DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK · PDF file17. Bobby Adhityo Rizaldi, S.E., M ... salam...
-
Upload
vuongtuyen -
Category
Documents
-
view
218 -
download
5
Transcript of DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK · PDF file17. Bobby Adhityo Rizaldi, S.E., M ... salam...
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
RISALAH
RAPAT DENGAR PENDAPAT PANJA RUU INTERKONEKSI
Tahun Sidang : 2016-2017
Masa Persidangan : III
Rapat ke- :
Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat dengan Ketua BRTI
Hari, Tanggal : Senin, 13 Februari 2017
Waktu : 10.45 WIB – 12.47 WIB
Tempat :
Ruang Rapat Komisi I DPR RI
Gedung Nusantara II Lt. 1,
Jl. Jenderal Gatot Soebroto, Jakarta 10270
Ketua Rapat : H.A. Hanafi Rais, S.I.P., M.P.P.
Sekretaris Rapat : Suprihartini, S.I.P./Kabagset. Komisi I DPR RI
Acara : 1. Laporan Hasil Kerja BRTI terkait Perumusan Biaya Interkoneksi;
2. Masukan dan saran BRTI terhadap Pemerintah terkait
Penetapan Biaya Interkoneksi.
Hadir : PIMPINAN :
1. Dr. H. Abdul Kharis Almasyhari (F-PKS)
2. Dr. TB. Hasanuddin, SE., MM. (F-PDIP)
3. Meutya Viada Hafid (F-PG)
4. Mayjen TNI (PURN) Asril Hamzah Tanjung, S.IP.
(F-P.GERINDRA)
5. H.A. Hanafi Rais, S.I.P, M.P.P. (F-PAN)
ANGGOTA :
FRAKSI PDI-Perjuangan :
6. Ir. Rudianto Tjen
7. Dr. Effendi MS. Simbolon, MIPol
8. Charles Honoris
9. Tuti N. Roosdiono
10. Evita Nursanty, M.Sc.
11. Ir. Bambang Wuryanto, MBA.
12. Marinus Gea, S.E., M.Ak.
13. Andreas Hugo Pareira
14. Djendri Alting Keintjem, S.H., M.H.
FRAKSI PARTAI GOLKAR:
15. Tantowi Yahya
16. Dr. Fayakhun Andriadi
17. Bobby Adhityo Rizaldi, S.E., M.B.A., C.F.E.
18. Dave Akbarsyah Laksono
19. Bambang Atmanto Wiyogo
2
20. Yayat Y. Biaro
21. Venny Devianti, S.Sos.
22. H. Andi Rio Idris Padjalangi, S.H., M.Kn.
FRAKSI PARTAI GERINDRA:
23. H. Ahmad Muzani
24. Martin Hutabarat
25. H. Biem Triani Benjamin, B.Sc., M.M.
26. Andika Pandu Puragabaya, S.Psi., M.Si., M.Sc.
FRAKSI PARTAI DEMOKRAT:
27. Dr. Sjarifuddin Hasan, S.E., M.M., M.B.A.
28. Dr. Nurhayati Ali Assegaf, M.Si.
29. Drs. H. Darizal Basir, M.B.A.
30. Dr. Ir. Djoko Udjianto, M.M.
31. Muhammad Afzal Mahfuz, S.H.
FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL:
32. Ir. Alimin Abdullah
33. Budi Youyastri
FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA:
34. Dra. Hj. Ida Fauziyah, M.Si.
35. Drs. H.M. Syaiful Bahri Anshori, M.P.
36. Arvin Hakim Thoha
FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA:
37. Dr. H. Jazuli Juwaini, M.A.
38. Sukamta, Ph.D.
FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN:
39. Dr. H.A. Dimyati Natakusumah, S.H., M.H., M.Si.
40. H. Moh. Arwani Thomafi
41. Hj. Kartika Yudhisti, B.Eng., M.Sc.
42. H. Syaifullah Tamliha, S.Pi., M.S.
FRAKSI PARTAI NASIONAL DEMOKRAT:
43. Prof. Dr. Bachtiar Aly, M.A.
44. Prananda Surya Paloh
45. Mayjen TNI (Purn) Supiadin Aries Saputra
46. Victor Bungtilu Laiskodat
FRAKSI PARTAI HANURA:
47. -
Anggota yang Izin/DL : 6 orang
Jalannya rapat:
KETUA RAPAT (H.A. HANAFI RAIS, S.I.P., M.P.P):
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Selamat pagi, salam sejahtera untuk kita semuanya.
3
Selamat datang kami ucapkan kepada yang terhormat Ketua BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi
Indonesia) beserta jajarannya.
Bapak dan Ibu Anggota yang terhormat Komisi I DPR RI dalam Rapat Dengar Pendapat Panja
Interkoneksi Komisi I DPR RI pada hari ini Senin 13 Februari.
Berdasarkan informasi dari Sekretariat Bapak dan Ibu Rapat Dengar Pendapat kita ini sudah bisa
kita mulai, karena secara kuorum sudah memenuhi ada ada 5 dari 10 Fraksi yang sudah hadir dan tanda
tangan. Dan dari Demokrat ada, PDI, PAN yang lain nanti menyusul, karena ada kegiatan Pansus yang
bersamaan pula. Jadi sesuai dengan Tata Tertib kuorum telah terpenuhi.
Sebelum kita memulai Rapat Dengar Pendapat ini saya ingin meminta persetujuan dari Bapak dan
Ibu semua Rapat Dengar Pendapat kita ini akan kita adakan secara terbuka atau tertutup?
Terbuka ya.
Rapat Dengar Pendapat Panja Interkoneksi dengan BRTI kita nyatakan dimulai dan diadakan
secara terbuka.
(RAPAT DIBUKA PUKUL 10.45 WIB)
Bapak dan Ibu yang saya hormati,
Pak Ketua BRTI dan seluruh jajaran.
Rapat Dengar Pendapat Panja Interkoneksi ini dilaksanakan dalam rangka mengetahui, mendengarkan
laporan hasil kerja BRTI terkait perumusan biaya interkoneksi khususnya. Dan juga saran dan masukan
dari BRTI terhadap Pemerintah terkait penetapan biaya interkoneksi. Seperti kita ketahui tahun lalu pada
Rapat Kerja dengan Menteri Kominfo ada rencana untuk penurunan biaya interkoneksi, kemudian muncul
dinamika di antara para operator sehingga kemudian menjadi masalah publik yang perlu kita dudukan
secara bersama-sama, sehingga kemudian Rapat Kerja pada waktu itu memutuskan untuk Pemerintah
dalam hal ini Menteri untuk menunda surat edaran penurunan tarif interkoneksi tersebut.
Dan sampai sekarang masih meninggalkan problem karena salah satu yang kita dengar walaupun
SE itu keputusannya adalah untuk ditunda tidak juga dicabut antara operator kemudian juga
menafsirkannya beda-beda. Ada tetap memakai yang baru, ada yang memakai tetap yang berlaku adalah
yang lama. Nah, oleh karena itu pada kesempatan pagi hari ini Bapak dan Ibu semua, Panja Interkoneksi
ini menyelenggarakan rapat dengan BRTI kebetulan kalau rapat dengan Menteri, rapat dengan KPI yang
kaitannya dengan penyiaran TVRI dan RRI sudah sering, kalau BRTI ini setahu saya selama pendek saya
disini belum pernah baru ini Pak Ketua ya. Jadi mungkin juga nanti perlu dikenalkan pula BRTI ini apa dan
siapa saja orang-orangnya, komisionernya, laki-laki semua komisionernya, 9 orang ya oke.
Jadi Panja Interkoneksi ini Bapak dan Ibu sekalian, dibentuk pada Rapat Internal Komisi I DPR RI
pada tanggal 11 Januari yang lalu dan kita bentuk ini dalam rangka untuk:
1. Mengetahui kebijakan yang diterapkan Pemerintah dalam hal ini Menteri Kominfo dalam
menetapkan biaya interkoneksi berikut parameter dan proses penghitungannya.
2. Panja ini dibentuk untuk mengetahui sejauhmana kebijakan penetapan biaya interkoneksi yang
berpengaruh terhadap industri telekomunikasi.
3. Panja ini dibentuk untuk mengetahui tarif interkoneksi yang tepat sehingga memberikan
kenyamanan bagi masyarakat sebagai pengguna telekomunikasi.
Sehingga pada pagi hari ini Pak BRTI kami ingin mendengar secara langsung Pak Ketua dan
silakan Bapak punya waktu untuk menyampaikan presentasinya setelah itu kita akan mengadakan
pendalaman atau tanya jawab.
Saya persilakan Bapak Ketua dimulai dengan perkenalan dulu Pak, ada yang banyak yang belum
tahu ini Pak, siapa BRTI dana pa itu BRTI.
Silakan Pak.
KETUA BRTI (AHMAD M. RAMLI):
Bismillahirahmanirahim.
4
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Yang saya hormati Bapak Ketua Panja dan seluruh Anggota Panja yang kami hormati.
Sesuai dengan agenda undangan Panja Interkoneksi Komisi I DPR RI pada hari ini untuk
membahas beberapa hal yang terkait dengan laporan hasil kerja BRTI sebagai badan yang mendapatkan
pelimpahan fungsi dari Menteri untuk melakukan fungsi pengaturan, pengawasan dan pengendalian
berdasarkan peraturan perundang-undangan. Di mana kami boleh jelaskan bahwa unsur BRTI terdiri dari
Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika yang saat ini menjadi ketua ex officio, kemudian Dirjen
Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika. Dan kemudian Komite Regulasi Telekomunikasi dari
unsur Pemerintah dan masyarakat. Jadi ada 2 yang menjadi ex officio, yang pertama adalah Dirjen EPI
dan Dirjen SPPI, kemudian ada 7 lainnya yang dipilih dari masyarakat.
Kami akan perkenalkan dulu satu per satu, yang pertama adalah Bapak Dr. Rifanto Budianto ini
Anggota dari KRT sebagai unsur Pemerinta. Kemudian yang berikutnya adalah Pak Imam Nasiruddin, ini
juga yang dipilih dari unsur masyarakat, kemudian Pak Ketut Prihadi, ini dari unsur masyarakat. Berikutnya
adalah Pak Taufiq Hasan ini juga dari unsur masyarakat. Di sebelah kiri kami ada Prof. Dr. Agung Harsoyo
ini dari unsur akademisi beliau adalah guru besar di ITB. Dan kemudian ada Pak Roli Rohmat dari unsur
masyarakat juga dan ada Pak Roni Makmur Bisri dari unsur masyarakat. Yang paling ujung adalah Ibu Ayu
dari tim verifikator yang melakukan verifikasi terkait dengan pemilihan verifikator nanti.
Bapak Ketua dan Anggota Panja yang kami hormati.
Kementerian Komunikasi dan Informatika cq. BRTI telah menyelesaikan perhitungan biaya
interkoneksi untuk layanan telefoni dasar, suara, SMS dan MMS yang disalurkan melalui penyelenggara
jaringan bergerak seluler dan penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis sirkuit atau PSTN tahun 2016.
Proses perhitungan biaya interkoneksi telah dimulai sejak tahun 2015 dengan melibatkan para
penyelenggara telekomunikasi yang berinterkoneksi. Perhitungan biaya interkoneksi tersebut dilakukan
sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 8 tahun 2006
tentang Interkoneksi, dengan memperhatikan masukan dari para steakholder atas konsultasi publik,
penyempurnaan regulasi tarif dan interkoneksi.
Sejak tahun 2006 perhitungan biaya interkoneksi telah dilakukan dengan mengedepankan prinsip
berbasis biaya atau cost base yang dipandang adil bagi para penyelenggara telekomunikasi untuk
menjamin pelaksanaan secara transparan, nondiskriminatif dan mencegah terjadinya penyalahgunaan
kekuasaan atau kekuatan pasar dari penyelenggara dominan. Perhitungan biaya interkoneksi tersebut
menggunakan metode buttom up forward looking long run, ….cost, yang dilakukan dengan
mengembangkan model konfigurasi jaringan yang efisien.
Pemerintah mendorong penurunan biaya interkoneksi untuk menuju efisiensi dan keberlanjutan
industri penyelenggaraan telekomunikasi termasuk pengembangan wilayah layanan secara optimal dengan
tetap mempertimbangkan ketersediaan infrastruktur. Sedangkan dari sisi pelanggan jasa telekomunikasi,
penurunan biaya interkoneksi diharapkan dapat menurunkan tarif pungut atau retail untuk layanan antar
penyelenggara offnet dengan tidak mengesampingkan kualitas layanan. Upaya penurunan inilah yang
kemudian menjadi polemik dan kemudian terangkat kepermukaan sehingga pada titik terakhir Pemerintah
mengambil putusan-putusan yang akan kami sampaikan setelah ini.
Bahwa di industri telekomunikasi khususnya untuk penyelenggaraan layanan telefoni dasar melalui
penyelenggaraan jaringan bergerak selular dan penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis sirkuit switch.
Pemerintah perlu mengevaluasi dokumen penawaran interkoneksi atau DPI milik penyelenggara jaringan
telekomunikasi dengan pendapatan usaha operating revenue 25% atau lebih dari total pendapatan usaha
seluruh penyelenggara jaringan telekomunikasi. Dalam segmentasi layanannya atau yang disebut sebagai
penyelenggara dominan. Jadi penyelenggara dominan itu menurut ukuran ITU adalah kalau dia 25% atau
lebih.
Dalam rangka menjaga persaingan usaha yang sehat maka kami melakukan hal-hal yang terkait
dengan revenue 25% keatas ini. Hasil perhitungan biaya interkoneksi yang dilakukan Kementerian
Komunikasi dan Informatika menjadi referensi bagi Pemerintah di dalam evaluasi DPI milik penyelenggara
dominan. Serta dapat menjadi referensi jika terjadi perselisihan antar penyelenggara di dalam
5
implementasinya. Hasil perhitungan biaya interkoneksi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika yang
menjadi referensi tersebut belum dapat diterima oleh penyelenggara dominan. Ini yang kemudian menjadi
perdebatan sampai dengan melibatkan seluruh penyelenggara operator. Karena terdapat perbedaan
pendekatan yang digunakan, di mana Kementerian Komunikasi dan Informatika menggunakan pendekatan
berdasarkan pendudukan jaringan yang efisien, terminasi lokal mobile to mobile Rp204 permenit.
