DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT PANITIA...

24
256 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H RAPAT PANITIA KERJA RUU TENTANG PROTOKOL Tahun Sidang : 2010 - 2011 Masa Sidang : I Jenis Rapat : PANITIA KERJA Rapat ke : 17 Dengan : Pemerintah Hari, Tanggal : Jum’at, 20 Agustus 2010 Waktu : Pukul 14.00 – 16.15 WIB A c a r a : 1. Membicarakan perbaikan DIM 2. Lain-lain. T e m p a t : Hotel Novotel, Bogor Pimpinan Rapat : DRS. TAUFIK HIDAYAT, MS.i Sekretaris Rapat : Drs. Budi Kuntaryo Hadir : …. orang Anggota dari 30 Anggota A. PIMPINAN : 1. H. TRI TAMTOMO, SH. ( KETUA ) ( F – PDI PERJUANGAN ) 2. H. TB. SOENMANDJAJA SDi ( WAKIL KETUA ) ( F - PKS) B. ANGGOTA PANJA RUU TENTANG PROTOKOL : I. FRAKSI PARTAI DEMOKRAT : 1. HJ. HIMMATULLAH ALYAH SETIAWATY, SH., MH 2. DRS. H. GUNTUR SASONO, M.Si II. FRAKSI PARTAI GOLKAR : 1. H. ANDI RIO IDRIS PADJALANGI, SH., M.Kn 2. DRS. H. MURAD U. NASIR, M.Si ARSIP DPR RI

Transcript of DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT PANITIA...

Page 1: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT PANITIA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-024402-4673.pdf · Baik, sekarang Pasal 11 saya bacakan saja. Pasal 11,

256

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

R I S A L A H RAPAT PANITIA KERJA RUU TENTANG PROTOKOL

Tahun Sidang : 2010 - 2011 Masa Sidang : I Jenis Rapat : PANITIA KERJA Rapat ke : 17 Dengan : Pemerintah Hari, Tanggal : Jum’at, 20 Agustus 2010 Waktu : Pukul 14.00 – 16.15 WIB A c a r a : 1. Membicarakan perbaikan DIM

2. Lain-lain. T e m p a t : Hotel Novotel, Bogor Pimpinan Rapat : DRS. TAUFIK HIDAYAT, MS.i Sekretaris Rapat : Drs. Budi Kuntaryo Hadir : …. orang Anggota dari 30 Anggota

A. PIMPINAN :

1. H. TRI TAMTOMO, SH. ( KETUA ) ( F – PDI PERJUANGAN ) 2. H. TB. SOENMANDJAJA SDi ( WAKIL KETUA ) ( F - PKS)

B. ANGGOTA PANJA RUU TENTANG PROTOKOL :

I. FRAKSI PARTAI DEMOKRAT :

1. HJ. HIMMATULLAH ALYAH SETIAWATY, SH., MH 2. DRS. H. GUNTUR SASONO, M.Si

II. FRAKSI PARTAI GOLKAR :

1. H. ANDI RIO IDRIS PADJALANGI, SH., M.Kn 2. DRS. H. MURAD U. NASIR, M.Si

ARSIP D

PR RI

Page 2: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT PANITIA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-024402-4673.pdf · Baik, sekarang Pasal 11 saya bacakan saja. Pasal 11,

257

III. FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN : 1. ARIF WIBOWO

IV. FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA : 1. DRS. AL MUZZAMIL YUSUF

V. FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL : 1. DRS. H. RUSLI RIDWAN, M.Si VI. FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN : 1. DRS. H. ZAINUT TAUHID SA’ADI, M.Si VII. FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA : 1. DRS. H. IBNU MULTSZAM VIII. FRAKSI PARTAI GERINDRA :

1. DRS. H. HARUN AL-RASYID, M.Si

IX. FRAKSI PARTAI HANURA : 1. H. SARIFUDDIN SUDDING, SH., MH

ARSIP D

PR RI

Page 3: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT PANITIA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-024402-4673.pdf · Baik, sekarang Pasal 11 saya bacakan saja. Pasal 11,

258

KETUA RAPAT/F-PG (DRS. TAUFIQ HIDAYAT, M.Si): Saya nyatakan skorsing dicabut.

(SKORS RAPAT DICABUT PUKUL 14.00 WIB) Dan kita melanjutkan pembahasan Pasal 10 dan Pasal 11 untuk tata tempat dalam acara

kenegaraan dan acara resmi di provinsi dan kabupaten/kota, dan atas seijin Pak Ketua saya lanjutkan rapat ini.

Saya kira ini tidak terlalu sulit karena bisa mengacu dari tata tempat yang ada diselenggarakan di ibukota jadi segi sistematika urutan dan hirarki itu bisa mengacu ke situ dan kalau ada penambahan-penambahan yang khusus dari daerah, kalau itu ada tinggal disesuaikan saja. tapi untuk lengkapnya pembahasan ini, mungkin minta tolong staf ditayangkan untuk Pasal 10 ya. Saya bacakan saja untuk lebih jelas semuanya. Pasal 10

(1) Tata tempat dalam acara kenegaraan dan acara resmi di provinsi ditentukan dengan urutan (a) gubernur; (b) wakil gubernur; (c) mantan gubernur dan wakil gubernur; (d) ketua dewan perwakilan rakyat daerah provinsi; (e) kepala perwakilan konsuler negara asing di daerah; (f) sekretaris daerah provinsi, panglima/komandan tertinggi tentara nasional Indonesia semua angkatan di provinsi, dan kepala kepolisian di provinsi, ketua pengadilan tinggi semua badan peradilan dan kepala kejaksaan tinggi; (e) wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi atau nama lainnya; (h) pemimpin partai politik di provinsi yang memiliki wakil di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di provinsi; (i) anggota Perwakilan Rakyat Daerah provinsi atau nama lainnya, anggota majelis permusyawaratan ulama Aceh dan anggota majelis rakyat Papua. Penjelasan nama lainnya adalah DPRA di Provinsi Aceh Nangroe Darussalam dan DPRP di Provinsi Papua. (j) Bupati/walikota; (k) kepala kantor perwakilan Bank Indonesia di daerah dan pimpinan perwakilan lembaga negara yang dibentuk dengan atau dalam Undang-undang yang berkedudukan di provinsi; (l) pemuka agama, pemuka adat dan tokoh masyarakat tertentu tingkat provinsi; (m) ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota; (n) wakil bupati/wakil walikota dan wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota; (o) anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/kota; (p) asisten sekretaris daerah provinsi, kepala dinas tingkat provinsi, kepala kantor wilayah kementerian di provinsi, kepala badan provinsi dan pejabat eselon II; (q) kepala bagian Pemerintah daerah provinsi dan pejabat eselon III.

Jadi ini urutan-urutannya yang sedikit banyak sudah mengikuti alur dari Pasal 9 untuk struktur Pemerintahan ditingkat provinsi. Kepada Pemerintah cukup ini Pak dengan penjelasan atau bagaimana, sementara itu, silakan.

PEMERINTAH/KEMENPAN: Pimpinan, saya kira pengaturan yang ini kita sudah sepakati dalam pengertian secara

substansial yang masih tersisa belum diatur adalah saya ingin mengingatkan bahwa yang pertama

ARSIP D

PR RI

Page 4: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT PANITIA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-024402-4673.pdf · Baik, sekarang Pasal 11 saya bacakan saja. Pasal 11,

259

tadi pada kita bicara mengenai Pasal 9 bahwa disitu akan ada pengaturan lebih lanjut dalam PP. jadi mungkin setelah Pasal 9 dan Pasa 10 ini kemudian ada katakanlah satu ayat tambahan bahwa tata cara pengaturan itu akan diatur lebih lanjut dalam PP itu yang pertama.

Kemudian yang kedua, dalam hal ada acara yang diselenggarakan di daerah katakanlah gubernur, itu kalau di dalam aturan pusat dia kan jauh katakanlah dari presiden atau dari kepala negara tapi dia kalau di daerah dia sebagai tuan rumah itu mempunyai posisi yang khusus kan Pak, saya kira perlu disebutkan atua ditambah satu ayat lagi bahwa dalam hal acara kenegaraan diselenggarakan di daerah maka gubernur menempati posisi sebagai pendamping dari pejabat negara tertinggi yang hadir disitu, saya kira di aturan lama sudah ada mungkin kita bisa adopt dari sana. Itu saja tambahannya, dua ayat itu kira-kira atau dua pasal. Ada tambahan, silakan.

PEMERINTAH/KEMENKUM DAN HAM: Terima kasih Ibu. Yang “p” mungkin tadi Bapak, Ibu. Yang “p” ini terkait dengan kepala kantor wilayah

kementerian di provinsi ini istilah yang sebetulnya sering digunakan itu bukan kepala kantor kementerian tapi instansi vertikal. Ini takutnya kalau menyebutkan kementerian ada instansi katakan BKN yang mempunyai semacam instansi vertikal di provinsi, kalau menyebutkan kementerian, BKN bukan kementerian jadi tidak masuk disini, jadi kalau mau menyebutkan secara generik saja saya kira akan lebih tepat kepala kantor instansi vertikal di provinsi. Terima kasih.

F- PPP (DRS. H. ZAINUT TAUHID SA’ADI, M.Si) : Terima kasih. Yang pertama saya ingin menanggapi yang disampaikan oleh Ibu, terkait dengan ketika

upacara kenegaraan itu di daerah, saya kira itu sudah diatur dalam draft Pasal 12 sehingga tidak perlu ditambahkan lagi ketentuan lain dan disitu jelas bahwa pejabat daerah tersebut dia mendampingi presiden, saya kira itu.

