DIABET

download DIABET

of 25

Transcript of DIABET

ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS BAB I PENDAHULUAN

February , 2011

I.1 Latar Belakang Pola penyakit saat ini dapat dipahami dalam rangka transmisi epidemiologis, suatu konsep mengenai perubahan pola kesehatan dan penyakit. konsep tersebut hendak mencoba menghubungkan hal hal tersebut dengan morbiditas dan mortalitas pada beberapa golongan penduduk dan menghubungkanya dengan faktor sosial ekonomi serta demografi masyarakat masing-masing (Sudoyo, 2006). Meningkatnya prevalensi Diabetes Melitus di beberapa negara berkembang, akibat peningkatan kemakmuran di negara bersangkutan, akhir-akhir ini banyak disoroti. Peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar, menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degeneratif seperti penyakit jantung koroner, hipertensi, hiperlipidemia, DM. Akan tetapi data epidemiologi di negara berkembang memang masih belum banyak. maju.1,2 Tingginya jumlah penderita Diabetes Mellitus antara lain disebabkan karena perubahan gaya hidup masyarakat, tingkat kesadaran untuk melakukan deteksi dini penyakit Diabetes Mellitus yang kurang, minimnya aktivitas fisik pengaturan pola makan yang tergeser dari pola makan tradisional yang mengandung banyak karbohidrat dan serat dari sayuran, ke pola makan ke barat-baratan, dengan komposisi makan yang terlalu banyak mengandung protein, lemak, gula, garam dan sedikit mengandung serat (Sudoyo, 2006). Komposisi makanan seperti ini terutama terdapat pada makanan siap santap yang akhir-akhir ini sangat digemari terutama oleh anak-anak muda. 1, 3 Disamping itu kehidupan di kota-kota metropolitan yang sangat sibuk, membuat seluruh jenjang kehidupan, mulai dari pekerja buruh hingga eksekutif kurang memperhatikan Hal ini disebabkan penelitian epidemiologi sangat mahal biayanya oleh karena itu angka prevalensi yang dapat ditelusuri terutama berasal dari negara

1

ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

February , 2011

keseimbangan hidup, antara lain: pola makan, olah raga, rekreasi. Pola hidup beresiko seperti inilah yang menyebabkan tingginya kekerapan penyakit diabetes.3 Diabetes Mellitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi dan dapat timbul secara perlahan-lahan, sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil ataupun berat badan yang menurun. Gejala-gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi ke dokter untuk memeriksakan kadar glukosa darahnya. 4 Berikut ini didapatkan data untuk penduduk dunia. Pada tahun 1992 lebih dari 100 juta penduduk dunia menderita DM, di Amerika Serikat jumlah penderita Diabetes Melitus pada tahun 1980 mencapai 5,8 juta orang dan pada tahun 2000 jumlahnya meningkat menjadi 150 juta yang merupakan 6% dari populasi dewasa, dan untuk populasi di dunia pada tahun 2003 meningkat menjadi 13,8 juta orang. Diabetes Mellitus di Indonesia pada tahun 2008 dengan jumlah penderita penyakit Diabetes Mellitus diperkirakan terdapat 17 juta orang atau 8,6% dari 220 juta populasi negeri ini berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO), dimana terdapat setiap 10 detik ada satu penderita Diabetes mellitus yang meninggal karena penyakitnya. Angka itu tidak mengherankan jika melihat penderita Diabetes Mellitus di dunia yang jumlahnya mencapai 330 juta orang. Di Indonesia, diperkirakan jumlah penderita Diabetes Mellitus mencapai lebih dari 11 juta orang. Hal itu membuat Indonesia berada pada peringkat keempat setelah Amerika Serikat, India dan China. Terdapat 50 persen penderita Diabetes Mellitus yang sadar mengidapnya dan diantara mereka baru sekitar 20 persen yang melakukan pemeriksaan dini, 30% yang positif Diabetes Mellitus datang berobat secara teratur. 1 Diabetes Mellitus merupakan salah satu penyebab mortalitas dan morbiditas di negaranegara yang sedang berkembang. Menurut penelitian epidemiologi yang dilaksanakan di Indonesia, kekerapan Diabetes Mellitus berkisar antara 1,5-2,3 persen. Angka tersebut bisa meningkat sesuai dengan bertumbuh kembangnya perekonomian suatu negara. Keadaan ini tentu saja dapat menjadi faktor pendukung meningkatnya penyakit degeneratif, seperti penyakit2

ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

February , 2011

jantung koroner, hipertensi. Sebagian orang tidak menyadari akan kondisi kesehatannya karena perubahan gaya hidup mereka yang lebih makmur dan lebih santai dari sebelumnya terutama di kota-kota besar (Sidartawan, 2005). 1 Dengan prevalensi 8,4% dari total penduduk, diperkirakan pada tahun 1995 terdapat 4,5 juta pengidap diabetes dan pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 12,4 juta penderita. Berdasarkan data Departemen Kesehatan jumlah pasien Diabetes Mellitus rawat inap maupun rawat jalan di rumah sakit menempati urutan pertama dari seluruh penyakit endokrin dan 4% wanita hamil menderita Diabetes Gestasional. Data Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) dari berbagai penelitian epidemiologis sebagaimana diungkapkan Ketua Pengurus Besar Perkeni dr Sidartawan Soegondo SpPD KE menunjukkan Prevalensi diabetes di Makassar meningkat dari 1,5% (1981) menjadi 2,9% pada tahun 1982 dan prevalensi diabetes berdasarkan usia tahun 1980-an prevalensi diabetes pada penduduk di atas usia 15 tahun adalah 1,5-2,3%. Hasil penelitian di Jakarta menunjukkan adanya peningkatan prevalensi diabetes dari 1,7% menjadi 4,3 % pada 1982. Penelitian tahun 1991 di kota Surabaya mendapatkan prevalensi 1,43% pada penduduk di atas 20 tahun, dan pada tahun 1993 meningkat menjadi 14,7 %. Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini telah dilaksanakan di Indonesia, kekerapan diabetes berkisar antara 1,4-1,6 % kecuali di dua tempat yaitu di Pekajangan dan di Manado yang agak tinggi sebesar 2,3 % dan 6% berturut-turut.5 Faktor- faktor yang mempengaruhi perilaku deteksi dini penyakit Diabetes Mellitus pada masyarakat meliputi usia, obesitas (indeks massa tubuh) tingkat pendidikan dan faktor pola makan masyarakat (Askandar, 1999). 1 1.2. Masalah Penulisan Tingginya jumlah penderita Diabetes Mellitus dipengaruhi pola perilaku masyarakat yaitu perubahan gaya hidup masyarakat, tingkat kesadaran untuk melakukan deteksi dini penyakit Diabetes Mellitus, minimnya aktivitas fisik dan pengaturan pola makan yang tergeser

1.3.

Tujuan Penulisan3

ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

February , 2011

Dengan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang penyakit Diabetes Mellitus, diharapkan masyarakat dapat menciptakan perilaku deteksi dini penyakit Diabetes Mellitus. 1.4. Manfaat Penulisan

Sebagai salah satu sumber informasi mengenai pengaruh perilaku pada pola penyakit Diabetes Melitus di Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA4

ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS 2.1 Diabetes Melitus 2.1.1 Definisi

February , 2011

Pengertian Diabetes Mellitus menurut WHO (1999) adalah keadaan Hiperglikemi menahun yang akan mengenai seluruh sistem tubuh dan merupakan hasil interaksi antara lingkungan dan genetik. Keadaan ini karena kekurangan hormon insulin atau jumlah kerja insulin menurun, atau kelebihan faktor-faktor yang kerjanya berlawanan dengan cara kerja insulin (Marlena, 1999).1 Diabetes Melitus adalah :

Penyakit degeneratif adalah kumpulan kelainan yang ditandai oleh suatu proses yang lebih bersifat endogen, progresif, lambat, tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dihambat perkembangannya dan mempengaruhi manusia dalam ekosistemnya.3

Diabetes merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.3 Menurut Konsensus Penatalaksanaan Diabetes Melitus di Indonesia (PERKENI) 2002, seseorang dikatakan menderita diabetes bila kadar glukosa darah puasa melebihi 126 mg/dL dan atau gula darah sewaktu melebihi 200 mg/dL.6,7

2.1.2 Epidemiologi Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi Diabetes Melitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang (Diabetes Care, 2004). Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Tahun 2004, bahwa dari 14 juta orang menderita DM, 50 persen diantaranya sadar telah mengidapnya (30% diantaranya yang mau berobat teratur dan 70% lainnya belum mengikuti pengobatan secara teratur), selain itu masih ada 50% lainnya yang tidak menyadari dirinya menderita DM. Keadaan ini mencerminkan bahwa pemahaman masyarakat tentang penyakit DM dan upaya pencegahannya masih rendah.4

