Diagnosa Presentasi Dan Posisi Janin

29
Diagnosa Presentasi dan Posisi Janin Beberapa metode dapat digunakan untuk mendiagnosis presentasi dan posisi janin. Metode tersebut meliputi palpasi abdomen, pemeriksaan vagina, auskultasi, dan pada beberapa kasus yang meragunakan dilakukan sonografi. Kadang-kadang radiografi polos, computed tomography, atau magnetic resonance imaging dapat digunakan. Palpasi Abdomen-Manuver Leopol Pemeriksaan abdomen dapat dilakukan secara sistematis dengan menggunakan empat maneuver yang diperkenalkan oleh Leopol pada tahun 1894 dan diperhatikan pada gambar 17-8 ibu berada pada posisi supinasi dan dalam posisi yang nyaman serta bagian perut terbuka. Maneuver ini sulit atau bahkan tidak dapat dilakukan dan diinterpretasi jika pasien obesitas, jika cairan amnion berlebihan, atau jika plasenta terletak dibagian anterior. 1. Manuver pertama memungkinkan identifikasi polus janin-yaitu, sefalik atau podalik-yang menempati fundus uterus. Bokong memberikan sensasi massa besar nodular, sedangkan kepala terasa keras dan bulat serta lebih mudah bergerak dan dapat diayun. 2. MAnuver kedua dilakukan setelah penentuan letak janin, dengan meletakkan telapak tangan di salah

description

obgyn

Transcript of Diagnosa Presentasi Dan Posisi Janin

Diagnosa Presentasi dan Posisi Janin

Diagnosa Presentasi dan Posisi Janin Beberapa metode dapat digunakan untuk mendiagnosis presentasi dan posisi janin. Metode tersebut meliputi palpasi abdomen, pemeriksaan vagina, auskultasi, dan pada beberapa kasus yang meragunakan dilakukan sonografi. Kadang-kadang radiografi polos, computed tomography, atau magnetic resonance imaging dapat digunakan. Palpasi Abdomen-Manuver Leopol

Pemeriksaan abdomen dapat dilakukan secara sistematis dengan menggunakan empat maneuver yang diperkenalkan oleh Leopol pada tahun 1894 dan diperhatikan pada gambar 17-8 ibu berada pada posisi supinasi dan dalam posisi yang nyaman serta bagian perut terbuka. Maneuver ini sulit atau bahkan tidak dapat dilakukan dan diinterpretasi jika pasien obesitas, jika cairan amnion berlebihan, atau jika plasenta terletak dibagian anterior.

1. Manuver pertama memungkinkan identifikasi polus janin-yaitu, sefalik atau podalik-yang menempati fundus uterus. Bokong memberikan sensasi massa besar nodular, sedangkan kepala terasa keras dan bulat serta lebih mudah bergerak dan dapat diayun.

2. MAnuver kedua dilakukan setelah penentuan letak janin, dengan meletakkan telapak tangan di salah satu sisi abdomen ibu, dan dengan memberikan tekanan lembut tetapi dalam. Pada satu sisi, dirasakan struktur yang keras dan resisten-punggung. Pada sisi lain, dirasakan bagian ecil irregular yang mudah digerakkan-ekstremitas janin. Dengan memperhatikan apakah punggung terarah ke anterior, transversal, atau posterior, dapat ditentukan orientasi janin.

3. Manuver ketiga dilakukan dengan cara ibu jari dan jari satu tangan menggenggam bagian terbawah abdomen ibu, tepat diatas simfisis pubis. Jika bagian terendah janin tidak enganged, akan terasa massa yang dapat digerakkan, biasanya kepala. Perbedaan antara kepala dan bokong ditentukan seperti pada maneuver pertama. Namun, jika bagian terendah janin telah masuk jalan lahir (enggaged), hasil manuver ini hanya menunjukkan bahwa bagian terbawah polus janin berada di dalam pelvis, dan rinciannya ditentukan melalui manuver keempat. 4. Untuk melakukan manuver keempat, pemeriksa menghadap ke arah kaki ibu dan, dengan ujung tiga jari pertama masing-masing tangan, memberikan tekanan yang dalam searah aksis apertura pelvis superior. Pada berbagai keadaan, ketika kepala telah berjalan turun ke dalam pelvis, bagian anterior bahu mudah dibedakan melalui manuver ketiga. Palpis abdomen dapat dilakukan secara keseluruhan pada bulan-bulan terakhir kehamilan serta selama dan antara kontraksi saat persalinan. Dengan pengalaman, manuver ini memungkinkakn untuk memperkirakan ukuran janin. Menurut Lydon-Rochelle dkk., (1993) klinis yang berpengalaman dapat mengidentifikasi malpresentasi janin secara akurat menggunakan manuver Leopold dengan sensitivitas tinggi- 88 persen, sprsifisitas -94 persen, nilai prediktif positif 74 persen, dan nili prediktif negatif 97 persen. Pemeriksaan Vagina

Sebelum persalinan, diagnosis presentasi dan posisi janin melalui pemeriksaan vagina sering tidk memberikan informasi yang tidak meyakinkan karena bagian presentasi janin harus dipalpasi melalu serviks yang tertutup dan segmen uterus terbawah. Saat awitan persalinan dan pasca, dilatasi serviks, presentasi verteks dan posisinya diketahui dengan palpasi berbagai sutura dan fortanel janin. Presentasi wajah dan bokong masing-masing dapat terdentifikasi dengan palpasi bentuk wajah dan sakrum janin. Dalam usaha untuk menentukan presentasi dan posisi melalui pemeriksaan vagina, disarankan untuk mengikuti empat gerakan rutin secara tepat :

1. Pemeriksaan memasukkan dua jari ke dalam vagina dan menemukan bagian presentasi janin. Penentuan verteks, wajah, dan bokong kemudian mudah dilakukan.

