dhea dutriana.docx
-
Upload
chaniaekaputri -
Category
Documents
-
view
38 -
download
0
Transcript of dhea dutriana.docx
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap tahun dekitar 160 juta perempuan di seluruh dunia hamil.
Sebagian besar kehamilan ini berlangsung dengan aman. Namun, sekitar 15
% menderita komplikasi berat, dengan sepertiganya merupakan komplikasi
yang mengancam jiwa ibu. Komplikasi ini mengakibatkan kematian lebih
dari setengah juta ibu setiap tahun. Dari jumlah ini diperkirakan 90 %
terjadi di Asia dan Afrika subsahara, 10 % dinegara berkembang lainnya,
dan kurang dari 1 % di negara negara maju (Sarwono, 2010).
Menurut Badan Kesehatan Dunia World Health Organization
(WHO) melaporkan bahwa prevalensi ibu-ibu hamil yang mengalami
defisiensi besi sekitar 35-75% serta semakin meningkat seiring dengan
bertambah usia kehamilan. Di Indonesia prevalensi anemia pada kehamilan
masih tinggi yaitu sekitar 40, 1 % (SKRT, 2008)
Berdasarkan kesepakatan global Millenium Development Goals,
2000 (MDGs) pada tahun 2015 diharapkan Angka Kematian Ibu (AKI)
menurun sebesar tiga perempatnya dalam kurun waktu 1990-2015 dan
Angka Kematian Bayi (AKB) serta Angka Kematian Balita (AKAKA)
menurun sebesar dua pertiga dalam kurun waktu 1990-2015. Oleh karena itu
Indonesia mempunyai komitmen untuk menurunkan Angka Kematian Ibu
menjadi 102/100.000 Kelahiran Hidup (KH), Angka Kematian Bayi dari 68
menjadi 23/1.000 KH dan Angka Kematian Balita 97 menjadi 32/1.000 KH
2
pada tahun 2015 (Stalker, 2009).
Menurut Survey Dasar Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2011 di
Indonesia AKI sebesar 228 per 100.000 KH, AKB sebesar 23/1000 KH,
meskipun demikian angka tersebut masih tertinggi di Asia. Sementara
Target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ada
sebesar 226 per 100.000 KH untuk AKI dan 20/1000 KH untuk AKB
(Depkes RI, 2012).
Berdasarkan survey terakhir di Sumbar pada tahun 2012 AKI
sebanyak 212/100.000 KH masih jauh dibandingkan dengan target AKI
2015, maka pihak-pihak yang terkait dengan ini mesti bekerja untuk terus
menekan AKI. Data AKI ini diungkapkan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
Sumbar Rosnini Syafitri saat membuka iven Pekan MDGs 2012. Dibanding
tahun 2011 lalu dimana AKB di Sumatera Barat masih tergolong tinggi atau
diatas rata-rata Nasional. Di Sumatera Barat capaian AKB 47/1.000 KH,
AKN 34/1.000 KH, akaba 62/1.000 KH (Advetorial Padek, 2012).
Kematian ibu dibagi menjadi kematian langsung dan tidak langsung
adalah sebagai akibat komplikasi kehamilan, persalinan, atau masa nifas,
dan segala intervensi atau penanganan tidak tepatdari komplikasi tersebut.
Kematian ibu tidak langsung merupakan akibat dari penyakit yang sudah aad
atau penyakit yang timbul sewaktu kehamilan yang berpengaruh terhadap
kehamilan, misalnya malaria, anemia, hiv/aids, dan penyakit kardiovaskuler.
Salah satu kesakitan yang utama adalah Anemia. Ibu yang anemia tidak
dapat menoleransi kehilangan darah seperti perempuan sehat tanpa anemia.
3
Pada waktu persalinan, kehilanagn darah 1.000 ml tidak mengakibatkan
kematian pada ibu sehat, tetapi pada ibu anemia kehilangan darah kurang
dari itu dapat berakibat fatal. (Sarwono, 2010)
Anemia adalah kondisi dimana berkurangnya sel – sel darah merah
(eritrosit) dalam sirkulasi darah atau massa hemoglobin sehingga tidak
mampu memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen ke seluruh jaringan
(Tarwoto dan Wasnidar, 2007)
Anemia memiliki komplikasi yang banyak terhadap kesehatan ibu
maupun janin, yaitu meningkatkan resiko terjadinya abortus, partus lama
karena inersia uterus, perdarahan pasca persalianan karena antonia uteri,
syok, infeksi intra persalinan maupun paca persalianan, payah jantung pada
anemia yang sangat berat, hingga kematian bagi ibu. Janin yang
dikandunganya dapat mengalami kematian, prematuritas, cacat bawaan,
hingga kekurangan cadangan besi (Kapita Selekta Kedokteran UI, 2000)
Pada wanita hamil anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada
kehamilan dan persalinan. Resiko kematian maternal, angka prematuritas,
berat badan bayi lahir rendah (BBLR) dan angka kematian prenatal
meningkat. Disamping itu, pendarahan antepartum dan post partum lebih
sering dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih sering berakibat fatal.
Dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan
hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan (abortus, partus
prematur), gangguan proses persalinan (inertia, atonia, partus lama,
pendarahan), gangguan pada masa nifas (subinvolusi rahim, daya tahan
4
terhadap infeksi dan stress, produksi ASI rendah) dan gangguan pada janin
(abortus, dismaturitas, BBLR, kematian prenatal, dan lain-lain) (Saifuddin
2009).
Anemia dalam kehamilan yang paling sering dijumpai adalah anemia
zat besi, karena anemia defisiensi besi yang merupakan 95 % dari anemia
pada wanita hamil (Obsetri Patologi, UNPAD Bandung)
Anemia defisiensi zat besi adalah penurunan jumlah sel darah merah
dalam tubuh yang disebabkan oleh zat besi yang terlalu sedikit (Proverawati,
2011). Anemia defisiensi zat besi terjadi karena konsumsi zat besi yang
rendah dari pola makanan yang sebagian besar terdiri dari nasi, dan menu
makanan yang kurang beraneka ragam. Adapun penyebab lainnya yaitu
tingginya paritas yang dimiliki oleh ibu.
