DESKRIPSI PEMBUKAAN DIRI PARA FRATER … ini adalah penelitian deskripsi dengan metode survei....

of 123 /123
DESKRIPSI PEMBUKAAN DIRI PARA FRATER YUNIOR KEPADA PEMBIMBING ROHANI KONGREGASI FRATER SANTA PERAWAN MARIA BUNDA BERBELASKASIH (CMM) PROVINSI INDONESIA TAHUN 2007/2008 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling Oleh: Paulus Paji Keban NIM : 021114020 PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2009

Embed Size (px)

Transcript of DESKRIPSI PEMBUKAAN DIRI PARA FRATER … ini adalah penelitian deskripsi dengan metode survei....

DESKRIPSI PEMBUKAAN DIRI PARA FRATER YUNIOR

KEPADA PEMBIMBING ROHANI KONGREGASI FRATER SANTA

PERAWAN MARIA BUNDA BERBELASKASIH (CMM) PROVINSI

INDONESIA TAHUN 2007/2008

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh:

Paulus Paji Keban

NIM : 021114020

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2009

ii

iii

iv

MOTTO DAN HALAMAN PERSEMBAHAN

Hidup yang berharga adalah

hidup yang menghidupi Orang lain

Mansuete Et Fortiter

(Mgr.Joannes Zwijsen)

Skripsi ini kupersembahkan untuk :

Para Frater CMM di Provinsi Indonesia,

Serta seluruh keluargaku terkasih

v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Paulus Paji Keban

Nomor Mahasiswa : 021114020

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah berjudul

DESKRIPSI PEMBUKAAN DIRI PARA FRATER YUNIOR

KEPADA PEMBIMBING ROHANI KONGREGASI FRATER SANTA

PERAWAN MARIA BUNDA BERBELASKASIH PROVINSI INDONESIA

TAHUN 2007/2008

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata

Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,

mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan

mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis,

tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya

selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini

yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta,

Pada tanggal 28 Januari 2009.

Yang menyatakan,

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 28 Januari 2009

Penulis

vii

ABSTRAK

DESKRIPSI PEMBUKAAN DIRI PARA FRATER YUNIOR

KEPADA PEMBIMBING ROHANI KONGREGASI FRATER SANTA

PERAWAN MARIA BUNDA BERBELASKASIH PROVINSI INDONESIA

TAHUN 2007/2008

Oleh :

Paulus Paji Keban

Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

2008

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pembukaan diri para frater

yunior kongregasi frater Santa Perawan Maria Bunda Berbelaskasih provinsi

Indonesia tahun 2007/2008 kepada pembimbing rohaninya. Masalah yang diteliti

adalah bagaimana pembukaan diri para frater Yunior CMM kepada pembimbing

rohani Kongregasi Frater Santa Perawan Maria Bunda Yang Berbelaskasih (CMM)

Provinsi Indonesia Tahun 2007/2008?

Penelitian ini adalah penelitian deskripsi dengan metode survei. Subyek

penelitian adalah 66 frater yunior CMM Provinsi Indonesia. Penelitian ini adalah

penelitian populasi karena seluruh responden dijadikan subyek penelitian. Teknik

analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : (1) Menentukan skor dari

masing-masing alternatif jawaban yang sudah diberikan oleh subyek penelitian dan

membuat tabulasi skor dari masing-masing butir item skala. (2) Menghitung total

skor masing-masing subjek penelitian dan total skor tiap item pernyataan. (3)

Menentukan penggolongan kualifikasi pembukaan diri berdasarkann Azwar

viii

(1999:108) yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. (4)

Membuat distribusi frekuensi pembukaan diri

Penelitian ini memperoleh hasil sebagai berikut : di antara para frater yunior

CMM provinsi Indonesia ada 1 orang frater yang sangat tinggi pembukaan dirinya, 9

orang frater yang tinggi pembukaan dirinya, 34 orang frater cukup/sedang pembukaan

dirinya, 18 orang frater yang rendah pembukaan dirinya, dan 1 orang frater sangat

rendah pembukaan dirinya. Kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini

adalah : Tingkat pembukaan diri para frater Yunior kepada pembimbing Rohani,

kongregasi frater Santa Perawan Maria Bunda Berbelaskasih (CMM) Provinsi

Indonesia Tahun 2007/2008 cukup/sedang.

ix

ABSTRACT

THE DESCRIPTION OF SELF-DISCLOSURE OF THE JUNIOR BROTHERS

ON THE SPIRITUAL GUIDE OF CONGREGATION BROTHERS OF OUR

LADY MOTHER OF MERCY IN INDONESIAN PROVINCE OF

2007/2008

By:

Paulus Paji Keban

Sanata Dharma University - Yogyakarta

The research was intended to describe the self- disclosure of junior brothers of

Congregation Brothers of Our Lady Mother of Mercy of 2007/2008 to their spiritual

guide. The problems of the research was what was the self-disclosure of the CMM

Junior Brothers on their spiritual guide of Congregation Brothers of Our Lady Mother

of Mercy (CMM) in Indonesian Province of 2007/2008?

The research was a description research and used survey method. The

subject of the research consisted of sixty six (66) CMM Junior Brothers in all

Indonesian Province. The research was a population research because all of the

respondent became the subject. The technic analysis data that was used for the

research included: 1) Determinining the scores of every answered alternative had

given by subject and made a scored tabulation for every item scales. 2). Caunting the

total score from every research subject and total scoring for every item. 3)

Determining the self- disclosure qualified classify based on Azwar (1999:108) that

was: very low, low, medium, high and very high. 4) Making the frequency

distribution of the self disclosured.

The result of the research was: there was one (1) brother who had very high

score of his self-disclosured amongst them, nine (9) CMM Junior Brothers who had

high score of self-disclosured, eighteen (18) CMM Junior Brothers who had low

x

score of self-disclosured and one (1) brother who had very low scrore of the self

disclosured. So, the conclusion of the research was: Self - Disclosured Grade of

Junior Brothers to their Spiritual Guide of Congregation Brothers of Our Lady

Mother of Mercy of 2007/2008 was included in medium category.

xii

KATA PENGANTAR

Penulis menghaturkan terima kasih dan puji syukur selimpahnya

kepada Tuhan Yang Maha Esa atas bimbingan dan penyertaan-Nya dalam

seluruh proses perjuangan jatuh bangun dari awal semester hingga penulisan

skripsi ini. Penulis menyadari banyak pihak telah terlibat memberikan

sumbangsi selama penulisan skripsi ini. Maka pantaslah pada kesempatan ini

penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. M.M. Sri Hastuti, M.Si sebagai Kepala Program Studi Bimbingan

dan Konseling, sekaligus sebagai dosen pembimbing, yang telah

membimbing, mengajari, memotivasi dan mendorong penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

2. Panitia penguji skripsi yang memberi kesempatan kepada penulis untuk

mempertanggungjawabkan dan mempertahankan skripsi.

3. Bapak Drs. T. Sarkim, M. Ed., Ph.D., sebagai Dekan Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

4. Para dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, yang dengan

penuh kesabaran mendidik, membimbing saya selama menempuh kuliah

sehingga saya bisa mendapatkan harta berharga: ilmu.

5. Fr. Martinus Leni, CMM., Provinsial Frater CMM Provinsi Indonesia yang

memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.

xiii

6. Para Dewan Pimpinan Frater CMM Provinsi Indonesia yang juga

memberikan kesempatan dan dukungan kepada penulis untuk

menyelesaikan skripsi.

7. Fr. Lukas Mandagi (Mantan Provinsial) yang memberikan dukungan bagi

peneliti.

8. Fr. Nikodemus Tala, Fr.Yoseph Bille, Fr. Martinus Magundap, Fr. Silvino

Belo, yang setia meluangkan waktu mendampingi para frater yunior di

Malino-Makassar.

9. Para Frater pemimpin komunitas CMM yang memberikan bantuan dan

memotivasi para frater muda untuk mengisi kuesioner.

10. Teman-teman frater yunior yang telah memberikan dukungan kepada

penulis dalam pengisian kuesioner.

11. Teman-teman komunitas : Fr.Martin, Fr.Dion, Fr.Max, Fr.Gusti, Fr.Richard,

Fr.Doni, Fr.Blas, Fr.Wilem, Fr. Kardi, Fr. Goris, Fr.Wifridus yang selalu

memberikan waktu untuk berbagi pengalaman dan selalu mendukung

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

12. Saudara Juster Donald Sinaga, yang mengizinkan penulis menggunakan dan

memodifikasi kuesioner.

13. Teman-teman BK : Petrus Gunarto, Trias Noviandary, Hayu, Bertus, Dewi,

Sr. Vero OSU, Sr. Kornelia, FSE, Paula, Brigita Ari, Oncu, Lopes, Vera,

Hani, Elsintha yang membantu wawasan bagi penulis dalam mengolah data.

xiv

14. Teman-teman PPL dari Taman Dewasa Jetis, SMA GAMA dan Panti

Harapan Bawen-Ambarawa : Mbak Surmi, Mas Wahyu, Yessi, Nona

Venny, dan Bertha yang turut berproses bersama.

15. Teman-teman di Program Studi Bimbingan dan Konseling yang selalu

memberikan salam hangat dan memberikan waktu untuk berbagi

pengalaman di Prodi BK.

16. Keluarga tercinta : Bapak Dominikus Uran-Keban, Mama Agnes Kean, Kak

Sipri sek., Kak Berta sek., Kak Agus sek., Kak Ma sek., Kak Toni, Ade

Vero sek., Oncu Rina sek., Arif, Nita, Ade, Rosa, Theo, Rio, Novan dan

keluarga Bapak Matius Kean.

17. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang turut

serta dalam membantu penyelesaian skripsi ini. Semoga berkat Tuhan selalu

beserta kita.

Pada akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna.

Semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca pada

umumnya dan bagi penulis pada khususnya. Terima kasih.