2. Jika prsentasi verteks, jari diarahkan ke bagian posterior dan kemudian disapukan ke arah depan melalui kepala janin menuju simfisis maternal (Gambar 17-9). Selama pergerakan ini, jari melewati sutura sagitasi dan teraba batasnya.

3. Kemudian ditentukan posisi kedua fontanel. Jari diarahkan ke bagian paling anterior sutura sagitalis, dan fontanel tersbeut diperiksa dan diidentifikasi. Kemudian, dengan Gerakan seperti menyapu, jari melewati sutura ke bagian ujung lain kepala hingga dirasakan dan didentifikasi fontanel lain (Gambar 17-10);4. The station, atau tingkat turunnya bagian terendah janin ke dalam pelvis, juga dapat dilakukan saat ini (lihat hal 410). Dengan menggunakan maneuver ini, berbagai sutura dan fortanel mudah terlokalisasi (lihat Gambar 4-9, hal. 82).Mekanisme Persalinan dengan Presentasi Oksiput Anterior

Pada sebagian besar kasus, verteks memasuki plevis dengan sutura sagitalis terletak di diameter transversal pelvis. Janin memasuki pelvis dalam posisi aksiput transversal kiri (Leftocciput transverse-LOT) pada 40 persen persalinan dan dalam posisi oksiput transversal kanan (right occiput transverse-ROT) pada 20 persen (Caldwell dkk, 1934) . Pada posisi oksiput anterior-LOA atau ROA-kepala memasuki pelvis baik melalui rotasi oksiput sebanyak 45 derajat anterior dari posisi tranversal, atau baru melakukan rotasi sesudahnya. Mekanisme persalinan pada semua presentasi ini biasanya sama.

Perubahan posisi bagian terendah janin yang diperlukan untuk melalui kanal pelvis disebut mekanisme persalinan. Gerakan utama persalinan adalah engagement, desensus. Fleksi, rotasi internal, ekstensi, rotasi eksternal, dan ekspulsi (gambar 17-11). Selama persalinan, gerakan-gerakan tersebut tidak hanya terjadi secara sekuensial tetapi juga menunjukkan tumpang-tindih waktu. Sebagai contoh, sebagai bagian dari engegement, terjadi fleksi selakigus desensus kepala. Gerakan tersbeut tidak dapat selesai kecuali bagian terendah janin berjalan turun secara simultan. Secara bersamaan, kontraksi uterus memengaruhi modifikasi penting pada sikap atau habitus janin, terutama setelah kepala turun ke dalam pelvis. Perubahan ini terutama terdiri dari pelurusan janin, dengan menghilannya konveksitas bagian dorsal dan pendekatan ekstremitas kea rah tubuh. Akibatnya, bentuk ovoid janin berubah menjadi bentuk silider, dengan garis tengah terkecil yang mungkin untuk melewati jalan lahir.

Engagement

Mekanisme ketika diameter biparietal-diameter transversal terbesar pada presentasi oksiput-melewati aperture pelvis superior disebut engagement. Kepala janin dapat mengalami engage selama beberapa minggu terakhir kehamilan atau tidak mengalami engage hingga setelah permulaan persalinan. Pada banyak perempuan multipara dan beberapa perempuan nulipara kepala janin, kepala janin bergerak bebas diatas aperture pelvis superior saat awitan persalinan. Pada keadaan ini, kepala kadang-kadang disebut mengambang (floating). Kepala berukuran normal biasanya tidak mengalami engage dengan sutura sagitalis yang mengarahkan ke anteroposterior. Namun, kepala janin biasanya memasuki aperatura pelvis superior baik secara transversal atau oblik.

Asinklitismus. Meskipun kepala janin cenderung berakomodasi dengan aksis transversal aperatur pelvis superior, sutura sagitalis, yang tetap paralel terhadap aksis tersebut, tidak terletak tepat di garis tengah antara simfisis dan promontorium ossis sakri. Sutura sagitalis umumnya mengalami difleksi baik ke arah posterior menuju promotorium atau ke arah anterior menuju simfisis (Gambar 17-12). Defleksi lateral ke arah posisi anterior atau posterior pelvis disebut asinklitisme. Jika sutura sagitalis mendekati promontorium ossis sacri, sebagian besar os parietalis anterior dapat teraba saat pemeriksaan dengan jari, dan kondisi ini disebut asinklitismus anterior. Namun, jika sutura sagitalis terletak di dekat simfisis, sebagian besar os parietalis posterior yang akan terpresentasi, dan kondisi ini disebut asinklitismus posterior. Pada asinklitismus posterior yang ekstrim, telinga bagian posterior mudah terpalpasi.