Kemudian yang kedua, saya ingin mendapatkan konfirmasi ketika kami melakukan kunjungan ke Aceh dia memiliki kekhususan didalam melakukan tata aturan untuk protokolernya misalnya posisi Wali Nanggroe, itu dia justru lebih posisinya lebih diatas gubernur atau bahkan dia mendapatkan posisi yang lebih terhormat daripada pejabat daerah dan juga ada kedudukan ulama disitu juga dia mendapatkan tempat yang lebih dari yang lain, ini bagaimana cara memberikan ruang untuk pengaturan itu. Terima kasih.

KETUA RAPAT: Masih ada lagi dari Anggota? Oke, saya kembalikan ke Pemerintah ya, silakan. PEMERINTAH/KEMENKUM DAN HAM : Kita tadi sudah mengatur yang di posisi Anggota DPRD, coba naik ke atas. Iya yang huruf “I”

Pak Zainudin, ini memposisikan MPU Aceh (Majelis Permusyawarahan Ulama Aceh) pada posisi satu kelompok dengan anggota DPRD disana dan juga berlaku untuk majelis rakyat Papua. Saya belum tahu posisi untuk Wali Nangroe itu ada dimana karena menurut ininya ya mestinya dari segit tata pemerintahan gubernur memang ada di paling pertama tapi kalau tadi disampaikan ini ada diposisi

ARSIP D

PR RI

Page 5: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT PANITIA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-024402-4673.pdf · Baik, sekarang Pasal 11 saya bacakan saja. Pasal 11,

260

lebih tinggi dari gubernur saya tidak tahu menempatkan Wali Nangroe itu ada dimana. Tapi kalau untuk majelis ulama kemudian majelis rakyat Papua sudah dikelompokan dalam satu rumpun dengan Anggota DPRD Provinsi. Saya kira itu Bapak.

KETUA RAPAT: Iya memang banyak pertanyaan di daerah khususnya mengenai tokoh masyarakat ini tapi

saya kira akomodasinya seperti itu dengan tokoh masyarakat tertentu yang sudah ktia rumuskan itu, dan juga mengacu kepada praktek yang selama ini sudah berjalan saya kira, juga fleksibilitas didalam pelaksanaan Undang-Undang ini nantinya, jadi harus ada kombinasi ketika itu dilaksanakan di lapangan.

Kembali kepada rumusan yang kita baca bersama di layar Pasal 10 ini, pada anggota yang lain kalau ini dirasa cukup ya kami akan langsungkan saja. bagaimana, cukup ya? Kita terima Pasal 10 ini.

(RAPAT: SETUJU) Memang permulaan saja masuknya agak susah, begitu masuk lancar. Dari Pasal 9 itu

memakan berapa jam itu sampai skorsing tadi malam itu. Baik, selanjutnya adalah Pasal 11, jadi konkordan sebenarnya ya tapi untuk Pemerintah di

kabupaten atau kota, tapi coba kita lihat apakah ada perbedaan yang perlu kita cermati di Pasal 11 ini. Baik, sekarang Pasal 11 saya bacakan saja. Pasal 11, tata tempat dalam acara kenegaraan

dan acara resmi di kabupaten/kota ditentukan dengan urutan; a. Bupati/walikota b. Wakil bupati/walikota c. Mantan bupati/walikota dan wakil Bupati/walikota d. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota atau nama lainnya e. Sekretaris daerah kabupaten/kota, komandan tertinggi tentara nasional Indonesia, semua

angkatan di kabupaten/kota, kepala kepolisian di kabupaten/kota, ketua pengadilan negeri, semua badan peradilan dan kepala kejaksaan negeri

f. Wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota atau nama lainnya g. Pemimpin partai politik di kabupaten/kota yang memiliki wakil di Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah kabupaten/kota atau nama lainnya, h. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota atau nama lainnya i. Pemuka agama, pemuka adat dan tokoh masyarakat tertentu tingkat kabupaten/kota. j. Kepala badan tingkat kabupaten/kota, asisten sekretaris daerah kabupaten/kota, kepala dinas

tingkat kabupaten/kota dan pejabat eselon II. k. Kepala kantor kementerian tingkat kabupaten/kota, kepala kantor kementerian tingkat

kabupaten/kota, kepala unit pelaksana teknis kementerian, kepala bagian Pemerintah daerah kabupaten/kota, camat, komandan tertinggi tentara nasional Indonesia, semua angkatan di kecamatan, kepala kepolisian di kecamatan dan pejabat eselon III.

l. Lurah/kepala desa atau nama lainnya dan pejabat eselon IV.

ARSIP D

PR RI

Page 6: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT PANITIA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-024402-4673.pdf · Baik, sekarang Pasal 11 saya bacakan saja. Pasal 11,

261

Mungkin dari Pemerintah ada penjelasan atau penambahan barangkali kalau diperlukan sebelum saya lempar ke anggota. Saya persilakan.

PEMERINTAH/KEMENPAN: Baik, sebetulnya ini juga sudah konkordan atau polanya mengikuti Pasal 9 dan juga Pasal 10

hanya sebutannya tadi yang perlu kita sesuaikan. Yang nanti diatas dulu yang “g” Pak, itu yang atau nama lainnya sudah dihapus, itu saya kira juga dihapus. Kemudian yang K juga saya kira juga perlu disamakan dengan istilah yang diatas, kepala kantor instansi vertikal, yang kementeriannya diganti instansi vertikal. Kemudian kepala unit pelaksana teknis juga instansi vertikal, yang kementerian dibawah itu.

Yang “I” Pak, itu cukup tokoh masyarakat tertentu saja, tidak pakai, yang pemuka agama, pemuka adat itu masuk jadi satu. Yang tadi itunya hidup lagi, yang dibelakang, yang dihapus pemuka agama, pemuka adat dan. Saya kira itu Pimpinan, terima kasih.

KETUA RAPAT: Silakan Bu. PEMERINTAH/KEMENKUM DAN HAM: Mohon ijin, tadi yang di provinsi penempatan kepala badan, kepala kantor, instansi vertikal itu

apa digabung atau dipisah, coba minta dicek saja. KETUA RAPAT: Oke, silakan Pak. PEMERINTAH: Yang kantor istilahnya saya tidak tahu persis tapi ada kantor BI misalnya di Solo kemudian di

Tasik ini belum masuk ini ya. KETUA RAPAT: Mungkin pihak BI bisa menjelaskan nama instansinya, kalau di Surabaya ada, di Malang kan

ada, nama kayak di Malang itu apa. Silakan. BANK INDONESIA: Untuk Bank Indonesia di tingkat.......(suara tidak terdengar) KETUA RAPAT: Iya kita mau menambahkan tapi penyebutannya apa itu instansinya, baru di tingkat kabupaten

itu apa penyebutan yang baku? “c” saya kira. F- PPP (DRS. H. ZAINUT TAUHID SA’ADI, M.Si) : Sekalian Pak, tadi yang untuk tingkat provinsi itu antara kepala badan dengan kepala kantor

instansi vertikal kan dia, disejajarkan. Tapi kenapa untuk yang di kabupaten ini dipisahkan kelompoknya, apakah eselonisasinya berbeda ataukah ada hal lain? Kepala instansi vertikal tingkat kabupaten inikan untuk instansi yang tidak diotonomkan, yang pasti vertikal itu seperti pertahanan, kemudian agama. Kenapa dipisahkan sementara yang diprovinsi disetarakan. Yang “j” Pak, kepala kantor instansi vertikal itu Eselon III? Kabupaten/kota, Eselon II nya ditingkat provinsi.

ARSIP D

PR RI

Page 7: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT PANITIA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-024402-4673.pdf · Baik, sekarang Pasal 11 saya bacakan saja. Pasal 11,

262

KETUA RAPAT: Sudah ya, sudah tidak ada daerahnya itu. Itu menyesuaikan kalau ditingkatan itu ada Kodim,

ada Koramil, Kapolres, menyesuaikan kepangkatannya. PEMERINTAH/KEMENPAN: Kalau asisten sekretaris daerah itu nomor 1, artinya disebut pertama baru yang lain-lain itu

bagaimana sebagai tuan rumah? Seringkali sensitif begitu kan. KETUA RAPAT: Ini dunianya para pamong bukan dunianya orang BI. F- PPP (DRS. H. ZAINUT TAUHID SA’ADI, M.Si) : Saya ingin mendapatkan kepastian saja Pak, kepala kantor instansi vertikal itu untuk eselon

III. PEMERINTAH/KEMENKUM DAN HAM: Betul Pak, kepala lembaga pemasyarakatan, kepala rutan eselon III. F-PPP ( DRS. H. ZAINUT TAUHID SA’ADI, M.Si) : Padahal dulu kan itu setingkat dengan kepala dinas. PEMERINTAH/KEMENKUM DAN HAM: Itu masih jadi begitu, tapi faktanya memang eselon III. Tapi kalau memang di daerah juga

begitu, berikutnya jadi persoalan. KETUA RAPAT: Oke, mungkin ada lagi dari anggota atau dari Pak Soenman pimpinan mau menyampaikan? WAKIL KETUA/ F-PKS ( H. TB. SOENMANDJAJA, SD ) : Saya terinspirasi saja oleh huruf “j” itu Pak Ketua, berarti apakah huruf “k” juga camat harus

di dahulukan? Karena dibawahnya lurah/kepala desa begitu. Bukan, itu berarti camat dibedakan atau kabag….itu maksud saya. Karena saya kepala kantor vertikal dulu. Padahal kalau tadi kita mengambil analogi penghiasan dari huruf “j” itu tampaknya kabag pemerintahan, baru camat baru yang lainnya mungkin begitu. Terima kasih.

Itu kabag pemerintahan daerah dan camat pindah ke depan. Dari mulai itu ke camat pindah jadi di dahulukan. Kemudian yang kedua Pak Ketua, ini berkaitan dengan penyebutan tokoh masyarakat kalau di kabupaten/kota itu Ibu Bapak sekalian pengalaman kami justru lebih terasa kalau yang bersangkutan itu tokoh agama itu, tokoh adat itu lebih terasa Pak, di kabupaten/kota itu ketimbang di provinsi misalnya. Karena sentuhannya sangat dekat langsung dengan masyarakat. Jadi kalau boleh kami menyarankan huruf “I” ini kembali ke konsep pertama tadi, jadi tokoh agama, tokoh adat itu lebih terasa keberadaannya berinteraksi dengan masyarakat langsung. Demikian saran.

