Diagnosa Keperawatan
-
Upload
adi-adriansyah -
Category
Documents
-
view
403 -
download
6
description
Transcript of Diagnosa Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan sereral berhubungan dengan interupsi aliran
darah : gangguan oklusif, hemoragi
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromuscular:
kelemahan, parastesia dan kerusakan perceptual/kognitif
c. Kerusakan komunikasi (verbal dan non verbal) berhubungan dengan
kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan neuromuscular, kehilangan
tonus/control otot fasia/oral
d. Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan perubahan sensori
persepsi, transmisi, integrasi (trauma neurologist), stress psikologis
e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kekuatan dan
tahanan, kehilangan control/koordinasi otot, kerusakan perceptual/kognitif,
nyeri, depresi
f. Kerusakan menelan berhubungan dengan kerusakan
neuromuscular/perceptual
g. Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat,
keterbatasan kognitif.
2. Intervensi Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran
darah : gangguan oklusif, hemoragi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan perfusi jaringan serebral adekuat.
Kriteria hasil :
1) Mempertahankan tingkat kesadaran membaik, fungsi kognitif dan
motorik/sensori
2) Tanda-tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
3) Menunjukkan tidak ada kelanjutan deteriorasi/kekambuhan deficit
Intervensi :
1) Temukan factor-faktor yang berhubungan dengan keadaan/penyebab
khusus selama koma/penurunan perfusi serebral dan potensial
terjadinya peningkatan TIK.
R: kerusakan/kemunduran tanda dan gejala neurologist atau kegagalan
memperbaikinya setelah fase awal memerlukan tindakan pembedahan.
2) Pantau status neurologist dan bandingkan dengan keadaan normal
R : mengetahui tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan
mengetahui lokasi, luas dan kemajuan/resolusi kerusakan SSP
3) Pantau tanda-tanda vital
R: variasi mungkin terjadi oleh karena tekanan atau trauma serebral
pada daerah vasomotor otak
4) Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan dan reaksi terhadap
cahaya.
R : reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotorius (III) dan berguna
dalam menentukan apakah batang otak tersebut masih dalam keadaan
baik.
5) Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi
anatomis (netral)
R : menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainage dan
meningkatkan sirkulasi/perfusi serebral
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat seperti antikoagulasi,
antifibrolitik dan antihipertensi
7) Kolaborasi dengan petugas laboratorium seperti pemeriksaan nasa
protrombin dan kadar dilantin
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan
neuromuscular : kelemahan, parastesia dan kerusakan perceptual/kognitif
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan kerusakan mobilitas fisik teratasi.
Kriteria hasil :
1) Mempertahankan posisi optimal dengan tidak adanya kontraktur,
footdrop
2) Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh
yang terkena
3) Mempertahankan integritas kulit
Intervensi :
1) Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan
dengan cara yang teratur
R : mengidentifikasikan kekuatan/kelemahan
2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam
R : menurunkan resiko terjadinya trauma/iskemia jaringan
3) Melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua
ekstremitas
R : meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu
mencegah kontraktur, menurunkan resiko terjadinya hiperkalsiuria dan
osteoporosis
4) Tinggikan tangan dan kepala
R : meningkatkan aliran balik vena dan mencegah edema
5) Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi
R : mempertahankan posisi fungsional
6) Observasi daerah yang terkena termasuk warna, edema dan tanda lain
dari gangguan sirkuasi
R : jaringan yang mengalami edema lebih mudah mengalami trauma
7) Inspeksi kulit terutama pada daerah-daerah yang meonjol secara
teratur
R : titik-titik tekanan pada daerah yang menonjol paling beresiko untuk
terjadinya penurunan perfusi/iskemia.
8) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi dalam latihan resistif
R : menjaga kekurangan tersebut dalam keseimbangan, koordinasi dan
kekuatan
9) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat relaksan otot seperti
baklofen dan dantrolen
c. Kerusakan komunikasi (verbal dan non verbal) berhubungan dengan
kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan neuromuscular, kehilangan
tonus/control otot fasia/oral
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan kerusakan komunikasi teratasi.
Kriteria hasil :
1) Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi
2) Membuat metode komunikasi
Intervensi :
1) Kaji tipe/derajat disfungsi
R : membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral
yang terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa atau seluruh tahap
komunikasi
2) Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana, ulangi dengan
kata/kalimat yang sederhana
R : melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik
3) Tunjukkan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda
tersebut
R : melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik
4) Minta pasien untuk menulis nama dan/atau kalimat yang pendek
R : menilai kemampuan menulis (agrafia) dan kekurangan dalam
membaca yang benar (aleksia)
5) Berikan metode komunikasi alternative seperti menulis di papan tulis,
menggambar.
R : memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan keadaan.
6) Diskusikan mengenai hal-hal yang dikebal pasien seperti pekerjaan dan
hobi
R : meningkatkan percakapan yang bermakna
7) Kolaborasi dengan ahli terapi wicara
R : pengkajian secara individual kemampuan bicara dan sensori,
motorik dan kognitif berfungsi untuk mengidentifikasi
kekurangan/kebutuhan terapi.
d. Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan perubahan sensori
persepsi, transmisi, integrasi (trauma neurologist), stress psikologis
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan perubahan sensori persepsi teratasi.
Kriteria hasil :
1) Memulai/mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perceptual
2) Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan
residual
Intervensi :
1) Lihat kembali proses patologis individual
R : kesadaran akan tipe/daerah yang terkena membanty dalam
mengkaji/mengantisipasi deficit spesifik dan perawatan
2) Evaluasi adanya gangguan penglihatan
R : berdampak negative pada kemampuan pasien untuk menerima
lingkungan
3) Ciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan perabitan yang
berbahaya
R : menurunkan/membatasi jumlah stimulasi penglihatan yang mungkin
dapat menimbulkan kebingungan terhadap interpretasi lingkungan
4) Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/dingin,
tajam/tumpul
R : penurunan kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan perasaan
kinetic berpengaruh buruk terhadap keseimbangan/posisi tubuh dan
kesesuain dari gerak yang mengganggu ambulasi.
