DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ... fileTENTANG PERUBAHAN ATAS UU NOMOR 25 TAHUN 2004...
Transcript of DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ... fileTENTANG PERUBAHAN ATAS UU NOMOR 25 TAHUN 2004...
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA
-----------
RISALAH
RAPAT FINALISASI PENYUSUNAN DRAFT RUU
TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NOMOR 25 TAHUN 2004
TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
KOMITE IV DPD RI MASA SIDANG V TAHUN SIDANG 2015-2016
I. KETERANGAN
1. Hari : Selasa
2. Tanggal : 19 Juli 2016
3. Waktu : 20.23 WIB – 22.26 WIB
4. Tempat : Hotel Shangri-La
5. Pimpinan Rapat :
Pimpinan Rapat
1. Dr. H. Ajiep Padindang, SE., MM (Ketua)
2. Drs. H. Ghazali Abbas Adan (Wakil Ketua)
3. Drs. H. A. Budiono, M.Ed (Wakil Ketua)
6. Sekretaris Rapat :
7. Acara : Finalisasi Penyusunan Draft RUU SPPN
8. Hadir : Orang
9. Tidak hadir : Orang
1 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA
SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
II. JALANNYA RAPAT:
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Jadi kita tadi telah men-skorsing sore.
Saya memang sengaja skorsing karena beberapa teman ini malam dua rapat yang
sama di alat kelengkapan yang lain, ini susahnya memang. BAP kan mulai malam ini juga
dan kalau tidak, dia tidak bisa rumuskan laporan nanti di Sidang Paripurna.
Baik, dengan mengucapkan bismillahirahmanirohim saya cabut skorsing yang kita
jalankan tadi sore.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat malam.
Salam sejahtera untuk kita sekalian.
Pak Budi beserta Bapak Ibu Anggota ditempat yang saya hormati, Ibu Siska, Pak
Sofwat dan Pak Abu Bakar Jamalia, Pak Heri. Kita lanjutkan diskusi kita dan mungkin
mudah-mudahan masih bertambah teman-teman yang hadir dan kepada staf ahli Kom
ite IV yang saya butuhkan itu semacam simpulan pandangan. Ini sudah bagus tapi
nanti kedalam begitu. Tadi sore banyak masukan-masukan, banyak pemikiran, Pak Kodrat
dan teman-temannya, tim ahli penyusun. Saya ingin membagi dua sesi. Sesi pertama taruhlah
30 menit komentar umum dari Bapak-bapak kalau ada tapi saya sebenarnya mau langsung
komentar apa bisa diintrodusir dalam pasal atau sulit? Nah kalau sulitnya dimana, kalau
membahasakannya bisa kemudian. Jadi kita sudah lebih teknis lagi karena tadi ada beberapa
hal teknis dan Ibu Siska kemarin malam sudah menyampaikan juga ditanggapannya di Bab 8
pasal sekian ya. Jadi ada saya janjikan bahwa nanti besok malam ditanggapi karena itu saya
kira Ibu Siska tidak kalau mau mengulang boleh juga sebelum kita memberikan tanggapan
atau sudah dicatat malam lalu. Ya oke.
Baik sudah bisa? Saya persilakan dengan hormat.
PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN)
Terima kasih banyak Pak Ketua.
Alhamdulilah di luar apa yang mungkin tidak bisa dipenuhi malam ini Pak Ketua,
yang jelas kami semua sepakat bahwa pengenaan sanksi sebagai alat penguat legitimasi dari
undang-undang ini bisa kami akomodir dalam dua sisi. Tapi sebelum ke masalah sanksi ingin
mengutarakan terlebih dahulu terkait dengan beberapa pertanyaan yang sifatnya memang
butuh dijawab karena ini menjadi sesuatu yang sifatnya juga harus mempunyai tanggung
jawab DPD sebagai inisiator dari undang-undang ini. Yang pertama yaitu masalah desa Pak.
Memang desa ini punya undang-undang sendiri, undang-undangnya juga sangat jelas begitu
ya menempatkan desa. Tapi memang kelemahan selalu ada pada setiap undang-undang
termasuk undang-undang yang sedang kita susun ini Pak. Kalau kita samakan misalkan desa
seperti halnya seperti pemerintahan otonom yang normal yang diatur dalam undang-undang
1945 contohnya yaitu kabupaten, kota, provinsi dan negara begitu ya, kita akan sangat ya
merasa tidak mampu sama sekali bagaimana desa yang ribuan ini masukan ke dalam undang-
undang perencanaan pembangunan ini. Hanya satu mungkin jalan masuknya desa di
Musrembang Pak atau apapun namanya itu. Tadi kan Pak Ketua sudah katakan peran serta
RAPAT DIBUKA PUKUL 20.23 WIB
2 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA
SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
masyarakat. Jadi mau tidak mau Pak memang ini yang agak sulit kita terima ya, dan kita
sadar betul bahwa karena ada undang-undang yang mengatur desa ya sudah berarti undang-
undang ini memang masalah desa itu dikecualikan, supaya jujur bahwa undang-undang ini
memang punya satu kelemahan juga, gitu Pak ya. Nah Pak Ketua izinkan saya untuk masalah
sanksi. Jadi masalah sanksi ini memang terkait dengan dari pemikiran...
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Kalau bisa dari depan saja, dari judul kita belum klop ini. Jadi kita dari depan ke
belakang.
PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN)
Baik, dari sisi judul Pak, memang kita harus putuskan dan kami juga sangat meminta
bahwa keputusan ini tidak dari tim saja karena ada staf ahli juga dan teman-teman, Bapak-
bapak Senator ini pertimbangan sudah kami utarakan kenapa kami lebih cocok dengan
rencana perencanaan pembangunan tanpa ada nasional karena sebetulnya kita sudah bicara
nasional dan daerah di dalamnya. Perangkatnya pun juga jelas nasional dan daerah, itu adalah
pilihan tim akhirnya putuskan bahwa kami lebih cenderung setuju tentang Undang-Undang
Sistem Perencanaan Pembangunan, tanpa nasional. Kecuali kalau memang ingin berbicara
nasional dan kita akhirnya ketentuan Pak Ketua. Ketentuan kembali harus kita pisahkan
bahwa toh disebutkan pembangunan nasional termasuk juga pembangunan daerah
perencanaannya dan pembangunannya. Ini juga keputusan tim. Itu yang pertama mengenai
masalah judul. Ya silakan Pak.
PEMBICARA: Drs. H. MOHAMMAD SOFWAT HADI, S.H. (KALSEL)
Interupsi Pimpinan. Apakah disisir satu persatu. Jadi misalnya ini soal judul
bagaimana keputusannya begitu. Terus kalau sudah ada kesepakatan pindah lagi ke materi
lain, gitu. Jadi supaya satu persatu jangan nanti putar-putar terus.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Iya saya sudah bilang tadi tanggapi runut dari depan ke belakang tapi bukan berarti
kita mau sahkan baru per sel per sel karena seperti judul ini kan itu baru pandangan tim ahli
penyusun, padahal berkembang juga misalnya judulnya adalah sistem perencanaan dan
penganggaran, yang disimpulkan oleh tim ahli adalah sistem perencanaan pembangunan, itu
kan jadi kita tidak bisa putuskan menerima sistem perencanaan pembangunan. Jadi ini kita
tidak bisa langsung putuskan menerima sistem perencanaan pembangunan, kalau masih ada
waktu kita diskusikan lagi. Lanjut saja dulu.
PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN)
Ya oke Pak Ketua.
Sebagai tambahan Pak Ketua tangan Bapak-bapak Senator dan mungkin teman-teman
staf ahli sudah saya upayakan transfer akhir dari PP yang sedang disusun oleh Bappenas,
yang judulnya juga tentang Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional. Dalam
draft PP ini yang sedang disusun saya kira sudah clear bahwa PP ini juga nanti akan menjadi
penguat dari undang-undang yang kita punya sehingga alasan kami dengan membuat
3 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA
SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
nomenklatur undang-undang sistem perencanaan pembangunan akan dikuatkan juga oleh PP
yang sebetulnya PP ini juga sudah diamanatkan dalam undang-undang ini, kira-kira
demikian.
Lalu yang berikutnya adalah masukan tentang, yang kami coba ini Pak ya yang kami
coba inventarisir yaitu tentang masalah pendefinisian ya, kami pikir sudah bisa diakomodir
nah tadi juga ada beberapa teman Bappenas yang diminta Pak Deputi untuk hadir, ini Pak
yang salah satunya masalah kohesif. Masalah kohesif ini kami sadari memang mau tidak mau
harus dimasukan karena kalau kohesif itu berarti unsur kolaborasinya tidak terlalu pure murni
hierarki yang sifatnya top down tapi juga tidak murni bottom up, kohesif ini bisa menjadi
tambahan yang cukup menarik dalam materi draft undang-undang.
Kemudian yang lain juga masalah sistem ya, nanti sistem kita akan tambahkan dalam
ketentuan umum. Apa itu sistem? Kalau perencanaan ada, pembangunan ada maka sistem
juga memang kita terima untuk memang menjadi salah satu pengaya dalam ketentuan umum.
Yang lain juga sebetulnya masalah sudah ya. Yang berikutnya, nah ini, tadi Pak John sudah
mengklarifikasi sebetulnya masalah pemerataan dalam asas dan tujuan. Kalau di kita sudah
ada berkeadilan kata Pak John sebenarnya tidak ada masalah, tapi unsur pemerataan itu bisa
kita perkuat dipenjelasan karena sudah ada dijelaskan, dijelaskan, dijelaskan. Kira-kira itu
jawaban yang bisa kami penuhi.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Sebentar Pak. Jadi supaya sepaham kita, kata dijelaskan itu bukan berarti penjelasan
pasal, itu adalah penjelasan tentang asas. Beda penjelasan pasal, beda penjelasan karena
definisi pada sebuah istilah. Oke sepaham dulu. Jadi misalnya begini, Bapak katakan
penyelenggaraan pemerintahan yang baik dalam kurung dijelaskan, bukan penjelasan pasal
itu, penjelasan tentang apa itu penyelenggaraan pemerintah yang baik kan?
PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN)
Iya, jadi begini Pak, karena kalau kita kembalikan penjelasan dari batang tubuh ini
tidak akan menjadi berbeda dengan undang-undang yang existing maka ini penjelasan pasal.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Bukan Pak Kodrat, apa yang dimaksud penjelasan dalam sebuah peraturan
perundang-undangan. Yang dimaksud dalam sebuah peraturan perundang-undangan adalah
menjelaskan sebuah istilah yang tidak bisa dibahasakan secara tegas di dalam pasal. Oleh
karena itu dipenjelaskan diuraikan, tapi dengan contoh penyelenggaraan pemerintahan yang
baik itu tidak perlu dijelaskan karena semua orang paham apa itu pemerintahan yang baik,
good govermence itu maka tidak perlu ada kata dijelaskan. Kebersamaan tidak perlu
dijelaskan dalam pejelasan pasal, kan begitu. Biasanya pengantarnya penjelasan itu dia
dimuat dalam pengantar umum, gitu. Oke malah sepaham. Karena jangan sampai pengertian
kita yang dimaksud dijelaskan ini adalah masih menggunakan teori-teori dalam.. Tidak ya?
Jadi kuncinya di sini diterima tidak kearifan sebagai salah satu asas?
PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN)
Ini kalau kita memutuskan Pak, kalau memang tadi apalagi Pak Ketua katakan tidak
perlu ada penjelasan toh semuanya sudah jelas begitu ya, apalagi Pak John juga sudah
4 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA
SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
mengklarifikasi bahwa pemerataan itu terjawab oleh berkeadilan. Bila arahnya adalah
bagaimana menambahkan tentang kearifan lokal, maka kami berkeputusan tidak
menerimanya dengan alasan bahwa kearifan lokal sudah banyak muncul di dalam beberapa
hal yang terkait dengan otonomi daerah tapi kembali bahwa ini karena ini forum diskusi Pak,
toh ada ada undang-undang juga undang-undang lain, undang-undang lingkungan contohnya
dengan bijak memasang kata kearifan lokal tapi asasnya memang panjang, asasnya sampai M
begitu ya, asasnya cukup pendek, tapi itu kembali Pak itu baru keputusan kami karena tidak
ada masalah sebetulnya memasukan sebagai penguat.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Pak Maret barangkali, kearifan bisa menjadi bahasa asas dari segi hukum ini?
PEMBICARA : MARET PRIYANTA, S.H., M.H. (TIM AHLI RUU SPPN)
Terima Pak Ketua, sebetulnya begini Pak, kalau kita bicara teori mengenai asas
memang agak sulit Pak ya dimasukan, tapi saya kembali melihat bahwa sudah ada aturan
yang memang mencantumkan kearifan lokal sebagai asas, itu ada di Undang-Undang 32
Tahun 2009 tentang lingkungan hidup. Jadi menurut saya secara praktis kearifan lokal bisa
dijadikan asas Pak karena dalam praktek sudah dilakukan seperti itu. Tapi kalau kita
kaitannya dengan teori memang butuh kajian lebih luas Pak ya, sampai kearifan lokal itu bisa
di state sebagai sebuah asas. Mungkin itu sedikit tambahan Pak.
PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN)
Jadi ada pertimbangannya adalah kami punya ambigu dalam hal ini walaupun
keputusan tidak memasangnya sekarang, toh ada tetap justifikasi bahwa ada undang-undang
lain yang ada kearifan lokal dalam asasnya. Tapi kita sudah ada.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Pertanyaan yang paling mendasar kearifan sebenarnya saya tidak katakan kearifan
lokal, kearifan begitu ya. Nantilah kalau dia perda maka digunakan kata kearifan lokal,.
Kearifan ini sebagai suatu kata, begitu pentingkah dalam pandangan Bapak-bapak, begitu
pentingkah dia menjadi asas di perencanaan dan penganggaran. Kalau di Undang-Undang
lingkungan ya mungkin jawabannya begitu penting karena berkait dengan komunitas
masyarakat adat yang bertugas menjaga lingkungan tapi dalam konteks perencanaan dan
penganggaran seberapa urgensi asas itu menjadi nafas sebuah perencanaan penganggaran.
PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN)
Banyak Pak Ketua. Jadi kembali kepada jawaban semula itu Pak kami berpikir dalam
even dalam naskah akademikpun masalah kearifan ini tidak terlalu krusial dalam masalah
perencanaan karena sebetulnya perencanaan bagaimanapun sudah memasukan Pak unsur
diskresi kebijakan karena tadi ada partisipasi masyarakat adapun unsur leadership ada unsur
leadership yang bertahap sehingga kearifan memang sudah ada di dalamnya, termasuk yang
kita, kalau kita mau pakai kearifan lokal, even kearifan, saya pikir tidak perlu ada asas di
unsur perencanaan, toh proses perencanaan sendiri akan sangat kental dengan kearifan
seseorang pimpinan karena otonomi di daerah dibuat dan juga tadi Pak leadership tadi. Kalau
5 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA
SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
saya pikir, kami pikir mohon maaf tim memutuskan tidak memasang itu karena alasan
tersebut Pak.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Lanjut kalau begitu, tidak usah, daripada panjang diskusinya soal itu, ke pemerintahan
yang baik itu ke pemerintahan yang baik itu sudah ada kearifan di dalamnya. Maksud saya ini
tidak usah diperdebatkan.
PEMBICARA: B. AKHMAD RAMDHANI SALMIMA, S.H., M.H. (LEGAL
DRAFTER)
Sedikit saja Pak pemahaman saya di sini tentang masalah kearifan. Jadi begini, kalau
menurut hemat kami, yang memuncul inikan Pak John. Justru pada asas keadilan itu sudah
cukup karena persoalan yang kemarin itu kan perbedaan. Kalau kearifan nanti konteksnya
merujuk pada khasanah lokal, dengan budaya, ilmu pengetahuan, itu biasanya. Jadi kalau
menurut kami keadilan itu sudah menjawab.
Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Lanjut.
PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN)
Terima kasih Pak Ketua, terima kasih Pak.
Yang berikutnya adalah kalau tidak salah pasal yang memuat hal yang terkait dengan
ruang lingkup. Ini jawabannya mungkin Pak Dani ya apakah lazim Pak, sesuatu yang sifatnya
menjadi isi dari pasal kemudian diulang kembali menjadi judul bab.
Terima kasih.
PEMBICARA: B. AKHMAD RAMDHANI SALMIMA, S.H., M.H. (LEGAL
DRAFTER)
Terima kasih Pimpinan. Izin Pimpinan.
Jadi dalam naskah akademis pun disebutkan bahwa ruang lingkup itu adalah ruang
lingkup dengan peraturan perundang-undangan. Nah kemudian kenapa menjadi judul bab,
Penafsiran bukan, tafsirnya adalah bahwa ini bagian daripada ruang lingkup pengaturan
undang-undang. Jadi bab itu mencerminkan ruang lingkup.
Terima kasih.
PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN)
Terima kasih banyak.
Demikian Pak. Dalam artian hukum artinya ada sedikit kelaziman yang bisa diterima.
Kemudian yang berikut, kita juga ingin sedikit meluruskan dan memohon izin dari para
Senator. Kami akan menambah ayat tambahan tentang bagaimana RPJPN ini menjadi satu
hal yang sama kuatnya atau minimal punya kekuatan ya. Kami sama seperti Pak Ajiep tadi,
kami tidak bisa membahasakan langsung menjadi GBHN tapi memang RPJPN ini kita akan
6 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA
SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
coba dibentuk ya dengan tambahan ayat menjadi pedoman. Kalau silakan saja kalau misalkan
kita ada yang tadi beberapa hal muncul tambahkan ayat tambahkan haluan negara, mungkin
mirip-mirip ke GBHN tapi kalau kami milih tadi Pak Ajiep bilang pola. Mungkin yang tepat
adalah kalau menambahkan ayat bahwa RPJPN ini yang sudah melalui jaringan aspirasi ini
adalah pedoman pembangunan. Saya kasih buat Pak. RPJPN akan, mohon maaf, tambahan
ayatnya adalah RPJPN menjadi pedoman pembangunan dalam upaya mencapai tujuan
negara. Demikian Pak.
Dan terima kasih juga tambahan dari Pak Ajiep terutama Pak Ketua telah ingatkan
bahwa RPJPN ini penjaringan aspirasinya memang bukan langsung oleh DPD dan DPR Pak,
memang ada tim independen, kalau tidak salah dibahasakan juga ya? Jadi karena dari awal
juga sudah diinginkan misalnya peran perguruan tinggi, peran masyarakat, LSM, dan
seterusnya. Jadi diputuskan kami terima Pak. Jadi jaring asipirasi ini memang harus
diupayakan diinisiasi oleh DPD dan DPR tapi prosesnya tentu oleh pembentukan tim.
Bagaimana mungkin Pak Maret yang bahasa ayatnya?
PEMBICARA: MARET PRIYANTA, S.H., M.H. (TIM AHLI RUU SPPN)
Baik mohon izin Pak Ketua. Tadi hasil kesepakatan tim, pembahasan kami sebetulnya
memang karena mungkin menghindari istilah GBHN, haluan, tadi sempat kami juga jadikan
alternatif tapi mungkin jiwanya itu adalah kita men-state istilah negara di situ. Jadi mungkin
usulan kami itu adalah tambahan satu ayat yang men-state secara tegas bahwa RPJPN
nasional itu menjadi pedoman pembangunan dalam upaya mencapai tujuan negara. Jadi itu
rumusan awal yang coba kami usulkan, nanti mohon mungkin berkenan Bapak Ibu Senator
juga untuk mengkritisinya mungkin.
Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Sebentar, sebentar.
Pak Budi ini yang pedoman ya pedoman. Padahal di pasal itu sendiri bukan pedoman
lagi itu sebenarnya. RPJPN jadi dasar perencanaan pembangunan jangka panjang kan? Kalau
Bapak pasang lagi satu ayat kata pedoman itu mengecilkan arti ayat sebelumnya yang sudah
dasar. Pedoman itu kan lemah pengertian sebagai pedoman. Nah ini bagaimana memperkuat
justru RPJPN ini sebagai landasan sebagai dasar, sebagai pengambilan, apa penetapan
kebijakan apapun itu begitu. Jadi jangan kata pedoman menurut saya, karena pedoman ini
melemahkan lagi, melemahkan. Setuju tambah misalnya tambah satu ayat tapi jangan
melemahkan ayat sebelumnya.
PEMBICARA: MARET PRIYANTA, S.H., M.H. (TIM AHLI RUU SPPN)
Izin Pak Ketua.
Terima kasih Pak. Mungkin memang pedoman pembahasan kami sebelumnya tadi
apakah kita menjadikan haluan Pak ya tapi tadi mungkin pertimbangan kami untuk
menghindari istilah GBHN, tapi mungkin tadi Pak Ketua sampaikan juga menginspirasi
apakah mungkin nanti secara tekstual kami ubah bahwa RPJPN ini menjadi landasan bagi
misalnya bagi seluruh bangsa, nah itu mungkin itu landasan itu mungkin usulan yang baik
Pak mungkin itu masukan.
Terima kasih.
7 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA
SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Sedikit dulu. Jadi teman-teman begini, kerangka pikirnya kan begini, RPJPN ini
ditetapkan dalam Tap MPR bukan undang-undang, kan begitu konsepnya kan?
PEMBICARA: MARET PRIYANTA, S.H., M.H. (TIM AHLI RUU SPPN)
Izin Pak. Sebetulnya RPJPN itu tetap dengan undang-undang Pak. Jadi ide awalnya
adalah ini, mohon izin Pak saya cerita sedikit bahwa aspirasi oleh DPR dan DPD tadi itu
sebetulnya dibahas di MPR sebagai hasil kesepakatan itu menjadi dasar dalam penyusunan
RPJPN yang ditetapkan oleh undang-undang. Jadi bentuk penetapan RPJPN itu tetap dengan
undang-undang Pak. Hanya dalam proses penyusunan itu ada tadinya kita ingin menyatakan
ketetapan MPR sebagai landasan karena secara nasional gitu kan ini pembangunannya
lingkupnya lebih besar, itu Pak Ketua.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Baik-baik, justru saya katakan bahwa RPJPN ini yang sekarang kita punya gagasan
itu bukan dengan undang-undang lagi, tapi dia dengan Tap MPR. Konteksnya begini Pak
Maret dan Bapak-Bapak sekalian silakan diskusikan saja, berkembang dan menjadi
pemikiran bahkan nanti ini akan menjadi misi MPR. MPR akan mengeluarkan, pertama MPR
akan memperkuat posisi ketetapan MPR, itu dulu. Jadi Pak Maret jadi begini, GBHN dulu
kan kuat, ketetapan MPR, kenapa dia kuat? Karena dia Tap. Tap MPR sekarang tidak kuat
karena dia bukan sumber hukum. Nah dalam perubahan dalam amademen UUD 1945 nanti
akan diubah untuk memposisikan Tap MPR itu sebagai sumber hukum, itu intinya itu sebagai
sumber hukum. Kalau sekarang Tap MPR tidak sumber hukum karena itu Tap MPR yang
mengamanatkan amademen terhadap penguatan kewenangan DPD ini yang susah jalan,
padahal sebenarnya ini Tap MPR ini Pak. Tap MPR nomor sekian mengatkaan tugas MPR
selanjutnya adalah mengubah Undang-Undang Dasar 1945 untuk memperkuat posisi
kewenangan DPD. Sekarang ini kami setengah mati berjuang untuk bisa ini, padahal sudah
Tap MPR. Nah oleh karena itu, pemikiran kita supaya tadi GBHN dalam bahasa yang lain,
taruhlah GBHN dalam bahasa RPJPN sekarang, itu ditetapkan memang dengan Tap MPR. Itu
sebabnya MPR membentuk badan pekerja. Badan pekerja seperti kayak Orde Baru, maaf ya,
badan pekerja inilah yang menyerap aspirasi dari masyarakat, dari cendekiawan, dari segala
macam lahirlah rancangan RPJPN tadi yang kemudian ditetapkan dengan Tap MPR yang
nanti dijabarkan dalam RPJM dengan undang-undang misalnya atau dengan apa, selanjutnya
begitu. Nah kira-kira kerangka pikirnya seperti itu. Oke.
PEMBICARA: MARET PRIYANTA, S.H., M.H. (TIM AHLI RUU SPPN)
Izin Pak Ketua. Baik Pak. Mohon izin juga Pak Ketua.
Sebetulnya saya setuju Pak dengan Pak Ketua sampaikan tadi bahwa memang kami
menyusun ini dalam mindset Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Pak dimana Tap MPR
belum jadi sumber hukum tapi memang manakala barangkali ke depannya Tap MPR nanti
punya status yang menjadi sumber hukum justru kami pada awalnya memang inginnya
dengan ketetapan MPR namun melihat kendala secara formil Undang-Undang Nomor 12
bahwa Tap MPR di posisi saat ini memang belum punya kekuatan hukum sebagai sumber
hukum kami berikan alternatif seperti ini tapi kedepannya kalau memang itu jadi lebih kuat
kami justru merekomendasikan ini dengan ketatapan MPR Pak.
8 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA
SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Sekarang pertanyaan kepada legal drafter, ini hubungan dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang tata peraturan perundang-undangan. Kalau kita cantumkan
disitu kata-kata atau kalimat ditetapkan dengan keputusan atau dengan ketetapan MPR
melanggarkah itu? Melanggarkah itu dengan asumsi-asumsinya bahwa nanti RUU
pembahasan 2017 dan tahun 2017 itu amandemen terjadi di sana itu. Sebenarnya targetnya ini
amandemennya tahun 2017, gerakan untuk proses amandemen itu akhir tahun, Agustus-
September, amandemen akan ditargetkan 2017. Pada saat yang sama, undang-undang ini
akan kita targetkan sudah terbahas 2017. Kira-kira bisa Pak Maret atau...
