DESKRIPSI PEMBUKAAN DIRI PARA FRATER … ini adalah penelitian deskripsi dengan metode survei....
Embed Size (px)
Transcript of DESKRIPSI PEMBUKAAN DIRI PARA FRATER … ini adalah penelitian deskripsi dengan metode survei....
DESKRIPSI PEMBUKAAN DIRI PARA FRATER YUNIOR
KEPADA PEMBIMBING ROHANI KONGREGASI FRATER SANTA
PERAWAN MARIA BUNDA BERBELASKASIH (CMM) PROVINSI
INDONESIA TAHUN 2007/2008
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Bimbingan dan Konseling
Oleh:
Paulus Paji Keban
NIM : 021114020
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
ii
iii
iv
MOTTO DAN HALAMAN PERSEMBAHAN
Hidup yang berharga adalah
hidup yang menghidupi Orang lain
Mansuete Et Fortiter
(Mgr.Joannes Zwijsen)
Skripsi ini kupersembahkan untuk :
Para Frater CMM di Provinsi Indonesia,
Serta seluruh keluargaku terkasih
v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Paulus Paji Keban
Nomor Mahasiswa : 021114020
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah berjudul
DESKRIPSI PEMBUKAAN DIRI PARA FRATER YUNIOR
KEPADA PEMBIMBING ROHANI KONGREGASI FRATER SANTA
PERAWAN MARIA BUNDA BERBELASKASIH PROVINSI INDONESIA
TAHUN 2007/2008
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,
mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan
mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis,
tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini
yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta,
Pada tanggal 28 Januari 2009.
Yang menyatakan,
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 28 Januari 2009
Penulis
vii
ABSTRAK
DESKRIPSI PEMBUKAAN DIRI PARA FRATER YUNIOR
KEPADA PEMBIMBING ROHANI KONGREGASI FRATER SANTA
PERAWAN MARIA BUNDA BERBELASKASIH PROVINSI INDONESIA
TAHUN 2007/2008
Oleh :
Paulus Paji Keban
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
2008
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pembukaan diri para frater
yunior kongregasi frater Santa Perawan Maria Bunda Berbelaskasih provinsi
Indonesia tahun 2007/2008 kepada pembimbing rohaninya. Masalah yang diteliti
adalah bagaimana pembukaan diri para frater Yunior CMM kepada pembimbing
rohani Kongregasi Frater Santa Perawan Maria Bunda Yang Berbelaskasih (CMM)
Provinsi Indonesia Tahun 2007/2008?
Penelitian ini adalah penelitian deskripsi dengan metode survei. Subyek
penelitian adalah 66 frater yunior CMM Provinsi Indonesia. Penelitian ini adalah
penelitian populasi karena seluruh responden dijadikan subyek penelitian. Teknik
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : (1) Menentukan skor dari
masing-masing alternatif jawaban yang sudah diberikan oleh subyek penelitian dan
membuat tabulasi skor dari masing-masing butir item skala. (2) Menghitung total
skor masing-masing subjek penelitian dan total skor tiap item pernyataan. (3)
Menentukan penggolongan kualifikasi pembukaan diri berdasarkann Azwar
viii
(1999:108) yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. (4)
Membuat distribusi frekuensi pembukaan diri
Penelitian ini memperoleh hasil sebagai berikut : di antara para frater yunior
CMM provinsi Indonesia ada 1 orang frater yang sangat tinggi pembukaan dirinya, 9
orang frater yang tinggi pembukaan dirinya, 34 orang frater cukup/sedang pembukaan
dirinya, 18 orang frater yang rendah pembukaan dirinya, dan 1 orang frater sangat
rendah pembukaan dirinya. Kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini
adalah : Tingkat pembukaan diri para frater Yunior kepada pembimbing Rohani,
kongregasi frater Santa Perawan Maria Bunda Berbelaskasih (CMM) Provinsi
Indonesia Tahun 2007/2008 cukup/sedang.
ix
ABSTRACT
THE DESCRIPTION OF SELF-DISCLOSURE OF THE JUNIOR BROTHERS
ON THE SPIRITUAL GUIDE OF CONGREGATION BROTHERS OF OUR
LADY MOTHER OF MERCY IN INDONESIAN PROVINCE OF
2007/2008
By:
Paulus Paji Keban
Sanata Dharma University - Yogyakarta
The research was intended to describe the self- disclosure of junior brothers of
Congregation Brothers of Our Lady Mother of Mercy of 2007/2008 to their spiritual
guide. The problems of the research was what was the self-disclosure of the CMM
Junior Brothers on their spiritual guide of Congregation Brothers of Our Lady Mother
of Mercy (CMM) in Indonesian Province of 2007/2008?
The research was a description research and used survey method. The
subject of the research consisted of sixty six (66) CMM Junior Brothers in all
Indonesian Province. The research was a population research because all of the
respondent became the subject. The technic analysis data that was used for the
research included: 1) Determinining the scores of every answered alternative had
given by subject and made a scored tabulation for every item scales. 2). Caunting the
total score from every research subject and total scoring for every item. 3)
Determining the self- disclosure qualified classify based on Azwar (1999:108) that
was: very low, low, medium, high and very high. 4) Making the frequency
distribution of the self disclosured.
The result of the research was: there was one (1) brother who had very high
score of his self-disclosured amongst them, nine (9) CMM Junior Brothers who had
high score of self-disclosured, eighteen (18) CMM Junior Brothers who had low
x
score of self-disclosured and one (1) brother who had very low scrore of the self
disclosured. So, the conclusion of the research was: Self - Disclosured Grade of
Junior Brothers to their Spiritual Guide of Congregation Brothers of Our Lady
Mother of Mercy of 2007/2008 was included in medium category.
xii
KATA PENGANTAR
Penulis menghaturkan terima kasih dan puji syukur selimpahnya
kepada Tuhan Yang Maha Esa atas bimbingan dan penyertaan-Nya dalam
seluruh proses perjuangan jatuh bangun dari awal semester hingga penulisan
skripsi ini. Penulis menyadari banyak pihak telah terlibat memberikan
sumbangsi selama penulisan skripsi ini. Maka pantaslah pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Dr. M.M. Sri Hastuti, M.Si sebagai Kepala Program Studi Bimbingan
dan Konseling, sekaligus sebagai dosen pembimbing, yang telah
membimbing, mengajari, memotivasi dan mendorong penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
2. Panitia penguji skripsi yang memberi kesempatan kepada penulis untuk
mempertanggungjawabkan dan mempertahankan skripsi.
3. Bapak Drs. T. Sarkim, M. Ed., Ph.D., sebagai Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
4. Para dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, yang dengan
penuh kesabaran mendidik, membimbing saya selama menempuh kuliah
sehingga saya bisa mendapatkan harta berharga: ilmu.
5. Fr. Martinus Leni, CMM., Provinsial Frater CMM Provinsi Indonesia yang
memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.
xiii
6. Para Dewan Pimpinan Frater CMM Provinsi Indonesia yang juga
memberikan kesempatan dan dukungan kepada penulis untuk
menyelesaikan skripsi.
7. Fr. Lukas Mandagi (Mantan Provinsial) yang memberikan dukungan bagi
peneliti.
8. Fr. Nikodemus Tala, Fr.Yoseph Bille, Fr. Martinus Magundap, Fr. Silvino
Belo, yang setia meluangkan waktu mendampingi para frater yunior di
Malino-Makassar.
9. Para Frater pemimpin komunitas CMM yang memberikan bantuan dan
memotivasi para frater muda untuk mengisi kuesioner.
10. Teman-teman frater yunior yang telah memberikan dukungan kepada
penulis dalam pengisian kuesioner.
11. Teman-teman komunitas : Fr.Martin, Fr.Dion, Fr.Max, Fr.Gusti, Fr.Richard,
Fr.Doni, Fr.Blas, Fr.Wilem, Fr. Kardi, Fr. Goris, Fr.Wifridus yang selalu
memberikan waktu untuk berbagi pengalaman dan selalu mendukung
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
12. Saudara Juster Donald Sinaga, yang mengizinkan penulis menggunakan dan
memodifikasi kuesioner.
13. Teman-teman BK : Petrus Gunarto, Trias Noviandary, Hayu, Bertus, Dewi,
Sr. Vero OSU, Sr. Kornelia, FSE, Paula, Brigita Ari, Oncu, Lopes, Vera,
Hani, Elsintha yang membantu wawasan bagi penulis dalam mengolah data.
xiv
14. Teman-teman PPL dari Taman Dewasa Jetis, SMA GAMA dan Panti
Harapan Bawen-Ambarawa : Mbak Surmi, Mas Wahyu, Yessi, Nona
Venny, dan Bertha yang turut berproses bersama.
15. Teman-teman di Program Studi Bimbingan dan Konseling yang selalu
memberikan salam hangat dan memberikan waktu untuk berbagi
pengalaman di Prodi BK.
16. Keluarga tercinta : Bapak Dominikus Uran-Keban, Mama Agnes Kean, Kak
Sipri sek., Kak Berta sek., Kak Agus sek., Kak Ma sek., Kak Toni, Ade
Vero sek., Oncu Rina sek., Arif, Nita, Ade, Rosa, Theo, Rio, Novan dan
keluarga Bapak Matius Kean.
17. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang turut
serta dalam membantu penyelesaian skripsi ini. Semoga berkat Tuhan selalu
beserta kita.
Pada akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna.
Semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca pada
umumnya dan bagi penulis pada khususnya. Terima kasih.
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................. iv
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ....................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ......................................... vi
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
ABSTRACK .......................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... xi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiv
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xvii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xviii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 7
E. Batasan Istilah ........................................................................................ 7
BAB II KAJIAN TEORITIS .............................................................................. 10
A. Kongregasi Frater CMM ...................................................................... 10
1. Gambaran Umum Tentang Kongregasi Frater CMM .................. 10
2. Gambaran Belaskasih Mgr. Joannes Zwijsen ............................... 13
3. Belaskasih Spiritualitas Kongregasi Frater CMM ......................... 14
xv
4. Gambaran Umum Pembinaan Frater Yunior CMM .................... 32
B . Pembukaan Diri ...................................................................................... 38
1. Pengertian Pembukaan Diri ......................................................... 38
2. Bentuk-Bentuk Pembukaan Diri .................................................. 39
3. Isi Pembukaan Diri ...................................................................... 41
4. Beberapa Alasan Takut Terbuka ................................................... 44
5. Langka-langka Membuka Diri ..................................................... 47
6. Manfaat Pembukaan Diri .............................................................. 49
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 58
A. Jenis Penelitian ...................................................................................... 58
B. Populasi dan Sampel ............................................................................ 59
C. Instrumen Penelitian ............................................................................ 61
1. Kuesioner Pembukaan Diri .......................................................... 61
2. Kisi-kisi Kuesioner Pembukaan Diri ........................................... 62
3. Penentuan skor ............................................................................... 64
4. Uji Coba Alat ............................................................................... 64
D. Validitas dan Reliabilitas ..................................................................... 65
1. Validitas Alat Ukur ............................................................................. 65
2. Uji Daya Beda ..................................................................................... 66
3. Reliabilitas Alat Ukur .......................................................................... 69
E. Prosedur Pengumpulan Data ............................................................... 71
1. Tahap Persiapan .................................................................................. 71
2. Teknik Analisis Data ........................................................................... 72
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................... 74
A. Hasil Penelitian ....................................................................................... 74
B. Pembahasan ........................................................................................... 76
xvi
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 85
A. Ringkasan ............................................................................................... 85
B. Kesimpulan ............................................................................................ 87
C. Saran ........................................................................................................ 87
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Populasi dan sampel........................................................................... 60
Tabel 2. Kisi-kisi kuesioner Pembukaan.......................................................... 63
Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Analisis Instrumen Ujicoba ................................. 67
Tabel 4. Distribusi Kuesioner Penelitian ...................................................... 70
Tabel 5. Penggolongan Tingkat Pembukaan diri ........................................... 75
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Kuesioner Penelitian .................................................................. 93
Lampiran 2 : Hasil tabulasi Uji Coba Instrumen Pembukaan diri .................. 95
Lampiran 3 : Reliabilitas ................................................................................. 98
Lampiran 3 : Hasil Tabulasi Data Penelitian .................................................. 100
Lampiran 4 : Perhitungan peringkat ................................................................ 101
Lampiran 5 : Surat Keterangan Penelitian ...................................................... 103
Lampiran 6 : Surat Ijin Uji Coba/Penelitian ................................................... 104
1
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian dan batasan istilah.