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................. iv

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ....................................................... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ......................................... vi

ABSTRAK ............................................................................................................ vii

ABSTRACK .......................................................................................................... viii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... xi

DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiv

DAFTAR TABEL ................................................................................................ xvii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xviii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

A. Latar Belakang ....................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................... 6

C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 6

D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 7

E. Batasan Istilah ........................................................................................ 7

BAB II KAJIAN TEORITIS .............................................................................. 10

A. Kongregasi Frater CMM ...................................................................... 10

1. Gambaran Umum Tentang Kongregasi Frater CMM .................. 10

2. Gambaran Belaskasih Mgr. Joannes Zwijsen ............................... 13

3. Belaskasih Spiritualitas Kongregasi Frater CMM ......................... 14

xv

4. Gambaran Umum Pembinaan Frater Yunior CMM .................... 32

B . Pembukaan Diri ...................................................................................... 38

1. Pengertian Pembukaan Diri ......................................................... 38

2. Bentuk-Bentuk Pembukaan Diri .................................................. 39

3. Isi Pembukaan Diri ...................................................................... 41

4. Beberapa Alasan Takut Terbuka ................................................... 44

5. Langka-langka Membuka Diri ..................................................... 47

6. Manfaat Pembukaan Diri .............................................................. 49

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 58

A. Jenis Penelitian ...................................................................................... 58

B. Populasi dan Sampel ............................................................................ 59

C. Instrumen Penelitian ............................................................................ 61

1. Kuesioner Pembukaan Diri .......................................................... 61

2. Kisi-kisi Kuesioner Pembukaan Diri ........................................... 62

3. Penentuan skor ............................................................................... 64

4. Uji Coba Alat ............................................................................... 64

D. Validitas dan Reliabilitas ..................................................................... 65

1. Validitas Alat Ukur ............................................................................. 65

2. Uji Daya Beda ..................................................................................... 66

3. Reliabilitas Alat Ukur .......................................................................... 69

E. Prosedur Pengumpulan Data ............................................................... 71

1. Tahap Persiapan .................................................................................. 71

2. Teknik Analisis Data ........................................................................... 72

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................... 74

A. Hasil Penelitian ....................................................................................... 74

B. Pembahasan ........................................................................................... 76

xvi

BAB V PENUTUP ............................................................................................... 85

A. Ringkasan ............................................................................................... 85

B. Kesimpulan ............................................................................................ 87

C. Saran ........................................................................................................ 87

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Populasi dan sampel........................................................................... 60

Tabel 2. Kisi-kisi kuesioner Pembukaan.......................................................... 63

Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Analisis Instrumen Ujicoba ................................. 67

Tabel 4. Distribusi Kuesioner Penelitian ...................................................... 70

Tabel 5. Penggolongan Tingkat Pembukaan diri ........................................... 75

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kuesioner Penelitian .................................................................. 93

Lampiran 2 : Hasil tabulasi Uji Coba Instrumen Pembukaan diri .................. 95

Lampiran 3 : Reliabilitas ................................................................................. 98

Lampiran 3 : Hasil Tabulasi Data Penelitian .................................................. 100

Lampiran 4 : Perhitungan peringkat ................................................................ 101

Lampiran 5 : Surat Keterangan Penelitian ...................................................... 103

Lampiran 6 : Surat Ijin Uji Coba/Penelitian ................................................... 104

1

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian dan batasan istilah.

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Panggilan hidup membiara adalah panggilan untuk tidak menikah yang

ditujukan pada seseorang yang mengikuti ajaran Kristus. Setiap orang yang

terpanggil tentu menjawab panggilan itu dan memutuskan diri untuk bergabung

dalam suatu lembaga hidup bakti. Inti hidup membiara adalah menyerahkan diri

seutuhnya kepada Allah. Penyerahan diri ini diwujudkan dalam hidup melalui

nasehat-nasehat Injil dengan cara masing-masing seturut kharisma pendiri ( Mardi

Prasetyo, 2000:21).

Menjadi manusia yang utuh merupakan suatu proses yang terus-menerus

dimiliki oleh individu untuk menjawab tawaran Allah melalui usaha pribadi dan

melibatkan orang lain. Proses bertumbuh menjadi pribadi yang utuh, terjadi apabila

manusia mampu berelasi dan berkomunikasi dengan orang lain. Bagi seorang

religius, proses bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang utuh berarti hidup

bersama orang lain di dalam komunitas dan bersedia dibina seturut semangat

kongregasi.

2

Dalam pembinaan hidup membiara proses pembinaan ini terbagi menjadi

tahap-tahap tertentu. Pada umumnya dalam sebuah lembaga religius tahap-tahap

pembinaan itu meliputi : tahap postulat (ada kongregasi yang memulai dengan

aspiran), tahap novisiat, tahap yuniorat dan tahap pembinaan lanjutan (on going

formation) untuk anggota yang sudah berkaul kekal. Pelaksanaan proses pembinaann

diatur oleh setiap lembaga hidup religius dengan memperhatikan hukum gereja dan

peraturan kongregasi yang bersangkutan.

Masa postulat berlangsung selama satu tahun. Dalam masa ini seorang calon

diperkenalkan tentang hidup bakti secara umum dan penghayatan secara khusus

spiritualitas kongregasi.

Masa novisiat berlangsung selama dua tahun. Tahun novisiat yang pertama

adalah tahun kanonik yang berlangsung satu tahun penuh (KHK, kan.648). Tahun

novisiat yang kedua adalah tahun eksperimen-eksperimen. Eksperimen-eksperimen

berarti menguji dan mengenali panggilan para novis serta mendidik mereka tahap

demi tahap menempuh jalan hidup kesempurnaan yang khas bagi kongregasi. Pada

masa ini para novis akan menjalani hidup berkomunitas di komunitas terdekat dan

mengikuti kursus gabungan bersama para novis kongregasi lain. Pada masa masa

tahun pertama dan kedua para novis dibimbing untuk memahami panggilan Ilahi,

khususnya yang khas dari tarekat yang bersangkutan, mengalami semangat dan cara

hidup kongregasi menurut semangat konstitusi (KHK, kan. 646).

Masa yuniorat diawali dengan pengikraran pertama kaul-kaul membiara

setelah novis dianggap layak menurut hukum gereja dan konstitusi kongregasi. Masa

3

yuniorat adalah masa dimana para yunior menjalankan proses pengintegrasian

penghayatan kaul-kaul dalam hidup berkomunitas, doa/spiritualitas dan karya

kerasulan.

Dari ketiga tahap pembinaan yang telah dikemukakan untuk keperluan

penelitian di Kongregasi Maria Bunda Yang Berbelaskasih (dalam bahasa latin

Congregatio Fratrum Beatae Mariae Virginis, Matris Misericordiae disingkat CMM),

penulis menekankan tahap yuniorat. Alasan penulis, masa yuniorat adalah masa di

mana seorang frater yunior berada dalam pengintegrasian penghayatan kaul dalam

hidup membiara dengan segala aspeknya. Oleh karenanya mereka membutuhkan

pendampingan agar semakin mampu mengintegrasikan penghayatan kaulnya dalam

hidup berkomunitas, hidup doa, karya kerasulannya, dan mampu mengaktualisasikan

diri secara penuh sebagai frater kongregasi Maria Bunda Berbelaskasih (dalam

bahasa latin Congregatio Fratrum Beatae Mariae Virginis, Matris Misericordiae

disingkat CMM). Masa yunior dimulai sejak pengikraran kaul pertama hidup

membiara dalam kongregasi. Pada masa ini, para frater yunior ditempatkan di

komunitas-komunitas. Penempatan di komunitas-komunitas bertujuan agar para

frater yunior mengambil bagian dalam tugas perutusan dan belajar untuk menghayati

hidup sebagai seorang religius menurut semangat kongregasi.

Pelaksanaan pembinaan frater yunior ditempuh dalam dua cara yaitu di

bawah bimbingan pemimpin, frater senior lain yang hidup bersama mereka di

komunitas, dan melalui bimbingan Tim Pembina. Tim pembina (formator) dipilih

langsung oleh Dewan Pimpinan Provinsi. Tim ini bergabung dalam komisi

4

pendamping frater yunior. Pembinaan di komunitas ditempuh melalui bimbingan

pribadi, pendalaman spiritualitas, jadwal komunitas dan jadwal tahunan. Sedangkan

pembinaan yang dilaksanakan oleh tim pembina melalui tugas pribadi. Tindak lanjut

dari pemberian tugas pribadi adalah bimbingan pribadi dan kelompok. Dalam proses

pembinaan dijalin kerjasama antara pemimpin komunitas dan tim pembina.

Pribadi manusia senantiasa diharapkan bertumbuh, melalui suatu proses

peziarahan. Proses peziarahan yang dimaksud adalah suatu perjalanan dimana

individu akan menemukan tujuan akhir. Perjalanan ini tidak selalu mulus. Dalam

menempuh perjalanan ini individu harus sungguh-sungguh mempersiapkan dirinya.

Aspek-aspek yang diharapkan cukup tumbuh dalam diri religius : aspek kognitif,

aspek sosial, aspek afektif, aspek spiritual, aspek apostolik, aspek fisik.

Konstitusi Frater CMM Bab IV, art. 294 berbunyi : Agar kita berkembang

terus cinta kasih, maka alangkah baiknya pada saat tertentu kita mendengarkan

dorongan dari seseorang, yang membimbing kita secara pribadi.

Dalam proses pertumbuhan ini, seorang frater yunior memerlukan bantuan

orang lain untuk mencapai kehendak Allah. Pembukaan diri merupakan salah satu

syarat untuk mencapai kehendak Allah. Lebih lanjut Konstitusi frater CMM 1:26

menjelaskan : kita mampu membuka hati bagi orang lain dan menemuinya dengan

hormat, sejauh kita melupakan kepentingan pribadi.

Pandangan ini akan memudahkan kita untuk membina sikap saling membutuhkan,

relasi saling percaya sehingga mampu menciptakan suasana komunitas yang

harmonis dan damai.

5

Gordon (1999) mengemukakan bahwa pembukaan diri adalah suatu aktivitas

mengungkapkan diri (perasaan, pikiran, kebutuhan, keyakinan, pendapat) kepada

orang lain secara deskriptif, otentik, jujur dan apa adanya. Menurut penulis

pembukaan diri dalam rangka pembinaan frater yunior dapat berarti suatu aktivitas

bagaimana seorang frater dengan penuh kesadaran mengungkapkan diri secara

otentik, jujur, apa adanya tentang situasi yang dialami saat ini dan masa lalu. Lebih

lanjut Gordon (1999) mengemukakan bahwa dengan membuka diri seorang individu

dapat meningkatkan kesadaran diri (self-awareness), membangun hubungan yang

lebih dekat dan mendalam, saling membantu dan lebih berarti bagi kedua belah pihak,

mengembangkan ketrampilan berkomunikasi, mengurangi rasa malu dan

meningkatkan penerimaan diri, memecahkan berbagai konflik dan masalah

interpersonal, serta memperoleh energi tambahan dan menjadi lebih spontan

Dari pengalaman penulis selama kurang lebih 8 tahun hidup sebagai frater,

terdapat 18 frater yunior yang meninggalkan kongregasi (data sekretariat frater

CMM per 1 Juli sampai dengan November 2007). Jumlah ini tidak sedikit karena

kongregasi masih kekurangan anggota. Dari informasi Evaluasi Tahunan frater

yunior tahun 2007-20008 para pimpinan komunitas dan tim pembina, penulis

mendapat kesan bahwa banyak frater yunior yang kurang memiliki kesadaran untuk

membuka diri dan kesediaan untuk dibimbing sesuai dengan karisma kongregasi

frater CMM. Selanjutnya dari wawancara penulis dengan beberapa yunior, terungkap

bahwa mereka tidak berani menyampaikan berbagai gejolak atau pun emosi yang

ada di dalam dirinya kepada orang lain, apalagi jika menyangkut hal-hal yang

6

dianggapnya tidak baik untuk diketahui orang lain. Akibatnya individu tersebut lebih

banyak memendam berbagai persoalan hidup yang seringkali terlalu berat untuk

ditanggung sendiri sehingga menimbulkan berbagai masalah psikologis dan

fisiologis. Misalnya seorang yunior mengalami jatuh cinta dengan seorang gadis

sementara motivasinya menjadi seorang biarawan sangat kuat atau seorang frater

yunior dipercayakan menangani keuangan komunitas menyalahgunakan keuangan.

