Diabetes Mellitus pada Usia Lanjut

26
REFERAT DIABETES MELITUS PADA LANSIA Disusun Oleh: Rusdi Dalius B G0004191 Dewi Wulandari G0006069 Fendy Suyanto G0006081 Pembimbing: dr. Fatichati B, Sp.PD 1

Transcript of Diabetes Mellitus pada Usia Lanjut

Page 1: Diabetes Mellitus pada Usia Lanjut

REFERAT

DIABETES MELITUS PADA LANSIA

Disusun Oleh:

Rusdi Dalius B G0004191

Dewi Wulandari G0006069

Fendy Suyanto G0006081

Pembimbing:

dr. Fatichati B, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI

S U R A K A R T A

2011

1

Page 2: Diabetes Mellitus pada Usia Lanjut

HALAMAN PENGESAHAN

Referat dengan judul :

DIABETES MELITUS PADA LANSIA

Disusun Oleh :

Rusdi Dalius B G0004191

Dewi Wulandari G0006069

Fendy Suyanto G0006081

Telah disahkan pada hari , tanggal Desember 2011

Pembimbing:

dr. Fatichati B, Sp.PD

2

Page 3: Diabetes Mellitus pada Usia Lanjut

DAFTAR ISI

A. Pendahuluan ……………………………………………………………………………. 4

B. Epidemiologi …………………………………………………………………………… 4

C. Patofisiologi ……………………………………………………………………………. 4

D. Manifestasi Klinis ……………………………………………………………………… 7

E. Diagnosis ……………………………………………………………………………….. 7

F. Komplikasi ……………………………………………………………………………… 7

G. Tata laksana ……………………………………………………………..……………… 8

H. Beberapa sindrom yang terkait dengan diabetes ………………………….…………… 11

I. Olahraga pada orang tua dengan diabetes ……………………………………………… 13

J. Nutrisi ………………………………………………………………………….………. 14

K. Beberapa pertimbangan membuat keputusan pada orang tua dengan diabetes ……….. 15

L. Daftar Pustaka …………………………………………………………………………. 16

3

Page 4: Diabetes Mellitus pada Usia Lanjut

A. Pendahuluan

Seiring bertambahnya usia, toleransi tubuh terhadap glukosa akan menurun, sebagai

akibatnya banyak orang tua yang tidak sadar adanya kemungkinan berkembang penyakit

diabetes mellitus (Stolk, Pols, et al., 1997). Setelah seseorang mencapai umur 30, kadar glukosa

darah akan meningkat 1-2 mg %/tahun saat puasa dan sekitar 5,6-13 mg %/tahun pada 2 jam

setelah makan. Separuh dari populasi orang dengan diabetes mellitus, terjadi pada usia > 60

tahun dengan prevalensi terbesar ditemukan pada usia > 80 tahun, jumlah ini diperkirakan akan

mencapai 40 juta pada tahun 2050 (Gambert & Pinkstaff, 2006). Diabetes mellitus sendiri

merupakan faktor risiko terhadap munculnya berbagai penyakit terutama stroke dan gagal

jantung, dua penyebab kematian tertinggi di Indonesia (Suara Pembaruan, 2011).

Orang tua lebih berisiko terjadi peningkatan risiko kegagalan mendapat terapi yang tepat,

diet, dan pengobatan-pengobatan yang dapat menyelamatkan hidupnya. Oleh karena itu,

diagnosa sedini mungkin, tatalaksana serta pengawasan timbulnya komplikasi harus lebih

diperhatikan. Sehingga meskipun angka harapan hidup naik, kualitas hidup juga akan naik.

Sehingga dicapai usia tua yang tetap berkualitas.

B. Epidemiologi

Umumnya 90% pasien diabetes dewasa termasuk diabetes tipe 2 dimana dari jumlah

tersebut sekitar 50% adalah pasien berusia diatas 60 tahun. Penelitian epidemiologi lain

menyebutkan di antara individu yang berusia lebih dari 65 tahun, 8,6 % menderita diabetes tipe 2

(Subramaniam and Gold, 2005).