KETUA RAPAT: Silakan Pemerintah.

ARSIP D

PR RI

Page 8: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT PANITIA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-024402-4673.pdf · Baik, sekarang Pasal 11 saya bacakan saja. Pasal 11,

263

PEMERINTAH/KEMENKUM DAN HAM: Saya kira sepakat Pak itu dimasukan kembali. Yang “h” kembali lagi tadi yang tokoh adat,

belum ada Pak. Yang “I” balik lagi seperti tadi, tokoh agama, tokoh adat dan tokoh. Oh pemuka agama, pemuka adat.

WAKIL KETUA/ F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Saya juga belum tahu dari Pemerintah dalam arti pengalaman karena di masyarakat itu sudah

ada istilah lain juga Pak seperti tokoh pemuda sudah mulai itu, tokoh olahraga, sudah mulai itu. tapi tokoh masyarakat tertentu saya faham itu. maksud saya begini, saking dekatnya jadi penyebutan itu tidak dalam bentuk yang lebih umum tapi lebih khusus. Karena itu kami menyarankan seperti ini kembali. Terima kasih.

Tidak Pak, saya kira ini cukup Pak. Saya ingin menekankan bahwa di kabupaten/kota lebih terasa itu atributif itu. Terima kasih.

KETUA RAPAT: Baik, cukup? Kalau Pak Soenman sudah ngomong Pak Zammil sudah setuju saja. Baik, jadi

saya bacakan ulang kalau begitu, Pasal 11 ini Bapak Ibu sekalian. (1) Tata tempat dalam acara kenegaraan dan acara resmi di kabupaten/kota ditentukan dengan

urutan. a. Bupati/walikota. b. Wakil bupati/wakil walikota. c. Mantan bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota d. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota atau nama lainnya. e. Sekretaris daerah kabupaten/kota, komandan tertinggi Tentara Nasional Indonesia, semua

angkatan di kabupaten/kota, kepala kepolisian di kabupaten/kota, ketua pengadilan negeri semua badan peradilan dan kepala kejaksaan negeri.

f. Wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota atau nama lainnya. g. Pemimpin partai politik di kabupaten/kota yang memiliki wakil di Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah kabupaten/kota. h. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota atau nama lainnya. i. Pemuka agama, pemuka adat dan tokoh masyarakat tertentu tingkat kabupaten/kota. j. asisten sekretaris daerah kabupaten/kota, kepala dinas tingkat kabupaten/kota dan pejabat

eselon II, kepala kantor perwakilan Bank Indonesia ditingkat kabupaten. k. kepala bagian Pemerintah daerah kabupaten/kota, camat, kepala kantor insntasi vertikal

tingkat kabupaten/kota, kepala unit pelaksana teknis instansi vertikal, komandan tertinggi tentara nasional Indonesia, semua angkatan di kecamatan, kepala kepolisian di kecamatan dan pejabat eselon III.

l. Lurah/kepala desa atau nama lainnya dan pejabat eselon IV. Cukup bisa disetujui ini Bapak Ibu sekalian? Pak Zamil silakan.

ARSIP D

PR RI

Page 9: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT PANITIA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-024402-4673.pdf · Baik, sekarang Pasal 11 saya bacakan saja. Pasal 11,

264

F- PKS (DRS. AL MUZAMMIL YUSUF) : Menanya ke ahli bahasa saja tentang penulisan-penulisan yang harusnya huruf besar,

mungkin perlu dicek ya. Pengadilan negeri, kejaksaan negeri, camat, karena ada yang TNI tinggi, saru ya, yang pengadilan negeri itu yang saya tanyakan.

F-PARTAI HANURA (H. SARIFUDDIN SUDDING, SH., MH) : Ketua, sekedar ingin menanyakan posisi kepala kepolisian di kabupaten/kota lalu kemudian

ketua pengadilan itu adalah masuk unsur Muspida. Lalu kemudian kita posisikan di huruf “e” tadi sejajar dengan sekretaris daerah itu barangkali dia dibawah daripada unsur Muspida, tidak setara dengan, sudah dirubah tadi? oh tidak dong, masih, huruf “e” sekretaris daerah. seharusnya posisi ketua pengadilan dan kepala kepolisian itu sejajar apa tersendiri tidak digabung dengan sekretaris daerah menurut saya, dia didalam posisi tersendiri. Itu satu.

Yang kedua, kata ketua pengadilan negeri ini perlu kata negeri karena itu ada pengadilan tata usaha negara, pengadilan agama itu tidak semua menggunakan kata negeri. jadi ketua pengadilan semua badan peradilan. Jadi hilangkan kata negerinya. Karena disitu ada ketua pengadilan tata usaha negara, ketua pengadilan agama, ketua pengadilan di Aceh ada ketua pengadilan syariah, jadi semua tidak menggunakan kata negeri disitu. penempatan ini menurut saya, penempatan ketua pengadilan, kepala kepolisian, komandan tinggi tentara nasional di semua angkatan di kabupaten/kota itu tidak sejajar dengan sekretaris daerah, dia lebih diatas, karena dia masuk dalam unsur muspida ditingkat kabupaten/kota yang selevel dengan bupati dan walikota.

F- PPP (DRS. H. ZAINUT TAUHID SA’ADI, M.SI) : Pimpinan, kalau kita mau mengikuti struktur atasnya yang tingkat pusat memang pembagian

kekuasaan itu seharusnya juga ikut turun sampai pada level provinsi dan kabupaten, eksekutif, legislatif dan yudikatif dan itu merupakan cerminan dari pembagian kekuasaan yang saya kira itu kita akui. Itulah DPR itu juga mengusulkan seperti itu. Terima kasih Pimpinan.

KETUA RAPAT: Sebelum saya kembalikan kepada Pemerintah, menanggapi dua penanya ini mungkin dari

Depdagri bisa menjelaskan apakah keberadaan muspida itu masih ada Bu, sejak ada Undang-Undang 32 itu?

PEMERINTAH/KEMENDAGRI : Baik, sebenarnya secara eksplisit tidak disebut didalam Undang-Undang tetapi di dalam

praktek itu masih hidup. Maka dari itu di dalam rancangan yang sedang kita buat untuk perubahan Undang-Undang 32 kita sebutkan lagi sebagai forum Pimpinan daerah ya Pak. Forum koordinasi pimpinan daerah. Jadi kalau karena secara praktek masih tetap hidup itu katanya itu tidak enak pimpinan daerah katakanlah bupati tidak melibatkan Korem atau siapa begitu, yang masuk lembaga peradilan jadi dalam praktek memang diperlukan untuk koordinasi dan juga untuk memperlancar kegiatan-kegiatan mereka, masih hidup itu Pak.

Terima kasih.

ARSIP D

PR RI

Page 10: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT PANITIA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-024402-4673.pdf · Baik, sekarang Pasal 11 saya bacakan saja. Pasal 11,

265

KETUA RAPAT: Terus dengan apa yang menjadi pertanyaan Pak Suding tadi perlu ada penempatan secara

khusus pada unsur-unsur yang disebut forum koordinasi daerah itu dipisahkan atau seperti ini sudah sesuai dengan

F- PARTAI HANURA (H. SARIFUDDIN SUDDING, SH., MH) : Bukan hanya pada Pemerintah justru kita menginginkan posisi ketua pengadilan seperti yang

dikatakan tadi memang kita harus mengikuti dari atas. Ini kalau ditempatkan pada posisi sederajat dengan sekretaris daerah, itu berarti levelnya dia dibawah.

KETUA RAPAT: Saya sedang menguji itu dengan Undang-undang yang baru ini, saya ingin menguji dari

Pemerintah itu kedudukannya seperti apa, Undang-Undang 32 tadi disebutkan dari Depdagri bahwa sebenarnya kan tidak ada tap idalam fakta itu dilakukan. Dalam hal ini kitaingin mengkombinasikan ….dengan fleksibiltas itu. kita ukur apakah ini sesuai atau tidak, kalau memang ini kurang ya kira rubah, tidak bisa kita mengatakan bahwa itu sesuatu yang mendown grade eksistensi mereka itu TNI semua hanya karena digabungkan dengan sekretaris daerah kalau memang Undang-undangnya tidak mewajibkan, unsur-unsur itu menjadi elemen pimpinan daerah itu. Sesuatu yang tidak bisa dimutlakan keberadaannya. Maka ini kita gali seperti apa baru kita akan tentukan, kalau begitu memagn perlu dipisah atau ya sudah dengan kondisi yang ada seperti sekarang ini kita lihat. Itu saja, sedang kita uji ini. silakan Pak.

WAKIL KETUA/ F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Baik, terima kasih. Memang kalau kita melihat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 bahwa yang namanya

musyawarah ditingkat kabupaten/kota itu forumnya sudah tidak ada lagi tetapi ketika kami konsultasi ke Aceh tentang ini ternyata di Aceh itu Muspida itu menyertakan unsur Majelis Ulama dan Rektor UNSYAH, demikian.

Oleh karena itu untuk hal-hal yang sensitif seperti ini saya mengusulkan yang pertama ada penjelasan nanti Pak bahwa di tempat lain itu harus diakomodasi jangan sampai karena Undang-undang ini terpenggal begitu, itu yang pertama.

Yang kedua, saya lebih cenderung memang kalau huruf “f” ini wakil ketua ini menjadi “e”, kemudian serumpunnya disertakan kemudian komandan tertinggi tentara dan selanjutnya sampai pengadilan negeri titik, sementara Sekda itu ke “f”. jadi wakil ketua Dewan DPRD ini naik di “e”, kemudian tanpa ada sekda kabupaten/kota tapi komandan tertinggi dan selanjutnya sampai titik itu masuk ke rumpun itu klasternya. Nanti sekretaris daerah di “f” sendiri, terima kasih.