5) Lindungi pasien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lingkungan
yang membahayakan.
R : meningkatkan keamanan pasien dan menurunkan resiko terjadinya
trauma
6) Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan
R : menurunkan ansietas dan respon emosi yang
berlebihan/kebingungan yang berhubungan dengan sensori berlebihan
7) Bicara dengan tenang, perlahan, dengan menggunakan kalimat yang
pendek. Pertahakan kontak mata
R : Pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang pertahian
atau masalah pemahaman.
e. Deficit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kekuatan dan
tahanan, kehilangan control/koordinasi otot, kerusakan perceptual/kognitif,
nyeri, depresi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan defisit perawatan diri teratasi.
Kriteria hasil :
1) Mendemonstrasikan teknik/perubahan gaya hidup untuk memenuhi
kebutuhan perawatan diri.
2) Melakukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri
Intervensi :
1) Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan untuk melakukan kebutuhan
sehari-hari.
R : membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan
kebutuhan secara individual.
2) Sadari perilaku/aktivitas impulsive karena gangguan dalam mengambil
keputusan.
R : dapat menunjukkan kebutuhan intervensi dan pengawasan
tambahan untuk meningkatkan keamanan pasien
3) Letakkan makanan dan alat-alat lainnya pada sisi pasien yang tidak
sakit
R : memudahkan pasien untuk memenuhi kebutuhannya secara mandiri
4) Gunakan alat bantu pribadi
R : pasien dapat menangani diri sendiri, meningkatkan kemandirian dan
harga diri
5) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ahli terapi okupasi
R : memberi bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana
terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus.
f. Resiko kerusakan menelan berhubungan dengan kerusakan
neuromuscular/ perceptual
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan tidak terjadi kerusakan menelan.
Kriteria hasil :
1) Mendemostrasikan metode makan tepat untuk situasi individual dengan
aspirasi tercegah
2) Mempertahankan berat badan yang ideal
Intervensi :
1) Catat luasnya paralysis fasial, gangguan lidah, kemampuan melindungi
jalan nafas. Timbang BB secara teratur sesuai kebutuhan.
R : untuk menentukan intervensi nutrisi/pilihan rute
2) Letakkan pasien pada posisi duduk/tegak selama dan setelah makan.
R : menggunakan gravitasi untuk memudahkan proses menelan dan
menurunkan resiko terjadinya aspirasi.
3) Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu.
R : memberikan simulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat
mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan.
4) Berikan makanan perlahan pada lingkungan yang tenang.
R : pasien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya
distraksi/gangguan dari luar.
5) Anjurkan pasien untuk menggunakan sedotan untuk minum.
R : menguatkan otot fasial dan menurunkan resioko terjadinya tersedak.
6) Pertahankan masukan dan haluaran dengan akurat, catat jumlah kalori
yang masuk.
R : jika usaha menelan tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan
cairan dan nutrisi, harus dicarikan metode alternative lain untuk makan.
7) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian makanan melalui IV
dan/atau makanan melalui selang
R : mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga
makanan jika pasien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu
melalui mulut.
g. Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat,
keterbatasan kognitif
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan pengetahuan klien dan keluarga bertambah.
Kriteria hasil :
1) Berpartisipasi dalam proses belajar
2) Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi/prognosis dan aturan
terapeutik
3) Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan
Intervensi :
1) Evaluasi tipe/derajat dari gangguan persepsi sensori
R : deficit mempengaruhi pilihan metode pengajaran dan
isi/kompleksitas intruksi.
2) Tinjau ulang/pertegas kembali pengobatan yang diberikan. Identifikasi
cara meneruskan program setelah pulang.
R : aktivitas yang dianjurkan, pembatasan dan kebutuhan obat/terapi
dibuat pada dasar pendekatan interdisiplin terkoordinasi. Mengikuti cara
tersebut merupakan suatu hal penting pada kemajuan
pemulihan/pencegahan komplikasi.
3) Diskusikan rencana untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
R : berbagai tingkat bantuan mungkin diperlukan/perlu direncanakan
berdasarkan pada kebutuhan secara individual
4) Sarankan pasien menurunkan/membatasi stimulasi lingkungan
terutama selama kegiatan berpikir
R : simulasi yang beragam dapat memperbesar gangguan proses
berpikir.
5) Indentifikasi factor-faktor resiko individual seperti hipertensi, obesitas,
merokok, arterioklerosis dan perubahan pola hidup yang penting
R : meningkatkan kesehatan secara umum dan menurunkan resiko
kambuh.
6) Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan control secara medis,
contohnya perubahan fungsi penglihatan, sensorik, motorik, gangguan
respon mental atau perilaku dan sakit kepala yang hebat.
R : evaluasi dan intervensi dengan cepat menurunkan resiko terjadinya
komplikasi/kehilangan fungsi yang berlanjut.
3. Implementasi Keperawatan
Tahap pelaksanaan merupakan langkah keempat dalam proses keperawatan
dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan)
yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam tahap ini
perawata harus mengetahui berbagai hal, diantaranya bahaya – bahaya fisik
dan perlindungan pada klien, tehnik komunikasi, kemampuan dalam prosedur
tindakan, pemahaman tentang hak – hak dari klien serta dalam memahami
tingkat perkembangan klein. Dalam pelaksanaan rencana tindakan terdapat
dua jenis tindakan, yaitu tindakan jenis mandiri dan tindakan kolaborasi.
Tujuan dari pelaksaan keperawatan yaitu membantu klien dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping. Selama
tahap pelaksanaan, perawat terus melakukan pengumpulan data dan memilih
tindakan perawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan klien.
4. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan merupakan tahap mekanisme umpan balik
diman perawat menilai tercapai atau tidaknya tujuan yang diharapkan sesuai
dengan rencana yang telah dibuat. Dengan demikian evaluasi dapat berupa
evaluasi formatif maupun evaluasi sumatif.