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Panggilan hidup membiara adalah panggilan untuk tidak menikah yang
ditujukan pada seseorang yang mengikuti ajaran Kristus. Setiap orang yang
terpanggil tentu menjawab panggilan itu dan memutuskan diri untuk bergabung
dalam suatu lembaga hidup bakti. Inti hidup membiara adalah menyerahkan diri
seutuhnya kepada Allah. Penyerahan diri ini diwujudkan dalam hidup melalui
nasehat-nasehat Injil dengan cara masing-masing seturut kharisma pendiri ( Mardi
Prasetyo, 2000:21).
Menjadi manusia yang utuh merupakan suatu proses yang terus-menerus
dimiliki oleh individu untuk menjawab tawaran Allah melalui usaha pribadi dan
melibatkan orang lain. Proses bertumbuh menjadi pribadi yang utuh, terjadi apabila
manusia mampu berelasi dan berkomunikasi dengan orang lain. Bagi seorang
religius, proses bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang utuh berarti hidup
bersama orang lain di dalam komunitas dan bersedia dibina seturut semangat
kongregasi.
2
Dalam pembinaan hidup membiara proses pembinaan ini terbagi menjadi
tahap-tahap tertentu. Pada umumnya dalam sebuah lembaga religius tahap-tahap
pembinaan itu meliputi : tahap postulat (ada kongregasi yang memulai dengan
aspiran), tahap novisiat, tahap yuniorat dan tahap pembinaan lanjutan (on going
formation) untuk anggota yang sudah berkaul kekal. Pelaksanaan proses pembinaann
diatur oleh setiap lembaga hidup religius dengan memperhatikan hukum gereja dan
peraturan kongregasi yang bersangkutan.
Masa postulat berlangsung selama satu tahun. Dalam masa ini seorang calon
diperkenalkan tentang hidup bakti secara umum dan penghayatan secara khusus
spiritualitas kongregasi.
Masa novisiat berlangsung selama dua tahun. Tahun novisiat yang pertama
adalah tahun kanonik yang berlangsung satu tahun penuh (KHK, kan.648). Tahun
novisiat yang kedua adalah tahun eksperimen-eksperimen. Eksperimen-eksperimen
berarti menguji dan mengenali panggilan para novis serta mendidik mereka tahap
demi tahap menempuh jalan hidup kesempurnaan yang khas bagi kongregasi. Pada
masa ini para novis akan menjalani hidup berkomunitas di komunitas terdekat dan
mengikuti kursus gabungan bersama para novis kongregasi lain. Pada masa masa
tahun pertama dan kedua para novis dibimbing untuk memahami panggilan Ilahi,
khususnya yang khas dari tarekat yang bersangkutan, mengalami semangat dan cara
hidup kongregasi menurut semangat konstitusi (KHK, kan. 646).
Masa yuniorat diawali dengan pengikraran pertama kaul-kaul membiara
setelah novis dianggap layak menurut hukum gereja dan konstitusi kongregasi. Masa
3
yuniorat adalah masa dimana para yunior menjalankan proses pengintegrasian
penghayatan kaul-kaul dalam hidup berkomunitas, doa/spiritualitas dan karya
kerasulan.
Dari ketiga tahap pembinaan yang telah dikemukakan untuk keperluan
penelitian di Kongregasi Maria Bunda Yang Berbelaskasih (dalam bahasa latin
Congregatio Fratrum Beatae Mariae Virginis, Matris Misericordiae disingkat CMM),
penulis menekankan tahap yuniorat. Alasan penulis, masa yuniorat adalah masa di
mana seorang frater yunior berada dalam pengintegrasian penghayatan kaul dalam
hidup membiara dengan segala aspeknya. Oleh karenanya mereka membutuhkan
pendampingan agar semakin mampu mengintegrasikan penghayatan kaulnya dalam
hidup berkomunitas, hidup doa, karya kerasulannya, dan mampu mengaktualisasikan
diri secara penuh sebagai frater kongregasi Maria Bunda Berbelaskasih (dalam
bahasa latin Congregatio Fratrum Beatae Mariae Virginis, Matris Misericordiae
disingkat CMM). Masa yunior dimulai sejak pengikraran kaul pertama hidup
membiara dalam kongregasi. Pada masa ini, para frater yunior ditempatkan di
komunitas-komunitas. Penempatan di komunitas-komunitas bertujuan agar para
frater yunior mengambil bagian dalam tugas perutusan dan belajar untuk menghayati
hidup sebagai seorang religius menurut semangat kongregasi.
Pelaksanaan pembinaan frater yunior ditempuh dalam dua cara yaitu di
bawah bimbingan pemimpin, frater senior lain yang hidup bersama mereka di
komunitas, dan melalui bimbingan Tim Pembina. Tim pembina (formator) dipilih
langsung oleh Dewan Pimpinan Provinsi. Tim ini bergabung dalam komisi
4
pendamping frater yunior. Pembinaan di komunitas ditempuh melalui bimbingan
pribadi, pendalaman spiritualitas, jadwal komunitas dan jadwal tahunan. Sedangkan
pembinaan yang dilaksanakan oleh tim pembina melalui tugas pribadi. Tindak lanjut
dari pemberian tugas pribadi adalah bimbingan pribadi dan kelompok. Dalam proses
pembinaan dijalin kerjasama antara pemimpin komunitas dan tim pembina.
Pribadi manusia senantiasa diharapkan bertumbuh, melalui suatu proses
peziarahan. Proses peziarahan yang dimaksud adalah suatu perjalanan dimana
individu akan menemukan tujuan akhir. Perjalanan ini tidak selalu mulus. Dalam
menempuh perjalanan ini individu harus sungguh-sungguh mempersiapkan dirinya.
Aspek-aspek yang diharapkan cukup tumbuh dalam diri religius : aspek kognitif,
aspek sosial, aspek afektif, aspek spiritual, aspek apostolik, aspek fisik.
Konstitusi Frater CMM Bab IV, art. 294 berbunyi : Agar kita berkembang
terus cinta kasih, maka alangkah baiknya pada saat tertentu kita mendengarkan
dorongan dari seseorang, yang membimbing kita secara pribadi.
Dalam proses pertumbuhan ini, seorang frater yunior memerlukan bantuan
orang lain untuk mencapai kehendak Allah. Pembukaan diri merupakan salah satu
syarat untuk mencapai kehendak Allah. Lebih lanjut Konstitusi frater CMM 1:26
menjelaskan : kita mampu membuka hati bagi orang lain dan menemuinya dengan
hormat, sejauh kita melupakan kepentingan pribadi.
Pandangan ini akan memudahkan kita untuk membina sikap saling membutuhkan,
relasi saling percaya sehingga mampu menciptakan suasana komunitas yang
harmonis dan damai.
5
Gordon (1999) mengemukakan bahwa pembukaan diri adalah suatu aktivitas
mengungkapkan diri (perasaan, pikiran, kebutuhan, keyakinan, pendapat) kepada
orang lain secara deskriptif, otentik, jujur dan apa adanya. Menurut penulis
pembukaan diri dalam rangka pembinaan frater yunior dapat berarti suatu aktivitas
bagaimana seorang frater dengan penuh kesadaran mengungkapkan diri secara
otentik, jujur, apa adanya tentang situasi yang dialami saat ini dan masa lalu. Lebih
lanjut Gordon (1999) mengemukakan bahwa dengan membuka diri seorang individu
dapat meningkatkan kesadaran diri (self-awareness), membangun hubungan yang
lebih dekat dan mendalam, saling membantu dan lebih berarti bagi kedua belah pihak,
mengembangkan ketrampilan berkomunikasi, mengurangi rasa malu dan
meningkatkan penerimaan diri, memecahkan berbagai konflik dan masalah
interpersonal, serta memperoleh energi tambahan dan menjadi lebih spontan
Dari pengalaman penulis selama kurang lebih 8 tahun hidup sebagai frater,
terdapat 18 frater yunior yang meninggalkan kongregasi (data sekretariat frater
CMM per 1 Juli sampai dengan November 2007). Jumlah ini tidak sedikit karena
kongregasi masih kekurangan anggota. Dari informasi Evaluasi Tahunan frater
yunior tahun 2007-20008 para pimpinan komunitas dan tim pembina, penulis
mendapat kesan bahwa banyak frater yunior yang kurang memiliki kesadaran untuk
membuka diri dan kesediaan untuk dibimbing sesuai dengan karisma kongregasi
frater CMM. Selanjutnya dari wawancara penulis dengan beberapa yunior, terungkap
bahwa mereka tidak berani menyampaikan berbagai gejolak atau pun emosi yang
ada di dalam dirinya kepada orang lain, apalagi jika menyangkut hal-hal yang
6
dianggapnya tidak baik untuk diketahui orang lain. Akibatnya individu tersebut lebih
banyak memendam berbagai persoalan hidup yang seringkali terlalu berat untuk
ditanggung sendiri sehingga menimbulkan berbagai masalah psikologis dan
fisiologis. Misalnya seorang yunior mengalami jatuh cinta dengan seorang gadis
sementara motivasinya menjadi seorang biarawan sangat kuat atau seorang frater
yunior dipercayakan menangani keuangan komunitas menyalahgunakan keuangan.
Mengingat pentingnya seorang religius memiliki sikap terbuka terhadap
pembimbing dalam tugas dan pengabdiannya, penulis ingin mengungkap tingkat
pembukaan diri para frater yunior kongregasi Frater Santa Perawan Maria Bunda
Yang Berbelaskasih (disingkat CMM) tahun 2007/2008. Hasil penelitian ini akan
digunakan sebagai informasi dan bahan masukan untuk pembinaan para frater yunior
di Indonesia.
