DHUHITA ATITAMI JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS …/Evaluasi... · HEC-2 adalah salah satu program...
Transcript of DHUHITA ATITAMI JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS …/Evaluasi... · HEC-2 adalah salah satu program...
1
EVALUASI FUNGSI RENCANA SALURAN PENGELAK DALAM
PENGENDALIAN BANJIR KOTA BANTAENG SULAWESI SELATAN
DHUHITA ATITAMI
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kota Bantaeng merupakan Ibukota Kabupaten Bantaeng terletak di sebelah selatan
Makassar. Kota tersebut berjarak sekitar 120 km dari Kota Makassar sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar 1.1
Gambar 1.1 Peta Lokasi Kota Bantaeng dan Daerah Penelitian
(Sumber: Dinas Pekerjaan Umum)
Kota ini mengalami banjir rutin tahunan pada periode bulan April, Mei, Juni dan Juli,
yaitu dengan adanya luapan Sungai Calendu disebelah barat dan Sungai Tangngatangnga
disebelah timur. Genangan banjir akibat luapan sungai tersebut mencapai kedalaman 90
cm hingga 150 cm diareal perkantoran dan permukiman, dengan durasi banjir hingga
mencapai 5-12 jam. Wilayah banjir yag paling parah secara administratif terletak di
Kecamatan Bantaeng (Malilingi) di Kabupaten Bantaeng.
LOKASI
3
Pembenahan untuk mengatasi permasalahan luapan sungai tersebut sedang diupayakan
oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bantaeng salah satunya adalah pembangunan saluran
pengelak yang akan berfungsi untuk mengalihkan debit banjir rencana dari Sungai
Tangngatangnga ke Sungai Calendu.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
a. Mencari faktor penyebab banjir di Kota Bantaeng.
b. Seberapa besar pengaruh konstruksi saluran pengelak untuk bisa mereduksi banjir di
Kota Bantaeng?
1.3. Batasan Masalah
Pada penulisan tugas akhir ini, penulis akan melakukan pembatasan masalah mencakup:
a. Tidak menghitung tinggi mercu bendung secara mendetail dan hanya menggunakan
data yang sudah ada dari hasil perencanaan.
b. Lokasi penelitian
Pada pembahasan ini, DAS yang digunakan adalah DAS Calendu dan DAS
Tangngatangnga.
c. Data yang digunakan berupa data sekunder sehingga tidak diperlukan adanya survey
lapangan untuk memperoleh data.
d. Seluruh data diperoleh dari instansi terkait termasuk data profil sungai.
e. Solusi banjir yang diterapkan dalam penelitian ini adalah pembuatan saluran pengelak
pada Sungai Calendu.
f. Tidak melakukan analisis terhadap kerugian akibat banjir yang terjadi.
g. Kala ulang hujan dianggap sama dengan kala ulang banjir
4
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor penyebab banjir di Kota Banteng
dan mengetahui pengaruh konnstruksi saluran pengelak untuk bisa mereduksi banjir di
Kota Bantaeng.
1.5. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis
- Meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang desain
infrastruktur keairan khususnya dan metoda pengendalian banjir pada umumnya.
b. Manfaat praktis
- Mengetahui besarnya pengaruh pembangunan saluran pengelak dalam upaya
mengatasi banjir di Kota Bantaeng.
5
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka
Pengendalian banjir menyangkut beberapa alternatif tindakan (secara struktural tangggul,
perbaikan saluran, waduk dan non struktural dalam bentuk perbaikan tata guna lahan).
(Ganoulis. J, 2003).
Daerah pengaliran sebuah sungai adalah daerah tempat presipitasi itu mengonsentrasi ke
sungai. Garis batas daerah-daerah aliran yang berdampingan disebut daerah pengaliran.
Luas daerah didapat diperkirakan dengan pengukuran daerah itu pada peta topografi.
Daerah pengaliran, topografi, tumbuh-tumbuhan dan geologi mempunyai pengaruh
terhadap debit banjir, corak banjir, debit pengaliran dasar dan seterusnya. Daerah
pengaliran berbentuk bulu burung mempunyai debit banjir yang kecil namun banjir yang
terjadi agak lama, sedangkan daerah pengaliran yang menyebar (bentuk kipas)
mempunyai debit banjir yang besar. (Suyono Sosrodarsono dan Kensaku Takeda ,
1987)
Aliran permukaan atau limpasan permukaan adalah air yang dalam perjalanannya menuju
alur pengaliran berada di atas permukaan tanah. Jarak yang ditempuh air sebagai aliran
permukaan relatif pendek sehingga aliran permukaan cepat mencapai luar pengaliran dan
bila terjadi dalam jumlah yang cukup banyak, akan mempengaruhi debit puncak yang
terjadi (Linsley , dkk , 1982)
Sistem sumber daya air harus dirancang bagi hal-hal yang akan terjadi pada masa yang
akan datang, yang tidak dapat dipastikan kapan akan terjadi. Oleh karena itu, ahli
hidrologi harus memberikan suatu pernyataan probabilitas bahwa alira-aliran sungai (atau
6
faktor hidrologi lainnya) akan menyamai atau melebihi (atau kurang dari) suatu nilai
yang telah ditentukan. Probalitas-probabilitas tersebut penting artinya bagi evaluasi
ekonomis dan sosial suatu proyek. Pada umumnya pengendalian yang mutlak atas banjir
yang mempunyai probabilitas tertentu mengandung pengakuan bahwa kemampuan
proyek sekali-sekali dapat dilampaui dan kerusakan harus dialami. Tujuan perencanaan
itu bukan untuk menghilangkan banjir, tapi untuk mereduksi frekuensi banjirnya.
(Linsley , dkk , 1982).
Hujan yang terjadi dapat merata di seluruh kawasan yang luas atau terjadi hanya bersifat
sementara. Hujan bersifat setempat artinya ketebalan hujan yang di ukur dari suatu pos
hujan belum tentu dapat mewakili hujan untuk kawasan yang lebih luas, kecuali untuk
lokasi sekitar pos hujan tersebut (Soewarno,2000).
Ada tiga cara perkiraan debit banjir berdasarkan data hujan, yaitu menggunakan rumus
empiris, cara statistik, dan menggunakan unit hidrograf. Dari ketiga cara tersebut cara
ketiga merupakan cara yang paling dapat dipercaya dan hasilnya dapat berupa grafik
hidrograf (Mamok Suprapto, 1999).
Hidrograf merupakan sifat tanggapan DAS terhadap masukan hujan dengan intensitas,
lama dan agihan tertentu. Dengan demikian dapat diketahui bahwa untuk setiap masukan
yang berbeda akan dihasilkan keluaran yang berbeda pula. Perbedaan ini dapat terjadi
karena ada ketergantungan antara sifat masukan, sifat sistem DAS dan berbagai unsur
penyusunnya. Sehingga sebenarnya dalam suatu sistem DAS terdapat suatu ciri khas
yang menunjukkan sifat tanggapan DAS terhadap suatu masukan tertentu. Tanggapan
yang demikian dalam konsep model hidrologi dikenal dengan Hidrograf Satuan (Sri
Harto, 1993).
HEC-2 adalah salah satu program hitungan yang dibuat oleh US Army of Engineers.
Program inni dibuat untuk menghitung garis muka air di saluran terbuka pada aliran
berubah (gradually varried flow). Baik aliran subkritik maupun aliran superkritik dapat
dilakukan perhitungan dengan program ini. (Budi, 1990)
7
Lokasi rencana Bendung Tangngatangnga dan recana saluran pengelaknya terhadap Kota
Bantaeng ditunjukkan pada Gambar 2.2. Kota Bantaeng diapit oleh dua anak sungai yaitu
Sungai Calendu dan Sungai Tangngatangnga dengan karekteristik sungai yang berbeda-
beda. Pada kasus ini, debit banjir akan dialihkan dari Sungai Tangngatangnga ke Sungai
Calendu melalui sebuah saluran pengalih secara gravitasi (Prosiding seminar Sehari
Penanganan Lahan Kritis dan Banjir di Kabupaten Bantaeng). Oleh sebab itu,
diperlukan adanya fasilitas yang berfungsi untuk meninggikan muka air di Sungai
Tangngatangnga berupa bendung. Sampai saat ini belum diperoleh informasi mengenai
berapa persen (%) debit yang dapat dilihkan dari Sungai Tangngatangnga ke Sungai
Calendu.