5

ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

February , 2011

Berdasarkan laporan Centers for Disease and Prevention (CDP) Tahun 2007, bahwa prevalensi DM mencapai 4% di seluruh dunia yang diprediksi mencapai 5,4% pada tahun 2025. Jumlah penderita DM di Cina dan India mencapai 50 juta orang. Sedangkan di Amerika Serikat merupakan jenis penyakit peringkat ke-enam penyebab kematian di Amerika Serikat. Selanjutnya dinyatakan bahwa 10% jenis DM type 1 dan 90% jenis DM type II dapat menyerang semua kelompok umur, biasanya menyertai penyakit-penyakit lainnya seperti jantung koroner, infeksi pankreas, dan jenis penyakit degeneratif lainnya.4 Angka kesakitan dan kematian akibat DM di Indonesia cenderung berfluktuasi setiap tahunnya sejalan dengan perubahan gaya hidup masyarakat yang mengarah pada makanan siap saji dan sarat karbohidrat. DM merupakan penyakit penyebab kematian nomor 6 di Indonesia dengan jumlah proporsi kematian sebesar 5,8 % setelah stroke, TB, Hipertensi, cedera dan Perinatal (hasil Riskesdas tahun 2007)Tahun 2000 di Indonesia diperkirakan minimal terdapat 4 juta penderita DM dan di seluruh dunia diperkirakan 175,4 juta penderita. Pada tahun 2010 diperkirakan jumlah penderita DM di Indonesia minimal menjadi 5 juta dan di dunia 239,9 juta penderita (Depkes RI,2006). Hasil Riset kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%. Dan daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%.4

Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, menurut diagnosis tenaga kesehatan diketahui 1% penduduk usia 15 tahun ke atas pernah menderita DM, yang merupakan penyakit nomor delapan terbanyak (2,13%) pada pasien rawat jalan di setiap rumah sakit tahun 2005 dan peringkat sembilan penyakit tidak menular (2,16%) penyebab kematian (Depkes RI, 2007).4

2.1.3 Klasifikasi Penyakit Diabetes Mellitus dapat diklasifikasikan berdasarkan lima golongan yaitu sebagai berikut (Soegondo, 2002) :1

6

ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

February , 2011

a. Gejala Klinis pada Diabetes Mellitus IDDM (Tipe I), NIDDM (Tipe II), obesitas dan non obesitas. b. Yang diragukan: meragukan antara tipe I dan tipe II terjadi malnutrisi (Diabetes Mellitus terkait malnutrisi (MRDM), diakibatkan karena kurang gizi, kelainan pangkreas pada Diabetes Mellitus (FCPD), defisit protein dalam pangkreas pada Diabetes Mellitus (PDPD). c. Tipe Diabetes Mellitus secara medis: Diabetes Mellitus yang berhubungan atau sindrom tertentu, termasuk penyakit pangkreas, penyakit hormon yang disebabkan oleh zat kimia, gangguan penyakit keturunan seperti Diabetes Mellitus. d. Gangguan Toleransi Glukosa (GTG) : tidak obesitas, obesitas dengan sindrom genetik atau penyakit keturunan. e. Gangguan pada kehamilan: gangguan ini terjadi yang baru menderita Diabetes Mellitus setelah hamil, sebelumnya kadar gula darah normal (Soegondo, 2002).

2.1.4 Etiologi Penyebab dari Diabetes Mellitus terdiri dari dua macam yaitu Diabetes Mellitus primer dan Diabetes Mellitus sekunder yaitu : a. Diabetes Primer Merupakan jenis khusus yang terbanyak walaupun penyebab yang sesungguhnya belum diketahui dengan pasti, beberapa factor yang berperan sebagai berikut (WHO,1999) : 1) Herediter yaitu faktor keturunan mungkin lebih berperan penting pada penderita di bawah umur 40 tahun, baik bagi penderita muda maupun tua. Penderita yang sudah dewasa, lebih dari 50 % berasal dari keluarga yang menderita Diabetes Mellitus artinya Diabetes Mellitus cenderung diturunkan tidak ditularkan (Perkeni, 2002).

7

ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

February , 2011

2) Jenis Kelamin dimana seorang pria muda sedikit lebih banyak dibanding wanita, walaupun pada usia pertengahan wanita sering terkena penyakit ini. Kehamilan menambah kemungkinn berkembangnya Diabetes Mellitus (Perkeni, 2002). 3) Obesitas merupakan faktor resiko bagi berkembangnya penyakit Diabetes Mellitus. Pada wanita, kegemukan umum terjadi pada waktu hamil atau sesudah punya anak terlebih lagi sesudah monopouse. Pada laki-laki, penambahan berat badan dimulai pada umur mendekati 40 tahun, sesudah umur tersebut, mulai terjadi obesitas (Kushartanti Woro, 1996) 4) Bahan Toksin atau Beracun dimana ada beberapa bahan toksin yang mampu merusak sel beta secara langsung yakni allixan, pyrinuron (rodentisida), streptozotocin (produk dari sejenis jamur). Bahan toksin lain berasal dari singkong yang merupakan sumber kalori utama yaitu karbohidrat. Singkong mengandung glikosida sianogenik yang dapat melepaskan sianida sehingga memberi efek toksik terhadap jaringan tubuh (Perkeni, 2002). b. Diabetes Sekunder Beberapa kasus diiabetes terjadi sebagai akibat penyakit (radang pancreas, karsinoma pankreas dan pankreatektoni) yang merusak pankreas sebagai saluran insulin (EP. Eckhalm, 1992).