Ibu yang pernah hamil/melahirkan anak 4 kali atau lebih, karena ibu
sering melahirkan maka kemungkinan ibu akan menderita keadaan anemia
saat hamil (Poedji Rochjati, 2003)
Pada ibu hamil yang jarak kehamilannya dengan anak terkecil yaitu
kurang dari 2 tahun. Kesehatan fisik dan rahim ibu akan terganggu, keadaan
fisik dan rahim ibu masih butuh cukup istirahat, ada kemungkinana ibu
masih menyusui, dan butuh perhatian ibunya. Bahaya yang dapat terjadi
yaitu bayi lahir dengan keadaan BBLR, prematuritas, serta terjadinya
perdarahan pasca persalianan (Poedji Rochjati, 2003)
Jika jarak kehamilan terlalu dekat dengan kehamilan sebelumnya,
maka akan banyak resiko yang menimpa baik ibu maupun janinnya. Rahim
5
yang masih belum pulih akibat persalinan sebelumnya belum bisa
memaksimalkan pembentukan cadangan makanan bagi janin dan untuk ibu
sendiri. Akibatnya bayi akan terlahir dengan berat badan rendah, kekurangan
zat gizi sehingga bayi menjadi tidak sehat. Selain itu bayi juga rentan
terhadap kelainan plasenta, gangguan pertumbuhan janin dan penelitian
terakhir menunjukkan bayi dengan jarak kehamilan terlalu dekat rentan
terkena autisme. Semua ini tentunya akan mengurangi kualitas dari bayi itu
sendiri. Bagi ibu sendiri meningkatkan resiko terkena anemia akut. Ibu
hamil yang terkena anemia akut akan meningkatkan risiko terhadap
perdarahan, komplikasi kehamilan, bayi terlahir prematur, risiko perdarahan
saat persalinan dan risiko terburuk yaitu keguguran (Proverawati, 2011).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Pariaman pada tahun 2014
terdapat 1.879 orang sasaran ibu hamil. Laporan hasil pemeriksaan Hb
menunjukkan bahwa angka kejadian anemia pada ibu hamil sebanyak 473
orang (25, 2%). Dari 7 puskesmas yang ada di Kota Pariaman, wilayah kerja
Puskesmas Naras ternyata memiliki angka kejadian anemia pada ibu hamil
yang tertinggi, yaitu sebanyak 143 dari 247 orang (57, 9%). Hasil survei
awal yang peneliti lakukan pada 10 orang ibu hamil yang datang berkunjung
di Puskesmas Naras diketahui bahwa 7 orang diantaranya ternyata memiliki
anak lebih dari 4. Selain itu dilihat dari jarak kehamilan ditemukan bahwa 5
orang ibu hamil ternyata memiliki jarak kehamilan yang kurang dari 2 tahun
dari kehamilan mereka sebelumnya
Mengingat begitu seriusnya akibat yang bisa timbul oleh adanya
anemia selama kehamilan serta masih tingginya angka prevalensi anemia
6
pada wanita hamil di wilayah kerja Puskesmas Naras maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian ini dengan judul: “Hubungan paritas dan
interval kehamilan dengan kejadian anemia pada ibu hamil di wilayah kerja
Puskesmas Naras tahun 2015”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas. maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan paritas dan interval kehamilan
dengan kejadian anemia pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Naras
tahun 2015”.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui “hubungan paritas dan interval kehamilan
dengan kejadian anemia pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas
Naras tahun 2015”.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Diketahuinya distribusi frekuensi paritas ibu hamil di wilayah
kerja Puskesmas Naras tahun 2015.
1.3.2.2 Diketahuinya distribusi frekuensi interval kehamilan ibu
hamil di wilayah kerja Puskesmas Naras tahun 2015.
1.3.2.3 Diketahuinya distribusi frekuensi kejadian anemia pada ibu
hamil di wilayah kerja Puskesmas Naras tahun 2015
1.3.2.4 Diketahuinya hubungan paritas dengan kejadian anemia pada
ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Naras tahun 2015.
7
1.3.2.5 Diketahuinya hubungan interval kehamilan dengan kejadian
anemia pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Naras
tahun 2015
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Sebagai suatu bentuk pengaplikasian ilmu yang didapat
peneliti selama di bangku kuliah, sehingga dapat menambah
wawasan dan meningkatkan pengetahuan peneliti dalam
mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menyimpulkan, dan
menginformasikan data temuan.
1.4.2 Bagi Tempat Penelitian
Sebagai masukan kepada petugas kesehatan dalam
memberikan informasi tentang anemia pada kehamilan dan
pemasalahannya kepada ibu hamil sehingga dapat menurunkan angka
kejadian anemia pada kehamilan.
1.4.3 Bagi Intitusi Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk
perpustakaan khususnya bagi Mahasiswa Kebidanan.
1.5 Ruang lingkup
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Hubungan paritas dan
interval kehamilan dengan kejadian anemia pada ibu hamil yang
direncanakan pada bulan Februari s/d Juli Tahun 2015 dengan populasi
sebanyak 247 orang ibu hamil. Pengambilan sampel dalam penelitian ini
8
secara accidental sampling. Variabel independen paritas dan internal
kehamilan dan variabel dependen adalah kejadian Anemia. Penelitian ini
bersifat kuantitatif dengan desain deskriptif analitik menggunakan
pendekatan cross sectional study. Data diperoleh melalui kuesioner dengan
pemberian angket kepada responden. Penelitian ini untuk menguji hubungan
variabel dependen dengan variabel independen dengan Analisa Univariat
dan Bivariat.
9
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Paritas
2.1.1. Defenisi Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan baik lahir hidup
maupun lahir mati (Azhari, 2006). Paritas juga merupakan jumlah beberapa
kali seorang wanita yang telah melahirkan anak yang dimulai dari masa
reproduksinya sampai berhenti haid (menopause) (Sarwono, 2008). Macam-
macam paritas :
1. Primipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak, yang cukup
besar didunia luar (matur atau prematur).
2. Multipara adalah seorang wanita yang telah melahirkan lebih dari seorang
anak.
3. Grandemultipara yaitu ibu dengan jumlah kehamilan dan persalinan lebih
dari 6 kali masih banyak terdapat. Resiko kematian maternal dari
golongan ini adalah 8 kali lebih tinggi dari yang lainnya (Mochtar, 2005)
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut
kematiaan maternal. Paritas yang lebih dari 4 mempunyai angka kematian
maternal lebih tinggi, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi
atau dicegah dengan keluarga berencana. Ada beberapa golongan ibu hamil
yang dikatakan memiliki resiko tinggi walaupun dalam kesehariannya hidup
sehat dan tidak menderita suatu penyakit. Hal ini akan membahayakan bagi
9
10
ibu dan akan mengancam janinnya, salah satunya yaitu dengan paritas lebih
dari 4 dan interval kehamilan kurang dari 2 tahun (Weni Kristiyanasari,
2010).
