dhiya Ul hafifah - 23010214090057

25
i PENCEMARAN AKIBAT LIMBAH PETERNAKAN DAN PENANGANANNYA Disusun Oleh : NAMA : Dhiya Ul Hafifah NIM : 23010214090057 KELAS : MUP B FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2014

description

ki

Transcript of dhiya Ul hafifah - 23010214090057

  • i

    PENCEMARAN AKIBAT LIMBAH PETERNAKAN DAN

    PENANGANANNYA

    Disusun Oleh :

    NAMA : Dhiya Ul Hafifah

    NIM : 23010214090057

    KELAS : MUP B

    FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN

    UNIVERSITAS DIPONEGORO

    SEMARANG

    2014

  • ii

    KATA PENGANTAR

    Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah Swt, Akhir nya saya dapat

    menyelesaikan makalah ini yang berjudul PENCEMARAN AKIBAT LIMBAH

    PETERNAKAN DAN PENANGANANNYA dengan lancar. Dan terima kasih kepada:

    1. Kepala Rektor Fakultas Peternakan dan pertanian karena telah

    memberikan fasilitas kepada saya

    2. Kepala dekan Manejemen Usaha Peternakan yang selalu memberikan

    motifasi kepada setiap mahasiswa

    3. Dosen wali saya yang telah menjadi orang tua kedua bagi saya

    4. Dosen pengampu mata kuliah TIK yang telah membuat tugas ini.

    5. Orang tua saya yang selalu menyemangati saya

    6. Dan teman teman saya yang membantu saya dalam setiap duka maupun

    lara

    Akhir kata semoga makalah yang berjudul PENCEMARAN AKIBAT LIMBAH

    PETERNAKAN DAN PENANGANANNYA ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan kami pada khususnya, kami menyadari bahwa dalam

    pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna untuk itu kami menerima saran

    dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan kearah kesempurnaan. Akhir

    kata kami sampaikan terimakasih.

    Penyusun

  • iii

    DAFTAR ISI

    Halaman

    KATA PENGANTAR .......................................................................................ii

    DAFTAR ISI ......................................................................................................iii

    BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................1

    1.1 Latar Belakang ..................................................................................1

    1.2 Tujuan Penulisan ...............................................................................2

    1.3 Metode Penulisan ..............................................................................2

    BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................6

    2.1 Jenis limbah usaaha peternakan .......................................................6

    2.2 dampak limbah peternkan .................................................................7

    BAB III PENGENALAN LIMBAH PETERNAKAN

    3.1 Pemanfaatan untuk pakan dan media laring tanah ............................9

    3.2 pemanfaatan sebagai pupuk organik .................................................10

    3.3 pemanfaatan untuk gas ......................................................................11

    3.4 pemanfaatan lain ...............................................................................12

    BAB III PENUTUP ...........................................................................................14

    3.1 Kesimpulan .......................................................................................14

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................15

    LAMPIRAN GAMBAR....................................................................................16

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Usaha peternakan mempunyai prospek untuk dikembangkan karena

    tingginya permintaan akan produk peternakan. Usaha peternakan juga memberi

    keuntungan yang cukup tinggi dan menjadi sumber pendapatan bagi banyak

    masyarakat di perdesaaan di Indonesia. Namun demikian, sebagaimana usaha

    lainnya, usaha peternakan juga menghasilkan limbah yang dapat menjadi sumber

    pencemaran. Oleh karena itu, seiring dengan kebijakan otonomi, maka

    pemgembangan usaha peternakan yang dapat meminimalkan limbah peternakan

    perlu dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota untuk menjaga kenyamanan

    permukiman masyarakatnya. Salah satu upaya kearah itu adalah dengan

    memanfaatkan limbah peternakan sehingga dapat memberi nilai tambah bagi

    usaha tersebut.Kebijakan otonomi daerah perlu diantisipasi oleh aparat pemerintah

    daerah, khususnya di kabupaten/kota yang menjadi ujung tombak pembangunan,

    sehingga kabupaten/kota dapat berbenah diri dalam menggali segala potensi baik

    potensi sumber daya alam maupun potensi sumber daya manusia. Dengan

    demikian potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang ada di daerah

    tersebut dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk kepentingan pembangunan