B. Rumusan Permasalahan
Berawal dari latar belakang masalah tersebut, permasalahan yang dijawab
dalam penelitian ini adalah bagaimana pembukaan diri para frater Yunior CMM
kepada pembimbing Rohani Kongregasi Frater Santa Perawan Maria Bunda Yang
Berbelaskasih (CMM) Provinsi Indonesia Tahun 2007/2008?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bermaksud memperoleh gambaran tentang tingkat pembukaan diri
para frater Yunior CMM provinsi Indonesia Tahun 2007/2008.
7
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan masukan kepada para pemimpin dalam usaha meningkatkan
pendampingan dan bimbingan spiritualitas bagi frater yunior CMM Indonesia.
2. Menjadi sumber inspirasi bagi peneliti lain untuk mengembangkan penelitian
seputar obyek yang sama.
E. Batasan Istilah
1. Kongregasi adalah organisasi /lembaga hidup bakti di kalangan Katolik yang
memiliki spiritualitas yang sama
2. Kongregasi Para Frater Maria Bunda Yang Berbelaskasih, ( dalam bahasa
latin : Congregatio Fratrum Beatae Mariae Virginis, Matris Misericordiae
disingkat CMM) adalah suatu persekutuan religius awam yang tidak menikah.
3. CMM Provinsi Indonesia adalah salah satu bagian dari CMM dunia, yang
dipimpin oleh seorang frater yang disebut provinsial. Kata Provinsi Indonesia
dicantumkan untuk membedakan dengan CMM negara lain. Kongregasi
CMM berada di berbagai negara yang dipimpin oleh frater pemimpin umum
yang berdomisili di Tilburg, Belanda.
4. Konstitusi adalah aturan/pedoman dasar yang mengatur jalannya kongregasi
5. Pembimbing Rohani CMM adalah tim pembina (formator) yang dipilih
langsung oleh Dewan Pimpinan Provinsi. Tim ini bergabung dalam komisi
pendamping frater yunior yang terdiri dari 12 frater senior, yang telah
dianggap matang dalam kehidupan rohani.
8
6. Yang dimaksud dengan frater yunior adalah seorang frater / sekelompok frater
yang sedang hidup / berada dalam masa kaul sementara / profesi sementara.
Secara konstitusional dapat dikatakan bahwa yang disebut frater yunior adalah
frater yang berprofesi sementara yang dimulai dari profesi I dan berakhir pada
saat seorang frater mengikrarkan profesi kekalnya seumur hidup. Rentang
waktu antara profesi pertama dan profesi kekal disebut masa yuniorat. Kaul
adalah suatu janji untuk memuliakan Allah. Kaul sementara adalah kaul yang
diperbaharui secara berkala. Masa kaul sementara sekurang-kurangnya enam
tahun dan paling lama sembilan tahun. Kaul pertama berarti kaul yang
diucapkan pertama kali setelah masa pembinaan yang disebut masa novisiat
selesai.
7. KHK adalah kitab hukum kanonik yang bertujuan untuk menumbuhkan
ketertiban bagi masyarakat gerejani, yang memberikan tempat utama kepada
cinta, rahmat dan kharisma-kharisma dan mengatur perkembangan kehidupan
tiap-tiap orang yang termasuk di dalamnya.
8. Pembukaan diri adalah aktivitas pengungkapan diri berupa pengalaman hidup,
cita-cita, perasaan, pikiran, kebutuhan, keyakinan, pendapat kepada orang lain
terhadap situasi yang sedang kita hadapi dan memberikan informasi yang
relevan tentang masa lalu secara otentik dan jujur.
9. Tingkat pembukaan diri para frater yunior adalah taraf sejauh mana seorang
yunior mengungkapkan dirinya (perasaan, pikiran, kebutuhan, keyakinan,
pendapat) kepada pembimbingnya secara deskriptif, otentik, jujur dan apa
9
adanya. Dalam penelitian ini tingkat pembukaan diri dikategorikan dalam
lima tingkatan yaitu sangat tinggi, tinggi, cukup, rendah dan sangat rendah
berdasarkan distribusi normal dengan kontinum jenjang yang berpedoman
pada Azwar (1999:108).
10
BAB II
KAJIAN TEORITIS
Dalam bab ini akan diuraikan tentang kongregasi Frater CMM yakni
gambaran umum kongregasi, spiritualitas kongregasi, gambaran umum pembinaan
frater yunior CMM, pembukaan diri yakni bentuk-bentuk pembukaan diri, isi
pembukaan diri, alasan takut terbuka, langka-langkah membuka diri, dan manfaat
pembukaan diri.
A. Kongregasi Frater CMM
1. Gambaran Umum Tentang Kongregasi Frater CMM
Kongregasi Fratrum Beatae Mariae Virginis, Matris Misericordiae
(selanjutnya disebut CMM) merupakan suatu persekutuan religius awam yang
tidak menikah (Konst.CMM I, 21), didirikan oleh Mgr. Joannes Zwijsen pada
tanggal 25 Agustus 1844 di Tilburg, Belanda. Beliau peka akan masalah-masalah
sosial dan spiritual yang konkret di kota Tilburg, khususnya masalah pendidikan
kaum muda yang kurang diperhatikan. Ia hidup dalam tradisi Vinsensius yang
menghidupi karisma belaskasih Vinsensius a Paulo tentang sabda belaskasih,
"Segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang saudaraKu yang paling
hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku" (Mat 25:40). Sebagai pelindung
dan suri tauladan para pengikutnya, beliau mengambil tokoh Santa Perawan Maria
Bunda yang Berbelaskasih sebagai nama dan pelindung kongregasi.
11
a. Maria Bunda Yang Berbelaskasih
Dari nama yang diberikan kepada kongregasinya yaitu Kongregasi Frater
Santa Perawan Maria Bunda Yang Berbelaskasih (CMM), maka dapat dikatakan
bahwa Mgr. Zwijsen sangat mengagumi Bunda Maria. Maria disebut Bunda
Berbelaskasih karena Maria penuh kebaikan dan belaskasih terhadap orang-orang
yang miskin dan sesama yang menderita. Ia mengajak para pengikutnya untuk
belajar berbelaskasih mengikuti Bunda Maria.
Bunda Maria dengan gelar Bunda Yang Berbelaskasih, menandakan
keutamaan cinta kasih atau belaskasih harus diselenggarakan secara khusus dalam
kongregasi (De Veer, 2000). Kongregasi secara khusus didirikan untuk
melaksanakan keutamaan belaskasih bagi kaum miskin dan sesama yang menderita
seperti yang telah dilakukan Bunda Maria. Agar pengikutnya semakin menghayati
keutamaan-keutamaan Bunda Maria, ia mengajak para frater mengadakan ofisi
Maria (de Veer 2000), serta setiap hari berdoa rosario untuk merenungkan misteri-
misteri rosario.
Pandangan Mgr. Zwijsen tentang Maria sangat sederhana. Ia memandang
Maria sebagai seorang manusia yang mempunyai keterbatasan mampu
melaksanakan karya belaskasih Allah. Mgr. Zwijsen menghayati perlindungan dan
inspirasi Maria sebagai suatu kenyataan yang hidup dan kekuatan yang efektif
dalam hidupnya. Menjadi jelas untuk para pengikutnya supaya menjadikan Maria
Bunda yang Berbelaskasih sebagai suri tauladan dalam karya pelayanan kepada
sesama yang miskin dan menderita. Tentang hal ini dalam Konstitusi CMM
12
dikatakan bahwa Bunda Maria hendaknya menjadi suri tauladan dalam kehidupan
para frater. Para frater hendaknya dalam perjalanan hidup ini memasrahkan diri
kepada Penyelenggaraan Ilahi seperti yang diteladankan oleh Bunda Maria
(Kons.CMM I,58-60)
b. Santo Vinsensius a Paulo
Seperti banyak pendiri dari kongregasi yang muncul pada abad ke-19,
Mgr.Joannes Zwijsen diilhami oleh semangat Vinsensius a Paulo, rasul orang yang
miskin. Vinsensius merancang suatu pola kehidupan religius yang baru, dimana
cita-cita kontemplatif dari cinta yang murni dikaitkan dengan pengabdian kerasulan
bagi kaum miskin dan rakyat kecil pada zamannya. Salah satu kebijakan
Vinsensius a Paulo adalah cinta kepada Tuhan yang diwujudkan dalam pelayanan
kepada sesama yang miskin. Kebajikan cinta kasih ini diinspirasikan dari Sabda
Yesus yang berbunyi : ...Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu
yang kamu lakukan untuk salah seorang saudaraKu yang paling hina ini, kamu
telah melakukannya untuk Aku ( Matius 25: 40)
Perhatian Vinsensius a Paulo terhadap kaum miskin dan kemalangan di
Perancis pada abad ke-17, menginspirasikan Mgr. Joannes Zwijsen untuk memulai
karya belaskasih di Tilburg pada abad ke-19 dengan mendirikan Suster SCMM dan
Frater CMM. Zwijsen merupakan manusia yang mempunyai karisma belaskasih
dalam jejak Vinsensius (Huls, 1998).
13
2. Gambaran Belaskasih Mgr. Joannes Zwijsen
Zwijsen sering dilukiskan sebagai sorang pragmatis, seorang pelaku
yang merintis karya belaskasih pada abad ke-19 di Tilburg (van Geene
1993:10). Ia peka terhadap situasi konkret pada jamannya, terutama terhadap
orang miskin. Situasi kehidupan yang demikian mendorongnya untuk
memperhatikan dan mengabdi mereka dengan karya-karya belaskasih.
Zwijsen menyadari panggilan kepada orang miskin merupakan panggilan
kepada Allah sendiri (Konst.CMM I, 202-209).
Untuk menjelaskan secara konkret gambaran belaskasih kepada para
pengikutnya, Zwijsen merujuk pada teks kitab suci tentang perumpamaan
Orang Samaria yang Murah Hati (Luk 10:30-35). Tentang gambaran
belaskasih ini Harie van Geene (1993:II) menjelaskan demikian: Seorang
melewati seorang yang menderita, ia melihat orang itu, hatinya tergerak oleh
belaskasih, ia mendampinginya dan mulai beraksi. Lebih lanjut Pieter Jan
van Lierop (1996:40) menguraikan tentang unsur-unsur pokok dalam karya
belaskasih menurut Zwijsen berdasarkan kisah perumpamaan Orang Samaria
yang Murah Hati yaitu datang dan melihat, hati tergerak oleh belaskasihan,
melayani secara konkret dan efisien, mengatur kualitas dan kontinuitas
pelayanan.
14
3. Belaskasih Spritualitas Kongregasi Frater CMM
Belaskasih merupakan sebuah sikap yang perlu dibangun dalam pelayanan
terhadap orang lain terutama yang miskin dan marginal. Semangat belaskasih
menjadikan pelayanan bermutu dan mendapatkan landasan yang kuat dan kokoh
karena tidak ada unsur menonjolkan diri, pamrih, mencari popularitas terhadap orang
yang dilayani. Belasaksih mempunyain banyak aspek. Beberapa aspek belaskasih
yang mendasar untuk dipahami sebagai cara untuk memahami belaskasih secara utuh.
a. Perjumpaan wajah
Kata belaskasih (compassion) umumnya menimbulkan perasaan-perasaan
positif. Perasaan positif bermacam-macam, misalnya baik, lemah lembut dan
pengertian. Menurut Henry J.M. Nouwen, belaskasih adalah suatu jawaban terhadap
penderitaan manusiawi. Seorang manusia yang tidak berbelaskasih tidak dapat
dibayangkan seperti halnya seorang mannusia yang tidak manusiawi. Belaskasih
dalam bahasa Inggris disbut compassion. Kata compassion berasal dari bahasa Latin
yang terdiri dari dua kata, pati dan cum yang yang berarti menderita bersama.