Evaluasi formatif dilakukan terus menerus selama melakukan tindakan
keperawatan. Evaluasi ini berguna untuk menilai setiap dalam perencanaan,
mengukur kemajuan klien dalam menentukan keefektifan rencana atau
menentukan apakah rencana tersebut dapat diteruskan, perlu diubah, atau
sudah tercapai.
Evaluasi sumatif adalah evaluasiakhir yang menggambarkan apakah tujuan
akhiir tercapai atau tidak sesuai dengan rencana tindakan atau hanya tercapai
sebagian atau bahkan timbul masalah keperawatan yang baru.
Adapun hasil evaluasi yang diharapkan pada klien dengan stroke haemoragik
diantaranya ialah:
a. perfusi jaringan serebral adekuat.
b. kerusakan mobilitas fisik teratasi.
c. kerusakan komunikasi teratasi
d. perubahan sensori persepsi teratasi
e. defisit perawatan diri teratasi.
f. tidak terjadi kerusakan menelan.
g. pengetahuan klien dan keluarga bertambah.
BAB III
TINJAUAN KASUS
Tanggal Pengkajian : 07 Juni 2011
Ruang/ Kelas : ICU
Nomor Register : 37 40 70
Diagnosa Medis : Stroke Haemoragic
Tanggal Masuk : 07 Juni 2011
1. Pengkajian
1. Identitas Klien
Klien bernama Tn. N berusia 50 tahun, berjenis kelamin laki – laki, status
pernikahan kawin, beragama Islam, suku bangsa Sunda, dan bahasa yang
digunakan adalah bahasa Indonesia. Pendidikan terakhir klien SMA, klien
bekerja sebagai TNI, dengan pangkat Tamtama. Klien bertempat tinggal di
Kampung Panancangan Desa Cimenteng Jaya. Sumber biaya berasal dari
Askes. Informasi didapat dari keluarga klien, dan status klien.
2. Resume
Tn. N datang ke ICU RSPAD Gatot Soebroto Jakarta Pusat diantar oleh
perawat IGD pukul 22.00 WIB dengan keadaan tidak sadar. Kesadaran klien
sopor, terpasang infuse RL pada kedua tangan kanan dan kirinya, terpasang
keteter dengan volume urine 300 cc, NGT, dan ETT, serta di lakukan bantuan
nafas dengan menggunakan ambubag.
30
3. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluarga klien mengatakan klien dibawa ke RSPAD Gatot Soebroto karena
keluar busa dari mulut klien sejak 14 jam sebelum masuk rumah sakit,
keluarga tidak mengetahui factor pencetusnya, timbulnya secara
mendadak, upaya yang dilakukan keluarga klien selama ini yaitu pergi
berobat di rumah sakit.
b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Keluarga klien mengatakan klien tidak mempunyai riwayat alergi, baik alergi
obat, makanan, binatang, maupun lingkungan. Klien tidak memiliki riwayat
kecelakaan, klien pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya. Klien tidak
memiliki riwayat alergi obat. Klien memiliki riwayat penyakit hipertensi dan
DM.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keterangan:
: laki – laki : hubungan keluarga
: perempuan : hubungan perkawinan
: meninggal : tinggal satu rumah
: klien
d. Riwayat Psikososial Dan Spiritual
Keluarga klien mengatakan orang terdekat klien saat ini adalah istri klien.
Interaksi dalam keluarga harmonis dengan pola komunikasi terbuka,
pembuat keputusan adalah keluarga atau secara musyawarah, dan klien
mengikuti kegiatan kemasyarakatan. Dampak penyakit klien terhadap
keluarga ialah keluarga menjadi sangat khawatir dengan kondisi klien saat
ini. Keluarga klien terlihat sangat mensupport klien agar cepat sembuh.
Keluarga perhatian penuh terhadap perawatan klien dan menginginkan
perawatan yang terbaik untuk kesembuhan klien. Tugas perkembangna
klien menurut usia saat ini ialah bekerja. Tidak ada nilai – nilai yang
bertentangan kesehatan klien, aktivitas keagamaan yang biasa dilakukan
klien ialah shalat lima waktu dan berdoa kepada Allah SWT.
e. Kondisi Lingkungan Rumah
Keluarga klien mengatakan kondisi rumahnya bersih, selalu disapu dan
dipel setiap hari. Lingkungan sekitar rumah klien padat, tetapi tidak kumuh.
Rumah klien jauh dari polusi udara dan bising perusahaan atau pabrik.
f. Pola Kebiasaan Di Rumah Sakit
Saat dirumah sakit klien makan melalui NGT dengan D 5% 6 x 50 cc dan
Peptisol 6 x 100 cc. BB klien 60 kg dan TB 170 cm.
Klien mandi 1 x/ hari pada pagi hari dimandikan oleh perawat ruangan, oral
hygiene 1 x/ hari menggunakan dilakukan oleh perawat ruangan dengan
menggunakan Gargarisma, klien tidak mencuci rambut.
4. Pengkajian Fisik
a. Sistem Penglihatan
Posisi mata simetris, kelopak mata normal, pergerakan bola mata normal,
konjungtiva merah muda, korne normal, sklera anikterik, pupil isokor, otot –
otot mata tidak ada kelainan, fungsi penglihatan baik, tidak ada tanda –
tanda radang, tidak menggunakan kaca mata maupun lensa kontak, reaksi
terhadap cahaya baik.
b. Sistem Pendengaran
Daun telinga normal, kondisi telingan normal, tidak ada cairan dari telinga,
tidak ada tinitus, fungsi pendengaran normal, tidak menggunakan alat bantu
pendengaran.
c. Sistem Wicara
Tidak terkaji karena kesadaran klien sopor.
d. Sistem Pernapasan
Jalan napas klien ada sumbatan yaitu sputum kental berwarna kuning, klien
bernafas menggunakan ventilator dengan TV: 400, RR: 12 x/menit, Peep:
5, FiO2 60%, PS: 15, irama teratur, klien tidak batuk, suara napas ronkhi.