Paritas ibu sangat berpengaruh terhadap kesehatan ibu, ibu dengan
anak yang lebih banyak akan lebih rentan terhadap penyakit dan mengalami
penuaan yang lebih cepat. Masalah yang menyangkut kesehatan reproduksi
salah satunya adalah paritas (Azhari, 2006).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah
kelahiran maka semakin tinggi kejadian anemia karena setelah persalinan
dan lahirnya plasenta dan perdarahan, ibu akan kehilangan zat besi sekitar
900 mg jika setelah persalinan kebutuhan zat besi tidak terpenuhi serta
terjadi persalinan yang berulang-ulang maka risiko ibu anemia pada
kehamilan berikutnya lebih tinggi (Manuaba, 2010).
2.1.2 Interval Kehamilan
1. Defenisi
Jarak kehamilan adalah Waktu sejak ibu hamil sampai terjadinya
kehamilan berikutnya.
2. Jarak Kehamilan Yang Baik
Sebelum kehamilan berlangsung sebaiknya jarak kehamilan lebih
dari 2 tahun. Untuk mendorong kesehatan reproduksi yang optimal adalah
kehamilan sebaiknya dengan jarak lebih 2 tahun, jumlah kehamilan,
kelahiran 2 sampai 3 orang mempunyai optimalisasi kesehatan.
11
3. Keuntungan Pengaturan Jarak Kehamilan
1. Angka kematian bayi turun sebesar 24 %
2. Kematian anak berusia dibawah lima tahun (balita) akan mengalami
penurunan sebesar 35 %
3. Membantu perempuan memelihara kesehatan dan fertilitas atau
kesuburanya
4. Meningkatkan derajat kesehatan kualitas hidup
Seorang wanita setelah bersalin membutuhkan waktu 2 sampai
dengan 3 tahun untuk dapat memulihkan kadar Hb dan kesehatanya.
Kehamilan yang terlalu dekat meningkatkan kejadian anemia
karena status gizi ibu yang belum pulih, apalagi ibu yang mengalami
perdarahan post partum pada kehamilan yang lalu akan membutuhkan
waktu lebih lama lagi untuk memulihkan kadar Hbnya. Pengaturan jarak
antar kehamilan menjadi penting untuk diperhatikan sehingga si ibu selalu
siap menerima janin kembali tanpa harus menghabiskan cadangan zat
besinya.
Ibu hamil dengan jarak persalinan < 2 tahun dihadapkan dengan
permasalahan anemia pada ibu hamil sekitar 40 mg/hari. Dua kali lipat
pada saat kondisi normal, sedangkan cakupan cadangan zat besi pada jarak
persalinan < 2 tahun belum pulih untuk janin berikutnya. Oleh sebab itu
pengaruh jarak antar kehamilan penting untuk diperhatikan sehingga ibu
hamil siap untuk menerima janin kembali.
Penelitian yang dilakukan oleh nurhayati nasyidah tahun 2011
12
didapatkan bahwa ibu hamil dengan anemia paling sering terdapat pada
kelompok yang hamil pertama kalinya (jarak kehamilan 0 tahun) yaitu
sebesar 44, 9%. Kemudian diikuti kelompok jarak kehamilan pendek
(jarak kehamilan < 2 tahun) dan jarak kehamilan ideal (jarak kehamilan >
2 tahun) yaitu masing-masing sebesar 29, 5% dan 25, 6%. Pada penelitian
yang dilakukan Fahriansjah jumlah ibu hamil yang menderita anemia
dengan jarak kehamilan < 2 tahun tampak lebih banyak yaitu sebesar 62%
dibandingkan ibu hamil yang jarak kehamilannya > 2 tahun yaitu 38%.34
Penelitian yang dilakukan oleh Khairanis di Wilayah Kerja UPTDK
Puskesmas Desa Baru Tahun 2011 didapatkan hasil bahwa responden
yang mengalami anemia lebih tinggi pada ibu yang tingkat pendidikan
rendah (53, 5%) dibandingkan dengan ibu yang tingkat pendidikan tinggi
(27, 3%).
2.2 Anemia
2.2.1 Pengertian
Anemia atau kekurangan darah adalah suatu keadaan kronis,
ketika kadar Hemoglobin atau jumlah eritrosit berkurang. Seseorang
dianggap menderita anemia bila kadar Hb <13 g% pada pria atau <12 gr
% pada wanita. Sedangkan ibu hamil dikatakan anemia bila kadar Hb
turun dibawah 11 g% (Martini Fairus & Prasetyowati, 2010)
Anemia adalah kondisi dimana berkurangnya sel darah merah
(eritrosit) dalam sirkulasi darah atau massa hemoglobin sehingga tidak
mampu memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen keseluruh
13
jaringan. Menurut WHO (1992) anemia adalah suatu keadaan dimana
kadar hemoglobin lebih rendah dari batas normal untuk kelompok
orang yang bersangkutan (Tarwoto & Wasnidar, 2007)
Anemia kehamilan yaitu ibu hamil dengan kadar Hb < 11 g%
pada trimester I dan III atau Hb < 10, 5 g% pada trimester II (Fadlun
dan Feryanto, 2012).
Kriteria anemia menurut WHO (1968) adalah :
a. Laki-laki dewasa : Hb < 13 gr%
b. Wanita dewasa tidak hamil : Hb < 12 gr%
c. Wanita hamil : Hb < 11 gr%
d. Anak umur 6-14 tahun : Hb < 12 gr%
e. Anak umur 6 bulan- 6 tahun : Hb < 11 gr%
Derajat anemia berdasarkan kadar Hemoglobin menurut WHO :
a. Ringan sekali : Hb 10 gr% - Batas Normal
b. Ringan : Hb 8 gr% - 9.9 gr%
c. Sedang : Hb 6 gr% - 7.9 gr%
d. Berat : Hb < 6 gr%
Tubuh mengalami perubahan yang signifikan saat hamil. jumlah
darah dalam tubuh meningkat sekitar 20-30%, sehingga memerlukan
peningkatan kebutuhan pasokan besi dan vitamin untuk membuat
Hemoglobin. Ketika hamil, tubuh membuat lebih banyak darah untuk
berbagi dengan bayinya (Proverawati, 2011).
Besarnya angka kejadian anemia ibu hamil pada trimester I
14
kehamilan adalah 20%, trimester II sebesar 70%, dan trimester III
sebesar 70%. Hal ini disebabkan karena pada trimester pertama
kehamilan, zat besi yang dibutuhkan sedikit karena tidak terjadi
menstruasi dan pertumbuhan janin masih lambat. Menginjak trimester
kedua hingga ketiga, volume darah dalam tubuh wanita akan meningkat
sampai 35%, ini ekuivalen dengan 450 mg zat besi untuk memproduksi
sel-sel darah merah. Sel darah merah harus mengangkut oksigen lebih
banyak untuk janin. Sedangkan saat melahirkan, perlu tambahan besi
300 – 350 mg akibat kehilangan darah. Sampai saat melahirkan, wanita
hamil butuh zat besi sekitar 40 mg per hari atau dua kali lipat kebutuhan
kondisi tidak hamil (Yuliansyah, 2009).