2.1.5 Patogenesisa. IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus)

Kelainan patogen primer dalam IDDM adalah tidak cukupnya sekresi insulin oleh sel pankreas. Pasien IDDM mewarisi kerentanan genetik (95% individu memiliki HLA-DR5 atau DR4, atau keduanya) pada mereka. Respon autoimun dipicu oleh aktifitas limfosit, antibodi pada sel pulau terhadap insulin pasien itu sendiri ditemukan pada lebih dari 95% individu diabetes. Kerusakan sel adalah proses berangsur-angsur yang tejadi selama bertahun-tahun. Bila masa sel telah berkurang sebesar 80-90%, terjadi intoleransi glukosa yang nyata, dan gejala klasik diabetes ditemukan. Pasien biasanya mengalami hiperglikemia yang berat atau ketoasidosis diabetes. Diabetes tipe I dapat terjadi pada usia berapa saja, tapi sebagian besar kasus

8

ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

February , 2011

didiagnosis sebelum umur 20 tahun, insiden dalam kelompok umur ini adalah 15 pada 100.0000 orang dalam setiap tahun.8b. NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus)

Diabetes melitus yang tidak bergantung insulin adalah suatu kelainan heterogen yang ditandai oleh resistansi insulin dan gangguan sekresi insulin. Resistensi insulin merupakan ciriciri umum NIDDM tetapi yang bersamaan. Resistensi insin mempengaruhi semua jaringan sasaran insulin, termasuk hati (terlalu banyak produksi glukosa) dan otot (penurunan ambilan glukosa) sebagian besar penderita diabetes tipe II (80-90%) menderita obesitas. Meskipun permulaan penyakit dapat terjadi pada usia berapa saja, sebagian besar pasien adalah di atas umur 40 tahun, dan dirawat keluarga yang positif sangat sering ditemukan. Pasien dengan NIDDM jarang mengalami ketoasidosis, karena kadar insulinnya tinggi atau normal. Insiden diabetes tipe II diperkirakan 3-5% pada orang kulit putih dan jauh lebih tinggi pada orang hitam, orang Amerika-Mesiko, dan penduduk asli Amerika.8 c. Penyebab lain (sekunder) Diabetes Melitus Antara lain adalah penyakit pankreas, pankreatektomi, endokrinopati (akromegali, feokromositoma, sindrom Cushing, aldoteronisme primer), beberapa sindrom genetik yag tidak lazim, dan berbagai jenis obat (termasuk penghambat-, diuretika, glukokortikod, estrogen dan obat psikoaktif).8 Patofisiologi Dengan adanya faktor resiko sebagai pemicu terjadinya resitensi insulin, dan secara garis besar, akan mempengaruhi metabolisme karohidrat dan lemak.8 Pada metablisme lemak, akan menyebabkan Sintesa Trigliserida menurun. Efeknya HDL (High Density Lipoprotein ) menurun dan LDL ( Low Density Lipoprotein) meningkat, kolesterol pun meningkat. Alhasil terbentuk plaque pada pembuluh darah, yang kita sebut sebagai aterosklerosis, menyebabkan tekanan darah yang meningkat. 8

9

ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

February , 2011

Sementara pada metabolisme karbohidrat, adanya keadaaan resistensi insulin menyebabkan uptake glukosa ke hepar yang menurun, efek selanjutya menyebabkan keadaan hiperglikemia. 8 Glukosa darah yang meningkat berpengaruh dan memicu gambaran poliuri, polidipsi, polifagi pada pasien. Keadaan ginjal yang memburuk, bersama dengan keadaan aterosklerosis pada pembuluh darah menyebabkan Mikro angiopati pada organ-organ vital dalam tubuh. Alhasil terjadilah komplikasi berupa iskemik miokard, retinopati, nefropati, dan parastesi pada sebagian penderita diabetes melitus. 8 Selanjutnya, pengambilan glukosa yang menurun akan mengakibatkan aktifnya proses glukoneogenesis (penguraian protein dan asam lemak untuk membentuk energi alternatif). Dengan demkian, walaupun penderita banyak minum dan banyak makan (polidipsi-polifagi), proses glukoneogenesis menyebabkan berat badan penderita terus menurun. 8

2.1.6 Gejala dan tanda Gejala dan tanda-tanda penyakit Diabetes mellitus dapat digolongkan menjadi gejala akut dan kronik (Askandar, 2002). Gejala penyakit Diabetas Mellitus antara penderita dengan yang lain tidaklah selalu sama. Gejala yang umumnya timbul dengan tidak mengurangi kemungkinan adanya variasi dengan gejala yang lain. Bahkan ada penderita Diabetes Mellitus yang tidak menunjukkan gejala apapun sampai pada saat tertentu banyak makan (Polifagia), banyak kencing (Polyuria), banyak minum (Polydipsi). Adapun gejala Diabetes Mellitus sebagai berikut :1 a. Gejala akut Penyakit Diabetes Mellitus Dalam fase ini biasanya penderita menunjukkan berat badan yang cenderung naik karena pada saat ini jumlah insulin masih mencukupi, bila keadaan tersebut di atas tidak segera diobati, maka akan timbul gejala yang disebabkan oleh kemunduran kerja insulin dan tidak lagi polyfagia, polydipsia, polyuria (3P) lagi melainkan hanya 2 P saja yaitu nafsu makan mulai berkurang dan kadang-kadang disusul dengan mual, banyak minum, banyak kencing, mudah capai atau lelah, berat badan turun dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu). Bila10

ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

February , 2011

keadaan tersebut tidak cepat diobati, maka akan timbul rasa mual bahkan penderita tidak sadarkan diri yang dinamakan koma Diabetika. Koma Diabetika adalah koma pada penderita Diabetes Mellitus yang berakibat kadar gula darah terlalu tinggi, biasanya melebihi 600 mg/dl (Askandar 2002).1 b. Gejala Kronik Penyakit Diabetes Mellitus Kadang-kadang penderita penyakit Diabetes Mellitus tidak menunjukkan gejala akut (mendadak), tetapi penderita tersebut baru menunjukkan gejala sesudah beberapa bulan atau beberapa tahun mengidap penyakit diabetes mellitus. Gejala ini disebut gejala kronik atau menahun. Gejala kronik yang sering timbul adalah kesemutan, kulit terasa panas, rasa tebal di kulit, kram, mudah capai, mata kabur, gatal disekitar kemaluan, gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan sex menurun atau impoten, para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg (Askandar, 2002).

2.1.7 Diagnosis Diabetes MellitusBila ada gejala Diabetes Mellitus (polidipsi, poliurea, polifagia) maka untuk mendiagnosa cukup diperiksa gula darah sewaktunya, bila hasilnya >200 mg% maka diagnosa Diabetes Mellitus bisa ditegakkan. Adapun kategori kadar gula darah adalah sebagai berikut :1

Tabel 2.1. Kategori Kadar Gula DarahKategori Kadar Gula Darah Sewaktu Plasma Darah Darah Kapiler Kadar Gula Darah Puasa Plasma Darah Darah Kapiler Bukan DM 110

2.1.8. Tipe Diabetes Mellitus11

ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

February , 2011

Menurut American Association (ADA) (1999), Diabetes Mellitus dibagi menjadi :1 a. Diabetes Tipe I Pada Diabetes Mellitus terjadi akibat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia post prandial (setelah makan). Diabetes Tipe I disebabkan oleh faktor genetika (keturunan), faktor imunologik dan faktor lingkungan. b. Diabetes Tipe II Pada Diabetes Mellitus Tipe II tercipta dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin agar terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai penurunan reaksi intrasel sehingga insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa jaringan (ADA, 1999). Faktor yang mempengaruhi timbulnya Diabetes Mellitus yaitu usia lebih dari 65 tahun, obesitas, riwayat keluarga, kelompok etnis c. Diabetes Gestasional Terjadi pada wanita hamil yang tidak menderita Diabetes Mellitus sebelum kehamilan. Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormon-hormon plasenta. Selama kehamilan perlu dilakukan pemantauan kadar glukosa darah. Setelah melahirkan kadar glukosa darah akan kembali normal (Askandar, 2002).

2.1.9. Komplikasi Penyakit Diabetes Mellitus

12

ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

February , 2011

Komplikasi Diabetes Mellitus dapat muncul secara akut dan secara kronik, yaitu timbul beberapa bulan atau beberapa tahun sesudah mengidap Diabetes Mellitus. Adapun komplikasi Diabetes Mellitus sebagai berikut (Askandar 2002) :1 a. Komplikasi akut Diabetes Mellitus Dua komplikasi akut Diabetes Mellitus yang paling sering adalah reaksi Hipoglikemia dan koma diabetik : 1) Reaksi Hipoglikemia Reaksi Hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa, dengan tanda-tanda : adanya rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing dan sebagainya. Dalam keadaan hipoglikemia, penderita harus segera diberi roti atau pisang. Apabila tidak tertolong, berilah minuman manis dari gula, satu atau dua gelas. Jika keadaan ini tidak segera diobati, penderita tidak akan sadarkan diri, karena koma ini disebabkan oleh kurangnya glukosa dalam darah, Koma tersebut di sebut "Koma Hipoglikemik (Askandar, 2002). Penderita koma hipoglikemik harus segera dibawa ke Rumah sakit karena perlu mendapatkan suntikan glukosa 40% dan infus glukosa. Penderita Diabetes Mellitus yang mengalami resiko hipoglikemik (masih sadar), atau koma hipoglikemik biasanya disebabkan oleh obat anti Diabetes yang diminum dengan dosis yang terlalu tinggi, atau penderita terlambat makan, atau bisa jadi karena latihan fisik yang berlebihan teratur (Askandar, 2002). 2) Koma Diabetik Berlawanan dengan koma Hipoglikemik, koma diabetik ini timbul karena kadar glukosa dalam darah terlalu tinggi dan biasanya lebih dari 600 mg /dl. Gejala koma diabetik yang sering timbul adalah nafsu makan menurun (biasanya penderita Diabetes Mellitus mempunyai nafsu makan yang besar), haus, minum banyak, kencing banyak, yang kemudian disusul dengan rasa mual, muntah, nafas penderita menjadi cepat dan dalam, serta berbau aseton, sering disertai panas badan karena biasanya ada infeksi, serta penderita koma diabetik harus segera dibawa ke Rumah Sakit (Askandar, 2002). b. Komplikasi kronik Diabetes Mellitus13

ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

February , 2011

Pada penderita yang lengah komplikasi Diabetes Mellitus dapat menyerang seluruh alat tubuh, mulai dari rambut sampai ujung kaki termasuk semua alat tubuh di dalamnya. Sebaliknya, komplikasi tersebut tidak akan muncul jika perawatan Diabetes Mellitus dilaksanakan dengan baik, tertib dan teratur. Komplikasi kronik Diabetes Mellitus disebabkan oleh perubahan dalam dinding pembuluh darah, sehingga terjadi atherosklerosis yang khas yaitu Mikroangiopati. Mikroangiopati ini mengenai pembuluh darah di seluruh tubuh yang terutama menyebabkan retinopati, glamerulosklerosis, neoropati, dan dapat pula timbul infeksi kronik yaitu tuberkolosis yang secara umum terjadi komplikasi tersebut yaitu kardiovaskuler (Infark miokaid, insufisiensi koroner), mata (Retinopati diabetika, katarak), saraf (Neuropati diabetika), paru-paru (TBC), ginjal (Pielonefritis, glumerulosklerosis), kulit (gangren, furunkel, karbunkel, ulkus), hati (sirosis hepatitis) (Perkeni, 2002). c. Pemantauan pengendalian Diabetes Mellitus Tujuan pengendalian Diabetes Mellitus adalah menghilangkan gejala, memperbaiki kualitas hidup, mencegah komplikasi akut dan kronik, mengurangi laju perkembangan komplikasi yang sudah ada. Pemantauan dapat dilakukan dengan pemeriksaan gula darah, urin, keton urin dan status gizi serta pemeriksaan ke fasilitas kesehatan kurang lebih 4 kali pertahun (kondisi normal) (Sugondo, 2002). kriteria pengendalian untuk pasien yang berumur > 60 tahun dimana sasaran kadar glukosa darah lebih tinggi daripada biasa (puasa 15 tahun diperkotaan 5,7%. Prevalensi nasional Obesitas umum pada penduduk usia >= 15 tahun sebesar 10.3% dan sebanyak 12 provinsi memiliki prevalensi diatas nasional, prevalensi nasional Obesitas sentral pada penduduk Usia >= 15 tahun sebesar 18,8 % dan sebanyak 17 provinsi memiliki prevalensi diatas nasional. Sedangkan prevalensi TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) pada penduduk usia >15 tahun di perkotaan adalah 10.2% dan sebanyak 13 provinsi mempunyai prevalensi diatas prevalensi nasional. Prevalensi kurang makan buah dan sayur sebesar 93,6%, dan prevalensi kurang aktifitas fisik pada penduduk >10 tahun sebesar 48,2%.9

2.3.1 Kurang aktivitas19

ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

February , 2011

Revolusi industry mengubah jenis dan jumlah kerja yang kita lakukan. Sebelum revolusi industry, sebagian besar orang melakukan pekerjaan fisik yang berat. Lambat laun mesin mengurangi pekerjaan fisik yang harus dilakukan. saya akan bekerja memiliki arti yang sangat berbeda dengan pengertiannya 100 tahun yang lalu. Semakin sedikit orang yang melakukan pekerjaan fisik dan semakin banyak orang bekerja di belakang meja. 10 Analisis terbaru dari National Activity Pattern Survey (NHAPS) memberikan gambaran yang jelas tetapi mengejutkan tentang budaya masyarakat AS. NHAPS menyurvei 7515 orang dewasa antara Oktober 1992-September 1994. Para relawan penelitian diminta mencatat semua aktivitas mereka dan lama melakukannya. Tidak mengherankan, orang-orang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk tidur atau beristirahat (rata-rata 8 jam sehari). Namun selama mereka bangun, enam aktivitas terbanyak (berdasarkan lamanya aktivitas yang dilakukan dan energy yang digunakan) adalah mengemudi mobil, melakukan pekerjaan kantor (mengatur file, mengetik), menonton televise atau bioskop, merawat anak-anak, melakukan aktivitas sambil duduk dengan santai dan makan. Hanya 14% yang melakukan aktivitas fisik, misalnya berenang atau berolahraga rutin. Menurut NHAPS, orang dewasa menghabiskan kira-kira 3 jam sehari duduk di depan TV atau menonton film dan hampir satu etengah jam sehari untuk duduk-duduk santai. Peradaban yang baru bercirikan manusia yang bertambah tua di sofa. 10 2.3.2 Makan Melebihi Kebutuhan Dan Konsumsi Makanan Yang Salah Dengan adanya mekanisasi di bidang pertanian, makanan tersedia lebih banyak dan lebih murah dari sebelumnya. Contohnya, produk perikanan dan pasokn sayuran per kapita berlipat ganda dalam 3 tahun terakhir, melebihi populasi penduduk. 10 Supermarket membuat belanja menjadi lebih mudah. Lemari pendingin berukuran besar mengurangi frekuensi belanja, microwave menghidangkan makanan lebih cepat dan mudah. 10 Kita bukan saja makan terlalu banyak , tetapi juga banyak mengonsumsi makanan yang salah. Makanan olahan, berkadar lemak tinggi, kurang serat dan gula olahan , harganya tidak mahal dan dapat diperoleh di mana saja. 10