Sedangkan penyelenggara dominan berdasarkan perencanaan bisnis atau terminasi lokal mobile to mobile
di mana keluar harga Rp. 280/menit.
Hasil perhitungan telah disampaikan kepada Komisi I DPR RI pada kesempatan pertama setelah
RDP pada tanggal 24 Agustus 2016. Melalui surat Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan
Informatika Nomor S1223/M-Kominfo/PI020408/2016 tertanggal 25 Agustus 2016 perihal penyampaian
ringkasan hasil perhitungan biaya interkoneksi tahun 2016.
Jadi Bapak dan Ibu sekalian, terdapat perbedaan angka yang memang signifikan di mana rujukan
Pemerintah itu berkisar pada Rp204 sementara penyelenggara dominan dalam hal ini Telkomsel itu
menginginkan Rp280. Oleh karena biaya intekoneksi yang menjadi referensi bagi Kementerian Komunikasi
dan Informatika belum dapat diterima oleh penyelenggara dominan maka Kementerian Komunikasi dan
Informatika memerlukan adanya verifikator independen. Untuk melakukan verifikasi biaya interkoneksi dan
sekaligus memberikan rekomendasi implementasi biaya interkoneksi dimaksud. Maka untuk sementara
melalui surat Menteri Nomor S1668/M.Kominfo/PI.0204/XI/2016 disampaikan bahwa besaran biaya
interkoneksi yang telah disepakati pada TKS masing-masing atau berdasarkan besaran biaya interkoneksi
yang telah diimplementasikan sejak tahun 2014. Berdasarkan surat Kemkominfo Nomor
118/Kominfo/DJPPI/PI.0204/01/2014 tanggal 30 Januari 2014 perihal implementasi biaya interkoneksi
tahun 2014 tetap diberlakukan sampai dengan ditetapkannya besaran biaya interkoneksi berdasarkan hasil
verifikasi yang dilakukan oleh verifikator independen paling lambat 3 bulan sejak tanggal 2 November
2016.
Namun dalam perjalanannya kemudian mengingat proses pengadaan jasa pekerjaan verifikator
hasil perhitungan biaya interkoneksi penyelenggara telekomunikasi sampai dengan diselesaikannya
pelaksanaan pekerjaan verifikasi membutuhkan waktu beberapa bulan, Kementerian Komunikasi dan
Informatika telah mengundang dan mengadakan rapat dengan seluruh penyelenggara Telekomunikasi
pada tanggal 11 Januari 2017. Dan didapatkan kesepakatan oleh seluruh operator dan juga dengan
kementerian Kominfo dan BRTI untuk perpanjangan waktu pemberlakuan besaran biaya interkoneksi yang
telah disepakati pada PKS masing-masing atau berdasarkan besaran biaya interkoneksi yang telah
diimplementasikan tahun 2014.
Sampai dengan diselesaikannya pekerjaan verifikator independen yang selanjutnya akan
ditetapkan oleh menteri. Perpanjangan waktu implementasi tersebut telah ditetapkan oleh surat menteri
Nomor 135/M.Kominfo/PI.0204/01/2017 tanggal 24 Januari 2017.
Bapak Ketua dan Anggota yang kami hormati.
Karena kami menggunakan sistem kehati-hatian maka untuk pelelangan verifikator independen ini
kami berkonsultasi tidak hanya dengan Dirjen Anggaran tetapi juga dengan LKPP dan juga dengan pihak-
pihak terkait yang terkait dengan pelelangan. Dan akhirnya disimpulkan dan kemudian pelelangan sudah
dilakukan. Dan hari ini adalah hari terakhir untuk penawaran.
Memperhatikan prinsip goog governance proses pengadaan jasa pekerjaan sertifikasi hasil
perhitungan biaya interkoneksi, penyelenggara telekomunikasi sebagaimana telah diumumkan di website
Kominfo diharapkan dengan keterbukaan proses kini Kominfo mengundang seluruh pihak yang memenuhi
persyaratan dapat berpartisipasi demi mendukung kompetisi-kompetisi industri telekomunikasi yang sehat.
Hari ini sudah ada 35 calon verifikator independen. Dan semua calon itu nanti akan diproses sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan untuk dipilih sebagai satu verifikator. Hasil dari kegiatan verifikasi
oleh verifikator independen nantinya diharapkan dapat diterima dan diimplementasikan oleh seluruh
industri.
Selanjutnya untuk hal-hal yang barangkali ini terkait dengan angka dan data bisa kita lakukan pada
saat tanya jawab dan pada prinsipnya Pemerintah saat ini ingin menyampaikan bahwa penundaan yang
terakhir terkait dengan biaya interkoneksi adalah kesepakatan seluruh operator dan ini dilakukan dalam
rangka kita masih menunggu hasil verifikasi independen.
6
Terima kasih Bapak Pimpinan.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
KETUA RAPAT:
Jadi Pak Ketua, karena kita bersepakat untuk memakai aturan tahun 2014 ya itu artinya berarti
yang berlaku kepada seluruh operator sekarang ini kita adalah tarif yang sebelumnya ya belum yang
perubahan yang baru ini ya.
Terima kasih atas paparannya. Saya persilakan kepada Bapak dan Ibu Anggota Komisi I DPR RI
yang terhormat untuk menyampaikan pertanyaan atau pendalamanya.
Saya persilakan Bu Evita.
F-PDIP (Dr. EVITA NURSANTY, M.Sc.):
Baik terima kasih Bapak Pimpinan.
Bapak para komisioner BRTI yang saya hormati.
Saya sudah baca-baca BRTI memang kita enggak pernah sepertinya kita tidak ada hubungannya
mitra dengan BRTI karena tidak pernah dipanggil ke Komisi I DPR RI. Kalau kita lihat kan keberadaan
BRTI ini tidak beda dengan KPI, kalai KPI itu mengawasi industri industri penyiaran, BRTI ini mengawasi
industri Telkom, kan begitu. Cuma perbedaannya adalah kalau KPI itu tidak Menteri yang nunjuk dia fit and
proper di DPR RI, karena KPI itu adalah independen. Hanya saya juga tidak ngerti mungkin kita tanya
sama Pak Menteri, kalau saya baca keberadaan BRTI ini adalah sebenarnya organisasi atau kelembagaan
yang independen, tetapi kok ditunjuk oleh Menteri ini juga saya baru lihat. Mungkin ini menjadi PR buat kita
Bapak Pimpinan, untuk kedepan keberadaan dari BRTI ini.
Saya apresiate tadi apa yang disampaikan cukup komprehensif namun demikian perlu diketahui
bahwa Komisi I DPR RI itu juga pernah sudah melakukan pertemuan dengan para para operator terkait.
Panjang lebar pertemuannya kemudian dilanjutkan dengan pertemuan dengan Pak Menteri. Tentunya
masing-masing punya argumentasi, bahwa industri mempunyai pandangan tertentu juga BRTI mempunyai
pandangan tertentu dalam hal ini mewakili Pemerintah yang tadi disampaikan.
Ada beberapa hal yang perlu saya sampaikan, saya punya catatan hasil pertemuan kami dengan
para operator. Saya juga ini Pak, yang tim verifikator independen. Ini kan sepertinya Bapak membuka
seluas-luasnya kepada tender ini Pak, sementara inikan spesifik ya, inikan hal khusus dan inikan sudah
ada seharusnya kayak di perusahaan saya ini Pak, itu kan di kantor saya itukan sudah ada perusahaan-
perusahaan khusus yang bisa ikut. Ini sepertinya dibuka seluas-luasnya apa memang konsultan yang
kredibel apa memang seluas itu. Saya takutnya satu, karena tender sekarang inikan sistemnya biaya
terendah, penawaran terendah, penawaran terendah tidak ada kualitas nanti bagaimana. Itu menjadi
pertanyaan saya, saya juga sudah tanya-tanya sebenarnya konsultan yang mumpuni gitu untuk ini berapa
banyak sih, tidak lebih dari 5 kata mereka sebenarnya. Saya hanya menginikan saja kepada teman-teman
dari BRTI ini, ini sudah 35 siapa saja, kalau sudah bisa masuk semua berarti kriterianya yang tidak jelas
ketika mengeluarkan tender. Ini yang juga kita pantau Komisi I DPR RI siapa itu yang akan menjadi
pemenang tender, karena ini adalah ke depannya putusan yang diambil itu, itu akan menjadi memang
putusan yang adil bagi semua industri tidak ada keterberpihakan kepada A, tidak ada keberpihakan kepada
Bukan, kan begitu. Jadi ini saya untuk tim verifikator Pak, pertanyaan bagi saya, saya tahu yang
mempunyai kemampuan konsultan ini tidak banyak, tapi ini yang masuk sudah 35, bagaimana BRTI di
dalam menanggapi ini.
Kemudian ada beberapa hal Pak, waktu kita rapat mungkin karena tidak banyak saya agak cukup
panjang untuk kita menginformasikan kita rapat dulu Bapak Pimpinan kalau diizinkan. Jadi waktu itu
memang kalau Pemerintah kan mengatakan BRTI bahwa besaran yang dilakukan itu sudah sesuai, kan
begitu, tetap waktu itu seperti itu. Tapi kan kalau bagi industri yang hadir pada waktu itu memang pra
kontra tentunya yang industri yang merasa diuntungkan mengatakan bahwa ini sudah tepat, kan begitu.
Bagi industri yang merasa dirugikan ini melanggar peraturan perundang-undangan yang ada, itu memang
7
ya sudah pasti akan ada hal seperti itu. Tapi informasi yang kami terima Pak, bahwa ini bertentangan
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000. Dan juga mengenai penyelenggaraan
telekomunikasi dan Peraturan Menteri Nomor 8 Tahun 2006. Itu catatan-catatan yang ini Pak, bahwa itu
tidak benar karena di Peraturan-Peraturan tersebut yang 52 itukan dikatakan bahwa penyelenggaraan
telekomunikasi interkoneksi dilaksanakan berdasarkan kesepakatan, transparan, adil, tidak ada yang
dirugikan serta dibayarkan oleh operator asal kepada operator tujuan berbasis biaya, itukan bla-blanya
Pasal 1 sampai Pasal yang banyak.
Nah, kalau itu berapa operator mengatakan itu melanggar dari pada apa yang disampaikan begitu.
Dan juga terus terang kalau saya lihat ini ada 2 kelompok operator, ini kita buka-bukaan saja. Ada
kelompok operator yang merasa dirugikan, ada kelompok operator yang merasa diuntungkan. Tetapi
tentunya jalan tengah apa ini yang diinikan oleh BRTI.
Sebenarnya waktu itu kita mengatakan di ITU sendiri tidak tahu Undang-Undang apa namanya.
Kalau ITU Pak, itukan sebenarnya kalau yang namanya pemberlakuan tarif interkoneksi simetris ini itukan
apabila pembangunan infrastruktur itu sudah merata, itukan ITU sudah punya guide line Pak. Nah, kita
tahu bahwa pembangunan infrastruktur ini belum merata oleh para operator ini, tidak usah yang panjang-
panjang. Kalau saya bacakan hasil rapat yang sebelumnya ini banyak sekali. Prinsip satu itu saja mengacu
kepada ITU bahwa tarif interkoneksi itu ada 2, simetris dan asimetris. Simetris itu kalau sudah merata
pembangunan infrastruktur oleh operator. Ini menjadi ini juga guide line dari ITU ini Pak.
Waktu itu saya itu ada usulkan sebenarnya, kenapa sih kepada Bapak Menteri, “Pak Menteri
kenapa tidak per zona saja”. Jadi tidak ada yang dirugikan dan tidak ada yang diuntungkan. Sebenarnya
kayak sekarang kalau zona yang padat Jakarta, Surabaya yang lain-lain itu cost recovery-nya kecil itu pak.
Yang besar itukan cost recovery kalau Indonesia bagian Timur dan lain-lainnya. Ketika itu ditetapkan
perzona berarti apa namanya fairless itu ada, yang ngebangun infrastruktur kalau enggak kedepannya
dengan sistem seperti ini saya takutnya para operator itu tidak ngebangun lagi Pak, ngapain dia
ngebangun kalau dia diuntungkan dengan penetapan cara sistem penetapan tarif ini.
Juga kita minta bahwa BRTI ini juga meliha modern licensing daripada setiap operator ini Pak. Kita
sudah diberikan modern licensing kita lihat apakah para operator ini sudah memenuhi janji-janjinya dalam
pembangunan infastruktur ini kedepan. Jadi jangan sepenuhnya juga masukan dari konsultan itu menjadi
acuan nanti, apalagi 35 ini saya akan pantau secara pribagi juga siapa sih pemenang tender dari 35 ini.
Kalau memang itu konsultan yang tidak kredibel itu menjadi pertanyaan bagi kita Komisi I DPR RI.
Saya rasa itu banyak sekali dan saya rasa pertemuan itu terbuka BRTI juga tahu hasil pertemuan-
pertemuan yang ada. Jadi kita mau melihat saja jalan keluar seperti apa. Karena terus terang saja Pak,
kalau misalnya nantikan ini ada lagi Kominfo sharing infrastruktur dan lain-lain. Nah, ini kebijakan-kebijakan
ini tolong Pak, prinsipnya tidak menguntungkan satu kelompok, tidak merugikan kelompok lain. Sekali lagi
sharing infrastruktur sama saja, askhirnya operator itu tidak membangun. Jadi dia hanya membangun
didaerah padat, di daerah yang komersial saja, ada dampak komersialnya menguntungkan dia bangun, dia
tidak menguntungkan gue bayar saja interkoneksi kan begitu. Apalagi kalau dishare-shate ini Pak, ininya
saya tidak tahu Bapak-bapak inikan yang memberikan masukan kepada Bapak Menteri. Kita tahu sekarang
sudah mulai diangkat lagi mengenai revisi Peraturan Pemerintah 52, Peraturan Pemerintah 53 masukan
seperti apa yang Bapak berikan kepada Bapak Menteri kita untuk hal itu, menjadi pertanyaan saya itu.