C. Patofisiologi

Pada populasi orang tua terjadi perubahan-perubahan terkait bertambahnya usia, seperti

regulasi-regulasi terkait genetik, kebiasaan, dan pengaruh lingkungan yang berkontribusi pada

munculnya diabetes mellitus. Pada pembahasan patofisologi ini, Kami akan fokuskan pada DM

tipe 2, dimana terutama terkait dengan perubahan-perubahan pada tubuh terkait usia.

Pada DM tipe 2 terjadi resistensi insulin yang mana pada usia lanjut disebabkan oleh 4 faktor

yaitu, yaitu:

4

Page 5: Diabetes Mellitus pada Usia Lanjut

1. Terjadi perubahan komposisi tubuh yaitu penurunan jumlah massa otot dan peningkatan

jumlah jaringan lemak yang mengakibatkan menurunnya jumlah serta sensitivitas reseptor

insulin.

2. Penurunan aktivitas fisik yang mengakibatkan penurunan jumlah reseptor insulin.

3. Perubahan pola makan akibat berkurangnya jumlah gigi sehingga persentase asupan

karbohidrat meningkat.

4. Perubahan neuro-hormonal khususnya insulin-like growth factor-1 (IGF-1) dan

dehydroepandrosteron (DHEAS) turun sampai 50% pada usia lanjut yang mengakibatkan

penurunan ambilan glukosa karena menurunnya sensitivitas reseptor insulin serta turunnya

aksi insulin.

(Rochmah, 2009)

Pada orang usia lanjut terjadi peningkatan resistensi insulin. Hal ini akibat adanya

peningkatan adiposit visceral. Terjadinya resistensi insulin pada otot-otot skeletal disebabkan

penurunan komposisi otot, terutama glucose carrier protein GLUT4. Umur merupakan faktor

independen sendiri yang mempengaruhi hilangnya sensitivitas insulin. Pada usia tua terjadi

perubahan distribusi lemak dengan lemak visceral semakin bertambah dan lemak subkutan

menurun. Adiposit visceral terkait dengan resistensi insulin dan diabetes pada wanita yang lebih

tua. Selain itu, penelitian pada orang tua yang sehat ditemukan adanya akumulasi lemak di otot

dan hati yang menyebabkan penurunan fungsi sel-sel mitokondria, selain itu seiring bertambah

usia abnormalitas mitokondria semakin ditemukan. Meskipun, deposisi lemak visceral

merupakan bagian normal dari penuaan, ia merupakan mekanisme patogenik utama dari

resistensi insulin (Petersen & Shulman., 2006).

Pola hidup juga berkontribusi pada usia terkait penurunan sensitivitas insulin termasuk di

dalamnya perubahan diet dimana lebih banyak mengkonsumsi lemak saturasi, gula, dan

penurunan aktivitas fisik, yang menyebabkan penurunan massa otot dan penurunan kekuatan

(Gambert & Pinkstaff, 2006).

Faktor lain yang mempengaruhi turunnya toleransi terhadap glukosa adalah perubahan

sekresi hormon-hormon derivat jaringan adiposa, seperti adiponektin dan leptin. Level leptin

menurun seiring usia, dengan penurunan lebih banyak di wanita dibanding pria (Isidori, Strollo,

et al., 2000). Leptin akan menurunkan selera makan, dan penurunannya akan berkontribusi pada

5

Page 6: Diabetes Mellitus pada Usia Lanjut

peningkatan adiposit dan perubahan komposisi ini terlihat pada orang tua. Adiponektin,

merupakan protein dengan kemampuan anti-inflamasi, yang mana kemudian diketahui memiliki

efek mengurangi resistensi insulin. Kadarnya yang tinggi pada orang tua terkait dengan

penurunan risiko diabetes (Kanaya, Harris, et al., 2004).

Selanjutnya, pada usia tua terjadi sekresi insulin yang tidak adekuat. Sebagai respon dari

peningkatan kadar glukosa, insulin normalnya disekresikan dalam dua fase, fase pertama sebagai

fase inisial (0-10 menit), yang diikuti oleh fase kedua (10-120 menit) yang secara berkelanjutan

dibutuhkan untuk menjaga darah dalam kondisi euglikemia. Sebuah studi menunjukkan pada

orang tua terjadi reduksi sebesar 50% pada sekresi sel β pancreas. Penuaan juga dicirikan oleh

berkurangnya frekuensi dan amplitudo dari pengeluaran periodik insulin normal. Kehilangan

irama normal ini penting karena irama ini menghambat pengeluaran glukosa dari hepar.