20

ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS 2.4 Bukti Gaya Hidup Berpengaruh 2.4.1 Diabetes Prevention Program

February , 2011

Dengan dukungan National Institute of Diabetes , Digestive and Kidney Diseases of the National Institute of Health, sekelompok peneliti klinis dari seluruh AS mengembangkan sebuah program yang bertujuan untuk mencegah diabetes dan melakukan uji ilmiah pada program tersebut. Diabetes prevention program melibatkan 3.234 orang yang tidak menderita diabetes tetapi berisiko tinggi terserang olehnya. DPP adalah penelitian terbesar tentang perubahan gaya hidup untuk mencegah diabetes yang pernah dilakukan. Para peserta penelitian adalah orang dewasa (usia di atas 25 tahun), mengalami kelebihan berat badan atau obesitas dan semuanya menderita toleransi glukosa terganggu / impaired glucose tolerance (IGT). IGT adalah kondisi ketika kadar gula darah meningkat sesudah dilakukan tes standar yang disebut uji toleransi glukosa oral, tetapi tidak cukup tinggi untuk dinyatakan sebagai diabetes. 10 Program gaya hidup DPP bertujuan mencapai perubahan jangka panjang yang berkaitan dengan perilaku penyebab kenaikan berat badan dan pola hidup kurang aktivitas. Peserta kelompok intervensi gaya hidup diminta untuk menurunkan berat badannya sebesar 7% dari berat semula, atau rata-rata setara 7 kg per orang. 10 Perubahan gaya hidup spesifik untuk menurunkan berat badan dan meningkatkan atktivitas ternyata sangat bervariasi, sama seperti populasi yang diteliti, tetapi intinya adalah menurunkan jumlah lemak dalam dietnya. Strategi ini dipilih karena setiap gram lemak mengandung lebih banyak kalori daripada karbohidrat atau protein, dan sangat mudah untuk mengidentifikasi makanan berlemak serta membatasinya. Tujuan meningkatkan aktivitas fisik adalah membantu menurunkan berat badan dan mempertahankannya dengan meningkatkan pengeluaran energi. Olahraga juga bisa mencegah diabetes karena meningkatkan sensitivitas otot terhadap insulin. 10 Jadi dengan mengubah gaya hidup yang telah mengakibatkan perkembangan diabetes, DP memperlihatkan bahwa diabetes dapat dicegah , bukan sesuatu yang dapat dihindari. 10 2.4.2 Penelitian DaQing di China21

ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

February , 2011

Prevalensi diabetes tipe 2 di china lebih rendah dibandingkan dengan AS. Namun masyarakat China mulai kebarat-baratan, dan merekapun mengalami perubahan gaya hidup pada abad ke-20. Jumlah penduduk China yang meninggalkan pekerjaan fisik seperi bertani dalam beberapa decade terakhir diperkirakan melebihi jumlah penduduk AS. Diperkirakan prevalensi diabetes naik menjadi empet kali lipat dari 1,2% menjadi 4,5% dalam kurun waktu kurang dari 20 tahun. Dengan jumlah penduduk lebih dari satu milyar, angka ini menunjukkan jumlah pasien baru diabetes yang sangat besar. 10 Untuk menghadapi masalah diabetes yang meningkat ini, uji klinis acak terkontrol dilakukan di China. Penelitian DaQing berbeda dalam DPP dalam hal pengujian strategi diet dan olahraga yang dilakukan secara terpisah dan bersamaan. Sama halnya dengan DPP, penelitian ini mengikutsertakan orang-orang yang berisiko tinggi menderita diabetes. 10 Hasil penelitian DaQing menunjukkan bahwa kelompok intervensi gaya hidup mengalami penurunan risiko terkena diabetes selama penelitian enam tahun ini. 10 2.4.3 Penelitian pencegahan Diabetes di Finlandia Penelitian ini, yang dilakukan di Negara barat dan maju menggunakan kombinasi program diet dan olahraga (seperti halnya DPP). Target penurunan berat badan adalah setidaknya 5% dari berat semula, yang dilakukan dengan diet tinggi serat dan rendah lemak. Target aktivitas fisik adalah 30 menit per hari dengan intensitas sedang. Seperti pada DPP, peserta penelitian ini mendapat konseling pribadi untuk mengubah gaya hidup. Penurunan risiko terkena diabetes pun sama hasilnya dengan peserta DPP yaitu 58%.10