PEMBICARA: MARET PRIYANTA, S.H., M.H. (TIM AHLI RUU SPPN)
Izin sedikit Pak, sebelum Pak Dani. Sebetulnya begini Pak, kalau justifikasi secara
konsep Pak Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 itu sebetulnya itu yang mengunci itu
sebenarnya penjelasan pasalnya Pak, penjelasan tentang Ketetapan MPR bahwa itu adalah
ketetapan MPR yang berlaku sebelumnya. Itu yang jadi permasalahan. Namun secara konsep
Pak penjelasan itu tidak mengikat, bukan norma. Makanya kami berani mencantumkan
ketetapan MPR dengan asumsi ya kami sedikit mem-break gitu Pak ya hukum formil itu
karena kita asumsikan bahwa sesuai hierarki Tap MPR di atas Undang-Undang. Nah jadi
kami state berani seperti itu namun memang secara formil ada kendala dan saya sudah
justifikasi ke tim legal drafting bahwa penjelasan itu bukan norma begitu, kita berani saja
seperti itu Pak tapi mungkin Pak Dani bisa justifikasi itu.
Terima kasih Pak Ketua.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Dani, legal drafter.
PEMBICARA: B. AKHMAD RAMDHANI SALMIMA, S.H., M.H. (LEGAL
DRAFTER)
Izin Pimpinan. Saya ingin bacakan tentang ini juga menjadi diskusi yang sangat intens
di tingkat antara legal drafter dan tim perumus karena pada prinsipnya legal drafter tetap
berpegang kepada ketentuan undang-undang khususnya lampiran 2 angka 1.7. Walaupun
kemudian itu disebutkan sebagai penjelasan itu bukan sebuah norma, namun di sini
disebutkan bahwa penjelasan berfungsi sebagai tafsir resmi membentuk peraturan perundang-
undangan atas norma tertentu dalam batang tubuh. Oleh karena itu penjelasan hanya memuat
uraian terhadap kata, frase, kalimat, atau padanan kata/istilah asing dan norma yang disertai
dengan contoh.
Nah kita kembali pada ketentuan penjelasan Pasal 7, izin Pimpinan saya buka. Pasal 7
Ayat (1) huruf b, yang dimaksud dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan
Pasal 4 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 MPR
Tahun 2003 tentang peninjauan terhadap materi status hukum, Ketetapan MPR Sementara
Ketetapan Majelis Permusyawaratan tahun 1960 sampai dengan tahun 2002 tanggal 7
Agustus.
9 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA
SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
Jadi singkatnya begini Pimpinan, bahwa saat ini hanya ada 3 Ketetapan MPR yang
existing. Pertama, Ketetapan MPR mengenai Timor-Timor. Kedua, Ketetapan MPR
mengenai PKI dan ketiga mengenai sistem ekonomi. Selain itu semuanya sudah dicabut dan
sudah diganti dengan undang-undang. Oleh karenanya semangat daripada ulasan Pasal 7 Ayat
(1) huruf b ini bermakna bahwa hanya 3 Ketetapan MPR yang masih dijadikan sebagai
sumber hukum, selain itu tidak boleh lagi.
Terima kasih Pimpinan.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Jadi saya tambahkan sedikit. Itu oke saya terima, cuma kan perkembangan diskusinya
begini, Tap MPR itu didorong untuk kembali menjadi kuat hasil amademen karena di sana
nanti akan mengatur visi presiden, misi presiden, yang bisa dimintai pertanggungjawabannya
oleh MPR itulah yang disebut haluan negara. Kalau sekarang ini tidak ada kewenangan DPR
apalagi MPR untuk meminta pertanggungjawaban terhadap komitmen visi presiden terhadap
rakyat ketika dia calon untuk pertanggungjawabkan sekarang. Jadi kan sekarang kesulitan
MPR apalagi, DPR apalagi MP kalau presiden sekarang melenceng dari visi ketika dia calon
karena tidak ada media yang, tidak ada secara institusi hukum yang bisa dimintakan
pertanggungjawaban, mana komitmen janji politik, ini kan cuma bahasa awam saja. Presiden
ataupun gubernur ataupun bupati, mana janji politiknya dulu? Itu cuma bahasa bahasa awam.
Sekarang bagaimana menguatkan secara hukum bahwa presiden ataupun gubernur ataupun
bupati telah melanggar komitmen visinya sebagai calon yang dia jabarkan dalam
kepemerintahannya.
Itu keinginan-keinginan yang berkembang di MPR sekarang sehingga mendorong
lahirnya Tap MPR. Nah kira-kira bagaimana mewadahi ini secara, saya sependapat bahwa itu
tidak mungkin dengan ada sekarang tapi bagaimana kita mewadahi disitu karena inilah yang
paling aktual Pak, ini yang paling aktual. Sekarang yang berkembang di MPR, sekarang ini
saja Pak John dan Pak Bambang saya punya teman Komite IV ini sedang rapat untuk
mempersiapkan kesimpulan pendapat DPD terhadap usulan amandemen. Bayangkan itu.
Pak Rahmi sebelum kembali ke Pak Maret.
PEMBICARA: Drs. H. ABDUL RAHMI (KALBAR)
Terima kasih.
Terhadap RPJPN ya, terkait dengan apakah kita dengan apakah kita memberi bobot
hukumnya dengan Tap MPR, soalnya tadi tidak bisa jadi dasar hukum. Nah cuma kan juga
tidak mungkin kita menunggu sesuatu yang belum jelas ini. Menurut kami boleh kita tetapkan
RPJPN ini dengan Tap MPR dan itu menurut hemat kami dengan adanya tambahan ayat baru,
ini tetap tidak bisa jadi dasar hukum karena tadi misalnya RPJPN ini menjadi dasar ini
misalnya. Jadi undang-undang ini sudah mengokohkan posisi ini sebagai dasar dalam
penyusunan program-program turunannya. Jadi artinya sekalipun dia tidak bisa jadi dasar
hukum dengan ada ditetapkan dengan Tap MPR tetapi di dalam undang-undang ini sudah
menguatkan dia menjadi dasar dengan tambahan ayat tadi, begitu tapi sekaligus saya ingin
supaya konsisten ini nanti termasuk RPJPD ya coba kita bunyikan menjadi dasar tingkat
pembangunan daerah, biar konsisten.
10 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA
SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Ya kalau itu Pak Rahmi, Undang-Undang 17 tahun 2007 tentang rencana
pembangunan jangka panjang nasional sudah dikunci sebenarnya bahwa itu adalah dasar
penyusunan RPPD dan RPJMD. Jadi kalau cuma di situ oke sependapat, toh dalam
pelaksanaannya tidak konsisten juga penjabarannya di RPJPD maupun di RPJMN dan
RPJMD. Nah sekarang bagaimana membuat konsisten. Ya bedanya nanti di sanksi tapi saya
sekali lagi tidak harus menjadi sebuah pasal atau bab tapi dia langsung di sini bisa jadi,
melekat di dalam tambahan ayat misalnya pada saat kita bicara tentang RPJPN, ini dijabarkan
dalam apa dan itu menjadi sanksi kalau tidak dijabarkan. Sekarang kan sebenarnya tidak
perlu dibahasan bahwa ini sanksinya begini tapi otomatis dia kayak menjadi sanksi.
PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN)
Ya mungkin kita bisa ke sanksi dulu Pak sebelum masuk ke dalam bahasan pasal per
pasal karena terkait dengan apa yang ingin coba dibahas.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Silakan, silakan.
PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN)
Terima kasih Pak Ketua.
Jadi memang praktis konsekuensi dari melanggar adanya misalkan begini Pak,
melanggar itu kan paling paling clear dan sudah terlihat adalah RPJM oleh satu orang
pimpinan yang terpilih gitu ya ini kan pasti membuat RPJM yang tidak berdasarkan pada
RPJPN ini. Ada dua hal, kami mohon maaf tidak bisa mengakomodir bila perencanaan ini
belum selesai. Jadi mohon maaf kalau misalkan calon kepala daerah atau calon presiden
mempunyai visi misi yang berbeda dengan RPJPN, itu bukan ranah undang undang ini karena
itu ranah Undang-Undang Pemilihan, mungkin KPU, walaupun kita bisa amanatkan, tapi
hanya itu. Nah tapi kalau perencanaan yang sudah menjadi produk atau sudah disahkan
menjadi undang-undang, ini RPJM pak, jadi undang undang kemudian kita ingin berikan
sanksi atau dua pilihan dan dua-duanya mungkin akan kita masukan. Yang pertama terkait
dengan jangka waktu penyelesaian RPJM tersebut. Kalau seorang presiden melalui berapa 9
bulan tadi ya? eh 6 bulan ya, belum menyelesaikan RPJMnya seperti yang sempat terjadi,
maka dalam hal ini yang paling pantas menurut kami adalah teguran, ya pemanggilan ditegur
oleh DPR dan DPD, itu yang pertama. Masalah jangka waktu, jadi saya nggak tahu nih
bahasanya dipanggil, ditanyakan, ditegur dan diperingatkan, pilihannya cukup banyak atau
cukup lengkap.
Yang kedua adalah apabila RPJM tersebut sudah disahkan oleh DPR pada prakteknya
kemudian jauh atau sedikitnya tidak mengikuti pola yang dinginkan oleh amanat RPJPN
menjadi pedoman untuk dasar pembangunan negara maka yang dilakukan bahwa kita harus
paham yang salah sebetulnya bukan cuma presiden dan pemerintah yang dia pimpin tapi juga
yang mengesahkan yaitu DPR, DPD dan juga masayarakat. Nah makanya pilihannya
sanksinya adalah judisial review Pak dan ini tentunya menjadi tanggung jawab bersama. Jadi
yang pertama adalah kalau belum selesai 6 bulan itu adalah pemanggilan, peneguran,
peringatan, pertanyaan atau apapun nanti. Yang kedua adalah kalau sudah selesai, sudah
dianggap oke oleh DPR disahkan, ditetapkan oleh undang undang, perundang-undangan
11 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA
SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
kalau.. Kan gini Pak Ketua dan teman teman, tadi kan pilihannya apakah pakai perpres atau
undang-undang. Kalau pakai undang-undang maka ada klausul tentang berapa kali dia harus
bisa diubah tapi kalau dia perpres seperti yang saya sebutkan barusan perundang-undangan
nyata adalah perpres maka kembali tanggung jawabnya dikembalikan kepada si presiden.
Kalau dia undang undang yang salah juga yang menetapkan undang undang itu, kenapa
setuju? Silakan ini juga menjadi salah satu hal yang dipertimbangkan. Makanya kembali ke
awal, dari awal kami tim berpendapat ini harus perpres RPJPN ini atau perkada di tingkat
daerah karena tidak ingin menyandra DPR/DPRD sebagai orang yang ikut melakukan
kesalahan terhadap perencanaan, tapi kan kemarin Kemendagri juga beberapa Senator harus
undang-undang biar kuat. Ya kalau undang-undang kuat sulit Pak, bagaimana mau
memanggil si DPR, bagaimana bisa melakukan satu teguran. Jadi yang paling pas memang
sanksinya adalah judicial review ya, itu uji materil. Bagi saya sih kalau udah uji materil kalau
saya jadi presiden atau jadi walikota, gubernur ya sudah itu satu peringatan yang humiliated,
itu menurut saya Pak eh menurut kami, mohon maaf. Tadinya juga kami berpikir ya sudalah
undang-undang saja biar kuat tapi kalau undang-undang kurang kuat Pak maka isi dari
RPJPN ini tidak bisa dikembalikan ke si presiden tapi ke DPR juga, ini yang menjadi dasar
kenapa bunyinya seperti itu. Jadi dua hal. Karena begini Pak, kembali mohon masukan juga
yang kami coba gali itu apa unsur pelanggarannya. Cuma satu kita punya yaitu unsur secara
lalai atau bahkan sengaja yang lebih parah membuat inkonsistensi perubahan dokumen
RPJMN dibandingkan dengan RPJPM yang harusnya menjadi pendoman itu, cuma itu
unsurnya dan saya yakin tidak ada lalai ini pasti sengaja yang butuh sanksi tapi ya kembali
bahwa sanksinya adalah uji materil karena kalau kita jadikan...
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Oke, tidak bisakah Bapak lihat misalnya ini kan.. Itu tadi oke, saya bisa pahami tapi
membahasakannya di pasal ini agak repot ini ya, agak perlu rumusan yang lebih bijaksana
karena kalau kita mau langsung kata sanksi tadi memanggil itu malah tidak bijak. Oleh
karena itu tidak bisakah Bapak katakan sanksi politik kalau apabila presiden, kepala daerah
tidak menyusun RPJMN atau RPJMD maka dia tidak dapat menyusun rencana kerja
pemerintah dan pada gilirannya tidak dapat mengajukan RAPBN Perubahan ataupun
RAPBD, itu sanksi besar itu Pak karena anggaran mandek, dan di situlah dia janji politiknya
dia tidak mampu penuhi karena dia tidak bisa bawa programnya. Ini luar biasa, karena itu
wajib dia cepat buru buat RPJMN maupun RPJMD karena dia mau memasukan itu sebagai
dasar untuk penyusunan RKP dan RKPD untuk menunju ke RAPBN ataupun RAPBD. Ini
sudah sanksi, ini yang saya maksud bahasa tidak berarti kalimat sanksi tapi sesungguhnya
secara subtansial menjadi sanksi, ini yang disebut sanksi politik
PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN)
Dijawab ya Pak Ketua.
