sebelumnya?, Adakah riwayat konsumsi alcohol dan kebiasaan
merokok?2
Riwayat Pengobatan
Obat yang pernah dikonsumsi?, Pernahkan pasien mendapat terapi untuk penyakit saluran
cerna termasuk terapi yang mungkin merupakan penyebab gejala (OAINS dan Dispepsia)2
Riwayat Penyakit Keluarga: Di scenario tidak disebutkan
“Adakah kondisi turunan yang mempengaruhi system gastrointestinal” ?2
Pemeriksaan Fisik
Pandanglah Pasien
“Apakah pasien tampak sakit ringan atau berta, nyaman atau kesakitan, dapat
bergerak dengan mudah, atau berbaring tak bergerak”? “Adakah pucat, ikterus, atau
limfadenopat”?, “Apakah pasien kurus atau obesitas”?, “Cari tanda-tanda sistemik dari
penyakit (demam, takikardi, hipotensi, takipnea, dehidrasi dan hipovolemia)”.2
Pemeriksaan Abdomen
Pada bayi dan anak kecil pemeriksaan abdomen seringkali didahulukan daripada
pemeriksaan lainnya. Pemeriksaannnya pun harus bertahap, terutama pada keluhan
kegawatan perut pemeriksaan harus berhati-hati. Seperti pada pemeriksaan dada,
pemeriksaan abdomen juga terdiri dari 4 tahapan yakni inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi; hanya urutannya berbeda, yaitu auskultasi, dilakukan setelah inspeksi, mendahului
perkusi. ini dimaksudkan agar interpretasi hasil auskultasi tidak salah, oleh karena setiap
manipulasi pada abdomen akan mengubah bunyi peristalktik usus.3
Inspeksi
Melihat ukuran dan bentuk perut, karena otot abdomen anak masih tipis dan waktu
berdiri anak kecil cenderung menunjukkan posos lordosis, maka perut anak kecil
tampak agak membuncit ke depan (pot belly). Perut yang buncit dapat simetris atau
asimetris, Dan bentuk perut yang cekung (skafoid).3 Adakah distensi perut, massa,
jaringan parut, dan gerakan peristaltis yang jelas?2
Auskultasi
Lakukan auskultasi untuk mendengarkan bising usus( terdengar atau tidak), normal
atau abnormal, hiperaktif, bernada tinggi (menunjukkan obstruksi).2
Perkusi
Perkusi dilakukan dari daerah epigastrium secara sistematis menuju ke bagian bawah
abdomen. Pada Perkusi abdomen dalam keadaan normal terdengar bunyi timpani di
seluruh permukaan abdomen, kecuali di daerah hati dan limpa. Perkusi abdomen
terutama ditujukan untuk menentukan adanya cairan bebas( asites) atau udara di
dalam rongga abdomen, juga untuk menentukan batas hati serta batas-batas massa
intraabdominal. Pekak hati akan hilang apabila terdapat udara bebas dalam rongga
abdomen keadaan ini disebut pneumoperitoneum ( biasa disebabkan oleh perforasi
usus atau trauma tusuk).3
Palpasi
Merupakan bagian terpenting pemeriksaan abdomen. Anak yang koperatif dapat
diminta untuk menarik napas dalam disamping menekuk lututnya dan berbaring,
dengan cara ini otot perut akan lebih lemas sehingga palpasi lebih mudah dilakukan.