Belaskasih berarti keterlibatan penuh dalam keadaan sebagai manusia. Bila
belaskasih diartikan seperti ini, maka jelas bahwa didalamnya terkandung lebih dari
sekedar suatu keramahan, pengertian dan kelembutan yang biasa. Belaskasih
berhadapan dengan situasi manusia. Untuk berbelaskasih seseorang harus mengalami
perjumpaan. Emanuel Levinas menggambarkan sebuah perjumpaan sebagai epifania
yakni muka yang mengekspresikan diri artinya apabila orang itu menyapa kita.
Epifani muka bersifat (mengandung makna) etis. Belaskasih mendapatkan makna
15
bila berhadapan dengan orang lain. Perjumpaan dengan orang menimbulkan sebuah
tanggungjawab. Misalnya bila ada sebuah penderitaan. Perjumpaan dengan
penderitaan menimbulkan tanggungjawab untuk berjuang mengatasi penderitaan.
Belaskasih tidak hanya berhenti pada perasaan pribadi, namum perjumpaan
menjadikan belaskasih mempunyai arti yang lebih mendalam yang bukan hanya
sekedar perasaan, keramahan, kelembutan, pengertian dsbnya. Belaskasih menuntut
tanggungjawab, pengorbanan diri, pembukaan diri dan keterlibatan untuk membuat
keadaan semakin baik dan layak.
b. Option for the poor dan keharuan sosial
Sikap belaskasih adalah sebuah tanggungjawab dan pilihan untuk melayani
orang-orang yang tidak berdaya. Orang yang tidak berdaya, orang miskin dan
marginal adalah mereka yang tidak dapat menolong diri sendiri. Kaum kecil ini
merupakan golongan yang jarang diperhitungkan dalam lingkup masyarakat. Sikap
belaskasih adalah pilihan untuk melayani mereka yang miskin dan kecil. Dengan
sikap penuh belaskasih orang miskin dan kecil mendapat perhatian dan kepedulian
yang membuat mereka mampu bertahan dalam hidup. Mengutamakan orang miskin
dan kecil adalah sebuah sikap peduli untuk menolong dan berjuang bersama dalam
tindakan belaskasih.
Sikap belaskasih adalah tindakan Allah yang peduli dengan kehidupan
manusia yang berdosa. Dengan demikian sikap belaskasih adalah kepedulian yang
nyata untuk semua manusia yang tidak berdaya sebab Allah sendiri sudah memilih
untuk menolong manusia dari belenggu maut karena dosa. Manusia memegang
16
prinsip belaskasih sebagai prinsip dasar dari tindakan Allah, juga yang akan menjadi
tindakan manusia juga dalam hidupnya untuk menolong terutama mereka yang
miskin dan menderita. Belaskasih menjadi latar belakang tindakan Yesus dalam
setiap penderitaan orang banyak, orang miskin, orang lemah, dan mereka yang
dicabut martabatnya. Belaskasih menjadi pilihan dasar pilihan untuk melayani
mereka yang kecil. Dengan demikian belaskasih bukan sekedar tindakan tetapi dasar
dari semua tindakan untuk membantu orang miskin dan kecil/ option for the poor.
Allah sendiri memihak orang kecil dan miskin. Hal ini kiranya tercermin
dalam diri Yesus. Yesus mendekati orang miskin tanpa syarat. Ia menampakka Allah
sendiri. Kerajaan-Nya mendatangi orang miskin dan kecil, orang berdosa tanpa syarat
apapun. Dengan menerima mereka yang tersingkir, pendosa, orang miskin, mereka
yang tidak bersuara Yesus mendengungkan bahwa Allahpun menerima mereka.
Melalui dan dalam diri serta karya Yesus, orang miskin mengetahui dan mengalami
bahwa Allah memihak mereka.
Henry J.M. Nouwen melihat kaum miskin sebagai suatu keharuan sosial.
Dalam pengalaman Henry J.M. Nouwen, kaum mengharukan dan di antara mereka
terjalin sikap penuh kasih. Orang-orang yang termiskin dari antara orang-orang
miskin mengalami kegembiraan tertentu dan sungguh menakjubkan. Inilah keharuan
sosial. Keharuan sosial membangkitkan semangat untuk membagikan sesuatu kepada
orang miskin. Banyak cara yang diberikan kepada orang miskin dan menderita.
Keharuan sosial muncul karena melihat realitas kemiskinan yang ada di sekitar.
17
Pilihan hidup untuk melayani mereka merupakan tanggungjawab sebagai orang yang
berbelaskasih.
c. Kesederhanaan dan kerendahan hati
Kesederhanaan dan kerendahan merupakan sikap yang penting dibangun
untuk melayani secara belaskaskasih. Tanpa kesederhanaan dan kerendahan hati,
pelayanan yang diberikan kepada orang yang miskin dan menderita tidak akan
memberikan efek yang baik untuk orang yang dilayani. Sikap sederhana dan
belaskasih menarik orang dari kenabihan, kesombongan yang disebabkan oleh
egoisme pribadi. Hak ini berarti bahwa seseorang mengosongkan dirinya untuk orang
yang dilayani. Pengosongan diri memang tidak menuntut penyiksaan diri atau
menyalahkan diri sendiri akan tetapi untuk memberi perhatian yang lebih kepada
orang lain yang dilayani sehingga mereka menyadari nilai hidup mereka sendiri.
Pelayanan terhadap orang miskin dan kecil dalam kesederhanaan dan kerendahan hati
memungkinkan terjadinya dialog seimbang sehingga orang mengerti kebutuhan orang
yang dilayani.
Kesederhanaan adalah salah satu aspek penting dari sikap belasakasih.
Kesederhanaan menurut Mgr. Zwijsen terdiri atas dua, yakni kesederhanaan
manusiawi dan kesederhanaan kristen/religius. Kesederhanaan membuat manusia
sadar akan martabatnya yang tidak berasal diri sendiri melainkan merupakan
pemberian Allah. Orang yang rendah hati tidak mereduksikan oranglain kepada
ukuran sendiri, kebutuhan atau pikirannya. Dengan demikian akan muncul sikap
18
terbuka akan kenyataan hidup yang dialami sendiri dan orang lain. Kesederhanaan
adalah sikap terbuka dan jawaban manusia terhadap Allah dan membiarkan Allah
mengasihi dirinya.
Manusia akan menjadi sederhana jika manusia mempunyai cita-cita luhur
dan terdalam untuk memiliki cinta kasih Ilahi sebagai satu-satunya tujuan hidup.
Yang dimaksudkan Mgr. Zwijsen adalah melatih diri dan bertekad untuk sungguh
mengasihi Allah sehingga kecendrungan itu menjadi arah hidup.
Kerendahah hati berarti sikap seseorang yang mengakui secara jujur
kelemahan dan kekurangannya. Kerendahan hati berarti suatu sikap realis dan berani
memandang diri sendiri secara jujur. Hal ini menjadi dasar semua kebajikan karena
kebajikan itu membuka inti kesadaran kita kepada Allah. Dalam kerendahan hati
manusia menyadari kasih yang kreatif dimana Allah berkontak dengan manusia.
Dengan demikian manusia menerima diri sendiri dan orang lain yang berasal dari
kasih Allah yang menghidupkan yang setiap saat memanggil manusia untuk hidup
baik di dunia ini. Segala keberadaan manusia merupakan karunia Allah. Hal tersebut
mengarahkan manusia untuk tidak angkuh atau sombong terutama dalam melayani
dan memperhatikan orang miskin, kecil, kaum marginal dan semua yang tidak untung
hidupnya. Menerima kelemahan diri secara jujur dan dengan rendah hati melepaskan
diri dari kesombongan, membenarkan diri, mementingkan diri sendiri dan
membenarkan diri adalah sikap yang yang dibangun dalam belaskasih.
19
d. Memerdekan dan Membebaskan
Aspek belaskasih yang lain adalah tindakan untuk membawa orang pada
situasi hidup yang merdeka dan bebas dari berbagai belenggu hidup. Tentu saja yang
dimaksudkan adalah bagaimana orang bisa merdeka dan bebas dari berbagai
penderitaan di dunia. Ada banyak model penderitaan yang dialam oleh manusia
dewasa. Ada penderitaan orang miskin dan tertindas, penderitaan orang sakit dan
penderitaan akibat malapetaka yang besar. Belaskasih meniadakan penderitaan
dengan cara terlibat dan ikut berjuang bersama bagi mereka yang menderita.
Semangat belaskasih mempunyai dihadapkan pada situasi ini untuk mengantar
manusia pada semangat kemerdekaan dan kebebasan sejati.
1) Kemerdekakan
Tindakan belaskasih adalah tindakan yang dapat memerdekan orang yang
terbelenggu karena penderitaan tertentu. Semangat belaskasih adalah semangat
yang memerdekakan. Kemerdekaan adalah hak setiap manusia sehingga
penderitaan harus dihapuskan untuk membiarkan oranglain menikmati
kemerdekaannya. Kemerdekaan adalah hak setiap manusia sehingga tidak dapat
dapat dicabut oleh siapapun juga. Tanpa kemerdekaan manusia tidak dapat
mencintai sebagaimana mestinya. Tanpa cinta, manusia akan mengalami
kesepihan hidup dan tersiksa. Kemerdekaan adalah kemenangan terhadap
penderitaan.
20
2) Membebaskan
Ada banyak ketidakadilan di muka bumi ini. Penindasan terjadi setiap
waktu dan bisa terjadi kapan saja. Tindakan belaskasih adalah adalah tindakan
yang dapat menangkat derajat kaum tertindas, tindakan keadilan yang dapat
dimsukkan dalam proyek pembebasan yang menunjuk pada pada cakrawala
yang diciptakan oleh keadilan demi terciptanya kerajaan Allah. Usaha
pembebasan adalah suatu bentuk perjuangan untuk dapat mengubah situasi
penindasan menjadi lebih baik, layak dan berperikemanusiaan. Usaha ini
adalah tugas luhur umat manusia untuk mengangkat derajat kaum tertindas
menjadi mitra/partner dalam mengusahakan kebaikan bersama sehingga
terciptanya kehidupan yang beradab.
Orang Kristen mempunyai seorang tokoh pembebas. Bukan hanya
sebagai pembebas, Yesus Kristus harus menjadi model orang Kristen dalam hal
ini. Yesus menunjukkan suatu sikap belaskasih pada individu-individu yang
dibebabani salib dan menyembuhkan mereka. Usaha pembebasan adalah sebuah
bentuk sikap belaskasih yang memperhatikan manusia dan kepekaan terhadap
mereka yang tersingkir. Belaskasih berarti peduli dengan kehidupan yang
sengsara, masa depan orang yang dilayani dengan terlibat dan bekerjasama
memberantas kesengsaraan yang dialami. Kepedulian adalah sebuah bentuk
perhatian yang dibutuhkan oleh orang-orang miskin dan tertindas.