Ada beberapa upaya yang diusulkan guna mengendalikan masalah banjir di Kota
Bantaeng (Prosiding seminar Sehari Penanganan Lahan Kritis dan Banjir di
Kabupaten Bantaeng) antara lain:
a. Waduk pengendali banjir
Pembuatan waduk pengendali banjir direkomendasikan berdasarkan pertimbangan
kecocokan topografi yang umumnya dibangun di bagian hulu dari DAS.
b. Pintu klep
Konstruksi ini berfungsi untuk mengatur aliran air. Pada saat air sungai cukup rendah,
aliran air yang berasal dari saluran drainase lahan disekitarnya dapat dibuang ke
sungai.
c. Pengaturan alur sungai
Metode ini bertujuan untuk menurunkan ketinggian air banjir dengan cara
memperbesar kapasitas alur sungai dengan memperhatikan parameter-parameter
hidrolika sungai seperti luas penampang basah, angka kekasaran, dan kemiringan
memanjang.
d. Saluran pengelak banjir
Pembuatan saluran pengelak merupakan salah satu alternatif pengendalian banjir
karena dengan adanya saluran pengelak, debit banjir yang tidak tertampung pada
sungai (melebihi kapasitas sungai) dapat dialihkan pada saluran ini.
8
Penelituan ini hanya akan membahas lebih lanjut mengenai alternativ pengendalian banjir
dengan menggunakan saluran pengelak banjir.
2.2. Dasar Teori
2.2.1. Analisis Hidrologi
1. Analisis Statistik Curah Hujan
Analisis statistik adalah analisis yang bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat dari suatu
data hujan, sehingga diperoleh parameter-parameter statistiknya, yang akan menentukan
analisis frekuensinya. Parameter-parameter tersebut adalah:
a.Rata-rata hitung
n
XXXx n+++=
...21 (2.1)
b.Standar Deviasi
1
)(1
2
-
-=å=
n
XXSd
n
ii
(2.2)
c.Koefisien Variasi
X
SdCv = (2.3)
d.Koefisien Kemencengan/Skewness
å=
---
=n
ii XX
Sdnnn
Cs1
33
)().2)(1(
(2.4)
e.Koefisien Kurtosis
å=
----
=n
ii XX
Sdnnnn
Ck1
43
)().3)(2)(1(
(2.5)
9
2. Uji Distribusi Curah Hujan
Pada penelitian ini, uji distribusi curah hujan yang digunakan yaitu uji Chi Square (Chi
Kuadrat)
Uji Chi Kuadrat menggunakan persamaan sebagai berikut :
å -=
g
i Ei
EiOiX
22 )(
(2.6)
dengan :
X2 =parameter Chi kuadrat terhitung g =jumlah grup (sub kelompok) Oi = jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok ke i Ei = jumlah nilai teoritis pada sub kelompok ke i
Hasil uji Chi Kuadrat teoritis tidak boleh melebihi nilai kritis Chi Kuadrat (X20,95 >
X0).
3. Analisis Frekuensi
Analisis frekuensi dilakukan untuk memperkirakan besarnya curah hujan di waktu yang
akan datang berdasarkan data curah hujan di waktu yang telah lampau. Ada beberapa
metode distribusi frekuensi, antara lain:
a. Distribusi Gumbell
Mensyaratkan parameter statistik yang digunakan adalah:
Ck = 5,4002 Cs = 1,1396
b. Distribusi Normal
Mensyaratkan parameter statistik yang digunakan adalah:
Ck = 3 Cs = 0
c. Distribusi Log Normal
Parameter statistik yang digunakan adalah:
10
Cs/Ck = 3,0
d. Distribusi Log Pearson Tipe III
Tidak ada persyaratan khusus dalam penentuan statistiknya. Oleh karena itu,
metode ini lebih fleksibel untuk digunakan.
Prosedur untuk menentukan kurva distribusi Log Pearson tipe III adalah:
a. Menentukan logaritma dari semua varian X
b. Menghitung nilai standar deviasi dari log X
n
XX å= log
log (2.7)
c. Menghitung nilai standar deviasi dari log X
1
)log(loglog
3
-
-= å
n
XXXSd (2.8)
d. Menghitung koefisien kemencengan
33
)log(log)log).(2)(1( å -
--= XX
XSdnnn
Cs (2.9)
Hujan rancangan diperoleh dengan menentukan antilog X pada rumus 2.7 dengan
menyesuaikan besaranya Cs dalam beberapa periode ulang yang dikehendaki.
4. Analisis Hujan Efektif
a. Mengitung Koefisien Pengaliran
Koefisien pengaliran suatu sungai tertentu tidak tetap, tergantung pada bagian
sungai yang ditinjau (hulu, tengah, hilir), kondisi sungai dan curah hujan (Suyono
Sudarsono; Kensaku Takeda, 1987).
b. Distribusi Hujan Jam-Jaman
Perhitungan hidrograf debit banjir menggunakan data hasil perhitungan ordinat
HSS dengan periode penelusuran D t = 1 jam dan hasil perhitungan hujan efektif
11
periode ke-n (n = 1 hingga 6). Hidrograf debit banjir merupakan jumlah total
analisis dari periode ke-1 sampai periode ke-6.
Satuan selang 6 jam ini adalah kira-kira cocok untuk digunakan dalam analisa-
analisa curah hujan. Jika satuan selang diambil lebih lama dari maka variasi
intensitas curah hujan itu tidak jelas(Suyono Sosrodarsono, 1977).
Sebaran / distribusi hujan jam-jaman yang dihitung berdasarkan curah hujan
harian pada umumnya digunakan rumus Mononobe :
3/2
24 ÷øö
çèæ=
Tt
t
RRt (2.10)
dengan :
Rt = distribusi hujan periode ke-t (mm/jam) R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm/hari) t = periode hujan ke-n (jam) T = periode hujan dalam sehari diasumsikan 6 periode (jam)
Curah hujan ke-t dihitung dengan persamaan :
)1().1(. ---= ttT RtRtR (2.11)
dengan :
RT = distribusi hujan periode ke-t t = periode hujan ke-n(jam)
c. Menghitung Hujan efektif
Hujan efektif dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Re = f . Rt (2.12)
dengan : f = koefisien pengaliran RT = hujan rancangan (mm)
5. Analisis Debit Banjir
Untuk menentukan debit banjir berdasarkan data awal berupa data hujan, dapat dilakukan
dengan beberapa cara, diantaranya dengan cara rasional dan cara Hidrograf Satuan
Sintetik. Penelitian ini menggunakan cara HSS Nakayasu,Snyder, dan Gamma I.
12
Parameter yang digunakan dalam metode ini adalah luas daerah pengaliran sungai dan
panjang sungai.
Hidrograf debit banjir dapat dihitung untuk berbagai periode ulang (return period) sesuai
dengan kebutuhan. Klasifikasi untuk menentukan kriteria debit banjir periode ulang
tertentu dalam kaitannya dengan perencanaan bangunan konstruksi dapat dilihat pada
Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Klasifikasi Periode Ulang Berdasarkan Jenis Konstruksi
Jenis Konstruksi Periode UlangBendungan tipe urugan (earth/rockfill dam) 1000Bendungan konstruksi beton (mansory and concrete dam) 500-1000Bendung (weir) 50-100Saluran pengelak banjir 20-50Tanggul 10-20Saluran drainase 5-10
Sumber : Mamok Suprapto (1999)
Hasil ini merupakan debit masukan yang akan digunakan dalam analisis hidrolik terhadap
saluran.
a. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu
Nakayasu dari Jepang telah menyelidiki beberapa hidrograf satuan. Ia membuat
rumus hidrograf satuan sintetik dari hasil penyelidikannya (Soemarto, 1995).
Rumus yang dihasilkan adalah sebagai berikut :
)3,0(6,3
.
3,0TTpRoA
Qp+
= (2.13)
dengan :
Qp = debit puncak banjir (m3/det) Ro = hujan satuan (mm) A = luas daerah pengaliran sungai (km2) Tp = tenggang waktu dari permulaan hujan sampai terjadi puncak banjir
(jam) T0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak
sampai menjadi 30% dari debit puncak (jam)
13
Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu mempunyai dua bagian lengkung/kurva yaitu
lengkung naik dan lengkung turun. Sketsa hidrograf dapat dilihat pada Gambar 2.1
berikut.