    daerah dan kesejahteraan masyarakat.Kebanyakan masyarakat yang berada di

    pedesaan semuanya menyatu dengan kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya

    dengan pertanian secara luas karena memang itulah keahlian mereka yang dapat

  • 2

    digunakan untuk mempertahankan kehidupannya. Tidak heran seorang petani

    selain mengolah sawahnya, mereka juga memelihara ternak misalnya ternak

    bebek, ayam kampung atau yang sering dikenal ayam buras, ada juga yang

    memelihara domba, kambing, sapi ataupun kerbau.Dilain pihak krisis ekonomi

    yang telah melanda bangsa Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah

    memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi kita semua, dimana betapa

    rapuhnya pondasi perekonomian yang tidak dilandasi oleh potensi sumber daya

    lokal.Sejauh ini kebijakan pemerintah yang lebih berorentasi pada sistem

    pertanian konvensional di mana banyak mengandalkan input produksi seperti

    pupuk organik ataupun pestisida dalam jumlah tinggi untuk memacu target

    produksi. Dalam kenyataan hal tersebut justru telah memberikan dampak negatif

    terhadap ekosistem lahan pertanian yang ada sehingga lambat laun akan

    menurunkan produktivitas pertanian dan akibatnya akan berdampak pada

    pendapatan dan kesejahteraan petani. Namun pada kenyataannya sektor pertanian

    ternyata telah mampu menunjukan ketangguhannya dalam mengahadapi badai

    krisis.Negara kita adalah negara agraris, di mana sebagian besar penduduknya

    mengandalkan sektor pertanian, namun rata-rata kepemilikan penduduk atas lahan

    pertanian kurang dari 0,3 hektar, terutama di pulau Jawa. Dari kondisi

    kepemilikan lahan yang sempit ditambah dengan sistem pertanian yang masih

    mengandalkan input produksi tinggi menyebabkan petani berada dalam lingkaran

    kemiskinan yang tiada putus-putusnya. Petani dengan pendapatan rendah tidak

    akan mampu menabung, meningkatkan pendidikan dan keterampilan apalagi

    meningkatkan investasinya guna meningkatkan produksi.Dalam keterbatasan yang

  • 3

    dilematis tersebut diperlukan jalan keluar yang bijaksana dengan membangun

    paradigma baru, yaitu sistem pertanian yang berwawasan ekologis, ekonomis dan

    berkesinambungan, ini sering juga disebut sustainable mix farming atau mix

    farming.

    Sistem mix-Farming, ini diarahkan pada upaya memperpanjang siklus

    biologis dengan mengoptimalkan pemanfaatan hasil samping pertanian dan

    peternakan atau hasil ikutannya, dimana setiap mata rantai siklus menghasilkan

    produk baru yang memiliki nilai ekonomi tinggi, sehingga dengan sistem ini

    diharapkan pemberdayaan dan pemanfaatan lahan marginal di seluruh daerah

    (kabupaten/kota) dapat lebih dioptimalkan. Hal tersebut dimaksudkan untuk

    mendukung kebijakan pemerintah dalam hal kecukupan pangan dengan cara

    mengembangkan sistem pertanian yang terintegrasi misalnya tanaman pangan

    pakan dan ternak, juga dapat memanfaatkan hasil samping atau hasil ikutan

    peternakan seperti kompos (manure), dimana dapat digunakan sebagai bahan baku

    pupuk organik dan limbah pertaniannya dapat dipakai sebagai pakan

    ternak.Sehubungan hal tersebut di atas konsep pertanian masa depan harus

    dirumuskan secara komprehenship, dimana dapat mengantisipasi berbagai

    tantangan, seperti pasar global dan otonomi daerah, salah satu model yang dapat

    mengantisipasi tantangan pasar global adalah pengembangan sistem pertanian

    yang berkelanjutan (sustainable mixed farming) dengan berbagai industri

    peternakan. Bagi masyarakat pedesaan ternak-ternak seperti kerbau, sapi potong,

    sapi perah, kambing, domba, itik, bebek ataupun ayam buras memilki peranan

    strategis karena ternak-ternak tersebut dapat digunakan sebagai tabungan hidup,

  • 4

    sumber tenaga kerja bagi ternak kerbau dan sapi potong. Ternak juga dapat

    dipakai sebagai penghasil pupuk organik dimana sangat baik untuk meningkatkan

    produksi pertanian, selain itu ternak juga dapat dijadikan dalam meningkatkan

    status sosial.Dalam presfektif ekonomi makro, peternakan merupakan sumber

    pangan yang berkualitas, misalnya daging ataupun susu merupakan bahan baku

    industri pengolahan pangan, di mana dapat menghasilkan abon, dendeng, bakso,

    sosis, keju, mentega ataupun krim dan juga dapat menghasilkan kerajinan-

    kerajinan kulit tanduk ataupun tulang. Jadi dari semua kegiatan-kegiatan yang ada