Makasih Pak Ketua ya. Artinya kami walaupun ada pertimbangan bahwa kalau
mandek lalu ada shutdown politik maka yang menjadi korban adalah kita semua masyarakat
umum tapi kami berpikir bahwa tujuannya bukan hanya kemanfaatan, karena asasnya
kemanfaatan itu agak sedikit dibawah tapi kepastian hukum dan penyelenggaraan
pemerintahan yang baik. Jadi kami ambil keputusan kalau itu yang menjadi ... iya kami
setuju. Sekali tadi hanya berpikir bahwa dipanggil atau ditegur atau bagaimana berpikirnya
kalau shutdown politik karena RAPBN tidak disetujui saya agak kurang tega gitu karena
korbannya bukan cuma pemerintahan tapi saya juga yang PNS misalkan atau mungkin
12 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA
SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
teman-teman yang juga pakai uang negara, ini terjadi Pak di Amerika Serikat terjadi tahun
lalu, shut down bahkan one month before shut down nggak ada itu, nggak ada kegiatan, maka
tadi ya sudah dipanggil saja diperingatkan, tapi kalau tadi Pak Ajiep mengatakan bisa nggak?
Bisa, Karena asas kami yang kami gunakan kemanfaatan itu nomor terkahir sebelum
profesionalitas.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Dan Bapak bisa bayangkan kalimat memanggil kepala daerah saja jangan nggak usah
presiden, ke DPRD itu menjadi sebuah persoalan politik. Memanggil ya, belum apa-apa
sudah dipanggil ke DPRD oleh DPR Provinsi apalagi partai yang berkuasa di sana bukan
calonnya itu kepada terpilih menjadi persoalan politik. Jadi tidak bisa menurut saya memang
kita gunakan kata memanggil ke lembaga parlemen dalam konteks ini yang paling tepat tadi
itu ini yang dirumuskan sedikit bahasanya Pak. Baik, lanjut.
PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN)
Terima kasih banyak Pak.
Ada tambahan Pak, mungkin saya kurang Pak Ketua dan teman teman juga para
Senator. Beda kasus untuk yang RPJMD Pak. Kalau tadi kan jelas karena tidak mungkin
untuk presiden itu ditegur oleh koordinator, evaluator, perencanaan. Kalau di daerah maka
sanksinya jelas dipanggil oleh menteri dalam hal ini undang-undang Menteri Bappenas Pak.
Kalau ini kan menjadi tidak lagi, tadi Pak Ajiep katakan di daerah itu agak repot, nggak Pak.
Justru yang peneguran, pemanggilan mohon maaf, itu oleh menteri Pak. Kalau di nasional
memang agak sulit, bagaimana presiden dipanggil oleh menteri makanya dipanggil oleh DPR
atau diperingatkan oleh DPR, kecuali pilihannya Pak Ajiep saya katakan ini Pak Ketua
concern-nya tentang harus ini memang kuat kalau RAPBN tidak disetujui, di luar isu
kemanfaatan, mungkin yang paling penting bukan kemanfaatan tapi yang paling penting
sesuai dengan asas keadilan penyelenggaraan negara yang baik dan benar. Jadi kami minta
usulan saja atau minta keputusan dari Senator, Pak Ketua mohon arahan mana yang akan
dipakai. Kalau daerah ya juga sama Pak, pertimbangannya kenapa kami panggil sanksinya
ada pemanggilan, teguran oleh menteri Bappenas karena ya satu, kami berpikirnya kalau shut
down itu manfaatnya tidak ada sama sekali. Mohon maaf, Pak, ini pendapat kami.
Terima kasih, Pak.
PEMBICARA: Drs. H. ABDUL RAHMI (KALBAR)
Mungkin ini persoalan rasa berbahasa ya, Pak. Kalau pendapat kami, menggunakan
begini misalnya kalau terlambat, jadi kalau terlambat itu misalnya seorang gubernur, maka
dia ini dia menjelaskan. Jadi, di sini yang bersalah itu dapat proaktif menjelaskan sebab
keterlambatannya, menjelaskan mengapa tidak seperti itu. Sebab di dalam bahasa
menjelaskan itu implisit di sana. Ketika tidak menjelaskan, kita minta penjelasan. Tetapi, rasa
bahasanya itu yang bersalah proaktif, apalagi dia pejabat politik. Demikian, Pimpinan.
Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Ya sama tadi menteri yang Bapak maksud kalau mau buat ke Menteri Bappenas.
Pemerintah itu perpanjangan tangannya ke daerah adalah Menteri Dalam Negeri. Ini terus
13 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA
SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
terang ini kan tidak ikhlasnya Menteri Bappenas maupun Menteri Keuangan untuk mengakui
bahwa dalam tatanan kenegaraan kita Mendagri adalah wakil pemerintah pusat untuk daerah.
Ini yang susah mau diterima kan, dipahamkan, padahal kenyataannya seperti itu. Perda
disahkan oleh Mendagri, yang sedikit kelewatan Mendagri-nya itu pedoman penyusunan
anggaran dikeluarkan oleh Mendagri. Harusnya kan pedoman penyusunan perdanya saja,
bukan anggarannya, begitu. Tetapi oke, kalau saya redaksionalnya ini silakan tim ahli nanti
meredaksionalkan ulang. Itu tentu selesai malam ini dalam waktu yang singkat.
Kesepahaman substansinya saja dulu, Pak, tentang tadi yang berkait itu ya. Jadi, bukan sanksi
secara implisit hokum, tetapi sanksi dalam bentuk sanksi kebijakan atau sanksi politik, tetapi
tidak di apa, bahasanya itu di
PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN)
Atau mungkin Pak Ketua sebagai masukan saja, kalau memang kita bicara tentang
Kemendagri sebagai pihak yang menegur atau diberi penjelasan, maka konsistensi kita juga
di sini bicara tentang menteri dalam UU ini adalah cuma satu, Pak, Menteri Bappenas. Jadi,
ini agak, kita lebih baik mungkin pasang dulu, Pak, ini saran dari tim, Pak. Tetap saja menteri
toh nanti juga orang akan mencoba men-challenge begitu ya. Toh saya yakin yang Pak Ajiep
katakan, bukan cuma Pak Ajiep yang mention. Akan banyak, terutama ke saya pribadi bahwa
yang punya rasa, bukan punya, merasa punya kewenangan tertinggi untuk daerah itu adalah
Kemendagri. Tetapi, kembali untuk redaksi tentang tadi, terima kasih banyak, Pak, betul
dengan memberikan, diharuskan memberikan penjelasan itu intinya memang sudah harus
datang untuk menjelaskan.
Kalau yang di tingkat daerah, kita akan coba tetap oleh menteri. Kalau yang di pusat,
oleh DPR dan DPD. Kalau sudah disahkan, karena tadi alasannya jelas kita upayakan ini
menjadi tetap perpres atau apa pun ke daerah itu sebagai perkada, maka uji materiil atau
judicial review adalah salah satu sanksi. Saya kira itu, Pak, untuk sanksi, Pak.
MD itu, Pak, tadi kan pertamanya perda. Nah, kalau kita ingin sanksi itu jalan supaya
tidak ada pertanggungjawaban dari banyak pihak, kita hanya menargetkan si pimpinan, maka
memang harus perkada, Pak. Sama seperti di tingkat nasional, jangan dikasih, jangan dibuat
UU, nanti dibawa-bawa oleh bersangkutan, “Oh ini sudah disetujui, sudah dibaca, sudah di-
review oleh yang mengesahkan”. Jadi, yang salah berjamaah ini kita hindari, Pak, di sini.
Artinya, bukan perda, RPJMD disahkan oleh perkada.
PEMBICARA:
Ya, itu di ... (kurang jelas, red.)
PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN)
Ini kan masalah ini kan berkaitan juga dengan masalah sanksi tadi. Kalau itu
peraturan kepala daerah otomatis penjelasan itu kan bisa ke DPRD, bukan begitu? Tetapi,
kalau dia itu berupa perda berarti kan Kementerian Dalam Negeri. Nah, sebab begini kalau
tidak salah peraturan presiden itu kan termasuk dalam hierarkis, tetapi kalau peraturan itu
berarti kan tidak. Ini kan pertama kelemahan posisi hukum. Masuk ya? Termasuk ya. Oke,
berarti itu tidak masalah masalah ini ya. Tetapi yang kedua ini, kalau dengan pertimbangan
lebih mudah dilakukan perubahan, sebab salah satu yang kita khawatirkan itu kan RPJM ini
jangan sampai banyak intervensi politik. Kalau dia dalam bentuk peraturan daerah, dia itu
lebih kokoh ya dan tidak sembarangan orang. Tetapi, kalau dalam bentuk peraturan gubernur,
14 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA
SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
bupati, walikota sekarang kan itu kan punya partai tertentu ini. Artinya, bahwa intervensi
politik sangat mungkin masuk untuk perubahan itu kalau menggunakan peraturan daerah,
tetapi kalau dengan perda, dia lebih kokoh, tidak mudah, sementara dalam konteks berjalan,
yang kita khawatirkan ini banyak intervensi politik.
Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Atau sebaliknya para ahli, kalau dia perda justru lebih banyak intervensi politik.
Kalau DPR tidak mengesahkan, padahal dia menang misalnya si A, yang berkuasa di DPR si
B.
PEMBICARA: Drs. H. ABDUL RAHMI (KALBAR)
Tetapi begini, kalau itu perda itu kan melalui sebuah keputusan yang format yang
harus diminta itu dari berbagai partai, kan begitu. Tetapi, kalau itu gubernur, kita begini,
gubernur itu yang menjadi ketuanya itu adalah dari partai gubernur itu misalnya. Wah, itu
kacau sekali itu.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Silakan, Pak.
PEMBICARA: MARET PRIYANTA, S.H., M.H. (TIM AHLI RUU SPPN)
Pak Ketua, izin Pak. Begini, pak, ini mungkin sedikit pandangan, Pak. Apabila
dasarnya kan RPJMD itu dia bersumber dengan RPJP, Pak. Dalam praktik apabila RPJP dan
RPJM sama-sama ditetapkan oleh perda, asas peraturan perundang-undangan lex specialis itu
berlaku, Pak. Jadi, banyak sekali terjadi karena levelnya sama-sama perda seolah-olah RPJP
ini dapat dikesampingkan, Pak. Jadi, tidak lagi diacung, Pak. Kenapa kami menempatkannya
sebagai peraturan kepala daerah? Agar Perda RPJP itu sebagai batu uji, Pak, pada saat nanti
menguji materiil. Tetapi, kalau dia kedudukan hukumnya sama-sama perda, selevel, itu
dalam asasnya lex specialist seolah-olah bisa mengesampingkan RPJP, padahal sebetulnya
seharusnya dia bersumber pada RPJP. Mungkin itu sedikit, Pak Ketua.
Terima kasih, Pak.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Baik, dan sebenarnya alasan yang dulu itu adalah alat pengendalian pemerintah pusat
karena kalau dia perda, maka pemerintah pusat punya kewenangan untuk mengevaluasi
rancangan perda tersebut dan bahkan tidak mengesahkan. Itu sebabnya memang berbeda
Kementerian Bappenas dengan Kementerian Dalam Negeri dalam melihat hal ini dari dulu.
Kementerian Bappenas itu saya terus terang saja malah pernah ada edaran yang berbeda.
Sudah pernah ada keluar edarannya Menteri Bappenas waktu itu bahwa tidak harus dengan
perda, cukup dengan peraturan kepala daerah. Mendagri berikutnya buat pedoman peraturan
bahwa harus dengan peraturan daerah karena itu adalah alat kendali pemerintah pusat apakah
visi-misi kepala daerah yang disahkan jadi perda tersebut sejalan dengan visi-misi. Kalau dia
hanya peraturan kepala daerah ya paling kan ujung-ujungnya nanti dievaluasi, baru dicabut.
15 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA
SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
Sebetulnya di situ rumahnya itu. Kalau saya, Bapak-Ibu sekalian, biarlah dulu seperti ini
karena toh sekarang perda ini lama sekali, Pak Rahmi.
PEMBICARA: Drs. H. ABDUL RAHMI (KALBAR)
Sementara saya melihat perda itu lebih pas. Ini dari sisi hukum ini. RPJM itu kan
penjabarannya nanti melahirkan APBD-APBD. APBD ini dengan kekuatan perda. Jadi,
penjabaran dari RPJM dengan peraturan kepala daerah itu melahirkan perda. Jadi ada
persoalan hukum di sini. Mohon mungkin...
PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN)
Mungkin sebelum Pak Ramdhani mohon izin Pak Ketua.
RPJM tidak secara langsung untuk mempengaruhi anggaran. Itu lebih ke RKP atau di
daerah RKPD. Sekarang kita upayakan namanya RPT atau RPT TIM. Memang ada kaitan ke
daerah karena kita punya anggaran yang sifatnya jangka menengah ya, tapi karena kami
sudah luruskan juga di dalam pasal-pasal hanya berupa indikasi sehingga tidak akan menjadi
masalah. Menurut Tim demikian makanya kami masih punya kekuatan, keyakinan bahwa
untuk kemudahan pemberian sanksi memang harus perda Pak untuk di daerah.
Terima kasih banyak Pak Ketua.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Ada tadi diminta Pak. Iya.