Gambar 2.3. Sketsa Hidrograf Nakayasu
Bagian lengkung/kurva naik (rusing limb) hidrograf satuan sintetik Nakayasu
memiliki persamaan:
4,2
÷÷ø
öççè
æ=
Tpt
QpQa (2.14)
dengan :
Qa = limpasan sebelum mencapai debit puncak (m3/det) Qp = debit puncak banjir (m3/det) t = waktu (jam) Tp = tenggang waktu dari permulaan hujan sampai terjadi puncak banjir
(jam)
Bagian lengkung turun (decresing limb) mempunyai persamaan sebagai berikut:
Kurva turun 1:
Qd1 > 0,3 Qp
Qd1 = Qp . 0,3 ( t – Tp ) / T0,3 (2.15)
14
Kurva turun 2:
0,3 Qp . Qd3
Qd2 = Qp . 0,3 ( t – Tp + 0,5 T0,3 ) / 1,5 T0,3 (2.16)
Kurva turun 3:
0,32 Qp > Qd3
Qd3 = Qp . 0,3 ( t – Tp + 1,5 T0,3 ) / 2,0 T0,3 (2.17)
dengan :
Qd = limpasan setelah mencapai debit puncak (m3/det) Qp = debit puncak banjir (m3/det) T0,3 = waktu yang diperlukan dari permulaan hujan sampai terjadi puncak
banjir (jam) Tp = tenggang waktu dari permulaan hujan sampai terjadi puncak banjir
(jam)
Waktu konsentrasi dihitung berdasarkan panjang sungai dengan persamaan sebagai
berikut:
- untuk L < 15 km
tg = 0,21 L0,7 (2.18)
- untuk L > 15 km
tg = 0,4 + 0,058 L (2.19)
dengan : L = panjang sungai (km) tg = waktu konsentrasi (jam)
Waktu efektif dihitung dengan persamaan:
tr = 0,5 tg (2.20)
dengan : tr = waktu efektif (km) tg = waktu konsentrasi (jam)
Tenggang waktu (time lag) dari permulaan hujan sampai terjadi puncak banjir
dihitung dengan persamaan:
15
Tp = tg + 0,8 tr (2.21)
dengan : Tp = tenggang waktu dari permulaan hujan sampai terjadi puncak banjir
(jam) tg = waktu konsentrasi (jam)
Waktu yang diperlukan oleh penurunan debit dari debit puncak sampai menjadi 30%
dari debit puncak dihitung dengan persamaan:
T0,3 = a tg (2.22)
dengan :
T0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit dari debit puncak sampai menjadi 30% dari debit puncak (jam)
tg = waktu konsentrasi (jam) a = untuk daerah pengaliran biasa a =2
b. Metode Hidrograf Satuan Sintetik Gama I
Satuan hidrograf sintetik Gama I dibentuk oleh tiga komponen dasar yaitu waktu naik
(TR), debit puncak (Qp), waktu dasar (TB), dengan uraian sebagai berikut :
- Waktu naik (TR) dinyatakan dengan rumus :
TR = 0,43 3
100÷øö
çèæ
SFL
+ 1,0665 SIM + 1,2775 (2.23)
dengan:
TR = waktu naik (jam) L = panjang sungai (km) SF = faktor sumber yaitu perbandingan antara jumlah panjang sungai tingkat I dengan jumlah panjang sungai semua tingkat SIM = faktor simetri ditetapkan sebagai hasil kali antara factor lebar (WF) dengan luas relatif DAS sebelah hulu ( RUA ) WF = faktor lebar adalah perbandingan antara lebar DPS yang diukur dari titik di sungai yang berjarak ¾ L dan lebar DPS yang diukur dari titik yang berjarak ¼ L dari tempat pengukuran
- Debit puncak (Qp) dinyatakan dengan rumus :
Qp = 0,1836°0,5886 JN-0,2381 TR-0,4008 (2.24)
16
dengan:
Qp = debit puncak (m3/dt) JN = jumlah pertemuan sungai TR = waktu naik
- Waktu dasar (TB) dinyatakan dengan rumus :
TB = 27,4132.TR0,1457.S-0,0986.SN0,7344.RUA0,2574 (2.25)
dengan:
TB = Waktu dasar (jam) TR = Waktu naik (jam) S = Kelandaian sungai rata-rata SN = Frekuensi sumber yaitu perbandingan antara jumlah segmen
sungai-sungai tingkat I dengan jumlah sungai semua tingkat RUA = Luas DPS sebelah hulu (km)
Gambar 2.4. Skema Penetapan WF dan Penetapan RUA
c. Metode Hidrograf Satuan Sintetik Snyder - ALEXEJEV
Hidrograf satuan sintetik Snyder ditentukan secara cukup baik dengan tinggi d = 1 cm
dan dengan tiga unsur yang lain, yaitu Qp (m3/detik), Tb serta tr (jam).
17
Gambar 2.5. Sketsa Hidrograf Snyder
Dengan unsur-unsur hidrograf tersebut di atas Snyder membuat rumus-rumusnya sebagai berikut :
tp = Ct . (L . Lc)n (2.26)
te = 5,5
tp (2.27)
- Untuk te < tr (tr = 1 jam)
Tp = tp + 0,5 (2.28)
- Untuk te > tr
t’p = tp +0,25 (tr-te) (2.29)
Tp = t’p + 0,5 (2.30)
qp = TpCp
278,0 (2.31)
Qp = qp . A (2.32)
Tb = 72 + 24.3 Tp
(2.33)
dengan:
tp = waktu antara titik berat curah hujan hingga puncak (time lag) (jam)
A = luas daerah pengaliran (km2) L = panjang sungai (km)
Q m3/det
t TB
tp
tr
Qp
18
Lc = jarak antara titik berat daerah pengaliran dengan pelepasan (outlet) yang diukur sepanjang aliran utama (km)
Ct & Cp = koefisien empiris qp = puncak higrograf satuan (m3/detik/km2) Qp = debit puncak (m3/detik) Tp = waktu yang diperlukan antara permulaan hujan hingga
mencapai puncak hidrograf (jam) tr = lama hujan satuan (jam) te = lama hujan satuan efektif (jam) Tb = waktu dasar (jam)
Koefisien-koefisien Ct dan Cp harus ditentukan secara empiris, karena besarnya
berubah-ubah antara daerah yang satu dengan yang lain. Besarnya Ct = 0.75 – 3.00,
sedangkan besarnya Cp = 0.90 – 1.40
Snyder hanya membuat rumus empirik untuk menghitung debit banjir puncak Qp dan
waktu yang diperlukan untuk mencapai puncak dari suatu hidrografnya memerlukan
waktu untuk mengkalibrasi parameter-parameternya. Untuk mempercepat pekerjaan
tersebut disebut rumus ALEXEJEV, yang memberikan bentuk hidrograf satuannya.
Persamaan ALEXEJEV adalah sebagai berikut:
Q = f (t) (2.34)
QpQ
Y = (2.35)
Tpt
X = (2.36)
x
x
aY
2)1(
10-
-= (2.37)
045,015,032,1 2 ++= lla (2.38)
AhTpQp
..
=l (2.39)
dengan:
Qp = debit puncak (m3/detik)
19
Tp = waktu yang diperlukan antara permulaan hujan hingga mencapai puncak hidrograf (jam)
2.3. Kerangka Pikir
Langkah awal dalam menganalisis data yaitu melakukan pengamatan dan mengumpulkan
data hidrolgi, penampang sungai dan data-data penunjang lainnya. Data hidrologi
misalnya data curah hujan. Sedangkan data penunjang lainnya misalnya peta genangan,
peta rupa bumi, dll.
Analisis data hujan dilakukan terhadap data hujan harian maksimum dari Stasiun Tino
Toa. Kemudian dihitung berapa besar hujan rancangan untuk periode ulang tertentu lalu
dihitung hujan efektifnya.
Perhitungan debit banjir rencana akan menggunakan HSS Nakayasu, HSS Gamma I, dan
HSS Snyder. Hasil dari ketiga metode HSS tersebut selanjutnya dibandingkan dan dipilih
dua metode dengan hasil yang saling mendekati satu sama lain. Dari kedua HSS tersebut
selanjutnya dipilih salah satu metode HSS yang akan digunakan dalam perhitungan
selanjutnya dengan mempertimbangkan parameter-parameter yang digunakan pada
perhitungan HSS tersebut.
Hasil dari perhitungan debit tersebut akan digunakan sebagai data untuk perhitungan
hidolika sehingga dapat diketahui besarnya kapasitas tampungan dan rencana dimensi
saluran yang tepat untuk dapat menampung debit banjir rencana yang ada.
Uraian diatas akan dirangkum dalam Gambar 2.6. berikut.
20
Gambar 2.6. Diagram Kerangka Pikir Penelitian
Banjir yang terjadi setiap tahun
Mengumpulkan data banjir
Analisis komponen hidrologi penyebab banjir
Analisis komponen hidrolika berdasarkan crossection eksisting dan debit banjir rencana dengan program HEC-RAS versi 4.0 BETA
Analisis terjadinya banjir
Solusi terhadap banjir berupa perencanaan saluran pengelak
21
S. Tangngatangnga
S. Calendu
Saluran Pengelak
Skema S. Tangngatangnga dan S. Calendu
Gambar 2.1. Skematisasi Sungai Tangngatangnga dan Sungai Calendu
22
Gambar 2.2. Peta DAS Tangngatangnga dan DAS Calendu
23
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang dilakukan berdasar atas studi
kasus mengenai dampak tingginya curah hujan terhadap kapasitas tampungan alur sungai
Tangngatangnga dan kemudian menentukan solusi yang paling mungkin dilakukan untuk
pengendalian banjir.