Anak yang belum dapat berbicara, dapat diperiksa saat ia minum susu botol atau
sambil diperlihatkan mainan. Pada anak yang menangis dapat dilakukan palpasi, oleh
karena otot perut akan relaksasi pada inspirasi. Sebelum melakukan palpasi kedua
telapak tangan saling dogosokkan untuk menghangatkannya. Palpasi dapat dilakukan
secara monomanual( biasanya tangan kanan saja) atau bimanual, dimulai dari kuadran
kiri bawah, dilanjutkan secara sistematis ke kuadaran kiri atas lalu ke kanan atas, dan
terakhir ke kanan bawah. Pada anak yang sudah cukup besar, yang dapat
menunjukkan lokasi nyeri, palpasi dilakukan pada bagian yang tidak sakit terlebih
dahulu, bagian yang sakit di palpasi paling akhir. Penekanan pada palpasi harus
dimulai dengan ringan atau superficial, dilanjutkan dengan palpasi yang lebih dalam
dan biasanya menggunakan kedua tangan yang saling bertopangan. Terdapatnya
tempat yang nyeri dapat dilihat dari perubahan mimic anak ataupun perubahan nada
tangis pada palpasi biasa. Lokalisasi nyeri dapat ditentukan juga dengan nyeri lepas.3
Setiap massa intraabdominal atau kelainan, harus dicatat dengan teliti mengenai
ukuran, posisis, bentuk, konsistensi, lokasi, tepi, mobilitas saat respirasi, dan pulsasi.2
Massa yang berbentuk seperti sosis dan nyeri tekan intususepsi mungkin dapat diraba
di kuadaran kanan bawah3
Periksa organ sepsifik
Periksa hati : Adakah pembesaran? Apakah teraba ditepi bawah arcus costa kanan? lakukan
palpasi dengan sisi ulnar dan bantalan jari telunjuk, smabil menraik napas perlahan. Mulailah
di fosa iliaka kanan.
Ukurlah, tentukan batas atasnya dengan perkusi. Apakah hati sedkit memebesar, lunak,
pulsatif, keras, atau irregular( menunjukkan tumor)? adakah bruit?
Periksa Limpa
Apakah limpa membesar? Apakah teraba di tepi bawah kosta kiri? mulialah di fosa iliaka
kanan dan lakukan palpasi kea rah tepi bawah kosta kiri. Ukur tentukan batas atas dengan
perkusi apakah lunak? adakah bruit? apakah ikut bergerak saat bernapas? Adakah tanda-tanda
lain dari hipertensi portal ( misalnya asites, kaput medusa)?
Periksa Ginjal : Apakah ginjal teraba? Memantul/ adakah pembesaran rata atau irregular
( pertimbangkan penyakit ginjal polikistik), bruit?
Pemeriksaan colok dubur
Bila terdapat indikasi, colok dubur dilakukan dengan anak dalam posisi tengkurap dan fleksi
pada kedua sendi lutut, memakai sarung tangan dan menggunakan jari kelingking. Bila anak
sudah besar, diminta untuk kencing lebih dulu.3 Diperhatikan adakah nyeri tekan, massa
abnormal, Pembesaran prostat ( umumnya pada bayi dan anak kecil prostat tidak teraba),
uterus dan ovarium, tinja, darah atau lender?2
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologik.
Foto polos abdomen.
Foto polos perut dapat dibuat dalam dua arah, posisi supine dan lateral
dekubitus kiri. Rontgen polos abdomen untuk melihat kondisi obstruktif, AP supine:
distribusi udara usus, AP horizontal dan LLD: air fluid level. Posisi lateral dekubitus kiri
ialah posisi penderita yang dibaringkan dengan bagian kiri di atas meja dan sinar dari arah
mendatar. Dengan posisi ini, selain untuk mengetahui tanda obstruksi usus (dilatasi),
invaginasi, juga dapat mendeteksi adanya perforasi. Gambaran x-ray pada invaginasi ileo-
coecal memperlihatkan daerah bebas udara yang fossa iliaca kanan karena terisi massa. Pada
invaginasi tingkat lanjut, terlihat multiple air fluid levels.4
Gambar 1. Intususepsi posisi supine
Sumber : www.google.co.id
Diagnosis
Intususepsi
Intususepsi merupakan invaginasi satu segmen usus ke dalam bagian distal segmen di
dekatnya. segmen yang berinvaginasi disebut sebagai intususeptum dan segmen yang
terinvaginasi disebut intususepien. Ujung intususeptum disebut apeks atau titik awal.5 Sering
ditemukan pada anak dan agak jarang pada orang muda dan dewasa , biasanya pada anak
bersifat idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Kebanyakan ditemuka pada kelompok
umur 2-12 bulan, dan lebih banyak pada anak lelaki. Invaginasi umumnya berupa intususepsi
ileosekal yang masuk dan naik ke kolon asendens serta mungkin terus sampai keluar rectum.