Sekarang saya ini contohnya PDI Perjuangan Bapak Pimpinan, sudah punya grass road structural
sampai ranting, anak ranting, sudah punya kita semuanya. Tiba-tiba ada Peraturan dari Pemerintah KPI
atau siapa, ranting dan anak ranting kita bisa dishare dengan partai politik lain yang tidak membangunan
grass road mereka, pasti PDI Perjuangan juga tidak mau. Contoh saja kalau di partai politik, saya
mengambilnya, kita sudah bangun gressroad kita sampai ranting, sampai structural, partai baru yang
hanya sampai kabupaten, sampai DPC saja, PAC saja tiba-tiba diuntungkan dengan “itu yang namanya
ranting PDI Perjuangan bisa dishare sama seluruh partai politik”, tidak maulah kita.
Saya enggak ngerti masukkan seperti apa yang jadi pertanyaan saya sebenarnya sekarang ini.
Anda-anda kan yang memberikan masukan kepada Bapak Menteri, masukan seperti apa diberikan kepada
Pak Menteri gitu, sehingga Pak Menteri bisa membuat suatu kebijakan yang menurut saya apa namanya
pertimbangannya itu kurang matang. Nah, Pak Menteri membuat kebijakan saya narik kebelakang lagi ini
siapa di belakang kebijakan ini, ya tentunya BRTI. Ini yang menjadi pertanyaan saya pada pertemuan ini.
Demikian Bapak Pimpinan terima kasih.
8
KETUA RAPAT:
Terima kasih Ibu Evita.
Cukup panjang dan lebar serta lengkap ya, karena yang disampaikan Ibu Evita ini ada bagusnya
Pak, karena kita juga melihat perubahan tarif interkoneksi ini dia tidak berdiri sendiri tapi juga ada
hubungan langsung maupun tidak dengan rencana Pemerintah sebelumnya yang mau maksud saya
Menteri Komin fo yang sekarang yang dulu pernah sebelumnya mengutarakan untuk tadi perubahan PP
mengenai Netto Sharing dan Spektrum Sharing ya. Tapi saya kira kita fokus ditarif interkoneksi ini dulu tapi
hanya sebagai sebuah pembacaan makro saja Pak, bahwa ini memang terkait juga dengan infrastruktur
telekomunikasi yang lain. Jadi dia tidak berdiri sendiri.
Yang berikutnya Bapak dan Ibu, Mas Budi silakan.
F-PAN (BUDI YOUYASTRI):
Terima kasih.
Pimpinan, Anggota Komisi I DPR RI yang terhormat,
Para Komisioner BRTI.
Sebagai Ketua BRTI ya Pak? Bukan sebagai Dirjen, Dirjen kan eks officio artinya hadir sebagai
Ketua, karena nanti kalau rapat lagi dengan Menteri, saya pasti mengulangi perrtanyaan yang sama
sebagai Bapak Dirjen.
Yang pertama Bapak Ketua dan teman-teman Komisioner BRTI, saya ingin bertanya dari mana
munculnya angka 204. Itu dulu yang harus dijelaskan kepada kami, karena konon kabarnya angka 204 ini
datangnya dari langit. Yang saya tahu yang punya kewenangan teknis merumuskan angka itu adalah
stafnya Bapak Dirjen sekarang yang duduk sebelah kanan Ibu Ayu. Saya minta penjelasan dari beliau
bagaimana kronologi penunjukan konsultan yang melakukan perhitungan. Kalau memang konsultan itu
menentukan angka 204 tolong dokumennya diberikan kepada kami sebagai, karena pasti ada summery
report-nya kanm bahwa dia bertanggungjawab mengeluarkan angka 204 itu, kalau tidak ada pernyataan
disitu mengatakan angka 204 itu dari langit. Jadi tidak bisa dijadikan landasan untuk diskusi berikutnya.
Yang kedua Pak Ketua, kan ini Ketua kita Profesor Hukum. Kalau boleh kita dibantu bagaimana
analisis dari Undang-Undang 1999 Undang-Undang Telekomunikasi, PP dan Permen yang dikeluarkan
oleh Menteri Kominfo terhadap penentuan besaran biaya interkoneksi. Normatifnya seperti apa, defikasi
yang terjadi sejak penetapan di 2006 seingat saya 2010, 2014 dan yang terakhir, karena buat saya semua
proses penentuan yang muncul itu terlalu banyak kompromi yang normatifnya tidak mengikuti. Itu tolong
diberikan penjelasan dulu kepada kami analisisnya, logika norma hukumnya, kemudian ruang yang
mungkin terjadi.
Saya pernah menyampaikan kepada Pak Menteri, “Pak Menteri kalau membuat suatu perubahan
kebijakan boleh-boleh saja, pertama Bapak harus rubah dulu Permen yang lama itu, itupun juga masih
lemah, Peraturan Pemerintah-nya juga dirubah”. Saya usulkan rubah dulu Undang-Undang Telko-nya
karena itu salah satu sumber kekacauan kita hari ini. Kalau tidak diselesaikan perubahan Undang-Undang
Telko tambal sulam bisa ke jeblos. Yang ke jeblos sudah pasti Pemerintah, eksekutif. Kami kan sebagai
DPR hanya mengawasi saja. Bapak melewati batas rambu-rambu ya tugas kami mengingatkan,
kalaukejeblos juga maksa ya silakan saja tanggung. Karena kebijakan maupun keputusan yang diambil
bisa 5 tahun, bisa 10 tahun menjadi masalah hukum. Jadi ini tolong menjadi confirm Pak Ramli untuk
melindungi Bapak Menteri dan kepada teman-teman semua.
Yang ketiga, saya enggak tahu tentang modern licensing ini menjadi bahan juga di BRTI atau
tidak, Tupoksinya atau tidak, tapi saya sudah meminta kepada semua operator menyerahkan modern
licensing kepada Komisi I DPR RI dan sudah diserahkan, hanya satu yang tidak menyertakan datanya
Indosat, bodong isinya kosong. Dan yang menyerahkan juga antara yang di komitkan di dalam modern
licensingnya itu dengan kenyataan hari ini banyak sekali yang tidak terjadi. Kok tahu Pak Budi? Di KomisiI
DPR RI akan merencanakan Kunker cek kelapangan. Ini misalnya si Tri akan bangun wilayah NTT di mana
saja kotanya, kita datang sana cek ke Dinas Kominfo benar tidak nyala. Tapi sebenarnya yang paling
9
simple itu ada namanya aplikasi open sinyal, saya tinggal pakai HP saja bisa cek kok, dii mana saja di Tri
itu nyala dan saya sudah punya rekapnya.
Dan kebanyakan operator yang lain antara yang dia komitkan dengan yang dia kerjakan tidak
terpenuhi. Jadi ini catatan, kalau biaya nterkoneksinya diturunkan niscaya mereka tetap tidak akan
membangun, tidak akan mengeluarkan infestasi. Jadi ini kewenangannya di BRTI atau tidak saya enggak
tahu tapi Pak Dirjen menjadi tanggungjawab. Kalau mereka tidak mau melakukan investasi saya usul ya
mungkin siap-siap dibubarkan saja mereka atau dibuatkan modus baru di dalam Undang-Undang
bagaimana caranya mereka punya way out terhadap industri telekomunikasi.
Terakhir sementara tentang verifikator yang menjadi penentu ini kan karena kesepakatan antar
pemain telekomunikasi. Tolong di kasih argumennya dasar peraturan perundang-undangan apa Pak, kok
itu menjadi dasar untuk pengambilan keputusan bagi Pak Menteri.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Yang lain?
Pak Alimin silakan.
F-PAN (Ir. ALIMIN ABDULLAH):
Terima kasih Pimpinan.
Bapak dari BRTI yang saya hormati dan seluruh jajarannya.
Yang pertama sebagai wakil rakyat saya terus terang mendukung Pak, penurunan ini kalau dia
cukup logis dan bisa diterima dan juga masih memberikan peluang untuk mengembangkan. Jadi mereka
akan meneruskan investasinya karena mereka melihat masih ada unsur yang menguntungkan mereka.
Jangan sebaliknya sepertinya kami sudah senang, masyarakat diturunkan terus, inikan kalau saya lihat
dari 2006 sama 2016 kan sudah lumayan ini dari 400-an sampai 204. Tapi apa juga akibatnya dengan
penurunan selama ini, anda harus dianalisa juga, apakah terus meningkat investasinya itu
mengembangkan jaringannya atau sekarang malah menurun. Sebab kalau dari segi menurunkan tarif saja
tentu kita dukung.
Nah, oleh sebab itu kita ingin tahu dasar menurunkan itu logis enggak, bisa diterima oleh semua
pihak. Pada dasarnya itu, kalau diturunkan kami senang cuma kami juga ingin tahu tentu tidak
serampangan saja menurunkan kemudian jadi berantakan. Karenanya kita jadi rugi apa sudah kita invest
kan sudah ada malah tidak terawatt, malah tidak terurus itu juga akan merugikan, jadi tidak akan senang
sementara. Inilah barangkali dari Komisi I DPR RI ingin kita tahu seperti kata teman saya dasarnya
menurunkan itu apa perhitungannya, modelnya apa sih dibandingkan dengan negara mana. Kita juga
harus ada pembandingnya Pak, bukan hanya besaran pikiran-pikiran yang akan melakukan perhitungan
ini. Karena semua hitungan manusia itu ini enggak ada bisa diikuti Pak, dia pakai model apa, metoda apa,
orang akan sanggah kalau tidak benar.
Kalau kami mewakili rakyat tentu kami ingin jangan sampai kita dirugikan. Tidak semestinya kita
bayar terlalu mahal misalnya karena kewenangan itu karena diberikan gambaran yang jelas, kami juga bisa
berikan pendapat Pak. Tak peduli dia mau independen dan tidak independen kalau dia tidak
menguntungkan rakyat ya kita akan sanggah. Karena kita ini terbuka semua bisa menilai hasil kerjanya
dasarnya apa, modelnya apa dibandingan dengan cara apa. Apalagi kita tahu operator kita kan tidak satu.
Apakah ini adil atau tidak karena kami juga mengawasi di sini. Jangan sampai ada satu pihak yang diberi
wewenang terus bertindak tidak adil. Jadi apa kata teman saya kami perlu tahu itu memang, tidak nanti
ujuk-ujuk ini sekarang turun 20 atau berapa, bukan itu yang kami atur.
Perkara bahwa kalau diturunkan itu kami mendukung iya, tapi tentu dengan suatu pertimbangan
yang menyeluruh. Buat masa depan kita, buat operator, juga buat sebab kalau operator pada koleps
semua kita juga yang bangkrut, kita juga yang susah, mau bayar murah barangnya tidak ada kan tidak
guna juga. Tidak terawat dan segala macam sehingga jadi banyak masalah. Ini yang kita harus clear betul
tidak nanti ujuk-ujuk karena itu sudah ditunjuk verifikator independen terus harus kita terima tidak. Karena
10
tujuan kami ingin tahu jelas dasarnya apa, jadi tidak sekedar hasilnya saja kami lihat tapi dasar dia
mendapatkan hasil itu kita perlu tahu. Kita sama-sama bisa melihat, semua orang mengerti kok apa yang
dimaksud dengan modal investasi dan apa yang diharapkan orang investor. Apa juga yang diharapkan
oleh rakyat yang menggunakan layanan itu.
Nah ini tolong sangat menentukan apakah usulan dia itu kita anggap oke apa tidak. Jadi jangan
sampai dikira kalau nanti sudah ada hasilnya itu terus dikirim kepada BRTI atau entry langsung bisa oke
tidak dong, fungsi pengawasan kita dimana. Jadi menurut saya langkah-langkah sudah betul tapi mengenai
hasil dan metode dia mendatkan hasil itu kita perlu tahu, kita harus terbuka. Dan kita bisa
bertanggungjawab kepada pemilih kita, inilah dasar. Ini yang bisa cukup bisa kita terima sebagai suatu
harga atau rate yang sama-sama menguntungkan. Orang bisa gampang ngomong yang win, win gitu ya,
artinya dia bisa berkembang tapi kita juga mendapat layanan yang bagus dan tidak terlalu mahal.
Saya kira itu yang paling penting prinsipnya.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Pak Alimin.
Dari Anggota yang lain atau biar dijawab dulu ya.
Pak Ketua saya persilakan untuk menjawab 3 pertanyaan. Tapi sebelum menjawab begini Prof,
jadi kalau yang dikejar itu efisiensi maka mungkin menggunakan perhitungan matematika, tidak ada
pertimbangan nilai-nilai yang lain mungkin akan dapat angka yang dianggap paling murah-semurah
murahnya. Tapi karena kita ini juga urusannya dengan para industri pelaku juga untuk masyarakat dan
juga semangat yang berlaku di Undang-Undang maupun PP yang terkait. Maka ada pertimbangan nilai
soal misalnya keadilan yang disampaikan oleh Pak Alimin itu.
Jadi artinya kita tidak bisa mengejar matematisnya saja, tapi mau tidak mau memang harus
melekatkan nilai-nilai soal adil, soal bisa diterima sebagai sebuah consensus dan itu biasanya terkait
dengan political will pemerintah ya. Kalau verifikator mungkin bebas nilai dia kerjanya, ya point ngitungnya
seefisien mungkin gitu, tapi saya kira pada akhirnya keputusan ada di pemerintah dan putusan ini dihitung
berdasarkan political will itu, seberapa jauh unsur keadilan, unsur sustainabilitas-nya industri itu sendiri itu
bisa dimasukkan dalam penghitungan yang baru nanti itu.