Meskipun mekanisme ini belum sepenuhnya dimengerti, salah satu hipotesa yang mungkin

adalah gangguan pada fisiologi inkretin derivat gut. Inkretin merupakan dua hormon

gastrointestinal yaitu Gastric Inhibitory Polypeptide (GIP) dan Glucagon-Like Peptide-1 (GLP-

1), yang mana mempertinggi sekresi insulin saat adanya pemasukan glukosa dari oral. Pada

orang tua normal tanpa diabetes, pengeluaran dari GLP-1 lebih besar setelah pemasukan glukosa

tapi tidak meningkatkan insulin sesuai yang diharapkan, menandakan adanya resisten sel β

pancreas. Begitu diabetes berkembang, sekresi GLP-1 berkurang, dan sel-sel β menjadi resisten

terhadap efek GIP (Toft-Nielsen, Damholt., 2001).

Berbagai faktor patogenik lainnya adalah penurunan pada fungsi sel-sel β termasuk

kenaikan asam lemak bebas seiring usia dan akumulasi lemak di dalam sel-sel β. Penurunan

massa sel-sel β pankreas dan deposit amilin juga berkontribusi (Gambert & Pinkstaff, 2006).

Riwayat di keluarga dan genetik juga berkontribusi penting pada perkembangan diabetes pada

orang yang lebih tua, terutama pada mereka dengan pola hidup banyak duduk dan sedikit

aktivitas fisik dan berat yang bertambah seiring meningkatnya usia. Yang perlu diperhatikan juga

adalah munculnya penyakit lain dan pengobatan yang dapat merubah sensitivitas insulin, sekresi

insulin, maupun keduanya.

6

Page 7: Diabetes Mellitus pada Usia Lanjut

D. Manifestasi klinis

Proses menua yang terjadi pada usia lanjut dapat mempengaruhi penampilan klinis DM

pada lansia. Gejala klasik DM berupa poliuri, polidipsi dan polifagi tidak selalu tampak pada

lansia dengan DM karena seiring dengan bertambahnya usia akan terjadi kenaikan ambang batas

ginjal untuk glukosa sehingga glukosa baru dikeluarkan melalui urin bila glukosa darah sudah

cukup tinggi (Meneilly and Tessier, 2001).

DM pada lansia yang baru timbul saat tua umumnya bersifat asimptomatis atau ditemui

gejala tidak khas seperti kelemahan, letargi, perubahan tingkah laku, menurunnya status kognitif

atau kemampuan fungsional berupa delirium, demensia, depresi, agitasi, mudah jatuh dan

inkontinensia urin. Hal ini menyebabkan diagnosa DM pada lansia sering terlambat.

Manifestasi klinis pasien sebelum diagnosis DM dapat berupa:

1. Kardiovaskuler: hipertensi arterial, infark miokard.

2. Kaki: neuropati, ulkus.

3. Mata: katarak, retinopati proliferatif, kebutaan.

4. Ginjal: infeksi ginjal dan saluran kemih, proteinuria.

(Burduli, 2007).

E. Diagnosis

Kriteria diagnosis DM pada lansia baik yang baru timbul setelah tua ataupun yang diderita

sejak muda dengan melihat kadar glukosa darah menurut American Diabetes Association yakni:

1. HbA1C ≥6,5 % atau

2. Gula darah puasa ≥126 mg/dL atau

3. Gula darah 2 jam pp ≥200 mg/dL pada tes toleransi glukosa oral

4. Gula darah sewaktu≥200 mg/dL pada pasien dengan gejala klasik hiperglikemia atau krisis

hiperglikemia.

(ADA, 2010)

7

Page 8: Diabetes Mellitus pada Usia Lanjut

F. Komplikasi

1. Risiko Kardiovaskuler

Faktor-faktor risiko kardiovaskuler harus segera diatasi mengingat kebanyakan pasien

dengan diabetes banyak yang meninggal akibat penyakit kardiovaskuler. Faktor-faktor

risiko ini diatasi dengan menggunakan statin, antihipertensi, dan antiplatelet.