21
e. Melayani secara kreatif dan tepat sasar
Berbicara tentang belaskasih adalah berbicara tentang
pelayanan.Pelayanan berarti usaha yang terus menerus untuk menjadikan
pencarian Allah yang dilakukan sendiri dengan kepahitan dan kegembiraan,
putusasa dan harapan, siap dipakai oleh mereka yang ingin menggabungkan
diri dalam pencarian itu tetapi tidak tahu jalannya. Pelayanan adalah inti hidup
kristiani. Dasar pelayanan adalah meberikan hidup bagi saudara-saudaranya..
Pelayanan yang diberikan mestinya kreatif dengan mengetahui kehidupan
orang yang dilayani dan sesuai dengan situasi dan kondisi hidup mereka.
Apabila orang yang melayani mengetahui situasi hidup orang yang dilayani
maka pelayanan itu disebut dengan pelayanan yang tepat sasar. Dengan kata
lain pelayanan itu sesuai dengan yang apa yang dibutuhkan orang lain pada
situasi dan kondisi tertentu.
1) Melayani secara kreatif
Orang Kristen dipanggil untuk menjadi agen perubahan. Menurut
Henry J.M. Nouwen, hal yang pertama untuk mengubah dunia adalah
mengubah hati tiap orang. Seorang Kristiani yang menjadi pembaharu sosial
adalah seorang yang tidak kehilangan jiwanya sendiri, seorang yang aktif dan
pada saat yang sama orang yang penuh doa. Inilah pelayanan yang kreatif yang
tidak hanya melulu melayani tetapi memiliki sebuah spiritualitas yang
membangun semangat pelayanan. Seorang pelayan yang kreatif adalah seorang
yang berani mengembangkan kesediaan menerima dalam diri sendiri maupun
22
orang lain. Orang yang membawa perubahan pertama-tama harus belajar
diubah oleh yang dilayani. Pelayanan yang diberikan bukan sekedar memberi
tetapi menemukan makna pelayanan yang dapat membangkitkan rasa percaya
diri orang yang dilayani. Pelayanan kreatif mampu mengarahkan yang dilayani
menuju kehidupan yang lebih baik serta menemukan cara-cara baru dalam
melayani. Tentu saja hal ini tidak dapat dilakukan oleh diri sendiri namun
membutuhkan kerjasama yuang baik dengan pihak lain. Meminjam istilah
Henry J. M. Nouwen hal tersebut dinamakan berbagi tanggungjawab. Menurut
Nouwen, jika orang Kristiani ingin menjadi pembawa perubahan sosial, hal
pertama yang dipelajari adalah bagaimana berbagi kepemimpinan. Orang lain
diberi wewenang sesuai dengan tanggungjawab masing-masing. Dengan
bekerjasama seperti ini, banyak hal yang dapat dilakukan dan menemukan cara-
cara yang kreatif dalam melayani. Pelayanan kreatif dapat terjadi bila dilakukan
bersama-sama dan bekerjasama dengan oranglain dengan menghindari single
fighter dalam perjuangan mengatasi segala bentuk penderitaan yang terjadi di
dunia ini.
2) Melayani tepat sasar.
Pelayanan yang tepat sasar adalah pelayanan yang dapat menjawab
kebutuhan orang yang membutuhkan. Pelayan yang tepat sasar adalah pelayan
yang bersedia mengembangkan kepekaan terhadap tanda kehadiran Allah dalam
hidup sendiri dan hidup sesama dan yang bersedia untuk menawarkan
pengalaman-pengalaman mereka sebagai jalan pembebasan bagi orang-orang
23
yang didera penderitaan. Dengan demikian pelayan mengetahui situasi dan
kondisi hidup yang dilayani, keprihatian, kebutuhan dan sebagainya, sehingga
dapat mengetahui hal apa saja yang dapat membantu meringankan penderitaan.
Pelayanan yang kreatif aka membantu pelayanan yang tepat sasar sehingga
banyak orang yang selamat dari berbagai penderitaan di dunia ini. Maka,
dibutuhkan pelayan-pelayan kristiani yang memberikan hidup mereka sendiri
bagi sahabat-sahabat mereka, dengan membantu mereka untuk membedakan
roh yang membangun dari roh yang merusak, dan dengan membuat mereka
bebas untuk menemukan Roh Allah yang memberi hidup di tengah-tengah
dunia. Pelayanan yang tepat sasar, yang sesuai dengan kebutuhan bukan saja
membantu orang-orang yang dilayani dngan pemenuhan kebutuhan yang sesuai
melainkan menghantar mereka pada pengenalan akan Allah. Pelayanan seperti
ini amat dibutuhkan pada zaman ini, dimana nilai-nilai kepercayaan menjadi
kabur karena menganggap penderitaan dibuat dan direstui oleh Tuhan.
f. Pengakuan dan Pengampunan
Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan pengakuan dan
pengampunan dalam hidupnya. Keterbatasan manusia dalam hiduupnya tidak
dapat meniadakan keberadaannya sebagai manusia. Apapun situasinya, manusia
manusia hendaknya tetap diakui keberadaanya. Demikian halnya, pengampunan
dibutuhkan manusia karena keterbatasanya sebagai pribadi dan sebagai
kelompok. Belaskasih merupakan sebuah sikap manusiawi yang juga
merangkum pengakuan dan pengampunan. Saling mengakui dan mengampuni
24
adalah tanda hidup bersama sebagai orang kristiani. Dalam proses pengakuan
dan pengampunan yang terus menerus, manusia dibebaskan dari keterasingan
dan mendapatkan cara hidup baru yang damai tanpa kekerasan. Pengakuan da
pengampunan adalah dua pilar kehidupan kristiani. Kedua pilar tersbut
merupakan jalan yang dikaruniakan Tuhan untuk menerobos tembok-tembok
ketakutan yang memisahkan manusia satu sama lain. Hal ini menggerakan suatu
daya kreasi untuk menggerakan manusia menjauhi masa lalu yang penuh
kesakitan dan kepedihan, melepaskan diri dari reaksi yang tidak pernah berhenti
dan menciptakan situasi baru yang lebih baik. Maka, Pengakuan dan
pengampunan akan membuka kesempatan untuk berekonsiliasi.
1) Pengakuan
Secara personal manusia dicintai oleh Allah dan dipanggil untuk
memasuki relasi dengan cinta personal dengan Allah. Manusia dengan
kesamaan derajat dan martabat diciptakan oleh Allah sebagai makhluk yang
mampu memasuki relasi interpersonal. Pengakuan manusia sebagai citra
Allah dapat menghapus berbagai macam pandangan yang dapat
merendahkan martabat manusia. Manusia diakui keberadaanya karena
memiliki harkat derjat dan martabat yang sama. Orang-orang kecil, miskin,
terlantar dan tertindas adalah manusia-manusia yang tetap diakui
keberadaanya. Mereka adalah orang-orang seperti manusia lain namun
belum beruntung dalam hidupnya. Pengakuan terhadap mereka adalah bukti
bahwa manusia menghayati diri sebagai citra Allah.
25
2) Pengampunan
Pengampunan adalah bagian kedamaian yang sangat didamba oleh
umat manusia. Semua manusia ingin hidup dalam suasana kedamaian.
Perdamaian erat terkait dengan keadilan, keadilan erat terkait dengan
pengampunan. Tidak ada damai tanpa keadilan, tidak ada keadilan tanpa
pengampunan. Pengampunan diperlukan oleh umat manusia untuk dapat
hidup berdampingan secara damai. Tanpa kedamaian manusia tidak dapat
menjalankan roda kehidupan sebagaimana mestinya. Banyak hambatan
krusial yang terjadi bila manusia hidup tanpa adanya sikapa saling memberi
pengampunan. Manusia akan menjadi serigala bagi manusia lain (homo
homini lupus) yang saling menindas, menjatuhkan bahkan saling
menghabisi. Dalam situasi hidup yang real, kita orang-orang Kristiani
berupaya untuk mengampuni mereka yang menyakiti kita dengan hati yang
tulus. Suasana hidup yang dibangun atas rasa saling menghormati dapat
membuka banyak kesempatan untuk menciptakan kehidupan harmonis dan
saling menghargai perbedaan.
26
g. Penghayatan Tiga Lingkup belaskasih.
Setelah menguraikan beberapa aspek pada poin-poin sebelumnya,
maka pada bagian ini akan dijelaskan bagaimana belaskasih dihayati dalam
tiga lingkup. Lingkup tersebut erat kaitannya dengan penghayatan kaul-kaul,
kaul ketaatan, kemiskinan dan kemurnian. Ketiga kaul: ketaatan, kemiskinan,
kemurnian menciptakan ruang spiritual dimana panggilan belaskasih bisa
tetap otentik dan berkembang. Mgr. Zwijsen menganggap ketiga kaul religius
sebagai ruang hidup dimana panggilan belaskasih bisa bertumbuh dengan
subur.
1) Poros Belaskasih: Ketaatan
Menurut Mgr. Zwijsen panggilan belaskasih tanpa ketaatan akan
kehilangan keseimbangannya. Keseimbangan terjadi bila panggilan belaskasih
dijalankan dengan setia dan ketaatan penuh. Belaskasih menuntut sikap taat
dari manusia. Ketaatan adalah kurban terbesar yang dipersembahkan manusia
kepada Allah sebagaimana yang dikatakan Santu Ignasius, ketaatan adalah
poros dimana kongregasi berputar, sehingga bila poros ini bengkok atau
patah, kerjanya terhalang atau berhenti total. Menurut Zwijsen, ketaataan
berarti menerima dengan tulus hati dan melaksanakan semua pelayanan
belaskash demi mneyelamatkan banyak orang msikin dan tertindas.
Belaskasih tidak mencari kepentingan diri sendiri tetapi menampakkan cinta
kasih Allah. Ketaatan untuk melayani orang miskin dan menderita adalah
sebuah bukti ketaatan pada kehendak Allah untuk melaksanakan karya
27
cintakasih dengan lebih baik. Dalam wajah orang miskin ditemukan wajah
Allah dan manusia terdorong untuk menolong dan melayani demi kemuliaan-
Nya. Karena itu, pelayanan yang diberikan adalah ketaatan yang harus dijalani
bukan sebagai paksaan tetapi dengan ketulusan hati sehingga karya belaskasih
menjadi sebuah panggilan konkret dalam wajah-wajah orang miskin dan
terlantar.
2) Benteng Belaskasih: Kemiskinan
Panggilan belakasih menurut Mgr. Zwijsen dibangun dengan kokoh
dengan kebajikan kemiskinan. Kemiskinan sempurna bagi Zwijsen berarti
mencintai kemiskinan dan hidup dalam semangat kemiskinan. Mgr. Zwijsen
melihat kemiskinan sebagai benteng kehidupan religius. Kaul kemiskinan
berada dalam ketegangan antara keterikatan dan sikap lepas bebas. Bagi
Zwijsen teladan kemiskinan yang sempurna adalah Yesus Kristus. Dia adalah
Tuhan dan Tuan atas semuanya, namun lahir dari ibu yang miskin dan ayah
tukang kayu yang sederhana dan dalam segalanya memilih kemiskinan.