PEMBICARA: B. AKHMAD RAMDHANI SALMIMA, S.H., M.H. (LEGAL
DRAFTER)
Terima kasih Pimpinan.
Jadi ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada pasal 7 itu
sebenarnya berbentuk hierarkis saja Pak, bahwa kemudian peraturan ini bahwa tidak boleh
bertentangan kan, bahkan dasar pijakan dalam penyusunannya, begitu. Oleh karenanya
kemudian ketika kita melihat hubungan pasal 7 dan pasal 8 dimana pasal 8 ini ada namanya
peraturan undang-undang dan peraturan lembaga-lembaga negara lainnya, ini kedudukannya
agak berbeda. Sebenarnya lahirnya suatu peraturan perundang-undangan itu atas dua hal.
Pertama itu atas dasar kewenangan, yang kedua atas dasar pendelegasian. Oleh karenanya
kemudian kalau berbicara kemudian nanti apakah peraturan gubernur ini akan melahirkan
peraturan daerah, saya pikir ini tidak linear perbandingannya, begitu Pak, karena masing-
masing mempunyai kewenangan yang terpisah, begitu. Kalau berbedanya peraturan gubernur
dengan perda ya semangatnya perda pertama dia pertama dia merupakan ada pengesahan di
situ, bukan penetapan karena pengesahan itu melibatkan ada unsur masyarakat dan unsur
penyelenggara pemerintah.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Iya. Pak Sofwat.
16 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA
SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
PEMBICARA: Drs. H. MOHAMMAD SOFWAT HADI, S.H. (KALSEL)
Jadi kalau menurut saya sudah benar, karena apa? karena pemerintah daerah ini
adalah bawahan dari pemerintah pusat. Kalau pakai peraturan daerah, itu bisa-bisa nanti tidak
nyambung antara kebijakan presiden dengan kebijakan para kepala daerah. Saya kira sudah
benar. Apalagi DPRD itu bagian daripada pemerintahan daerah. Berarti DPRD juga bawahan
dari pemerintah pusat. Jadi menurut saya betul saja dibuat oleh kepala daerah karena kepala
daerah adalah menjabarkan pemerintah pusat. Karena begini, kalau dulu kan ada istilah
bupati kepala daerah, bupatinya itu sebagai aparat pemerintah pusat terus kepala daerah. Nah
kalau sekarang kan di hapus. Bupati Tangerang. Jadi bupati itu merangkap sebagai kepala
daerah dan sebagai kepala pemerintahan. Di dalam rancangan pembangunan ini dia bertindak
sebagai kepala pemerintahan. Karena kepala pemerintahan di daerah berarti juga di adalah
bawahan daripada pemerintahan pusat. Saya pikir sudah betul saja dengan peraturan kepala
daerah itu menurut saya.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Baik, kita lanjut yang lain.
PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN)
Terima kasih Pak Ketua.
Terima kasih Pak Sofwat.
Yang berikut adalah tanggapan tentang masukan yang sebenarnya perlu dibahas ya.
Yang lain memang tidak perlu menjadi pembahasan. Nah tadi Pak Hari menanyakan tentang
masalah kependudukan, begitu ya, apakah bisa ditambahkan. Pada saat kami memutuskan di
awal bahwa sistem itu akan dijelaskan maka sekaligus di sini sudah pasti ada penjelasan
tambahan tentang sosial dimana sosial itu termasuk diantaranya masalah kependudukan,
demografi dan seterusnya. Jadi itu sebagai alternatif.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Kalau dia langsung masuk poin di situ kependudukan?
PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN)
Nah kalau sosial kependudukan maka kita harus pasang itu di satu ayat ya dan kita
mungkin akan mendapatkan banyak. Saya sih khawatir dari teman-teman LD Pak, LDUI kan
cukup kuat kan mereka Lembaga Demografi UI, cukup punya pengaruh juga dalam
pengambilan kebijakan dan mereka memisahkan diri antara sosial dan kependudukan,
padahal nanti jadi sektoral pak. Sekarang ini kependudukan kesannya ada di ranah, ranah
bukan ekonomi bukan sosial padahal secara kacamata teori kependudukan ada di sosial,
kemiskinan itu juga ada di dalam sosial dan ekonomi. Jadi kami sepanjang memang nanti
kependudukan itu dijelaskan melalui kacamata definisi sosial seharusnya kependudukan
masuk. Tidak usah dipasang di ayat ini begitu sebagai jalan keluar. Mungkin pak bisa
tambahkan.
17 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA
SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Pak Haripinto bisa dipahami?
PEMBICARA: HARIPINTO TANUWIDJAJA (KEP. RIAU)
Ya kenapa tidak pakai sistem informasi, kenapa Bapak pakai judul data dan
informasi? Kenapa tidak kita langsung kita menggunakan saja sistem informasi karena pada
akhirnya menuju sistem informasi perencanaan? Lalu di pasal lain kan ada disana diatur
hubungannya tadi dengan sistem informasi apa itu, ada dipasal lain tadi dikaitkan itu pak, iya
silakan. Sistem informasi, bukankah sistem informasi itu adalah di dalamnya data dan
informasi. Coba-coba kenapa tidak ke depan ini sistem informasi menjadi judul, judul apa
bab dan di dalam babnya itu adalah data dan informasi itu kira-kira begitu tadi.
PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN)
Terima kasih, Pak.
Mungkin bisa dijelaskan terlebih dahulu. Setelah kita meyakini dari dinas akademik
bahwa perencanaan sebagai sebuah sistem tidak akan berjalan tanpa ada dukungan dari
perangkat dan juga pendukung dan diluar perangkat dan pendukung ada data dan informasi
ini yang menjadi syarat utama sebuah perencanaan itu bisa baik dan apa layak serta
implementatif, applicable dan lain-lain. Kami memasang data dan informasi terpisah dengan
dasar yang pertama data itu apa hanya angka, informasi itu adalah data yang dianalisis
sehingga menjadi informasi. Sistem informasi tidak bicara masalah data. Sistem informasi
hanya bagaimana sebuah network, proses menyampaikan informasi. Jadi data itu memang
harus ada Pak Ketua sebagai judul penguat karena kami iya perencana biasanya bilang
perencanaan tanpa data apalagi data yang akurat tidak, bukanlah perencanaan. Kalau kita
pisahkan kemudian sistem informasi ke dalam partisipasi atau mohon maaf peran serta
masyarakat memang sekarang ini data-data tadi yang kita di dalam bab ini data dan informasi
itu diolah dan dibunyikan. Tadi Pak Haripinto mengatakan bagaimana Musrenbang itu bisa
dimanfaatkan, memanfaatkan sistem informasi kepada masyarakat sebelum disusun
perencanaan itu memungkinkan kalau si sistem ada di bab peran serta masyarakat. Kalau ini
harga mati, data itu harga mati harus ada. Tentunya data yang bukan cuma data angka saja
tetapi data yang plus analisis sehingga menjadi informasi.
Demikian, Pak Ketua, yang bisa apa dijadikan penjelasan kenapa kami pisahkan
antara data dan informasi dengan sistem informasi sebagai alat penyebarluasan dan lalu lintas
data informasi.
Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Pak Haripinto ada komentar balik?
PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN)
Terima kasih Pak Ketua, Pak Hari.
18 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA
SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
PEMBICARA: HARIPINTO TANUWIDJAJA (KEP. RIAU)
Sebentar-sebentar, bab 7 tentang data dan informasi ini bab yang sebelumnya tidak
ada ya pak ya. Di Undang-Undang SPPN tidak ada ini. Sebenarnya kalau kita bicara masalah
perencanaan itu secara otomatis tanpa diamanatkanpun tidak dinormakanpun kita pasti
berdasarkan data dan informasi. Itu yang pertama. Tapi kalau saya melihat pada ayat 2 nya,
nampaknya ingin memunculkan ini nampaknya ingin memunculkan bahwa data dan
informasi itu harus meliputi minimal ini begitu pak kan begitu. Jadi saya melihat bab inikan
singkat sekali ini ya. Bab ini sangat singkat sebelumnya tidak ada. Kenapa?. Iya saya ingin
konfirmasi saja jadi saya katakan bahwa setiap perencanaan pasti data dan informasi itu
dibutuhkan sebagai dasar perencanaan. Tanpa data dan informasi yang akurat perencanaan itu
jelas gagal lah. Namun nampaknya saya melihat ayat 2 ini nampaknya ingin memberikan
batasan minimal bahwa data itu harus meliputi ini semuanya nah ini memang benar begitu
pak, begitu ya.
Nah tadi masalah penduduk atau kependudukan ini memang bisa include di dalam
sosial ya tapi bisa juga tidak include karena sosial itu bisa diartikan dari sifat dari penduduk
itu juga, penduduk itu sendiri begitu loh. Sisi sosialnya penduduk indonesia itu mungkin
berbeda dengan negara lain begitu dari sisi itu. Jadi memang tidak harus ada dalam
penjelasan harus dijelaskan memang harus ada dalam penjelasan artinya sosial ini meliputi
apa saja disana pak misalnya. Itu saja terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Iya sebelah. Baik Pak tadi Pak Rahmi juga.
PEMBICARA: Drs. H. ABDUL RAHMI (KALBAR)
Iya terima kasih, Pimpinan.
Data dan informasi kalau kami lihat di dalam ayat 1 itu disitu mengandung ini ya
mengandung 2 pesan sebenarnya. Yang pertama tentang data dan informasi yang dimaksud,
ini jelaskanlah data dan informasi yang dimaksud itu a, b, c, d, e. Tapi kalau jaman orba dulu
yaitu ipoleksosbudhankam tambah wilayah dan seterusnya tapikan disini menyebut
sekuarang-kurangnya okelah. Yang kedua di sini juga memberi pesan yang akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan. Nah ini juga mesti ada penjelasan di ayat berikutnya. Nah sekalipun
kita, contoh begini sekarang kan yang menjadi ... (kurang jelas, red.) kita kan BPS. Kita tidak
perlu menyebut BPS tapi barangkali bisa kita menyebutkan dari lembaga-lembaga yang
mungkin yang disepakati atau yang dibeli atau yang apalah. Nah sehingga itu nanti menjadi
ini menjadi kesepakatan kita karena memang dalam kenyataannya ketika kita membahas
APBD segala macam kita tanya dasar mencari ini di mana datanya dari sini, dari situ
akhirnya yang mana yang standar sebenarnya itu. Jadi menurut kami perlu tambahan ayat
yang menjelaskan tentang yang akurat yang diperlukan dari mana ini asalnya. Apa kita ambil
kesepakatan atau bagaimana?
Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Ya jadi pertama dari segi struktur, strukturnya saja dia 1 bab dengan 1 pasal.
Kemudian yang kedua dari segi pemahaman, pengertian apa itu data? Apa itu informasi?
Sebenarnya kalau saya bisa dipecah ini Pak ya. Jadi bab ini pasal pertama itu data itu apa
19 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA
SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
yang bapak maksudkan karena tidak ada ketentuan umum jadi berarti harus dijelaskan
dijabarkan disini. Informasi itu apa karena pasti 2 pengertian berbeda karena kata dan,
kecuali kalau data informasi itu berarti 1 kalimat. Ini Data dan Informasi berarti memang
substansinya 2. Itu ayat 1 tentang 1 pasal tentang apa itu data apa itu informasi, 1 pasal
tentang ini yang bapak memang ayat Pasal 24 ayat (1) nya ini perencanaan didasarkan pada
data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemudian ini ayat 2 sosial
ekonomi nah ini saya minta tanggapan secara hukum. Ini bisa jadi ayat semuanya ini
sebenarnya karena kalau mau dijadikan penjelasan pasal, sekali lagi penjelasan pasal itu pada
dasarnya adalah yang terkait dengan istilah. Inikan bukan cuma sekadar istilah tadi sosial dia
sekaligus makna. Iya mungkin dengan teman-teman tadi silakan.
PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN)
Terima kasih banyak, Pak Ketua.
Yang pertama adalah tentang penjelasan mengapa kami gunakan data dan informasi
memang kata dan ini seringkali menjadi masalah hukum tapi ya sesuai dengan rekomendasi
dari teman-teman legal bisa pak selama memang umum bagi perencana data dan informasi
adalah satu kesatuan. Data hanyalah angka tidak bisa bunyi apa-apa tapi kalau data diolah
minimal di analisis maka menjadi informasi yang siap. Nah tapi data dan informasi memang
tidak bisa menjadi data informasi karena memang satu kesatuan. Ini yang coba ingin
dijelaskan mungkin keputusannya tadi Pak Ajiep sudah ada alternatif mungkin pasal ayat 1
nya menjelaskan data dan informasi adalah 1 kesatuan.
PEMBICARA: Drs. H. A. BUDIONO, M.Ed. (JATIM)
Sebentar sebelum itu pak. Sekarang saya ingin tanya pada legal drafter ini ya. Kata
informasi ini bagaimana pak posisi informasi, sebab informasi itu penjelasan informasi itu
dapat dipercaya atau tidak bukan akurat, saya pikir kok informasi apa bisa di, informasi yang
akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Kalau data oke lah data itu angka-angka atau grafik
dan lain sebagainya tapi kalau informasi ini apakah masuk juga dalam bahasa hukum yang
artinya itu sesuatu yang bisa dipertanggungjawabkan, bisa akurat, bisa dipercaya dan lain
sebagainya. Silakan pak.