Penggunaan obat-obatan ini juga harus diawasi efek sampingnya seperti hipotensi

postural, bradikardia dan mialgia, pendarahan, serta risiko terjatuh dan fraktur pada

orang tua yang lemah.

2. Peripheral arterial disease (PAD)

Risiko PAD meningkat pada usia yang lebih tua dan 3-6 kali lebih sering dijumpai pada

yang diabetes. Akibat kalsifikasi pada pembuluh darah pada ekstremitas bawah, tekanan

disana cenderung meninggi. PAD menyebabkan kaki sakit saat digunakan, ulserasi, dan

gangrene, atau nyeri saat istirahat akibat iskemia, dengan potensi amputasi pada

ekstremitas bawah. Penatalaksanaan PAD diawali dengan pemberian obat-obatan seperti

antiplatelet, antihipertensi, statin, dan pengkontrolan diabetes. Program olahraga untuk

berjalan dapat dicoba, termasuk menggunakan sepatu yang sesuai dan nyaman,

perhatikan juga higienis kaki dan pencegahan yang tepat apabila terdapat infeksi, untuk

meminimalkan risiko amputasi.

3. Komorbiditas dan kelemahan fungsional

Masalah-masalah pada orang tua termasuk lemahnya penglihatan, kelemahan kognitif,

dan masalah sendi, yang mana dapat menghambat kemampuan pasien untuk

mengkontrol glukosa darah atau menginjeksi insulin. Mereka lebih mudah terkena

defisiensi nutrisi dan mungkin melewatkan makan yang membuat mereka berisiko

terkena serangan hipoglikemi. Infeksi yang rekurens biasa terjadi pada orang tua dengan

episode hiperglikemia sebagai akibat polifarmasi, yang berbarengan dengan kelemahan

ginjal dan hati, yang menyebabkan efek samping obat dapat meningkat.

4. Kehilangan penglihatan

Risiko berkembangnya retinopati dapat diminimalisir oleh pengkontrolan kadar glukosa

darah yang baik dan penatalaksanaan dengan menggunakan ACE inhibitor dianjurkan.

Untuk memonitor terjadinya ini, skrining retina harus dilakukan secara rutin.

8

Page 9: Diabetes Mellitus pada Usia Lanjut

5. Perawatan kaki

Masalah-masalah di kaki mungkin akan menyebabkan rasa sakit, morbiditas, dan

kelainan fungsional. Lemahnya penglihatan, berkurangnya ketangkasan, dan kelemahan

kognitif mungkin akan memperlambat rekognisi adanya masalah pada kaki yang

akhirnya memperlambat untuk mendapat penanganan yang sesuai, akhirnya

menyebabkan komplikasi yang membahayakan tungkai. Sebagai tambahan untuk

melihat adanya risiko kaki diabetic, pasien harus di edukasi untuk bisa memeriksa

kakinya, memperhatikan kebersihan daerah kaki, dan penggunaan sandal atau sepatu

yang nyaman.

6. Gait dan Keseimbangan

Neuropati perifer, penyakit vascular perifer, penglihatan yang berkurang serta

polifarmaasi pada pasien diabetes orang tua dapat berkontribusi pada peningkatan risiko

terjatuh dengan konsekuensi fisik dan psikologik. Dalam hal ini dibutuhkan peranan dari

berbagai multidisiplin.

7. Kelemahan

Pasien diabetes dengan kelemahan fisik dan kognitif harus diperhatikan karena pasien-

pasien ini rentan terhadap infeksi.

(British Geriatrics Society, 2009)

G. Tatalaksana

Hal pertama yang disarankan pada penderita diabetes usia lanjut adalah perubahan pola hidup

dan pengurangan berat badan. European Diabetes Working Party Guidelines menyarankan

HbA1c < 7.0% pada orang tua dengan komorbiditas minimal dan < 8.0% pada orang tua yang

lemah, meskipun standar ini dapat berubah-ubah pada setiap orangnya, dan harus

mempertimbangkan berbagai faktor lain seperti tingkat disabilitas, angka harapan hidup, dan

ketaatan dalam pengobatan.