Invaginasi ini dapat mengakibatkan nekrosis iskemik pada bagian usus yang masuk dengan
komplikasi perforasi dan peritonitis.6
Gambaran Klinis
Pada kasus-kasus yang khas, nyeri kolik hebat yang timbul mendadak, hilang timbul,
sering kumat dan disertai dengan rasa tersiksa yang menggelisahkan dan menangis keras,
pada anak yang sebelumnya sehat-sehat.7 Kolik merupakan nyeri visceral akibat spasme otot
polos pada organ berongga dan biasanya disebabkan oleh hambatan pasase organ tersebut
(obstruksi usus, batu ureter, batu empedu, peningkatan tekanan intralumen). Serangan kolik
biasanya disertai perasaan mual, bahkan sampai muntah. Saat serangan pasien sangat gelisah,
kadang sampai berguling-guling ditempat tidur atau di jalan, yang khas ialah trias kolik
terdiri dari serangan nyeri perut yang kumatan disertai mual atau muntah dan gerak paksa.6
Jika Intususepsi tidak ditangani, menjadi semakin lemah dan lesu, akhirnya dapat terjadi
keadaan seperti syok, dengan kenaikan suhu tubuh sampai 41 C ( 106 F). Nadi menjadi lemah
dan kecil, pernafasan menjadi dangkal dan ngorok, dan nyeri mulai dimanifestasi dengan
hanya suara merintih. Muntah terjadi pada kebanyakan kasus dan merupakan fase awal. Pada
fase lanjut, muntah disertai dengan empedu. Tinja dengan gambaran normal dapat
dikeluarkan pada beberapa jam pertama setelah timbulnya gejala. Setelah itu pengeluaran
tinja sedikit atau sering tidak ada, dan kentut jarang atau tidak ada. Darah pada umumnya
keluar 12 jam pertama, tetapi kadang-kadang tidak keluar sampai 1-2 hari, dan jarang tidak
keluar sama seklai; 60% bayi akan mengeluarkan tinja bercampur darah berwarna merah dan
mucus, tinja jeli kismis. Beberapa penderita hanya bergejala rewel, dan letargi intermitten
atau progresif. Palpasi abdomen biasanya menunjukkan sedikit nyeri tekan, ada massa
berbentuk sosis, yang kadang-kadang sulit ditemukan; massa sosis ini mungkin membesar
atau mengeras dan paling sering terdapat di abdomen sebelah kanan atas , massa ini lebih
mudah dilokalisasi dengan palpasi bimanual rectum dan abdomen di antara serangan nyeri
berulang. Adanya lendir darah di jari ketika jari ditarik pada pemeriksaan rectum, mendukung
diagnosis intususepsi. Abdomen kembung dan nyeri tekan baru timbul kalau obstruksi usus
menjadi lebih akut.7
Gambar 2. Intususepsi
Sumber: www.google .co.id
Etiologi
Penyebab kebanyakan intususepsi belum diketahui( 90%). Insidens musiman
memuncak pada musim semi dan musim gugur. Korelasi dengan infeksi adenomavirus telah
dilaporkan, dan keadaan ini dapat mempersulit gastroenteritis. Disebutkan bahwa plak Peyer
yang membengkak di ileum dapat merangsang peristaltik usus sebagai upaya untuk
mengeluarkan massa tersebut; sehingga menyebabkan intususepsi. Pada umur pucak insidens
keadaan ini, saluran cerna bayi juga dimasuki macam-macam makanan baru. Infeksi virus
pada anak-anak menyebabkan pembesaran kelenjar cerna, yang pada akhirnya menyebabkan
intususepsi. Infeksi virus bisa menimbulkan perlawanan jaringan limfe terhadap infeksi
sehingga mukosa usus tidak rata. Ini membuka peluang usus untuk memasuki bagian usus itu
sendiri selama proses mencerna. Pemberian makanan selain susu ketika umur kurang dari 4
bulan akan berakibat buruk terhadap bayi, karena sistem pencernaan bayi pada usia ini belum
tumbuh kembang sempurna. Pemberian makanan pada usia itu berpeluang terjadinya
invaginasi usus halus. Pada bayi lebih dari 3 tahun, bisa disebabkan faktor mekanik, seperti
meckel divertikulum, polip pada intestinum, limfosarcoma intestinum, trauma tumpul pada
abdominal dengan hematom, hemangioma.8
Epidemiologi
Intususepsi atau invaginasi, salah satu penyebab utama obstruksi usus pada balita dan
anak- anak kecil, dapat terjadi pada setiap umur bahkan intususepsi dapat terjadi intrauterin.
