Desentralisasi Perayaan Literasi

3
1 Festival Taman Bacaan Masyarakat Desentralisasi Perayaan Literasi Oleh. AGUS M. IRKHAM Mulai hari ini Kamis 1 November sampai dengan Sabtu 3 November 2012, Festival Taman Bacaan Masyarakat akan berlangsung. Helatan keberaksaraan yang diprakarsai oleh Direktorat Pembinaan Pendidikan Masyarakat DITJEND PAUD-NI Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia bekerjasama dengan Forum Taman Bacaan Masyarakat (Forum TBM) tersebut bertempat di Plaza Insan Berprestasi, Kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Senayan, Jakarta. Festival tidak saja menampilkan stan-stan menarik dari Forum TBM di tiap propinsi di Indonesia, tapi juga menyertakan beragam komunitas literasi non TBM lainnya. Seperti Goodreads Indonesia, Britzone English Speaking Club, Komunitas Ibu-Ibu doyan nulis, Fiksi Mini, Komunitas 1001 Buku, dan Forum Lingkar Pena. Bahkan TBM Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat dari Thailand pun turut serta memeriahkan Festival. Tujuan penyelenggaraan Festival TBM ini adalah dalam rangka semakin mengenalkan keberadaan TBM di tengah masyarakatpelaksanaan atas kredo baru pemasaran sosial: talk more do more. Mempererat jejaring dan kemitraan antar TBM, serta berbagi pengetahuan dan pemahaman kepada TBM yang berpartisipasi tentang pentingnya membangun jaringan komunitas. Semangat desentralisasi Penggunaan lema “festival” pun menurut saya sangat menarik, dibandingkan misalnya dengan menggunakan kata “pameran”. Jika kata entri “pameran” mengesankan adanya pemisahan antara peserta pameran dan pengunjung sebagai objek, dan panitia sebagai subjek. Maka, tilikan “festival” mengandung makna semuanya, mulai dari peserta, panitia, dan pengunjung adalah subjek atau pelaku. Keterlibatan itu bisa sebagai pengisi acara, dan pembicara. Jadi ada upaya untuk mendesentralisasi teknis penyelenggaraan perayaan literasi. Semangat desentralisasi perayaan literasi itu segendang sepenarian dengan pamrih terjauh pelaksanaan Festival TBM, yakni memberikan inspirasi dan undangan kepada masyarakat luas untuk turut berpartisipasi meningkatkan kesadaran pentingnya buku dan membaca. Serta mengapresiasi dunia perbukuan itu sendiri (bibliofil). Mulai dari TBM, pembaca, penulis, penerbit, komunitas pendaras buku, pegiat literasi, pengelola TBM itu sendiri, hingga para pekerja buku.

Transcript of Desentralisasi Perayaan Literasi

Page 1: Desentralisasi Perayaan Literasi

1

Festival Taman Bacaan Masyarakat

Desentralisasi Perayaan Literasi Oleh. AGUS M. IRKHAM

Mulai hari ini Kamis 1 November sampai dengan Sabtu 3 November 2012, Festival Taman Bacaan Masyarakat akan berlangsung. Helatan keberaksaraan yang diprakarsai oleh Direktorat Pembinaan Pendidikan Masyarakat DITJEND PAUD-NI Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia bekerjasama dengan Forum Taman Bacaan Masyarakat (Forum TBM) tersebut bertempat di Plaza Insan Berprestasi, Kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Senayan, Jakarta. Festival tidak saja menampilkan stan-stan menarik dari Forum TBM di tiap propinsi di Indonesia, tapi juga menyertakan beragam komunitas literasi non TBM lainnya. Seperti Goodreads Indonesia, Britzone English Speaking Club, Komunitas Ibu-Ibu doyan nulis, Fiksi Mini, Komunitas 1001 Buku, dan Forum Lingkar Pena. Bahkan TBM Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat dari Thailand pun turut serta memeriahkan Festival. Tujuan penyelenggaraan Festival TBM ini adalah dalam rangka semakin mengenalkan keberadaan TBM di tengah masyarakat—pelaksanaan atas kredo baru pemasaran sosial: talk more do more. Mempererat jejaring dan kemitraan antar TBM, serta berbagi pengetahuan dan pemahaman kepada TBM yang berpartisipasi tentang pentingnya membangun jaringan komunitas. Semangat desentralisasi Penggunaan lema “festival” pun menurut saya sangat menarik, dibandingkan misalnya dengan menggunakan kata “pameran”. Jika kata entri “pameran” mengesankan adanya pemisahan antara peserta pameran dan pengunjung sebagai objek, dan panitia sebagai subjek. Maka, tilikan “festival” mengandung makna semuanya, mulai dari peserta, panitia, dan pengunjung adalah subjek atau pelaku. Keterlibatan itu bisa sebagai pengisi acara, dan pembicara. Jadi ada upaya untuk mendesentralisasi teknis penyelenggaraan perayaan literasi. Semangat desentralisasi perayaan literasi itu segendang sepenarian dengan pamrih terjauh pelaksanaan Festival TBM, yakni memberikan inspirasi dan undangan kepada masyarakat luas untuk turut berpartisipasi meningkatkan kesadaran pentingnya buku dan membaca. Serta mengapresiasi dunia perbukuan itu sendiri (bibliofil). Mulai dari TBM, pembaca, penulis, penerbit, komunitas pendaras buku, pegiat literasi, pengelola TBM itu sendiri, hingga para pekerja buku.