Asinklitismus derajat sedang merupakan persyaratan persalinan normal. Namun, jika berat, kondisi ini merupakan penyebab disproporsi sefalopelvik bahkan pada pelvis berukuran normal. Perubahan secara bertahap dari asinklitismus posterior ke anterior membantu proses desensus.

Desensus

Gerakan ini merupakan persyaratan pertama pelahiran noennatus. Pada nulipara, engagement dapat berlangsung sebelum awitan persalinan, dan proses desensus selanjutnya dapat tidak terjadi hingga awitan kala dua. Pada perempuan multipara, desensus biasanya dimulai dengan proses engagement. Desensus ditimbulkan oleh satu atau beberapa dari empat kekuatan : (1) tekanan cairan amnion, (2) tekanan langsung fundus pada bokong saat kontraksi, (3) tekanan ke bawah otot-otot abdomen maternal,dan (4) ekstensi dan pelurusan tubuh janin. Fleksi Segera setelah kepala yang sedang desensus mengalami hambatan, bak dari serviks, dinding pelvis, atau dasar pelvis normalnya kemudian terjadi fleksi kepala. Pada gerakan ini, dagu mengalami kontak lebih dekat dengan dada janin, dan diameter suboksipitobregmatikum yang lebih pendek menggantikan diameter oksipitofronatalis yang lebih panjang (Gambar 17-13 dan 17-14). Rotasi Internal

Gerakan ini terdiri dari perputaran kepala sedemikian rupa sehingga oksiput secara bertahap bergerak ke arah simfisis publis di bagian anterior dari posisi awal atau yang lebih jarang, kea arah posterior menuju lengkung sakrum (Gambar 17-15, 17-16, dan 17-17). Rotasi internal penting untuk penuntasan persalinan, kecuali bila ukuran janin abnormal kecil.

Calknins (1939) mempelajari lebih dari 5.000 perempuan yang sedang bersalin pada saat rotasi internal. Ia menyimpulkan bahwa sekitar dua pertiganya, rotasi internal selesai saat kepala mencapai dasar pelvis , sekitar seperempat lainnya, rotasi internal selesai segera setelah kepala mencapai dasar pelvis dan sekitar 5 persen sisanya, tidak terjadi rotasi anterior. Ketika tidak dapat berputar hingga mencapai dasar pelvis, biasanya kepala berotasi pada satu atau dua kontraksi berikutnya pada multipara. Pada nulipara, rotasi biasanya terjadi pada tiga sampai lima kontraksi berikutnya.

Ekstensi

Satelah rotasi internal kepala yang berada pada posisi fleksi maksimal mencapai vulva dan mengalami ektensi. Jika kepala yang mengalami fleksi maksimal, saat mencapai dasar pelvis, tidak mengalami ekstensi tetapi melanjutkan berjalan turun, dapat merusak bagian posterior perineum dan akhirnya tertahan oleh jaringan perieum. Namun, ketika kepala menekan dasar pelvis, terdapat dua kekuatan. Kekuatan pertama, ditimbulkan oleh uterus, bekerja lebih ke arah posterior, dan kekuatan kedua, ditimbulkan oleh daya resistensi dasar pelvis dan simfisis, bekerja lebih kearah anterior. Vektor resultan terarah pada pembukaan vulva, sehingga menimbulkan ekstensi kepala. Keadaan ini batas inferior simfisis pubis (lihat Gambar 17-16)

Seperti yang diperhatian pada gambar 17-20, pola dilatasi serviks selama divisi preparation dan divisi dilatasi persalinan normal adalah kurva sigmoid. Ditemukan dua fase dilatasi servikal. Fase laten sesuai dengan divisi prepraratoris, dan fase aktif, sesuai dengan divisi dilatasional. Friedman membagi lagi fase aktif menjadi fase akselerasi, fase puncak maksimal, dan fase deselerasi (Gambar 17-16).

Dengan distensi progresif perineum dan pembukaan vagina, bagian oksiput perlahan-lahan akan semakin terlihat. Kepala lahir dengan urutan oksiput, bregma, dahi, hidung, mulut, dan akhirnya dagu melewati tepi anterior perineum (lihat Gambar 17-17). Segera setelah lahir, kepala menghadap ke bawah sehingga dagu terletak di atas anus maternal. Rotasi Eksternal

Setelah kepala lahir, dilakukan restitusi (lihat Gambar 17-11). Jika pada awalnya terarah ke kiri, oksiput berotasi menuju tuber iskiadikum kiri. Jika awalnya terarah ke kanan, oksiput berotasi ke kanan. Restitusi kepala ke posisi oblik diikuti dengan penyelesaian rotasi eksternal ke posisi transversal. Gerakan ini sesuai engan rotasi tubuh janin dan membuat diameter antroposterior apertura pelvis inferior.Sehingga,salah satu bahu terletak anterior di belakang simfisis pubis,sedangkan bahu lainnya terletak di porterior.Gerakan ini tampaknya di timbulkan oleh faktor pelvis yang sama dengan terjainya rotasi internal kepala.Ekspulsi

Hampir segera setelah rotasi eksternal, bahu anterior terlihat di bawah simfisis, dan perioneum segera terdistensi oleh bahu posterior. Setelah pelahiran bahu, bagian tubuh lainnya lahir dengan cepat.