9

Page 10: Diabetes Mellitus pada Usia Lanjut

1. Monitoring kadar glukosa darah

Monitoring kadar glukosa darah penting sebagai edukasi ke pasien dan membantu

mereka untuk memahami penyakitnya, hal ini juga dapat membantu mengidentifikasi

apabila terjadi hipoglikemia

2. Agen hipoglikemik oral

National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE) merekomendasikan

metformin sebagai lini pertaa terapi kecuali mereka yang mempunyai kontraindikasi

seperti kerusakan ginjal, tanda-tanda kerusakan hati atau hipoksia. Hal ini disebabkan

metformin memiliki keuntungan kardiovaskular dan risiko terjadi hipoglikemia yang

rendah.

Sulfonilurea atau berbagai sediaan insulin secretagogues rapid-acting termasuk

repaglinide dan nateglinide, dapat digunakan sebagai lini pertama apabila penggunaan

metformin dikontraindikasikan atau dapat juga dengan pengkombinasian dengan

metformin saat target glikemik tidak tercapai. Hipoglikemia merupakan efek samping

serius pada orang tua, dan edukasi kepada pasien atau keluarga pasien merupakan hal

yang penting. Agen-agen long-acting seperti Glibenclamide sebaiknya dihindari

akibat risiko hipoglikemia yang cukup tinggi.

Thiazolidinediones dapat diberikan sebagai terapi tambahan atau juga dapat diberikan

sebagai monoterapi. Ia kontraindikasi pada penyakit hati atau NYHA 3 dan NYHA 4,

dan penggunaannya harus diawasi pada mereka yang kehilangan tulang atau fraktur.

Satu-satunya alpha-glucosidase yang dapat diterima adalah acarbose. Ia tidak

menyebabkan penambahan berat badan ataupun hipoglikemia saat digunakan

monoterapi. Ia dapat digunakan saat agen-agen lain tidak bisa ditoleransi, tetapi

penggunaannya terbatas akibat efek sampingnya pada gastrointestinal.

Agen-agen terbaru seperti Exenatide (analog glucagon-like peptide-1) dan Sitagliptin

(dipeptidyl peptidase-4 inhibitor). Exenatide dapat digunakan pada pasien obesitas.

Apabila agen ini digunakan sebagai monoterapi tidak menyebabkan hipoglikemia.

Akan tetapi, data keamanan mengenai obat-obat ini belum banyak.

10

Page 11: Diabetes Mellitus pada Usia Lanjut

3. Insulin

Keputusan penggunaan insulin harus didiskusikan bersama antara pasien dan keluarga.

Bagi orang tua yang tergantung kepada orang lain untuk memberikan insulin, pemberian

dosis long acting akan lebih nyaman, meskipun cara ini tidak akan memberikan kontrol

yang baik. Agen insulin terbaru yang long acting seperti Giargine dan Detemir dapat

memperbaiki control glikemi dengan frekuensi hipoglikemia yang lebih jarang.

(British Geriatrics Society, 2009)

H. Beberapa sindrom yang terkait dengan diabetes

1. Kelemahan kognitif

Diabetes terkait dengan peningkatan risiko demensia. Banyak orang tua dengan demensia

tidak terdiagnosa, terutama pada tahap awal. Orang tua dengan diabetes dan disfungsi

kognitif akan mengalami kesulitan melakukan manajemen terhadap diri sendiri. Fungsi

kognitif harus dinilai pada pasien diabetes ketika ada:

ketidakpatuhan terhadap terapi

episode hipoglikemi yang sering

kemunduran dari kontrol kadar glikemi tanpa ada keterangan yang jelas

2. Depresi

Depresi cukup sering terjadi pada orang tua dengan diabetes dibandingkan dengan orang

tua tanpa diabetes. Depresi juga jarang terdiagnosa dan kurang mendapat penanganan

yang baik.

Depresi dapat terkait dengan control glikemi yang jelek dan dapat meningkatkan risiko

kejadian koroner pada pasien diabetic. Identifikasi awal dengan menggunakan alat

skrining misalnya geriatric depression scale dan penatalaksanaanya mungkin dapat

membantu mendapatkan control kadar glikemik yang lebih baik.