Saya persilakan Bapak Ketua.
KETUA BRTI (Prof. AHMAD M. RAMLI):
Bapak ketua dan Anggota yang kami hormati.
Kami akan menjawab beberapa pertanyaan yang disampaikan. Yang pertama bahwa kenapa
kemudian terjadi dispute sebetulnya karena metode perhitungan yang berbeda, ada variabel dan formula
yang berbeda yang dihitung oleh Telkomsel dan yang dihitung oleh teman-teman di BRTI. Nanti Ibu Ayu
seperti permintaan Pak Budi akan menjelaskan metode-metodenya.
Kemudian yang kedua terkait dengan tender memang Peraturan Presiden terkait dengan
pengadaan barang jasa tidak boleh membatasi itu. Sehingga karena kami menggunakan dana APBN Bu,
maka kami akan membuka semua ini dan yang dipersyaratkan adalah mereka yang mempunyai sudah
menjadi list di BPK. Akuntan publiknya dan kemudian yang kedua adalah yang menguasai di bidang
telekomunikasi. Saya kira nanti Ibu Ayu juga akan menjelaskan persyaratan-persyaratan apa yang terkait
dengan verifikator tadi.
Kami memang sangat memahami betul ketika verifikator ini tidak mempunyai kapasitas yang
cukup terhadap soal-soal yang dia verifikasi maka akan keluar soal-soal yang mungkin akan tidak adil,
tidak baik, tidak menguntungkan. Oleh karena itu, pada proses verifikator ini kami juga meminta verifikator
untuk mendengar seluruh operator. Jadi mereka tidak bekerja sendiri mereka akan memverifikasi para
operator itu, memverifikasi ke teman-teman di BRTI sendiri dan kemudian mungkin boleh kami jelaskan
juga Pak Ketua, karena sebelumnya ada laporan ke KPK terkait dengan seperti mungkin kita tahu sendiri di
publik, di pers kan ada laporan dari komite apapun yang namanya ke KPK, maka KPK sudah turun juga ke
11
tempat kami. Dan kami waktu itu menerima timnya KPK dan akhirnya antara KPK dengan tim BRTI juga
melakukan rapat dan dari hasil rapat itu kemudian dikeluarkan beberapa variabel yang harus dilakukan
pada saat verifikasi. Jadi beberapa variabel yang akan digunakan adalah juga antara lain masukan-
masukan pada saat pertemuan kami dengan KPK.
Saya kira kalau kami senang dengan cara ini karena kami juga dipantau, dimonitor dengan
demikian kami bisa mengeluarkan putusan-putusan yang paling adil untuk semua. Kami juga tadi melihat
bahwa apakah bertentangan dengan PP 52 dan PM Nomor 8, ini bisa ditayangkan di sini ada ketentuan
regulasinya, yang halaman 1.
Jadi ada Undang-Undang Nomor 36, PP 52 dan PM Nomor 8 yang terkait dengan regulasi
interkoneksi. Seperti yang juga ditanyakan oleh Pak Budi tadi, jadi yang pertama interkoneksi ini adalah
keterhubungan antar jaringan telekomunikasi dari penyelenggara jaringan telekomunikasi yang berbeda.
Pasal 22 dari PP 52 mengatakan “kesepakatan interkoneksi antar penyelenggara jaringan telekomunikasi
harus tidak saling merugikan dan dituangkan dalam perjanjian tertulis”.
Nah, di Ayat (2) dikatakan “dalam hal tidak tercapai kesepakatan atau terjadi perselisihan antar
penyelenggara jaringan telekomunikasi dalam pelaksanaan interkoneksi para pihak dapat meminta
penyelesaiannya kepada Menteri”. Ayat (3) “upaya penyelesaian oleh menteri sebagaimana dimaksud
dalam Ayat (2) tidak mengurangi hak para pihak untuk melakukan upaya hukum sesuai dengan peraturan
perundang-undangan”. Jadi verifikasi yang kami lakukan berdasarkan verifikator independen itu adalah
berdasarkan Ayat (2) Pak, karena mereka tidak ada kesepakatan sehingga menteri mengambil alih itu
tetapi menteri juga tidak mau mengambil sendiri. Karena dengan pikiran bahwa seperti yang disampaikan
Pak Alimin tadi harus betul-betul melihat kepentingan ekonomi dari setiap operator, keadilan. Oleh karena
itu lah, sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
Kemudian Pasal 23 “dalam penyelenggaraan jasa telekomunikasi melalui 2 penyelenggara
jaringan atau lebih dikenakan biaya interkoneksi, biaya interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1)
ditetapkan berdasarkan perhitungan yang transparan disepakati bersama dan adil. Biaya interkoneksi
dikenakan kepada penyelenggara jaringan telekomunikasi asal dan apabila terjadi perbedaan
penghitungan besarnya biaya penggunaan interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam Ayat (3) para
penyelenggara jaringan telekomunikasi dapat melakukan penyelesaian upaya hukum melalui pengadilan
atau di luar pengadilan”.
Pasal 13 di PM Nomor 8, “perhitungan biaya interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
dilakukan secara transparan dan berdasarkan formula perhitungan. Sebagaimana di tetapkan dalam
lampiran Peraturan Menteri ini”. Kemudian BPI milik penyelenggara jaringan telekomunikasi dengan
pendapatan usaha operating revenue 25% atau lebih, misalnya Telkomsel dari total pendapatan usaha
seluruh penyelenggara telekomunikasi dalam segmentasi layanannya wajib mendapatkan persetujuan
BRTI.
Kemudian yang terkait dengan pembangunan infrastruktur yang belum merata, kami sangat
sepakat dengan Bapak Pimpinan dan juga para Anggota yang tadi menyampaikan. Sebetulnya semua
operator diberi kewenangan, diberikan hak untuk membangun di manapun. Tapi memang saat ini yang
paling getol membangun adalah Telkomsel, seperti kita ketahui.
F-PDIP (Dr. EVITA NURSANTY, M.Sc.):
Kalau bapak katakan setiap operator mempunyai hak untuk membangun, justru kewajiban untuk
membangun Pak. Jadi jangan-jangan dibalik-balik ini Pak, ketika dia menandatangani yang namanya apa
tadi itu Mas Budi, modern licensing itu, itu ada kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh operator, jadi
tidak bisa bapak katakan punya keinginan, mempunyai hak, mereka punya kewajiban untuk membangun
tidak hanya diperkotaan tetapi juga di daerah-daerah terpencil dan perbatasan.
Terima kasih.
KETUA BRTI (Prof. AHMAD M. RAMLI):
Ya Ibu betul sekali.
Jadi memang nanti kami akan tayangkan juga bagaimana komitmen, misalnya setiap operator
yang akan membangun itu harus tandatangani yang namanya modern licensing atau kita bilang molly. Dan
12
di dalamnya itu sebetulnya izin bentuknya, tetapi di dalamnya mereka harus menyebut komitmen-komitmen
yang akan dibangun itu di mana saja. Kemudian pembangunan ini memang akan sangat berdampak ketika
daerah-daerah yang akan dibangun itu yang secara ekonomi kurang potensial. Misalnya daerah-daerah
pinggiran, daerah 3T itu memang kurang menarik untuk operator tertentu. Tapi ada operator yang memang
punya komitmen terus membangun. Nah oleh karena itu, dalam rangka ini pemerintah sebetulnya punya
program yang lain yang dengan USO itu saya kira ada Panja-nya sendiri Bapak Pimpinan, dimana
Pemerintah akan membangun itu, membangun daerah-daerah 3T tadi.
Kemudian yang kedua, yang juga menjadi soal interkoneksi ini adalah ketika kita akan
menggunakan prinsip simetris atau asimetris. Kalau prinsip simetris artinya satu angka akan berlaku sama
untuk seluruh. Misalnya 250 seperti yang lama, mau XL, mau Indosat, mau Telkomsel itu semua
interkoneksi harganya adalah Rp. 250 per menit. Tapi kalau asimetris nanti mereka akan punya hitung-
hitungan sendiri. Misalnya kalau Telkomsel itu hitungannya Rp 250 maka dia akan mendapat Rp. 250, tapi
kalau operator lain misalnya menurut hitungan hanya Rp.100 maka dia hanya mendapat Rp. 100. Nah oleh
karena itu, soal simetris dan asimetris ini juga nanti akan kami dorong untuk dipikirkan oleh verifikator. KPK
juga menyarankan agar simetris dan asimetris ini menjadi salah satu putusan yang harus ditetapkan.
F-PAN (Ir. ALMIN ABDULLAH):
Pimpinan, saya kira dalam menentukan simetris dan asimetris bukan hanya berdasarkan pikiran
tapikan kewajaran juga. Bagaimana dia mau simetris padahal dia menjalankan tugas dan haknya enggak
sama. Jadi kita bukan hanya suruh milih simetris atau asimetris bukan begitu, yang lebih pantas di tempat
kita sekarang yang mana. Apakah mereka sekarang sama menjalankan tugas dan haknya. Kalau yang
hanya mau tempat yang empuk yang dia bangun terus dia memikirkan rakyat kita di tempat yang ekonomi
mesti apa. Ini gunanya Pemerintah ini, gunanya DPR RI, bukan suruh milih-milih cap guci begitu atau ada
menyarankan asimetri saja biar gampang hitung jangan. Ini faktanya kenapa di negara kita beda
barangkali, karena semua yang diberi licen tadi itu ternyata tidak diawasi dengan benar. Mengikutinya yang
satu betul bekerja di seluruh Indonesia yang ada hanya di tempat empuk saja dibiarkan, inikan pembiaran
namanya.
Ini yang kita maksud itu dalam hal ini kita waktu menata ini kita tegaskan. Di dalam juga memilih
simetris dan asimetris itu juga ada dasarnya itu yang kita ingin tahu, bukan sekedar supaya lebih gampang
ngitungnya satu angka saja tidak usah pakai konsultan kalau gitu saya juga bisa. Rakyat senang saja kalau
saya tutup dengan 100 itu, hanya jadi bubar semua yang lain. Ini yang kita maksud inilah dasar yang kita
ingin tahu termasuk yang menentukan Bapak sebut tadi itu seperti enteng saja simetris atau asimetris itu
tidak sesederhana itu menurut saya.
Terima kasih.
KETUA BRTI (Prof. AHMAD M. RAMLI):
Terima kasih Pak, ini menjadi catatan kami dan akan menjadi perhatian ketika kami berhadapan
dengan verifikator. Oleh karena itu, ketika verifikator akan bekerja kami juga memberikan syarat kepada
mereka bahwa mereka harus mendengar seluruh operator, agar penetapan asimetrik asimetrik ini betul-
betul sesuai dengan prinsip keadilan dan tidak saling merugikan.
F-PDIP (Dr. EVITA NURSANTY, M.Sc.):
Jadi apa yang disampaikan oleh Bapak Ketua BRTI ini sebenarnya semuanya sudah benar, diakan
hanya membacakan regulasi-regulasi ini kepada kita, kita sudah punya semua regulasinya ya kan, kita
sudah dengar. Yang saya pertanyakan itu adalah kenapa BRTI memberi masukkan kepada Menteri,
sehingga keluarlah yang namanya peraturan dari Kominfo itu untuk menurunkan tarif interkoneksi ini, apa
dasarnya, dasarnya itu apa gitu. Dan juga apa dasar BRTI ini memberi pertimbangan kepada menteri untuk
merevisi PP 52 dan Peraturan Pemerintah 53, karena you yang dibelakang ini loh. Badan regulasinya
itukan ada di BRTI, saya tahu mungkin ini BRTI lama bukan BRTI baru, saya tidak tahu ini sudah berapa
lama ini BRTI yang sekarang bertugas, 2 tahun berarti masih terlibat di dalam hal ini. Pertanyaan saya itu,
sebagai badan regulasi telekomunikasi Indonesia Peraturan Pemerintah 52 dan 53 itu regulasi. Apa dasar
13
dari BRTI memberi rekomendasi bahwa itu harus direvisi. Apa yang memberi dasar dari BRTI memberi
rekomendasi bahwa interkoneksi itu harus diturunkan, itu yang menjadi pertanyaan saya. Jadi jangan
dibaca peraturan-peraturan, ini sudah sebendel semua peraturan di tempat saya semua peraturan Pak,
kita sudah baca semua, alasan BRTI yang saya pertanyakan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Silakan Prof dijawab dulu tadi peran BRTI kepada Menteri untuk konteks penurunanya apa.
KETUA BRTI (Prof. AHMAD M. RAMLI):
BRTI memang badan yang memberikan masukan-masukan kepada Menteri. Untuk hitungan-
hitungan ini saya kira Ibu Ayu akan menjelaskan sesuai dengan permintaan Pak Budi juga tadi silakan Ibu
Ayu.
DITTEL PPI (AYU WIDYA SARI):
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Yang saya hormati Bapak Ketua dan Bapak, Ibu Anggota Dewan.
Perkenankan saya menjelaskan persoalan teknis angka atau biaya interkoneksi hasil perhitungan
yang telah dilakukan oleh Pemerintah dalam hal ini pada tahun 2015 untuk implementasi tahun 2016. Pada
prinsipnya adalah kami Pemerintah tetap menggunakan dasar hukum Undang-Undang dan PP 52 untuk
menjalankan proses perhitungan. Karena di dalam Undang-Undang 36 Tahun 1999 yang diamanahkan
kepada menteri adalah menetapkan formula untuk perhitungan biaya interkoneksi. Selebihnya pada saat
implementasi biaya interkoneksi adalah berdasarkan kesepakatan antar operator.