3.2. Lokasi Penelitian
Wilayah yang ditinjau dalam penelitian ini yaitu DAS Tangngatangnga dan DAS
Calendu yang terletak di Kabupaten Bantaeng.
3.3. Metode Penelitian
Pada penelitian ini, penulis melakukan perhitungan terhadap tinggi curah hujan harian,
yang di ubah menjadi debit banjir dengan Hidrograf Satuan Sintetik yang menyebabkan
peningkatan tinggi muka air yang melalui alur sungai dengan kapasitas yang dapat
ditampung oleh alur Sungai Tangngatangnga dengan menggunakan program HEC-RAS
4.0.
3.4. Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder atau data yang telah
diukur, dicatat, dan didesain oleh instansi terkait. Data untuk penelitian diambil dari
24
Konsultan perencana proyek pembangunan Bendung Tangngatangnga di Makassar. Data
sekunder tersebut kemudian diolah menjadi data yang siap digunakan untuk analisis
selanjutnya, sehingga dapat mencapai tujuan yang sesuai dengan tujuan penelitian.
Data yang digunakan pada analisis ini adalah:
a. Data hujan
Data hujan diambil dari stasiun pencatat curah hujan yang terdapat di wilayah DAS
Tangngatangnga. Pada penelitian ini, hanya satu Stasiun yang digunakan yaitu stasiun
Tinotoa dengan pertimbangan karena hanya stasiun tersebut yang paling berpengaruh
dalam mengalirkan debit air ke Sungai Tangngatangnga. Data hujan yang dipakai adalah
data hujan harian maksimum, yaitu data curah hujan yang paling tinggi dalam satu tahun.
Berdasarkan data yang ada, terdapat tahun dengan data kosong. Penyebab kekosongan
data kebanyakan karena kerusakan alat, dan kelalaian petugas dalam mencatat dan
menyimpan data hujan.
Data curah hujan harian maksimum yang dipakai dalam perhitungan adalah data curah
hujan harian maksimum dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2008 (20 tahun).
b. Potongan memanjang dan potongan melintang sungai
Data potongan memanjang dan potongan melintang Sungai Tangngatangnga diperoleh
dari konsultan perencana proyek pembangunan Bendung Tangngatangnga yang
bertempat di Makassar. Data tersebut merupakan hasil pengukuran terbaru terhadap alur
Sungai Tangngatangnga.
c. Peta-Peta
(1) Peta genangan banjir
(2) Peta situasi
(3) Peta DAS Calendu dan DAS Tangngatangnga
(4) Peta kabupaten Bantaeng
25
Peta-peta tersebut tidak menggunakan skala yang tepat namun besaran yang
dibutuhkan (kluas daerah dan panjang sungai) telah diketahui dari data sekunder yang
telah ada.
3.5. Analisis Data
Data hujan DAS Sungai Tangngatangnga ditentukan dari perhitungan terhadap data hujan
harian maksimum dari stasiun pencatat curah hujan yang ada. Setelah memperoleh data
hujan, kemudian menentukan analisis frekuensi terhadap data yang telah ada sehingga
diperoleh pola distribusi yang tepat. Kemudian dihitung nilai hujan rancangan untuk
periode ulang tertentu berdasarkan hasil analisis frekuensi, dalam penelitian ini
digunakan periode ulang 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun dan 25 tahun dengan asumsi sebagai
standar perencanaan saluran pengelak. Setelah diperoleh nilai debit hujan rancangan
untuk periode ulang tertentu lalu dicari hujan efektifnya.
Penelitian ini menggunakan program HEC-RAS 4.0 Betha untuk menghitung kapasitas
saluran dan rencana saluran pengelak. Data yang dibutuhkan pada perhitungan dengan
program ini yaitu:
a. Data crossection dan longsection
b. Skematisasi sungai
c. Koefisien Manning
d. Jarak antar stasioning
e. Debit banjir rencana dengan kala ulang, 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun, dan 25 tahun
pada masing-masing saluran.
a. Input Data
1. Menentukan skema geometry
Skema geometry adalah skema letak/situasi saluran pengelak terhadap kedua
sungai. Pada skema tersebut dicantumkan titik penghubung (junction) antara
26
saluran pengelak dan masing-masing sungai. Tiap sungai dibagi menjadi dua ruas
yaitu sebelum dan sesudah pertemuan dengan saluran pengelak. Hal ini
dikarenakan adanya perbedaan debit yang akan digunakan pada masing-masing
ruas disesuaikan dengan estimasi debit yang akan digunakan.
2. Data Crossection
Data crossection merupakan data yang diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan
dan dicantumkan pada masing-masing ruas sungai. Besaran stasioning crossection
pada umumnya menunjukkan kedudukan hulu dan hilir sungai. Semakin kecil nilai
stasioning menunjukkan alur sungai ke arah hilir. Namun hal tersebut harus
memperhatikan data longsection yang ada.
3. Steady Flow Data
Pada tiap ruas sungai dan saluran diberi data debit banjir rencana dengan kala
ulang 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun, dan 25 tahun dengan variasi tertentu.
b. Output Data
Setelah semua data dan parameter di input, maka program akan menunjukkan dalam
diagram apakah saluran tersebut mampu menampung debit yang dialirkan pada
saluran yang bersangkutan. Setelah kita mengetahui adanya kemungkinan banjir
pada sungai/saluran, maka langkah selanjutnya penulis merancang dimensi saluran
pengelak. Penulis melakukan percobaan dalam menentukan dimensi pada saluran.
Selanjutnya dengan menggunakan dimensi tersebut, penulis melakukan percobaan
presentase debit yang dialirkan pada saluran pengelak untuk mengetahui efektifitas
saluran pengelak dalam mereduksi banjir.
Pada penelitian ini digunakan tiga percobaan dengan mengubah presentase debit
pada saluran pengelak untuk mengetahui efektifitas saluran. Percobaan terhadap data
debit akan dijelaskan pada Tabel 3.1 berikut.
Tabel 3.1. Variasi Percobaan Debit Pada Saluran Pengelak
S. Tangngatangnga Sal. Pengelak S. Calendu
27
Hulu Hilir Hulu Hilir
100% 10% 90% 100% 100% + 90% sal pengelak
100% 20% 80% 100% 100% + 80% sal pengelak
100% 30% 70% 100% 100% + 70% sal pengelak
100% 40% 60% 100% 100% + 60% sal pengelak
100% 50% 50% 100% 100% + 50% sal pengelak
100% 60% 40% 100% 100% + 40% sal pengelak
100% 70% 30% 100% 100% + 30% sal pengelak
S. TangngatangngaHulu
S. CalenduHulu
Saluran Pengelak
Skema S. Tangngatangnga dan S. Calendu
S. TangngatangngaHilir S. Calendu
Hilir
Gambar 3.1. Skema Sungai Tangngatangnga dan Sungai Calendu
Bagian Hulu dan Hilir
Presentase ini merupakan ketetapan penulis untuk mengetahui efektifitas saluran.
Semakin banyak percobaan akan menunjukkan keakuratan dalam menentukan
efektifitas saluran pengelak dalam mereduksi banjir.
28
Parameter DAS (luas, panjang sungai)
Hujan Rancangan
Hujan Efektif
Hujan Daerah
Ada kekosongan data
ya
Perkiraan data hujan yang hilang
Start
Hujan Daerah Harian Maksimum
Debit Banjir HSS Nakayasu, Gamma I, Snyder
29
Gambar 3.2. Diagram Alir Metodologi Penelitian
Tinggi muka air banjir
Selesai
Rencana saluran pengelak
HEC-RAS versi 4.0 Beta
Crossection, longsection sungai dan saluran Dipilih Hasil Perhitungan dengan
Metode Nakayasu
30
BAB 4
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisis Data
Banjir yang terjadi di Kota Bataeng merupakan banjir rutin yang sering terjadi pada
setiap periode hujan yaitu bulan April, Mei, Juni, dan Juli. Kejadian tersebut merupakan
dampak dari meluapnya Sungai Tangngatangnga dan Sungai Calendu. Kondisi topografi
dan intensitas curah hujan merupakan faktor penyebab terjadinya banjir di kota tersebut.
Sungai Tangngatangnga dan Sungai Calendu memiliki kondisi topografi yang kurang
menguntungkan bagi upaya-upaya pengendalian banjir. DAS Tangngatangnga dan
Calendu merupakan daerah relatif datar sepanjang ± 10 km dari muara ke hulu. Dari
aspek morfologi, daerah ini terletak pada ketinggian 0 – 25 m dari permukaan air laut
(mdpl), berbatasan langsung dengan Laut Flores yang membentang sepanjang pesisir
pantai, memanjang dari timur ke barat. Kemiringan rata-rata pada aliran Sungai
Tangngatangnga dan Sungai Calendu ini berkisar 1 % hingga 7 % yang menjadikan salah
satu faktor kecepatan aliran banjir menjadi kecil dan lama genangan akan meningkat.