e. Sistem Kardiovaskular
Sirkulasi perifer, nadi 98 x/ menit dengan irama teratur dan denyut kuat, TD:
174/90 mmHg, tidak ada distensi vena jugularis pada kanan dan kiri,
temperatur kulit dingin, warna kulit kemerahan, pengisian kapiler < 3 detik,
tidak ada edema. Kecepatan denyut apical 102 x/ menit dengan irama
teratur, tidak ada kelainan bunyi jantung.
f. Sistem Hematologi
Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 26 Januari 2010, yaitu:
Hb : 8,9 gr/ dl Ht : 27 vol% leukosit: 13, 7 ribu/ ul
Trombosit: 271 ribu/ul
g. Sistem Saraf Pusat
Tingkat kesadaran klien sopor, GCS 4, terjadi peningkatan tekanan intra
kranial.
h. Sistem Pencernaan
Keadaan mulut klien tidak ada caries pada gigi, tidak menggunakan gigi
palsu, ada stomatitis, lidah kotor, salifa normal, bising usus 10 x/ menit,
klien tidak megalami diare, warna feses cokelat dengan konsistensi lembek,
hepar tidak teraba, dan abdomen baik.
i. Sistem Endokrin
Napas tidak berbau keton, klien tidak mengalami poliuri, polidipsi,
poliphagia, dan polinefritis.
j. Sistem Urogenital
Klien terpasang kateter, BAK dengan volume 1300 cc/ hari, warna kuning
jernih, tidak ada distensi pada kandung kemih
k. Sistem Integumen
Turgor kulit sedang, warna kulit kemerahan, keadaan kulit baik, keadaan
rambut bersih dengan tekstur baik.
l. Sistem Muskuloskeletal
Tidak ada fraktur, tidak ada kelainan bentuk tulang sendi. Keadaan tonus
otot
m. Sistem Kekebalan Tubuh
Suhu 35, 7O C, BB sebelum sakit 62 kg, BB setelah sakit 60 kg, tidak ada
pembesaran kelenjar getah bening.
5. Data Penunjang
Hasil CT Scan pada tanggal 07 Juni 2011 yaitu adanya hematoma di thalamus
kiri yang masuk kedalam seluruh system ventrikel disertai edema serebri
generalisata.
0000 00000000 0000
6. Penatalaksanaan
a. IVFD
1) RL : NaCl 0,9 % (1:2) 60 %
2) Gelofusin 60 %
3) Perdipin 10/50
4) Myloz 45/45 5 cc/ jam
5) Manitol 4 x 125 cc
6) Dipeptiven untuk 5 hari 100 cc
b. Obat
1) Ceftriaxone 1 x 2 gr
2) OMZ 2 x 40 mg
3) Phenitoin 3 x 100 mg
4) Citicolin 2 x 500 mg
5) Sohobion 5000 1 x 1 amp
6) Vit. C 1 x 400 mg
DATA FOKUS
Nama Klien/ Umur : Tn. N/ 50 tahun
No. Kamar/ Ruang : D3/ ICU
Data Subyektif Data Obyektif
1. Jalan napas klien ada sumbatan yaitu
sputum kental berwarna kuning.
2. Klien bernafas menggunakan
ventilator dengan TV: 400, RR: 12
x/menit, Peep: 5, FiO2 60%, PS: 15.
3. Suara napas ronkhi.
4. Tingkat kesadaran klien sopor.
5. GCS 4.
6. Terjadi peningkatan tekanan intra
kranial.
7. Klien mandi 1 x/ hari pada pagi hari
dimandikan oleh perawat ruangan.
8. Oral hygiene 1 x/ hari menggunakan
dilakukan oleh perawat ruangan
dengan menggunakan Gargarisma.
9. TTV: TD 174/90 mmHg, N: 98 x/
menit, S: 35, 7 oC.
10.Hasil CT Scan pada tanggal 07 Juni
2011 yaitu adanya hematoma di
thalamus kiri yang masuk kedalam
seluruh system ventrikel disertai
edema serebri generalisata.
11.Hasil pemeriksaan laboratorium pada
tanggal 07 Juni 2011
Hb : 8,9
Ht : 27
Eritrosit : 3,3
Leukosit : 13.700
Trombosit : 271.000
MCV : 83
MCH : 27
MCHC : 33
Albumin : 2,5
Ureum : 75
Kreatinin : 145
Natrium : 2,9
Kalium : 99
Klorida : 178
pH : 7,477
PCO2 : 27,8
PO2 : 212,2
HCO3 : 20,8
Base exces : -1,8
O2 saturation : 98,8
ANALISA DATA
Nama Klien/ Umur : Tn. N/ 50 tahun
No. Kamar/ Ruang : D3/ ICU
No. Data Masalah Etiologi
1.
2.
3.
DS : -
DO:
a. Jalan napas klien ada sumbatan yaitu sputum
kental berwarna kuning.
b. Klien bernafas menggunakan ventilator dengan
TV: 400, RR: 12 x/menit, Peep: 5, FiO2 60%,
PS: 15.
c. Suara napas ronkhi.
d. Tingkat kesadaran klien sopor.
e. TTV: TD 174/90 mmHg, N: 98 x/ menit, S: 35, 7 oC.
DS : -
DO:
a. Tingkat kesadaran klien sopor.
b. GCS 4.
c. TTV: TD 174/90 mmHg, N: 98 x/ menit, S: 35, 7 oC.
d. Hasil CT Scan pada tanggal 07 Juni 2011 yaitu
adanya hematoma di thalamus kiri yang masuk
kedalam seluruh system ventrikel disertai
edema serebri generalisata.
DS : -
DO:
a. Klien mandi 1 x/ hari pada pagi hari dimandikan
oleh perawat ruangan.
b. Oral hygiene 1 x/ hari menggunakan dilakukan
oleh perawat ruangan dengan menggunakan
Gargarisma.
Bersihan
jalan nafas
inefektif
Perubahan
perfusi
jaringan
serebral
Kerusakan
mobilitas
fisik
Akumulasi
secret
Hemoragi,
edema
serebral.
Paralisis
2. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan akumulasi secret, ditemukan
pada tanggal 07 Juni 2011.