KETUA RAPAT: Menyahuti Pak Soenman ini “f” naik ke “e” begitu Pak, terus di “e” kita, saya kira turun tadi “f”.

Atau alternatifnya kita kasih klaster tersendiri untuk unsur tentara nasional ini di level ini.

ARSIP D

PR RI

Page 11: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT PANITIA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-024402-4673.pdf · Baik, sekarang Pasal 11 saya bacakan saja. Pasal 11,

266

F- PARTAI HANURA (H. SARIFUDDIN SUDDING, SH., MH) : Ketua, sedikit. Saya kira saya masih tetap sepakat dengan dari bawah unsur-unsur Trias

Politica ini memang kita harus tempatkan pada satu setara dengan katakanlah unsur-unsur ketua artinya jangan kita memberikan satu tempat tersendiri kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah lalu kemudian Kepala Kepolisian, lalu kemudian Ketua Pengadilan itu dibawah daripada unsur legislatif. Saya lebih condong misalnya ketika kita satukan unsur ketua, Ketua DPR, kemudian Ketua Pengadilan, apa yang ada disitu disatukan di bagian “d” jangan ada pemisahan dari unsur ketua. Ini akan menjadi suatu dispute ketika misalnya unsur Wakil Ketua DPR disatukan dengan Ketua Pengadilan semua badan peradilan, Kepala Kejaksaan Negeri.

WAKIL KETUA/ F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Saya sedikit Pak Ketua, Pemerintah ini sekedar, Pak Suding sekalian, ini sekedar kita

mengambil analogi saja dan konkordansinya. Kalau melihat Pasal 9 yang kita sahkan tadi itu khususnya pada Ayat (1) mulai huruf “m”. Huruf “m” itu kita melihat bahwa kedudukan Wakil Ketua MPR, Wakil Ketua DPR, Wakil Ketua DPD, Wakil Ketua BPK, Wakil Ketua MA, Wakil Ketua MK, itu semuanya dijajaran Wakil Ketua.

Sedangkan untuk tentara karena ini Panglima TNI itu ada di nomor “n” nya Pak, dia satu rumpun dengan menteri dan pejabat setingkat menteri. Kemudian baru ada Kepala Staf, oh itu Kepala Staf Angkatan. Kalau melihat ini nampaknya dia berbeda, lain rumpunnya, kalau kita melihat analogi dari pasalnya ini. memang yang pertama-tama Pemerintah tolong juga mengingatkan konsistensi, tolong juga ini dikawal konsistensi, jadi susunan-susunan yang ada di tingkat pusat itu hendaknya menjadi panduan untuk penyusunan dan penempatan ditingkat provinsi dan kabupaten/kota. Demikian.

F- PKS (DRS. AL MUZAMMIL YUSUF) : Pak Ketua, boleh tambahan. Kalau saya minta tanggapan Pemerintah juga kalau kita melihat di Undang-Undang Dasar

1945 unsur Pemerintahan daerah itu siapa? DPRD dan kepala daerah. Jadi itu presiden tidak ada, jadi tidak bisa disamakan antara posisi bupati, walikota dengan DPRD dengan yang lain, itu sangat kuat itu levelnya di Undang-Undang Dasar, juga ditingkat provinsi juga begitu. Sementara tadi kitakan mengakomodir ada suatu nuansa yang tidak bisa dihindarkan ya Bu soal Muspida.

Oleh karena itu menurut saya tetap saja tadi itu eksekutif, legislatif tetap diatas bahwa unsur muspida karena itu belum resmi karena itu sebagai sebuah tradisi dibawah itu tetap posisinya tidak bisa disatu posisikan.

Kalau kita ingin memperkuat memang persoalan Wakil Ketua DPRD, ketika Wakil Ketua DPRD tidak ada memang dia kalau mereka Muspida itu ingin dimasukan dalam rumpun, mungkin, Wakil Ketua DPRD itu mungkin bersama mereka. Karena sekali lagi pada posisi muspida itu sebagai sebuah tradisi kebiasaan yang kita hormati saja, di tingkat Undang-Undang kan tidak ada juga itu sehingga saya kira kembali seperti tadi, sekretaris daerahnya mungkin itu yang kita turunkan, mungkin dilevelkan dengan Muspida itu memang Wakil Ketua DPRD. Karena merekalah pada waktu Ketua

ARSIP D

PR RI

Page 12: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT PANITIA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-024402-4673.pdf · Baik, sekarang Pasal 11 saya bacakan saja. Pasal 11,

267

DPRD tidak ada ya itu yang menggantikan Ketua DPRD itu sehingga setara memang Wakil Ketua DRPD dengan Muspida itu, Muspida di luar kepala daerah dan ketua legislatif memang setara mereka, sekretaris daerahlah yang kita tarik ke bawah. saya kira itu Pimpinan, terima kasih.

KETUA RAPAT: Silakan Bu. PEMERINTAH/KEMENDAGRI: Baik, terima kasih. Jadi posisi dari DPRD itu kan dalam struktur Pemerintahan kan sebenarnya jadi satu dengan

bupati kepala daerah, wajar kalau dia ditempatkan di atas pimpinannya, Pak Ketuanya. Kemudian saya kira ini yang didepan pada Pasal 9 juga sudah mengatur seperti itu.

Kemudian mengenai Sekda, yang kedua tadi mengenai muspida yang istilah lamanya muspida itu sebenarnya di dalam struktur pemerintahan daerah itu dia sebenarnya faktor pendukung, sebenarnya berada di luar faktor pendukung artinya di luar struktur pemerintahan daerah. Inikan kita tadi menghormati tadi dan dalam rangka memperlancar kegiatan sebenarnya. Jadi fungsi yang katakanlah yang sehari-harinya itu sebenarnya ya eksekutif, legislatif inilah yang paling kuat peranannya. Oleh karena itu saya berpikir kalau di pusat tadi menteri yang sebenarnya melaksanakan kegiatan operasional katakanlah departemen itu disejajarkan dengan angkatan kalau tidak salah tadi, dan juga sejenis instansi vertikal yang ada di daerah maka saya berpikir bahwa Sekda juga bisa disejajarkan dengan itu Pak, bisa dia dengan Muspida. Malah sebenarnya kalau bisa lebih tinggi tetapi tidak bisa lebih bawah menurut saya, karena apa? Karena dia adalah unsur eksekutif. Kalau gubernur tidak ada yang melakukan koordinasi sehari-hari itu adalah sekda, yang melaksanakan tugas-tugas pemerintahan sehari-hari adalah sekda. Dia unsur eksekutif melekat pada keberadaan gubernur. Jadi kalau kemudian justru diturunkan ke bawah di bawah, kalau sejajar masih mungkin kita bisa terima, tapi kalau dibawahnya saya kira itu sudah meredusir peranan eksekutif dan yang sehari-hari mengkoordinasi adalah Sekda.

F- PKS (DRS. AL MUZAMMIL YUSUF) : Sedikit Bu. Dengan logika itu ketika Sekda adalah pengganti gubernur Ibu katakan, Wakil

Ketua DPRD juga pada posisi yang sama, ketika Ketua DPRD tidak ada, dialah penggantinya. Dengan logika seperti itu sesungguhnya bisa kita satukan antara Sekda, Wakil Ketua DPR RI dan unsur Muspida itu, saya kira itu kita satukan. Kalau Ketua DPRD tetap diatas karena itulah Pemerintah Daerah, terima kasih.

PEMERINTAH/KEMENDAGRI: Seringkali juga ini menjadi keluhan pada teman-teman di DPRD daerah sepertinya mereka itu

sering disetarakan disejajarkan dengan kepala dinas padahal sebenarnya mereka itu di DPRD juga ada jabatan-jabatan, ada kepala badan, ada komisi, ada ketua fraksi dan lain-lain, mereka kan juga punya jabatan. Ini kesetaraannya dengan yang ada di pemerintahan dalam eksekutif itu bagaimana. Tapi kalau saya setuju, maaf ya mungkin nanti kalau teman-teman yang lain ada komentar silakan. Setuju kalau wakil pimpinan itu setara dengan Sekda, kemudian nanti yang pejabat-pejabat yang ada

ARSIP D

PR RI

Page 13: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT PANITIA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-024402-4673.pdf · Baik, sekarang Pasal 11 saya bacakan saja. Pasal 11,

268

di DPRD seperti kepala badan, ke komisi dan lain-lain itu nanti dengan dinas-dinas itu setara. Itu pikiran saya begitu, terima kasih.

F- PPP (DRS. H. ZAINUT TAUHID SA’ADI, M.SI) : Sebelum masuk yang itu, saya masih menginginkan ada satu penjelasan lebih dari posisi

Ketua Pengadilan Tinggi atau yang diistilahkan tadi Muspida, semua pengadilan negeri di semua tingkatan, pengadilan di semua tingkatan. Rumusan dari DPR ini itu sesungguhnya hasil kita melakukan penyerapan di berbagai daerah sehingga memang meskipun Ibu tadi mengatakan Muspida itu tidak ada tapi pada prakteknya dalam praktek penyelenggaraan di daerah itu ini muncul, nuansa ini ada sehingga ketika pengaturan didalam tata tempat segala macam merekapun posisinya disetarakan dengan itu. untuk itu mohon ini juga dipertimbangkan, seperti itu. Terima kasih.