Insiden intususepsi diperkirakan terjadi pada 1,5-4 per 1000 kelahiran hidup, sekitar tujuh
puluh persen atau lebih dijumpai pada anak berusia kurang dari satu tahun, umur penderita
tersering antara 5-10 bulan, laki-laki lebih banyak daripada perempuan (3:1). Bentuk
tersering yang dijumpai adalah invaginasi pada ileocecal (75%), ileocolica (15%), dan lain-
lain (10%) seperti ileoileal, colocolica.8
Patofisiologi
Intususepsi terjadi jika satu segmen usus, yang mengalami konstriksi oleh gelombang
peristaltis, mendadak masuk ke segmen usus di sebelah distal. Setelah terperangkap, segmen
yang mengalami invaginasi tersebut terdorong oleh gelombang peristaltis semakin jauh ke
distal menarik mesenterium bersamanya. Jika dijumpai pada anak dan bayi, biasanya tidak
terdapat lesi anatomic atau defek diusus sebagai penyebab yang mendasarinya dan diluar
kelainan ini pasien sehat.1 Bagian atas usus, yang disebut intususeptum, mengalami
invaginasi ke bawah, intususipien, menarik mesenteriumnya bersama-sama memasuki lumen
yang menyelubunginya. Konstriksi mesenterium menyumbat aliran balik vena; selanjutnya
terjadi pembengkakan intususeptum, karena edema, dan perdarahan mukosa menyebabkan
tinja mengandung darah, kadang-kadang mengandung mucus. Puncak intususepsi dapat
berjalan sampai ke kolon transversum, desendens, sigmoid bahkan sampai dan melewati anus
pada kasus yang ditelantarkan. Kebanyakan intususepsi tidak menjepit usus dalam 24 jam
pertama, tetapi kemudian akhirnya dapat menyebabkan gangren usus dan syok.7
Klasifikasi
Lokasi pada saluran cerna yang sering terjadi invaginasi merupakan lokasi segmen
yang bebas bergerak dalan retroperitoneal atau segemen yang mengalami adhesive.
Invaginasi diklasifikasikan menjadi 4 kategori berdasarkan lokasi terjadinya: 9
1. Entero-enterika : usus halus masuk ke dalam usus halus 2. Colo-kolika: kolon
masuk ke dalam kolon 3. Ileo-colica: ileum terminal yang masuk ke dalam kolon asendens 4.
Ileosekal: ileum terminal masuk ke dalam sekum di mana lokus minorisnya adalah katup
ileosekal.