3. Polifarmasi

Penggunaan obat-obatan yang banyak umum terjadi pada orang tua. Tata laksana

hiperglikemia dan fakor-faktor risikonya kadang meningkatkan jumlah obat-obatan yang

digunakan pada orang tua dengan diabetes. Efek samping dari obat-obatan ini dapat

11

Page 12: Diabetes Mellitus pada Usia Lanjut

mengeksaserbasi komorbiditas dan mengganggu kemampuan pasien untuk memanajemen

diabetesnya.

4. Terjatuh

Meningkatnya risiko terjatuh pada orang tua dengan diabetes merupakan suatu hal yang

multifaktorial. Adanya neuropati perifer atau perifer, menurunnya fungsi renal,

kelemahan otot, disabilitas fungsional, berkurangnya ketajaman penglihatan, polifarmasi,

komorbid seperti osteoarthritis, hipoglikemia ringan mungkin berkontribusi terhadap

risiko jatug pada orang tua yang lemah. Saat kontrol kadar glikemia baik akan mencegah

progresi dari komplikasi diabetes yang kemudian akan menurunkan risiko terjatuh,

hipoglikemia yang terjadi sebagai akibat dari kontrol glikemia yang intensif akan

meningkatkan risiko terjatuh pada lansia.

Gambar 1. Geriatric Depression Scale (Medscape, 2003)

12

Page 13: Diabetes Mellitus pada Usia Lanjut

5. Inkontinensia urin

Diabetes akan meningkatkan risiko berkembangan inkontinensia urin pada wanita.

Faktor-faktor risiko ini termasuk infeksi saluran kemih, infeksi vaginal, neuropati

autonomic (biasanya berupa neurogenik bladder atau fekal impaksi) dan poliuria sebagai

akibat hiperglikemia. Meskipun belum ada penelitian yang membuktikkan adanya efek

mengganggu dari inkontinensia ke kontrol diabetes, identifikasi dan penatalaksanaan

dianjurkan untuk meningkatkan kualitas hidup pada wanita yang lansia.

(McCulloch & Munshi, 2011)

I. Olahraga pada orang tua dengan diabetes

Sebagaimana diketahui olahraga baik bagi kita, dan juga pada orang tua dengan diabetes.

Fakta yang didapatkan dari National Institutes of Health menunjukkan orang dari semua usia dan

berbagai kondisi fisik dapat memperoleh keuntungan dengan olahraga dan aktivitas fisik.

Kekuatan otot menurun 15% setiap decade setelah usia 50 tahun dan 30% setiap decade

setelah usia 70 tahun, dan dengan olahraga untuk meningkatkan kekuatan secara regular,

kekuatan otot dapat dipulihkan. Olahraga juga dapat menjaga kekuatan, keseimbangan,

fleksibilitas, dan daya tahan, yang mana semuanya berguna untuk menjaga kesehatan dan hidup

mandiri. Terakhir, olahraga dapat memperbaiki sensitivitas insulin dan dapat meningkatkan

respon terhadap medikasi.

Ada beberapa olahraga yang aman dilakukan untuk orang-orang berusia > 65 tahum, tapi

ingatlah sebelum memulai olahraga sebaiknya tetap berkonsultasi dengan dokter.

1. Olahraga untuk keseimbangan dapat mengurangi risiko terjatuh, olahraga yang sekarang

mulai ramai seperti tai chi juga aman.

2. Fleksibilitas, stretching dapat membantu pemulihan dari cedera dan menjaga dari cedera

di kemudian hari.

3. Penguatan atau resisten dapat juga dilakukan untuk memperbaiki keseimbangan, tapi ini

jangan dilakukan pada orang-orang dengan retinopati diabetic.

4. Daya tahan, seperti berjalan, jogging, atau berenang dapat meningkatkan jantung, paru-

paru dan sistem sirkulasi. Olahraga jenis ini juga dapat memperlambat atau mencegah

13

Page 14: Diabetes Mellitus pada Usia Lanjut

kanker kolon, penyakit jantung, osteoporosis, stroke, dan berbagai penyakit serius

lainnya.