Dengan memilih untuk jalan untuk melepaskan segala ikatan duniawi, karya
belaskasih dapat dilaksanakan dengan baik. Dengan demikian belaskasih
mengarahkan perhatian pada orang miskin, orang kecil, yang tersisihkan dari
masyarakat, kaum tertindas dan berjuang bersama mereka menciptakan
suasana hidup yang lebih baik. Bagi Zwijsen, tanpa kemiskinan maka tidak
akan ada hidup religius. Dalam dunia, kekayaan merupakan benteng negara-
negara makmur. Kekayaan adalah tanda kemakmuran suatu negara. Dalam
28
dunia religius, semangat kemiskinan merupakan sumber kebaikan
sebagaimana kerakusan merupakan sumber kejahatan. Diarmuid O Murchu,
melihat kaul kemiskinan sebagai sebuah usaha untuk melindungi diri dari
berbagai ketimpangan dan penyalahgunaan kekayaan dan kepemilikan.
3) Belaskasih yang dilandasi kemurnian
Bagi Mgr. Zwijsen, kemurnian merupakan sifat cinta kasih ilahi yang
menggerakan hati kaum religius terdalam dari karya cinta kasih. Dari hal
tersebut, seorang religius memberikan penghormatan yang tinggi tethadap
sesama. Kemurnian bukan hanya ditujukan untuk diri sendiri namun erat
kaitannya dengan kemurnian pelayanan terhadap orang yang membutuhkan
pertolongan. Untuk itu sikap keterbukaan dipandang sangat penting.
Hubungan dengan dunia diatur dengan melaksanakan karya cinta kasih.
Panggilan cinta kasih menuntut kaum religius untuk tidak mementingkan diri
sendiri. Untuk itu seorang religius harus mengarahkan hatinya secara total
kepada Allah serta mempersembahkan seluruh hati dan seluruh cinta kepada
Mempelai Ilahi. Ketulusan dalam mencintai dan melayani orang miskin dan
tertindas adalah sikap yang dibangun sebagai bentuk kepedulian pada hidup
sesama yang dilanda kemalangan. Ketulusan melebihi kepentingan diri sendiri
dan hanya melayani oranglain dalam semangat cinta tanpa menonjolkan serta
mencari keuntungan diri.
29
h. Doa dan Kontemplasi membangun Relasi Intim dengan Sang Belaskasih
Doa dan kontemplasi adalah sarana untuk membangun relasi dengan
Allah secara intim. Relasi dengan Allah yang intim hanya terjadi bila orang
menyediakan waktu dan tempat di hati untuk dapat menjalin hubungan dengan-
Nya Sang Belasakasih. Sikap belaskasih hanya akan bermakna dalam
penghayatan bila didasari doa dan kontemplasi. Doa dan kontemplasi akan
memberi dasar yang kuat untuk melayani sesama dengan penuh belaskasih.
1) Doa
Orang beriman adalah murid Tuhan yang selalu mengikut Dia dari
dekat. Manifestasi sebagai murid adalah meberikan pelayanan kepada
Tuhan lewat sesama. Perwujudan cinta kepada Tuhan merupakan karya
belaskasih yang ditujukan kepada semua orang menderita, miskin dan
tertindas. Hidup sebagai murid tidak berarti menggunakan Allah kalau
murid tidak mampu lagi untuk bekerja. Sebagai murid, manusia menemukan
seluruh kekuatan, harapan, keberanian, dan keyakinan dalam Allah. Maka
dari itu, doa harus menjadi kprihatinan utama. Doa sebagai sikap disiplin
yang memperkuat dan memperdalam sikap sebagai murid, adalah usaha
untuk menyingkirkan segala sesuatu yang dapat menghalangi Roh Allah
yang diberikan Yesus Kristus, untuk berbicara bebas kepada manusia dan
dalam manusia. Dengan demikian Roh Allah menggerakan manusia untuk
senantiasa mengabdi kepda-Nya lewat pelayanan belaskasih terhadap orang
yang miskin dan menderita. Disiplin doa memampukan manusia beriman
30
untuk menemukan kehadiran Roh Allah yang memberikan hidup di tengah-
tengah kehidupan manusia dan membiarkan Roh Ilahi mengubah kehidupan
umat beriman. Hal ini mebawa manusia pada kesadaran bahwa Roh
mengingatkan umat beriman untuk akan apa yang dikerjakan Yesus. Umat
beriman Roh Allah akan menjamin kebenaran (Rom.9:1), membawa
manusia pada keadilan, damai dan sejahtera (Rom. 14:17), menyingkirkan
semua batas harapan (Rom. 15:13) dan membuat segala-galanya menjadi
baru (Tit. 3:5)
2) Kontemplasi
Di samping doa yang merupakan suatu sarana mebangun kehidupan
iman kontemplasi merupakan sebuah sarana untuk menyingkap dan melihat
apa yang bakal terjadi dalam hidup manusia. Untuk menjadi kontemplatif
manusia melempar atau lebih baik melepas kain penutup mata yang
menghalangi manusia untuk melihat kedatangan Tuhan di dalam dunia.
Dengan kontemplasi manusia dapat melihat kedatangan Tuhan dan
bergegas mencarinya melau tindakan-tindakan pertobatan dan ucapan
syukur. Henry Nouwen dalam buku Pelayanan yang Kreatif, mengatakan
bahwa pelayanan adalah kontemplasi. Hal ini berarti, bahwa kontemplasi
bukan hanya sekedar tindakan diam, hening dan mengosongkan pikiran
untuk dirasuki oleh Roh Tuhan, namun sebuah tindakan pelayanan yang
konkret. Tentu saja tindakan itu harus sesuai dengan kehendak Tuhan.
Menurut Henry Nouwen, pelayanan adalah penyingkapan realitas
31
(kontemplasi) yang terus menerus terjadi pewahyuan cahaya Allah dan
sekaligus kegelapan manusia. Pelayanan adalah pencarian Allah yang terus
menerus berlangsung dalam kehidupan orang yang akan dilayani.
3) Membangun keintiman dengan Sang Belaskasih
Doa dan kontemplasi adalah sarana untuk membangun keintiman
dengan Sang Belaskasih. Tuhan, Sang Belaskasih menjadi tujuan akhir dari
semua pelayanan belaskasih umat beriman. Kehadiran Tuhan Sang
Belaskasih hadir dalam diri orang yang menderita, miskin, yang terlantar,
tertindas, disisihkan dan mereka tidak diperhatikan sesama. Menjalin
keintiman dengan Sang Belaskasih berarti berani hadir untuk mereka yang
malang itu. Di samping itu manusia dituntut untuk bertindak. Tindakan
manusia mengarah pada pertobatan dan ucapan syukur. Tindakan atau
tanggapan ini merupakan ucapan syukur akan kehadiran Tuhan di dunia ini.
Seluruh pelayanan Yesus merupakan tindakan syukur yang besar kepada
Bapa-Nya. Para murid yang sedia melayani sesama yang menderita juga
dipanggil untuk berpartisipasi dalam tindakan Yesus ini.
32
4. Gambaran Umum Pembinaan Frater Yunior CMM Di Provinsi Indonesia
Tentang pembinaan para anggota dalam Konstitusi CMM dijelaskan bahwa
setiap regio atau provinsi dapat mengatur sesuai dengan keadaan daerah setempat
(Konst.CMM I, 362). Lebih lanjut tentang pembinaan para frater yunior, Konstitusi
CMM menjelaskan bahwa:
"Tanggung jawab atas pembinaan seorang frater yang berprofesi
sementara, terletak di tangan pemimpin komunitas ... . Setiap tahun ia
membuat laporan tentang frater yang berprofesi sementara kepada
pemimpin provinsi atau regio. Di provinsi atau regio seorang frater dapat
ditunjuk untuk membantu para pemimpin komunitas dalam rangka
pembinaan untuk para frater yang berprofesi sementara, dan memupuk
persatuan dalam kegiatan pembinaan selama periode itu" (Konst.CMM I,
349. II, 29).
Rumusan ini menegaskan bahwa penanggungjawab utama pembinaan frater yunior
adalah provinsial (Konst.CMM II, 208,a) karena kedudukannya sebagai pemimpin
provinsi. Dalam pelaksanaan pembinaan, terutama di komunitas-komunitas
tanggungjawab dipercayakan kepada pemimpin-pemimpin komunitas. Dalam
menjalankan tugasnya, ia dapat dibantu oleh frater lain. Di provinsi Indonesia,
dewan pimpinan provinsi telah membentuk sebuah tim Pembina yang bertugas
membantu pemimpin komunitas dalam rangka menjalankan tugas pembinaan
kepada frater.
33
Pola pembinaan secara umum frater CMM dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Pembinaan di Komunitas
Masa yuniorat merupakan kelanjutan dari masa eksperimen dan pendalaman
(novis tahun kedua) tentang semangat serta cara hidup kongregasi. Karena pada masa
ini para frater yunior sudah berada di komunitas-komunitas maka di komunitas inilah
para frater yunior terus-menerus didampingi (Konst. CMM II,29) sehingga mereka
mampu menginternalisasikan nilai-nilai spiritualitas kongregasi dalam pribadinya
serta mampu menemukan perwujudan yang aktual serta relevan sesuai dengan situasi
konkret. Dengan sangat bagus Konstitusi CMM mengatakan bahwa: "Hidup sebagai
frater kita hayati di dalam dan melalui situasi kongkret komunitas" (Konst.CMM I,
76). Hal ini berarti bahwa hidup sebagai frater CMM pertama-tama dilatih, dihidupi
dan dihayati di dalam komunitas-komunitas. Hal ini mengandaikan bahwa kalau
hidup sebagai frater CMM di komunitas atau di rumah kediamannya berlangsung
baik, maka baik juga dalam relasinya di luar komunitas, dengan umat beriman
lainnya maupun dalam karya kerasulan.
Oleh karena itu sudah sepantasnya komunitas-komunitas di mana frater
yunior berada haruslah bercorak komunitas formatif. Komunitas formatif artinya
komunitas pembinaan atau yang berciri membina (Mardi Prasetyo, 2001 :79).
Kendatipun pada masa ini para frater yunior telah menerima perutusan kongregasi
melalui tugas-tugas tertentu, namun hendaknya dalam kerangka pembinaan hal ini
dipandang sebagai suatu bentuk 'eksperimen' sehingga perlu adanya bimbingan dan
pembinaan terus-menerus.
34
Untuk itu setiap anggota komunitas mampu menciptakan kondisi di
komunitasnya yang memungkinkan proses pembinaan terjadi. Menciptakan kondisi
komunitas misalnya, kesetiaan menjalankan jadwal yang sudah dibuat bersama, baik
jadwal harian maupun tahunan (sedapat mungkin menghilangkan kesan rutinitas)
serta berbagai usaha lain yang oleh pemimpin dan anggota komunitas dipandang
mendukung.