Invaginasi umumnya berupa intususepsi ileosekal yang masuk naik kekolon asendens
dan mungkin terus sampai keluar dari rektum.6
Diagnosis Banding
Divertikulum Meckel
Adalah sisa dari kantung telur embrional, yang juga disebut sebagai diktus
omfalomesenterikus atau duktus vitelinus. Duktus omfalomesenterikus menghubungkan
kantung telur dengan usus saat perkembangan embrio dan memeberikan nutrisi sampai
plasenta dibentuk. Antara minggu ke-5 sampai minggu ke-7 kehamilan, duktus ini menipis
dan memisahkan diri dari intestinum. Tepat sebelum involusi ini, epitel kantung telur ini
mengembangkan suatu lapisan yang sama dengan lapisan lambung. Kegagalan parsial atau
komplit involusi duktus tersebut meninggalkan berbagai struktur sisa. Divertikulum meckel
merupakan struktur sisa yang paling lazim dan dan merupakan anomaly slauran cerna bawah
yang paling sering. Merupakan kantung ileum sepanjang 3-6 cm di sepanjang tepi
antimesenterika, sekitar 50-75cm dari katup ileosekal.7
Divertikulum Meckel adalah kelainan congenital (bawaan) yang paling umum dari
usus kecil, hal itu disebabkan oleh penyerapan tidak lengkap duktus vitelline (yaitu saluran
omphalomesenteric)10 Tanda dan gejalanya antara lain perut terasa nyeri mulai dari ringan
sampai parah, terlihat darah dalam tinja. Gejala sering terjadi selama beberapa tahun pertama
kehidupan. Gejala divertikulum Meckel biasanya terjadi selama tahun pertama kehidupan
seorang anak, namun dapat terjadi ketika dewasa. Gejala meliputi pendarahan gastrointestinal
(yang dapat dilihat pada tinja), nyeri perut dan kram, obstruksi perut, penyumbatan yang
membuat isi usus keluar. Hal ini dapat menyebabkan nyeri, kembung, diare, sembelit, dan
muntah. Divertikulitis (pembengkakan dinding usus).10
Gambar 3. Divertikulum Meckel
Sumber: www.Google.co.id
Volvulus
Pemuntiran sempurna suatu lengkung usus mengitari sumbu perlekatan
mesenteriumnya, juga dapat menyebabkan obstruksi usus dan infark. Kelainan ini paling
sering terjadi di lengkung sigmoid diikuti oleh sekum, usus halus(semua atau sebgaian),
lambung atau kolon transverses. Kelaianan ini jarang dijumpai.1 Gambaran klinisnya
merupakan gambaran ileus obstruksi tinggi dengan atau tanpa gejala dan tanda strangulasi.6
Aliran darah usus dapat berkurang sehingga menimbulkan nekrosis usus dan bayi dapat
menunjukkan gejala peritonitis atau syok septic berupa hipotensi, aggal nafas, hematemesis
atau melena.
Penatalaksanaan11
Lakukan enema barium/udara (cara ini dapat mendiagnosis dan mereduksi
intususepsi). Masukkan kateter Foley tanpa pelumas ke dalam rektum, tiup balonnya
dan rapatkan pantat pasien dengan plester. Alirkan larutan hangat barium dalam
garam normal dari ketinggian 1 m ke dalam kolon dengan pemantauan lewat
fluoroskopi. Diagnosis tertegakkan bila terlihat gambaran meniskus. Tekanan cairan
barium lambat laun akan mereduksi intususepsi. Reduksi dikatakan berhasil bila
beberapa bagian usus halus telah terisi barium/udara.
Pasang NGT, ini akan menghilangkan mual dan muntah, serta dekompresi usus.
Beri resusitasi cairan, Sebagian besar yang menderita obstruksi usus mengalami
muntah dan dehidrasi.
Beri antibiotic jika ada tanda infeksi (demam, peritonitis). Berikam ampicilin (25-50
mg/kgBB IV/IM empat kali sehari), Gentamisin (7.5 mg/Kg IV/IM sekali sehari) dan
metronidazol (7.5 mg/KgBB tiga kali sehrai). Lama pemberian antibiotic pasca
operasi bergantung pada kegawatan penyakit yang ada: Pada intususepsi tanpa
penyulit ( yang tereduksi dengan enema), berikan selama 24-48 jam setelah operasi;
jika dengan perforasi dan reseksi usus, teruskan pemebrian antibiotic selama satu
minggu.