Mengingat pentingnya seorang religius memiliki sikap terbuka terhadap

pembimbing dalam tugas dan pengabdiannya, penulis ingin mengungkap tingkat

pembukaan diri para frater yunior kongregasi Frater Santa Perawan Maria Bunda

Yang Berbelaskasih (disingkat CMM) tahun 2007/2008. Hasil penelitian ini akan

digunakan sebagai informasi dan bahan masukan untuk pembinaan para frater yunior

di Indonesia.

B. Rumusan Permasalahan

Berawal dari latar belakang masalah tersebut, permasalahan yang dijawab

dalam penelitian ini adalah bagaimana pembukaan diri para frater Yunior CMM

kepada pembimbing Rohani Kongregasi Frater Santa Perawan Maria Bunda Yang

Berbelaskasih (CMM) Provinsi Indonesia Tahun 2007/2008?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bermaksud memperoleh gambaran tentang tingkat pembukaan diri

para frater Yunior CMM provinsi Indonesia Tahun 2007/2008.

7

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan masukan kepada para pemimpin dalam usaha meningkatkan

pendampingan dan bimbingan spiritualitas bagi frater yunior CMM Indonesia.

2. Menjadi sumber inspirasi bagi peneliti lain untuk mengembangkan penelitian

seputar obyek yang sama.

E. Batasan Istilah

1. Kongregasi adalah organisasi /lembaga hidup bakti di kalangan Katolik yang

memiliki spiritualitas yang sama

2. Kongregasi Para Frater Maria Bunda Yang Berbelaskasih, ( dalam bahasa

latin : Congregatio Fratrum Beatae Mariae Virginis, Matris Misericordiae

disingkat CMM) adalah suatu persekutuan religius awam yang tidak menikah.

3. CMM Provinsi Indonesia adalah salah satu bagian dari CMM dunia, yang

dipimpin oleh seorang frater yang disebut provinsial. Kata Provinsi Indonesia

dicantumkan untuk membedakan dengan CMM negara lain. Kongregasi

CMM berada di berbagai negara yang dipimpin oleh frater pemimpin umum

yang berdomisili di Tilburg, Belanda.

4. Konstitusi adalah aturan/pedoman dasar yang mengatur jalannya kongregasi

5. Pembimbing Rohani CMM adalah tim pembina (formator) yang dipilih

langsung oleh Dewan Pimpinan Provinsi. Tim ini bergabung dalam komisi

pendamping frater yunior yang terdiri dari 12 frater senior, yang telah

dianggap matang dalam kehidupan rohani.

8

6. Yang dimaksud dengan frater yunior adalah seorang frater / sekelompok frater

yang sedang hidup / berada dalam masa kaul sementara / profesi sementara.

Secara konstitusional dapat dikatakan bahwa yang disebut frater yunior adalah

frater yang berprofesi sementara yang dimulai dari profesi I dan berakhir pada

saat seorang frater mengikrarkan profesi kekalnya seumur hidup. Rentang

waktu antara profesi pertama dan profesi kekal disebut masa yuniorat. Kaul

adalah suatu janji untuk memuliakan Allah. Kaul sementara adalah kaul yang

diperbaharui secara berkala. Masa kaul sementara sekurang-kurangnya enam

tahun dan paling lama sembilan tahun. Kaul pertama berarti kaul yang

diucapkan pertama kali setelah masa pembinaan yang disebut masa novisiat

selesai.

7. KHK adalah kitab hukum kanonik yang bertujuan untuk menumbuhkan

ketertiban bagi masyarakat gerejani, yang memberikan tempat utama kepada

cinta, rahmat dan kharisma-kharisma dan mengatur perkembangan kehidupan

tiap-tiap orang yang termasuk di dalamnya.

8. Pembukaan diri adalah aktivitas pengungkapan diri berupa pengalaman hidup,

cita-cita, perasaan, pikiran, kebutuhan, keyakinan, pendapat kepada orang lain

terhadap situasi yang sedang kita hadapi dan memberikan informasi yang

relevan tentang masa lalu secara otentik dan jujur.

9. Tingkat pembukaan diri para frater yunior adalah taraf sejauh mana seorang

yunior mengungkapkan dirinya (perasaan, pikiran, kebutuhan, keyakinan,

pendapat) kepada pembimbingnya secara deskriptif, otentik, jujur dan apa

9

adanya. Dalam penelitian ini tingkat pembukaan diri dikategorikan dalam

lima tingkatan yaitu sangat tinggi, tinggi, cukup, rendah dan sangat rendah

berdasarkan distribusi normal dengan kontinum jenjang yang berpedoman

pada Azwar (1999:108).

10

BAB II

KAJIAN TEORITIS

Dalam bab ini akan diuraikan tentang kongregasi Frater CMM yakni

gambaran umum kongregasi, spiritualitas kongregasi, gambaran umum pembinaan

frater yunior CMM, pembukaan diri yakni bentuk-bentuk pembukaan diri, isi

pembukaan diri, alasan takut terbuka, langka-langkah membuka diri, dan manfaat

pembukaan diri.

A. Kongregasi Frater CMM

1. Gambaran Umum Tentang Kongregasi Frater CMM

Kongregasi Fratrum Beatae Mariae Virginis, Matris Misericordiae

(selanjutnya disebut CMM) merupakan suatu persekutuan religius awam yang

tidak menikah (Konst.CMM I, 21), didirikan oleh Mgr. Joannes Zwijsen pada

tanggal 25 Agustus 1844 di Tilburg, Belanda. Beliau peka akan masalah-masalah

sosial dan spiritual yang konkret di kota Tilburg, khususnya masalah pendidikan

kaum muda yang kurang diperhatikan. Ia hidup dalam tradisi Vinsensius yang

menghidupi karisma belaskasih Vinsensius a Paulo tentang sabda belaskasih,

"Segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang saudaraKu yang paling

hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku" (Mat 25:40). Sebagai pelindung

dan suri tauladan para pengikutnya, beliau mengambil tokoh Santa Perawan Maria

Bunda yang Berbelaskasih sebagai nama dan pelindung kongregasi.

11

a. Maria Bunda Yang Berbelaskasih

Dari nama yang diberikan kepada kongregasinya yaitu Kongregasi Frater

Santa Perawan Maria Bunda Yang Berbelaskasih (CMM), maka dapat dikatakan

bahwa Mgr. Zwijsen sangat mengagumi Bunda Maria. Maria disebut Bunda

Berbelaskasih karena Maria penuh kebaikan dan belaskasih terhadap orang-orang

yang miskin dan sesama yang menderita. Ia mengajak para pengikutnya untuk

belajar berbelaskasih mengikuti Bunda Maria.

Bunda Maria dengan gelar Bunda Yang Berbelaskasih, menandakan

keutamaan cinta kasih atau belaskasih harus diselenggarakan secara khusus dalam

kongregasi (De Veer, 2000). Kongregasi secara khusus didirikan untuk

melaksanakan keutamaan belaskasih bagi kaum miskin dan sesama yang menderita

seperti yang telah dilakukan Bunda Maria. Agar pengikutnya semakin menghayati

keutamaan-keutamaan Bunda Maria, ia mengajak para frater mengadakan ofisi

Maria (de Veer 2000), serta setiap hari berdoa rosario untuk merenungkan misteri-

misteri rosario.

Pandangan Mgr. Zwijsen tentang Maria sangat sederhana. Ia memandang

Maria sebagai seorang manusia yang mempunyai keterbatasan mampu

melaksanakan karya belaskasih Allah. Mgr. Zwijsen menghayati perlindungan dan

inspirasi Maria sebagai suatu kenyataan yang hidup dan kekuatan yang efektif

dalam hidupnya. Menjadi jelas untuk para pengikutnya supaya menjadikan Maria

Bunda yang Berbelaskasih sebagai suri tauladan dalam karya pelayanan kepada

sesama yang miskin dan menderita. Tentang hal ini dalam Konstitusi CMM

12

dikatakan bahwa Bunda Maria hendaknya menjadi suri tauladan dalam kehidupan

para frater. Para frater hendaknya dalam perjalanan hidup ini memasrahkan diri

kepada Penyelenggaraan Ilahi seperti yang diteladankan oleh Bunda Maria

(Kons.CMM I,58-60)

b. Santo Vinsensius a Paulo

Seperti banyak pendiri dari kongregasi yang muncul pada abad ke-19,

Mgr.Joannes Zwijsen diilhami oleh semangat Vinsensius a Paulo, rasul orang yang

miskin. Vinsensius merancang suatu pola kehidupan religius yang baru, dimana

cita-cita kontemplatif dari cinta yang murni dikaitkan dengan pengabdian kerasulan

bagi kaum miskin dan rakyat kecil pada zamannya. Salah satu kebijakan

Vinsensius a Paulo adalah cinta kepada Tuhan yang diwujudkan dalam pelayanan

kepada sesama yang miskin. Kebajikan cinta kasih ini diinspirasikan dari Sabda

Yesus yang berbunyi : ...Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu

yang kamu lakukan untuk salah seorang saudaraKu yang paling hina ini, kamu

telah melakukannya untuk Aku ( Matius 25: 40)

Perhatian Vinsensius a Paulo terhadap kaum miskin dan kemalangan di

Perancis pada abad ke-17, menginspirasikan Mgr. Joannes Zwijsen untuk memulai

karya belaskasih di Tilburg pada abad ke-19 dengan mendirikan Suster SCMM dan

Frater CMM. Zwijsen merupakan manusia yang mempunyai karisma belaskasih

dalam jejak Vinsensius (Huls, 1998).

13

2. Gambaran Belaskasih Mgr. Joannes Zwijsen

Zwijsen sering dilukiskan sebagai sorang pragmatis, seorang pelaku

yang merintis karya belaskasih pada abad ke-19 di Tilburg (van Geene

1993:10). Ia peka terhadap situasi konkret pada jamannya, terutama terhadap

orang miskin. Situasi kehidupan yang demikian mendorongnya untuk

memperhatikan dan mengabdi mereka dengan karya-karya belaskasih.

Zwijsen menyadari panggilan kepada orang miskin merupakan panggilan

kepada Allah sendiri (Konst.CMM I, 202-209).

Untuk menjelaskan secara konkret gambaran belaskasih kepada para

pengikutnya, Zwijsen merujuk pada teks kitab suci tentang perumpamaan

Orang Samaria yang Murah Hati (Luk 10:30-35). Tentang gambaran

belaskasih ini Harie van Geene (1993:II) menjelaskan demikian: Seorang

melewati seorang yang menderita, ia melihat orang itu, hatinya tergerak oleh

belaskasih, ia mendampinginya dan mulai beraksi. Lebih lanjut Pieter Jan

van Lierop (1996:40) menguraikan tentang unsur-unsur pokok dalam karya

belaskasih menurut Zwijsen berdasarkan kisah perumpamaan Orang Samaria

yang Murah Hati yaitu datang dan melihat, hati tergerak oleh belaskasihan,

melayani secara konkret dan efisien, mengatur kualitas dan kontinuitas

pelayanan.