2.2.2 Penyebab Terjadinya Anemia
Penyebab paling umum dari anemia pada kehamilan adalah
kekurangan zat besi. Hal ini penting dilakukan pemeriksaan untuk
anemia pada kunjungan pertama kehamilan. Bahkan jika tidak
mengalami anemia pada saat kunjungan pertama, masih mungkin
terjadi anemia pada kehamilan selanjutnya (Proverawati, 2011)
Secara umum ada tiga penyebab anemia, yaitu : (1) Kehilangan
darah secara kronis, sebagai dampak perdarahan kronis seperti pada
penyakit ulkus peptikum, hemoroid, , infestasi parasit dan proses
keganasan, (2) asupan zat besi tidak cukup dan penyerapan tidak
adekuat, dan (3) peningkatan kebutuhan akan zat besi untuk
pembentukan sel darah merah yang lazim berlangsung pada masa
15
pertumbuhan bayi, masa pubertas, masa kehamilan dan menyusui
(Arisman, 2002)
Anemia dapat disebabkan oleh banyak hal, tetapi tiga
mekanisme utama tubuh yang menyebabkannya adalah:
a. Penghancuran sel darah merah yang berlebihan
b. Kehilangan darah
c. Penurunan produksi sel darah merah
(Proverawati, 2011)
Selain itu banyak faktor yang ikut mempengaruhi kejadian
anemia, antara lain pengetahuan tentang gizi khususnya anemia, tingkat
pendidikan orang tua, tingkat ekonomi, kosumsi zat gizi (protein, Fe, vit
c, vit A, Cu dan lain-lain), infeksi, kebiasaan dan lain-lain (Proverawati,
2011).
Mereka yang berdiet pun terbuka kemungkinan menderita
anemia karena diet yang berpantang telur, daging, hati, atau ikan.
Padahal jenis pangan itu sumber zat besi yang mudah diserap tubuh.
Tak heran bila para vegetarian cenderung mudah menderita anemia.
Apalagi disertai kebiasaan tidak sarapan atau frekuensi makan tidak
teratur tanpa kualitas makanan seimbang (Proverawati, 2011).
Penyebab utama anemia kurang besi tampaknya adalah karena
konsumsi zat besi yang rendah dari pola makanan yang sebagian besar
terdiri dari nasi, dan menu yang kurang beraneka ragam. Konsumsi zat
besi dari makanan tersebut sering lebih rendah dari dua pertiga
16
kecukupan konsumsi zat besi yang dianjurkan, dan susunan menu
makanan yang dikonsumsi tergolong pada tipe makanan yang rendah
(Proverawati, 2011).
Penyebab lain kurangnya pengetahuan adalah kecenderungan
wanita berdiet karena ingin mempertahankan bentuk tubuh ideal, tanpa
mempertimbangkan jumlah zat gizi penting yang masuk, terutama zat
besi dan makanan yang sebaiknya dikonsumsi selama hamil
(Proverawati, 2011)
Faktor sosial budaya sangat berperan penting dalam kosumsi
makanan serta tablet tambah darah, keadaan terakhir tadi akan semakin
parah bila masih ditambah oleh adanya patangan terhadap beberapa
jenis makanan, terutama yang kaya zat besi selama masa kehamilan.
Sebaliknya apabila wanita hamil tidak mempunyai masukan zat besi
yang cukup banyak dan tidak mendapatkan suplemen preparat besi,
sedangkan janin mengalami pertumbuhan terus dan semakin pesat,
maka janin dalam hal ini berperan sebagai perasit. Ibu akan menderita
akibatnya, dan janin umumnya dipertahankan normal, kecuali pada
keadaan yang sangat berat, misalnya kadar hemoglobin yang sangat
rendah maka zat besi yang kurang akan berpengaruh pula terhadap janin
(Proverawati, 2011).
17
2.2.3 Gejala Anemia Pada Ibu Hamil
Gejala anemia berupa wajah dan kuku pucat, rasa letih, lesu, jari
kaki dan tangan dingin, palpitasi (Martini Fairus dan Prasetyowati,
2010)
Gejala anemia pada kehamilan yaitu kelelahan, kelemahan,
pusing, dispnea, pucat, denyut jantung cepat, sesak nafas, dan
konsentrasi terganggu (Proverawati, 2011).
Tanda dan gejala anemia defisiensi besi biasanya tidak khas dan
sering tidak jelas, seperti : pucat, mudah lelah, berdebar, takikardi, dan
sesak nafas. Kepucatan bisa diperiksa pada pada telapak tangan, kuku,
dan konjungtiva palpebra. Tanda khas meliputi anemia, angular
stomatitis, glositis, disfagia, hipokloridia, koilonikia, dan pagofagia.
Tanda yang kurang khas berupa kelelahan, anoreksia, kepekaan
terhadap infeksi meningkat, kelainan perilaku tertentu, kinerja
intelektual serta kemampuan kerja menyusut (Arisman,2002 )
2.2.4 Jenis- Jenis Anemia Dalam Kehamilan
1. Anemia Karena Penurunan Produksi Sel Eritrosit
a. Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia terbanyak
didunia, terutama pada negara miskin dan berkembang. Anemia
defisiensi besi merupakan gejala kronis dengan keadaan
hipokromik (konsentrasi hemoglobin berkurang), mikrositik yang
disebabkan oleh suplai besi kurang kedalam tubuh. Kurangnya besi
18
berpengaruh dalam pembentukkan hemoglobin sehingga
konsentrasinya dalam sel darah merah berkurang, hal ini akan
mneyebabkan tidak adekuatnya pengangkutan oksigen ke seluruh
jaringan tubuh (Tarwoto dan Wasnidar, 2007)
Kecendrungan ibu hamil mengalami anemia cukup tinggi
karena adanya kenaikan volume darah selama masa kehamilan. Di
Indonesia anemia umumnya disebabkan oleh kekurangan zat besi,
sehingga lebih dikenal dengan istilah anemia gizi besi. Kekurangan
zat esi ini akan menghambat pertumbuhan janin baik sel tubuh
maupun sel otak (Martini Fairus dan Prasetyowati, 2011)
Kebutuhan akan zat besi selama kehamilan meningkat.