2.5 Perubahan Gaya Hidup Untuk Mengobati Diabetes Tipe 2 Dan Penyakit Yang Berhubungan Dengannya Penyebab resistensi insulin yang paling umum adalah kelebihan berat badan dan penurunan aktivitas fisik. Mengubah gaya hidup yang mengarah pada kelebihan berat badan dan obesitas dapat memperbaiki efek yang merusak. 10

22

ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

February , 2011

Setelah beberapa hari mengonsumsi makanan berkalori rendah, kadar gula darah biasanya kembali normal sehingga obat-obatan tidak dibutuhkan. Hal ini sudah dibuktikan pada beberapa penelitian. Alasan mengapa penurunan jumlah kalori bahkan sebelum berat badan turun bisa memperbaiki kadar gula darah dengan drastis belum dapat dijelaskan, tetapi kemungkinan besar adalah karena perbaikan pengeluaran insulin terjadi lebih cepat dan tingkat resistensi insulin berjalan lebih lambat. 10 Peningkatan aktivitas fisik juga dapat menurunkan kadar gula darah, bahkan sebelum berat badan berkurang drastic, karena aktivitas tersebut membuat otot lebih sensitive terhadap insulin, yang mendorong gula dalam darah menuju otot. Lama kelamaan peningkatan aktivitas fisik akan menolong untuk menurunkan berat badan dan mempertahankannya. Perubahan gaya hidup yang berkesinambungan, yang menurunkan berat badan, juga akan mengurangi resistensi insulin serta memperbaiki produksi insulin. 10 Berikut ini adalah prioritas nutrisi untuk mencapai kadar gula darah yang mendekati angka normal untuk pengidap diabetes: 10 Sebagai awal, kurangi berat badan setidaknya 2,5-5 kg. kurangi jumlah asupan kalori untuk menurunkan berat badan merupakan perubahan gaya hidup yang paling ampuh yntuk menurunkan kadar gula darah

Kurangi atau hindari minuman yang mengandung pemanis buatan atau alami. Mencoba makan dengan porsi kecil pada waktu yang tetap dan teratur Konsumsi lebih banyak makanan berserat. Serat memiliki pengaruh yang

menguntungkan. Selain mengenyangkan, juga menahan kenaikan gula darah dan menurunkan kolesterol Perbanyak aktivitas fisik. Secara bertahap usahakan berolahraga 30 menit per hari sebanyak 5-6 kali seminggu. Kadar aktivitas seperti ini terkadang dapat menurunkan kadar gula darah hingga 50 poin atau lebih.

23

ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

February , 2011

BAB III KESIMPULAN Peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar, menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degeneratif seperti penyakit jantung koroner, hipertensi, hiperlipidemia, DM Berdasarkan laporan Centers for Disease and Prevention (CDP) Tahun 2007, bahwa prevalensi DM mencapai 4% di seluruh dunia yang diprediksi mencapai 5,4% pada tahun 2025.

Indonesia berada pada peringkat keempat setelah Amerika Serikat, India dan China. DM merupakan penyakit penyebab kematian nomor 6 di Indonesia dengan jumlah proporsi kematian sebesar 5,8 % setelah stroke, TB, Hipertensi, cedera dan Perinatal (hasil Riskesdas tahun 2007)

Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi Diabetes Melitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang

Tingginya jumlah penderita Diabetes Mellitus antara lain disebabkan karena perubahan gaya hidup masyarakat, tingkat kesadaran untuk melakukan deteksi dini penyakit Diabetes Mellitus yang kurang, minimnya aktivitas fisik pengaturan pola makan yang tergeser dari pola makan tradisional yang mengandung banyak karbohidrat dan serat dari sayuran, ke pola makan ke barat-baratan, dengan komposisi makan yang terlalu banyak mengandung protein, lemak, gula, garam dan sedikit mengandung serat

Penyebab resistensi insulin yang paling umum adalah kelebihan berat badan dan penurunan aktivitas fisik. Mengubah gaya hidup yang mengarah pada kelebihan berat badan dan obesitas dapat memperbaiki efek yang merusak.24

ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

February , 2011

25