Lakukan PEMERIKSAAN ULANG SEGERA oleh dokter bedah, lanjutkan dengan
pembedahan jika reduksi dengan menggunakna enema gagal. Jika terdapat bagian usus yang
iskemi atau mati, makam reseksi perlu dilakukan.
Komplikasi
Intususepsi dapat mengakibatkan nekrosis iskemik pada bagian usus yang masuk
dengan komplikasi perforasi dan peritonitis.6 Komplikasi yang dapat timbul saat operasi di
antaranya perdarahan. Umumnya bila menciderai pembuluh darah segera lakukan kontrol
perdarahan dengan meligasi pembuluh darah. Selain itu komplikasi dapat timbul pasca
operasi, yaitu kembung, gangguan keseimbangan elektrolit, dan sepsis.12
Prognosis
Intususepsi pada bayi yang tidak ditangani akan selalu berakibat fatal; kesempatan
sembuh terkait langsung dengan lamanya intususepsi sebelum reduksi. Kebanyakan bayi
sembuh jika intususepsi direduksi dalam 24 jam pertama prognosis nya baik, tetapi angka
mortalitas meningkat dengan cepat setelah waktu ini, terutama setelah hari kedua. Bila
terlambat tertangani bagian usus yang terjepit dapat menderita kekurangan oksigen, yang
lama-lama usus dapat rusak, bagian usus yang terjepit dapat mengalami kematian jaringan,
bocor, peradangan usus menyeluruh, bahkan dapat menimbulkan kematian pada bayi/anak.
Angka kekambuhan pasca reduksi dengan enema barium adalah sekitar 10% dan dengan
reduksi bedah sekitar 2-5%, tidak pernah terjadi setelah dilakukan reseksi bedah. Tidak
mungkin intususepsi karena suatu lesi seperti limfosarkoma, polip, atau divertikulum meckel
akan berhasil direduksi dengan enema barium. Dengan terapi yang adekuat reduksi dengan
operasi sangat mengurangi angka mortalitas pada kasus dini.7
Kesimpulan
Hipotesis diterima, seorang bayi 5 bln mengalami Intususepsi/Invaginasi dengan hasil
pemeriksaan fisik ditemukan adanya massa abdomen seperti sosis, dan bising usus meningkat
karena adanya obstruksi di usus. Juga pasien mengalami kembung, karena distensi abdomen
dan muntah yang menandakan intususepsi fase awal.
Daftar Pustaka
1. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku Ajar Patologi Robbins.Edisi
7.Jakarta:ECG;2007.
2. Gleadle J. At a Glance Anamnesis dan pemeriksaan Fisik. Jakarta: Penerbit
Erlangga;2007.h.28-29
3. Matondang C.S, Wahidiyat I, Sastroasmoro S. Diagnosis Fisis pada Anak. Edisi
kedua Cetakan ketiga. Jakarta: CV Sagung Seto;2007.h.95-114.
4. Patel PR. Radiologi. Jakarta: Erlangga;2005.h.241.
5. Pierce A, Grace , Neil R. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi Ketiga.Jakarta: Penerbit
Erlangga;2007.h.182-3.
6. Sjamsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed ke-3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
ECG;2010.h.240, 742,743.
7. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Vol 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
ECG;2000.h.1314, 1319-21.
8. Rudolph AM, Hoffman JI, Rudolph CD. Buku ajar pediatri Rudolph. Jakarta:
EGC;2007.h.1182-3.
9. Marinis A, Yiallourou A, Samanides L, Dafnios N, Anastasopoulos G,Vassiliou S, et
al. Intussusception of the bowel in adults: a review. WorldJournal Gastroenterology.
2009;15(4):407
10. Hull D, Johnston DI. Dasar-dasar pediatri. Jakarta: EGC;2008.h.154-5.
11. Roespandi H, Nurhamzah W. editors. Buku Saku Pelayanan Anak di Rumah Sakit.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI;2008.h.276.
12. Sabiston DC. Buku ajar bedah. Jakarta: EGC;2004.h.270-2.