Nah, dalam rangka kita melihat atau menetapkan formula tersebut maka dilakukan revieu atas
model perhitungan beserta perhitungan untuk penyelenggara dominan, karena BRTI memiliki kewajiban
untuk mengevaluasi dokumen penawaran interkoneksi yang disampaikan oleh penyelenggara dominan
dalam hal ini adalah penyelenggara yang memiliki angka share revenue lebih dari 25%.
Nah, di dalam proses perhitungan biaya interkoneksi ini tidak lepas dari pengembangan model
perhitungan biaya yang sudah dilakukan sejak tahun 2006 hingga 2014. Kenapa kami perlu melakukan
review terhadap model perhitungan? Namun tidak lepas dari dasar perhitungan biaya interkoneksi yang
menggunakan metode bottom up. Metode ini metode yang secara global sudah dipergunakan yang
nantinya diterapkan pada setiap negara sesuai dengan pengelaran jaringan dari pada para penyelenggara.
Nah, di dalam review model perhitungan perlu dilakukan beberapa pertimbangan, yaitu kita
memperhatikan perkembangan layanan telekomunikasi yang sudah semakin tumbuh seperti
perkembangan layanan data otity serta masuknya teknologi seperti 4G dan sebagainya. Nah, hal-hal
seperti ini perlu dipertimbangkan dalam model karena pada model sebelumnya untuk mempertimbangkan
trafik data itu belum dimasukkan di dalam model, sehingga kami harus mereview semuanya, pertama.
Kemudian yang kedua kami juga melihat sebaran jaringan secara wilayah atau region, seperti
yang tadi Ibu Evita sampaikan bahwa sebaran jaringan peregion atau per wilayah juga kami pertimbangan
karena hak kita harus melihat bagaimana sebaran jaringan dari setiap operator pada saat dia memberikan
layanan atau traffic yang melewati jaringan mereka.
Kemudiannya ketiga adalah kami perlu menghitung semua penyelenggara telekomunikasi dalam
hal ini penyelenggara seluler, karena apa? Karena pada saat kita menentukan biaya interkoneksi harus
mempertimbangkan kondisi dari semua penyelenggara agar kebijakan ini tidak atau agar kebijakan ini
tepat sasaran.
Kemudian review model kami lakukan bersamaan dengan konsultasi publik mengenai review
regulasi interkoneksi. Review model juga kami kami lakukan bersama-sama dengan para penyelenggara,
sehingga para penyelenggara tahu persis pada saat mereka menyampaikan data input untuk perhitungan,
data input ini digunakan untuk apa. Sampai dengan proses perhitungan, mereka terus memantau proses
14
yang dilakukan oleh Pemerintah, karena di sini ada kontribusi data input yang sampai kepada pemerintah
dan kami pun punya kewajiban untuk menyampaikan kembali model beserta hasil perhitungan pada
mereka.
Nah, mengenai perbedan pendekatan yang disampaikan oleh para penyelenggara dominan dalam
hal ini Telkomsel dan dengan hasil perhitungan oleh Pemerintah. Pada dasarnya ada hal yang
membedakan, yaitu pertama kami menghitung dengan menggunakan pendekatan sebaran traffic. Karena
pada saat ini trafik data sungguh lebih tumbuh daripada trafik voice, dimana jaringan lebih banyak
digunakan oleh pendudukan trafik data. Sedangkan pada penyelenggara dominan melihat pendekatannya
pada perencanaan bisnis penyelangara.
Nah kedua hal ini menyebabkan adanya perbedaan hasil perhitungan biaya interkoneksi yang
sampai saat ini belum bisa diterima. Parameter yang mungkin sering disampaikan oleh penyelenggara
kepada Bapak dan Ibu sekalian, mengenai ada 2 parameter yang signifikan memberikan angka penurunan,
yaitu parameter yutirisasi jaringan dan parameter konversi atau perubahan unit dari satuan data ke satuan
unit, karena secara teknis jaringan itu pada saat kita membagi beban jaringan untuk layanan-layanan
tersebut harus menggunakan unit yang sama. Pembagian beban jaringan pada unit yang sama ini
tentunya berdampak pada pembagian mana yang besar untuk layanan voice atau untuk layanan data.
Karena interkoneksi itu tidak semata-mata menghitung voice tapi berapa besarnya jaringan yang
digunakan oleh data.
F-PAN (BUDI YOUYASTRI):
Pimpinan boleh interupsi Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Pak Budi silakan.
F-PAN (BUDI YOUYASTRI):
Maaf ini Pak Ramli, Ibu Ayu, penetapan bahwa data menjadi konfiden perhitungan biaya
interkoneksi datanya ada dimana. Undang-Undang 99 itu belum mengenal istilah data, semuanya
dikonversi dalam bentuk voice. Jadi ketika sekarang di-convert pada data itu titik lemah yang critical dan
saya menolak itu. Yang benar itu data di-convert kepada voice dulu, benar enggak? Salah memang ya
undang-undangnya diganti. Jadi dasarnya apa, itu pertanyaan saya data didalam perhitungan
telekomunikasi, undang-undangnya tidak memfasilitasi itu, terus anda jadikan dasar sudah pasti lemah.
Terima kasih, ini interupsi nanti mau tanya lagi.
Terima kasih Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Biar dijawab dulu interupsi dari Pak Budi, silakan Ibu Ayu.
DITTEL PPI (AYU WIDYA SARI):
Baik Pak, mungkin interupsi dari Pak Budi saya mencoba menjawab. Undang-Undang mengatur
secara normatif bagaimana membina penyelenggaraan industri komunikasi Pak. Terkait biaya interkoneksi
Menteri dalam hal ini memiliki kewenangan untuk menetapkan formula perhitungan biaya interkoneksi.
Mengapa kami harus mempertimbangkan layanan data di dalam perhitungan biaya interkoneksi ini?
Karena layanan voice, layanan data, SMS dan segala macam itu semua melewati jaringan yang sama.
Sementara interkoneksi adalah menghitung berapa beban voice atau layanan voice di dalam jaringan
tersebut. Karenanya pada saat itu kita menghitung layanan voice di dalam satu jaringan yang sama
digunakan oleh beberapa layanan kita harus mempertimbangkan layanan lain yang melewati jaringan
tersebut, sehingga layanan data sangat perlu untuk dipertimbangan dalam perhitungan biaya interkoneksi.
Kemudian nanti kami akan menjelaskan lagi mengenai tarif data yang….
15
F-PAN (BUDI YOUYASTRI):
Pimpinan, saya tetap berargumentasi argumennya Ibu Ayu salah. Kalau kekeh harus pakai data
sebagai hal yang dominan bahwa itu sesuatu yang terjadi saya sepakat betul. Tetapi regulasinya enggak
ada diundang-undang mengakomodir, normatif ada kan itu suka-suka tafsirnya anda, Peraturan
Pemerintah-nya mana, Permen-nya mana, enggak ada dinyatakan. Kemudian ditafsirkan sepihak oleh
Pemerintah hari ini, bahaya.
Yang kedua, yang banyak pakai data itu dimana sih? Kan di kota besar. Dapil saya yang ada di
Mangun Jaya di Pangandaran pake voice, pakai TM, enggak pakai data. Oke sekarang makin besar data-
nya, berarti sama saja mengabaikan saudara-saudara kita yang ada di daerah pinggiran. Itu yang saya
tolak cara berpikirnya, bahwa itu bisa dipakai fine tapi tolong dibuat diperkuat legislasi dan regulasinya.
Saya serius ini, anda berdiri di dalam di atas waktu pondasi yang goyah.
Terima kasih Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Jadi selama ini interkoneksi dipahami khusus voice antar operator, kemudian ketika dimasukan
layanan data maka kemudian pertimbangannya menjadi mestinya berubah karena dasarnya juga harus
jelas dulu Ibu Ayu. Pertanyaan saya mungkin melanjutkan tadi ini, berarti ketika BRTI mengusulkan atau
ada angka 204 itu, itu juga memasukkan data.
Sekalian dijawab Ibu sekalian dengan Bapak Budi tadi.
DITTEL PPI (AYU WIDYA SARI):
Baik, terima kasih Pak.
Kami coba menjawab mengenai peran trafik data di dalam perhitungan biaya interkoneksi ini.
Sesungguhnya mengapa kami harus memperhatikan trafik data? Karena ini tidak merubah berapa besar
layanan yang disampaikan pada masyarakat, namun yang kami lakukan adalah melakukan penyamaan
unit pada saat membagi beban alokasi jaringan, mana untuk data, mana untuk voice, mana untuk SMS dan
sebagainya Pak. Karena dengan tujuan satu adalah kita menghitung beban biaya interkoneksi untuk voice,
hasil akhirnya adalah itu.
Jadi jaringan itu katakanlah 10 ya Pak, data porsinya 70, voice porsinya 20, SMS porsinya 10. Hal-
hal tersebut kita lakukan karena penyamaan unit ini yang kami lakukan untuk menggunakan jaringan yang
sama.
F-PAN (BUDI YOUYASTRI):
Boleh diulang lagi kompsosisinya menurut pertungan Ibu Ayu data berapa persen, voice berapa,
SMS berapa, MMS berapa, tolong disajikan ini berdasarkan keputusan menteri berdasarkan kajiannya ibu
atau atas kajiannya konsultan, tolong dibedakan 3. Yang membedakan itu adalah data cuma 10%
pengaruhnya dengan data pengaruhnya 50%, itu berbeda sekali dan itu adalah pandangan politik kami.
Rakyat Indonesia itu tetap paling banyak sebarannya di daerah pinggiran, itu harus mendapatkan
perlindungan. Enggak bisa disamakan dengan orang Jakarta semua yang pakai data. Itu perbedaannya
berapa persen diletakkannya.
Terima kasih.
DITTEL PPI (AYU WIDYA SARI):
Baik Pak, mengenai porsi untuk data ke dalam satuan yang sama dengan voice. Mengingat
seluruh penyelenggara masih berbasiskan teknologi switchingnya dengan basis TDMA, ini persoalan teknis
ya Pak. Karena dengan menggunakan jaringan yang ada sekarang termasuk Telkomsel sendiri jaringan
mereka menggunakan basis TDMA yang dalam hal ini basisnya adalah menit. Karenanya kami perlu
mengkonversikan satuan megabyte dalam data ke dalam satuan menit, sehingga pada saat kita membagi
alokasi beban biaya jaringan menggunakan unit yang sama.
16
Nah, tadi kekawatiran Pak Budi mengenai hanya di kota-kota besar yang banyak menggunakan
data dibandingkan wilayah-wilayah di pinggir, itu memang benar Pak. Secara region kami bisa melihat
bahwa diluar wilayah perkotaan masih mereka menggunakan voice. Nah, perhitungan biaya interkoneksi
kami lakukan secara nasional, itu juga bukan dengan alasan karena menjawab juga pertanyaan Bu Evita
apabila kita menghitung biaya interkoneksi berbasis region maka daerah Timur akan lebih sangat lebih
tinggi dibandingkan dari di Jawa, sehingga kita perlu melakukan satu angka nilai yang mewakili secara
nasional. Kalau kita lihat layanan untuk voice di Timur pun masih perbedaan antara offnet dan onet itu
masih cukup tinggi Ibu, di atas ratio 4. Sehingga kalau kita membelakukan interkoneksi secara region pun
dikhawatirkan akan berdampak pada tarif ritel di daerah Timur Ibu. Nah, ini yang menjadi pertimbangan
mengapa kita harus mengeluarkan satu nilai untuk mewakili nilai nasional.
F-PDIP (Dr. EVITA NURSANTY, M.Sc.):
Mungkin tidak region zona, kalau region memang agak ini, tapi bisa per zona kan sebenarnya.
Terima kasih.
DITTEL PPI (AYU WIDYA SARI):
Baik, Ibu terima kasih masukan dari Ibu.
Region dan zona memang bisa dikombinasikan ya Ibu untuk persoalan itu. Tapi memang PR yang
pekerjaan rumah yang akan yang menunggu lagi yang ebih berat adalah persoalan tarif retail, ini salah
satu yang perlu diperhatikan karena biaya interkoneksi itu sendiri membebani sekitar sampai 30% daripada
tarif ritel.
Kemudian untuk profit margin dari tarif ritel itu membebani hingga sampai 50%-60%.
F-PDIP (Dr. EVITA NURSANTY, M.Sc.):
Apa yang Mbak sampaikan ini berbeda dengan apa yang kita terima ketika kita bertemu dengan
para operator. Tadi Mbak mengatakan bahwa sebenarnya interkoneksi ini tidak ada hubungannya dengan
tarif pelanggan sekarang ini. Mau naik turun interkoneksi tarif pelanggannya tidak beda, lain halnya kalau
itu memang berbeda, ini kita persoalkan kan begitu. Ini tidak beda kok dan dikatakan 30% dari hasil yang
kita terima saya masih punya catatan disini mereka katakan 15 sampai 20% tidak sampai 30% seperti yang
anda katakan. Jadi perbedaannya di mana nih, disini saja sudah ada perbedaan pandangan dari para
operator dan Pemerintah sendiri.
Terima kasih.
DITTEL PPI (AYU WIDYA SARI):
Baik Ibu, sebetulnya tarif ritel tidak berdampak langsung pada tarif ritel karena memang Peraturan
Menteri saat ini mengenai tarif titel hanya mengatur mengenai formula tarif pungut atau tarif ritel tidak
mengatur batas atas maupun batas bawah, sehingga kalau penyelenggara menyampaikan tidak ada
kaitannya secara langsung pada tarif ritel itu juga benar, karena pemerintah sama sekali tidak membatasi
secara batas atas maupun bawah. Tapi kalau secara formula Ibu, kami mengambil data dari harga dasar
atau harga normal penyelenggara pada saat kami melakukan monitoring di lapangan. Disana kami coba
membuat satu rata-rata di setiap wilayah dan kami larikan itu ke dalam formula dan rata-rata semua
operator itu kisaran untuk pengaruh interkoneksi sekitar maksimum 30% Ibu, kemudian untuk profit
marginnya dari harga dasarnya maksimum 60% itu yang kami yang coba lakukan perhitungan kemarin dari
hasil monitoring.