Peningkatan ini dimaksudkan untuk memasok kebutuhan janin
untuk bertumbuh (pertumbuhan janin memerlukan banyak sekali
zat besi), pertumbuhan plasenta, dan peningkatan volume darah
ibu: jumlahnya sekitar 1.000 mg selama kehamilan (Arisman,2002)
Kebutuhan total zat besi pada kehamilan berkisar antara
580-1340 mg, dan 440-1050 mg diantaranya akan hilang dalam
tubuh ibu pada saat melahirkan (Sue Jordan,2003 )
b. Anemia megaloblastik
Anemia yang disebabkan karena kerusakan sintesis DNA
yang mengakibatkan tidak sempurnanya SDM. Keadaan ini
disebabkan karena defisiensi Vit B12 (Cobalamin) dan asam folat.
Karakteristik sel SDM-nya adalah megaloblas (besar, abnormal,
19
premature SDM) dalam darah dan sumsum tulang. Sel megaloblas
ini fungsinya tidak normal, dihancurkan semasa dalam sumsum
tulang sehingga terjadinya eritropoesis tidak efektif dan masa hidup
eritrosit lebih pendek (Tarwoto dan Wasnidar, 2007).
c. Anemia Defisiensi Vitamin B12 (Pernicus Anemia)
Merupakan gangguan autoimun karena tidak adanya
intrinsic factor (IF) yang diproduksi di sel parietal lambung
sehingga terjadi gangguan absorsi Vit. B12 (Tarwoto dan Wasnidar,
2007).
d. Anemia Defisiensi Asam Folat
Kebutuhan folat sangat kecil, biasanya terjadi pada orang
yang kurang makan sayuran dan buah-buahan, gangguan pada
pencernaan, alkoholik dapat meningkatkan kebutuhan folat, wanita
hamil, masa pertumbuhan. Defisiensi asam folat juga dapat
menyebabkan sindrom mal-absorpsi (Tarwoto dan Wasnidar,
2007).
e. Anemia Aplastik
Terjadi akibat karena ketidak sanggupan sumsum tulang
membentuk sel-sel darah. Kegagalan tersebut disebabkan oleh
kerusakan primer system sel mengakibatkan anemia, leucopenia,
dan thrombositopenia (pansitopenia). Zat yang dapat merusak
sumsum tulang disebut Mielotoksin (Tarwoto dan Wasnidar, 2007).
20
2. Anemia Karena Meningkatnya Kerusakan Eritrosit
a. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik dimana terjadi peningkatan hemolisis
dari eritrosit, sehingga usianya lebih pendek (Tarwoto dan
Wasnidar, 2007)
b. Anemia Sel Sabit
Anemia sel-sel sabit adalah anemia hemolitika berat
ditandai SDM kecil sabit dan pembesaran limpa akibat kerusakan
molekul Hb (Tarwoto dan Wasnidar, 2007)
2.3.5 Dampak Anemia Pada Kehamilan
Kejadian anemia pada ibu hamil harus dicegah, atau jika
sudah terjadi anemia harus segera diobati mengingat dampak anemia
sangat berbahaya baik bagi ibu maupun bagi janin yang dikandungnya.
Anemia pada ibu hamil akan mempertinggi risiko BBLR pada bayi,
kelahiran premature, hambatan pada pertumbuhan sel janin baik sel
tubuh maupun sel otak. Risiko morbiditas dan mortalitas ibu dan janin
juga meningkat (Martini Fairus dan Prasetyowati, 2010)
Beberapa dampak anemia pada kehamilan adalah sebagai berikut:
a. Abortus, lahir premature, lamanya waktu partus karena kurang daya
dorong rahim, perdarahan postpartum dan rentan infeksi.
b. Hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan syok bahkan kematian
ibu saat persalinan, meskipun tidak disertai perdarahan.
21
c. Kematian bayi dalam kandungan, kematian bayi pada usia sangan
muda serta cacat bawaan. (Feryanto, 2012).
Sementara menurut Manuaba (2010) pengaruh anemia terhadap
kehamilan dan Janin adalah
a. Pengaruh anemia terhadap kehamilan
1) Bahaya selama kehamilan dapat terjadi abortus, persalinan,
prematuritas, hambatan tumbuh kembang janin, mudah terjadi
infeksi, ancaman dekompensasi kordis (Hb, 6 gr%), mola
hidatidosa, hiperemesis gravidarum, perdarahan antepartum,
ketuabn pecah dini (KPD).
2) Bahaya saat persalinan: gangguan his (kekuatan mengejan), kala
pertama dapat berlangsung lama, dan terjadi aprtus terlantar,
kala dua berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan
sering memerlukan tindakan operasi kebidanan, kala uri dapat
diikuti retensio plasenta dan perdarahan postpartum karena
atonia uteri, kala empat dapat terjadi perdarahan postpartum
sekunder dan atonia uteri.
3) Pada kala nifas, terjadi subinvolusio uteri menimbulkan
perdarahan postpartum, memudahkan infeksi puerperium,
pengeluaran ASI berkurang, terjadi dekompensasi cordis
mendadak setelah persalinan, anemia kala nifas, mudah terjadi
infeksi mammae.
22
b. Bahaya anemia pada janin.