KETUA RAPAT: Iya silakan Ibu kalau mau ada penjelasan, ini soal. PEMERINTAH/KEMENDAGRI: Penjelasannya bagi saya tadi karena ini acarakan ada di daerah, boleh dikatakan tuan

rumahnya itu kan Bupati, kemudian yang melaksanakan kegiatan sehari-hari rutin itu Sekda dan tidak bisa dipisahkan juga dengan DPRD. Jadi kalau dalam urutan tata tempat, tentunya harus kalau bisa memang sejajar semua tapi inikan sebenarnya hanya teknis pengelompokan dalam hal ini sebenarnya kalau dibicarakan tempat duduk tidak diatas, dibawah, yang di atas kan paling-paling misalnya tamunya, kemudian pejabat negaranya, kemudian bupatinya. Yang lain-lainnya sebenarnya kan didalam tata letak, tata tempat itu sebenarnya sejajar Pak, kan tidak ada tempat di belakang sebenarnya, jadi pengelompokannya ada disini. Bukannya berarti yang disebut di kemudian itu berarti di belakang, biasanya penempatannya itu flat Pak, tidak vertikal begitu, berbanjar, bersaf bukan berbaris. Saya kira itu.

KETUA RAPAT: Iya, terima kasih Bu. Jadi dari penjelasan ini sebenarnya tidak ada kesan bahwa mereduksi eksistensi lembaga

tertentu dari susunan-susunan ini ya, dan sudah mencerminkan keberadaan masing-masing lembaga ini berdasarkan fungsi dan Undang-Undang yang berlaku khususnya dari Pemerintah Daerah karena memang pelaksana didalam kegiatan acara kenegaraan di daerah atau acara resmi itu Pemerintah Daerah itu. Jadi berdasarkan susunan acara yang berlaku kepada Pemerintah Daerah itu kita mengacu.

Saya kira berulang-ulang dalam pembahasan ini kita diingatkan bahwa dalam pelaksanaan selalu ada kombinasi antara regiditas dengan fleksibilitas didalam pelaksanaan Undang-Undang Keprotokoleran di lapangan dan itu akan sangat tergantung pada para pelakunya yang sebelum itu juga barangkali ada peraturan di bawah Undang-Undang yang perlu dibuat yang bisa mengarah pada pelaksanaan yang baik didalam keprotokoleran itu. dan yang kedua saya mempertimbangkan juga untuk konkordansi dengan susunan yang ada di tingkat nasional maupun di tingkat provinsi maka kita tidak perlu melakukan suatu perubahan konsepsi yang sudah diajukan oleh Pemerintah tadi. itu bisa

ARSIP D

PR RI

Page 14: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT PANITIA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-024402-4673.pdf · Baik, sekarang Pasal 11 saya bacakan saja. Pasal 11,

269

kita terima, coba diulang dari awal. Ini maksud saya pengujian-pengujian seperti ini yang penting untuk melihat kebenaran apakah ini sudah tepat atau tidak.

Sebentar Bu, biar dikembalikan secara lengkap yang tadi itu yang awal. F- PKS (DRS. AL MUZAMMIL YUSUF): Pimpinan, sepertinya diskusi kita tadi sudah mengerucut kepada dengan logika Sekretaris

Daerah itu adalah pengganti bupati yaitu kepala daerah kabupaten/kota dan kita juga melihat Wakil Ketua DPRD juga pada posisi yang sama pengganti ketua, saya kira poin “f” itu kosong, dia naik, Wakil Ketua DPRD itu di depan paling depan huruf “e”, karena mereka adalah yang dipilih oleh rakyat digabung dengan “e”, digabung dengan komandan berikutnya, jadi “f” itu hilang. Wakil Ketua DPRD itu naik ke pertama kali dalam poin “e” di awal. Ini baru sinkron, Sekda sebagai wakil dari gubernur, Wakil Ketua DPRD, dan unsur muspida juga pada level itu. saya kira itu tingkat kompromi yang paling mungkin, satu klaster mereka.

KETUA RAPAT: Saya kira ini juga sesuatu yang perlu bisa kita pertimbangkan untuk diterima menjadi suatu

rumusan apa namanya baru, pengabungan masuk di “e”, dan “e” diawali Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dan nama lainnya, itu Sekretaris Kebupaten/Kota, Kementerian Internasional semua tingkatan, kalau ini disepakati, tentu ini juga membuat implikasi apa namanya, konkordansi diatasnya, di Pasal 10 khususnya, itu perlu penyesuaian dan, coba, kita lihat dulu sebelum eksekusi itu diterima atau tidak. Sudah, nah itu, “g”-nya itu Wakil Ketua, itu naik ke atas, oke, jadi kita sepakati seperti ini dulu Pak di Pasal 10, kita ulangi 10 dulu sebelum nanti masuk di Pasal 11.

Ya Bapak-Bapak sekalian, kita setujui usul Pak Muzamil tadi, bagaimana?. F- PPP (DRS. H. ZAINUT TAUHID SA’ADI, M.Si) : Saya sebenarnya ingin mendukung yang disampaikan dengan Ketua. KETUA RAPAT: Nah iya, ini sudah kita konkordansikan, itu yang kalau diusulkan ini diterima, maka membawa

perubahan di pusat juga, ini sedang kita rubah akhirnya begitu. F- PPP (DRS. H. ZAINUT TAUHID SA’ADI, M.Si) : Maksudnya kalau kita diterima yang ini, yang pusat akan berubah juga. KETUA RAPAT: Provinsi, bukan Pusat, Provinsi saja, didalam konteks Undang-Undang Nomor 32 saja yang

berubah, kalau yang di Pusat tidak. F- PARTAI HANURA (H. SARIFUDDIN SUDDING, SH., MH) : Ketua, Saya belum menerima secara utuh bangunan teori yang disampaikan pihak

Pemerintah tadi, tentang asisten selaku pengganti, sehingga harus disejajarkan dengan apa namanya, apa, Wakil Ketua, Sekda ya, Sekretaris Daerah, harus disejajarkan dengan Wakil Ketua DPR, kemudian Ketua Pengadilan lalu kemudian Kepala Kejaksaan. Kalau bagunan teori itu yang digunakan, itu baru asumsi, sehingga Saya apa namanya, masih tetap berketepatan bahwa asistensi itu dibawa dari ketiga Lembaga itu tadi. Katakanlah Wakil Ketua DPR, Kepala Kejaksaan, Kepolisian

ARSIP D

PR RI

Page 15: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT PANITIA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-024402-4673.pdf · Baik, sekarang Pasal 11 saya bacakan saja. Pasal 11,

270

dan Asisten, dia harus dibawa, tidak selevel dengan. Kalau bangunan teori yang Ibu bangun tadi itu, asumsi bahwa ketika rupanya tidak hadir begitu, seperti itu.

F- PPP (DRS. H. ZAINUT TAUHID SA’ADI, M.Si) : Kalau pemahaman Saya Ketua, maaf nyambung saja, posisi Sekda itu, kalau di Pusat itu

setingkat dengan posisi menteri, dia sebagai eksekutif di daerah, Saya kira di konkordankan saja begitu, kita lihat urutannya pusat, kita lihat dimana posisi Sekda itu, ya disejajarkan dengan posisi dengan menteri itu, kalau kita mau konkordan yang sesuai yang dikehendaki Ketua, begitu.

Terima kasih. KETUA RAPAT: Tadi, sebelum Saya lempar ke Pemerintah, itu acuannya itu, di Undang-Undang, kalau di

Undang-Undang tingkat II itu disebutkan ya, Sekwil, Sekda itu cukup sentral, karena itu juga DPRD itu masuk dalam bagian Pemerintah Daerah juga dalam Undang-Undang Nomor 32, tetapi kalau di Pemerintahan Pusat, itu ada Undang-Undang Kementerian juga yang kita taati, berbeda sekali begitu, mau mengacu disitu, tetapi Saya kembalikan kepada Pemerintah untuk bisa merespon apa yang menjadi keinginan semua orang Anggota ini.

F- PKS (DRS. AL MUZAMMIL YUSUF) : Sedikit Pimpinan masih ada, mungkin kalau yang disebut orang ketua, kan ada Wakil Bupati,

Saya kira, posisi Wakil itu dimana?, diatas ya. Oh sudah diatas ya, sudah diatas. PEMERINTAH/KEMENDAGRI: Terima kasih, Sebenarnya tadi sudah mau pulang Saya, Saya pikir, karena apa, kalau mau konkordan

dengan yang di Pusat itukan bisa, nggak, kita ini konkordan dari Pusat dulu, Pusat itu tadi menteri sejajar dengan panglima yang disejajarkan dengan menteri-kan Panglima TNI, misalnya tadi, kalau di Daerah juga ada Pangdam iya kan, bukan yang setara itu, kalau ada Polda misalnya, kalau di ….Danrem, Danrek itu kira-kira. Apa istilahnya itu, nah pikiran kita logikanya kalau menteri itu tadi sejajar dengan Panglima TNI, maka di Provinsi juga ada sejajar dengan Sekda Provinsi dengan Pangdam, kemudian di Kabupaten juga ada dengan Danrem dan Danrek kalau tidak salah, jadi itu apa namanya konkordan namanya sejalan, seirama.

F- PKS (DRS. AL MUZAMMIL YUSUF) : Ketua, Saya tidak menerima ketika misalnya menteri itu dijadikan konkordan kepada

Sekretaris Daerah, menteri itu adalah jabatan politis, diatur dalam kementerian, kalau Sekretaris Daerah mau di konkordankan ketika keatas itu adalah Dirjen, bukan posisi pada menteri, bukan posisi menteri, posisi menteri itu, Menteri itu adalah jabatan politis, tersendiri, jangan menteri di konkordankan ke Sekretaris Daerah, tidak pas, kalau mau di konkordankan ke Sekretaris Daerah, nanti tidak pas, kalau mau dikonkordankan dari tingkat atas itu posisi Dirjen.

Terima kasih.