    kaitannya dengan pertanian dan peternakan dapat menciptakan lapangan kerja.

    Pembangunan pertanian dalam konteks otonomi daerah yang disesuaikan dengan

    permintaan pasar global sehingga pengembangan sistem pertanian terpadu

    sangatlah menjanjikan, meskipun tetap harus memperhatikan aspek agro

    ekosistem wilayah dan sosio kultur masyarakatnya (Sofyadi, 2005).Selama ini

    banyak keluhan masyarakat akan dampak buruk dari kegiatan usaha peternakan

    karena sebagian besar peternak mengabaikan penanganan limbah dari usahanya,

    bahkan ada yang membuang limbah usahanya ke sungai, sehingga terjadi

    pencemaran lingkungan. Limbah peternakan yang dihasilkan oleh aktivitas

    peternakan seperti feces, urin, sisa pakan, serta air dari pembersihan ternak dan

    kandang menimbulkan pencemaran yang memicu protes dari warga sekitar. Baik

    berupa bau tidak enak yang menyengat, sampai keluhan gatal-gatal ketika mandi

    di sungai yang tercemar limbah peternakan.Berkenaan dengan hal tersebut, maka

    upaya mengatasi limbah ternak yang selama ini dianggap mengganggu karena

    menjadi sumber pencemaran lingkungan perlu ditangani dengan cara yang tepat

  • 5

    sehingga dapat memberi manfaat lain berupa keuntungan ekonomis dari

    penanganan tersebut. Penanganan limbah ini diperlukan bukan saja karena

    tuntutan akan lingkungan yang nyaman tetapi juga karena pengembangan

    peternakan mutlak memperhatikan kualitas lingkungan, sehingga keberadaannya

    tidak menjadi masalah bagi masyarakat di sekitarnya.

    1.2.Tujuan

    Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menelaah lebih jauh tentang

    pencemaran yang diakibatkan oleh limbah usaha peternakan serta upaya

    penanganan yang dapat dilakukan untukMengatasinya.

    1.3.Metode Penulisan

    Penulisan dilakukan secara diskriptif dengan mengambil bahan dari

    pustakan maupun dari sumberlain yang berkaitan dengan judul makalah.

  • 6

    BAB II

    PEMBAHASAN

    LIMBAH TERNAK

    2.1. Jenis Limbah Usaha Peternakan

    Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan

    seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk

    ternak, dan sebagainya. Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair

    seperti feses, urine, sisa makanan, embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku,

    tulang, tanduk, isi rumen, dan lain-lain (Sihombing, 2000). Semakin

    berkembangnya usaha peternakan, limbah yang dihasilkan semakin meningkat.

    Total limbah yang dihasilkan peternakan tergantung dari species ternak, besar

    usaha, tipe usaha dan lantai kandang. Kotoran sapi yang terdiri dari feces dan

    urine merupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan dan sebagian besar

    manure dihasilkan oleh ternak ruminansia seperti sapi, kerbau kambing, dan

    domba. Umumnya setiap kilogram susu yang dihasilkan ternak perah

    menghasilkan 2 kg limbah padat (feses), dan setiap kilogram daging sapi

    menghasilkan 25 kg feses(Sihombing,2000).Menurut Soehadji (1992), limbah

    peternakan meliputi semua kotoran yang dihasilkan dari suatu kegiatan usaha

    peternakan baik berupa limbah padat dan cairan, gas, maupun sisa pakan. Limbah

    padat merupakan semua limbah yang berbentuk padatan atau dalam fase padat

    (kotoran ternak, ternak yang mati, atau isi perut dari pemotongan ternak). Limbah