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hemoragi, edema
serebral, ditemukan pada tanggal 07 Juni 2011.
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan paralisis, ditemukan pada tanggal
07 Juni 2011.
3. Perencanaan, Pelaksanaan, dan Evaluasi
1. Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan akumulasi secret.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan jalan nafas efektif.
Kriteria hasil:
a. TTV dalam batas normal
b. Kesadaran klien membaik.
c. GCS 15
d. Tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK.
Perencanaan:
a. Monitor frekuensi dan kedalaman pernapasan.
R/ : Pernapasan lambat, periode apnea dapat menandakan perlunya
ventilasi mekanik. Peningkatan frekuensi pernafasan mengindikasikan
kesulitan dalam pengiriman oksigen, dan penurunan frekuensi pernapasan
mengidikasikan tanda akan terjadi kegagalan nafas.
b. Tinggikan kepala tempat tidur/ posisi fowler
R/ : Posisi fowler/semi fowler memfasilitasi diafragma untuk mengembang
dan mengempis, sehingga ekspansi paru atau ventilasi paru dan
menurunkan kemungkinan lidah jatuh yang dapat menyumbat jalan napas.
c. Lakukan suction dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik.
Catat warna dan kekeruhan dari secret.
R/ : Suction dibutuhkan jika pasien koma atau keadaan imobilisasi dan tidak
dapat membersihkan jalan napas sendiri. Penghisapan pada trakea yang
lebih dalam harus dilakukan dengan hati-hati karena hal tersebut dapat
menyebabkan atau meningkatkan hipoksia yang dapat menimbulkan
vasokontriksi sehingga suplai oksigen ke serebral akan mengalami
gangguan.
d. Auskultasi suara paru, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya
suarasuara tambahan yang tidak normal (seperti; ronchi, wheezing dll).
R/ : Untuk emngidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis,
kongesti, atau obstruksi jala napas yang membahayakan oksigenasi
serebral dan atau menunjukkan tanda adanya infeksi paru (merupakan
komplikasi dari pasien yang imobilisasi lama).
e. Kaji tanda-tanda sianosis tiap 4 jam (atau sesuai kondisi pasien).
R/ : cicumoral cyanosis atau cyanosis pada ujung-ujung jari atau pada
ujung hidung mengindikasikan hipoksia akibat kekurangan oksigen di
jaringan perifer.
f. Kolaborasi dalam pemberian oksigen 2-4 lt/menit
R/ : meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar, yang dapat menurunkan
hipoksemia jaringan. pemberian oksigen nasal untuk membantu memenuhi
kebutuhan oksigen bagi tubuh yang kekurangan untuk kebutuhan miokard
untuk melawan hipoksia/iskemia.
g. Monitor analisis gas darah
R/ : Memantau kecukupan kebutuhan oksigen, pemeriksaan AGD dapat
diketahui terjadinya hipoksia ataupun gangguan keseimbangan asam basa,
sehingga dapat membantu dalam pemberian terapi.
Pelaksanaan:
Selasa, 07 Juni 2011
Pukul 22.10 WIB Kolaborasi dalam pemberian oksigen 2-4 lt/menit, klien
terpasang ventilator dengan TV: 400, RR: 12 x/menit, Peep: 5, FiO2 60%, PS:
15. Pukul 22.15 WIB Memonitor frekuensi dan kedalaman pernapasan, klien
bernafas menggunakan ventilator dengan TV: 400, RR: 12 x/menit, Peep: 5,
FiO2 60%, PS: 15. Pukul 22.20 WIB Meninggikan kepala tempat tidur/ posisi
fowler, klien berbaring dengan posisi semi fowler. Pukul 22.30 WIB Kolaborasi
dengan perawat ruangan dalam melakukan suction, secret berwarna kuning
kental. Pukul 22.40 Mengauskultasi suara paru, suara paru ronkhi. Pukul 22.45
WIB Mengkaji tanda-tanda sianosis tiap 4 jam (atau sesuai kondisi pasien),
tidak ada tanda-tanda sianosis. Pukul 04.00 WIB Kolaborasi dengan perawat
ruangan dalam mengambil darah untuk analisis gas darah, Ph: 7,477, PCO2 :
27,8, PO2 : 212,2, HCO3 : 20,8, Base exces : -1,8, O2 saturation : 98,8.
Rabu, 08 Juni 2011
Pukul 21.00 WIB Memonitor frekuensi dan kedalaman pernapasan, klien
bernafas menggunakan ventilator dengan TV: 400, RR: 12 x/menit, Peep: 5,
FiO2 60%, PS: 15. Pukul 21.15 WIB Kolaborasi dengan perawat ruangan dalam
melakukan suctionm, secret berwarna kuning kental. Pukul 21.30 WIB
Mengauskultasi suara paru, suara paru masih ronkhi. Pukul 21.45 WIB
Mengkaji tanda-tanda sianosis tiap 4 jam (atau sesuai kondisi pasien), tidak ada
tanda-tanda sianosis. Pukul 04.00 WIB Kolaborasi dengan perawat ruangan
dalam mengambil darah untuk analisis gas darah, Ph: 7,393, PCO2: 35,1, pO2:
145,8, HCO3: 21,6, Base case: -2,3, O2 satoration: 98,7.
Evaluasi:
Rabu, 09 Juni 2011 pukul 07.30 WIB
S : -
O : Klien bernafas menggunakan ventilator dengan TV: 400, RR: 12
x/menit, Peep: 5, FiO2 60%, PS: 15, secret berwarna kuning kental,
suara nafas ronkhi, tidak ada tanda-tanda sianosis, Ph: 7,393, PCO2:
35,1, pO2: 145,8, HCO3: 21,6, Base case: -2,3, O2 satoration: 98,7
A : Masalah belum teratasi, tujuan tidak tercapai.
P : Intervensi dilanjutkan
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hemoragi, edema
serebral.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan perfusi jaringan serebral adekuat.
Kriteria hasil:
a. TTV dalam batas normal
b. Kesadaran klien membaik.
c. GCS 15
d. Tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK.