ARSIP D

PR RI

Page 16: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT PANITIA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-024402-4673.pdf · Baik, sekarang Pasal 11 saya bacakan saja. Pasal 11,

271

PEMERINTAH/KEMENDAGRI: Jadi diskusi panjang, jadi Presiden, memang itu jabatan politik, Saya hanya berpikir tadi yang

sudahd disepakati adalah, coba dibuka lagi, barangkali yang Pusat itu lagi, apa namanya cluster dari menteri, kemudian dengan dan lembaga-lembaga atau pejabat yang disetarakan dengan menteri, yang Pasal 9, ini kan sebenarnya, kita tidak bertolak dari masalah fungsi, tetapi sebenarnya penyetaraan dari segi tempat duduk sebenarnya.

Terus tadi, jawaban, sebenarnya tadi sudah, Saya kira adilah, kalau di Daerah itu, supaya tidak terjadi keluhan-keluhan, sepertinya itu DPRD dianggapnya dibawahnya Sekda atau dibawahnya Dinas, apalagi fasilitas itu juga dikeluhkan, fasilitasnya sudah dibawah, katakanlah sudah dibawah tidak setara dengan yang ada di Pemda, dengan adanya tempat duduk yang tadi Wakil Ketua DPRD itu setara dengan Sekda, kemudian apa namanya juga satu kelompok dengan instansi vertikal, sebenarnya menurut Saya sudah adil begitu.

KETUA RAPAT: Jadi begini saja, Bapak/Ibu sekalian ya, ini sudah lama kita bahas dan kita tidak mungkin

merubah yang sudah kita sepakati itu, kita mengikuti saja apa yang sudah kita putuskan di Pasal 9 dan Pasal 10, kongkordansi itu, dan sekali lagi dan ini kita tekankan dalam pembahasan ini, bahwa ini bukan untuk mereduksi eksistensi lembaga-lembaga tertentu kalau toh ada penyebutan yang tidak berurutan atau tidak didepan begitu, secara sempurna, ini hanya mengatur soal tempat duduk yang pengaturannyapun itu juga bisa sejajar begitu, ini tidak mau mempengaruhi kewenangan apapun dalam operasional kekuasaan, tidak, tidak ada ini, ini hanya duduk saja, jadi untuk apa kita melihat konkordansi yang sudah kita buat ini, terus kita berkutat dengan hal-hal yang seperti itu, kita ikuti saja yang sudah kita buat dan kita menghargai kawan-kawan yang sudah membahas ini secara panjang lebar, Saya pikir ini sesuatu yang dapat bisa kita pegang dan etik ini, supaya pembahasan ini bisa mengacu dan bisa tuntas pada waktunya.

Oleh karena itu maka kembali lagi ke Pasal 11, tolong ya. Kembali ke Pasal 11, Saya ingin bertanya pada dua point saja, usul dari Pak Muzzamil tadi yang Wakil Ketua ini digabungkan dengan huruf “e”, itu kita terima atau tidak, kalau tidak maka kembali Wakil Ketua itu tetap di huruf “e”, kalau ini kita terima, maka konsekuensi yang bisa kita toleransi adalah perubahan di Provinsi itu, mengalami perubahan untuk posisi Wakil Ketua, Sekwildanya saja, itu Saya kira.

Oleh karena itu Saya kembalikan kepada Anggota, bagaimana, ini kita terima atau kita sepakati berdasarkan ketentuan yang sudah ada di Provinsi tadi, kalau itu yang kita sepakati berarti Pak Muzzamil kita tidak terima itu, dan kembali ke usulan itu Provinsi.

Saya kira itu, silakan. F- PKS (DRS. AL MUZAMMIL YUSUF) : Saya melihat point “e” ini sudah kita sepakati, kecuali, Saya tangkap ini, kecuali Sekretaris

Daerah Kabupaten/Kota yang Saya tangkap disitu, apakah dia tetap disini atau tidak, yang Saya tangkap ini, ada yang meminta itu diturunkan di “f”, karena kalau logika penjelasan Pemerintah tadi bahwa Sekda itu menggantikan Bupati, kalau ada satu dan lain hal, toh sudah ada Wakil Bupati,

ARSIP D

PR RI

Page 17: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT PANITIA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-024402-4673.pdf · Baik, sekarang Pasal 11 saya bacakan saja. Pasal 11,

272

kalau lagi itu yang digunakan. Jadi sebenarnya persoalannya tinggal tadi, kalau dengan logikanya digunakan memang Sekda menjadi turun ke “f”, itu saja, “e” tetap, karena “e” itu Wakil Ketua DPRD menggantikan Ketua DPRD, kalau Ketua DPRD tidak ada, fungsinya jadi sama, di “e” itu unsur Muspida atau yang informal atau sudah menjadi tradisi itu masuk di “e”, hanya Sekda Kabupaten/Kota saja itu Pak.

Demikian Saya kira, terima kasih. KETUA RAPAT: Silakan Bu. PEMERINTAH/KEMENDAGRI: Kalau, ini pengclusteran, kemudian dia disebut seorang diri, Sekda saja sendiri, dia satu

kelompok dengan siapa?. Kalau misalnya Bupati, Wakil Bupati bisa, dia itu seorang diri sebagai mewakili lembaga, disitu dia juga sejajar dengan katakanlah pejabat-pejabat yang lain, kalau Sekda, katakanlah dia ada tempat ruang space untuk Sekda disitu, kemudian dia sendiri, dia apa namanya, tempat duduknya apa sendirian atau diikuti dengan Anggota atau kelompok yang lain, begitu. Dia tidak dipersoalkan karena apa, toh ini hanya pengaturan teknis tempat duduk, tidak berarti apa namanya menunjuk tinggi, rendahnya.

PEMERINTAH/KEMENDAGRI (DWI CIPTO): Pimpinan, Sebetulnya kalau kita tadi melihat pada eselonisasi, yang Sekretaris Daerah

Kabupaten/Kota itu eselon I ia, kemudian kalau kita bandingkan dengan Ketua Pengadilan di Badan Peradilan Kabupaten/Kota, Kejaksaan Negeri, Kepala Kejaksaan Negeri, itu Eselon III. Jadi memang dibawahnya, pertimbangannya seperti itu Pak.

KETUA RAPAT: Soal kepangkatan tinggi, tetapi Hak Konstitusi, ya tadi Trias Politica disebut, apa segala

macam, makannya, ini sebenarnya harus ada fleksibilitas menerima ini, tidak bisa kita rigit-rigitan bahwa ini harus begini, harus begini tidak dan sekali lagi bahwa ini bukan berpengaruh pada kewenangan sama sekali, ini hanya ceremony saja, dalam ceremony. Sehingga ini perlu kita tekankan dan.

Kembali pertanyaan Saya, gabungan “f” ke “e” ini, kita sepakati atau kita tolak ini. Silakan. F- PPP (DRS. H. ZAINUT TAUHID SA’ADI, M.Si) : Sebentar Pimpinan, Saya kira mungkin alasan yang disampaikan Pak Muzzammil tadi, mengacu pada peraturan

perundangan Undang-Undang Dasar bahwa Kepemerintahan Daerah itu terdiri dari eksekutif dan legislatif, dan sekarang memang eksekutif dan legislatif itu semuanya dipilih itu melalui pemilihan rakyat, pemilihan langsung, sehingga memang clusternya itu dia dipisahkan, dibedakan, itu barangkali salah satu argumentasi yang seperti itu, sehingga kalau misalnya bisa, itu memang mulai Sekretaris Daerah sampai ke terakhir, Kepala Kejaksaan Negeri diturunkan menjadi “f”, supaya sama apa konkordan dari atasnya, Bupati, Wakil Bupati, Kepala Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Wakil

ARSIP D

PR RI

Page 18: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT PANITIA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-024402-4673.pdf · Baik, sekarang Pasal 11 saya bacakan saja. Pasal 11,

273

Kepala Dewan Perwakilan Daerah, ini sebagai , ya bukan penghargaan, tetapi ya memang dua institusi itulah yang melalui pemilihan langsung oleh rakyat, partai begitu, itu yang pertama.

Kedua, nanti sebelum disepakati itu dulu yang ini. KETUA RAPAT: Kedua, silakan saja. WAKIL KETUA/F-PKS(H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Ketua, Sebelum Pemerintah, Dewan sekalian yang terhormat, Kalau kita kembali membuka naskah yang demikian kita buat, bahwa faktor eselonisasi itu

menjadi bahan pertimbangan, karena salah satu landasan yuridisnya adalah Undang-Undang Nomor: 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor : 43 Tahun 1999.

Oleh karena itu, kalau kita konsisten ke aturan ini, maka usul Pemerintah yang tadi memisahkan berdasarkan eselonisasi, ini kita pertimbangkan supaya kita terima, jadi sangat mungkin memang, kalau pendekatan itu sekali lagi, maka unsur-unsur setelah Sekda itu, dia menjadi cluster

pada huruf “e”, jadi begitu Ketua. Jadi berdasarkan Undang-Undang Nomor : 8 Tahun 1974 dan Undang-Undang Nomor : 43

Tahun 1999 begitu. Kalau eselonisasi, Saya kira sebagai Pak… sampaikan demikian Pak Ketua, Terima kasih.

Jadi begini, kalau pertanyaan Ibu tadi meng-clusterkan tadi sebenarnya sudah Saya buat sendiri, kan begitu, dia ada di huruf “f” sendiri, begitukan. Sekdanya, baru kemudian yang lain-lain, Saya kira kalau kita kembali ke rumusan Rancangan Undang-Undang kita, seperti awal itu, demikian. Saya kira sendiri memang.

Semua Sekda itu di “e”, semula, tetapi karena tadi kajian kita mendekatkan unsur Wakil Ketua dengan unsur Wakil Ketua itu, maka diserumpunkan, begitu, kalau sekarang kita ingin coba mendekati “f”, eselonisasinya, maka salah satu solusinya adalah dari mulai komandan tertinggi tentara dan sampai ke Kejaksaan Negeri itu, masuk di “f”, kira-kira begitu Ketua, Sekdanya ya itu bisa satu rumpun dengan Wakil atau kembali ke rumusan awal, dipisah sendiri, di “e”.