    cair adalah semua limbah yang berbentuk cairan atau dalam fase cairan (air seni

    atau urine, air dari pencucian alat-alat). Sedangkan limbah gas adalah semua

  • 7

    limbah berbentuk gas atau dalam fase gas.Pencemaran karena gas metan

    menyebabkan bau yang tidak enak bagi lingkungan sekitar. Gas metan (CH4)

    berasal dari proses pencernaan ternak ruminansia. Gas metan ini adalah salah satu

    gas yang bertanggung jawab terhadap pemanasan global dan perusakan ozon,

    dengan laju 1 % per tahun dan terus meningkat. Apalagi di Indonesia, emisi metan

    per unit pakan atau laju konversi metan lebih besar karena kualitas hijauan pakan

    yang diberikan rendah. Semakin tinggi jumlah pemberian pakan kualitas rendah,

    semakin tinggi produksi metan (Suryahadi dkk., 2002).

    2.2. Dampak Limbah Peternakan

    Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial

    untuk mendorong kehidupan jasad renik yang dapat menimbulkan pencemaran.

    Suatu studi mengenai pencemaran air oleh limbah peternakan melaporkan bahwa

    total sapi dengan berat badannya 5.000 kg selama satu hari, produksi manurenya

    dapat mencemari 9.084 x 10 7 m

    3 air. Selain melalui air, limbah peternakan sering

    mencemari lingkungan secara biologis yaitu sebagai media untuk berkembang

    biaknya lalat. Kandungan air manure antara 27-86 % merupakan media yang

    paling baik untuk pertumbuhan dan perkembangan larva lalat, sementara

    kandungan air manure 65-85 % merupakan media yang optimal untuk bertelur

    lalat. Kehadiran limbah ternak dalam keadaan keringpun dapat menimbulkan

    pencemaran yaitu dengan menimbulkan debu. Pencemaran udara di lingkungan

    penggemukan sapi yang paling hebat ialah sekitar pukul 18.00, kandungan debu

    pada saat tersebut lebih dari 6000 mg/m3, jadi sudah melewati ambang batas yang

  • 8

    dapat ditolelir untuk kesegaran udara di lingkungan (3000 mg/m3)Salah satu

    akibat dari pencemaran air oleh limbah ternak ruminansia ialah meningkatnya

    kadar nitrogen. Senyawa nitrogen sebagai polutan mempunyai efek polusi yang

    spesifik, dimana kehadirannya dapat menimbulkan konsekuensi penurunan

    kualitas perairan sebagai akibat terjadinya proses eutrofikasi, penurunan

    konsentrasi oksigen terlarut sebagai hasil proses nitrifikasi yang terjadi di dalam

    air yang dapat mengakibatkan terganggunya kehidupan biota air (Farida,1978).

    Hasil penelitian dari limbah cair Rumah Pemotongan Hewan Cakung, Jakarta

    yang dialirkan ke sungai Buaran mengakibatkan kualitas air menurun, yang

    disebabkan oleh kandungan sulfida dan amoniak bebas di atas kadar maksimum

    kriteria kualitas air. Selain itu adanya Salmonella spp. yang membahayakan

    kesehatan manusia.Tinja dan urine dari hewan yang tertular dapat sebagai sarana

    penularan penyakit, misalnya saja penyakit anthrax melalui kulit manusia yang

    terluka atau tergores. Spora anthrax dapat tersebar melalui darah atau daging yang

    belum dimasak yang mengandung spora. Kasus anthrax sporadik pernah terjadi di

    Bogor tahun 2001 dan juga pernah menyerang Sumba Timur tahun 1980 dan

    burung unta di Purwakarta tahun 2000 (Soeharsono, 2002)

  • 9

    BAB III

    PENANGANAN LIMBAH PETERNAKAN

    Limbah peternakan dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan, apalagi

    limbah tersebut dapat diperbaharui (renewable) selama ada ternak. Limbah ternak

    masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk dimanfaatkan.

    Limbah ternak kaya akan nutrient (zat makanan) seperti protein, lemak, bahan

    ekstrak tanpa nitrogen (BETN), vitamin, mineral, mikroba atau biota, dan zat-zat

    yang lain (unidentified subtances). Limbah ternak dapat dimanfaatkan untuk

    bahan makanan ternak, pupuk organik, energi dan media pelbagai tujuan

    (Sihombing, 2002).