14

3. Belaskasih Spritualitas Kongregasi Frater CMM

Belaskasih merupakan sebuah sikap yang perlu dibangun dalam pelayanan

terhadap orang lain terutama yang miskin dan marginal. Semangat belaskasih

menjadikan pelayanan bermutu dan mendapatkan landasan yang kuat dan kokoh

karena tidak ada unsur menonjolkan diri, pamrih, mencari popularitas terhadap orang

yang dilayani. Belasaksih mempunyain banyak aspek. Beberapa aspek belaskasih

yang mendasar untuk dipahami sebagai cara untuk memahami belaskasih secara utuh.

a. Perjumpaan wajah

Kata belaskasih (compassion) umumnya menimbulkan perasaan-perasaan

positif. Perasaan positif bermacam-macam, misalnya baik, lemah lembut dan

pengertian. Menurut Henry J.M. Nouwen, belaskasih adalah suatu jawaban terhadap

penderitaan manusiawi. Seorang manusia yang tidak berbelaskasih tidak dapat

dibayangkan seperti halnya seorang mannusia yang tidak manusiawi. Belaskasih

dalam bahasa Inggris disbut compassion. Kata compassion berasal dari bahasa Latin

yang terdiri dari dua kata, pati dan cum yang yang berarti menderita bersama.

Belaskasih berarti keterlibatan penuh dalam keadaan sebagai manusia. Bila

belaskasih diartikan seperti ini, maka jelas bahwa didalamnya terkandung lebih dari

sekedar suatu keramahan, pengertian dan kelembutan yang biasa. Belaskasih

berhadapan dengan situasi manusia. Untuk berbelaskasih seseorang harus mengalami

perjumpaan. Emanuel Levinas menggambarkan sebuah perjumpaan sebagai epifania

yakni muka yang mengekspresikan diri artinya apabila orang itu menyapa kita.

Epifani muka bersifat (mengandung makna) etis. Belaskasih mendapatkan makna

15

bila berhadapan dengan orang lain. Perjumpaan dengan orang menimbulkan sebuah

tanggungjawab. Misalnya bila ada sebuah penderitaan. Perjumpaan dengan

penderitaan menimbulkan tanggungjawab untuk berjuang mengatasi penderitaan.

Belaskasih tidak hanya berhenti pada perasaan pribadi, namum perjumpaan

menjadikan belaskasih mempunyai arti yang lebih mendalam yang bukan hanya

sekedar perasaan, keramahan, kelembutan, pengertian dsbnya. Belaskasih menuntut

tanggungjawab, pengorbanan diri, pembukaan diri dan keterlibatan untuk membuat

keadaan semakin baik dan layak.

b. Option for the poor dan keharuan sosial

Sikap belaskasih adalah sebuah tanggungjawab dan pilihan untuk melayani

orang-orang yang tidak berdaya. Orang yang tidak berdaya, orang miskin dan

marginal adalah mereka yang tidak dapat menolong diri sendiri. Kaum kecil ini

merupakan golongan yang jarang diperhitungkan dalam lingkup masyarakat. Sikap

belaskasih adalah pilihan untuk melayani mereka yang miskin dan kecil. Dengan

sikap penuh belaskasih orang miskin dan kecil mendapat perhatian dan kepedulian

yang membuat mereka mampu bertahan dalam hidup. Mengutamakan orang miskin

dan kecil adalah sebuah sikap peduli untuk menolong dan berjuang bersama dalam

tindakan belaskasih.

Sikap belaskasih adalah tindakan Allah yang peduli dengan kehidupan

manusia yang berdosa. Dengan demikian sikap belaskasih adalah kepedulian yang

nyata untuk semua manusia yang tidak berdaya sebab Allah sendiri sudah memilih

untuk menolong manusia dari belenggu maut karena dosa. Manusia memegang

16

prinsip belaskasih sebagai prinsip dasar dari tindakan Allah, juga yang akan menjadi

tindakan manusia juga dalam hidupnya untuk menolong terutama mereka yang

miskin dan menderita. Belaskasih menjadi latar belakang tindakan Yesus dalam

setiap penderitaan orang banyak, orang miskin, orang lemah, dan mereka yang

dicabut martabatnya. Belaskasih menjadi pilihan dasar pilihan untuk melayani

mereka yang kecil. Dengan demikian belaskasih bukan sekedar tindakan tetapi dasar

dari semua tindakan untuk membantu orang miskin dan kecil/ option for the poor.

Allah sendiri memihak orang kecil dan miskin. Hal ini kiranya tercermin

dalam diri Yesus. Yesus mendekati orang miskin tanpa syarat. Ia menampakka Allah

sendiri. Kerajaan-Nya mendatangi orang miskin dan kecil, orang berdosa tanpa syarat

apapun. Dengan menerima mereka yang tersingkir, pendosa, orang miskin, mereka

yang tidak bersuara Yesus mendengungkan bahwa Allahpun menerima mereka.

Melalui dan dalam diri serta karya Yesus, orang miskin mengetahui dan mengalami

bahwa Allah memihak mereka.

Henry J.M. Nouwen melihat kaum miskin sebagai suatu keharuan sosial.

Dalam pengalaman Henry J.M. Nouwen, kaum mengharukan dan di antara mereka

terjalin sikap penuh kasih. Orang-orang yang termiskin dari antara orang-orang

miskin mengalami kegembiraan tertentu dan sungguh menakjubkan. Inilah keharuan

sosial. Keharuan sosial membangkitkan semangat untuk membagikan sesuatu kepada

orang miskin. Banyak cara yang diberikan kepada orang miskin dan menderita.

Keharuan sosial muncul karena melihat realitas kemiskinan yang ada di sekitar.

17

Pilihan hidup untuk melayani mereka merupakan tanggungjawab sebagai orang yang

berbelaskasih.

c. Kesederhanaan dan kerendahan hati

Kesederhanaan dan kerendahan merupakan sikap yang penting dibangun

untuk melayani secara belaskaskasih. Tanpa kesederhanaan dan kerendahan hati,

pelayanan yang diberikan kepada orang yang miskin dan menderita tidak akan

memberikan efek yang baik untuk orang yang dilayani. Sikap sederhana dan

belaskasih menarik orang dari kenabihan, kesombongan yang disebabkan oleh

egoisme pribadi. Hak ini berarti bahwa seseorang mengosongkan dirinya untuk orang

yang dilayani. Pengosongan diri memang tidak menuntut penyiksaan diri atau

menyalahkan diri sendiri akan tetapi untuk memberi perhatian yang lebih kepada

orang lain yang dilayani sehingga mereka menyadari nilai hidup mereka sendiri.

Pelayanan terhadap orang miskin dan kecil dalam kesederhanaan dan kerendahan hati

memungkinkan terjadinya dialog seimbang sehingga orang mengerti kebutuhan orang

yang dilayani.

Kesederhanaan adalah salah satu aspek penting dari sikap belasakasih.

Kesederhanaan menurut Mgr. Zwijsen terdiri atas dua, yakni kesederhanaan

manusiawi dan kesederhanaan kristen/religius. Kesederhanaan membuat manusia

sadar akan martabatnya yang tidak berasal diri sendiri melainkan merupakan

pemberian Allah. Orang yang rendah hati tidak mereduksikan oranglain kepada

ukuran sendiri, kebutuhan atau pikirannya. Dengan demikian akan muncul sikap

18

terbuka akan kenyataan hidup yang dialami sendiri dan orang lain. Kesederhanaan

adalah sikap terbuka dan jawaban manusia terhadap Allah dan membiarkan Allah

mengasihi dirinya.

Manusia akan menjadi sederhana jika manusia mempunyai cita-cita luhur

dan terdalam untuk memiliki cinta kasih Ilahi sebagai satu-satunya tujuan hidup.

Yang dimaksudkan Mgr. Zwijsen adalah melatih diri dan bertekad untuk sungguh

mengasihi Allah sehingga kecendrungan itu menjadi arah hidup.

Kerendahah hati berarti sikap seseorang yang mengakui secara jujur

kelemahan dan kekurangannya. Kerendahan hati berarti suatu sikap realis dan berani

memandang diri sendiri secara jujur. Hal ini menjadi dasar semua kebajikan karena

kebajikan itu membuka inti kesadaran kita kepada Allah. Dalam kerendahan hati

manusia menyadari kasih yang kreatif dimana Allah berkontak dengan manusia.

Dengan demikian manusia menerima diri sendiri dan orang lain yang berasal dari

kasih Allah yang menghidupkan yang setiap saat memanggil manusia untuk hidup

baik di dunia ini. Segala keberadaan manusia merupakan karunia Allah. Hal tersebut

mengarahkan manusia untuk tidak angkuh atau sombong terutama dalam melayani

dan memperhatikan orang miskin, kecil, kaum marginal dan semua yang tidak untung

hidupnya. Menerima kelemahan diri secara jujur dan dengan rendah hati melepaskan

diri dari kesombongan, membenarkan diri, mementingkan diri sendiri dan

membenarkan diri adalah sikap yang yang dibangun dalam belaskasih.

19

d. Memerdekan dan Membebaskan

Aspek belaskasih yang lain adalah tindakan untuk membawa orang pada

situasi hidup yang merdeka dan bebas dari berbagai belenggu hidup. Tentu saja yang

dimaksudkan adalah bagaimana orang bisa merdeka dan bebas dari berbagai

penderitaan di dunia. Ada banyak model penderitaan yang dialam oleh manusia

dewasa. Ada penderitaan orang miskin dan tertindas, penderitaan orang sakit dan

penderitaan akibat malapetaka yang besar. Belaskasih meniadakan penderitaan

dengan cara terlibat dan ikut berjuang bersama bagi mereka yang menderita.

Semangat belaskasih mempunyai dihadapkan pada situasi ini untuk mengantar

manusia pada semangat kemerdekaan dan kebebasan sejati.

1) Kemerdekakan

Tindakan belaskasih adalah tindakan yang dapat memerdekan orang yang

terbelenggu karena penderitaan tertentu. Semangat belaskasih adalah semangat

yang memerdekakan. Kemerdekaan adalah hak setiap manusia sehingga

penderitaan harus dihapuskan untuk membiarkan oranglain menikmati

kemerdekaannya. Kemerdekaan adalah hak setiap manusia sehingga tidak dapat

dapat dicabut oleh siapapun juga. Tanpa kemerdekaan manusia tidak dapat

mencintai sebagaimana mestinya. Tanpa cinta, manusia akan mengalami

kesepihan hidup dan tersiksa. Kemerdekaan adalah kemenangan terhadap

penderitaan.

20

2) Membebaskan

Ada banyak ketidakadilan di muka bumi ini. Penindasan terjadi setiap

waktu dan bisa terjadi kapan saja. Tindakan belaskasih adalah adalah tindakan

yang dapat menangkat derajat kaum tertindas, tindakan keadilan yang dapat

dimsukkan dalam proyek pembebasan yang menunjuk pada pada cakrawala

yang diciptakan oleh keadilan demi terciptanya kerajaan Allah. Usaha

pembebasan adalah suatu bentuk perjuangan untuk dapat mengubah situasi

penindasan menjadi lebih baik, layak dan berperikemanusiaan. Usaha ini

adalah tugas luhur umat manusia untuk mengangkat derajat kaum tertindas

menjadi mitra/partner dalam mengusahakan kebaikan bersama sehingga

terciptanya kehidupan yang beradab.