Mengingat tugas-tugas tersebut, setiap anggota dalam komunitas perlu
menyadari perannya masing-masing. Seorang pemimpin komunitas adalah seorang
yang profesional dalam arti perlu memiliki kemampuan (segi pengetahuan dan
keterampilan) dalam hal bimbingan, seorang yang memiliki dedikasi dan yang
sungguh berspiritualitas kongregasional baik dalam tutur kata maupun dalam tingkah
lakunya. Sedangkan tugas anggota membantu pemimpin komunitas dalam rangka
pengembangan komunitas.
Konstitusi CMM menguraikan dengan jelas arti, peran dan tujuan komunitas:
"Hidup sebagai frater kita hayati di dalam dan melalui situasi konkret komunitas kita. Hidup injili kita, pengabdian kita kepada Gereja, sumbangan kita untuk kebahagian umat manusia berpusat pada dan bertitik tolak dari komunitas, tempat kita hidup. Kita menerima komunitas ini sebagai anugerah Allah. Ia menghimpunkan kita untuk menempuh hidup persaudaraan injili. Dalam komunitas ini kita haruslah dapat mengalami bahwa suka cita memperdalam hidup pribadi manusia, dan bahwa kegembiraan mempermudah hidup bersama ini. Komunitas adalah rumah kediaman kita ... (Konst.CMM I, 76-79.92.159). Mencermati arti, peran dan tujuan komunitas di atas, maka setiap anggota
bertanggungjawab menciptakan situasi yang memungkinkan pembukaan diri.
Persaudaraan yang dibangun dalam komunitas dapat membantu para frater
35
menghayati dan menghidupi spiritualitas kongregasi baik dalam cara hidupnya
maupun dalam tugas perutusan.
a. Bimbingan Pribadi
Inti dari bimbingan pribadi adalah pembicaraan pribadi antara seorang frater
yunior dan pemimpin komunitasnya (Konst.CMM 1,350). Pembicaraan pribadi
dalam rangka bimbingan pribadi tersebut meliputi: penghayatan kaul, hidup
berkomunitas, hidup doa/spilitualitas dan karya kerasulan. Dalam statuta provinsi
Indonesia dikatakan bahwa setiap tahun pada bulan Maret diadakan pembicaraan
pribadi dalam rangka pembaharuan kaul, selanjutnya memberikan laporan kepada
pemimpin provinsi (SPI, 159).
b. Jadwal Komunitas
Pemimpin komunitas bersama anggota menyusun suatu jadwal harian
komunitas yang selanjutnya disahkan oleh pemimpin provinsi. Jadwal komunitas
yang tersusun itu hendaknya memungkinkan setiap frater berkembang dalam bidang
rohani (Konst.CMM I, 35), dan membentuk kepribadiannya menuju kehidupan
afektif yang matang serta kedewasaan penuh (Konst.CMM I, 358,360). Jadwal harian
komunitas meliputi:
I) Waktu untuk doa ofisi, meditasi, dan pembacaan rohani.
2) Waktu makan bersama, rekreasi dan saat silentium.
3) Program khusus untuk hari Minggu hidup bersaudara dan spiritualitas.
36
c. Pendalaman Spiritualitas
Pembinaan di komunitas dalam rangka pendalaman spiritualitas ditempuh
dengan berbagai cara. Salah satunya adalah setiap minggu diadakan pendalaman
spiritualitas dengan cara membaca dan merenungkan sebagian dari konstitusi
bagian pertama (Konst CMM II, 263. SPI, 118 point a). Bagian pertama Konstitusi
CMM memuat pedoman hidup yang adalah inti dari semangat atau spiritualitas
kongregasi. Selain itu diadakan rekoleksi (Konst.CMM I, 286) dan retret tahunan.
d. Program Tahunan
Pemimpin komunitas bersama dengan anggota komunitas membuat
program tahunan yang memuat:
1) Hari-hari rekoleksi paling kurang tujuh kali setahun (SPI, 89 point c-d).
2) Retret Tahunan (Kons.CMM I,284).
3) Sidang komunitas paling kurang enam kali setahun (Konst.CMM II, 262. SPI,
89 point e, 116-117).
e. Kursus Tertulis Frater Yunior Jarak Jauh
Kursus tertulis yang diselenggarakan oleh tim pembina ini
digunakan sebagai sarana komunikasi antar frater yunior dan
pendamping, untuk mengetahui perkembangan frater yunior setelah
mengikuti bimbingan pribadi dan bimbingan bersama. Setiap bulan semua
frater yunior mendapat bahan kursus dan harus mengirimkan hasilnya
37
kepada pendamping. Bahan kursus yang diberikan berupa refleksi tentang
kehidupan religius pada umumnya dan spiritualitas kongegrasi pada
khususnya. Tujuannya adalah untuk menambah dan memperdalam
wawasan tentang hidup religius terutama yang berhubungan dengan
spiritualitas kongregasi yakni persaudaraan dan berbelaskasih. Bahan
refleksi ini penting sebagai acuan dalam bimbingan selanjutnya.
Persoalannya sekarang adalah apakah tindak lanjut ini bisa
terlaksana dengan baik, karena tim pendamping pelaksana harus
mendatangi setiap komunitas di wilayahnya dan memberikan bimbingan
pribadi kepada setiap frater yunior padahal ia juga disibukkan oleh tugas
pokok yang diberikan oleh kongregasi. Atau apakah mungkin dicari
waktu yang cocok untuk menghimpun semua frater yunior antar
komunitas yang berdekatan, sementara masing-masing frater yunior
bertugas dalam fungsi tertentu yaitu bekerja atau tugas belajar dengan
segala tuntutannya.
38
B. Pembukaan Diri
1. Pengertian Pembukaan Diri
Menurut Johnson (Supraktiknya, 1995) pembukaan diri atau self-
disclosure adalah pengungkapan reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi
yang sedang kita hadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang
relevan atau yang berguna untuk mamahami tanggapan kita di masa kini
tersebut. Membuka diri berarti membagikan kepada orang lain perasaan kita
terhadap suatu yang telah dikatakan atau dilakukan, atau perasaan kita
terhadap kejadian-kejadian yang baru saja kita saksikan atau alami.
Lebih lanjut Johnson (1981) mengatakan, pembukaan diri memiliki
dua sisi, yaitu terbuka kepada yang lain, dan bersikap terbuka bagi yang lain.
Kedua proses yang berlangsung secara serentak itu apabila terjadi pada kedua
belah pihak akan membuahkan relasi yang terbuka antar kita dan orang lain.
Gordon (1999) mengemukakan bahwa pembukaan diri adalah suatu
aktivitas mengungkapkan diri (perasaan, pikiran, kebutuhan, keyakinan,
pendapat) kepada orang lain secara deskriptif, otentik, jujur dan apa adanya.
Lebih lanjut Gordon (1999) menjelaskan bahwa orang dapat mengungkapkan
diri dengan menggunakan I-Message, yaitu pernyataan yang mengungkapkan
diri (pikiran, perasaan, keyakinan, pendapat, kebutuhan, keinginan) kepada
mitra komunikasi secara deskriptif, otentik, jujur dan apa adanya. Dengan
menggunakan I-Message orang mengungkapkan perasaan, pikiran, keyakinan,
pendapat, kebutuhan dan keinginan secara jujur, deskriptif, otentik dan apa
39
adanya. Dengan demikian, pendengar dapat memahami pesan pengirim
dengan lebih baik dan dapat menentukan sikap terhadap pesan pengirim
tersebut dengan tepat.
Papu (2002) mengartikan pembukaan diri sebagai pemberian
informasi tentang diri sendiri kepada orang lain. Informasi yang diberikan
tersebut dapat mencakup berbagai hal seperti pengalaman hidup, perasaan,
emosi, pendapat cita-cita, dan lain sebagainya. Pengungkapan diri harus
dilandasi dengan kejujuran dan keterbukaan dalam memberikan informasi.
Dari defenisi-definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa
pembukaan diri adalah pengungkapan diri berupa pengalaman hidup, cita-cita,
perasaan, pikiran, kebutuhan, keyakinan, pendapat kepada orang lain,
terhadap situasi yang sedang kita hadapi dan memberikan informasi yang
relevan tentang masa lalu secara otentik dan jujur.
2. Bentuk-bentuk Pembukaan Diri
Menurut Adams dan Lenz (1995) ada 4 macam I-Message yang
dipergunakan dalam pembukaan diri, yakni :
a. I-Message Deklaratif
I-Message Deklaratif adalah pengungkapan diri kepada mitra
komunikasi, misalnya tentang kenyataan, ide, sikap, minat, reaksi,
perasaan dan tujuan. I-Message Deklaratif memungkinkan mitra
komunikasi lebih memahami pengirim, mengetahui apa yang dialami,
40
mengetahui bagaimana rasanya menjadi pengirim dan bisa lebih jujur
berhubungan dengan pengirim. I-Message Deklaratif ini juga
mengundang dan mendorong mitra komunikasi untuk membagi
pengalaman sehingga hubungan yang lebih bermakna terbina.
b. I-Message Responsif
I-Message Responsif adalah kecakapan berkomunikasi untuk
menanggapi permohonan dari mitra komunikasi yang tidak dapat dipenuhi
atau permintaan yang dapat diterima. I-Message Responsif terdiri dari dua
bagian. Bagian pertama menyangkut pengungkapan apa adanya mengenai
diri sendiri/menegaskan apa yang diinginkan/diputuskan/dibutuhkan.
Bagian kedua menyangkut alasan mengapa memilih untuk mengatakan ya
atau tidak. Dengan demikian, kedua bagian ini akan saling melengkapi.
c. I-Message Preventif
I-Message Preventif adalah pengungkapan diri yang menyebabkan
mitra komunikasi tahu lebih awal apa yang diinginkan/dibutuhkan oleh
pengirim, sehingga dapat dicegah timbulnya konflik dan salah paham. I-
Message Preventif sebenarnya merupakan pengungkapan keinginan dan
kebutuhan pengirim.
d. I-Message Konfrontif
I-Message Konfrontif merupakan pengungkapan diri yang
mendeskripsikan perasaan negatif yang dialami sesudah menghadapi
tingkah laku orang lain, dan akibat dari tingkah laku orang lain itu
41
terhadap diri kita. I-Message Konfrontif yang efektif adalah mengakui
hak-hak dan kebutuhan-kebutuhan orang lain, dan juga hak-hak dan
kebutuhan-kebutuhan diri sendiri.
3. Isi Pembukaan Diri
Berdasarkan definisi pembukaan diri di atas, maka isi dari
pembukaan diri dapat berupa perasaan, pikiran, kebutuhan, keyakinan,
pendapat tentang orang lain terhadap situasi yang sedang kita hadapi dan
memberikan informasi yang relevan tentang masa lalu secara otentik, jujur.
Dengan kata lain, individu mengungkapkan siapa dirinya, apa yang
dialaminya, apa yang dipikirkan, apa yang dirasakan, apa yang diyakini, apa
yang dibutuhkan dan pendapatnya kepada orang lain sehingga individu dapat
berkembang. Aktivitas yang dimaksudkan di sini adalah suatu kegiatan yang
melibatkan fisik dan psikis.