Perencanaan:
a. Kaji status neuralgis
R/ : Mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial
penurunan TIK dan mengetahui lokasi. Luas dan resolusi kerusakan SSP.
b. Tentukan factor – factor yang berhubungan dengan penyebab khusus
selama penurunan perfusi.
R/: Mengetahui keadaan umum klien, memantau adanya peruabahan yang
mencolok dan untuk penetapan intervensi.
c. Ukur TTV
R/ : Mengetahui keadaan umum klien dan memantau adanya perubahan
yang mecolok
d. Posisikan klien dengan posisi kepala agak ditinggikan dalam posisi
anatomis
R/ : Menurunkan tekanan arteri dengan menaikan drainage dan menaikan
sirkulasi/ perfusi serebral.
e. Cegah terjadinya mengejan saat defekasi dan pernafasan (batuk terus)
R/ : Manuver valvasa dapat menaikan TIK dan memperbesar resiko
perdarahan.
Pelaksanaan:
Selasa, 07 Juni 2011
Pukul 22.25 WIB Mengkaji status neurologis. Dengan cara menilai GCS,
kesadaran spoor, GCS px E2 M2 V0 = 4. Pukul 22.35 WIB Menentukkan factor –
factor yang berhubungan dengan penyebab khusus selama penurunan perfusi,
dari hasil CT Scan didapatkan data adanya hematoma pada thalamus kiri.
Pukul 23.00 WIB Mengukur TTV tiap 1 jam, TD : 175/84 mmHg, N : 95 x/mnt,
S : 35,8 oC, RR : 12 x/mnt. Pukul 05.00 WIB Memposisikan klien dengan posisi
kepala agak di dirikan dan dalam posisi anatomis, klien belum bisa untuk
merubah posisi. Pukul 05.15 WIB Mencegah terjadinya mengejan saat defekasi
dan pernafasan yang memaksa ( batuk – batuk terus), klien tidak mengejan
ataupun batuk karena kesadaran klien sopor.
Rabu, 08 Juni 2011
Pukul 21.40 WIB Mengkaji status neurologis. Dengan cara menilai GCS,
kesadaran sopor, GCS E2 M4 V0 = 6. Pukul 22.00 WIB Mengukur TTV tiap 1
jam, TD : 172/92 mmHg, N : 99 x/mnt, S : 36 oC, RR : 12 x/mnt.Pukul 05.30 WIB
Memposisikan klien dengan posisi kepala agak di dirikan dan dalam posisi
anatomis, klien belum bisa untuk merubah posisi.
Evaluasi:
Rabu, 08 Juni 2011 pukul 07.30 WIB
S : -
O : kesadaran sopor, GCS E2 M4 V0 = 6, TTV: TD : 172/92 mmHg, N : 99
x/mnt, S : 36 oC, RR : 12 x/mnt,
A : Masalah belum teratasi, tujuan tidak tercapai.
P : Intervensi dilanjutkan
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan paralisis.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan mobilitas fisik dapat terpenuhi.
Kriteria hasil:
a. Klien dapat untuk merubah posisi (miring kanan).
b. Klien dapat menggerakkan tangan kanan dan kaki kanan.
c. Klien tidak dibantu dalam melakukan aktivitas sehari – hari (makan,mandi).
Perencanaan:
a. Ubah posisi minimal setiap 2 jam (terlentang,miring) dan jika
memungkinkan bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian yang
terganggu.
R/ : Menurunkan terjadinya trauma jaringan
b. Lakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas.
R/ : meminimalkan atrofi otot menaikan sirkulasi, membantu mencegah
kontraktur.
c. Gunakan penyangga lengan ketika klien berada posisi tegak sesuai indikasi
R/ : selama paralisis flaksid penggunaan penyangga dapat menurunkan
resiko terjadinya subluksasio lengan dan sindrom bahu-lengan
d. Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi.
R/ : Mempertahankan posisi fungsional
e. Observasi daerah yang tertekan termasuk warna, edema, atau tanda lain
dari gangguan sirkulasi.
R/ : Jaringan yang mengalami edema lebih mudah mengalami trauma dan
penyembuhannya lambat.
f. Inspeksi kulit terutama pada daerah-daerah yang menonjol secara teratur.
Lakukan masase secara berhati-hati pada daerah kemerahan dan berikan
alat bantu seperti bantalan lunak sesuai kebutuhan.
R/ : Titik-titik tekanan pada daerah yang menonjol paling beresiko untuk
terjadinya penurunan perfusi/iskemia. Stimulasi sirkulasi dan memberikan
bantalan membantu mencegah kerusakan kulit dan berkembangnya
dekubitus.
Pelaksanaan:
Selasa, 07 Juni 2011
Pukul 24.00 WIB Mengubah posisi minimal setiap 2 jam ( terlentang, miring )
dan jika memungkinkan bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian
yang terganggu, klien bisa dimiringkan namun harus disanggah.Pukul 05.30
WIB Melakukan latihan rentang gerak aktif pasif pada semua ekstrimitasi, klien
tidak bisa menggerakan seluruh anggota tubuhnya karena kesadaran klien
sopor. Pukul 06.00 WIB Menggunakan penyangga lengan ketika klien berada
dalam posisi tegak sesuai indikasi, klien tidak dapat melakukan posisi tegak,
kesadaran klien sopor, klien hanya terlentang. Pukul 06.20 WIB Memposisikan
lutut dan panggul dalam posisi ekstensi, posisi lutut ekstensi.
Rabu, 08 Juni 2011
Pukul 05.00 WIB Mengubah posisi minimal setiap 2 jam ( terlentang, miring )
dan jika memungkinkan bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian
yang terganggu, klien bisa dimiringkan namun harus disanggah. Pukul 06.00
WIB Melakukan latihan rentang gerak aktif pasif pada semua ekstrimitasi, klien
tidak bisa menggerakan seluruh anggota tubuhnya karena kesadaran klien
sopor. Pukul 06.30 WIB Mengobservasi daerah yang tertekan termasuk warna,
edema, atau tanda lain dari gangguan sirkulasi, tidak ada edema, pengisian
kapiler < 3 detik. Pukul 06.40 WIB Menginspeksi kulit terutama pada daerah-
daerah yang menonjol secara teratur. Lakukan masase secara berhati-hati
pada daerah kemerahan dan berikan alat bantu seperti bantalan lunak sesuai
kebutuhan, tidak ada luka pada daerah-daerah yang menonjol.