Page 2: Desentralisasi Perayaan Literasi

2

Dalam catatan saya, paling kurang ada empat manfaat strategis yang bakal diperoleh baik oleh pengunjung, lebih-lebih para pemerhati dan pegiat literasi dari perayaan Festival TBM ini. Empat manfaat strategis Pertama, dalam waktu tiga hari, bahkan sehari pun, para pungujung bisa “berwisata” ke lebih dari 30 propinsi. Pengunjung dapat melihat, membaca, berdialog dengan para pengelola TBM di tiap propinsi, sehingga dari situ akan diperoleh informasi tentang perkembangan sosial, budaya, di tiap-tiap propinsi, terutama tentang perkembangan keberaksaraannya. Dengan demikian, disadari atau informasi tersebut akan menambah dan memperkuat wawasan informasi tentang yang apa tengah berlangsung di Indonesia wabilkhusus ihwal budaya baca. Karena kehadiran TBM ini tidak saja dapat dijadikan sebagai penanda zaman, tapi juga bagian dari ikhtiar menjawab tantangan zaman, khususnya yang berlangsung di tiap-tiap propinsi, dan Indonesia pada umumnya. Faedah strategis kedua, Festival TBM akan menjadi lahan penambangan ide yang luas dan dalam bagi pengembangan program kreatif-rekreatif di masing-masing TBM, komunitas literasi, institusi pendidikan, dan keluarga. Bayangkan saja, misalnya satu stan diisi minimal oleh 5-10 TBM yang berhimpun di stan Forum TBM propinsi, dan tiap TBM menampilkan—bisa dalam bentuk video, brosur, buku, newsletter, dan media lainnya—taruhlah 5 macam kegiatan, maka akan ada 750-1.500 macam kegiatan di TBM yang bisa diadopsi. Maslahat strategis ketiga, memperluas jaringan dan kerjasama dengan pihak lain. Karena selain Forum TBM, dan Komunitas Literasi, stan Festival juga diisi oleh penerbit, lembaga CSR (corporate Social Responsibility), dan peserta dari luar negeri yang secara keseluruhan, total ada 74 stan. Bahkan tentang tanggungjawab sosial perusahaan itu, secara khusus ada dialog yang akan mendiskusikan peran CSR kaitannya dengan program pendidikan dan kampanye budaya baca. Apalagi, mengutip nubuat yang pernah terlontar dari Gunawan Mohamad: “Tidak ada persaingan dalam komunitas,” kehadiran komunitas lainnya (TBM, dan stakeholder-shareholder budaya baca selain TBM) menjadi bagian yang akan turut serta membantu memperlancar dan menyukseskan kegiatan dan tujuan yang hendak dicapai oleh suatu TBM. Sehingga di antara komunitas yang ada, akan muncul pertalian relasi yang disebut dengan istilah “empati mitra”. Dalam konteks pengelolaan TBM: Empati mitra bermakna keberanian TBM dalam bermimpi, serta kelincahan menentukan pihak-pihak mana saja yang

Page 3: Desentralisasi Perayaan Literasi

3

dapat dijadikan mitra untuk mewujudkan imaji itu. Juga bermakna ketekunan TBM mencari titik temu dengan stakeholder dan shareholder yang berbeda itu serta mengeksekusinya melalui beragam inisiatif program sinergis. Utilitas strategis keempat, Festival TBM dapat menjadi sarana kita “mengalami Indonesia” yang ber-bhinneka tunggal ika. Keragaman model yang diikuti, pilihan strategi, pelaksanaan program, serta produk yang dihasilkan oleh masing-masing TBM dapat dipandang sebagai mozaik khazanah ke-Indonesia-an yang memang berbeda-beda, namun satu dalam tujuan: masyarakat yang berbudaya baca tinggi, berkarakter unggul, mulia dan luhur, serta mencintai ilmu pengetahun. []