31
Gambar 4.1. Peta Genangan Banjir DAS Tangngatangnga dan Calendu
Pada Tahun 2001
Analisis banjir pada suatu daerah memerlukan data debit banjir. Perhitungan data debit
pada penelitian ini menggunakan perhitungan dengan menggunakan metode HSS
Nakayasu, Gamma I, dan Snyder.
Sebelum melakukan perhitungan debit banjir, data curah hujan maksimum diolah untuk
mendapatkan data hujan rancangan dengan berbagai periode ulang. Jika data curah hujan
tersebut kurang lengkap, maka terlebih dahulu dilakukan perkiraan terhadap data hujan
yang hilang tersebut.
Data hujan yang hilang kemudian digunakan untuk menghitung besarnya hujan
rancangan dengan penerapan statistik dan kemudian digunakan untuk menetukan
besarnya hujan efektif . Data hujan efektif akan digunakan dalam analisis debit banjir
dengan metode Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu dan kemudian akan digunakan dalam
analisis hidrolik.
S. T
angn
gata
ngng
a
S. C
alen
du
Laut Flores
32
4.1.1.Uji Validitas Data
Penelitian ini menggunakan data curah hujan dari tahun 1990 hingga 2008. sebelum
melakukan pengolahan data, terlebih dahulu data tersebut diuji tingkat kevalidannya
dengan menggunakan uji validitas. Pada penelitian ini, uji validitas yang digunakan yaitu
metode chi kuadrat. Adapun tahap pengujian validitas data yaitu:
a. Mengurutkan data curah hujan maksimum dari terkecil ke terbesar
13,00 30,00 35,00 41,00 48,00 59,00 59,00 62,00 72,00
73,00 73,00 80,00 90,00 120,00 125,00 130,00 170,00 200,00
278,00
b. Mengelompokkan data menjadi 3 bagian
Kelompok 1 : data curah hujan antara 10,00 – 97,00
Kelompok 2 : data curah hujan antara 98,00 – 185,00
Kelompok 3 : data curah hujan antara ³ 186,00
c. Menjumlahkan data pengamatan pada setiap kelompok
Kelompok 1 : 13 data
Kelompok 2 : 4 data
Kelompok 3 : 2 data
d. Menentukan besarnya peluang (Ei)
e. Pada tiap kelompok, hitung nilai i
ii
E
EO )( - dan (Oi - Ei) dan jumlahkan nilai
i
ii
E
EO )( - seluruh hasilnya untuk menentukan nilai chi kuadrat hitung.
Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel beerikut.
Tabel 4.1. Hasil perhitungan Uji Validitas Data
1 2 3
value range Kategori
10,00 – 97,00 98,00 – 185,00 ≥186,00
Jumlah
Oi 5.0 8.0 3.0 16.0
33
Ei 5.3 5.3 5.3 16.0
Oi - Ei -0.3 2.7 -2.3 (Oi - Ei)²/Ei 0.0 1.3 1.0 2.4
dk = 2 dan α = 95%, X² = 2,40
X² 0.95 (9,21) > Xo (2,4)
sehingga hasil pengujian tak berarti atau non signifikan dan hipotesis di terima
4.1.2. Hujan Daerah DAS Tangngatangnga
Hujan daerah DAS Tangngatangnga dapat diketahui dari data curah hujan harian yang
diperoleh dari stasiun pencatat curah hujan yang terdapat di wilayah DAS
Tangngatangnga. Stasiun yang digunakan sebagai acuan hanya ada satu buah stasiun
pencatat yaitu stasiun Tinotoa, karena hanya stasiun ini yang memiliki jarak terdekat
dengan DAS Tangngatangnga dan memiliki peran cukup besar pada DAS
Tangngatangnga.
Data curah hujan maksimum yang dipakai dalam perhitungan adalah data curah hujan
harian maksimum dari tahun 1990 hingga tahun 2008 (19 tahun). Berdasarkan data yang
diperoleh, terdapat kekosongan data yaitu pada tahun 2001.
4.1.3. Analisis Frekuensi Hujan Daerah DAS Tangngatangnga
Tabel 4.2 berikut adalah tahap analisis frekuensi data hujan harian maksimum Kabupaten
Bantaeng untuk menentukan jenis distribusi yang akan digunakan.
Tabel 4.2 Analisis Frekuensi Hujan Daerah DAS Tangngatangnga (mm/hari)
x x2 (x-xbar)2 (x-xbar)3 (x-xbar)4 Tahun
1 2 3 4 5
1990 59 3481.00 1124.01 -37684.04 1263407.14 1991 48 2304.00 1982.59 -88277.55 3930674.20 1992 73 5329.00 381.28 -7444.94 145372.16 1993 59 3481.00 1124.01 -37684.04 1263407.14 1994 73 5329.00 381.28 -7444.94 145372.16 1995 62 3844.00 931.86 -28446.13 868355.52 1996 72 5184.00 421.33 -8648.35 177518.67 1997 200 40000.00 11550.59 1241384.76 133416193.98 1998 41 1681.00 2654.96 -136800.37 7048819.07 1999 13 169.00 6324.43 -502959.01 39998476.84
34
2000 90 8100.00 6.38 -16.12 40.73 2001 130 16900.00 1404.28 52623.43 1971993.92 2002 170 28900.00 6002.17 465010.36 36026065.66 2003 278 77284.00 34400.49 6380385.16 1183393542.62 2004 125 15625.00 1054.54 34244.80 1112054.96 2005 35 1225.00 3309.28 -190370.51 10951314.32 2006 120 14400.00 754.80 20737.23 569728.06 2007 30 900.00 3909.54 -244449.14 15284504.31 2008 80 6400.00 156.91 -1965.49 24620.30
jumlah 1758 240536.00 77874.74 6902195.12 1437591461.75 rata-rata 92.53 sd 68.37
Rata-rata hitung ditentukan dengan rumus (2.1):
53,9219
1758==x mm/hari
Penjelasan tabel 4.2 analisis frekuensi hujan daerah DAS Tangngatangnga adalah sebagai
berikut:
a. Kolom 1 : data hujan harian maksimum (x) (mm/hari)
b. Kolom 2 : x2, contoh untuk baris 1:
x2 = 592 = 3481,00
c. Kolom 3 : (x- x )2 contoh untuk baris 1:
(x- x )2 = (59- 92,53)2 = 1124,01
d. Kolom 4 : (x- x )3 contoh untuk baris 1:
(x- x )3 = (59- 92,53)3 = -37684,04
e. Kolom 5 : (x- x )4 contoh untuk baris 1:
(x- x )4 = (59- 92,53)4 = 1263407,14
Demikian seterusnya sampai dengan kolom ke 19, sehingga bila dijumlahkan akan
diperoleh hasil sebagai berikut:
a. å x = 1758
b. 2å x = 3090564
c. ( )2å - xx = 77874,74
35
d. ( )3å - xx = 6902195,12
e. ( )4å - xx = 1437591461,75
Standar deviasi (simpangan baku) dihitung dengan rumus (2.2):
775,6511974.77874
=-
=Sd
Kemudian dilakukan perhitungan terhadap koefisien variasi (Cv), koefisien
kemencengan/skewness (Cs) dan koefisien kutosis (Ck):
Koefisien variasi (Cv) dihitung dengan rumus (2.3):
74,053.92775.65
==Cv
Koefisien kemencengan/skweness (Cs) dihitung dengan rumus (2.4):
51,112,6902195775,65)219)(119(
193
=--
=x
Cs
Koefisien kurtosis (Ck) dihitung dengan rumus (2.5):
46,1775,1437591461775,65)319)(219)(119(
193
=---
=x
Ck
04,271,0
506,1==
CvCs
Dari perhitungan analisis frekuensi dapat ditentukan jenis distribusi frekuensi yang tepat
menurut persayaratan yang ditentukan oleh masing-masing jenis distribusi. Hal tersebut
dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Pemilihan Jenis Distribusi Frekuensi
36
no Jenis distribusi Syarat Hasil
Perhitungan
1 Normal Cs = 0 1.51 Ck = 3 17.46 2 Log Normal Cs / Cv = 3 1.89 3 Gumbell Cs = 1.14 1.51 Ck = 5.4 17.46 4 Pearson type III Cs > 0 1.51 Ck = 1.5Cs^2 + 3 = 3.22 8.10 5 Log Pearson type III Jika semua syarat tidak terpenuhi
Berdasarkan persyaratan parameter yang ada, maka dapat diiketahui bahwa persyaratan
untuk distribusi gumbell, normal, log normal tidak dapat dipenuhi sehingga distribusi
frekuensi yang dipilih yaitu distribusi frekuensi metode Log Pearson tipe III.