Orang Kristen mempunyai seorang tokoh pembebas. Bukan hanya

sebagai pembebas, Yesus Kristus harus menjadi model orang Kristen dalam hal

ini. Yesus menunjukkan suatu sikap belaskasih pada individu-individu yang

dibebabani salib dan menyembuhkan mereka. Usaha pembebasan adalah sebuah

bentuk sikap belaskasih yang memperhatikan manusia dan kepekaan terhadap

mereka yang tersingkir. Belaskasih berarti peduli dengan kehidupan yang

sengsara, masa depan orang yang dilayani dengan terlibat dan bekerjasama

memberantas kesengsaraan yang dialami. Kepedulian adalah sebuah bentuk

perhatian yang dibutuhkan oleh orang-orang miskin dan tertindas.

21

e. Melayani secara kreatif dan tepat sasar

Berbicara tentang belaskasih adalah berbicara tentang

pelayanan.Pelayanan berarti usaha yang terus menerus untuk menjadikan

pencarian Allah yang dilakukan sendiri dengan kepahitan dan kegembiraan,

putusasa dan harapan, siap dipakai oleh mereka yang ingin menggabungkan

diri dalam pencarian itu tetapi tidak tahu jalannya. Pelayanan adalah inti hidup

kristiani. Dasar pelayanan adalah meberikan hidup bagi saudara-saudaranya..

Pelayanan yang diberikan mestinya kreatif dengan mengetahui kehidupan

orang yang dilayani dan sesuai dengan situasi dan kondisi hidup mereka.

Apabila orang yang melayani mengetahui situasi hidup orang yang dilayani

maka pelayanan itu disebut dengan pelayanan yang tepat sasar. Dengan kata

lain pelayanan itu sesuai dengan yang apa yang dibutuhkan orang lain pada

situasi dan kondisi tertentu.

1) Melayani secara kreatif

Orang Kristen dipanggil untuk menjadi agen perubahan. Menurut

Henry J.M. Nouwen, hal yang pertama untuk mengubah dunia adalah

mengubah hati tiap orang. Seorang Kristiani yang menjadi pembaharu sosial

adalah seorang yang tidak kehilangan jiwanya sendiri, seorang yang aktif dan

pada saat yang sama orang yang penuh doa. Inilah pelayanan yang kreatif yang

tidak hanya melulu melayani tetapi memiliki sebuah spiritualitas yang

membangun semangat pelayanan. Seorang pelayan yang kreatif adalah seorang

yang berani mengembangkan kesediaan menerima dalam diri sendiri maupun

22

orang lain. Orang yang membawa perubahan pertama-tama harus belajar

diubah oleh yang dilayani. Pelayanan yang diberikan bukan sekedar memberi

tetapi menemukan makna pelayanan yang dapat membangkitkan rasa percaya

diri orang yang dilayani. Pelayanan kreatif mampu mengarahkan yang dilayani

menuju kehidupan yang lebih baik serta menemukan cara-cara baru dalam

melayani. Tentu saja hal ini tidak dapat dilakukan oleh diri sendiri namun

membutuhkan kerjasama yuang baik dengan pihak lain. Meminjam istilah

Henry J. M. Nouwen hal tersebut dinamakan berbagi tanggungjawab. Menurut

Nouwen, jika orang Kristiani ingin menjadi pembawa perubahan sosial, hal

pertama yang dipelajari adalah bagaimana berbagi kepemimpinan. Orang lain

diberi wewenang sesuai dengan tanggungjawab masing-masing. Dengan

bekerjasama seperti ini, banyak hal yang dapat dilakukan dan menemukan cara-

cara yang kreatif dalam melayani. Pelayanan kreatif dapat terjadi bila dilakukan

bersama-sama dan bekerjasama dengan oranglain dengan menghindari single

fighter dalam perjuangan mengatasi segala bentuk penderitaan yang terjadi di

dunia ini.

2) Melayani tepat sasar.

Pelayanan yang tepat sasar adalah pelayanan yang dapat menjawab

kebutuhan orang yang membutuhkan. Pelayan yang tepat sasar adalah pelayan

yang bersedia mengembangkan kepekaan terhadap tanda kehadiran Allah dalam

hidup sendiri dan hidup sesama dan yang bersedia untuk menawarkan

pengalaman-pengalaman mereka sebagai jalan pembebasan bagi orang-orang

23

yang didera penderitaan. Dengan demikian pelayan mengetahui situasi dan

kondisi hidup yang dilayani, keprihatian, kebutuhan dan sebagainya, sehingga

dapat mengetahui hal apa saja yang dapat membantu meringankan penderitaan.

Pelayanan yang kreatif aka membantu pelayanan yang tepat sasar sehingga

banyak orang yang selamat dari berbagai penderitaan di dunia ini. Maka,

dibutuhkan pelayan-pelayan kristiani yang memberikan hidup mereka sendiri

bagi sahabat-sahabat mereka, dengan membantu mereka untuk membedakan

roh yang membangun dari roh yang merusak, dan dengan membuat mereka

bebas untuk menemukan Roh Allah yang memberi hidup di tengah-tengah

dunia. Pelayanan yang tepat sasar, yang sesuai dengan kebutuhan bukan saja

membantu orang-orang yang dilayani dngan pemenuhan kebutuhan yang sesuai

melainkan menghantar mereka pada pengenalan akan Allah. Pelayanan seperti

ini amat dibutuhkan pada zaman ini, dimana nilai-nilai kepercayaan menjadi

kabur karena menganggap penderitaan dibuat dan direstui oleh Tuhan.

f. Pengakuan dan Pengampunan

Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan pengakuan dan

pengampunan dalam hidupnya. Keterbatasan manusia dalam hiduupnya tidak

dapat meniadakan keberadaannya sebagai manusia. Apapun situasinya, manusia

manusia hendaknya tetap diakui keberadaanya. Demikian halnya, pengampunan

dibutuhkan manusia karena keterbatasanya sebagai pribadi dan sebagai

kelompok. Belaskasih merupakan sebuah sikap manusiawi yang juga

merangkum pengakuan dan pengampunan. Saling mengakui dan mengampuni

24

adalah tanda hidup bersama sebagai orang kristiani. Dalam proses pengakuan

dan pengampunan yang terus menerus, manusia dibebaskan dari keterasingan

dan mendapatkan cara hidup baru yang damai tanpa kekerasan. Pengakuan da

pengampunan adalah dua pilar kehidupan kristiani. Kedua pilar tersbut

merupakan jalan yang dikaruniakan Tuhan untuk menerobos tembok-tembok

ketakutan yang memisahkan manusia satu sama lain. Hal ini menggerakan suatu

daya kreasi untuk menggerakan manusia menjauhi masa lalu yang penuh

kesakitan dan kepedihan, melepaskan diri dari reaksi yang tidak pernah berhenti

dan menciptakan situasi baru yang lebih baik. Maka, Pengakuan dan

pengampunan akan membuka kesempatan untuk berekonsiliasi.

1) Pengakuan

Secara personal manusia dicintai oleh Allah dan dipanggil untuk

memasuki relasi dengan cinta personal dengan Allah. Manusia dengan

kesamaan derajat dan martabat diciptakan oleh Allah sebagai makhluk yang

mampu memasuki relasi interpersonal. Pengakuan manusia sebagai citra

Allah dapat menghapus berbagai macam pandangan yang dapat

merendahkan martabat manusia. Manusia diakui keberadaanya karena

memiliki harkat derjat dan martabat yang sama. Orang-orang kecil, miskin,

terlantar dan tertindas adalah manusia-manusia yang tetap diakui

keberadaanya. Mereka adalah orang-orang seperti manusia lain namun

belum beruntung dalam hidupnya. Pengakuan terhadap mereka adalah bukti

bahwa manusia menghayati diri sebagai citra Allah.

25

2) Pengampunan

Pengampunan adalah bagian kedamaian yang sangat didamba oleh

umat manusia. Semua manusia ingin hidup dalam suasana kedamaian.

Perdamaian erat terkait dengan keadilan, keadilan erat terkait dengan

pengampunan. Tidak ada damai tanpa keadilan, tidak ada keadilan tanpa

pengampunan. Pengampunan diperlukan oleh umat manusia untuk dapat

hidup berdampingan secara damai. Tanpa kedamaian manusia tidak dapat

menjalankan roda kehidupan sebagaimana mestinya. Banyak hambatan

krusial yang terjadi bila manusia hidup tanpa adanya sikapa saling memberi

pengampunan. Manusia akan menjadi serigala bagi manusia lain (homo

homini lupus) yang saling menindas, menjatuhkan bahkan saling

menghabisi. Dalam situasi hidup yang real, kita orang-orang Kristiani

berupaya untuk mengampuni mereka yang menyakiti kita dengan hati yang

tulus. Suasana hidup yang dibangun atas rasa saling menghormati dapat

membuka banyak kesempatan untuk menciptakan kehidupan harmonis dan

saling menghargai perbedaan.

26

g. Penghayatan Tiga Lingkup belaskasih.

Setelah menguraikan beberapa aspek pada poin-poin sebelumnya,

maka pada bagian ini akan dijelaskan bagaimana belaskasih dihayati dalam

tiga lingkup. Lingkup tersebut erat kaitannya dengan penghayatan kaul-kaul,

kaul ketaatan, kemiskinan dan kemurnian. Ketiga kaul: ketaatan, kemiskinan,

kemurnian menciptakan ruang spiritual dimana panggilan belaskasih bisa

tetap otentik dan berkembang. Mgr. Zwijsen menganggap ketiga kaul religius

sebagai ruang hidup dimana panggilan belaskasih bisa bertumbuh dengan

subur.

1) Poros Belaskasih: Ketaatan

Menurut Mgr. Zwijsen panggilan belaskasih tanpa ketaatan akan

kehilangan keseimbangannya. Keseimbangan terjadi bila panggilan belaskasih

dijalankan dengan setia dan ketaatan penuh. Belaskasih menuntut sikap taat

dari manusia. Ketaatan adalah kurban terbesar yang dipersembahkan manusia

kepada Allah sebagaimana yang dikatakan Santu Ignasius, ketaatan adalah

poros dimana kongregasi berputar, sehingga bila poros ini bengkok atau

patah, kerjanya terhalang atau berhenti total. Menurut Zwijsen, ketaataan

berarti menerima dengan tulus hati dan melaksanakan semua pelayanan

belaskash demi mneyelamatkan banyak orang msikin dan tertindas.

Belaskasih tidak mencari kepentingan diri sendiri tetapi menampakkan cinta

kasih Allah. Ketaatan untuk melayani orang miskin dan menderita adalah

sebuah bukti ketaatan pada kehendak Allah untuk melaksanakan karya

27

cintakasih dengan lebih baik. Dalam wajah orang miskin ditemukan wajah

Allah dan manusia terdorong untuk menolong dan melayani demi kemuliaan-

Nya. Karena itu, pelayanan yang diberikan adalah ketaatan yang harus dijalani

bukan sebagai paksaan tetapi dengan ketulusan hati sehingga karya belaskasih

menjadi sebuah panggilan konkret dalam wajah-wajah orang miskin dan

terlantar.