KARAKTERISTIK PERSALINAN NORMAL

Penghambatan terbesar pemahaman mengenai persalinan normal adalah mengenali permulaan persalinan. Definisi persalinan yang tepat-kontraksi uterus yang memperhatikan pendataran dan dilatasi serviks-tidak mempermudah klinisi dalam menentukan kapan sebenarnya persalinan dimulai karena diagnosis ini hanya dapat dipastikan secara retrospektif. Beberapa metode dapat digunakan untuk menentukan permulaan persalinan. Satu metode menunjukkan awitan pada saat kontraksi yang nyeri menjadi regular. Sayangnya, aktifitas uterus yang menyebabkan rasa tidak nyaman, tetapi tidka menunjukkan persalinan sebenarnya, dapat terjadi setiap saat selama kehamilan. Persalinan palsu sering berhenti secara spontan atau dapat segera berkembang menjadi kontraksi yang efektif.

Metode kedua menentukan awitan persalinan sebagai permulaan untuk masuk ke dalam ruang bersalin. Di National maternity Hospital di Dublin, dilakukan usaha untuk mengodekan kriteria admisi (ODriscoll dkk., 1984). Kriteria ini pada kehamilan aterm mengharuskan adanya kontrksi uterus yang nyeri disertai salah satu dari tanda berikut ini : (1) ruptur membran, (2) bloody show, atau (3) pembukaan serviks komplet.

Di Amerika Serikat, admisi untuk persalinan umumnya berdasarkan besarnya dilatasi yang sertai oleh kontraksi yang nyeri. Bila seorang perempuan datang dengan membran yang intak, dilantasi serviks 3 hingga 4 cm atau lebih dianggap merupakan ambang batas yang sahih untuk diagnosis persalinan. Pada kasus ini, awitan persalinan dimulai pada saat masuk. Metode presumtif ini jelas memiliki banyak ketidakpastian dalam menegakkan diagnosis persalinan pada fase awal dilatasi serviks.

Persalinan Kala Satu

Dengan menganggap diagnosis telah ditegakkan, kemudian apa yang diharapkan untuk kemajuan persalinan normal? Pendekatan secara ilmiah pertama kali dimulai oleh Friedman (1954), yang mendeskripsikan karakteristik pola sigmoid untuk persalinan dengan membuat grafik ini, berdasarkan observasi statik, mengubah tatalaksana persalinan. Friedman membuat konsep tiga divisi fungsional persalinan untuk menggambarkan tujuan fisiologis masing-masing divisi seperti yang terlihat pada Gambar 17-20. 1. Pada divisi preparatoris,meskipun dilatasi serviks kecil, komponen jaringan ikatnya mengalami banyak perubahan (lihat Bab 6, hal. 144). Sedasi atau analgesia regional dapat menahan divisi persalinan ini.

2. Divisi dilatasi, adalah ketika dilatasi terjadi dengan sangat cepat tidak dipengaruhi oleh sedasi atau analgesia regional.

3. Divisi pelvis terjadi bersamaan dengan fase deselerasi dilatasi serviks. Mekanisme klasik persalinan yang meliputi gerakan kardinal janin dengan presentasi kepala-engagement, fleksi, desensus, rotasi internal, ekstensi, dan rotasi eksternal-terutama terjadi pada divisi pelvis. Namun,pada praktik nyatanya, awitan divisi jaring dapat terindentifikasi dengan jelas.

Seperti yang diperhatikan pada gambar 17-20, pola dilatasi serviks selama divisi preparatoris dan divisi dilatasi persalinan normal adalah kurva sigmoid. Ditemukan dua fase dilatasi serviks. Fase laten sesuai dengan divisi prepraratoris, dan fase aktif, sesuai dengan divisi dilatasional. Friedman membagi lagi fase aktif menjadi fase akselerasi, fase puncak maksimum, dan fase deselerasi (Gambar 17-21). Fase Laten

Awitan persalinan laten, seperti yang diperkenalkan oleh Friedman (1972), adalah titik ketika ibu mengalami kontraksi regular. Fase laten untuk sebagaian besar perempuan berhkhir pada dilatasi antara 3 dan 5 sm. Ambang batas ini dapat bermanfaat secara klinis, karena dapat menentukan batas dilatasi serviks persalinan akif.

Konsep fase ini memiliki makna klinis yang besar dalam pemahaman mengenai persalinan normal pada manusia karena persalinan jelas lebih lama ketika fase laten disertakan. Untuk mengilustrasikannya secara lebih baik, Gambar 17-22 menunjukkan delapan kurva persalinan dari nulipara yang persalinannya didiagnosis saat masuk ke rumah sakit, dan bukan berdasarkan awitan kontraksi regular. Ketika persalinan didefinisikan seperti, terdapat kesamaan kurva persalinan secara individual.