PEMBICARA: B. AKHMAD RAMDHANI SALMIMA, S.H., M.H. (LEGAL
DRAFTER)
Terima kasih, Pimpinan. Sesuai pemaknaan dalam kamus besar Bahasa Indonesia
informasi adalah penerangan atau pemberitahuan kabar atau berita tertentu atau keseluruhan
makna yang menunjang amanat yang terlihat dalam bagian-bagian amanat itu. Dalam
konstruksi sistem penyusunannya sendiri memang idealnya adalah kita membagikan data dan
informasi itu dalam 2 pasal tersendiri. Kalau toh kemudian tidak masuk dalam bagian-bagian
ya minimal dia memang harus terpisah dalam 2 pasal. Cuma memang ini sepengetahuannya
inikan lahir dari pasal sebelumnya begitu yang memang hanya memunculkan 1 pasal. Nah
dengan demikian ada penyempurnaan munculnya seperti ini pak. Memang dari segi substansi
pun kita belum masuk sampai kesitu. Kalau dari perspektif drafting hanya melihat pada sisi
teknis penyusunannya saja seperti itu.
20 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA
SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Baik, cukup.
PEMBICARA: Drs. H. MOHAMMAD SOFWAT HADI, S.H. (KALSEL)
Saya masih mempertanyakan masalah substansi dari informasi itu sendiri pak.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Pak Dani tadi sudah menjelaskan pengertian informasi dari sudut bahasa tapikan beda
itu pengertian dari sudut manajemen. Kalau dia sebagai suatu pandangan teori manajemen
maka informasi adalah hasil olahan data karena itu di kami, kami orang manajemen itu
memakai sistem informasi, tidak memakai kata data karena data itu sudah otomatis adalah ya
begitu. Saya tadinya sebenarnya berfikir kenapa data dan informasi Pak Kodrat itu kalau saya
kenapa bukan sistem informasi sudah pasti didalamnya data sebagai bahan baku yang
diproses menghasilkan informasi. Tidak ada informasi kalau tidak ada data bukan begitu. Itu
dari segi pandangan manajemen, sistem manajemen perencanaan informasi. Itu teori
informasi, sistem informasi.
PEMBICARA: Drs. H. MOHAMMAD SOFWAT HADI, S.H. (KALSEL)
Pak Ketua. Jadi apa yang dimaksudkan oleh Pak Budiono, itu ya benar saja makanya
kan informasi itu ada yang akurat, ada yang tidak akurat jadi di undang-undang ini
dicantumkan yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Jadi informasi yang tidak akurat
itupun jangan dijadikan dasar begitu. Ini sudah betul itu maksudnya kecuali kalau misalnya
data dan informasi titik, nah itu jadi persoalan tapi karena ini masih ada yang akurat dan
dapat dipertanggungjawabkan ya jadi informasi yang benar begitu. Saya kira betul lah itu
kalimat.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Cuma kalimatnya menjadi ganjil karena menjadi definisi sekarang pak, ini kan
kalimat definisi, perencanaan pembangunan dasar pengolahan data dan informasi. Meskinya
kan dibalik, data dan informasi sebagai untuk perencanaan pembangunan, nah begitu
kalimat ini tapi saya pikir ini bisa nanti diperbaiki redaksionalnya,
PEMBICARA: Drs. H. MOHAMMAD SOFWAT HADI, S.H. (KALSEL)
Sekarang cari saja mana subjek, mana objek, mana predikat kalau subjeknya adalah
pembangunan nasional.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Subjeknya disini data dan informasi. Subjeknya data karena judulnya adalah data dan
informasi. Perencanaan itu keterangan, predikat sebenarnya. Jadi kalau dikaitkan dengan bab
ini menjadi subjek itu adalah data dan informasi karena itu kalimat harus dimulai dengan kata
data dan informasi, baru berjalan.
21 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA
SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
PEMBICARA: Drs. H. MOHAMMAD SOFWAT HADI, S.H. (KALSEL)
Mungkin ini sistem Amerika ini.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Saya kira ini tidak terlalu substansi untuk kita perdebatkan karena bisa disempurnakan
nanti kemudian. Yang penting substansinya adalah memang yang diinginkan oleh tim ahli
disitu adalah data dan informasi. Data dan informasi sebagai sumber perencanaan yang
baik, sebagai bahan perencanaan yang baik. Saya sebenarnya juga banyak sekali kata-kata
perencanaan pembangunan, andaikata di depan definisinya sudah yang dimaksud
perencanaan pembangunan adalah ini maka tidak perlu selalu ada kata-kata didalamnya
perencanaan pembangunan begitu, cukup perencanaan saja. Apalagi pak, belum selesai.
Silakan-silakan.
Iya itu yang saya katakan tadi secara substansial kita sepaham, ini bisa dijabarkan
dalam bentuk penambahan pasal dan ayat. Jadi yang penting kan sudah sepaham, bahwa itu
yang dimaksud tadi itu, perencanaan membutuhkan data yang akurat, informasinya yang
dapat dipertanggungjawabkan tapi kalimatnya langsung disambung disitu Pak Budi, data dan
informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan,. Kalau mau dipisah data yang
akurat, informasi yang dipertanggungjawabkan, kan begitu kalau mau dipisah. Pak Kodrat
ada?
PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN)
Iya, oke pak. Jadi ingin mengklarifikasi ulang bahwa sekali lagi data dan informasi
adalah untuk satuan dalam bahasa perencanaan. Kedua, juga tadi, terima kasih pak, memang
tadinya juga kami berniat memasang data dan informasi secara kelembagaan yang
dipertanggungjawabkan. Itu memang idealnya sudah mencakup bahwa data ini harus data
yang legal. Contohnya banyak orang yang bicara masalah data tapi data yang tidak bisa
dipertanggungjawabkan karena memang berasal dari sumber yang tidak jelas pak, itu kan
kasus di kampus paling banyak. Jadi kami berbicaranya dipertanggungjawabkan karena
memang ada amanah undang-undang. Kami juga punya sumber data lain sebetulnya,
misalkan di Jawa Barat pak ada Pusdalisbang (Pusat Data dan Analisa Pengembangan). Kami
juga pada saat pendirian Pusdalisbang, karena capek pak dengan BPS yang katanya lambat
dan memang harus menunggu waktu cukup lama sehingga dibutuhkan Pusdalisbang, tapi
untuk menghindari ada istilah pertanggungjawaban, kami minta jangan data pak, tapi data
dan analisis pembangunan. Jadi bukan sumber data di Pusdalisbang, sumber informasi
walaupun data yang digunakan memang ada juga data olahan tertentu. Nah saya kira itu juga
masukan yang mohon dipahami, kami sudah coba masukan ke dalam aturan dan
dipertanggungjawabkan seperti juga diundang-undang sebelumnya, satu pertanggungjawaban
secara hukum bahwa BPS lah sumber utama. Kedua, akurat. Tentunya akurat itu ikut serta
mutakhir pak di dalamnya, up to date, kira-kira demikian.
Nah fungsi dari data ini sehingga menjadi informasi mohon di lihat ke masalah
kebijakan di atas. Jadi tidak mungkin data ini tidak menjadi informasi kalau sang perencana
yang mungkin keterlibatan profesional di sini itu tidak memahami bahwa dalam perencanaan
khususnya untuk RPJPM, itu dibutuhkan beberapa hal yang apa namanya, bukan wajib sih
tapi memang sudah menjadi keharusan dalam penyusunan perencanaan. Jadi dalam kebijakan
sudah disebutkan bahwa visi misi sebagaimana dimaksud di ayat 2, yaitu kebijakan, itu harus
melalui beberapa tahapan juga terlebih dahulu terutama yang paling penting adalah evaluasi
22 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA
SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
dari kebjakan sebelumnya, itu kan evaluasi di data. Sebelumnya punya data, 2-3 tahun, 5
tahun sebelumnya analisis terhadap sumber daya, milik apa, punya apa, kapasitasnya apa, itu
data juga pak, ketiga analisis lingkungan, baik itu internal luas bukan cuma lingkungan tapi
lingkungan, apa, luas, jadi kira-kira kebutuhan analisis dari data menjadi informasi, salah
satunya di depan sudah diamanatkan. Tidak mungkin ada analisis atau evaluasi kebajakan
kalau tidak ada data. Yang baik adalah data yang tadi, yang akurat dipertanggungjawabkan
dan minimal setidaknya melingkupi sosial, ekonomi. Kalau saya akhirnya berpandangan dan
kami dengan tim akan coba bahas lagi, mungkin dibetulkan, perlu dibunyikan pak, kalau
memang semangatnya adalah by name, by address, tadi pak ya seperti juga UKP4 juga begitu
pak walaupun tidak disebutkan tapi mereka by name, by address, mohon maaf pak.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Oke, saya kira cukup ya bisa dipahami. Lanjut masih ada?
PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN)
Berikutnya ini ada tentang koordinasi, tadi pertanyaan dari Pak Azhari ya gubernur
akan melakukan selaku otonomi pusat mengoordinasikan. Ini Bahasa Indonesia ya, bukan
mengkoordinasikan, mengoordinasikan pelaksanaan perencanaan melalui dekosentrasi dan
tugas perbantuan, lalu dengan siapa? Mohon diberi masukan, kami berpikir bahwa toh sudah
semua tahu bahwa untuk, ini masuk di bab penganggaran kalau tidak salah, betul ya Pak
Ajiep ini masuk di bab penganggaran.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Tidak, tidak, jadi supaya tidak terlalu jauh penjelasannya, ini waktu lagi. Sebenarnya
pertanyaannya itu, kenapa masuk kata-kata dekosentrasi dan tugas perbantuan. Kalau tugas
koordinasinya gubernur sudah dipahami, tidak harus menyebut kata dengan apa dekosentrasi
dan tugas perbantuan, iya kan begitu. Itu saja kemudian kenapa pakai gubernur di ayat 4, di
ayat 3. Bukan, anda tadi itu dikonotasikan beda pengertian kepada daerah kemudian gubernur
tidak konsisten, itu tadi sebenarnya yang dimaksud Pak Gafar itu. Oke kalau sudah tidak usah
lagi diinikan supaya tidak memperpanjang cuma ini redaksional diperbaiki nanti, jangan kata-
kata mengoordinasikan pelaksanaan perencanaan melaui dekosentrasi, ini redaksionalnya
mau diperbaiki.
PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN)
Pak ketua, tadinya kami berpikir memang gubernur praktis langsung bisa melakukan
pelaksanaan perencanaan, koordinasinya tapi yang menjadi fakta bahwa dalam semangat
desentralisasi keuangan pak, tidak hanya Dau, Dak dari pusat ke daerah, dari nasional Jakarta
ke gubernur atau ke bupati, walikota. Pada faktanya saya juga sering membantu teman-teman
di provinsi melakukan ya tadi ya hibah dan juga Bansos bahkan dalam bantuan kegiatan.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Lagi-lagi tidak usah terlalu melebar sebenarnya kan Bapak hanya mau mengatakan,
ada PP yang mengatur tugas gubernur mengkoordinasikan sekaligus program kegiatan
dekosentrasi di daerah. Jadi kita sudah sepaham. Jadi yang beginian tidak usah kita
23 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA
SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
perpanjang, redaksional diperbaiki, ini kata-kata mengoordinasikan pelaksanaan perencanaan
melalui gubernur selaku wakil pemerintah pusat, tidak perlu selaku wakil pemerintah pusat
lagi karena ketentuan umum di depan mengatakan gubernur adalah begitu, cukup gubernur
mengkoordinasikan pelaksanaan pelaksanaan tugas dekosentrasi dan pembantuan di bidang
pembangunan, nah kira-kira begitu bahasanya. Jadi redaksionalnya mau disempurnakan. Oke
lanjut.
PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN)
Terima kasih banyak, Pak. Kemudian, ya tadi belum saya jawab ya dengan masalah
Perpres. Bappenas, kami pikir ini juga sudah melalui, saya minta Pak ... (kurang jelas, red.)
dari bagian hukum yang bisa menjawab ini.
PEMBICARA: MARET PRIYANTA, S.H., M.H. (TIM AHLI RUU SPPN)
Baik. Perpres itu sumbernya ada 2 aspek pak, kekuasan dan juga kewenangan
presiden. Memang membentuk badan itu dengan presiden punya kewenangan membentuk
badan, di levelingnya memang peraturan presiden. Kedua, melihat kondisi eksisting sekarang
bahwa Bappenas yang dibentuk pada era presiden sekarang itu pun sudah ada peraturan
presiden tentang Bappenas pak. Jadi ini akan harmonis dengan kondisi eksisting sekarang
yang tidak mengubah kondisi apapun bahwa Bappenas memang saat ini sudah ada Perpres
tentang Bappenas, memang dia dibedakan dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional. Mungkin begitu Pak Ketua sedikit Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Baik, terima kasih. Cuma memang tidak nyambung dari atas ini, coba lihat tarik dulu
sedikit ke atas lagi, ini bab tentang, bukan, turun, turun. Ini bab tentang kelembagaan,
kelembagaan yang dimaksud itu adalah kelembagaan pendiriannya atau kelembagaan
pengelolaan perencanaan. Kalau saya pemahaman saya kelembagaan tentang pengelolaan
perencanaan bukan tentang pembentukan kelembagaan karena kita melampui batas tentang
undang-undang pembentukan undang-undang kelembagaan negara, ada itu undang-
undangnya, di daerah juga diatur tentang peraturan daerah tentang pendirian SKPD. Jadi
tidak, memang ayat 6 ini tidak harus ada di situ, jadi tidak harus ada itu, tidak diatur di sini
begitu, jadi bisa saja, kalau ini seakan-akan ya maaf saja seakan-akan saya mendapat titipan
dari Bappenas untuk memperkuat posisinya di undang-undang ini, wah saya tidak mau itu,
biarlah itu urusan lain, dicabut saja itu supaya tidak perdebatan. Oke lanjut.
PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN)
Terima kasih Pak Ketua. Dihapuskan saja. Oke. Kemudian yang berikutnya adalah
penggantian faksi masyarakat menjadi peran serta masyarakat. Kemudian penjelasan tadi
tentang sistem informasi kembali bahwa kami akan coba kembangkan dalam penjelasan pasal
dimana tadi juga masukan dari Kemendagri dan Kemenkeu sangat banyak pak dan Bappenas
tolong jangan tutup partisipasi masyarakat atau peran serta masyarakat hanya dengar satu
mekanisme tolong dibuka selebar-lebarnya dengan mencoba mengakomodasi inovasi daerah
tadi Pak Ajiep, Pak Ketua sudah katakan, ada yang namanya dewan kota, ada yang namanya
komite perencana, ada yang disebut sebagai perumus kebijakan publik, banyak pak ini tapi
24 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA
SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
kita akan coba jelaskan. Terima kasih. Kemudian yang lain sudah ya untuk sanksi itukan
terakhir tadi sudah dibahas sebelumnya.
Terima kasih Pak Ketua.
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Saya kira sisa dua yang masih perlu kita coba kesepahaman lagi ya tentang
Musrenbang itu. Kalau memang tidak bisa menemukan keputusan lain ya kita tetap
menggunakan Musrenbang. Yang mau dipertegas di sini adalah pasal yang mengatur
bagaimana itu mekanisme Musrenbang.
PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN)
Tambahan pak, boleh, informasi untuk Musrenbang. Jadi kami sudah mendapat
masukan dari Bappenas, amanah dari undang-undang ini untuk PP, Perpres ya, kami sebutkan
sebagai tata cara, musrenbang Pak. Rupanya memang kurang cukup kuat kalau cuma
mungkin diatur oleh Perpres. Kami mungkin akan menambahkan diatas, dibawah, diatas
judul Musrenbang. Mohon maaf pak Basri yang ada pesan amanah dari Undang-Undang
yaitu Perpres.
Nah itu ya, tata cara penyelenggaraan Musrenbang diatur, ini akan kami ubah Pak,
mungkin mohon persetujuan, kami akan ubah sesuai dengan masukan dari kemendag dan
Bappenas. Jadi tata cara dan format penyelenggaraan Musrenbang karena yang kita bahas,
yang tadi malam juga, kemarin malam, ya memang tiap tahun juga berubah Pak formatnya
dan itu di atur oleh Perpres. Saya pikir kalau hanya tata cara penyelenggaraan nanti
membatasi, Pak Arifin tadi bilang sistem informasi itu sekarang makin canggih kalau nanti
diatur penyelenggaraannya saja tanpa memandang format penyelenggaraannya, akan tidak
termanfaatkan. Itu Pak sebagai masukkan juga bahwa kami akan menambahkan karena ini
pesan juga, tadi malam juga, bahwa beberapa amanah undang-undang ini harus lebih
dipertegas.
Untuk Musrenbang jangan hanya penyelenggaran tapi tata cara penyelenggaraan dan
dari tata cara dan format penyelenggaraan. Ini masukakan dari Bappenas dan Kemendagri.
Kami pikir sebatas itu informasinya.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Baik. Substansinya yang penting kita tahu bahwa penyelenggara musrenbang itu
diatur nanti dalam peraturan presiden atau peraturan pemerintah? Peraturan presiden, tapi ini
juga kata tata cara ini sebenarnya, ya kenapa musrenbang berlanjut dalam peraaturan ini?
Supaya jangan ada kata format masuk dalam Undang-Undang, kok format masuk dalam
bahasa undang-undang, kan gitu. Tata cara juga masuk dalam bahasa undang-undang. Kalau
mau obyektif bahasanya lebih anu, penyelenggaraan atau teknis penyelenggaraan
musrenbang lebih lanjut diatur dengan peraturan presiden.
PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN)
Secara tepat lebih ke teknis Pak, hanya memang tata cara ini ada dimana-mana,
termasuk yang disebutkan oleh Permen Dagri 54, tata cara gitu.
25 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA
SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Jangan kita selalu melihat yang ada sekarang di Permen Dagri, di Bappenas maupun
di kementerian keuangan karena inilah kita punya maksud mendorong ada undang-undang
untuk menghentikan semua sejumlah peraturan-peraturan itu, ya yang diantara satu dengan
yang lain sering terjadi tumpang tindih gitu loh. Jadi ceritanya begitu. Saya dari tadi itu tidak
mau terlalu memperhatikan apa itu PP yang ada disana, apa itu Bappenas, jangan karena
terkoptasi cara berpikir kita dalam menyusun ini, kan gitu. Oke, jadi itulah nanti ada
rumusannya, enggak masalahlah itu yang penting pemahamannya disitu. Lanjut ada yang
lain? Cukup. Dari Tim masih ada yang mau ditambahkan? Dari Bapak-bapak? Boleh
PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN)
Kira-kira ini berapa PP, Perpres yang digunakan ini?
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Tentang teknis pengendalian dan evaluasi perencanaan. Cukup? Pak Basri?
PEMBICARA: BASRI SALAMA, S.Pd. (MALUT)
(Tanpa mic, red.)
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Pak Basri dan Pak Kodrat, ini yang diubah tadi, teman-teman mempertanyakan dan
melihat kondisi yang sudah terjadi di Surabaya ya, tentang planing dan budgeting. Mungkin
memang dipasal yang mengatur Musrenbang ini kita harus munculkan satu ayat yang
langsung mematangkan itu, bahwa itu bagian daripada, Musrenbang itu jangan, ah
maksudnya begini, Musrenbang ini tidak berarti musyawarah itu tidak lagi, hanya dengan
pendekatan pertemuan, bisa dengan pendekatan teknologi informasi tadi, dengan itu. Jadi
tidak lagi mempertemukan 100 orang, tapi cukup dia dengan sistem komputer, online maka
terjadilah, kaya Jakarta kan sudah terapkan, Surabaya itu malah tahun lalu itu malah lebih
dulu terapkan.
Nah itu juga Pak Basri yang tadi katakan bisa mengurangi waktu, tenaga dan segala
macam. Dari Maluku Utara kirim surat-suratnya melalui e-planing-nya Bappenas nanti
kemudian pengambilan keputusannya itulah yang membutuhkan pertemuan. Nah itu juga
mendorong partisipasi masyarakat. Dimana dia bisa masukin, apakah diperan serta
masyarakat ataukah di Musrenbang? Kalau saya cenderung dilegitimasi satu ayat di
Musrenbang.
Musrenbang yang kita masksud sekarang ini bukan lagi sekedar Musrenbang yang
pertemuan tatap muka tapi Musrenbang dengan sistem tekhnologi. Pak Haripinto malam lalu
mengungkapkan tentang India misalnya. Di India itu penyerapan aspirasi masyarakat
sebenarnya terbuka terus-menerus karena asumsinya tuntutan masyarakatkan dinamis gitu. Di
Vietnam yang negara komunis pun seperti itu. Jadi kita kan waktu itu melihat dimana peran
serta masyarakat? Kok setiap saat dia bisa memberikan informasi? Bahkan di India itu, Pak
Kodrat ya Bapak-bapak sekalian, di India itu sampai kepada lelangnya itu ditangani semacam
Bappeda-nya karena dia merencanakan maka sekaligus dia melelang. Kalau kita di Indonesia
kan tidak, merencanakan, menteri keuangan yang kasih uang, menetapkan ini, masing-masing
26 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA
SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
lembaganya yang melelang. Kalau di India yang kami dapati tempo hari, yang rencanakan
adalah Bappedanya sampai lelangnya Pak.
Itu sebabnya kemudian pemerintah Indonesia tidak pernah mendirikan atau sekarang baru
langsung badan, apa yang namanya, unit, ULP ya. ULP-ULP bareng ULP, itu kan dulu
dimotori oleh Bapenas juga karena mau dikaitkan antara perencanaan sampai pada dan
memang di India ternyata efektif, efektif cara itu karena yang merancanakan adalah dia, maka
dia yang tahu ini yang harus dimenangkan, kira-kira seperti itu. Dimana bisa kira-kira
dikaitkan? Di Musrenbang atau apa di, inikan tidak cukup kalau hanya dikatakan diatur
dengan Peraturan Presiden ya. Kita munculkan saja kalau Peraturan Presidennya.
Pak Kodrat ada komentar?
PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN)
Terima kasih banyak Pak Ketua. Mohon maaf Pak Basri memang kami menyebutkan
di pasal, diawal tentang Musrenbang ini memang tentang Musrenbang pusat dan daerah. Itu
sudah eksplisit ya, cuma memang kami pikir tidak perlu dijelaskan, musyawarah di pusat itu
apa karena kami sudah mengamanatkan, dinormakan dalam Musrenbang itu ada di desa
sampai ketingkat yang paling tinggi.
Yang kedua juga mungkin sebagai pengalaman, dari mungkin, dari tahun 2005
sampai tahun 2015, saya ikut Musrenbangnas duduk paling depan begitu, selalu berubah Pak
formatnya, selalu berubah. Dari yang banyak, rombongan seperti pasar malam, saya katakan
tadi malam, sampai sekarang tidak ada lagi karena dibagi-bagi waktunya. Kabupaten ini dan
ini hari apa dan jam berapa. Jadi tidak lagi seperti tahun 2013 yang saya ingat sampai
tumpek-blek dalam satu ruangan ballrom di Hotel Bidakara yang bahkan saya sendiri tidak
tahu itu, tidak bisa jalan karena saking padatnya. Tapi sekarang, tahun ini saya ingat, mulai
tidak ada lagi karena cuma kepala-kepala daerahnya saja, sementara konsultasinya dilakukan
secara bergiliran dalam waktu 2 minggu, kalau tidak salah. Jadi itu format, itu format, artinya
memang yang penting saya sepakat dengan Bapak bahwa Musrenbang ini jangan sekedar
hanya Musrenbang-Musrenbangan, dimana kedepan juga untuk nafas akuntabilitas dan
efisiensi, memang betul penyelenggaraan Musrenbang dapat dilakukan dengan menggunakan
tekhnologi. Sama dengan yang di peran serta masyarakat.
Saya kira ini kompromistis dimana Musrenbang harus bunyi sekarang, toh sudah
dalam proses sudah dalam perbaikan, tapi perlu norma dan normanya ada di undang-undang.
Demikian Pak Ketua.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Pak Budi ada?
PEMBICARA: Drs. H. A. BUDIONO, M.Ed. (JATIM)
Ini Pak. Untuk melawan lupa dan ini Pak menghindari perencanaan instan. Biasanya
kalau kita itu diberi waktu dalam waktu singkat berapa bulan begitu atau berapa hari. Maka
kita berpikirnya instan sekali ya, hanya yang diingat pada saat itu saja. Kemudian sesudah
waktunya selesai, berakhir, itu baru ingat lagi begitu Pak. Nah sebab itu mungkin perlu
dipikirkan juga bagaimana yang namanya penyerapan aspirasi secara online itu tidak dibatasi
waktu. Jadi sifatnya itu sepanjang tahun, katakanlah seperti itu. Hanya nanti pada saat kita
membutuhkan data itu kita cut, kita ambil data atau masukannya sampai mana.
27 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA
SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
Sebab kenyataannya sering sekali Pak, begitu sudah jadi, katakanlah maaf, jadi-jadi
suatu perencanaan, ya sudah final jadi RKP kemudian masih muncul pemikiran-pemikiran
lagi itu. Nah oleh sebab itu mungkin juga diatur di sini bahwa yang namanya serap aspirasi
itu, secara online itu berlakunya bisa tidak dibatasi oleh waktu, hanya pada saat, beberapa
saat sebelum, sebelum pelaksanaan Musrenbang begitu. Terima kasih Pak
PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN)
Itulah Pak Budiono, terima kasih masukannya. Itulah alasan kami walaupun pada
awalnya ada yang mempertanyakan kenapa harus ada peran serta masyarakat pada saat kita
punya Musrenbang. Artinya Musrenbang dipisahkan dengan peran serta masyarakat.
Musrenbang itu adalah sesuatu yang kita inginkan menjadi yuridis dan legitimasi adanya
peran serta, aspirasi masyakat yang tersampaikan pada prinsip perencanaan. Tetapi pada
prosesnya ini harus selalu dikawal melalui peran serta masyarakat.