2) Benteng Belaskasih: Kemiskinan

Panggilan belakasih menurut Mgr. Zwijsen dibangun dengan kokoh

dengan kebajikan kemiskinan. Kemiskinan sempurna bagi Zwijsen berarti

mencintai kemiskinan dan hidup dalam semangat kemiskinan. Mgr. Zwijsen

melihat kemiskinan sebagai benteng kehidupan religius. Kaul kemiskinan

berada dalam ketegangan antara keterikatan dan sikap lepas bebas. Bagi

Zwijsen teladan kemiskinan yang sempurna adalah Yesus Kristus. Dia adalah

Tuhan dan Tuan atas semuanya, namun lahir dari ibu yang miskin dan ayah

tukang kayu yang sederhana dan dalam segalanya memilih kemiskinan.

Dengan memilih untuk jalan untuk melepaskan segala ikatan duniawi, karya

belaskasih dapat dilaksanakan dengan baik. Dengan demikian belaskasih

mengarahkan perhatian pada orang miskin, orang kecil, yang tersisihkan dari

masyarakat, kaum tertindas dan berjuang bersama mereka menciptakan

suasana hidup yang lebih baik. Bagi Zwijsen, tanpa kemiskinan maka tidak

akan ada hidup religius. Dalam dunia, kekayaan merupakan benteng negara-

negara makmur. Kekayaan adalah tanda kemakmuran suatu negara. Dalam

28

dunia religius, semangat kemiskinan merupakan sumber kebaikan

sebagaimana kerakusan merupakan sumber kejahatan. Diarmuid O Murchu,

melihat kaul kemiskinan sebagai sebuah usaha untuk melindungi diri dari

berbagai ketimpangan dan penyalahgunaan kekayaan dan kepemilikan.

3) Belaskasih yang dilandasi kemurnian

Bagi Mgr. Zwijsen, kemurnian merupakan sifat cinta kasih ilahi yang

menggerakan hati kaum religius terdalam dari karya cinta kasih. Dari hal

tersebut, seorang religius memberikan penghormatan yang tinggi tethadap

sesama. Kemurnian bukan hanya ditujukan untuk diri sendiri namun erat

kaitannya dengan kemurnian pelayanan terhadap orang yang membutuhkan

pertolongan. Untuk itu sikap keterbukaan dipandang sangat penting.

Hubungan dengan dunia diatur dengan melaksanakan karya cinta kasih.

Panggilan cinta kasih menuntut kaum religius untuk tidak mementingkan diri

sendiri. Untuk itu seorang religius harus mengarahkan hatinya secara total

kepada Allah serta mempersembahkan seluruh hati dan seluruh cinta kepada

Mempelai Ilahi. Ketulusan dalam mencintai dan melayani orang miskin dan

tertindas adalah sikap yang dibangun sebagai bentuk kepedulian pada hidup

sesama yang dilanda kemalangan. Ketulusan melebihi kepentingan diri sendiri

dan hanya melayani oranglain dalam semangat cinta tanpa menonjolkan serta

mencari keuntungan diri.

29

h. Doa dan Kontemplasi membangun Relasi Intim dengan Sang Belaskasih

Doa dan kontemplasi adalah sarana untuk membangun relasi dengan

Allah secara intim. Relasi dengan Allah yang intim hanya terjadi bila orang

menyediakan waktu dan tempat di hati untuk dapat menjalin hubungan dengan-

Nya Sang Belasakasih. Sikap belaskasih hanya akan bermakna dalam

penghayatan bila didasari doa dan kontemplasi. Doa dan kontemplasi akan

memberi dasar yang kuat untuk melayani sesama dengan penuh belaskasih.

1) Doa

Orang beriman adalah murid Tuhan yang selalu mengikut Dia dari

dekat. Manifestasi sebagai murid adalah meberikan pelayanan kepada

Tuhan lewat sesama. Perwujudan cinta kepada Tuhan merupakan karya

belaskasih yang ditujukan kepada semua orang menderita, miskin dan

tertindas. Hidup sebagai murid tidak berarti menggunakan Allah kalau

murid tidak mampu lagi untuk bekerja. Sebagai murid, manusia menemukan

seluruh kekuatan, harapan, keberanian, dan keyakinan dalam Allah. Maka

dari itu, doa harus menjadi kprihatinan utama. Doa sebagai sikap disiplin

yang memperkuat dan memperdalam sikap sebagai murid, adalah usaha

untuk menyingkirkan segala sesuatu yang dapat menghalangi Roh Allah

yang diberikan Yesus Kristus, untuk berbicara bebas kepada manusia dan

dalam manusia. Dengan demikian Roh Allah menggerakan manusia untuk

senantiasa mengabdi kepda-Nya lewat pelayanan belaskasih terhadap orang

yang miskin dan menderita. Disiplin doa memampukan manusia beriman

30

untuk menemukan kehadiran Roh Allah yang memberikan hidup di tengah-

tengah kehidupan manusia dan membiarkan Roh Ilahi mengubah kehidupan

umat beriman. Hal ini mebawa manusia pada kesadaran bahwa Roh

mengingatkan umat beriman untuk akan apa yang dikerjakan Yesus. Umat

beriman Roh Allah akan menjamin kebenaran (Rom.9:1), membawa

manusia pada keadilan, damai dan sejahtera (Rom. 14:17), menyingkirkan

semua batas harapan (Rom. 15:13) dan membuat segala-galanya menjadi

baru (Tit. 3:5)

2) Kontemplasi

Di samping doa yang merupakan suatu sarana mebangun kehidupan

iman kontemplasi merupakan sebuah sarana untuk menyingkap dan melihat

apa yang bakal terjadi dalam hidup manusia. Untuk menjadi kontemplatif

manusia melempar atau lebih baik melepas kain penutup mata yang

menghalangi manusia untuk melihat kedatangan Tuhan di dalam dunia.

Dengan kontemplasi manusia dapat melihat kedatangan Tuhan dan

bergegas mencarinya melau tindakan-tindakan pertobatan dan ucapan

syukur. Henry Nouwen dalam buku Pelayanan yang Kreatif, mengatakan

bahwa pelayanan adalah kontemplasi. Hal ini berarti, bahwa kontemplasi

bukan hanya sekedar tindakan diam, hening dan mengosongkan pikiran

untuk dirasuki oleh Roh Tuhan, namun sebuah tindakan pelayanan yang

konkret. Tentu saja tindakan itu harus sesuai dengan kehendak Tuhan.

Menurut Henry Nouwen, pelayanan adalah penyingkapan realitas

31

(kontemplasi) yang terus menerus terjadi pewahyuan cahaya Allah dan

sekaligus kegelapan manusia. Pelayanan adalah pencarian Allah yang terus

menerus berlangsung dalam kehidupan orang yang akan dilayani.

3) Membangun keintiman dengan Sang Belaskasih

Doa dan kontemplasi adalah sarana untuk membangun keintiman

dengan Sang Belaskasih. Tuhan, Sang Belaskasih menjadi tujuan akhir dari

semua pelayanan belaskasih umat beriman. Kehadiran Tuhan Sang

Belaskasih hadir dalam diri orang yang menderita, miskin, yang terlantar,

tertindas, disisihkan dan mereka tidak diperhatikan sesama. Menjalin

keintiman dengan Sang Belaskasih berarti berani hadir untuk mereka yang

malang itu. Di samping itu manusia dituntut untuk bertindak. Tindakan

manusia mengarah pada pertobatan dan ucapan syukur. Tindakan atau

tanggapan ini merupakan ucapan syukur akan kehadiran Tuhan di dunia ini.

Seluruh pelayanan Yesus merupakan tindakan syukur yang besar kepada

Bapa-Nya. Para murid yang sedia melayani sesama yang menderita juga

dipanggil untuk berpartisipasi dalam tindakan Yesus ini.

32

4. Gambaran Umum Pembinaan Frater Yunior CMM Di Provinsi Indonesia

Tentang pembinaan para anggota dalam Konstitusi CMM dijelaskan bahwa

setiap regio atau provinsi dapat mengatur sesuai dengan keadaan daerah setempat

(Konst.CMM I, 362). Lebih lanjut tentang pembinaan para frater yunior, Konstitusi

CMM menjelaskan bahwa:

"Tanggung jawab atas pembinaan seorang frater yang berprofesi

sementara, terletak di tangan pemimpin komunitas ... . Setiap tahun ia

membuat laporan tentang frater yang berprofesi sementara kepada

pemimpin provinsi atau regio. Di provinsi atau regio seorang frater dapat

ditunjuk untuk membantu para pemimpin komunitas dalam rangka

pembinaan untuk para frater yang berprofesi sementara, dan memupuk

persatuan dalam kegiatan pembinaan selama periode itu" (Konst.CMM I,

349. II, 29).

Rumusan ini menegaskan bahwa penanggungjawab utama pembinaan frater yunior

adalah provinsial (Konst.CMM II, 208,a) karena kedudukannya sebagai pemimpin

provinsi. Dalam pelaksanaan pembinaan, terutama di komunitas-komunitas

tanggungjawab dipercayakan kepada pemimpin-pemimpin komunitas. Dalam

menjalankan tugasnya, ia dapat dibantu oleh frater lain. Di provinsi Indonesia,

dewan pimpinan provinsi telah membentuk sebuah tim Pembina yang bertugas

membantu pemimpin komunitas dalam rangka menjalankan tugas pembinaan

kepada frater.

33

Pola pembinaan secara umum frater CMM dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Pembinaan di Komunitas

Masa yuniorat merupakan kelanjutan dari masa eksperimen dan pendalaman

(novis tahun kedua) tentang semangat serta cara hidup kongregasi. Karena pada masa

ini para frater yunior sudah berada di komunitas-komunitas maka di komunitas inilah

para frater yunior terus-menerus didampingi (Konst. CMM II,29) sehingga mereka

mampu menginternalisasikan nilai-nilai spiritualitas kongregasi dalam pribadinya

serta mampu menemukan perwujudan yang aktual serta relevan sesuai dengan situasi

konkret. Dengan sangat bagus Konstitusi CMM mengatakan bahwa: "Hidup sebagai

frater kita hayati di dalam dan melalui situasi kongkret komunitas" (Konst.CMM I,

76). Hal ini berarti bahwa hidup sebagai frater CMM pertama-tama dilatih, dihidupi

dan dihayati di dalam komunitas-komunitas. Hal ini mengandaikan bahwa kalau

hidup sebagai frater CMM di komunitas atau di rumah kediamannya berlangsung

baik, maka baik juga dalam relasinya di luar komunitas, dengan umat beriman

lainnya maupun dalam karya kerasulan.

Oleh karena itu sudah sepantasnya komunitas-komunitas di mana frater

yunior berada haruslah bercorak komunitas formatif. Komunitas formatif artinya

komunitas pembinaan atau yang berciri membina (Mardi Prasetyo, 2001 :79).

Kendatipun pada masa ini para frater yunior telah menerima perutusan kongregasi

melalui tugas-tugas tertentu, namun hendaknya dalam kerangka pembinaan hal ini

dipandang sebagai suatu bentuk 'eksperimen' sehingga perlu adanya bimbingan dan

pembinaan terus-menerus.

34

Untuk itu setiap anggota komunitas mampu menciptakan kondisi di

komunitasnya yang memungkinkan proses pembinaan terjadi. Menciptakan kondisi

komunitas misalnya, kesetiaan menjalankan jadwal yang sudah dibuat bersama, baik

jadwal harian maupun tahunan (sedapat mungkin menghilangkan kesan rutinitas)

serta berbagai usaha lain yang oleh pemimpin dan anggota komunitas dipandang

mendukung.