Fase Laten Memanjang. Friedman dan Sachtebel (1963) menentukan ini dengan fase laten yang lebih dari 20 jampada nulipara dan 14 jam pada multipara. Waktu tersebut sesuai dengan persentil 95. Faktor yang memengaruhi durasi fase laten meliputi sedasi atau analgesia epidural yang berlebihan; kondisi serviks yang tidak baik, yaitu, tebal, tidak mendatar, atau tidak berdilatasi, dan persalinan palsu.

Setelah sedasi dalam, 85 persen mengalami persalinan aktif.Pada 10 persen lainnya, kontraksi uterus menghilang, seolah-olah mereka mengalami persalinan palsu. Lima persen sisanya mengalami fase laten abnormal persisten dan memerlukan stimulasi oksitosin. Amniotomi tidak dianjurkan karena terdapat insiden persalinan palsu sebesar 10 persen. Sokol, dkk (1997) melaporkan 3 hingga 4 persen insiden fase laten memanjang terjadi tanpa pengaruh paritas. Friedman (1972) melaporkan bahwa pemanjangan fase laten tidak mempengaruhi angka mortalitas atau morbiditas janin atau maternal, tetapi Chelmow, dkk. (1993) mengubah keyakinan yang telah berlangsung lama bahwa pemanjangan fase laten adalah keadaan ringan.PERSALINAN AKTIF

Seperti yang diperlihatkan pada Gambar 17-22, kemajuan persalinan pada perempuan nulipara memiliki makna tertentu karena semua kurva tersebut menunjukkan perubahan yang cepat pada lengkung kecepatan dilatasi serviks antara 3 dan 5 cm. dengan demikian, dilatasi serviks 3 hingga 5 cm atau lebih yang disertai dengan kontraksi uterus, dapat dianggap mewakili batas untuk persalinan aktif. Dengan cara yang sama, kurva tersebut memberikan petunjuk yang berguna untuk tatalaksana persalinan.

Beralih kembali ke Friedman (1995), rata-rata durasi persalinan fase aktif pada nulipara adalah 4.9 jam. Tetapi standar deviasinya besar, yaitu 3,4jam; sehingga secara statistic nilai maksimum fase aktif dilaporkan 11.7 jam. Namun, kecepatan dilatasi serviks berkisar dari minimum 1.2 hingga 6.8 cm/jam. Friedman (1972) juga menemukan bahwa multipara memiliki kemajuan yang lebih cepat pada persalinan fase aktif, dengan kecepatan normal minimum adalah 1.5 cm/jam. Analisisnya mengenai persalinan fase aktif secara bersamaan juga mendeskripsikan kecepatan desensus janin dan dilatasi serviks. Desensus dimulai pada fase lanjut fase aktif, berkisar antara 7 dan 8 cm pada nulipara dan menjadi paling cepat setelah 8 cm. Persalinan Kala DuaFase ini dimulai ketika dilatasi serviks lengkap dan berakhir dengan pelahiran janin.Durasi median sekitar 50 menit untuk nulipara dan sekitar 20 menit untuk multipara, tetapi sangat bervariasi (Kilpatrick dan Latos, 1989). Pada perempuan paritas tinggi dengan riwayat dilatasi vagina dan perineum sebelumnya, dua atau tiga usaha ekspulsif setelah dilatasi serviks lengkap mungkin cukup untuk menyelesaikan proses pelahiran. Sebaliknya, pada perempuan dengan kontraktur pelvis, janin besar, atau dengan gangguan usaha ekspulsif akibat analgesia regional atau sedasi, kala dua dapat memanjang secara abnormal.

Pelahiran Spontan

Pada setiap kontraksi, perineum semakin menonjol.Pembukaan vulvovaginal terdilatasi oleh kepala janin, secara bertahap membentuk bukaan yang ovoid, dan pada akhirnya, bukaan yang hamper bulat.Lingkaran diameter kepala terbesar terhadap lingkaran vulva disebut sebagai crowning.Kecuali episiotomy telah dilakukan seperti yang telah dibahas sebelumnya, perineum menipis dan terutama pada perempuan nulipara, dapat mengalami laserasi spontan.Pelahiran kepala yang lambat sambil menginstruksikan ibu untuk tidak mengedan dapat mengurangi laserasi menurut Laine dkk, (2008).Anus menjadi sangat teregang dan menonjok, dan dinding anterior rectum dapat terlihat dengan mudah melalui anus.

Ada kontroversi mengenai apakah episiotomy perlu dilakukan secara rutin. Saat ini jelas bahwa episiotomy akan meningkatkan risiko robekan hingga sfingter ani eksternum atau rectum atau keduanya. Sebaliknya, robekan anterior yang meliputi uretra dan labia lebih sering terjadi pada perempuan yang tidak dilakukan agar episiotomy.Sebagian besar termasuk kami menyarankan tindakan episiotomy dilakukan sesuai keadaan setiap individu dan tidak dilakukan secara rutin.