Sekalipun tampaknya janin mampu menyerap berbagai
kebutuhan dari ibunya, tetapi dengan anemia akan mengurangi
kemampuan metabolism tubuh sehingga mengganggu pertumbuhan
dan perkembangan janin dalam rahim. Akibat anemia dapat terjadi
gangguan dalam bentuk: abortus, kematian intrauterine, persalinan
premature tinggi, BBLR, kelahiran dengan anemia, dapat terjadi cacat
bawaan, bayi mudah mendapat infeksi sampai kematian perinatal dan
intelensia rendah
2.3.6 Pengobatan Anemia
Anemia kekurangan zat besi mudah diatasi dengan pemberian
tambahan zat besi (sulfas ferosus) atau tablet penambah zat besi
lainnya. Anemia jenis ini paling banyak dijumpai dalam kehamilan
(95%). Menurut Tarwoto dan Wasnidar (2007) pengobatan yang biasa
dilakukan pada kasus ini antara lain:
a. Pemberian diet tinggi zat besi (komsumsi daging, telur, ikan,
sayuran, hijau, kacang-kacangan, dll)
b. Atasi penyebab seperti cacingan, perdarahan
c. Pemberian preparat zat besi seperti Sulfas Fero-sus (dosis 3 x 200
mg), ferro glukonat 3 x 200 mg/hari atau diberikan secara paranteral
jika alergi dengan obat peroral 250 mg Fe (dosis : 3 mg/kg BB)
d. Pemberian Vitamin C (dosis 3 x 100 mg/hari)
e. Transfusi darah jika diperlukan
23
Untuk penatalaksanaan Anemia Megaloblastik dapat
dilakukan dengan cara:
a. Diet Nutrisi dengan tinggi Vitamin B12 dan asam folat
b. Pemberian Hydroxycobalamin IM 2000 mg/hari atau 1000 mg
diberikan setiap minggu selama 7 minggu
c. Berikan Asam folat 5 mg/hari selama 4 bulan
Untuk penatalaksanaan Anemia Defisiensi Vitamin B12
dengan cara:
a. Pemberian Vitamin B12 oral, apabila IF kurang diberikan IM, 100 g
tiap bulan
b. Pemberian diet zat besi (komsumsi daging, hati, kacang hijau, telur,
produk susu), asam folat
Untuk penatalaksanaan pada ibu hamil dengan anemia
Defisiensi Asam folat dapat dilakukan dengan cara :
a. Pemberian suplemen folat pada Trimester I : 280 mg/hari, Trimester II:
660 mg/hari, dan Trimester III : 470 mg/hari
b. Berikan Vitamin C untuk membantu penyerapan dan eritropoitis
c. Berikan diet tinggi asam folat (asparagus, brokoli, nanas, melon,
sayuran hijau, ikan, hati, daging, stroberi, susu, telur, hati, kentang, roti)
d. Hindari factor-faktor yang dapat mengurangi penyerapan asam folat
seperti alcohol, kopi, aspirin, obat-obat penenang, obat anti kejang.
Untuk penatalaksanaan ibu hamil dengan anemia aplastik adalah
dengan cara :
24
a. Monitor adanya perdarahan dan pansitopenia (menurunnya sel darah
merah, leuksit, trombosit)
b. Transfusi Darah
c. Pengobatan Infeksi ; Jamur, Bakteri
d. Transplantasi sumsum tulang (pasien dibawah 60 th)
e. Immunosupresive terapi : kombinasi cyclosporine, antithymocyte
globulin (ATG), antilymphocyte globulin (ALG)
f. Diet yang bebas bakteri
Pada Ibu yang mengalami Anemia Hemolitik menurut Tarwoto
dan Wasnidar (2007) penatalaksanaan nya dengan cara:
a. Pencegahan factor resiko
b. Transfusi darah
c. Cairan adekuat
d. Pemberian asam folat
e. Pemberian Eritropotin
f. Pemberian Kortikosteraid
Pada Ibu yang mengalami Anemia Sel Sabit menurut Tarwoto
dan Wasnidar (2007) penatalaksanaan nya dengan cara:
a. Belum ada obat yang efektif (cetiedil citrate berfungsi menjaga
membrane SDM)
b. Penanganan nyeri
c. Penanganan infeksi dan pencegahan
d. Transfusi darah
25
e. Mengurangi kekentalan darah
f. Transplantasi sumsum tulang
2.3.7 Pencegahan Anemia Kehamilan
Nutrisi yang baik adalah cara terbaik untuk mencegah terjadinya
anemia jika sedang hamil atau mencoba menjadi hamil. Makan
makanan yang tinggi kandungan zat besi (seperti sayuran berdaun hijau,
daging, sereal, telur dan kacang tanah). Pemberian vitamin untuk
memastikan bahwa tubuh mendapatkan setidaknya 27 mg zat besi
setiap hari. Jika mengalami anemia selama kehamilan, biasanya dapat
diobati dengan mengambil suplemen zat besi. Pastikan bahwa wanita
hamil dicek pada kunjungan pertama kehamilan pemeriksaan anemia
(Proverawati, 2011).
Sejauh ini ada empat pendekatan dasar pencegahan anemia
defisiensi zat besi. Keempat pendekatan tersebut adalah (1) Pemberian
tablet atau suntikan zat besi, (2) pendidikan dan upaya yang ada
kaitannya dengan peningkatan asupan zat besi melalui makanan, (3)
pengawasan penyakit infeksi, dan (4) fortiifikasi makanan pokok
dengan zat besi. Pada awal kehamilan, program suplementasi tidak akan
berhasil karena “morning sickness” dapat mengurangi keefektifan obat.
Namun demikian, cara ini baru akan berhasil jika pemberian tablet ini
dilakukan dengan pengawasan yang ketat. Pada pendidikan kesehatan
untuk pencegahan anemia, para wanita hamil harus diberikan
pendidikan yang tepat misalnya tentang bahaya yang mungkin terjadi
26
akibat anemia selama kehamilan, dan harus pula diyakinkan bahwa
salah satu penyebab anemia adalah defisiensi zat besi. Asupan zat besi
dari makanan dapat ditingkatkan melalui dua cara. Pertama, pemastian
komsumsi makanan yang mengandung kalori sebesar yang semestinya
dikomsumsi, Kedua dilakukan dengan cara meningkatkan ketersediaan
hayati zat besi yang dimakan, yaitu dengan ajalan mempromosikan
makanan yang dapat memacu dan menghindarkan pangan yang bisa
mereduksi penyerapan zat besi. Fortifikasi makana yang banyak
dikomsumsi dan yang diproses secara terpusat merupakan inti
pengawasan anemia di berbagai Negara. Fortifikasi makanan
merupakan salah satu cara terampuh dalam pencegahan anemia
defisiensi zat besi (Arisman,2002)
2.4 Konsep kehamilan
2.4.1 Pengertian kehamilan
Proses yang terjadi diawali dengan fertilisasi, nidasi dan
perkembangan janin dalam rahim (Proverawati, 2011).
2.4.2 Tanda – tanda kehamilan pasti
a. Terasa adanya gerakan janin dalam rahim
b. Teraba adanya bagian – bagian janin
c. Terdengar adanya denyut jantung janin
d. Terlihat gambaran janin melalui USG
27
2.4.3 Masa kehamilan
Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari
dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan aterm ialah usia
kehamilan antara 38-42 minggu dan ini merupakan periode terjadinya
persalianan normal (Sarwono, 2010)
Kehamian dimulai dari proses pembuahan sampai sebelum janin
lahir, kehamilan normal berlangsung 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7
hari) dihitung mulai dari hari pertama menstruasi terakhir (Huliana, 2003).
Masa kehamilan dibagi menjadi tiga semester :
a. Trimester I
Dimulai dari proses konsepsi sampai usia kehamilan tiga bulan.
b. Trimester 2
Dari bulan ke empat sampai usia kehamilan enam bulan.
c. Trimester 3
Dari bulan ketujuh sampai usia kehamilan sembilan bulan.