Nah, mungkin itu dari kami Ibu, mengenai tarif ritel kemudian kami coba menjawab pertanyaan dari
Pak Budi mengenai beban berapa sih prosentase alokasi maupun untuk data. Secara teknis perhitungan
traffic pendudukan jaringan Pak, untuk voice saat ini mereka membebani sekitar 30% dari pada jaringan.
Sementara sisanya itu diduduki oleh data, SMS hanya sedikit sekitar 20%, tapi 20% pun itu sangat
menopang revenue dari operator karena operator hidup dari revenue data dan voice.
17
F-PAN (BUDI YOUYASTRI):
Pimpinan, Tolong jangan ngomong yang generic sebutkan saja. Telkomsel menentukan sekian
persen. Indosat menentukan sekian persen jangan asumsi yang anda sebutkan, kita bicara data sekarang.
Kami butuh anda itu untuk bicara data bukan untuk beretorika.
DITTEL PPI (AYU WIDYA SARI):
Baik Pak, kalau dari data secara jelas Telkomsel secara revenue voice itu mereka memiliki
persentase 71% sedangkan data 28%, itu berdasarkan revenue mereka. Kalau kita berbicara revenue kita
akan lebih dalam lagi berapa sih mereka menetapkan harga voice maupun harga data. Nah, secara
pembebanan jaringan secara teknis yang kami tadi sampaikan, Telkomsel trafik data menempati sekitar
70,5% dari jaringan mereka sementara voice hanya 29% dari jaringan mereka. Itulah kenapa ada
perbedaan pandangan pada saat menentukan pembagian beban jaringan antara pemerintah dengan
Telkomsel, karena Telkomsel melihatnya dari sisi revenue yang mereka dapatkan sementara Pemerintah
melihat dari pendudukan jaringan terhadap pendudukan trafic terhadap jaringan tersebut.
Demikian Pak.
KETUA RAPAT:
Yang lain?
DITTEL PPI (AYU WIDYA SARI):
Untuk operator yang lain untuk XL data sekitar 66%. Maaf, untuk revenue voice sekitar 66%
sementara data 33%. Untuk Indosat voice 72%, untuk data 27%. Secara pendudukan jaringan untuk XL,
voice 40%, data 59%. Indosat voice 19%, data 80%.
Demikian Pak.
F-PDIP (Dr. EVITA NURSANTY, M.Sc.):
Saya ini data, voice, bukan orang teknis jadi tidak ngerti. Saya hanya ingin tahu saja sebenarnya
dasar perhitungan interkoneksi ini dari cost recovery kan? Itu yang jadi basic, cost recovery daripada
operator inikan berbeda-beda. Tentunya cost recovery di daerah yang padat penduduk, yang di daerah
perkotaan itu kecil. Cost recovery yang besar itu kan di daerah yang saya katakan zona-zona yang
berbeda itu bukan di daerah ramai dan lain-lain. Ini kan yang menjadi perhitungannya yang dianggab
jadinya kan berbeda, yang kerugian daripada operator itukan di situ. Mereka membangun tentu ada cost,
cost-nya tentu berbeda dengan mereka yang tidak membangun, zero cross tetapi mereka dikenakan sama.
Satu fairless tidak adalah, kita jujur-jujur saja tidak ada fairless tidak ada di situ. Sekarang saya ingin dapat
laporan dari BRTI sebenarnya dari model licensing setiap operator ini yang komitmen mereka kita belum
pernah tahu sebenarnya Telkom itu Telkomsel itu memenuhi komitmennya berapa persen, XL itu berapa
persen, Indosat itu berapa persen, seharusnya BRTI melakukan audit untuk itu.
Kalau ada Pak, tolong dibuka saja data itu sebenarnya operator yang sudah mempunyai komitmen
dan telah melakukan komitmennya itu setiap mereka itu dibuka datanya Pak, jadi kita juga terang
benderang. Ada operator janji bangun disini tapi tidak membangun, tapi meminta hak yang sama,
kewajiban yang sama, tentu tidak bisa kan begitu. Tolong Pak, dijelaskan kepada kita prosentase daripada
delivery komitmen yang sudah ditandatangani oleh para operator itu berdasarkan modern licensing yang
ada.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Pak Ketua, dijawab pertanyaan tadi.
18
KETUA BRTI (Prof. AHMAD M. RAMLI):
Terima kasih.
Terkait dengan pencapaian pembangunan sesuai dengan modern licensing dapat kami
kemukakan. Untuk Telkomsel itu di 2014 dan 2015 itu telah menyelesaikan 99,17% dari kewajibannya. PT.
Indosat dari 2012 sampai dengan 2015 itu 98,57%. PT. XL Axiata itu 86,42%. Kemudian PT. H3I itu 100%.
Smart Friend Telkom 93,98 dan Sampurna 91,17.
F-PDIP (Dr. EVITA NURSANTY, M.Sc.):
Jadi kalau kita lihat dari data yang Bapak berikan ini, sebenarnya kan semua operator itu
memenuhi komitmennya yang ada di model licensing. Pertanyaan saya yang audit ini siapa, mungkin bisa
dijawab.
KETUA BRTI (Prof. AHMAD M. RAMLI):
Yang melakukan monitoring ini adalah Direktur Pengendalian di Ditjen PPI. Jadi kami mempunyai
salah satu eselon II namanya Direktorat Pengendalian dan secara rutin mereka mengecek ini semua.
F-PAN (BUDI YOUYASTRI):
Pimpinan, Boleh saya Pak Dirjen. Saya punya contoh XL Axiata punya komitmen modern licensing
di Kabupaten Aceh Barat Daya. Mereka berkomitmen membangun setiap tahun ada 7, 8, 10, 13, 13, 13
BTS. Saya sudah cek dengan open sinyal satu pun tidak ada yang nyala. Ini baru satu kabupaten. Datanya
dari mana tuh datanya Pak, yang mereka serahkan, kan bodong kalau dibilang berapa XL 86, menurut
saya bodong itu angkanya. Pimpinan, menurut saya data yang diberikan sama Pak Ditjen kita minta
detailnya, kita cocokkan nanti di lapangan kebenarannya.
Terima kasih Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Ini data ini data sepihak yang diminta oleh Pemerintah dari para operator atau yang dicari sendiri
oleh tadi PPI Pak. Ini seperti halnya kalau televise itu laporan revenue iklan tapi ya KPI-nya cuma terima
saja gitu, tapi enggak punya audit sendiri, tidak punya metodologi sendiri. Nah, ini kita kan tidak bisa
menerima ini cuma sepihak Pak.
KETUA BRTI (Prof. AHMAD M. RAMLI):
Pak Pimpinan, semua data ini memang kita lakukan cross check dengan operatornya. Dan akan
ada berita acaranya yang ditandatangani bersama. Jadi semua data yang ada ini adalah data yang telah
diverifikasi. Kalau boleh izinkan saya kira Direktur Pengendalian akan menyampaikan bagaimana mereka
memonitoring ini.
F-PAN (BUDI YOUYASTRI):
Pimpinan, enggak perlu dijelaskan tolong diserahkan saja datanya, seperti yang Bapak sampaikan
nanti sebagai bahan kita untuk cek langsung di lapangan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Serahkan saja hasil dari audit atau monitoring pengendalian itu.
19
F-PDIP (Dr. EVITA NURSANTY, M.Sc.):
Ini menarik bagi saya ini, bahwa kalau dari data ini kita anggap data ini valid, Kominfo sudah kerja
ini untuk data ini. Jadi si operator ini sebenarnya sudah menjalankan tugasnya. Nah, yang saya
pertanyakan sekarang ini bentuk dari modern licensinya. Misalnya diberikan kepada satu operator ini
diberikan dia membangun disini, dikasih bisnis komitmennya apa. Nah, ini yang mungkin memang Bapak
Pimpinan, audit ini perlu kita lihat juga modern licensingnya. Jangan sampai dikasih 10 komitmennya
hanya 1, ada operator dikasih 10 komitmennya 5, sudah pasti hasilnya tidak sama, hasil daripada ini.
Jadi memang tadi data detail yang dikatakan itu Mas Budi itu memang kita perlukan Pak, kalau ini
prosentasi dianggap valid sekarang kita mesti lihat kedalamnya lagi modern licensingnya lagi setiap
operator itu, ada fairlessnya tidak disitu dipenugasan daripada modern licensing itu.
Terima kasih.
KETUA BRTI (Prof. AHMAD M. RAMLI):
Terima kasih Ibu Evita.
Kami sebetulnay ada slide lengkapnya Ibu, tapi karena tadi diminta untuk dikirimkan saya pikir
nanti kami kirim saja.
Kemudian memang presontase ini tidak juga bisa kita bandingkansecara seperti itu saja, karena
yang dibangun satu dengan yang lainnya dengan kuantitas yang pasti berbeda-beda. Ada satu operator
yang mempunyai kapasitas komitmennya sangat besar, ada juga yang sedikit, tetapi kan ini adalah angka
dari yang mereka komitmenkan dengan yang mereka lakukan.
Berikutnya barangkali untuk perbandingan negara dan lain-lain. Kalau diizinkan Bapak Pimpinan,
Pak Agung akan menyampaikan.
KRT BRTI (AGUNG HARSOJO):
Terima kasih Pak Ketua.
Yang terhormat Bapak-bapak Anggota Dewan.
Seperti dijelaskan oleh Ketua kami bahwa sebetulnya didalam interkoneksi ini kita berupaya
mempertimbangkan seperti dikatakan Ibu Ayu tadi bahwa Indonesia ini unik, artinya di dalam perhitungan
Ibu Ayu sudah membedakan mana itu yang …mana yang supportem, mana yang mortem dan seterusnya.
Kemudian nantinya sebetulnya ada pilihan 5 metoda implementasinya nantinya. Akan tetapi sekali lagi
kelima-limanya ini nanti ada plus dan minusnya, yaitu misalnya nanti kalau simetris yang paling bawah
misalnya. Nanti ada yang kedua, yaitu simetris dominan operator seperti yang dijelaskan oleh Ibu Ayu,
yaitu diambil yang 25% ke atas dalam hal ini Telkomsel.
Kemudian nanti ada asimetris dominan operator….cost itu pilihan ketiga nanti ada pilihan keempat
itu asimetris SS, jadi kalau tadi dikatakan oleh Bapak Ketua misalnya nanti Telkomsel 280, operator yang
lain 100 itu SS saja. Kemudian yang terakhir adalah seperti yang dikatakan oleh Ibu Evita adalah asimetrik
region, itu masing-masing by zona. Jadi nanti itulah dari kelima hal itu yang akan menjadi pertimbangan
dari verifikator independen.
KETUA RAPAT:
Yang disampaikan Bapak Agung tadi ada dokumennya, inikan berarti beberapa skenario, ada 5
skenario untuk kemudian mencari jalan tengah ya kan. Jadi artinya yang jelas tidak itu adalah tadi berarti
selama ini kan usulan Pemerintah adalah dipotong sampai dengan 204 simetris, itu artinya berarti tidak lagi
jadi pilihan tapi atas 5 pria yang lain yang kemudian ditawarkan ya. Dan verifikator nanti fungsinya adalah
untuk memutuskan salah satu ini atau ada keputusan ada di kementerian atau di BRTI.
20
KETUA BRTI (Prof. AHMAD M. RAMLI):
Sifatnya rekomendasi menteri yang memutuskan.
F-PDIP (Dr. EVITA NURSANTY, M.Sc.):
Saya mungkin diberikan penjelasan, saya punya catatan lalu waktu saya yang bertanya soalnya
jadi saya punya catatan. Waktu saya tanya sebenarnya recovery cost itu berapa sih sama XL, sama
Indosat ya kan. Mereka jawab recovery cost-nya itu XL waktu itu 86 dan 65. Tetapi kan yang sekarang
berlaku itu 204 Pak, bukan yang 280, sementara angka yang dia kasih kepada ini berapa, waktu itu terbuka
loh rapatnya, mereka katakan cost recovery-nya 86 yang satu mengatakan 65. Tapi angka yang diberikan
ke BRTI kan berbeda.
Itu mesti diperhatikan juga sama BRTI itu loh, itu pertanyaan yang kita tanya yang mereka wajib
untuk menjawab. Begitu juga Telkomsel pokoknya kan Pemerintah melakukan verifikasi, berarti kan
Pemerintah punya niat baik, kan itu yang penting dulu bagi saya. Pemerintah punya biat baik untuk
mengevaluasi kembali kebijakan yang sudah dikeluarkan. Agar ini prosesnya transparan makanya
diundang konsultan tidak Pemerintah yang memutuskan. Bagi saya itu sudah suatu yang positif Pak. Nah,
bagaimana kita mengawal kedepannya bahwa ini berjalan dengan baik tidak ada operator yang
diuntungkan dan tidak ada operator yang dirugikan. Itu prinsipnya saja Pak, karena juga dipercepat
konsultan ini kerjanya, janjinya sebenarnya komitmen konsultan inikan dari bulan November lalu, harusnya
kan 3 bulan sudah jalan, janjinya kan begitu waktu itu, inikan sudah lewat enggak jalan-jalan gitu. Jadi
tolong itu segera Pak, jadi isu ini, kasus ini juga bisa apa namanya bisa selesai.
Kemudian kalau tadi apa namanya usulan kita itu ya tentunya dasarnya itu cost recovery. Ketika
kita katakan cost recovery impossible dia untuk simetris, ya kan kecuali sudah merata cost recovery semua
operator itu sama, boleh simetris itu juga mesti menjadi pertimbangan Bapak ya Pak ya. Kemudian juga
penurunan naikkan bagi saya kalau tidak berdampak terhadap pelanggan yang menguntungkan ini saja lah
Pak, menguntungkan negara inilah kalau bagi saya prinsipnya. Kalau itu menguntungkan pelanggan ayo
kita dukduk, menguntungkan masyarakat kita duduk, buktinya kagak ada tuh mau 204, 280 ya tarif
komunikasi ini tetap saja tinggi tidak diuntungkan rakyat yang ada. Kalau mau alasan Pemerintah
menguntungkan pelanggan masyarakat jangan dari sini tapi dari margin operator itu dong yang dikurangi,
kan begitu Pak.