Manuver Ritgen. Ketika kepala mendorong vulva dan perineum cukup kuat untuk membuka introitus vagina hingga mencapai diameter 5 cm atau lebih, handuk, dan tangan yang telah dilapisi sarung tangan dapat digunakan untuk menahan tekanan ke depan pada dagu janin melalui perineum tepat di depan koksigis. Secara bersamaan, tangan lainnya menahan tekanan ke arah superior melawan oksiput. Maneuver ini lebih mudah daripada yang diperkenalkan sebelumnya oleh Ritgen (1855), dan disebut sebagai maneuver Ritgen termodifikasi (Cunningham, 2008).

Maneuver ini memungkinkan pelahiran kepala secara terkendali. Maneuver ini juga memungkinkan ekstensi leher sehingga kepala dilahirkan dengan diameter terkecil melewati introitus vagina dan melewati perineum. Mayerhover dkk. (2002) menolak penggunaan maneuver Ritgen karena berkaitan dengan laserasi derajat-tiga yang lebih banyak dan episiotomy yang lebih sering. Mereka lebih memilih metode hands-poised, yaitu penolong persalinan tidak menyentuh perineum selama pelahiran kepala.

Metode ini memiliki angka laserasi yang serupa dengan modifikasi maneuver Ritgen, tetapi dengan insiden robekan derajat tiga yang lebih rendah..baru-baru ini, Jonsson dkk. (2008) melaporkan hasil penelitian mereka terhadap 1.623 perempuan. Mereka menemukan insiden robekan derajat tiga dan empat yang serupa 5,5 berbanding 4,4 persen pada perempuan yang dilakukan maneuver Ritgen berbanding penyanggan perineum sederhana.

Pelahiran Bahu

Setelah lahir, kepala janin jatuh kea rah posterior sehingga wajah hamper menyentuh anus maternal. Oksiput berputar ke arah salah satu paha ibu dan kepala berada pada posisi transversal.Gerakan restitusi ini rotasi eksternal menunjukkan bahwa diameter bisakromial yaitu diameter transversal toraks, telah berotasi menjadi diameter anteroposterior pelvis.

Umumnya, bahu muncul di vulva tepat setelah rotasi eksternal dan lahir secara spontan.Jika terlambat, dianjurkan untuk dilakukan ekstraksi segera.Sisi kepala dipegang dengan kedua tangan dan secara hati-hati dilakukan traksi kea rah bawah sampai bahu bagian anterior terlihat dibawah arcus pubis.Beberapa lebih memilih membantu melahirkan bahu anterior sebelum melakukan pengisapan nasofaring atau memeriksa lilitan tali pusat di sekitar leher untuk mencegah distosia bahu.Selanjutnya, dengan gerakan ke atas, bahu bagian posterior dilahirkan.

Sisa bagian tubuh hamper selalu mengikuti bahu tanpa kesulitan. Namun, dengan adanya penundaan yang lama, pelahirannya dapat dipercepat dengan traksi sedang pada kepala dan tekanan sedang pada fundus uteri.Mengaitkan jari di aksila harus dihindarkan.Hal ini dapat menimbulkan paralisis transien atau kemungkinan permanen.Selain itu, traksi sebaiknya hanya dilakukan searah dengan aksis panjang neonates.Jika dilakukan secara oblik, dapat mengakibatkan perdarahan di leher dan peregangan berlebihan pada pleksus brakialis.

Segera setelah kelahiran neonates lahir, biasanya cairan amnion keluar secara tiba-tiba dan dalam jumlah banyak, seringkali terdapat bercak darah tetapi tidak dalam jumlah yang banyak.

Membersihkan Nasofaring

Begitu toraks dilahirkan dan neonates dapat melakukan inspirasi, wajah segera diusap dan hidung serta mulut diaspirasi. Tindakan ini meminimalisasi terjadinya aspirasi cairan amnion, partikel maternal, dan darah pada janin.

Lilitan Tali Pusat di Leher

Setelah pelahiran bahu anterior, sebuah jari harus diselipkan ke bagian leher janin untuk menentukan apakah leher dikelilingi oleh satu atau lebih puntiran tali pusat.Lilitan tali pusat dileher ditemukan pada sekitar 25 persen pelahiran dan biasanya tidak menimbulkan bahaya.

Jika puntiran tali pusat dirasakan, tali pusat harus diangkat ke bagian atas kepala jika cukup longgar. Jika terlalu ketat, lingkaran harus dipotong di antara dua klem dan neonates segera dilahirkan.

Penjepitan Tali Pusat

Tali pusat dipotong di antara dua buah klem yang diletakkan 4 sampai 5 cm dari abdomen janin dan kemudian klem plastic yang aman, efisien dan murah sperti Double Grip Umbilical Clamp (Hollister) digunakan di Parkland Hospital.