4.1.4. Hujan Rancangan DAS Tangngatangnga
Hujan rancangan dihitung berdasarkan hasil analisis frekuensi curah hujan DAS
Tangngatangnga yaitu dengan menggunakan metode Log Pearson tipe III. Adapun
perhitungan analisis hujan rancangan adalah sebagai berikut (Tabel 4.3):
Tabel 4.4. Analisis Hujan Rancangan Metode Log Pearson tipe III (mm/hari)
x log x (logx- xlog )2 (logx- xlog )3 No
1 2 3 4
1 59 1,7709 0,00922 -0,00088
2 48 1,6812 0,03445 -0,00639
3 73 1,8633 0,00001 0,00000
4 59 1,7709 0,00922 -0,00088
5 73 1,8633 0,00001 0,00000 6 62 1,7924 0,00554 -0,00041 7 72 1,8573 0,00009 0,00000 8 200 2,3010 0,18851 0,08185 9 41 1,6128 0,06455 -0,01640
10 13 1,1139 0,56687 -0,42680 11 90 1,9542 0,00764 0,00067 12 130 2,1139 0,06106 0,01509 13 170 2,2304 0,13221 0,04807 14 278 2,4440 0,33316 0,19230 15 125 2,0969 0,05293 0,01218
37
16 35 1,5441 0,10419 -0,03363 17 120 2,0792 0,04509 0,00957 18 30 1,4771 0,15189 -0,05919 19 80 1,9031 0,00131 0,00005 ∑ 1758 35,4701 1,77 -0,18
rata-rata 1,8668 Sd logx 0,3134
Rata-rata hitungan dari log x dihitung dengan rumus (2.7):
1,866819
35,4701log ==X
Penjelasan tabel 4.4 analisis hujan rancangan metode Log Pearson tipe III adalah sebagai
berikut:
Sebagai contoh perhitungan diambil data baris 1.
a. Kolom 1 : curah hujan daerah DAS Sungai Tangngatangnga
b. Kolom 2 : log x = log 59 = 1,7709
c. Kolom 3 : (logx- xlog )2 = (log 59-log 1,8668)2 = 0,00922
d. Kolom 4 : (logx- xlog )3 = (log 59-log 1,8668)3 = -0,00088
Demikian seterusnya hingga perhitungan data ke 19 sehingga bila dijumlahkan akn
diperoleh data sebagai berikut:
a. å x = 1758
b. å xlog = 35,4701
c. ( )2loglogå - xx = 1,77
d. ( )3loglogå - xx = -0,18
Standar deviasi (simpangan baku) dihitung dengan rumus (2.8):
0,3134119
77,1=
-=Sd
Koefisien kemencengan/skweness (Cs) dihitung dengan rumus (2.9):
-0,3728)81,0(0,3134)219)(119(
193
=---
=x
Cs
38
Besarnya nilai G (koefisien Pearson) dengan Cs = -0,3728 akan dijabarkan pada Tabel
4.5 berikut:
Tabel 4.5. Harga G pada periode ulang tertentu untuk Cs = -0,3728
T 2 5 10 25 G 0,06 0,85 1,23 1,62
Maka curah hujan rancangan tiap periode ulang ke-i (RTi) dihitung dengan rumus (2.6)
sebagai berikut:
Log RT2 = 1,8668+ (0,3134 . 0,0617 ) = 1,8862
RT2 = 76,94
Perhitungan untuk periode ulang selanjutnya (i = 5, 10, dan 25) sesuai dengan langkah
perhitungan sebelumnya sehingga diperoleh data hujan rancangan seperti pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Curah Hujan Rencana Untuk Berbagai Kala Ulang No. Kala Ulang G G.S Log X Xt (mm)
1 2 0,0617 0,0193 1,8862 76,94
2 5 0,8545 0,2678 2,1346 136,34
3 10 1,2348 0,3870 2,2538 179,40
4 25 1,6160 0,5065 2,3733 236,22
4.1.5. Hujan Efektif DAS Sungai Tangngatangnga
Sebelum menghitung banjir rancangan menggunakan hidrograf satuan, maka perlu
diketahui intensitas hujan jam-jaman dengan suatu interval tertentu dan curah hujan
efektif jam-jaman terlebih dahulu dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menghitung intensitas hujan jam-jaman
Intensitas hujan jam-jaman dipakai rumus Mononobe sebagai berikut:
39
Rt = 3/224 )()(Tt
xt
R
= 3/224 )16
()6
( xR
=0,5504R24
Perhitungan selanjutnya dianalogikan sesuai dengan contoh perhitungan di atas
sehingga diperoleh data perhitungan distribusi curah hujan periode ke-t pada Tabel
4.7.
Tabel 4.7. Distribusi Hujan Periode ke –t
1 2 3 4 5 6 T
mmJam
0,5504 0,3467 0,2646 0,2184 0,1882 0,1667
2. Menghitung curah distribusi hujan satuan
Curah hujan satuan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Hujan ke-1 = 1 . 0,5504 – {(1 – 1) . 0}
= 0,5504
= 55,04 %
Perhitungan untuk periode ke-2 dan seterusnya analog dengan perhitungan diatas dan
didapatkan distribusi hujan satuan pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8. Distribusi Hujan Satuan
1 2 3 4 5 6 T
%Jam
55,04 14,30 10,03 7,99 6,74 5,90
3. Menghitung curah hujan efektif
Hujan ke-1 = 0,5504 x R24
Re = 0,5504 x R24 x f
= 0,5504 x 76,94 x 0,7
= 29,623
40
Perhitungan untuk periode ulang selanjutnya analog dengan perhitungan diatas dan
diperoleh hasil perhitungan hujan efektif pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9. Hasil Perhitungan Hujan Efektif Periode ke-t (mm/jam)
Periode 1 2 3 4 5 6
2 29.623 7.540 5.386 4.309 3.770 3.232 5 52.492 13.362 9.544 7.635 6.681 5.726 10 69.071 17.582 12.558 10.047 8.791 7.535 25 90.944 23.149 16.535 13.228 11.575 9.921
4.1.6. Analisis Debit Banjir
a. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu
- Ordinat Hidrograf Satuan Nakayasu
Metode yang digunakan dalam analisis debit banjir pada penelitian ini yaitu metode
Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu. Parameter DAS yang digunakan dalam
perhitungan debit menggunakan HSS Nakayasu adalah sebagai berikut:
· Luas catchment area Sungai Tanggara (A) = 9,76 Km2
· Panjang sungai (L) = 4,69Km
Gambar 4.2. Hidrograf Nakayasu
41
Waktu konsentrasi (tg) dihitung dengan rumus (2.18) karena panjang sungai yang
ditinjau sebesar 4,69 km, jadi L < 15 km.
tg = 0,21 . (4,69)0,7 = 0,62 jam
Waktu efektif (tr) dihitung dengan rumus (2.20), sebagai berikut
tr = 0,5 . 0,619 = 0,3095 jam
Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai terjadi debit puncak banjir (Tp)
dihitung dengan rumus (2.21):
Tp = 0,62 + (0,8 . 0,62) = 1,42 jam
Waktu yang diperlukan oleh penurunan debit dari puncak hingga menjadi 30% dari
debit puncak (T0,3) untuk kurva turun 1 dihitung dengan rumus (2.22).
T0,3 = 2 . 0,62=1,24 jam
· Untuk kurva turun 2=1,5 . 1,24= 1,86
· Untuk kurva turun 3=2 . 1,24= 2,48
Pada hidrograf ini, sumbu x merupakan waktu (Tp, T0,3, 1,5 T0,3 dan 2 T0,3) dan
sumbu y merupakan debit banjir.
Debit banjir puncak (Qp) dihitung dengan rumus (2.13):
ikmQp det/14,1)24,142,1.3,0(6,3
1.7,0.76,9 3=+
=
Kurva naik (Qa) dihitung dengan rumus (2.14):
4,2
42,137,0 ÷
ø
öçè
æ=t
Qa
Kurva naik dihitung dari t = 0 jam, hingga t = Tp = 1,42 jam
Kurva turun 1 (Qd 1) dihitung dengan rumus (2.15)
42
Qd1 = 0,37 . 0,3 ( t – 1,42) / 1,24
Kurva turun 1 dihitung dari t = Tp =1,42 jam hingga t = (Tp + T0,3) = 2,66 jam
Kurva turun 2 (Qd 2) dihitung dengan rumus (2.16)
Qd2 = 0,37 . 0,3 ( t – 1,42 + 0,5 . 1,24 ) / 1,5 . 1,24
Kurva turun 2 dihitung dari t = (Tp + T0,3) = 2,66 jam hingga t = (Tp + T0,3 + 1,5T0,3)
= 4,52 jam
Kurva turun 3 (Qd 3) dihitung dengan rumus (2.17)
Qd3 = 0,37 . 0,3 ( t – 1,42 + 1,5 . 1,24 ) / 2,0 . 1,24
Kurva turun 3 dihitung dari t = (Tp + T0,3 + 1,5T0,3) = 4,52 jam hingga debit mencapai
atau mendekati nol.