Demikian. INTERUPSI ?………: Kalau di “e”, “f”-nya disitu. WAKIL KETUA/F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Ya turun dengan sendirinya dia turun. Jadi kalau kita mendudukkan misalnya, begini, kalau unsur DPRD ini Wakil Ketua itu, bisa

saja kita masukkan satu rumpun dengan Sekda, atau dengan Eselon III itu, mereka orang-orang yang tidak ber-eselon begitukan, cuma ingin mendekatkan kepada unsur Ketua saja itu pendekatannya.

Jadi bisa satu rumpun Wakil Ketua DPRD dengan Sekda. Demikian, tetapi kalau Eselon III ini, memang dia bisa diturunkan begitu.

ARSIP D

PR RI

Page 19: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT PANITIA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-024402-4673.pdf · Baik, sekarang Pasal 11 saya bacakan saja. Pasal 11,

274

Terima kasih. F- PKS (DRS. AL MUZAMMIL YUSUF) : Pimpinan, Saya kira kompromis kita, sudah Sekda itu okelah dia Eselon II dan komandan

dan lain-lain, tetapi kita mempertimbangkan ada Muspida, turunlah dari Sekretaris Daerah sampai terakhir itu turun di “f”, Wakil Ketua itu lebih tinggi karena posisi dia dipilih oleh rakyat, dan dia menggantikan Ketua DPRD, kita tidak ada kompromi ini, itu juga muter-muter saja, Pemerintah juga perlu kasih kompromi.

Saran Saya Sekda sampai ke bawah itu Pak Zainut Tauhid tadi, turun ke “f”. Terima kasih. PEMERINTAH/KEMENDAGRI (DWI CIPTO): Pimpinan, sebelum Ketua Pengadilan semua Badan Peradilan itu ditambah di

Kabupaten/Kota Pak. Terima kasih Pak. F- PPP (DRS. H. ZAINUT TAUHID SA’ADI, M.Si) : Pimpinan, Yang ini kita ketok dulu, Silakan. Saya minta yang bawah tadi, ini untuk tidak semuanya kan, sebentar, terkait dengan posisi

Kepala Kantor vertikal, oke. Tadi yang Kepala Kantor vertikal, coba naik. KETUA RAPAT: Untuk, ya Pasal 11 ya, point “e”, itu Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten/Kota atau nama lainnya dan “f”-nya adalah Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota, Komandan Tertinggi Tentara Nasional Indonesia, semua angkatan di Kabupaten/Kota, Kepala Kepolisian di Kabupaten/Kota, Ketua Pengadilan di semua Badan Peradilan dan Kepala Kejaksaan Negeri.

Ya disepakati ya itu. PEMERINTAH/KEMENDAGRI (DWI CIPTO) : Kabupaten/Kota-nya dipindahkan nanti dibelakangnya, Kabupaten/Kota nanti dipindah

kebelakang Pak. F- PPP (DRS. H. ZAINUT TAUHID SA’ADI, M.Si) : Coba kita lihat di Pasal 10 dulu, konkordansinya bagaimana Pak?. PEMERINTAH/KEMENDAGRI (DWI CIPTO) : Sebentar Pak, sebelum Pak masih di Pasal ini. KETUA RAPAT: Saya yang mimpin kan, Pasal 10 konkordansinya, coba lihat di Pasal 10 konkordansinya, di

Pasal 10. Saya tanya kebawah itu, hanya disela Kepala Kepolisian Konsuler. Ya, sebentar ini untuk ini kita bisa sepakati untuk perubahan Pak, di Pasal 10 ini, supaya

konkordan dengan yang tadi kita bahas di Pasal 9, itu dulu, sorry Pasal 11. Kita setujui ya?. (RAPAT:SETUJU)

Ya oke. Selanjutnya Pak Zainut dulu, tadi sudah call dari awal itu.

ARSIP D

PR RI

Page 20: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT PANITIA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-024402-4673.pdf · Baik, sekarang Pasal 11 saya bacakan saja. Pasal 11,

275

F- PPP (DRS. H. ZAINUT TAUHID SA’ADI, M.Si) : Saya juga minta konkordan untuk posisi Kepala Kantor vertikal, yang di Kabupaten itu

disamakan dengan karena yang vertikal, di Provinsi, karena memang ini menjadi pertanyaan mereka terus ketika kami melakukan kunjungan kerja begitu. Tadi yang Pasal 11 coba, inikan, sebentar, instansi vertikal di Provinsi, Kepala Badan Provinsi, itu satu level, satu apa, satu cluster, sementara yang Kabupaten itu disahkan bahkan dibelakangnya Camat, itu karena permintaannya Pak Sun tadi. Ya, Kantor instansi vertikal tingkat Kabupaten, itu dibelakangnya Camat Pak, maaf, kalau Saya, bukan karena membela teman-teman di Departemen Agama, itu urusan yang di Daerah itu luar biasa besarnya dan kantornya Saya kira cukup menangani persoalan yang sangat luas. Tidak urusan perkawinan saja Pak.

Jadi, ini mohon disetarakan dengan di clusterkan dikelompok “c”, supaya konkordan dengan yang diatasnya tadi.

PEMERINTAH/KEMENDAGRI (DWI CIPTO) : Kalau yang di Pronvinsi itu memang eselon-nya sama di tingkat II, jadi itu memang tidak ada

persoalan, memang begitu masuk ke Kabupaten/Kota, ini memang yang dikeluhkan juga oleh teman-teman di Kementerian Agama, kemudian di Kementerian Hukum dan HAM, begitu dia duduk di posisi itu, didudukkan pada kelompok Eselon III, ini memang fakta yang kami hadapi seperti itu Bapak.

Tetapi ini sekali lagi, kalau dinaikkan ke “c”, itu menjadi juga jomplang karena begitu disana Eselon II, sedangkan dikelompok “k” itu, hampir semuanya Eselon III, itu Pak.

Terima kasih. F- PPP (DRS. H. ZAINUT TAUHID SA’ADI, M.Si) : Baik eselonisasi Pak ya, sementara kita tadi berbicara di depan, tadikan juga ada

ketimpangan antara Asisten Daerah dengan Kepala Kepolisian dan segala macam, yang mereka justru di Eselon III, kita sepakati itu. Ya dua “a”-kan, tetapi dia clusternya tadi kita sepakat disitu ada Ketua Pengadilan disemua Badan Peradilan, tadi bilang eselon berapa itu.

Terima kasih PEMERINTAH/KEMENDAGRI (DWI CIPTO) : Itu memang bukan Muspida. F- PPP (DRS. H. ZAINUT TAUHID SA’ADI, M.Si): Bukan Muspida Pak, tetapi terus terang ini menjadi harapan dari teman-teman di daerah dan

Bapak tadi sudah menyampaikan taruhlah misalnya ditaruh dipaling urutan dibelakang juga tidak apa-apa, yang penting dia di cluster yang sama. Terima kasih.

KETUA RAPAT: Supaya juga ada perhatian ketika ada acara ceremony, pejabat-pejabat di tingkat daerah itu,

jadi nanti akomodasinya seperti apa Ibu ini?, tetapi turunin dulu. PEMERINTAH/KEMENDAGRI: Kalau ditanya ke Saya, sebenarnya sudah pas yang seperti ini, karena memang

bagaimanapun kalau kita berbicara mengenai apa namanya pelaksanaan penyelenggaraan

ARSIP D

PR RI

Page 21: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT PANITIA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-024402-4673.pdf · Baik, sekarang Pasal 11 saya bacakan saja. Pasal 11,

276

Pemerintah di daerah itu, eselonisasi itu memang tidak bisa lepas dari penempatan dan juga penghormatan seseorang didalam hubungan antar lembaga dalam praktek sehari-harinya, begitu. Kalau Saya sih cenderung seperti ini, tidak tahu, di Provinsi tadi sudah kita akomodir bahwa memang setara dengan eselon, maka kemudian sudah dinaikkan sehingga setara dengan Eselon II, kalau di Kabupaten/Kota ya, tetap saja seperti ini, kalau menurut Saya.

KETUA RAPAT: Pak Zainut, sorry ya Ibu ya, maaf instansi vertikal ditingkat itu seperti KUA begitu Pak, seperti

apa itu. F- PPP (DRS. H. ZAINUT TAUHID SA’ADI, M.Si) : Kepala Kantor Kabupaten apa, agama kan, itu tidak KUA Pak, dia ngurusin banyak hal, besar

itu kantor-nya. Dia ngurusin haji dan Saya kira persoalannya tidak sederhana dan itu di eselon-kan, di eselon dan memang terjadi ketidakadilan menurut Saya.

KETUA RAPAT: Kalau ini disesuaikan dengan Polsek, Koramil, Camat, ya tidak sama memang, kalau

tingkatannya seperti itu, iya kan, di segi teritorial, ini ada Kecamatan, terus ada Kepolisian di Kecamatan, kan Polsek itu berarti kan, Bu?

PEMERINTAH/KEMENDAGRI : Masalahnya kan sebenarnya kalau kita berbicara mengenai urusan tidak ada yang urusannya

kecil Pak, sama Camat itu kan dia mengelola wilayah segala macam urusan ada di sana, bukan hanya sektor agama kan begitu. Maaf, tetapi saya tidak mau berdebat sampai ke sana silahkan saja.

KETUA RAPAT : Instansi vertikal itu, perubahannya di eselon itu Pak ya? PEMERINTAH/KEMENDAGRI (DWI CAHYO) : Ini karena faktanya masih seperti ini ya, mungkin bisa kita ikuti kecuali nanti harapan Pak

Zainut dengan teman-teman kalau misalnya nanti memang ini ditingkatkan menjadi Eselon II ya kita sesuaikan, tetapi kondisi sekarang itu faktanya seperti itu, Pak, ya Eselon III, Pak.