Evaluasi:
Rabu, 08 Juni 2011 pukul 07.30 WIB
S : -
O : Klien bisa dimiringkan namun harus disanggah, klien tidak bisa
menggerakan seluruh anggota tubuhnya karena kesadaran klien spoor,
tidak ada edema, pengisian kapiler < 3 detik, tidak ada luka pada
daerah-daerah yang menonjol.
A : Masalah belum teratasi, tujuan tidak tercapai.
P : Intervensi dilanjutkan
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas mengenai permasalahan atau kesenjangan yang
terjadi antara teori dan kasus, menganalisa faktor – faktor pendukung dan penghambat,
serta alternativ pemecahan masalah dalam memberikan asuhan keperawatan disetiap
tahapannya. Pembahsan ini mecakup pengkajian, diagnovsa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan satu langkah awal dalam proses keperawatan. Pada tahap
ini penulis melakukan pemgkajian pada klien secara menyeluruh yang penulis
dapatkan melalui tehnik anamnesa, tehnik observasi, pemeriksaan fisik, study
kepustakaan, dan study dokumentasi.
Penyebab stroke menurut teori yaitu trombosis, emboli serebral, iskemia/TIA,
perdarahan serebral, faktor resiko stroke terdiri dari non revensible yaitu usia, ras,
jenis kelamin, dan reversible yaitu hipertensi, penyakit jantung, DM, hiperlipidemia,
obesitas, kebiasaan kehidupan : diet, merokok, alkohol, dan kurang aktivitas/olah
raga.Pada kasus penyebab stroke Tn. N berdasarkan hasil CT Scan pada tanggal
07 Juni 2011 yaitu adanya hematoma di thalamus kiri yang masuk kedalam seluruh
system ventrikel disertai edema serebri generalisata dan menurut keluarga klien Tn.
N memiliki penyakit hipertensi dan DM. Gejala klinik yang dialami klien tidak jauh
berbeda dengan teori yaitu penurunan kesadaran, kerusakan motorik, kerusakan
komunikasi.
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan stroke haemoragik yaitu tomografi
computer, angiografi serebral, CT Scan, fungsi lumbal, MRI, ultrasonografi Doppler,
EEG, sinar – x tengkorak. Pada klien hanya dilakukan pemeriksaan CT Scan
dengan hasil adanya hematoma di thalamus kiri yang masuk kedalam seluruh
system ventrikel disertai edema serebri generalisata. Penatalaksanaan medis yang
diberikan pada Tn. N tidak jauh berbeda dengan teori.
Adapun faktor pendukung saat dilakukan pengkajian ini adalah keluarga klien
sangat kooperatif dalam memberikan informasi tentang masalah kesehatan yang
dialami Tn.N, serta tersedianya alat – alat pengkajian fisik yang memadai
diruangan. Sedangkan faktor penghambat nya adalah tidak kooperatif karena saat
dalam pengkajian pasien dalam keadaan tidak sadar atau sopor.
47
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang terdapat pada teori ada 7 yaitu perubahan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah : gangguan oklusif,
hemoragi, kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan
neuromuscular: kelemahan, parastesia dan kerusakan perceptual/kognitif,
kerusakan komunikasi (verbal dan non verbal) berhubungan dengan kerusakan
sirkulasi serebral, kerusakan neuromuscular, kehilangan tonus/control otot
fasia/oral, perubahan sensori persepsi berhubungan dengan perubahan sensori
persepsi, transmisi, integrasi (trauma neurologist), stress psikologis, deficit
perawatan diri berhubungan dengan penurunan kekuatan dan tahanan, kehilangan
control/koordinasi otot, kerusakan perceptual/kognitif, nyeri, depresi, kerusakan
menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuscular/perceptual, kurang
pengetahuan berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat, keterbatasan
kognitif.
Sedangkan pada kasus ditemukan hanya 3 diagnosa yaitu bersihan jalan nafas
inefektif berhubungan dengan akumulasi secret, perubahan perfusi jaringan
serebral berhubungan dengan hemoragi, edema serebral, kerusakan mobilitas fisik
berhubungan dengan paralisis.
Adapun faktor pendukung pada penyusunan diagnosa yaitu tersedianya literatur
(referensi) dan data yang menunjang atau mendukung untuk penetapan diagnosa
keperawatan. Penulis tidak menemukan faktor penghambat pada tahap ini.
C. Perencanaan
Pada tahap ketiga ini ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan perawatat, yaitu
penentuan prioritas, penentuan tujuan dan kriteria hasil, serta penentuan masalah.
Penentuan prioritas masalah keperawatan secara teori ditentukan berdasarkan
masalah yang mengancam jiwa dan berdasarkan kebutuhan Maslow. Pada kasus
Tn. N penulis menetapkan masalah keperawatan yaitu bersihan jalan nafas inefektif
berhubungan dengan akumulasi secret.
Langkah kedua yaitu menentukan tujuan dan kriteria hasil. Penentuan tujuan
mengacu pada masalah keperawatan klien dan penentuan kriteria hasil mengacu
berdasarkan data – data yang ada pada klien. Penentuan kriteria hasil mengacu
pada prinsip SMART.
Langkah ketiga yaitu menyusun rencana tindakan yaitu untuk mencapai tujuan dan
kriteria hasil yang telah ditetapkan sebelumnya. Pada langkah ketiga ini penulis
menyusun rencana tindakan berdasarkan teori.
Pada tahap ini juga penulis tidak menemukan hambatan. Banyak literatur dan
bimbingan perawat ruangan dan bimbingan institusi sangat membantu penulis
melakukan tahap perencanaan ini.