Waktu untuk Penjepitan Tali Pusat. Jika setelah persalinan neonates diletakkan pada atau dibawah level introitus vagina selama 3 menit dan sirkulasi fetoplasenta tidak segera dioklusi oleh klem, sekitar 80 mL darah dapat mengalir dari plasenta ke neonates (Yao dan Lind, 1974). Darah tersebut menyediakan sekitar 50 mg besi, yang mengurangi frekuensi anemia defisiensi besi pada bayi kemudian. Namun, pada saat yang sama peningkatan bilirubin akibat penambahan eritrosit dapat menimbulkan hiperbilirubinemia. Pada pengkajian database Cochrane dari uji klinis acak yang dilakukan, McDonald dan Middleton (2008) melaporkan bahwa menunda penjepitan tali pusat hingga 1 menit setelah pelahiran meningkatkan konsentrasi hemoglobin neonates 2.2 g/dL dibandingkan dengan penjepitan dalam 60 detik pertama. Pada saat yang sama, penjepitan dini mengurangi risiko fototerapi hingga 40 persen.

Kebijakan kami adalah untuk melakukan klem tali pusat setelah dilakukan pembersihan jalan napas, pertama seluruh nya diangkat, yang biasanya memerlukan waktu sekitar 30 detik.Neonates tidak dielevasi di atas introitus vagina pada pelahiran per vagina atau diatas dinding abdomen ibu pada pelahiran caesar.

Persalinan Kala Tiga

Segera setelah pelahiran neonates, ukuran dan konsistensi fundus uteri diperiksa.Jika uterus tetap keras dan tidak ada pendarahan yang abnormal, biasanya tunggu secara seksama hingga plasenta terpisah.Pemijatan tidak dianjurkan, tetapi fundus sering kali dipalpasi untuk memastikan bahwa tidak terjadi atoni dan terisi darah akibat pemisahan plasenta.

Tanda-tanda Pelepasan Plasenta

Karena usaha untuk melepaskan plasenta sebelum terjadi pelepasan tidak bermanfaat dan berpotensi berbahaya, klinisi harus mewaspadai tanda-tanda pelepasan plasenta berikut ini:

1. Uterus menjadi globular dan lebih kaku

2. Umumnya sering keluar sejumlah darah yang banyak dan tiba-tiba.

3. Uterus naik di dalam abdomen karena plasenta, saat terlepas berjalan turun menuju ke segmen uterus bagian bawah dan vagina. Disini, massa besar tersebut mendorong uterus ke arah atas.

4. Tali pusat menonjol lebih jauh ke luar vagina, menunjukkan bahwa plasenta telah berjalan turun.

Tanda-tanda tersebut kadang-kadang muncul dalam 1 menit setelah pelahiran neonates dan biasanya dalam 5 menit. Ketika plasenta telah terlepas, harus ditentukan bahwa uterus berkontraksi dengan baik.Ibu dapat dianjurkan ntuk mengedan dan tekanan intra-abdominal dapat mendorong plasenta keluar secara adekuat.Jika usaha ini gagal atau ekspulsi spontan tidak dapat terjadi karena anesthesia, kemudian setelah memastikan bahwa uterus berkontraksi secara adekuat, berikan tekanan dengan tangan pada fundus untuk mendorong plasenta yang terlepas ke arah vagina.Pendekatan ini disebut tata laksana fisiologis yang selanjutnya disebut sebagai tatalaksana aktif kala tiga (Thilaganathan dkk., 1993).

Pelahiran Plasenta Pelahiran plasenta sebaiknya tidak boleh dipaksa sebelum pelepasan plasenta karena dapat menyebabkan inversi uterus. Traksi tali pusat tidak boleh digunakan untuk menarik plasenta keluar dari uterus. Inversi uterus adalah salah satu komplikasi serius yang berkaitan dengan pelahiran, dan merupakan keadaan darurat yang memerlukan perhatian segera. Ketika tekanan ke bawah ke arah vagi na diberikan pada korpus uteri, tali pusat dijaga agar tetap tegang. Uterus kemudian diangkat ke arah kepala tangan yang ada di atas abdomen.

Manuver ini diulang hingga plasenta mencapai introitus vagina (Prendivile dkk., 17-32). Ketika plasenta keluar melewati introitus, tekanan pada uterus dihentikan.Plasenta kemudian diangkat secara perlahan menjauhi introitus.Diperlukan tindakan secara hati-hati untuk mencegah robekan membrane atau tersisanya membrane di dalam uterus.Jika mulai robek, mebran dipegang dengan klem dan dilepaskan secara perlahan.Permukaan maternal plasenta harus diperiksa secara seksama untuk memastikan tidak ada potongan plasenta yang tertinggal di dalam uterus.

Pelepasan Manual Plasenta

Kadang-kadang, plasenta tidak dapat terlepas secara sempurna.Hal ini sering terjadi pada kasus pelahiran kurang bulan (Dombrowski dkk., 1995). Jika terdapat perdarahan yang cepat dan plasenta tidak dapat dilahirkan dengan menggunakan teknik di atas, pelepasan manual plasenta di indikasikan, dengan menggunakan safeguard. Tidak jelas berapa lama keadaan tanpa pendarahan dapat berlangsung sebelum plasenta dilepaskan secara manual (Deneux-Tharaux dkk., 2009). Jika masih terdapat induksi analgesia, beberapa ahli obstetric melakukan pelepasan manual secara rutin pada setiap plasenta yang tidak terlepas secara spontan saat mereka telah selesai melahirkan neonates dan merawat tali pusat. Namun, manfaat tindakan ini belum dapat dibuktikan dansebagian besar ahli obstetri menunggu pelepasan plasenta secara spontan, kecuali perdarahan sangat banyak.The American College of Obstetricians and Gynecologists (2003b) menyimpulkan bahwa tidak ada data, baik untuk mendukung maupun menolak penggunaan antimikroba profilaktik ketika dilakukan pelepasan secara manual.