- Hidrograf Debit Banjir Nakayasu
Hidrograf debit banjir dihitung untuk periode ulang 25 tahun (Q25) dengan
pertimbangan standar perencanaan saluran pengelak. Perhitungan debit hidrograf
banjir menggunakan data ordinat hidrograf satuan (U) dan data hujan efektif periode
ulang 25 tahun.
Hasil perhitungan adalah jumlah total analisis dari periode pertama sampai periode
terakhir. Hasil ini merupakan debit maksimum yang akan digunakan sebagai data
dalam menentukan tinggi muka air banjir menggunakan program HEC-RAS.
b. Hidrograf Satuan Sintetik Gamma I
Hidrograf Satuan Sintetik Gamma I mempunyai karakter mengalami kenaikan dan
penurunan secara perlahan-lahan, karakter tersebut sesuai untuk daerah pengaliran
berbentuk bulu burung (memanjang).
Luas DAS = 9,76 km2
Luas DAS hulu = 2,13 km2
Panjang sungai utama = 4,69 km
Wu = 3,5175
43
WL = 1,1725
Total panjang sungai = 4,69 km
Panjang sungai selain tk.1 = - km
Kerapatan drainase = 1,47 km
Slope sungai = 0,08529
Pertemuan sungai, JN = 1,00
Faktor lebar, WF = 3,00
Faktor daerah tangkapan, RUA = 0,67
Faktor simetris, SIM = 2,00
Faktor sumber, SF = 1,00
Jumlah pangsa sungai tk.1 = 1
Jumlah pangsa sungai semua tk. = 2
Frekuensi sumber = 0,50
Q base flow = 1,44 m3/dtk
Seluruh data merupakan data sekunder yang diperoleh dari penelitian sebelumnya.
- Waktu naik (TR) dinyatakan dengan rumus (2.23)
TR = 0,43 3
00,1.10069,4
÷÷ø
öççè
æ + 1,0665 . 2,00 + 1,2775
= 3,411 jam
- Debit puncak (Qp) dinyatakan dengan rumus (2.24)
Qp = 0,1836 . 3,200,5886 . (1,00)-0,2381 . (3,411)-0,4008
= 0,223 m3/detik
- Waktu dasar (TB) dinyatakan dengan rumus :
TB = 27,4132.(3,411)0,1457. (0,08529)-0,0986 . (0,50)0,7344 . (0,67)0,2574 (2.25)
= 22,626 jam
c. Hidrograf Satuan Sintetik Snyder
44
Parameter DAS yang digunakan dalam perhitungan debit menggunakan HSS Snyder
adalah sebagai berikut:
· Luas catchment area sungai Tangka (A) = 9,76 Km2
· Panjang sungai (L) = 4,69 Km
· Jarak titik berat daerah pengaliran dengan pelepasan
yang diukur sepanjang aliran utama (Lc) = 1,15 Km · Koefisien Ct = 2,00 (asumsi)
· Koefisien Cp = 0,5 (asumsi)
· Harga n = 0,30 (asumsi)
tr
T t
i
trtp
TpTb
t
Qp
Gambar 4.3. Hidrograf Snyder
- Waktu antara titik berat curah hujan hingga puncak/time lag (tp) dihitung dengan
rumus (2.27) dan lama hujan satuan efektif dihitung dengan rumus (2.28)
tp = 2,00 . (4,69 . 1,15)0,3 = 3,32 jam
te = 5,5
32,3 = 0,60 jam
- Karena te > tr (1 jam), maka rumus yang digunakan yaitu (2.30), (2.31), (2.32),
(2.33), dan (2.34).
tp’ = 3,32 + 0,25 (1 – 0,6) = 3,42 jam
Tp = tp’ + 0,5 . 1 = 3,92 jam
45
qp = 92,35,0
278,0 = 40,26 m3/det/km2
Qp = 40,26 . 9,76 = 392,93m3/det Hasil Perhitungan ketiga HSS tersebut disajikan pada Tabel 4.10. Tabel 4.10. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Debit Hujan Rancangan (m3/dtk)
Konsultan Perencana Hasil Analisis Kala Ulang
Penelitian D.A. Suriamihardja, dkk (PPLH UNHAS)
HSS Nakayasu
HSS Gamma I
HSS Nakayasu
HSS Gamma I
HSS Snyder
2 65 8,37 10,54 24,08 20,49 215,94 5 94 14,81 17,56 43,73 34,03 376,55 10 111 19,03 22,65 56,60 43,84 503,50 20 124 - - - - - 25 - 24,60 29,36 73,59 56,79 662,94
Seluruh hasil perhitungan kemudian dibandingkan dengan data sekunder yang berasal
dari perhitungan konsultan perencana dan penelitian terdahulu. Hasil yang digunakan
pada perhitungan selanjutnya yaitu hasil perhitungan dengan metode nakayasu. Hal
tersebut dikarenakan debit pada perhitungan dengan metode nakayasu paling mendekati
dengan hasil perhitungan penelitian sebelumnya dan nilai debit dengan metode ini paling
besar dibandingkan dengan hasil perhitungan dengan metode lainnya sehingga lebih
aman apabila digunakan dalam perhitungan perencanaan.
Data debit banjir rencana pada Sungai Calendu merupakan data sekunder yang diperoleh
dari Penelitian sebelumnya.
Tabel 4.11. Data Debit Sungai Calendu Pada Beberapa Kala Ulang
Kala Ulang (tahun) Q2 Q5 Q10 Q20
Debit (m3/dtk) 93,91 174,92 233,19 330,41
Sebelum menghitung dimensi saluran pengelak, terlebih dulu menghitung kapasitas
Sungai Tangngatangnga yaitu dengan mencoba mengalirkan debit banjir rencana pada
sungai tersebut hingga dapat dideteksi bagian sungai yang meluap.
46
4.1.7. Perhitungan Kapasitas Sungai Tangngatangnga
Percobaan yang dilakukan pada Sungai Tangngatangnga bertujuan untuk mengetahui
besarnya kapasitas tampungan sungai. Hasil dari percobaan tersebut dapat diamati pada
Tabel 4.12.
Tabel 4.12. Hasil Percobaan di Sungai Tangngatangnga Terhadap Debit Banjir Rencana
Keterangan - : Tidak terjadi banjir
Dari hasil percobaan tersebut diketahui bahwa pada sepanjang potongan stasioning yang
ada, terdapat titik yang tidak mampu menampung debit banjir rencana yang ada.
4.1.8. Perhitungan Dimensi Saluran Pengelak
Perhitungan saluran pengelak menggunakan program HEC-RAS versi 4.0 Betha dengan
menggunakan parameter debit banjir rencana sesuai dengan perhitungan yang telah
dilakukan sebelumnya. Pada perhitungan dengan program HEC-RAS, data banjir rencana
yang digunakan yaitu data banjir yang berasal dari perhitungan dengan metode HSS
Nakayasu.
Tahap-tahap penentuan dimensi saluran yaitu:
Debit (m3/dtk) Stasioning
24,08 43,73 56,60 73,59
0+00 - - - -
0+050 - - - -
0+100 - - - -
0+200 - - - -
0+300 - - - -
0+400 meluap meluap meluap meluap
0+500 - - - -
0+600 - - - -
47
i. Input Data
Data yang digunakan dalam perhitungan dimensi saluran pada program HEC-RAS yaitu
data crossection, longsection, dan data debit banjir rencana yang diperoleh dari
perhitungan dengan metode HSS Nakayasu.
Tahap awal sebelum melakukan perhitungan dimensi penampang saluran, terlebih dahulu
membuat skema ruas-ruas sungai. Sungai Tangngatangnga dan Sungai Calendu dibagi
menjadi dua ruas yaitu sebelum dan sesudah berpotongan dengan saluran pengelak.
Berdasarkan data crossection yang ada, setiap ruas dibagi menjadi beberapa stasioning
dengan jarak rata-rata 50 m dari sta yang satu ke sta yang lain. Hal tersebut terdapat pada
Gambar 4.4 Gambar 4.5 menunjukkan data crossection yang berasal dari hasil
pengukuran di lapangan kemudian dimasukkan untuk setiap sta dan tiap ruas sungai serta
saluran sehingga dapat dilihat penampang asli sungai dan saluran yang akan menjadi
dasar penentuan dimensi saluran.
48
Gambar 4.4. Layout HEC-RAS Geometry Data
Gambar 4.5. Layout HEC-RAS CrossectionData
Selanjutnya, data yang harus dimasukkan adalah data debit banjir rencana dengan kala
ulang 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun dan 25 tahun berdasarkan hasil perhitungan sebelumnya.