Mengingat tugas-tugas tersebut, setiap anggota dalam komunitas perlu

menyadari perannya masing-masing. Seorang pemimpin komunitas adalah seorang

yang profesional dalam arti perlu memiliki kemampuan (segi pengetahuan dan

keterampilan) dalam hal bimbingan, seorang yang memiliki dedikasi dan yang

sungguh berspiritualitas kongregasional baik dalam tutur kata maupun dalam tingkah

lakunya. Sedangkan tugas anggota membantu pemimpin komunitas dalam rangka

pengembangan komunitas.

Konstitusi CMM menguraikan dengan jelas arti, peran dan tujuan komunitas:

"Hidup sebagai frater kita hayati di dalam dan melalui situasi konkret komunitas kita. Hidup injili kita, pengabdian kita kepada Gereja, sumbangan kita untuk kebahagian umat manusia berpusat pada dan bertitik tolak dari komunitas, tempat kita hidup. Kita menerima komunitas ini sebagai anugerah Allah. Ia menghimpunkan kita untuk menempuh hidup persaudaraan injili. Dalam komunitas ini kita haruslah dapat mengalami bahwa suka cita memperdalam hidup pribadi manusia, dan bahwa kegembiraan mempermudah hidup bersama ini. Komunitas adalah rumah kediaman kita ... (Konst.CMM I, 76-79.92.159). Mencermati arti, peran dan tujuan komunitas di atas, maka setiap anggota

bertanggungjawab menciptakan situasi yang memungkinkan pembukaan diri.

Persaudaraan yang dibangun dalam komunitas dapat membantu para frater

35

menghayati dan menghidupi spiritualitas kongregasi baik dalam cara hidupnya

maupun dalam tugas perutusan.

a. Bimbingan Pribadi

Inti dari bimbingan pribadi adalah pembicaraan pribadi antara seorang frater

yunior dan pemimpin komunitasnya (Konst.CMM 1,350). Pembicaraan pribadi

dalam rangka bimbingan pribadi tersebut meliputi: penghayatan kaul, hidup

berkomunitas, hidup doa/spilitualitas dan karya kerasulan. Dalam statuta provinsi

Indonesia dikatakan bahwa setiap tahun pada bulan Maret diadakan pembicaraan

pribadi dalam rangka pembaharuan kaul, selanjutnya memberikan laporan kepada

pemimpin provinsi (SPI, 159).

b. Jadwal Komunitas

Pemimpin komunitas bersama anggota menyusun suatu jadwal harian

komunitas yang selanjutnya disahkan oleh pemimpin provinsi. Jadwal komunitas

yang tersusun itu hendaknya memungkinkan setiap frater berkembang dalam bidang

rohani (Konst.CMM I, 35), dan membentuk kepribadiannya menuju kehidupan

afektif yang matang serta kedewasaan penuh (Konst.CMM I, 358,360). Jadwal harian

komunitas meliputi:

I) Waktu untuk doa ofisi, meditasi, dan pembacaan rohani.

2) Waktu makan bersama, rekreasi dan saat silentium.

3) Program khusus untuk hari Minggu hidup bersaudara dan spiritualitas.

36

c. Pendalaman Spiritualitas

Pembinaan di komunitas dalam rangka pendalaman spiritualitas ditempuh

dengan berbagai cara. Salah satunya adalah setiap minggu diadakan pendalaman

spiritualitas dengan cara membaca dan merenungkan sebagian dari konstitusi

bagian pertama (Konst CMM II, 263. SPI, 118 point a). Bagian pertama Konstitusi

CMM memuat pedoman hidup yang adalah inti dari semangat atau spiritualitas

kongregasi. Selain itu diadakan rekoleksi (Konst.CMM I, 286) dan retret tahunan.

d. Program Tahunan

Pemimpin komunitas bersama dengan anggota komunitas membuat

program tahunan yang memuat:

1) Hari-hari rekoleksi paling kurang tujuh kali setahun (SPI, 89 point c-d).

2) Retret Tahunan (Kons.CMM I,284).

3) Sidang komunitas paling kurang enam kali setahun (Konst.CMM II, 262. SPI,

89 point e, 116-117).

e. Kursus Tertulis Frater Yunior Jarak Jauh

Kursus tertulis yang diselenggarakan oleh tim pembina ini

digunakan sebagai sarana komunikasi antar frater yunior dan

pendamping, untuk mengetahui perkembangan frater yunior setelah

mengikuti bimbingan pribadi dan bimbingan bersama. Setiap bulan semua

frater yunior mendapat bahan kursus dan harus mengirimkan hasilnya

37

kepada pendamping. Bahan kursus yang diberikan berupa refleksi tentang

kehidupan religius pada umumnya dan spiritualitas kongegrasi pada

khususnya. Tujuannya adalah untuk menambah dan memperdalam

wawasan tentang hidup religius terutama yang berhubungan dengan

spiritualitas kongregasi yakni persaudaraan dan berbelaskasih. Bahan

refleksi ini penting sebagai acuan dalam bimbingan selanjutnya.

Persoalannya sekarang adalah apakah tindak lanjut ini bisa

terlaksana dengan baik, karena tim pendamping pelaksana harus

mendatangi setiap komunitas di wilayahnya dan memberikan bimbingan

pribadi kepada setiap frater yunior padahal ia juga disibukkan oleh tugas

pokok yang diberikan oleh kongregasi. Atau apakah mungkin dicari

waktu yang cocok untuk menghimpun semua frater yunior antar

komunitas yang berdekatan, sementara masing-masing frater yunior

bertugas dalam fungsi tertentu yaitu bekerja atau tugas belajar dengan

segala tuntutannya.

38

B. Pembukaan Diri

1. Pengertian Pembukaan Diri

Menurut Johnson (Supraktiknya, 1995) pembukaan diri atau self-

disclosure adalah pengungkapan reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi

yang sedang kita hadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang

relevan atau yang berguna untuk mamahami tanggapan kita di masa kini

tersebut. Membuka diri berarti membagikan kepada orang lain perasaan kita

terhadap suatu yang telah dikatakan atau dilakukan, atau perasaan kita

terhadap kejadian-kejadian yang baru saja kita saksikan atau alami.

Lebih lanjut Johnson (1981) mengatakan, pembukaan diri memiliki

dua sisi, yaitu terbuka kepada yang lain, dan bersikap terbuka bagi yang lain.

Kedua proses yang berlangsung secara serentak itu apabila terjadi pada kedua

belah pihak akan membuahkan relasi yang terbuka antar kita dan orang lain.

Gordon (1999) mengemukakan bahwa pembukaan diri adalah suatu

aktivitas mengungkapkan diri (perasaan, pikiran, kebutuhan, keyakinan,

pendapat) kepada orang lain secara deskriptif, otentik, jujur dan apa adanya.

Lebih lanjut Gordon (1999) menjelaskan bahwa orang dapat mengungkapkan

diri dengan menggunakan I-Message, yaitu pernyataan yang mengungkapkan

diri (pikiran, perasaan, keyakinan, pendapat, kebutuhan, keinginan) kepada

mitra komunikasi secara deskriptif, otentik, jujur dan apa adanya. Dengan

menggunakan I-Message orang mengungkapkan perasaan, pikiran, keyakinan,

pendapat, kebutuhan dan keinginan secara jujur, deskriptif, otentik dan apa

39

adanya. Dengan demikian, pendengar dapat memahami pesan pengirim

dengan lebih baik dan dapat menentukan sikap terhadap pesan pengirim

tersebut dengan tepat.

Papu (2002) mengartikan pembukaan diri sebagai pemberian

informasi tentang diri sendiri kepada orang lain. Informasi yang diberikan

tersebut dapat mencakup berbagai hal seperti pengalaman hidup, perasaan,

emosi, pendapat cita-cita, dan lain sebagainya. Pengungkapan diri harus

dilandasi dengan kejujuran dan keterbukaan dalam memberikan informasi.

Dari defenisi-definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa

pembukaan diri adalah pengungkapan diri berupa pengalaman hidup, cita-cita,

perasaan, pikiran, kebutuhan, keyakinan, pendapat kepada orang lain,

terhadap situasi yang sedang kita hadapi dan memberikan informasi yang

relevan tentang masa lalu secara otentik dan jujur.

2. Bentuk-bentuk Pembukaan Diri

Menurut Adams dan Lenz (1995) ada 4 macam I-Message yang

dipergunakan dalam pembukaan diri, yakni :

a. I-Message Deklaratif

I-Message Deklaratif adalah pengungkapan diri kepada mitra

komunikasi, misalnya tentang kenyataan, ide, sikap, minat, reaksi,

perasaan dan tujuan. I-Message Deklaratif memungkinkan mitra

komunikasi lebih memahami pengirim, mengetahui apa yang dialami,

40

mengetahui bagaimana rasanya menjadi pengirim dan bisa lebih jujur

berhubungan dengan pengirim. I-Message Deklaratif ini juga

mengundang dan mendorong mitra komunikasi untuk membagi

pengalaman sehingga hubungan yang lebih bermakna terbina.

b. I-Message Responsif

I-Message Responsif adalah kecakapan berkomunikasi untuk

menanggapi permohonan dari mitra komunikasi yang tidak dapat dipenuhi

atau permintaan yang dapat diterima. I-Message Responsif terdiri dari dua

bagian. Bagian pertama menyangkut pengungkapan apa adanya mengenai

diri sendiri/menegaskan apa yang diinginkan/diputuskan/dibutuhkan.

Bagian kedua menyangkut alasan mengapa memilih untuk mengatakan ya

atau tidak. Dengan demikian, kedua bagian ini akan saling melengkapi.

c. I-Message Preventif

I-Message Preventif adalah pengungkapan diri yang menyebabkan

mitra komunikasi tahu lebih awal apa yang diinginkan/dibutuhkan oleh

pengirim, sehingga dapat dicegah timbulnya konflik dan salah paham. I-

Message Preventif sebenarnya merupakan pengungkapan keinginan dan

kebutuhan pengirim.

d. I-Message Konfrontif

I-Message Konfrontif merupakan pengungkapan diri yang

mendeskripsikan perasaan negatif yang dialami sesudah menghadapi

tingkah laku orang lain, dan akibat dari tingkah laku orang lain itu

41

terhadap diri kita. I-Message Konfrontif yang efektif adalah mengakui

hak-hak dan kebutuhan-kebutuhan orang lain, dan juga hak-hak dan

kebutuhan-kebutuhan diri sendiri.

3. Isi Pembukaan Diri

Berdasarkan definisi pembukaan diri di atas, maka isi dari

pembukaan diri dapat berupa perasaan, pikiran, kebutuhan, keyakinan,

pendapat tentang orang lain terhadap situasi yang sedang kita hadapi dan

memberikan informasi yang relevan tentang masa lalu secara otentik, jujur.

Dengan kata lain, individu mengungkapkan siapa dirinya, apa yang

dialaminya, apa yang dipikirkan, apa yang dirasakan, apa yang diyakini, apa

yang dibutuhkan dan pendapatnya kepada orang lain sehingga individu dapat

berkembang. Aktivitas yang dimaksudkan di sini adalah suatu kegiatan yang

melibatkan fisik dan psikis.