(BD Diabetes, 2011)

Mungkin olahraga jenis penguatan baik untuk penderita diabetes. Olahraga aerobic

seperti berjalan atau berenang dapat membantu menurunkan berat badan, meningkatkan

kesehatan jantung, dan merupakan kontrol yang baik untuk gula darah. Olahraga penguatan

dapat memperbaiki kualitas hidup karena memungkinkan untuk tetap melakukan aktivitas harian

seperti berjalan, mengangkat. Olahraga penguatan juga membantu menurunkan risiko

osteoporosis dan patah tulang. Selain itu, penelitian membuktikkan bahwa olahraga penguatan

dapat:

Memperbaiki sensitivitas insulin

Memperbaiki toleransi glukosa

Membantu menurunkan berat badan

Menurunkan risiko peyakit jantung

Periode olahraga penguatan yang lama dapat meningkatkan kontrol kadar gula sebaik

apabila meminum obat-obatan diabetes. Faktanya, pada orang-orang dengan diabetes, olahraga

penguatan yang dikombinasikan dengan aerobik lebih menguntungkan (Seibel, John., 2009)

J. Nutrisi

Nutrisi pada pasien diabetes tidak jauh berbeda antara geriatri dengan rentang usia

lainnya, biasanya geriatri menghadapi masalah nutrisi seperti:

Kurangnya motivasi

Perubahan persepsi rasa

Kehilangan berat badan dan malnutrisi

Penyakit lain yang menyertai

Gigi yang berkurang

Tidak mau makan akibat disfungsi kognitif atau depresi

Perubahan fungsi gastrointestinal

Berkurangnya kemampuan berbelanja makanan sendiri

Keuangan yang terbatas

14

Page 15: Diabetes Mellitus pada Usia Lanjut

Saat ini yang dibutuhkan adalah pendistribusian intake karbohidrat, edukasi diperlukan

mengenai kedisiplinan intake karbohidrat dan waktu makan untuk menghindari fluktuasi hebat

pada level gula darah.

Diet untuk menurunkan berat badan terutama direkomendasikan pada remaja, dan pada

lansia harus diresepkan dengan kehati-hatian, karena malnutrisi lebih merupakan masalah

dibanding obesitas. Pada kondisi kronik, tidak perlu pembatasan rencana makanan. Makanan

sehari-hari yang konsisten, intake karbohidrat yang cukup lebih utama untuk menghindari

terjadinya kekurangan nutrisi (Joslin Diabetes Center, 2007).

K. Beberapa pertimbangan membuat keputusan pada orang tua dengan diabetes

Geriatri adalah mereka dengan usia diatas 65 tahun. Isu-isu seputar kesehatan pada orang

berusia 65-70 tahun tentu saja berbeda dengan seseorang diatas 80 tahun disebabkan adanya

perubahan-perubahan secara fisiologik, hal lain yang perlu dipikirkan adalah harapan hidup dan

faktor komorbiditas.

Ada beberapa perubahan fisiologik pada metabolisme karbohidrat yang terjadi seiring

terjadinya penuaan yang akan mempengaruhi tata laksana diabetes, dimana orang tua dengan

diabetes,

1. Cenderung menjadi kurus, dan memiliki sekresi insulin yang lebih sedikit terhadap

glukosa

2. Cenderung memiliki respon glukagon yang jelek terhadap hipoglikemia

3. Lebih sering muncul gejala-gejala neuroglikopenik dari hipoglikemia dibandingkan

dengan gejala-gejala adrenergik.

4. Lebih sering mengalami episode hipoglikemia berat

Hal penting yang perlu diperhatikan adalah faktor-faktor komorbid akan mempengaruhi

progresi penyakit, merubah hasil dari komplikasi akut dan kronik, dan membuat tata laksana

diabetes semakin kompleks. Orang tua dengan diabetes lebih mudah mendapat faktor-faktor

komorbid. Kemudian, mereka memiliki sindrom geriatri seperti terjatuh, kelemahan kognitif,

nyeri kronik, dan depresi. Orang tua dengan diabetes yang lama juga memiliki prevalensi tinggi

ke arah komplikasi mikrovaskular. Kontrol gula darah yang baik pada orang tua dengan diabetes

dapat menurunkan kejadian kardiovaskular secara signifikan (Medscape, 2009).