Tata Laksana Kala Tiga

Pemijatan uterus setelah pelahiran plasenta direkomendasikan oleh banyak orang untuk mencegah perdarahan postpartum. Kami mendukung tindakan ini tetapi tetap memperhatikan bahwa bukti tindakan ini sangat sedikit (Hofmeyr dkk., 2009). Jika masih terdapat induksi analgesia, beberapa ahli obstetric melakukan pelepasan manual secara rutin pada setiap plasenta yang tidak terlepas secara spontan saat mereka telah selesai melahirkan neonates dan merawat tali pusat. Namun, manfaat tindakan ini belum dapat dibuktikan dan sebagian besar ahli obstetric menunggu pelepasan plasenta secara spontan, kecuali perdarahan sangat banyak.The American College of Obstetricians and Gynecologists (2003b) menyimpulkan bahwa tidak ada data, baik untuk mendukung maupun menolak penggunaan antimikroba profilaktik ketika dilakukan pelepasan secara manual.

Tata Laksana Kala Tiga

Pemijatan uterus setelah pelahiran plasenta direkomendasikan oleh banyak orang untuk mencegah perdarahan postpartum. Kami mendukung tindakan ini tetapi tetap memperhatikan bahwa bukti tindakan ini sangat sedikit (Hofmeyr dkk., 2008). Oksitosin, ergonovin, dan metilergenovin digunakan secara luas pada persalinan normal kala tiga, tetapi waktu pemberiannya berbeda pada berbagai institusi. Oksitosin, dan khususnya ergonovine yang diberikan sebelum pelahiran plasenta akan mengurangi perdarahan (prendivile dkk., 1988a). namun, jika obat ini diberikan sebelum pelahiran plasenta, dapat memerangkap neonates kembar yang kedua, yang belum terlahir dan yang tidak terdiagnosis. Namun, Jackson dkk,,. (2001), yang secara acak memberikan infus 20 unit oksitosin yang dilarutkan dalam 500mL cairan normal saline, sebelum atau sesudah pelahiran plasenta pada 1486 wanita, tidak menemukan perbedaan hasil akhir.

Jika diberikan infus intravena, tindakan standar kami adalah menambahkan 20 unit (2 mL) oksitosin per liter cairan infus. Larutan ini diberikan setelah pelahiran plasenta dengan kecepatan 10mL/menit (200 mU/menit) selama beberapa menit hingga uterus tetap berkontraksi secara adekuat dan perdarahan terkontrol. Kecepatan infus kemudian diturunkan menjadi 1 hingga 2 mL/menit sampai ibu siap untuk dipindahkan dari ruang pemulihan ke unit postpartum.Infus biasanya dihentikan.

Oksitosin

Bentuk sintetik oksitosin oktapeptida yang tersedia secara komersial di Amerika Serikat yaitu syntocinon dan Pitocin.Setiap militer oksitosin yang diinjeksi, yang tidak efektif bila diberikan per oral, mengandung 10 USP unit.Waktu paruh oksitosin yang diinfuskan secara intravena sekitar 3 mneit.Sebelum pelahiran, uterus dengan persalinan spontan biasanya sangat sensitive terhadap oksitosin dan dosis dititrasi secara seksama untuk mendapatkan kontraksi yang adekuat.Namun, setelah pelahiran janin, ancaman ini tidak ada lagi dan dosis tetap, seperti yang telah dibahas sebelumnya dapat digunakan.

Persalinan Kala Empat

Plasenta, membrane, dan tali pusat harus diperiksa kelengkapannya dan ada/tidaknya anomaly. Beberapa jam segera setelah pelahiran adalah masa kritis, dan oleh sejumlah orang disebut sebagai persalinankala empat. Meskipun oksitosin telah diberikan, perdarahan pascapartm sebagai akibat atoni uterus lebih mungkin terjadi pada saat ini.Akibatnya, uterus dan perineum harus sering dievaluasi. The American Academy of Pediatrics and The American College of Obstetricians and Gynecologists (2007) merekomendasikan bahwa tekanan darah dan denyut nadi ibu dicatat segera setelah pelahiran dan setiap 15 menit selama satu jam pertama.

Episiotomi

Dalam arti sempit, episiotomy adalah insisi pudendus.Perineotomi adalah insisi perineum. Namun, secara umum istilah episiotomi sering disamakan dengan perineotomi, suatu istilah yang akan kita gunakan disini. Insisi dapat dilakukan di garis tengah, membentuk episiotomi median atau garis tengah. Insisi juga dapat dimulai digaris tengah tapi diarahkan ke lateral dan menuju ke bawah menjauhi rectum disebut episiotomi mediolateral.