2.4.4 Perubahan – perubahan yang terjadi pada ibu hamil
Menurut Ari Sulistywati adalah:
a. Uterus
Pada kehamialn cukup bulan, ukuran uterus adalah 30 x 25
x20 cm dengan kapasitas lebih dari 4.000 cc. Hal ini memungkinkan
bagi adekuatnya akomodasi pertumbuhan janin. Pada saat ini rahim
membesar akibat hipertropi otot polos rahim, serabut – srrabut
kolagennya menjadi higroskopik, dan endometrium menjadi desidua.
28
Berat uterus naik secara luar biasa, dari 30 gram menjadi 1.000 gram
pada akhir bulan. Pada permulaan kehamilan rahim dalam posisi
antefleksi atau retrolekul. Pada 4 bulan kehamilan, rahim tetap berada
dalam rongga pelvis setelah itu melai memasuki rongga perut yang
dalam pembesarannya dapat mencapai batas hati. Arteri uterine dan
ovarika bertambah dalam diameter, panjang, dan anak-anak
cabangnya, pembuluh darah vena mengembang dan bertambah. Pada
serviks uteri bertamabah vaskularisasinya dan menjadi lunak,
warnanya menjadi livid, dan ini disebut dengan tanda Chadwick.
b. Ovarium
Overium masih berfungsi menghasilkan hormon estrogen
dan progesterone sampai bentuk plasenta pada usia kehamilan 16
minggu.
c. Vagina dan vulva
Oleh karena pengaruh estrogen, terjadi hipervaskularisasi
pada bagian vagian dan vulva, sehinga pada bagian tersebut terlihat
lebih merah atau kebiruan, kondisi ini disebut tanda Chadwick.
d. Mamae
Payudara menjadi organ target untuk propses laktasi
mengalami banyak perubahan sebagai persiapan setelah janin lahir.
Beberapa perubahn yang dapat diamati oleh ibu sebgai berikut:
a) Selama kehamilan payudara bertambah besar, tegang, dan berat
b) Dapat teraba nodul-nodul, akibat hipertropi kelenjar alveoli
29
c) Bayangan vena-vena lebih membiru
d) Hiperpigemntasi pada aerola dan putting susu
e) Kalau diperas akan keluar kolostrum bewarna kekuningan
e. Sistem Urinaria
Selama kehamilan ginjal bekerja lebih berat. Ginjal
menyaring darah yang volumenya meningkat (sampai 30-50% atau
lebih), yang puncaknya terjadi pada usia kehamilan 16-24
minggusampai sesaat sebelum persalianan. Dalam keadaan normal
aktivitas ginjal meningkat ketika berbaring dan ketika berdiri. Keadaan
ini semakin menguat pada kehamilan karena itu wanita hamil sering
mersa ingin berkemih ketika mencoba untuk berbaring.
f. Sistem Kardiovaskuler
Selama kehamilan volume darah yang dipompa oleh
jantung meningkat sampai 30-50%. Peningkatan ini dimulai terjadi
pada usia kehamilan 6 minggu dan mencapai puncaknya pada usia
kehamilan 16-28 minggu. Oleh karena curah jantung yang meningkat,
maka denyut jantung pada saat istrahat juga meningkat. Setelah
mencapai usia kehamilan 30 minggu, curah jantung agak menurun
karena pembesaran rahim yang menekan vena yang membawa darah
dari tungkai ke jantung. Peningkatan curah jantung selama kehamilan
kemungkinana terjadi karena adanya perubahan dari aliran darah ke
rahim. Janin yang terus tumbuh menyebabkan darah lebih banyak
dikirim ke rahim ibu.
30
g. Sistem respirasi
Ruang abdomen yang membesar oleh karena meningkatnya
ruang rahim dan pembentukan hormone progesterone menyebabkan
paru – paru berfungsi sedikit berbeda dari biasanya. Wanita hamil
bernafas lebih cepat dan lebih dalam karena memerlukan banyak
oksigen utnuk janin dan untuk dirinya. Lingkar dada wanita hamil
agak membesar. Lapisan saluran pernafasan menearima lebih banyak
darh dan menjadi agak tersumbat oleh penumpukan darah (kongesti).
Kadang hidung dan tenggorokan mengalami penyumbatan parsial
akibat kongesti ini. Tekanan dan kualitas suara wanita hamil agak
berubah.
h. Kulit
Selama hamil kulit mengalami hiperpigmentasi karena
pengaruh hormon. Cloasma gravidarum adalah bintik – bintik pigmen
kecoklatan yang tampak dikulit kening dan pipi. Peningkatan
pigementasi juga terjadi disekeliling putting susu, sedangkan diperut
bawah bagian tengah biasanya tampak garis gelap, yaitu spider
angioma (pembuluh darah kecil yang memberi gambaran seperti laba –
laba) bisa muncul dikulit, sehingga menimbulkan striae gravidarum.
Adanya vasodilatasi kulit menyebabkan ibu mudah berkeringat.
i. Metabolisme
Janin membutuhkan 30-40 gram kalsium untuk
pembentukan tulangnya dan ini terjadi ketika trimester akhir. Oleh
31
karena itu peningkatan asupan kalsium sangat diperlukan untuk
menunjang kebutuhan. Peningkatan kebutuhan kalsium mencapai 70%
dari diet biasanya. Penting bagi ibu hamil untuk selalu sarapan karena
kadar glukosa darah ibu sangat berperan dalam perkembangan janin,
dan berpuasa pada saat kehamilan akan lebih banyak memproduksi
ketosis yang dikenal dengan “cepat merasakan lapar” yang mungkin
berbahaya pada janin.
Kebutuhan zat besi wanita hamil kurang dari 1.000mg, 500
mg dibutuhkan untuk meningkatkan massa sel darah merah dan 300
mg untuk transpostasi ke fetus ketika kehamilan memasuki usia 12
minggu, 200 mg sisanya untuk menggantikan cairan yang keluar dari
tubuh. Wanita hamil membutuhkan zat besi rata-rata 3, 5 mg/hari.
Pada metabolisme lemak terjadi peningkatan kadar kolesterol sampai
350 mg atau lebih per 100 cc. Hormon somatotropin mempunyai
peranan dalam pembentukan lemak pada payudara. Deposit lemak
lainnya tersimpan di badan, perut, paha dan lengan.
Pada metabolisme mineral yang terjadi adalah kalsium
dibutuhkan rat-rata 1, 5 gram sehari, sedangkan untuk pembentukan
tulang terutama di trimester akhir dibutuhkan 30-40 gram.Fosfor
dibutuhkan rata – rata 2 gram/hari. Dan air, wanita hamil cenderung
mengalami retensi air.