D. Pelaksanaan
Tahap ini merupakan realisasi dari rencana yang telah dibuat namun tidak semua
tindakan mampu dilakukan sesuai rencana karena waktu interaksi dengan klien
tidak dalam waktu 24 jam, melainkan kurang lebih 8 jam per hari, oleh karena itu
untuk mengatasi hal tersebut penulis bekerja sama dengan perawat ruangan untuk
melanjutkan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan sebelumnya.
Secara teori ada tiga langkah dalam proses ini, yaitu tindakan keperawatan mandiri,
tindakan keperawatan kolaborasi, dan mendokumentasikan semua kegiatan
keperawatan yang diberikan pada klien. Penulis melakukan tindakan keperwatan
mandiri dan kolaboratif dan semua yang penulis lakukan didokumentasikan dalam
catatan keperawatan klien. Faktor pendukung yang membuat pelaksanaan
tersebut dapat dilakukan karena kerja sama antara mahasiswa dengan perawat
ruangan dalam melakukan setiap tindakan.
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan umpan balik untuk menilai keberhasilan suatu rencana
keperawatan yang telah dibuat sebelumnya. Evaluasi ini meliputi 2 hal, yaitu
evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses didokumentasikan dalam
catatan keperawatan berupa respon klien setalah dilakukan tindakan keperawatan,
sedangkan evaluasi hasil adalah tahap akhir untuk menilai apakah tujuan tercapai,
tercapai sebagian, atau tidak tercapai.
Evaluasi proses penulis dokumentasikan dalam bentuk respon klien pada setiap
tindakan keperawatan yang penulis lakukan evaluasi hasil didokumentasikan dalam
catatan perkembangan dalam bentuk SOAP. Adapun hasil evaluasi sumatif yang
dilakukan penulis pada tanggal 09 Juni 2011 bersihan jalan nafas inefektif
berhubungan dengan akumulasi secret masalah belum tertasi dan tujuan tidak
tercapai karena klien bernafas menggunakan ventilator dengan TV: 400, RR: 12
x/menit, Peep: 5, FiO2 60%, PS: 15, secret berwarna kuning kental, suara nafas
ronkhi, tidak ada tanda-tanda sianosis, Ph: 7,393, PCO2: 35,1, pO2: 145,8, HCO3:
21,6, Base case: -2,3, O2 satoration: 98,7. Perubahan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan hemoragi, edema serebral evaluasi pada tanggal 09 Juni
2011 masalah belum teratasi dan tujuan tidak tercapai karena kesadaran sopor,
GCS E2 M4 V0 = 6, TTV: TD : 172/92 mmHg, N : 99 x/mnt, S : 36 oC, RR : 12 x/mnt.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan paralisis evaluasi pada tanggal 09
Juni 2011 masalah belum teratasi dan tujuan tida tercapai karena klien bisa
dimiringkan namun harus disanggah, klien tidak bisa menggerakan seluruh anggota
tubuhnya karena kesadaran klien spoor, tidak ada edema, pengisian kapiler < 3
detik, tidak ada luka pada daerah-daerah yang menonjol.
Faktor pendukung dalam evaluasi yaitu kerja sama antara mahasiswa dengan
perawat ruangan dalam melakukan setiap tindakan dan menilai perkembangan
kondisi klien, sedangkan faktor penghambat yaitu keterbatasan waktu yang dimiliki
oleh perawat sehingga masalah belum teratasi.
.
BAB V
PENUTUP
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada klien Tn. N selama dua hari
mulai dari tanggal 07 Juni 2011 sampai dengan 09 Juni 2011 diruang ICU RSPAD
Gatot Soebroto Jakarta maka penulis dapat menarik kesimpulan berdasarkan
pembahasan dari pengkajian sampai evaluasi.
A. Kesimpulan
Pada tahap pengkajian ada beberapa hal yang menjadi kesenjangan antara teori
dan kasus yaitu pemeriksaan penunjang yang dilakukan hanya CT Scan.
Penegakkan diagnosa medis berdasarka gejala klinis yang terjadi pada Tn. N.
Tanda dan gejala serta pengobatan yang didapat Tn. N sesuai dengan teori.
Pada kasus Tn. N diagnosa keperawatan yang muncul yaitu bersihan jalan nafas
inefektif berhubungan dengan akumulasi secret, perubahan perfusi jaringan
serebral berhubungan dengan hemoragi, edema serebral, kerusakan mobilitas fisik
berhubungan dengan paralisis.
Pada kasus Tn. N penulis menetapkan masalah keperawatan yaitu Bersihan jalan
nafas inefektif berhubungan dengan akumulasi secret Penetapan rencana
keperawatan sesuai dengan teori.
Pada pelaksanaan tindakan keperawatan, penulis menemui kesulitan dalam
melakukan tindakan karena keterbatasan waktu yaitu hanya kurang lebih 8 jam per
hari saja, tetapi penulis mengatasi hal itu dengan bekerja sama dengan perawat
ruangan untuk melanjutkan rencana tindakan.
Pada tahap evaluasi ketiga diagnosa belum teratasi tindakan keperawatan masih
dilanjutkan.
B. Saran
Adapun saran yang penulis sampaikan untuk rumah sakit, perawat ruangan, serta
mahasiswa/ i adalah sebagai berikut:
1. Untuk rumah sakit
Supaya mempertahankan serta dapat lebih meningkatkan pelayanan rumah
sakit sehingga terwujud rumah sakit berstandar internasional.
2. Untuk perawat ruangan
a. Untuk dapat memaksimalkan perannya sebagai perawat profesional;
b. Mempertahankan serta meningkatkan asuhan keperawatan yang
berkualitas diruangan.
3. Untuk mahasiswa/ i
a. Untuk dapat lebih meningkatkan serta menetapkan apa yang telah
didapatkan di akademik sesuai SOAP yang ada;
b. Harus lebih banyak bertanya apabila kurang mengerti sebelum melakuakn
tindakan agar terhindar dari kesalahan.
52