15

Page 16: Diabetes Mellitus pada Usia Lanjut

Daftar Pustaka

[ADA] American Diabetes Association. 2010. Standard of Medical Care in Diabetes 2010.

http://care.diabetesjournals.org/content/33/Supplement_1/S11.extract.(15 desember 2011)

BD Diabetes. 2011. Exercises for Older Adults with Diabetes.

http://www.bd.com/us/diabetes/page.aspx?cat=7001&id=10018 (18 Desember 2011).

British Geriatrics Society. 2009. Best Practice Guide: Diabetes.

http://www.bgs.org.uk/Publications/Publication%20Downloads/good_practice_full/

Diabetes_6-4.pdf (18 Desember 2011).

Burduli M. 2009. The Adequate Control of Type 2 Diabetes Mellitus in an Elderly Age.

http://www.gestosis.ge/eng/pdf_09/Mary_Burduli.pdf. (15 desember 2011)

Gambert & Pinkstaff. 2006. Emerging Epidemic: Diabetes in Older Adults: Demography,

Economic Impact, and Pathophysiology. Diabetes Spectrum Vol 19, No 4

Gustaviani R. 2007. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam: Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI, pp: 1879-85.

Isidori, Strollo, More, Caprio, Aversa, Moretti, et al. 2000. Leptin and Aging: Correlation with

endocrine changes in male and female healthy adult populations of different body

weights. Clin Endocrinol Metab 85:1954-1962.

Joslin Diabetes Center. 2007. Guidelines for the care of the older adult with diabetes.

http://www.joslin.org/docs/Guideline_For_Care_Of_Older_Adults_with_Diabetes.pdf

(27 Maret 2011)

16

Page 17: Diabetes Mellitus pada Usia Lanjut

Kanaya, Harris, Goodpaster, Tylavsky, Cummings. 2004. Adipocytokines attenuate the

association between visceral adiposity and diabetes in older adults. Diabetes Care

27:1375-1380

McCulloch & Munshi. 2011. Treatment of type 2 diabetes mellitus in the elderly patient.

http://www.uptodate.com/contents/treatment-of-type-2-diabetes-mellitus-in-the-elderly-

patient#H32 (27 Desember 2011)

Medscape. 2003. The Geriatric Depression Scale (GDS).

http://www.medscape.com/viewarticle/447735 (27 Desember 2011)

Medscape. 2009. Differences in Clinical Decision Making for the Management of Diabetes

Among Older Adults. http://www.medscape.com/viewarticle/705671_2 (27 Desember

2011)

Meneilly GS, Tessier D. 2001. Diabetes in Elderly Adults. http://biomed-

gerontology.oxfordjournals.org/content/full/56/1/M5. (15 desember 2011)

Peterson & Shulman. 2006. Etiology of insulin resistance. Am J Med 119: 10S-16S

Rochmah W. 2007. Diabetes Mellitus pada Usia Lanjut. In: Sudoyo A.W, Setiyohadi B, Alwi I,

Simadibrata M, Setiati S, editor. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4.

Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI, pp: 1915-18

Seibel, John. 2009. Strength Training and Diabetes. http://diabetes.webmd.com/strength-

training-diabetes (27 Desember 2011)

Stolk, Pols, Lamberts, de Jong, Hofmann, Grobbee. 1997. Diabetes Mellitus, Impaired Glucose

Tolerance, and Hyperinsulinemia in an Elderly Population. Am J Epidemiol Vol. 145

No.1

17

Page 18: Diabetes Mellitus pada Usia Lanjut

Suara Pembaruan. 2011. Stroke Penyebab Kematian Tertinggi di Tanah Air.

http://www.suarapembaruan.com/home/stroke-penyebab-kematian-tertinggi-di-tanah-

air/4119 (15 Desember 2011)

Subramaniam I, Gold JL 2005. Diabetes Mellitus in Elderly.

http://www.jiag.org/sept/diabetes.pdf. (15 desember 2011)

Toft-Nielse, Damholt, Madsbad, Hiilsted, Hughes, Michelsen, et al. 2001. Determinants of the

impaired secretion of glucagon-like peptide-1 in type 2 diabetic patients. J Clin

Endocrinol Metab 86:3717-3723

18