Aspek-aspek pertumbuhan yang mendapat perhatian pada masa
yuniorat adalah sebagi berikut:
a. Spiritualitas
1) Kesetiaan pada hidup doa.
2) Keseimbangan hidup doa dan karya
3) Memiliki iman yang dinamis, yang berakar dalam pengalaman hidup.
4) Memiliki Kerinduan untuk berkembang dalam keutamaan-keutamaan.
5) Kharisma kongregasi berkembang dalam dirinya
42
b. Hidup Berkomunitas
1) Menghargai setiap frater
2) Terbuka dalam relasi dengan setiap frater
3) Bertanggungjawab terhadap perkembangan komunitas.
4) Setia pada acara-acara komunitas.
5) Peduli akan situasi yang terjadi di komunitas.
c. Kerasulan
1) Setia dan tanggungjawab pada tugas perutusan/ kerasulan.
2) Relasi baik dengan mereka yang di layani.
3) Mampu untuk bekerja sama dengan harmonis.
4) Berusaha untuk menanggap kebutuhan/masalah dalam kerasulan.
5) Perhatian untuk mengembangkan diri terus-menerus supaya pelayanan
semakin efektif.
d. Kaul-Kaul
1) Kemurnian
a) Memiliki hubungan/relasi baik dengan Allah
b) Pergaulan yang baik dan sehat
c) Memiliki kemampuan masuk dalam keheningan
d) Memiliki relasi yang sehat dengan wanita/lawan jenis
e) Terbuka mengungkapkan perasaan yang di alami
2) Kemiskinan
a) Mampu menggunakan sarana-sarana dengan tanggungjawab
43
b) Memiliki rasa solidaritas dengan mereka yang miskin
c) Membagi waktu, tenaga, bakat dan kemampuan dengan sesama
d) Hidup sederhana
e) Keyakinan pribadi untuk tidak melekat pada harta benda
3) Ketaatan
a) Terbuka kepada pemimpin
b) Mampu berdialog secara terbuka
c) Mampu untuk mengungkapkan pendapat, ide pribadi kepada
pemimpin komunitas
d) Memiliki kemampauan dan inisiatif dalam mengambil keputusan
e) Mengindahkan keputusan-keputusan komunitas
e. Semangat Kerasulan
1) Memiliki dinamika cinta belaskasih dalam kerasulan
2) Memiliki semangat lepas bebas dari suku asal dan bangsa (
persaudaraan universal )
3) Memberi inspirasi pada hidup doa dan pada pengorbanan dengan
penuh sukacita dalam perutusan khusus
4) Kesediaan untuk diutus dan melakukannya dengan sepenuh hati
5) Keterbukaan untuk menanggapi situasi dan kebutuhan yang ada
dalam perutusan
44
4. Beberapa Alasan Takut Terbuka
Paul Suparno (2008) mengemukakan bahwa banyak hal yang
menyebabkan seseorang takut menjadi terbuka, yaitu :
a. Takut dinilai jelek. Beberapa orang takut terbuka kepada teman atau
pimpinan, karena khawatir akan dinilai jelek bila terbuka dengan
persoalan yang dihadapi. Misalnya tidak berani bercerita pergulatan
hidupnya yang sangat berat, karena dikira tidak ada usaha hidup membiara
dengan sungguh-sungguh. Dari pada dinilai jelek lebih baik diam saja.
b. Takut disalah mengerti. Beberapa orang takut terbuka kepada teman atau
pimpinan, karena ada kekhawatiran disalah mengerti. Misalnya, seorang
frater tidak berani bercerita tentang penderitaan keluarganya karena takut
disalah mengerti orang lain sebagai cara untuk mencari sumbangan bagi
keluarganya.
c. Takut tidak diterima. Beberapa orang kadang takut berterus-terang kepada
pimpinannya karena nanti tidak diterima dalam kongregasi sepenuhnya.
Misalnya, yunior takut bercerita tuntas tentang persoalan yang dihadapi,
karena takut tidak diterima untuk kaul kekal. Beberapa orang tidak berani
terbuka tentang dirinya yang dalam, karena takut tidak diterima oleh orang
yang mendengarkannya.
d. Takut berakibat buruk dalam keputusan dirinya. Orang dapat pula tidak
berani terbuka karena dapat mengakibatkan sesuatu yang tidak
diharapkan. Orang khawatir bahwa keterbukaannya menyebabkan
45
keputusan tentang dirinya berubah ke sasuatu yang lebih buruk. Misalnya,
seseorang mengatakan tidak ada soal dalam studi, meski berat, agar tidak
ditarik dari studi.
e. Takut ditolak gagasannya. Kadang orang takut mengungkapkan dirinya
secara jujur atau juga takut mengungkapkan gagasannya karena takut
ditolak. Hal ini kadang terjadi kepada orang yang sudah mengalami bahwa
gagasannya dikritik.
f. Takut direndahkan, tidak dihargai. Beberapa orang takut untuk terbuka
karena ada kekhawatran direndahkan atau tidak dihargai. Takut bahwa apa
yang diceritakan hanya dianggap hal sepele, tidak bernilai, atau bahkan
dianggap tidak bermutu.
g. Takut tidak didengarkan. Beberapa orang tidak mau terbuka karena
mempunyai pengalaman tidak pernah didengarkan.
h. Takut ketahuan kedok dan kelemahannya. Beberapa orang memang tidak
percaya diri, merasa mempunyai kelemahan yang besar dalam hidupnya.
Maka orang itu takut bila bercerita akan ketahuan kelemahan dan kedok
dirinya. Ia belum rela dan belum siap untuk diketahui kejelekannya. Maka
ia lebih banyak diam.
i. Takut menjadi dekat dan mengganggu. Beberapa orang tidak mau bicara
terbuka dengan orang lain karena takut menjadi dekat dan akrab. Bagi
orang ini kedekatan yang akrab akan mengganggu perjalanan
46
panggilannya. Salah satu adalah dengan lebih menutup diri dan tidak
banyak bicara.
j. Ada trauma sebelumnya. Ketakutan terhadap orang lain dapat juga
dipengaruhi oleh pengalaman hidup yang memang mengalami relasi
kurang baik dengan tipe-tipe orang tertentu. Misalnya, karena waktu kecil
sering dimarahi dan direndahkan oleh ayahnya, maka sewaktu manjadi
biarawan mengalami banyak ketakutan dengan pimpinan yang berfigur
bapak. Jadi ada trauma masa kecil yang menghambat relasi dengan orang
tertentu, atau jabatan tertentu.
k. Takut tergganggu. Beberapa orang mengalami ketakutan untuk bergaul
dekat dengan orang lain, terutama jenis lain, karena takut terganggu atau
takut keakraban itu mengganggu panggilannya. Maka orang itu lebih suka
menjauh dari dari jenis lain, atau membatasi diri agar tidak terjadi relasi
dekat dengan jenis lain.
l. Kekurangpercayaan. Banyak orang takut terbuka, takut bicara dengan
pimpinan atau teman se kongregasi, karena merasa belum ada
kepercayaan penuh bahwa relasi yang dekat akan membantu
pengembangan panggilan dan tugas perutusannya. Ketidak percayaan ini
menjadi lebih berat kalau orang tersebut mengalami bahwa teman
sharingnya tidak dapat menyimpan rahasia.
47
5. Langkah-Langkah Membuka Diri
Papu (2002) mengemukakan bahwa terkadang proses membuka
diri merupakan suatu yang sulit dilakukan oleh beberapa orang. Ada 4 (empat)
langkah yang dapat dilakukan agar pengungkapan diri berjalan efektif.
Keempat langkah tersebut adalah :
Langkah 1 : Tanyakan pada diri sendiri, sejauh mana saya akan
membuka diri? Hal-hal apa saja yang bisa saya bagi untuk orang lain dan
kepada siapa? Setiap orang memiliki rahasia pribadi. Hal tersebut
sangatlah normal karena setiap orang tentu ingin menjaga agar hal-hal
khusus tidak diketahui orang lain. Pada kenyataannya banyak rahasia
yang sebenarnya tidak perlu dirahasiakan karena tidak membahayakan
diri sendiri dan orang lain, tetapi karena takut maka rahasia itu disimpan
terus menerus. Hal inilah yang perlu diperhatikan oleh seseorang jika
ingin mengungkapkan diri.
Langkah 2 : Lakukan persiapan sebelum membuka diri. Atasi terlebih
dahulu kekhawatiran dan ketakutan. Untuk mengatasi kekhawatiran ,
ketakutan atau ketidakpercayaan diri, seseorang dapat memulai
mengungkapkan diri dengan memilih topik pembicaraan pada hal-hal
yang ringan dan santai. Pada awalnya usahakan untuk tidak
mengutarakan berbagai perasaan atau opini pribadi. Jika tahap ini sudah
dilalui dan berhasil dengan baik, barulah memilih orang yang dapat
dipercaya untuk mengemukakan pendapat pribadi dan perasaan tentang
48
suatu hal, misalnya utarakan apa yang dirasakan dan apa yang
diharapkan dari teman. Dengan cara ini seseorang akan lebih mudah
untuk memulai komunikasi dan selanjutnya menjadi terbiasa dalam
berbagi informasi.
Langkah 3 : Tingkatkan terus ketrampilan dalam mengungkapkan diri.
Pelajari cara-cara mengungkapkan diri dan bagaimana memberikan
masukan yang bermanfaat. Pengungkapan diri melibatkan cara-cara
penyampaian informasi yang baik dan jelas sehingga tidak menimbulkan
kesalahpahaman bagi orang yang menerima informasi tersebut. Jika
ingin berbagi informasi maka kemukakan hal itu sejelas-jelasnya, hindari
ketidakjujuran, kemukakan dengan bahasa sederhana dan jangan
berbelit-belit, jangan berasumsi bahwa orang lain mempunyai persepsi
yang sama. Tidak ada seorang pun yang dapat membaca pikiran orang
lain. Jadi seorang harus mengatakan dan menjelaskan bagaimana
perasaannya, apa kebutuhan saat ini dan apa yang diharapkan dari orang
lain. Jika ada hal-hal yang kurang jelas, bertanyalah pada saat ini dan
jangan berasumsi.
Langkah 4 : Ungkapkan diri anda secara tepat dengan pemilihan waktu
dan situasi yang tepat pula. Agar dapat mengungkapkan diri secara tepat
pada waktu atau situasi yang tepat, diperhatikan sebagai berikut :
a. Pertama-tama harus memiliki suatu alasan mengapa perlu membuka
diri
49
b. Dengan siapa akan berbicara?
c. Sejauhmana pengungkapan diri akan membahayakan diri sendiri?
Langkah-langkah pembukaan diri di atas, adalah salah satu alternatif yang
bisa digunakan dalam proses membuka diri. Karena merupakan proses,
maka perlu latihan berulang-ulang agar menjadi kebiasaan. Tanpa latihan,
pembukaan diri tidak pernah terealisasi. Berlatih berarti berani jatuh
bangun, karena kunci pembukaan diri adalah praktek. Praktek harus
dimulai dengan diri sendiri, dan mulai