Aspek-aspek pertumbuhan yang mendapat perhatian pada masa

yuniorat adalah sebagi berikut:

a. Spiritualitas

1) Kesetiaan pada hidup doa.

2) Keseimbangan hidup doa dan karya

3) Memiliki iman yang dinamis, yang berakar dalam pengalaman hidup.

4) Memiliki Kerinduan untuk berkembang dalam keutamaan-keutamaan.

5) Kharisma kongregasi berkembang dalam dirinya

42

b. Hidup Berkomunitas

1) Menghargai setiap frater

2) Terbuka dalam relasi dengan setiap frater

3) Bertanggungjawab terhadap perkembangan komunitas.

4) Setia pada acara-acara komunitas.

5) Peduli akan situasi yang terjadi di komunitas.

c. Kerasulan

1) Setia dan tanggungjawab pada tugas perutusan/ kerasulan.

2) Relasi baik dengan mereka yang di layani.

3) Mampu untuk bekerja sama dengan harmonis.

4) Berusaha untuk menanggap kebutuhan/masalah dalam kerasulan.

5) Perhatian untuk mengembangkan diri terus-menerus supaya pelayanan

semakin efektif.

d. Kaul-Kaul

1) Kemurnian

a) Memiliki hubungan/relasi baik dengan Allah

b) Pergaulan yang baik dan sehat

c) Memiliki kemampuan masuk dalam keheningan

d) Memiliki relasi yang sehat dengan wanita/lawan jenis

e) Terbuka mengungkapkan perasaan yang di alami

2) Kemiskinan

a) Mampu menggunakan sarana-sarana dengan tanggungjawab

43

b) Memiliki rasa solidaritas dengan mereka yang miskin

c) Membagi waktu, tenaga, bakat dan kemampuan dengan sesama

d) Hidup sederhana

e) Keyakinan pribadi untuk tidak melekat pada harta benda

3) Ketaatan

a) Terbuka kepada pemimpin

b) Mampu berdialog secara terbuka

c) Mampu untuk mengungkapkan pendapat, ide pribadi kepada

pemimpin komunitas

d) Memiliki kemampauan dan inisiatif dalam mengambil keputusan

e) Mengindahkan keputusan-keputusan komunitas

e. Semangat Kerasulan

1) Memiliki dinamika cinta belaskasih dalam kerasulan

2) Memiliki semangat lepas bebas dari suku asal dan bangsa (

persaudaraan universal )

3) Memberi inspirasi pada hidup doa dan pada pengorbanan dengan

penuh sukacita dalam perutusan khusus

4) Kesediaan untuk diutus dan melakukannya dengan sepenuh hati

5) Keterbukaan untuk menanggapi situasi dan kebutuhan yang ada

dalam perutusan

44

4. Beberapa Alasan Takut Terbuka

Paul Suparno (2008) mengemukakan bahwa banyak hal yang

menyebabkan seseorang takut menjadi terbuka, yaitu :

a. Takut dinilai jelek. Beberapa orang takut terbuka kepada teman atau

pimpinan, karena khawatir akan dinilai jelek bila terbuka dengan

persoalan yang dihadapi. Misalnya tidak berani bercerita pergulatan

hidupnya yang sangat berat, karena dikira tidak ada usaha hidup membiara

dengan sungguh-sungguh. Dari pada dinilai jelek lebih baik diam saja.

b. Takut disalah mengerti. Beberapa orang takut terbuka kepada teman atau

pimpinan, karena ada kekhawatiran disalah mengerti. Misalnya, seorang

frater tidak berani bercerita tentang penderitaan keluarganya karena takut

disalah mengerti orang lain sebagai cara untuk mencari sumbangan bagi

keluarganya.

c. Takut tidak diterima. Beberapa orang kadang takut berterus-terang kepada

pimpinannya karena nanti tidak diterima dalam kongregasi sepenuhnya.

Misalnya, yunior takut bercerita tuntas tentang persoalan yang dihadapi,

karena takut tidak diterima untuk kaul kekal. Beberapa orang tidak berani

terbuka tentang dirinya yang dalam, karena takut tidak diterima oleh orang

yang mendengarkannya.

d. Takut berakibat buruk dalam keputusan dirinya. Orang dapat pula tidak

berani terbuka karena dapat mengakibatkan sesuatu yang tidak

diharapkan. Orang khawatir bahwa keterbukaannya menyebabkan

45

keputusan tentang dirinya berubah ke sasuatu yang lebih buruk. Misalnya,

seseorang mengatakan tidak ada soal dalam studi, meski berat, agar tidak

ditarik dari studi.

e. Takut ditolak gagasannya. Kadang orang takut mengungkapkan dirinya

secara jujur atau juga takut mengungkapkan gagasannya karena takut

ditolak. Hal ini kadang terjadi kepada orang yang sudah mengalami bahwa

gagasannya dikritik.

f. Takut direndahkan, tidak dihargai. Beberapa orang takut untuk terbuka

karena ada kekhawatran direndahkan atau tidak dihargai. Takut bahwa apa

yang diceritakan hanya dianggap hal sepele, tidak bernilai, atau bahkan

dianggap tidak bermutu.

g. Takut tidak didengarkan. Beberapa orang tidak mau terbuka karena

mempunyai pengalaman tidak pernah didengarkan.

h. Takut ketahuan kedok dan kelemahannya. Beberapa orang memang tidak

percaya diri, merasa mempunyai kelemahan yang besar dalam hidupnya.

Maka orang itu takut bila bercerita akan ketahuan kelemahan dan kedok

dirinya. Ia belum rela dan belum siap untuk diketahui kejelekannya. Maka

ia lebih banyak diam.

i. Takut menjadi dekat dan mengganggu. Beberapa orang tidak mau bicara

terbuka dengan orang lain karena takut menjadi dekat dan akrab. Bagi

orang ini kedekatan yang akrab akan mengganggu perjalanan

46

panggilannya. Salah satu adalah dengan lebih menutup diri dan tidak

banyak bicara.

j. Ada trauma sebelumnya. Ketakutan terhadap orang lain dapat juga

dipengaruhi oleh pengalaman hidup yang memang mengalami relasi

kurang baik dengan tipe-tipe orang tertentu. Misalnya, karena waktu kecil

sering dimarahi dan direndahkan oleh ayahnya, maka sewaktu manjadi

biarawan mengalami banyak ketakutan dengan pimpinan yang berfigur

bapak. Jadi ada trauma masa kecil yang menghambat relasi dengan orang

tertentu, atau jabatan tertentu.

k. Takut tergganggu. Beberapa orang mengalami ketakutan untuk bergaul

dekat dengan orang lain, terutama jenis lain, karena takut terganggu atau

takut keakraban itu mengganggu panggilannya. Maka orang itu lebih suka

menjauh dari dari jenis lain, atau membatasi diri agar tidak terjadi relasi

dekat dengan jenis lain.

l. Kekurangpercayaan. Banyak orang takut terbuka, takut bicara dengan

pimpinan atau teman se kongregasi, karena merasa belum ada

kepercayaan penuh bahwa relasi yang dekat akan membantu

pengembangan panggilan dan tugas perutusannya. Ketidak percayaan ini

menjadi lebih berat kalau orang tersebut mengalami bahwa teman

sharingnya tidak dapat menyimpan rahasia.

47

5. Langkah-Langkah Membuka Diri

Papu (2002) mengemukakan bahwa terkadang proses membuka

diri merupakan suatu yang sulit dilakukan oleh beberapa orang. Ada 4 (empat)

langkah yang dapat dilakukan agar pengungkapan diri berjalan efektif.

Keempat langkah tersebut adalah :

Langkah 1 : Tanyakan pada diri sendiri, sejauh mana saya akan

membuka diri? Hal-hal apa saja yang bisa saya bagi untuk orang lain dan

kepada siapa? Setiap orang memiliki rahasia pribadi. Hal tersebut

sangatlah normal karena setiap orang tentu ingin menjaga agar hal-hal

khusus tidak diketahui orang lain. Pada kenyataannya banyak rahasia

yang sebenarnya tidak perlu dirahasiakan karena tidak membahayakan

diri sendiri dan orang lain, tetapi karena takut maka rahasia itu disimpan

terus menerus. Hal inilah yang perlu diperhatikan oleh seseorang jika

ingin mengungkapkan diri.

Langkah 2 : Lakukan persiapan sebelum membuka diri. Atasi terlebih

dahulu kekhawatiran dan ketakutan. Untuk mengatasi kekhawatiran ,

ketakutan atau ketidakpercayaan diri, seseorang dapat memulai

mengungkapkan diri dengan memilih topik pembicaraan pada hal-hal

yang ringan dan santai. Pada awalnya usahakan untuk tidak

mengutarakan berbagai perasaan atau opini pribadi. Jika tahap ini sudah

dilalui dan berhasil dengan baik, barulah memilih orang yang dapat

dipercaya untuk mengemukakan pendapat pribadi dan perasaan tentang

48

suatu hal, misalnya utarakan apa yang dirasakan dan apa yang

diharapkan dari teman. Dengan cara ini seseorang akan lebih mudah

untuk memulai komunikasi dan selanjutnya menjadi terbiasa dalam

berbagi informasi.

Langkah 3 : Tingkatkan terus ketrampilan dalam mengungkapkan diri.

Pelajari cara-cara mengungkapkan diri dan bagaimana memberikan

masukan yang bermanfaat. Pengungkapan diri melibatkan cara-cara

penyampaian informasi yang baik dan jelas sehingga tidak menimbulkan

kesalahpahaman bagi orang yang menerima informasi tersebut. Jika

ingin berbagi informasi maka kemukakan hal itu sejelas-jelasnya, hindari

ketidakjujuran, kemukakan dengan bahasa sederhana dan jangan

berbelit-belit, jangan berasumsi bahwa orang lain mempunyai persepsi

yang sama. Tidak ada seorang pun yang dapat membaca pikiran orang

lain. Jadi seorang harus mengatakan dan menjelaskan bagaimana

perasaannya, apa kebutuhan saat ini dan apa yang diharapkan dari orang

lain. Jika ada hal-hal yang kurang jelas, bertanyalah pada saat ini dan

jangan berasumsi.

Langkah 4 : Ungkapkan diri anda secara tepat dengan pemilihan waktu

dan situasi yang tepat pula. Agar dapat mengungkapkan diri secara tepat

pada waktu atau situasi yang tepat, diperhatikan sebagai berikut :

a. Pertama-tama harus memiliki suatu alasan mengapa perlu membuka

diri

49

b. Dengan siapa akan berbicara?

c. Sejauhmana pengungkapan diri akan membahayakan diri sendiri?

Langkah-langkah pembukaan diri di atas, adalah salah satu alternatif yang

bisa digunakan dalam proses membuka diri. Karena merupakan proses,

maka perlu latihan berulang-ulang agar menjadi kebiasaan. Tanpa latihan,

pembukaan diri tidak pernah terealisasi. Berlatih berarti berani jatuh

bangun, karena kunci pembukaan diri adalah praktek. Praktek harus

dimulai dengan diri sendiri, dan mulai