    3.1. Pemanfaatan Untuk Pakan dan Media Cacing Tanah

    Sebagai pakan ternak, limbah ternak kaya akan nutrien seperti protein,

    lemak BETN, vitamin, mineral, mikroba dan zat lainnya. Ternak membutuhkan

    sekitar 46 zat makanan esensial agar dapat hidup sehat. Limbah feses

    mengandung 77 zat atau senyawa, namun didalamnya terdapat senyawa toksik

    untuk ternak. Untuk itu pemanfaatan limbah ternak sebagai makanan ternak

    memerlukan pengolahan lebih lanjut. Tinja ruminansia juga telah banyak diteliti

    sebagai bahan pakan termasuk penelitian limbah ternak yang difermentasi secara

    anaerob.

    Penggunaan feses sapi untuk media hidupnya cacing tanah, telah diteliti

    menghasilkan biomassa tertinggi dibandingkan campuran feces yang ditambah

    bahan organik lain, seperti feses 50% + jerami padi 50%, feses 50% + limbah

    organik pasar 50%, maupun feses 50% + isi rumen 50% (Farida, 2000).

  • 10

    3.2. Pemanfaatan Sebagai Pupuk Organik

    Pemanfaatan limbah usaha peternakan terutama kotoran ternak sebagai

    pupuk organik dapat dilakukan melalui pemanfaatan kotoran tersebut sebagai

    pupuk organik. Penggunaan pupuk kandang (manure) selain dapat meningkatkan

    unsur hara pada tanah juga dapat meningkatkan aktivitas mikrobiologi tanah dan

    memperbaiki struktur tanah tersebut.

    Kandungan Nitrogen, Posphat, dan Kalium sebagai unsur makro yang diperlukan

    tanaman, tersaji dalam tabel berikut

    Kadar N, P dan K dalam Pupuk Kandang dari Beberapa Jenis Ternak

    Jenis Pupuk Kandang Kandungan (%)

    N P2O5 K2O

    Kotoran Sapi Kotoran Kuda

    Kotoran Kambing

    Kotoran Ayam

    Kotoran Itik

    0.6 0.4

    0.5

    1.6

    1.0

    0.3 0.3

    0.3

    0.5

    1.4

    0.1 0.3

    0.2

    0.2

    0.6

    Sumber : Nurhasanah, Widodo, Asari, dan Rahmarestia, 2006

  • 11

    Grafik .1 kandungan %

    Kotoran ternak dapat juga dicampur dengan bahan organik lain untuk

    mempercepat proses pengomposan serta untuk meningkatkan kualitas kompos

    tersebut .

    3.3. Pemanfaatan Untuk Gasbio

    Permasalahan limbah ternak, khususnya manure dapat diatasi dengan

    memanfaatkan menjadi bahan yang memiliki nilai yang lebih tinggi. Salah satu

    bentuk pengolahan yang dapat dilakukan adalah menggunakan limbah tersebut

    sebagai bahan masukan untuk menghasilkan bahan bakar gasbio. Kotoran ternak

    ruminansia sangat baik untuk digunakan sebagai bahan dasar pembuatan biogas.

    Ternak ruminansia mempunyai sistem pencernaan khusus yang menggunakan

    mikroorganisme dalam sistem pencernaannya yang berfungsi untuk mencerna

    0%

    10%

    20%

    30%

    40%

    50%

    60%

    70%

    80%

    90%

    100%

    kotoron sapi kotoran kuda

    kotoran kambing kotoron ayam kotoran itik

    K2O

    P2o5

    N

  • 12

    selulosa dan lignin dari rumput atau hijauan berserat tinggi. Oleh karena itu pada

    tinja ternak ruminansia, khususnya sapi mempunyai kandungan selulosa yang

    cukup tinggi. Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa tinja sapi mengandung

    22.59% sellulosa, 18.32% hemi-sellulosa, 10.20% lignin, 34.72% total karbon

    organik, 1.26% total nitrogen, 27.56:1 ratio C:N, 0.73% P, dan 0.68% K .

    Gasbio adalah campuran beberapa gas, tergolong bahan bakar gas yang

    merupakan hasil fermentasi dari bahan organik dalam kondisi anaerob, dan gas

    yang dominan adalah gas metan (CH4) dan gas karbondioksida (CO2) (Simamora,

    1989). Gasbio memiliki nilai kalor yang cukup tinggi, yaitu kisaran 4800-6700

    kkal/m3, untuk gas metan murni (100 %) mempunyai nilai kalor 8900 kkal/m

    3.