Itu saja beberapa masukan dari saya, karena kita kalau berpanjang-panjang Mbak Ayu
ngomongnya lain, ini yang kita terima ngomongnya lain tidak bakal ketemu titik temu tidak ada. Sekarang
tim verifikasi sudah ada yakan, kita sudah mendapat masukan dari Pemerintah, BRTI sudah mendapat
masukan dari operator itu langsung bahwa ada kejanggalan dari penetapan penurunan tarif. Yang satu
mengatakan dengan ini mereka dirugikan Rp130 per menit, inikan hasil-hasil daripada ini kemarin. Nah, ini
yang saya minta BRRI serius di dalam menangani isu ini kedepan dan tentunya Bapak Pimpinan kita
berharap apapun kebijakan Pemerintah nanti yang keluar itu tidak menguntungkan salah satu operator,
kelompok-kelompok operator. Jadi semuanya mempunyai perlakuan yang sama.
Demikian Bapak Pimpinan, terima kasih.
F-PAN (BUDI YOUYASTRI):
Pimpinan, pertanyaan saya terhadap Bapak Ketua khususnya Ibu Ayu belum dijawab sampai
sekarang. Ada surat edaran Agustus akhir yang ditandatangani oleh Plt. Dirjen PPI atas nama menteri.
Saya enggak tahu dia sebagai Ketua BRTI atau sebagai Plt Dirjen. Ini status hukumnya juga jadi dicek saja
lagi Pak Ramli. Tetapi disitu surat edarannya menyatakan angkanya 204. Simetri. Bayu yang harus
bertanggung jawab munculnya angka 204 simetris. Mbak Ayu yang harus bertanggungjawab munculnya
angka 204. Dari tadi belum bertanggungjawab kenapa keluar angka 204. Satu, konsultan yang
menentukan angka 204 itu eksekutif summary-nya kapan bisa diserahkan kepada Komisi I DPR RI,
sehingga dia bisa mneyatakan angkanya 204. Semua metodologi, semuanya data yang dia masukkan,
tolong disampaikan kepada kami. Jika memang dari konsultan itu yang menyebut angka 204. Kalau bukan
dari konsultan maka pertanyaan saya, Ibu Ayu memberikan angka kepada menteri dari mana itu angkanya.
Dari tadi belum disebutkan, belum dijelaskan dan dipertanggung jawabkan. Angka 204 ini buat saya angka
21
dari langit enggak ada itu dasarnya. Mbak Ayu kan mau memindahkan beban bobot datanya diperbesar.
Inikan main-main asumsi, akal-akalan, main geser kanan dan geser kiri. Reasoningnya apa,
argumentasinya apa.
Nah, ada konsultan yang sudah membuat perhitungan kita dengarkan. Kemudian ada ajust dari
Pimpinan, Pimpinan yang mana. Pertanggungjawabannya bagaimana, ini yang saya pertanyakan angka
204 dari mana. Sama sebenarnya angka 250 itu juga angka dari langit, betul kan Pak Ramli. Angka dari
langit yang sekarang ini, itukan maunya Menteri yang lama saja, tapi disepakati oleh semua operator.
Celakanya 204 ini angka dari langit tidak disepakati operator, jadi ribet kebawa-bawa DPR-nya. Kalau
diselesaikan by eksekutif dan kita juga enggak ribut-ribut. Jadi 204 ini adalah angka ajaib dari langit yang
Ibu Ayu harus bertanggungjawab menjelaskan dan memberikan semua datanya kepada kami. Kalau Ibu
Ayu enggak bisa mempertanggungjawabkan berarti angka ini adalah angka bodong. Catatan Pak Ramli,
dasarna tidak punya 204 bahaya.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Silakan Pak Ramli memberikan tanggapan khusus dari Mas Budi tadi.
KETUA BRTI (Prof. AHMAD M. RAMLI):
Kami mungkin bisa menjelaskan di awal bahwa memang pernah ada surat edaran yang
dikeluarkan oleh Plt. Dirjen yang waktu itu menyampaikan rujukan angka 204. Nanti detailnya akan
ditayangkan juga oleh Ibu Ayu yang terkait dengan ini. Tetap kami juga ingin menyampaikan kepada Bapak
dan Ibu sekalian, bahwa terkait angka-angka yang dihitung itu ada agreement dengan operator yang
namanya nondiscloser agreement. Jadi ada angka-angka yang tidak boleh di ungkap. Tetapi kalau nanti
para operator itu sepakat untuk mengungkapkan ini kepada Komisi I DPR RI, ya artinya kami setujui untuk
diungkapkan.
Kemudian angka 204 ini tidak lagi menjadi rujukan saat ini, Ketika BRTI waktu itu mengusulkan
kepada menteri untuk menunjuk verifikator. Jadi ketika kami melihat bahwa angka 204 ini menjadi dispute,
maka BRTI langsung mengusulkan untuk tidak lagi menggunakan rujukan 204, tetapi menunggu hasil
verifikator. Jadi dengan demikian angka-angka ini sampai sekarang belum ada yang kita bisa jadikan
rujukan sampai dengan verifikator nanti akan menetapkan langkah.
Kemudian kami juga sepakat dengan Ibu Evita yang mengatakan bahwa cost recovery itulah yang
menjadi dasar, karena beberapa infrastruktur yang dibangun oleh operator itulah yang menjadi dasar
hitungan dia berapa biaya interkoneksinya. Makin banyak yang membangun makin tinggi biayanya. Oleh
karena itu, ketika tadi disampaikan bahwa operator yang membangun sedikit itu harus berdasarkan cost
base, maka ini adalah yang juga menjadi komitmen kita semua. Jadi nanti pada prinsipnya verifikator akan
memverifikasi berapa operator ini membangun dan berapa recovery-nya, berapa cost base-nya dan pada
saat itulah kita akan bisa mengeluarkan angka berapa layaknya. Dan disitu juga yang akan kita bicarakan
apakah simetrik atau asimetrik. Ini adalah nanti hasil yang akan dilakukan oleh operator.
Kami membuka pintu tentunya Pak Budi dan juga Bapak Pimpinan dan seluruh Anggota yang kami
hormati. Jika Komisi I DPR RI juga memantau proses ini, karena ini adalah merah putih ujungnya pasti
bahwa kita ingin yang terbaik untuk Negara ini. Ibu Ayu mungkin bisa menjelaskan.
F-PD (MUHAMMAD AFDAL MAHFUZ, S.H.):
Pimpinan, sebentar saya interupsi.
Saya tertarik dengan nondiscloseer agreement, kan perjanjian itu perjanjian kerahasian Pak.
Sedangkan kalau kita bicara tarif tadi Bapak-bapak tanya, Ibu tanya, semua tanya indikatornya apa itukan
seharusnya tidak boleh disembunyikan. Jadi untuk kedepannya mungkin ramuannay saja, formulanya saja
diganti, karena Bapak bukan private company Pak, kalau private company perusahaan pribadi, PT biasa
atau PT Tbk masih bisa buat no discloser, kalau publik company tidak boleh Pak, harus dibuka semuanya
apalagi kalau yang minta Komisi I DPR RI sebagai lintas lembaga. Mungkin itu masukan saya.
22
KETUA RAPAT:
Sebelum kepada Ibu Ayu Pak, jadi kalau memang keyakinannya itu adalah untuk menghitung cost
recovery itu berarti jaringan yang sudah dibangun oleh operator itu yang jadi ukuran, maka mau dipaksa 1
tarif tapi tetap simetris itukan tidak akan pernah memenuhi keadilan Pak, kan logikanya begitu. Jadi opsi-
opsi yang disampaikan oleh Prof. Agung tadi itu, itu akan lebih realistis kalau pilihan simetris itu memang
ditiadakan. Tinggal bagaimana apakah mau asimetris yang tadi itu macam-macam tadi itu, mau pakai by
zona itu yang harusnya ditawarkan. Jadi kita membuat latar belakang untuk nanti verifikator itu
membuat keputusan rekomendasi dari BRTI kepada Kominfo itu lebih masuk akal gitu Pak. Karena kalau
tadi Pak, mau dipaksa juga 1 tarif, seragam dan simetris pasti nanti dispute Pak. Jadi saya pikir kalau mau
apa mau lebih mempersempit masalah ya opsinya juga tentu harus dipersempit tidak dibuka dari awal ini
mau simetris atau tidak simetris, karena kenyataannya juga memang sudah timpang itu. Mau dipaksakan
100 simetris juga sudah tidak masuk nanti jadinya.
Saya kira itu masukan Pak.
Silakan tadi Ibu Ayu.
DITTEL PPI (AYU WIDYA SARI):
Baik Pak, saya mencoba menjawab pertanyaan dari Pak Budi mengenai angka 204 itu datang dari
mana. Bisa kami sampaikan bahwa angka 204 itu dari perhitungan Pak. Mengapa tadi kami menjelaskan
harus ada proporsi penggunaan antara data dan voice. Itu bisa dilihat di grafik di slide Pak, bahwa yang
dilihat oleh Pemerintah dalam hal ini adalah pendudukan traffic data di dalam jaringan. Di mana yang biru
ini adalah formal trafik data dari tahun 2013 sehinga 2015 akhir. Sementara dari operator melihat bahwa
pendekatannya adalah revenue yang warna orange ini Pak. Kalau kita sandingkan antara keduanya yang
menjadi pokok perbedaan antara Pemerintah dan operator adalah kami melihat dari pendudukan jaringan
dari grafik yang warna biru. Yang ini voice yang makin lama dia melandai, yang ini data yang makin lama
dia akan tumbuh. Sementara operator melihat dari pendudukan revenue, ini revenue voice yang makin
lama yang warna merah yang makin lama makin dia tumbuh walaupun tidak sedrastis data, sementara
revenue dari data turun.
Dari dasar pertimbangan inilah yang dilihat oleh pemerintah untuk menentukan pada saat
pembagian beban jaringan adalah pada pendudukan trafficking, yaitu kami melihat dari biru, sementara
operator melihat dari yang warna merah. Karena nanti yang perlu dipikirkan oleh verifikator bagaimana
mereka melihat kondisi pembagian-pembagian beban jaringan dari layanan tersebut.
Mengenai executive summary kami perlu melapor ke Pak Menteri untuk dapat disampaikan.
Intinya kami minta izin beliau untuk dapat disampaikan kepada forum ini atau seperti apa nanti Pak.
Terima kasih.
F-PDIP (Dr. EVITA NURSANTY, M.Sc.):
Mau tahu saja, mbak ini konsultan atau apa.
DITTEL PPI (AYU WIDYA SARI):
Dari Kominfo Ibu.
F-PDIP (Dr. EVITA NURSANTY, M.Sc.):
Dirjen PPI, oke berarti disini penetapan daripada penurunan tarif interkoneksi yang kemarin ini
dibahas hanya internal tidak konsultan dipakai dalam hal ini. Internal yang memutuskan kan begitu, dengan
perhitungan-perhitungan dari Mbak Ayu yang ada tadi ini. Makanya ada beberapa yang terima, ada
beberapa yang tidak terima kan begitu. Kalau sebelumnya saya juga tanya dengan salah satu operator
kenapa sekarang keberatan, kenapa waktu dulu ditetapkan 250, simetris kenapa terima, kita sebenarnya
juga tidak terima kata mereka, tetapi dibikin ribut terus ya enggak jalan-jalan kerjaan kan begitu. Makanya
23
saya katakan tolonglah jadi dalam hal ini pakai professional yang ini, netap-netapin sendiri ya seperti ini
jadinya punya pandangan yang berbeda, tadikan cara perhitungan yang berbeda. Kalau konsultan yang
ngitung kan ininya tidak mungkin ada perbedaan pandangan begitu, mereka kerja sesuai dengan
peraturan-peraturan yang ada gitu pak. Makanya dikawal enar-benar konsultan ini nanti ke depan bekerja
apapun keputusannya itu yang benar-benar memang dibutuhkan oleh industri, yaitu keadilan dan
transparansi yang ada.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Angka 204 kemarin itu muncul kan dari Kominfo kan ya Pak, dari BRTI. BRTI memberi
rekomendasi enggak? Enggak.
F-PAN (BUDI YOUYASTRI):
Pimpinan, yang saya tahu Ibu Ayu menunjuk konsultan dulu, betul kan? Ada laporannya kan.
Pertanyaannya konsultan menyebutkan angka 204 atau tidak itu yang saya mau tanya. Menyebutkan
angka 204 atau tidak konsultan itu? Menyebutkan. Benar ya? Karena dicatat ini. Ibu Ayu menyatakan
bahwa konsutan menyebutkan angka 204 sebagai, ini tolong dicatat berarti harus ada dalam laporannya.
Yang kedua, laporannya tadi executive summary-nya tetap kami minta Pak Dirjen, izin menteri
nanti saya tetap akan minta kepada Pak Menteri, agar konsultannya bertanggungjawab. Kemudian kalau
memang yang mengeluarkan konsultan ya bertanggungjawabnya gampang kan, ini dasarnya konsultan
yang menyebutkan angka. Ada dasarnya oke fine.
Terus Pimpinan, satu lagi. Saya mengulangi lagi pernyataan dari Pak Ramli, yang menyatakan
bahwa angka 204 itu yang saya pahami tidak dipakai lagi. Itu buat saya artinya surat edaran yang Agustus
2016 dicabut. Apakah ada surat pencabutanya.
Terima kasih.
F-PDIP (Dr. EVITA NURSANTY, M.Sc.):
Jadi karena inikan Panja ya bukan rapat Komisi, kalau Panja itukan memang istilahnya itu
melakukan detail dalam, kalau perlu kita panggil konsultanya. Kita panggil dan kita tanya juga dasarnya
apa ini sampai ke 204 ini biar semua terang benderang, kan begitu.