Jadi Musrenbang memang harus, mohon maaf harus one point of time, pada saat
perencanaan sedang disusun tetapi untuk perencanaan yang sudah disusun pengawalannya,
bahkan even evaluasinya, itu sudah kita titipkan amanahnya dalam peran serta masyarakat di
bagian tersendiri, terima kasih.
PEMBICARA: Drs. H. A. BUDIONO, M.Ed. (JATIM)
Mungkin ada tersendiri di setiap pengembangan Pak. Bentuk peran serta masyarakat
dan seterusnya adalah penyusunan, pemberdayaan, bukannya ini lebih tepatnya pemanfaatan
Pak? Yang C itu loh Pak, menurut kemungkinan pemikiran saya Pak, pemanfaatan sistem
informasi, bukan pengembangan. Kalau pengembangan tugasnya programmer saya pikir ya.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Peran serta masyarakat paling sedikit meliputi satu perencanaan, pemberdayaan,
pemanfaatan sistem informasi. Dimana disini SDM perencanaan? Karena Bapak masukkan
asas profesionalisme, dimana dia masuk gitu Pak? Nanti, di bab mana? Pasal 2. Penyusunan
perencanaan nasional meliputi fungsional perencanaan pembangunan, itu mengikutsertakan
fungsional perencanaan tapi dimana penegasannya untuk menciptakan manusia-manusia
profesional perencana? Ini mengikutsertakan fungsional perencanaan pembangunan, yang
sudah fungsional, ya kan? Undang-undang ini juga mengamanahkan mestinya adanya
kewajiban kita untuk membuat manusia perencana yang profesional. Kemudian ayatnya
inilah yang mengikat, mengikutsertakan mereka, tetapi harus ada ya.
Perencanaan pembangunan nasional mengikutsertakan, oke setuju mengikutsertakan,
tetapi membuat fungsional perencanaan itu di mana? Ayat 2 mengenai keikutsertaan dan
pembiayaan perencanaan pembangunan sebagaimana ayat 1 diatur dalam Peraturan
Pemerintah, gitu ya?
PEMBICARA: Drs. H. A. BUDIONO, M.Ed. (JATIM)
Begini ya, sebenarnya dalam ketentuan hasil TKS bahwa seluruh kementerian
maupun seluruh lembaga, maupun seluruh SKPD, itu mesti ada yang namanya jabatan
fungsional Pak. Jadi jabatan struktural dan fungsional, jadi maksudnya misalnya di Bappenas
atau di Bappeda itu masih ada, itu hanya saja di SKPD, di Pemerintahan Daerah itu seringkali
tidak terisi jabatan itu. Kalau yang dipendidikan itu jelas, guru adalah fungsional di sana. Nah
28 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA
SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
itu sebenarnya di sini sudah ada, tanpa diatur di sini pun sebenarnya pejabat-pejabat
fungsional itu sudah ada, sehingga mungkin di sini lebih mendorong, lebih mendukung agar
dalam setiap institusi itu ada pejabat-pejabat fungsional ini dan ada betul dan dimanfaatkan
betul dan tidak dimutasi ke sana ke mari. Jadi kariernya tuh memang karier fungsional. Nah
itu sejak rekruitmen CPNS memang langsung di sana, fungsional di sana.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Baik, sebab tadi malam pemikiran berkembang itu, supaya Bappeda nanti tidak ada
lagi jabatan struktural kecuali pimpinan Bappeda-nya. Semua pejabatnya itu fungsional,
makna di Undang-undang ASN seperti itu, maknanya seperti itu. Makanya tadi
pertanyaannya dimana kita punya pengaturan terhadap pembentukan. Kalau ayat 2 ini saya
terima tapi tadi harus dibalik Pak, ketentuan mengenai pembinaan karena jangan
keikutsertaan yang lebih utama, pembinaannya dulu. Kita membina orang-orang barulah kita
ikutsertakan, kalaulah keikutsertaan yang dominan nanti sembarang orang lagi yang
diikutsertakan baru dibina di sana. Kepala Satpol PP menjadi Kepala Bappeda, nanti Kepala
Bappeda baru diikutkan pelatihan perencanaan kan itu maknanya di situ. Sekaligus
sebenarnya menyebarkan asas profesional kan di situ, apa sudah cukup dengan dua ayat ini
satu pasal? Bab ini apa di atas? Bab tentang pendukung ya? Dari bab tentang kelembagaan.
Oke, baik Bapak-Ibu sekalian, teman-teman Anggota masih? Saya sudah bisa
simpulkan? Coba simpulannya begini. Naskah akademik kemarin kita sudah simpulkan
sebenarnya, bahwa apa yang disusun oleh tim ahli dengan segala masukan, bahkan masukan
lagi tadi siang, saya mau simpulkan ulang menjadi naskah akademik yang disusun oleh tim
ahli yang tadi kita bahas bersama dengan Komite IV.
Pada dasarnya dapat kita terima dengan segala penyempurnaan-penyempurnaannya
dan menugaskan selanjutnya staf ahli Komite IV untuk melakukakan penyempurnaan dengan
narasumber utama adalah, saya sebenarnya tidak mau meyebutkan mantan tetapi saya tidak
tahu istilah apa yang paling tepat, dengan tim ahli yang ada sekarang, Bapak berakhir
bersama kita secara formalnya pada Bulan Juli, sehingga sesudah bulan Juli, inilah yang saya
sebut dengan narasumber utama bagi kami di Komite IV dengan staf ahli melakukan untuk
penyempurnaan-penyempurnaan, jadi begitu pengertiannya dan memang begitu semuanya
bahwa setelah selesai secara formal masa tugas itu, selanjutnya menjadi narasumber. Saya
kira begitu kesimpulannya.
Kemudian yang kedua adalah draft RUU yang telah kita bahas yang disusun oleh staf
ahli dan dibahas oleh Komite IV, banyak hal yang mesti kita sempurnakan secara redaksional
kalau substansial kita sudah sepaham semuanya tetapi ini membutuhkan penyempurnaa-
penyempurnaan redaksional bahkan juga masih ada pembentukan struktur ada mungkin
penambahan ayat seperti tadi, dan kita terima dengan catatan akan disempurnakan Komite IV
dengan staf ahli dan narasumbernya adalah tim ahli penyusun draft. Bisa begitu
kesimpulannya? Kita setujunya ya sudah seperti itu ya?
KETOK 3X
Baik terima kasih, maka secara formal, tugas tim ahli dapat kita terima. Sekali lagi
dengan dua kesimpulan seperti tadi, dan kepada staf ahli Komite IV tugas selanjutnya yang
paling berat adalah secara rutin, Bapak-bapak Ibu menyempurnakan ini, narasumber adalah
tim ahli perancang RUU, tetapi inikan dia narasumber setelah selesai 30 Juli, karena itu saya
bermohon, kami bermohon kepada tim ahli dalam satu minggu ke depan ini untuk
penyempurnaan, yang tadi kita bicarakan tolong tetap berkenan untuk menyempurnakan
29 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA
SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
terutama karena terlalu banyak tadi digantungkan pada penjelasan pasal, sementara
penjelasan pasalnya sendiri belum ada, saya anggap ada, dalam pengertian tanggung jawab
Pak Kodrat dan tim untuk menyelesaikan itu dalam satu minggu ke depan, sebelum berakhir
31 Juli.
Baik, untuk tim ahli ada komentar sebelum kita tutup? Pak Kodrat dan teman-teman
silakan.
PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN)
Mungkin dari kami Pak bahwa konsep perencanaan ini kan adalah hasil bersama
sehingga kami juga sangat mengapresiasi kalau notulensi hasil pertemuan hari ini, bukan
hanya kesimpulan Pak Ajieb dan juga dokumentasi yang tersedia di sekretariat bisa kami
dapatkan karena sehebat-hebatnya kami mencoba merangkum atau mencoba
menginventarisir masalah selalu ada yang lewat Pak. Padahal kami mempunyai PR yaitu
membuat penjelasan, materi penjelasan bukanlah hal yang mungkin mudah, ya mudah, tapi
takes time, supaya tidak mubazir, mungkin mohon, sudah jelas? Tapi jangan sudah jelas -
sudah jelas, nanti ujung-ujungnya kan tidak lucu. Itu yang saya tahu dari teman-teman
konsultan yang hukum katanya sudah jelas, itu yang tidak kami inginkan tapi untuk supaya
bisa memuat sebuah penjelasan yang baik, mudah-mudahan ada masukkan tertulis Pak, dari
para senator yang hadir, atau dari sekretariat punya dokumentasi, notulensi sebagai
pelengkap, syukur-syukur bisa trasnkip ya, untuk kami manfaatkan untuk melengkapi draft
undang-undang ini. Terutama dalam menyusun penjelasan. Terima kasih Pak.
PEMBICARA: BASRI SALAMA, S.Pd. (MALUT)
(Tanpa mic, red.)
Dalam posisi yuridis pembuatan RPJP ini maka fungsi pengawasan dari parlemen ke
RPJP itu juga tidak ada. Kita sudah pada saatnya bahwa itu amandemen terhadap pemerintah
daerah menyebabkan RPJP itu sangat dipengaruhi oleh kemauan tapi kita di posisi regional
itu (tidak jelas) oleh kepala daerah itu maka posisi disitu justru kepala daerah itu harus
menjadi kepala daerah yang menyampaikan kepentingan-kepentingan parlemen itu
membutuhkan sistem kita yang (tidak jelas) hubungan kepala daerah dengan DPR. Saya kira
itu.
(Tanpa mic, red.)
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Baik Pak Basri terima kasih banyak. Pak Budi, komentar singkat Pak.
PEMBICARA: Drs. H. A. BUDIONO, M.Ed. (JATIM)
Jadi RUU ini relatif baik Pak, baik pasal maupun ayatnya, dan halamannya ini relatif
singkat, pendek, dibanding RUU yang sudah pernah ada. Ini apa memang sengaja dibuat
seperti ini? Apa sengaja artinya untuk membuka ruang untuk penambahan atau biar lebih
fleksibel mungkin perlu ada penjelasan, tapi mungkin nanti Pak tidak sekarang.
30 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA
SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV)
Ya Pak Budi, di Undang-undang 25 tahun 2004 terdiri atas 10 bab dan 37 pasal di
RUU sekarang ini terdiri atas 11 bab, 33 pasal. Jadi babnya bertambah pasalnya berkurang,
ayatnya lebih banyak. Jadi di RUU yang baru ini ayatnya banyak dan poinnya lebih banyak.
Jumlahnya diatas 30 dan diatas 40. Amanahnya juga untuk ditindaklanjuti. Undang-undang
lama tidak ada amanah yang tegas memerintahkan untuk ditindaklajuti Peraturan Pemerintah
dan Peraturan Presiden dan RUU dan sudah ada amanah yang tegas untuk menindaklanjtui
dalam bentuk Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden atau Keputusan Presiden, tapi
sekali lagi kesimpulan saya tadi, kalau Bapak cermati kalimatnya adalah masih kita terbuka
untuk menyempurnakan berdasarkan berbagai masukan, maksud saya ini berkait dengan
rencana kerja kita, ukuran kerja kita bahwa hasil yang, produk yang dihasilkan oleh tim ahli
kita terima malam ini dengan segala penyempurnaanya dan pada selanjutnya nanti menjadi
narasumber, jika ada yang kita sempurnakan.
Saya kira Bapak sekalian tidak ada yang tidak bisa berubah sepanjang itu disepakati,
tidak ada yang tidak bisa diubah sepanjang kita sepakati. Kesepakatan bisa terbangun dari
kesepahaman. Sebelum saya tutup, staf ahli komite ada komentar? Tidak ada? Cukup?
Baik.
Jadi saya atas nama Komite IV beserta tim ahli menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya atas kerja keras Bapak-bapak sekalian, luar biasa dalam waktu yang
singkat. Pemerintah terkadang membutuhkan waktu dua tahun untuk merancang Undang-
undang dengan anggaran sekian miliar tetapi di DPD untuk melahirkan sebuah RUU inisiatif
dengan waktu kinerja paling enam bulan sudah jadi dengan, sebenarnya kalau secara kualitas,
sering saya baca naskah di pemerintah maupun di RUU, kurang lebih sama. Hanya mereka di
sana kalau sudah rapat satu jam, sudah terlalu lama itu kan, kita ini sudah rapat 21 jam kalau
ditotal dari kemarin. Itu pun kalau benar saya punya, benar kalau dikumpul.
Jadi saya atas nama komite IV dan juga mewakili sekretariat, pada tim ahli terima
kasih anyak dan mengucapkan mohon maaf kalau ada yang kurang berkenan selama ini
komunikasi kita. Kepada staf ahli komite, pekerjaan berat selanjutnya di komite dengan staf
di sekretariat.
Saya ucapkan terima kasih pada Bapak-bapak Anggota Komite IV. Sekali lagi saya
mohon maaf kalau ada yang kurang berkenan atas pernyataan saya ataupun cara
kepemimpinan saya, Pak Budi, ataupun Pak Ghazali, terima kasih kepada Bapak-bapak di tim
ahli dan semuanya. Saya tutup dengan ucapan Alhamdulillahirabbil Alamin.
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat malam, selamat istirahat bagi yang mau istirahat.
RAPAT DITUTUP PUKUL 22.26 WIB