49
Gambar 4.6. Layout HEC-RAS Steady Flow Data
ii. Output Data
Seluruh data yang telah dimasukkan akan diolah oleh program ini dan menghasilkan
keluaran berupa profil muka air pada penampang yang kita kehendaki yang mencakup
variasi debit pada beberapa kala ulang.
Gambar 4.7. Layout HEC-RAS Crossection Data dengan Penampang Muka Air
50
Tahap selanjutnya yaitu mendimensi penampang saluran. Sebelum menentukan dimensi
saluran yang akan digunakan, terlebih dahulu memastikan elevasi dasar saluran sehingga
air dapat mengalir ke arah hilir saluran. Hal tersebut dapat kita lihat pada Gambar 4.8
berikut.
Gambar 4.8. Layout HEC-RAS Plot Long Profil Pada Beberapa Ruas Sungai dan
Saluran
Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa elevasi dasar sungai dan saluran dapat
mengalirkan air karena seluruh bagian hilir ruas sungai dan saluran menunjukkan ada
perbedaan elevasi sehingga air dapat mengalir sesuai dengan rencana. Setelah kita dapat
mengetahui bahwa elevasi telah sesuai, maka langkah selanjutnya yaitu dengan
menentukan dimensi saluran yang akan digunakan. Penulis menetapkan dimensi dengan
kedalaman 3,5 m, lebar penampang basah 5 m, slope 1:1, dan angka manning 0,03. Pada
pekerjaan ini, desain saluran disesuaikan dengan crossesction saluran pengelak yang
telah ada.
51
Gambar 4.9. Layout HEC-RAS Perbandingan Antara Profil Dimensi
Saluran dan Saluran Eksisting
Garis berwarna merah pada gambar tersebut menunjukkan crossesction saluran pengelak
dalam kondisi eksisting dan cekungan menunjukkan saluran yang telah didimensi.
Percobaan dilakukan dengan mengubah variasi debit banjir rencana yang akan dialirkan
ke saluran pengelak. Penulis melakukan percobaan debit rencana mulai dari 90% hingga
30% dari debit banjir rencana di Sungai Tangngatangnga.
a. Percobaan dengan Debit 30% dari Sungai Tangngatangnga
Pada percobaan ini, debit banjir rencana yang akan dialirkan di saluran pengelak yaitu
sebesar 30% dari debit Sungai Tangngatangnga dengan kala ulang 2 tahun hingga 25
tahun.
52
Gambar 4.10. Layout HEC-RAS Flow Data dengan Debit 30% dari Sungai
Tangngatangnga
Pada debit 30% tidak terjadi luapan pada bagian hulu namun luapan terjadi pada bagian
hilir saluran. Hal ini dikarenakan crossection saluran pada bagian hilir sangat rendah
sehingga tidak dapat menampung debit yang mengalir. Permasalahan tersebut dapat
diatasi dengan penambahan tanggul, sehingga kita tidak perlu memperbesar dimensi
penampang saluran. Pada percobaan variasi debit selanjutnya, perhitungan dengan
menggunakan tanggul tetap digunakan. Hal tersebut dapat kita lihat pada Gambar 4.11.
53
Gambar 4.11. Layout HEC-RAS Penampang Saluran Pada Bagian Hulu Saat Dialiri
Debit Banjir Rencana 30% dari Sungai Tangngatangnga
Gambar 4.12. Layout HEC-RAS Penampang Saluran Pada Bagian Hilir Saat Dialiri
Debit Banjir Rencana 30% dari Sungai Tangngatangnga
54
Gambar 4.13. Layout HEC-RAS Penampang Sungai Tangngatangnga Pada Bagian
Hilir Saat Dialiri 70% Debit Banjir Rencana
b. Percobaan dengan Debit 40% dari Sungai Tangngatangnga
Percobaan ini menggunakan dimensi saluran pengelak yang sama dengan percobaan
sebelumnya. Hanya saja, variasi debit yang mengalir di saluran pengelak diubah sebesar
40% dari debit Sungai Tangngatangnga.
Gambar 4.14 menunjukkan variasi debit yang akan dialirkan ke saluran pengelak yaitu
sebesar 40% dari debit di Sungai Tangngatangnga.
55
Gambar 4.14. Layout HEC-RAS Flow Data dengan Debit 40% dari Sungai
Tangngatangnga
Setelah debit yang akan dialirkan ke saluran pengelak telah dirancang menjadi 40% dari
debit Sungai Tangngatangnga, kemudian program dirunning sehingga menghasilkan
keluaran berupa profil muka air pada berbagai stasioning yang menunjukkan pengaruh
perubahan debit. Beberapa gambar berikut merupakan layout muka air di beberapa
stasioning.
Gambar 4.15. Layout HEC-RAS Penampang Saluran Pada Bagian Hulu Saat Dialiri
Debit Banjir Rencana 40% dari Sungai Tangngatangnga
56
Gambar 4.16. Layout HEC-RAS Penampang Saluran Pada Bagian Hilir Saat Dialiri
Debit Banjir Rencana 30% dari Sungai Tangngatangnga
Sedangkan keadaan pada bagian hilir Sungai Tangngatangnga setelah terjadi
pengurangan dapat kita lihat pada gambar berikut
57
Gambar 4.17. Layout HEC-RAS Penampang Sungai Tangngatangnga Pada Bagian
Hilir Saat Dialiri 60% Debit Banjir Rencana
Langkah-langkah yang sama dilakukan pada seluruh presentase debit banjir rencana.
c. Hasil Pengolahan Data
Berdasarkan pengolahan data diatas, dapat diketahui bahwa dimensi saluran yang
mungkin untuk diaplikasikan yaitu dimensi penampang dengan kedalaman 3,5 m, lebar
penampang basah 5 m, slope 1:1, dan angka manning (n) 0,03 dapat menampung debit
banjir rencana hingga 90% dari debit Sungai Tangngatangnga. Sehingga dengan
demikian, besarnya debit banjir rencana yang dialirkan ke Sungai Tangngatangnga
bagian hilir dapat berkurang dan dapat mengurangi.
Hal tersebut dapat dijelaskan pada tabel berikut.
Tabel 4.13. Hasil Percobaan Variasi Debit Pada Seluruh Ruas Saluran dan Sungai
S. Tangngatangnga
S. Calendu Hasil Percobaan
Hulu Hilir
Sal. Pengelak
Hulu Hilir S.
Tangngatangnga S.
Calendu Sal. Pengelak
100% 10% 90% 100% 100% + 90% sal pengelak meluap tidak meluap
tidak meluap kecuali pada sta 0+400
100% 20% 80% 100% 100% + 80% sal pengelak meluap tidak meluap
tidak meluap kecuali pada sta 0+400
100% 30% 70% 100% 100% + 70% sal pengelak meluap tidak meluap
tidak meluap kecuali pada sta 0+400
100% 40% 60% 100% 100% + 60% sal pengelak meluap tidak meluap
tidak meluap kecuali pada sta 0+400
100% 50% 50% 100% 100% + 50% sal pengelak meluap tidak meluap
tidak meluap kecuali pada sta 0+400
100% 60% 40% 100% 100% + 40% sal pengelak meluap tidak meluap
tidak meluap kecuali pada sta 0+400
100% 70% 30% 100% 100% + 30% sal pengelak meluap tidak meluap
tidak meluap kecuali pada sta 0+400
Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa banjir terjadi pada sta 0+400 yang terletak di
hulu saluran pengelak. Sta tersebut merupakan sta dengan tingkat kapasitas paling kecil
58
sehingga air selalu meluap. Oleh karena ketidakadaan data, maka masalah tidak dapat
dianalisis lebih lanjut.
59
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil percobaan pada berbagai kala ulang dengan menggunakan
program HEC-RAS dapat disimpulkan bahwa banjir terjadi di Sungai
Tangngatangnga karena penampang sungai tidak mampu mengalirkan debit banjir.
2. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa saluran pengelak mampu menampung
berapapun debit yang dialihkan dari Sungai Tangngatangnga dan besarnya banjir
yang dapat direduksi sebagai pengaruh adanya saluran pengelak tidak dapat
ditampilkan karena ketidakadaan data.
5.2. Saran
1.Dibuat penelitian lebih lanjut yang membahas mengenai optimasi pemilihan alternatif
debit pengalihan dengan kriteria ekonomi.
2.Kurangnya data pengukuran, mempersulit perhitungan kapasitas sungai dan saluran,
sehingga inventaris data terkait harus lebih baik pada penelitian selanjutnya.
3.Penelitian banjir harus dilakukan dari muara dengan mempertimbangkan tinggi muka
air laut (back water)
4.Elevasi pengukuran penampang mamanjang dan melintang seharusnya satu reverensin
(datum) dengan elevasi muka air laut.