    Produksi gasbio sebanyak 1275-4318 I dapat digunakan untuk memasak,

    penerangan, menyeterika dan mejalankan lemari es untuk keluarga yang

    berjumlah lima orang perhari.Pembentukan gasbio dilakukan oleh mikroba pada

    situasi anaerob, yang meliputi tiga tahap, yaitu tahap hidrolisis, tahap

    pengasaman, dan tahap metanogenik. Pada tahap hidrolisis terjadi pelarutan

    bahan-bahan organik mudah larut dan pencernaan bahan organik yang komplek

    menjadi sederhana, perubahan struktur bentuk primer menjadi bentuk monomer.

    Pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk

    pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam.

    Produk akhir dari gula-gula sederhana pada tahap ini akan dihasilkan asam asetat,

    propionat, format, laktat, alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida,

    hidrogen dan amoniak.

  • 13

    Model pemroses gas bio yang banyak digunakan adalah model yang

    dikenal sebagai fixed-dome. Model ini banyak digunakan karena usia pakainya

    yang lama dan daya tampungnya yang cukup besar. Meskipun biaya

    pembuatannya memerlukan biaya yang cukup besar.

    Untuk mengatasi mahalnya pembangunan pemroses biogas dengan model feixed-

    dome, tersebut sebuah perusahaan di Jawa Tengah bekerja sama dengan Balai

    Pengkajian dan Penerapan Teknolgi Ungaran mengembangkan model yang lebih

    kecil untuk 4-5 ekor ternak, yang siap pakai, dan lebih murah karena berbahan

    plastic yang dipendam di dalam tanah..

    Di perdesaan, gasbio dapat digunakan untuk keperluan penerangan dan memasak

    sehingga dapat mengurangi ketergantungan kepada minyak tanah ataupun listrik

    dan kayu bakar. Bahkan jika dimodifikasi dengan peralatan yang memadai, biogas

    juga dapat untuk menggerakkan mesin.

    3.4. Pemanfaatan Lainnya

    Selain dimanfaatkan untuk pupuk, bahan pakan, atau gasbio, kotoran

    ternak juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar dengan mengubahnya

    menjadi briket dan kemudian dijemur/dikeringkan. Briket ini telah dipraktekkan

    di India dan dapat mengurangi kebutuhan akan kayu bakar.Pemanfaatan lain

    adalah penggunaan urin dari ternak untuk campuran dalam pembuatan pupuk cair

    maupun penggunaan lainnya

  • 14

    BAB IV

    KESIMPULAN

    Limbah usaha peternakan berpeluang mencemari lingkungan jika tidak

    dimanfaatkan. Namun memperhatikan komposisinya, kotoran ternak masih dapat

    dimanfaatkan sebagai bahan pakan, media pertumbuhan cacing, pupuk organik,

    gas bio, dan briket energi. Pemanfaatan limbah ternak akan mengurangi tingkat

    pencemaran lingkungan baik pencemaran air, tanah, maupun udara. Pemanfaatan

    tersebut juga menghasilkan nilai tambah yang bernilai ekonomis.

  • 15

    DAFTAR PUSTAKA

    Farida E. 2000. Pengaruh Penggunaan Feses Sapi dan Campuran Limbah Organik

    Lain Sebagai Pakan atau Media Produksi Kokon dan Biomassa Cacing Tanah

    Eisenia foetida savigry. Skripsi Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. IPB,

    Bogor.

    Sofyadi Cahyan, 2003. Konsep Pembangunan Pertanian dan Peternakan Masa

    Depan. Badan Litbang Departemen Pertanian. Bogor.

    Sihombing D T H. 2000. Teknik Pengelolaan Limbah Kegiatan/Usaha

    Peternakan. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian, Institut

    Pertanian Bogor

    Soehadji, 1992. Kebijakan Pemerintah dalam Industri Peternakan dan

    Penanganan Limbah Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen

    Pertanian. Jakarta.

  • 16

    DOMBA

  • 17

    KAMBING

  • 18

    AYAM

  • 19

    BEBEK

  • 20

    SAPI

  • 21

  • 22

    KERBAU