Terima kasih.
KETUA BRTI (Prof. AHMAD M. RAMLI):
Sebetulnya Pak Budi dengan dikeluarkannya surat menteri yang terakhir yang mengatakan tarif
dikembalikan ke yang lama itu otomatis sebagai pencabutan yang 204 itu.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Ibu Ayu mau memberikan tanggapan silakan.
DITTEL PPI (AYU WIDYA SARI):
Mohon izin Pak, menambahkan mengenai pekerjaan konsultan dan pemerintah. Dalam hal ini
penunjukan konsultan adalah pekerjaan mereka untuk menyusun model perhitungan interkoneksi.
Bersama-sama dengan pemerintah kami menghitung biaya interkoneksi. Kemudian perhitungan biaya
interkoneksi dilakukan kepada seluruh penyelenggara tidak hanya Telkomsel dari hasil model yang
dibangun oleh konsultan bersama-sama dengan pemerintah dalam hal ini sebagai user. Kenapa
Pemerintah sebagai user karena punya yang diberikan kewenangan untuk menetapkan sebuah formula
biaya interkoneksi.
24
Mengenai kebijakan untuk penurunan biaya interkoneksi ini tidak lepas dari kebijakan efisiensi
industri dan konotasi broadband itu yang menjadi dasar penurunan biaya interkoneksi sampai dengan 204.
Kebijakan 2 hal ini tentunya sudah dalam Indonesian Broad…. di Perpres itu menjadi pijakan pada saat
menghitung penurunan biaya interkoneksi. Jadi tidak hanya semata-mata konsultan, tapi konsultan
bersama-sama pemerintah untuk bersama-sama membangun model dan melakukan perhitungan.
KETUA RAPAT:
Ada yang mau dilengkapi Pak Ketua silakan.
Bapak dan Ibu semua masih ada pendalaman.
Ibu Evita silakan.
F-PDIP (Dr. EVITA NURSANTY, M.Sc.):
Saya jadi clear ini, jadi modelnya yang konsultan lakukan. Pertanyaan saya interkoneksi inikan
tidak tahun ini saja, tidak tahun kemarin saja. Kenapa model itu bisa berbeda-beda tiap tahun.
Terima kasih.
DITTEL PPI (AYU WIDYA SARI):
Baik Ibu, model pertama dibangun tahun 2006, kemudian selama hampir 10 tahun kami perlu
mereview model, supaya sesuai dengan kekinian penggelaran jaringan dari operator beserta trend traffic
layanan dari penyelenggara seluler itu sendiri. Sehingga dalam 10 tahun review model adalah wajib
dilakukan, karena setiap 3 tahun kami harus melakukan perhitungan ulang untuk biaya interkoneksi.
Sehingga pekerjaan rumah pemerintah adalah meriview kembali model dengan metode yang sama, yaitu
metode bottom up tadi. Hanya di dalam parameter-parameter maupun perencanaan jaringannya kita harus
melihat apa yang sudah diimplementasikan oleh penyelenggara agar sesuai dengan teknologi dan kekinian
dari pengelola jaringan.
Demikian.
F-PAN (BUDI YOUYASTRI):
Pimpinan boleh Pimpinan. Kan saya tanya tadi yang menetapkan atau yang menghitung angka
204 siapa? Konsultan. Terus diralat konsultan dengan pemerintah. Nanti ketemu berikut lagi diganti lagi itu
jawabannya. Pak Dirjen, ini catatan untuk anak buahnya anda ya, kalau bicara Komisi I DPR RI ya
sampaikan saja yang benar, jangan bersilat lidah kepada kami. Disini mah jago-jago untuk itu, jadi anda
sebagai birokrat itu menurut saya tidak punya profesionalitas. Kasih saja data apa adanya, angka 204 ini
dari ini, hitungannya begini. Yang tadi itukan hanya perkiraan saja tidak ada muncul anka 204, dari mana
angka itu dari langit tetap buat saya itu dari langit. Anda yang mengusulkan kepada Bapak Menteri tidak
bisa bertanggungjawab. Dan angka 204 ini bikin rusuh semua satu negara.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Kalau melanjutkan permintaan Mas Budi itu yang diaudit tidak cuma penawaran dari masing-
masing operator. Yang diaudit juga asumsi pemerintah sendiri Pak. Jadi verifikator itu nanti, itu juga harus
mengaudit asumsi yang dipakai oleh Kominfo atau mungkin BRTI kalau punya peranan untuk memberikan
rekomendasi itu seperti apa. Jadi memang betul-betul memperlakukan verifikator ini independen. Jadi kita
anggap semuanya ini pihak, ya semua pihak ini kemudian harus diaudit itu saja.
Jadi keputusan nanti mau diambil oleh Kominfo, mau berapa ya itu kemudian menjadi fair,
semuanya bisa diterima. Jadi terkait dengan munculnya 204 dari langit tadi itu Pak Ketua, nanti mohon
dokumen juga diserahkan kepada kami berikut regulasi yang mendasari itu Ibu Ayu, Bapak Ketua,
sehingga nanti itu juga tadi permintaan Bapak Ketua, kalau kita mau mengawasi nanti proses verifikasi
sampai dengan selesai itu juga akan jadi dasar buat kita.
25
Saya kira semua sudah ditanyakan ya dan sudah di jawab, walaupun mungkin masih belum
memuaskan Pak, tapi kita akan berusaha untuk membuat hal-hal yang bisa kita simpulkan untuk
pendalaman di Panja untuk pertemuan-pertemuan berikutnya.
F-PDIP (Dr. EVITA NURSANTY, M.Sc.):
Saya ingin tahu saja Pak, ini verifikasi ini ada kita kalau kerja itukan ada time line-nya. Ini
diharapkan ini sampai kapan selesainya kapan ini Pak?
Terima kasih.
KETUA BRTI (Prof. AHMAD M. RAMLI):
Saat inikan peserta sudah daftar dan kita tutup pada 15 Februari jam 23.00 WIB, kemudian proses
evaluasinya 16 sampai 17 Februari. Kemudian penetapan pengumuman dan masa sanggah itu tanggal 6
sampai 13 Maret. Penandatanganan kontraknya itu 14 Maret. Jadi diperkirakan bulan Juni itu sudah akan
ada hasil verifikasi.
KETUA RAPAT:
Maret, April, Mei, Juni melakukan verifikasi ke semua operator.
KETUA BRTI (Prof. AHMAD M. RAMLI):
Iya, ke semua operator dan termasuk BRTI sendiri.
F-PDIP (Dr. EVITA NURSANTY, M.Sc.):
Cuma ini saja pesan saya Pak, tolong diambil konsultan yang kredibel. Saya tidak tahu RKS-nya
Bapak masalahnya, kita tidak tahu RKS-nya seperti apa tendernya. Kalau misalnya itu penawaran
terendah sudah kacau, terendah kacau kita, kalau di RKS-nya penawaran terendah. Jadi saya tidak tahu
bagaimana, saya rasa BRTI tahulah apa yang what to do-nya dan kita kawal benar-benar.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Kita masuk kepada draft kesimpulan bisa ditayangkan. Beberapa hal perlu kiat sepekati ini Pak.
1. Komisi I DPR RI telah mendengarkan penjelasan BRTI mengenai penghitungan biaya interkoneksi.
Sehubungan dengan hal tersebut Komisi I DPR RI, mendesak BRTI untuk memberikan masukan
secara tepat dan komprehensif kepada Pemerintah dalam hal ini Menkominfo sehingga dapat
ditetapkan biaya biaya interkoneksi yang dapat diterima semua operator telekomunikasi dan
memberikan manfaat bagi masyarakat.
Setuju ya Pak, semua?
(RAPAT: SETUJU)
2. Komisi I DPR RI mendesak BRTI agar dalam pelaksanan tender verifikator independen untuk
memperhatikan kompetensi dan kredibilitas verifikator sehingga peran sertanya mampu
menghasilkan dokumen verifikasi biaya interkoneksi, besaran biaya interkoneksi dan rekomendasi
implementasi biaya interkoneksi dengan tepat.
Setuju ya?
(RAPAT: SETUJU)
26
3. Komisi I DPR RI mendesak BRTI untuk melakukan audit modern licensing setiap operator
telekomunikasi di Indonesia dan menyerahkan hasil laporan audit tersebut kepada Komisi I DPR
RI.
KETUA BRTI (Prof. AHMAD M. RAMLI):
Usul sedikit, mungkin yang Nomor 3 mungkin ditambahkan “melakukan audit pelaksanaan
komitmen modern licensing”.
KETUA RAPAT:
Ya, lebih detail.
F-PDIP (Dr. EVITA NURSANTY, M.Sc.):
Pimpinan, saya setuju ditambah audit pelaksanaan komitmen, tapi yang diaudit bukan
pelaksanaan komitmennay saja, modern licensingnya juga bisa dilihat. Jadi tidak hanay pelaksanaannya
saja, bentuk dari modern licensing itu juga kita ingin tahu, ada keadilan tidak. Yang saya katakan tadi, yang
satu bangun 10 komitmennya 1, yang 1 bangun 10 komitmennya 4 gitu. Itukan adanya tidak dalam
pelaksanaan, adanya di dalam bentuk modern licensing itu sendiri.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Maksudnya itu Pak.
KETUA BRTI (Prof. AHMAD M. RAMLI):
Ditambahkan saja “pelaksanaan komitmen dan evaluasi modern licensing”.
KETUA RAPAT:
Ini diluar kepentingan interkoneksi ini Pak, ini lebih umum dan jadi evaluasi itu, ya ada kaitannya.
Jadi 3 kesimpulan itu Bapak-bapak dan Ibu-ibu untuk Rapat Panja Interkoneksi pada hari ini.
F-PAN (BUDI YOUYASTRI):
Pimpinan semua bahan yang tadi saya minta apakah dijadikan kesimpulan atau komitmen
bersama dengan Bapak Ketua untuk diserahkan kepada KomisiI DPR RI. Jadi yang sudah pernah
dilakukan audit sebelumnya minta diserahkan dokumennya. Yang kedua eksekutif summary dari apa
namanya dari munculnya angka 204 oleh konsultan sebelumnya menjadi komitmen atau dijadikan
kesimpulan rapat.
KETUA RAPAT:
Boleh jadi kesimpulan rapat saya kira, bisa diterima Pak. Jadi kami meminta kepada BRTI untuk
menyerahkan dokumen terkait dengan audit dan rekomendasi yang menghasilkan biaya interkoneksi 204
kemarin itu. Walaupun Pak Ketua tadi mengatakan itu sudah tidak berlaku lagi, tapi bahwa pernah muncul
angka 204 yang sampai sekarang masih menjadi pertanyaan itu, itu tolong tetap diserahkan kepada kami.
Ditulis saja tidak apa-apa, “kepada Komisi I DPR RI.” titik itu saja, itu “kepada” dihilangkan lagi.
Jadi “Komisi I DPR RI meminta BRTI untuk menyerahkan dokumen terkait dengan dasar
pertimbangan penetapan biaya interkoneksi 204 berikut rujukan regulasi yang digunakan kepada Komisi I
DPR RI”.
27
Bisa ya Pak, jadi kita tidak memberikan waktu tetapi kita meminta segera mungkin. Karena ini
Panja sifatnya untuk mengawasan setelah ini kita akan mengundang juga stake holder yang lain dan ini
akan jadi dokumen kita.
Bapak-bapak dan Ibu-ibu,
Jadi terkait dengan tarif interkoneksi ini kita meminta kepada Pemerintah dalam hal ini BRTI
menjadi bagian dari Pemerintah untuk betul-betul menghitung asas keadilan dan asas sustanibilitas industri
telko itu sendiri. Jadi tadi sudah banyak dipaparkan secara substantive bahakn secara teknis, tapi yang kita
pegang adalah kembali lagi karena di DPR RI di Panja ini juga yang kita pegang teguh itu adalah komitmen
politik menjalankan Undang-Undang, menjalankan Peraturan Pemerintah, maka asas keadilan dan
sustainabilitas industri telko dan juga tentu kepuasan masyarakat itu yang harus ditemukan titik tengahnya
Pak.
Kalau kita sudah menunjuk verifikator, Kementerian juga sudah mengerem untuk tidak lagi
memaksakan yang 204 tapi tentu kita berharap hasilnya ini pasti akan lebih lain, lebih berbeda dan bisa
diterima. Kalau sampai ternyata peraturan yang lain juga masih belum sepakat atau masih ada protes ya
tentu berarti ada yang salah dengan proses yang selama ini atau yang akan dilakukan melalui verifikasi ini.
Sehingga kami mendorong betul Pak, kalau mau hitungannya itu menguntungkan sustainabilitas industri
telko maupun juga untuk kepuasan masyarakat ya nanti bisa dipertanggungjawabkan hitung-hitungannya
itu. Karena kalau ternyata dibalik itu ini maunya satu, dua operator yang selama ini mungkin kalau melihat
paparan jaringan tadi itu merasa sudah tidak siap bersaing dalam industri telko ya lantas mengambil
keuntungan dengan cara mengintervensi regulasi Pemerintah melalui tarif interkoneksi atau revisi-revisi
Peraturan Pemerintah yang lain, maka itu yang tidak kami inginkan Pak.
Jadi kami ingin betul ini kita laksanakan secara ketat dan hitungan angka tadi itu tanggungjawab
sosial yang harus disampaikan nanti. Saya kira begitu untuk Rapat Panja Interkoneksi pada hari ini.
Terima kasih banyak, rapat saya tutup.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
(RAPAT DITUTUP PUKUL 12.47 WIB)
Jakarta, 13 Februari 2017 a.n Ketua Rapat
SEKRETARIS RAPAT,
TTD
SUPRIHARTINI, S.I.P., M.Si. NIP. 19710106 199003 2