32
2.5 Kerangka konsep
Adapun kerangka konsep pada penelitian ini adalah
Variabel independen variabel dependen
2.6 Defenisi operasional
Paritas Kejadian anemia
Interval kehamilan
33
Tabel 2.3Defenisi operasional
No Variabel Defenisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
1 Paritas Jumlah kehamilan ibu Studi
dokumentasi
Cheklist 1. Tidak
Beresiko < 4
2. Beresiko > 4
ordinal
2 Interval
kehamilan
Jarak kehamilan adalah
rentang waktu antara
kehamilan ibu saat ini
dengan kehamilan ibu
sebelumnya
Studi
dokumentasi
Cheklist Beresiko :
apabila jarak
kehamilan ibu
< 2 tahun
Tidak beresiko
:
apabila jarak
kehamilan ibu
> 2 tahun
ordinal
2 Anemia Keadaan dimana kadar
zat merah darah atau
hemoglobin (Hb) lebih
rendah dari nilai normal
(11 gr%)
Pemeriksaan Hb Sahli Tidak anemia
>11 gr%
Anemia< 11 gr
%
Ordinal
2.7 Hipotesa
Ha diterima : Ada hubungan paritas dan interval kehamilan dengan
kejadian anemia pada ibu hamil di wilayah kerja
Puskesmas Naras tahun 2015.
Ho ditolak : Tidak ada hubungan paritas dan interval kehamilan
dengan kejadian anemia pada ibu hamil di wilayah kerja
Puskesmas Naras tahun 2015.
34
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
35
3.1 Desain Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian yang digunakan adalah
deskriptif analitik, untuk melihat paritas dan interval kehamilan dengan
kejadian anemia pada ibu hamil dengan desain penelitian yang di gunakan
adalah cross sectional study yaitu suatu penelitian untuk mempelajari
dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara
pendekatan pengumpulan data sekaligus pada suatu saat. variabel independent
dan dependen di kumpulkan pada waktu yang bersamaan serta mencari
hubungan antara variable independent dengan dependen (Notoatmodjo, 2010).
3.2 Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Naras dan akan
dilaksanakan pada bulan Februari s/d Juli 2015.
3.3 Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah seluruh objek yang diteliti atau objek penelitian
(Notoatmodjo, 2010). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu
hamil yang berada di wilayah kerja Puskesmas Naras yaitu sebanyak 247
orang.
2. Sampel
Sampel adalah wakil dari populasi. Teknik pengambil sampel
memakai accidental sampling (Notoatmodjo, 2010). Yaitu pengambilan
35
36
sampel yang didapatkan secara kebetulan pada saat penelitian dilakukan.
Kriteria populasi dalam penelitian ini adalah:
Kriteria inklusi
a. Ibu hamil yang berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Naras
b. Ibu hamil yang kooperatif
c. Berada ditempat saat melakukan penelitian
d. Bisa tulis baca
Kriteria Eklusi
a. Tidak bersedia menjadi responden.
b. Tidak bisa tulis baca.
3.4 Sumber Data
1. Data Primer
Data primer diperoleh dengan cara menanyakan langsung kepada
objek yang diteliti (responden). Dalam penelitian ini data primer diperoleh
dari survey lapangan dengan mewawancarai setiap ibu hamil yang
dijadikan sampel dan menggunakan angket kuisioner tertutup.
2. Data sekunder
Data sekunder diperoleh dengan cara tidak meminta secara
langsung kepada objek yang diteliti. Dalam penelitian ini, data sekunder
diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Pariaman dan Puskesmas Naras, juga
studi kepustakaan.
3.5 Alat Pengumpulan Data
37
Data di kumpulkan melalui kuesioner yang dibagikan kepada ibu
hamil yang menjadi responden untuk diisi dan di kembalikan ke peneliti untuk
ditabulasikan.
3.6 Teknik Pengolahan Data
Data diolah secara komputerisasi dengan memakai program SPSS,
setelah data terkumpul, selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
1. Editing
Data yang sudah dikumpulkan kemudian diperiksa kembali untuk
mengetahui kelengkapan pengisian (jawaban) dan kesalahan serta
konsistensi jawaban.
2. Coding
Pemberian kode untuk setiap jawaban agar dapat dikonversikan dengan
angka dan memudahkan dalam pengambilan data.
3. Entry Data
Memasukkan kode jawaban ke master tabel dan di olah dengan
menggunakan rumus.
4. Cleaning
Sebelum melakukan analisa data terhadap data yang sudah dimasukkan,
dilakukan pengecekan, kalau terdapat kesalahan pada saat entry dapat
diperbaiki sehingga nilai yang ada sesuai dengan hasil pengumpulan data.
(Arikunto, 2006).
38
3.7 Teknik Analisa Data
1. Analisa Univariat
Analisa Univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran distribusi
dan proporsi dari masing-masing variabel yang diteliti. Hasil perhitungan
persentase dimasukkan kedalam kriteria standar objektif yaitu berdasarkan
kriteria teori dari setiap aspek dan kriteria standar kualitatif sebagai
berikut:
a. Paritas
Tidak Beresiko < 4
Beresiko > 4
b. Interval kehamilan
Beresiko : apabila jarak kehamilan ibu < 2 tahun
Tidak beresiko : apabila jarak kehamilan ibu > 2 tahun
c. Anemia
Pada variabel anemia responden dikategorikan dalam dua
kelompok setelah dilakukan pengamatan terhadap buku KIA yang
dibawa oleh ibu :
a. Tidak Anemia bila Hb > 11 gr%
(tertera tidak anemia)
b. Anemia bila Hb <
11 gr% (tertera anemia)
2. Analisa Bivariat
39
Analisa bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diteliti yang
diduga berpengaruh, pengujian hipotesa untuk mengambil keputusan
apakah hipotesa yang diajukan cukup meyakinkan untuk ditolak atau
diterima dengan menggunakan uji statistic Chi-Square. Untuk melihat
kemaknaan perhitungan statistik digunakan batas kemaknaan 0, 05
sehingga jika nilai p < 0, 05 maka secara statistik disebut bermakna, jika
p > 0, 05 maka hasil hitung tersebut tidak bermakna. Hasil
didapatkan dengan proses komputerisasi dengan menggunakan SPSS 15.
40
HUBUNGAN PARITAS DAN INTERVAL KEHAMILAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS NARAS TAHUN 2015
Proposal Karya Tulis Ilmiah
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Kebidanan
DHEA DUTRIANANIM. 120201079
41
PROGRAM DIII KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PIALA SAKTI PARIAMAN 2015