KETUA PANSUS/ F- PDI PERJUANGAN (H. TRI TAMTOMO): Izin, Pak. KETUA RAPAT : Silahkan Pak. KETUA PANSUS/ F-PDI PERJUANGAN (H. TRI TAMTOMO): Terima kasih Pak. Jadi kita coba mengikuti alur pikir dari kita sekalian tentang rencana penempatan yang kita

bicarakan sampai tadi. Tentu rujukan kita seperti yang disampaikan oleh Pimpinan tadi Undang-Undang Nomor : 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, kita merujuk ke situ, tetapi sekarang kita bicara kepada satu step di atas adalah provinsi, sedangkan provinsi mengatur mengatur seperti itu.

ARSIP D

PR RI

Page 22: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT PANITIA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-024402-4673.pdf · Baik, sekarang Pasal 11 saya bacakan saja. Pasal 11,

277

Nah, di sini kita ada hal yang memang belum diatur di situ. Nah, di sini kita mintakan satu kearifan dari kita sekalian yang penting dia tidak menghilangkan kredibilitas beliau selaku pejabat di daerah.

Nah, oleh karena itu apa yang sudah termaktub di sini saya rasa nanti ini sudah satu hal yang lepas, tetapi kalau kita debatkan ini tidak akan selesai, nanti kita atur sendiri dalam konteks yang berikutnya Pak. Ini saya minta kearifan dari kita sekalian, yang penting kita mewadahi semua eselon yang ada di situ yang terkait dengan kevertikalan tadi.

Demikian, Pak, terima kasih Pak. F- PPP (DRS. H. ZAINUT TAUHID SA’ADI, M.Si) : Pimpinan, kalau kita bicara Undang-Undang Otonomi Daerah, instansi vertikal dia tidak

tunduk pada ketentuan itu, karena dia bukan bagian dari Pemerintah Daerah sehingga saya kira juga perlu ada kekhususan untuk itu.

WAKIL KETUA/ F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Ya memang sekali lagi ini ada panitia, dua pendekatan Pak ya, pendekatan yang pertama

yang sifatnya rigid itu pendekatan yuridis, kita berpegang kepada naskah akademik kita yang menggunakan tadi itu, mau tidak mau saya ulangi lagi ini soal eselonisasi ya Pak ya, Undang-Undang Nomor : 8 Tahun 1974 dan Undang-Undang Nomor : 43 Tahun 1999, tetapi inspirasi Pak Muzzamil tadi kan soal kompromi …(tidak jelas)… itu, saya kira ketika ini memungkinkan Pak ya, dan tidak ada hal yang kita langgar secara serius gitu mungkin saran Pak Zainut Tauhid tadi perlu dipertimbangkan oleh teman-teman Pemerintah, seiring kita carikan bagaimana formula yang paling tepat, apakah nanti kita akan mengklustering sendiri begitu secara khusus seluruh struktur yang sampai tiga itu dikelompokan sendiri saja, misalnya, tanpa dibubuhkan dengan yang lain ya.

Demikian, sementara tadi kita TNI dan Kepolisian sudah digabungkan itu. Jadi ini ada, mohon maaf Pak Ketua, bongkar pasang yang lumayan. Memang yang paling arif itu mengklustering tersendiri ya eselon yang vertikal itu beserta dengan TNI dan Kepolisian Negara, saya kira satu paket itu, satu kluster. Nah, kalau ini mungkin bisa disepakati, Pak Ketua, mohon maaf, tinggal kita memposisikannya saja, kan begitu. Apakah tetap menggunakan pendekatan tadi tradisi Muspida itu, Ibu, atau kembali kepada yang rigid tadi, Pak, soal eselonisasi ya. Mohon maaf, saya tidak menyelesaikan masalah Pak, tetapi paling tidak ini satu bahan alternatif solusi gitu.

Terima kasih. KETUA RAPAT : Ya, saya pikir terakhir dari Pak Soenman ini mungkin bisa kita elaborasi untuk jalan keluar

kita. Jadi problem pejabat di instansi vertikal di tingkat kabupaten/kota adalah problem eselon seperti dijelaskan dari Pemerintah itu, tetapi keberadaannya memang secara faktuil juga tidak bisa digabungkan dengan misalnya dengan pejabat Pemerintah Daerah di Tingkat Kecamatan maupun di bawahnya gitu, dan mengingat juga bahwa ini adalah bagian dari perpanjangan tangan Pemerintah Pusat ya, jaring Pemerintah Pusat yang ada di daerah maka saya mengambil jalan untuk khusus

ARSIP D

PR RI

Page 23: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT PANITIA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-024402-4673.pdf · Baik, sekarang Pasal 11 saya bacakan saja. Pasal 11,

278

untuk daerah tingkat kabupaten/kota ini kita bikin, tempatkan kluster tersendiri untuk instansi vertikal ini.

Jadi sebagai satu kekhususan tadi yang saya jelaskan alasan-alasan itu sebagai satu jalan keluar untuk ya membedakan tetapi juga tepat menjadi bagian dari keseluruhan Undang-Undang Protokoler ini. Jadi kita sebutkan di situ. Mungkin tim ahli merumuskannya khususnya pada instansi vertikal itu ada kluster sendiri ya.

PEMERINTAH/KEMENDAGRI : Ingin menanggapi apa yang disampaikan oleh Bapak Pimpinan bahwa saya kira akan lebih

adil juga, fair ya, enaklah kita sama-sama kalau dikluster tersendiri itu yang instansi vertikal. Tidak apa-apa kalau misalnya yang di Pemdanya itu ya karena unsur dinas Camat itu di urutan yang berikutnya juga tidak apa-apa, saya kira itu kan hanya tempat, ya menghormati tuan rumah, eh menghormati tamu gitu, Pak, sorry.

KETUA RAPAT : Pak Zainut ada lagi? F- PPP (DRS. H. ZAINUT TAUHID SA’ADI, M.Si): Ya sebenarnya kalau mau dibongkar, ya kita juga bisa bongkar yang atas, toh pada posisi

eselonisasinya kan berbeda. Tetapi kalau misalnya kita mau pakai jalan tengah yang bijaksana, ya karena Ketua sudah mulai kelihatannya agak cemberut sama saya, saya takut saya.

KETUA RAPAT : Tinggal dirumuskan. INTERUPSI ?: Kepala kantor perwakilan bank itu bagaimana? PEMERINTAH/KEMENPAN : …(tidak menggunakan microphone)…

KETUA RAPAT : Kita lanjutkan, coba lihat yang bawah tadi itu yang kluster khusus itu, huruf “k” ya, ini ya,

kepala intansi vertikal tingkat kabupaten/kota, kepala unit pelaksana teknis instansi vertikal,

Komandan Tertinggi Nasional Indonesia semua angkatan di Kecamatan, Kepala Kepolisian di

Kecamatan ya. Di setujui ya poin ini ya? (RAPAT : SETUJU)

Huruf “l”, Kepala Bagian Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, Camat dan Pejabat Eselon III. (RAPAT : SETUJU)

Oke, baik, kalau begitu secara keseluruhan pada Pasal 11 ini bisa disetujui, Bapak/Ibu sekalian? Setuju ya.

(RAPAT : SETUJU) WAKIL KETUA/ F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD):

ARSIP D

PR RI

Page 24: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT PANITIA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-024402-4673.pdf · Baik, sekarang Pasal 11 saya bacakan saja. Pasal 11,

279

Ketua, sedikit. Mohon perhatian Pemerintah ini untuk huruf “f” ya, Pemerintah, tadi kita kan menggunakan atau sebutan lainnya itu, ya demikian Pak. Jadi ini mohon konsisten saja, Pak, karena dibeberapa tempat kita masih menggunakan selain lurah ada sebutan lainnya seperti di Gampong ya.

Demikian Mas. Pemerintah, istilah itu, Pak, saya ulangi pertanyaannya, Pak, sebetulnya istilah bakunya itu nama atau sebutan lainnya, Pak ? Kalau sebutan lainnya tolong disesuaikan.

Terima kasih Pak ya. PEMERINTAH/KEMENPAN : …(tidak menggunakan microphone)…

WAKIL KETUA/ F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Karena begini, Pak, dirasakan demikian itu dikatakan di sini atau sebutan lain begitu.

Mestinya apa? PEMERINTAH/KEMENPAN : …(tidak menggunakan microphone)…

KETUA RAPAT : Skorsing Sholat Ashar dulu saja ini ya? Saya kira kita skors, tanggung juga ini ya bisa

langsung Maghrib ini. Baik, kalau kita skorsing sekarang bangsa 30 menit, satu jam sudah mendekati Maghrib juga.

WAKIL KETUA/ F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Atau begini Ketua, mungkin Pemerintah punya pandangan kalau kita skors sekarang apakah

nanti kita malam dilanjutkan lagi atau punya saran lain? diskors sampai menunggu siapa misalnya, konsultasi kepada siapa atau mau kita ambil keputusan bersama-sama atau kita nanti konsinyering lagi pekan yang akan datang misalnya.

KETUA RAPAT : Ya Bu, sebenarnya untuk pembahasan Panja ini tinggal sedikit lagi sebenarnya, tinggal sedikit

lagi. Jadi kalau memang diteruskan saya yakin malam ini juga sudah selesai dan tinggal masuk DIM Timus dan Timsin kan nanti selanjutnya.

Jadi oke, kita bisa skorsing sekarang sampai pukul 20.00 WIB ya, Bapak/Ibu sekalian, sekalian Sholat Maghrib, buka dan segala macam ya, setelah itu masuk membahas sisa yang sedikit ini, Insya Allah malam ini sudah selesai. Saya nyatakan skoring sampai pukul 20.30 WIB.

Terima kasih. (RAPAT DISKORS PADA PUKUL 16.15 WIB)

Jakarta, 20 Agustusi 2010 a.n. KETUA PANSUS

RUU TENTANG PROTOKOL SEKRETARIS RAPAT,

ttd DRS. BUDI KUNTARYO

NIP. 19630122 199103 1 001

ARSIP D

PR RI