Desentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan Pencapaian

14
1 | Page DESENTRALISASI FISKAL di INDONESIA: PENCAPAIAN dan PERMASALAHAN Fiscal Desentralization in Indonesia : Achievement and it’s problems Isnu Rahadi Wiratama (7A Reguler/20) STAN,Tangerang Selatan, [email protected] Abstrak- Era baru desentralisasi fiskal di Indonesia dimulai setelah reformasi 1998. Daerah diberikan kewenangan untuk mengelola keuangannya masing-masing. Harapannya adalah, penggunaan sumber daya yang terbatas akan efisien dan efektif serta mengurangangi ketidakseimbangan vertikal yang pada akhirnya mampu meningkatkan pelayanan publik. Hal ini karena Pemerintah Daerah dianggap sebagai pihak yang paling tahu akan kebutuhan masing-masing. Namun demikian dalam pelaksanaannya timbul berbagai permasalahan seperti masalah pengelolaan belanja daerah, korupsi, fenomena daerah kaya dan daerah miskin, dan lainnya. Permasalahan-permasalahan tersebut timbul salah satunya karena sumber daya yang dimiliki tiap daerah berbeda. Kata Kunci : Desentralisasi Fiskal, IPM, PDB, Pertumbuhan Ekonomi Abstract- The new era of fiscal decentralization in Indonesia began after the reform of 1998. The local goverment is given the authority to manage its finances respectively . The hope is, the use of limited resources efficiently and effectively and reduce vertical imbalance which in turn can improve public services. However, in practice arises various problems such as the problem of managing expenditure, corruption, the phenomenon of rich areas and poor areas, and more. The problems arise because of the availability resources of each area is different. Keyword :Fiscal Desentralization, HDI, PDB, Economic Growth A. PENDAHULUAN Babak baru era desentralisasi di Indonesia dimulai setelah reformasi tahun 1998 dengan ditandai dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Menurut Yustika (2008), sebagaimana dikutip Sampurna (2011), mengemukakan bahwa tuntutan adanya sebuah model desentralisasi muncul karena dua alasan utama. Pertama, secara substantif wilayah Indonesia yang begitu luas dengan jumlah penduduk yang besar, beragam, dan aspirasi politik yang berlainan menyebabkan sangat sulit untuk dikelola dengan model sentralistik. Alasan kedua berhubungan dengan perubahan politik yang sangat cepat pada awal reformasi menyebabkan apa saja yang dianggap sebagai warisan Orde Baru, termasuk di dalamnya kekuasaan yang sentralistik, harus dirubah dan digantikan dengan model baru. Kemudian penelitian Tim Peneliti Fisipol UGM yang dikutip Sampurna (2011) menemukan alasan mengapa Desentralisasi menjadi penting untuk

Transcript of Desentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan Pencapaian

Page 1: Desentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan Pencapaian

1 | P a g e

DESENTRALISASI FISKAL di INDONESIA:

PENCAPAIAN dan PERMASALAHAN

Fiscal Desentralization in Indonesia : Achievement and it’s problems

Isnu Rahadi Wiratama (7A Reguler/20)

STAN,Tangerang Selatan, [email protected]

Abstrak- Era baru desentralisasi fiskal di Indonesia dimulai setelah reformasi 1998.

Daerah diberikan kewenangan untuk mengelola keuangannya masing-masing. Harapannya adalah, penggunaan sumber daya yang terbatas akan efisien dan efektif serta

mengurangangi ketidakseimbangan vertikal yang pada akhirnya mampu meningkatkan pelayanan publik. Hal ini karena Pemerintah Daerah dianggap sebagai pihak yang paling tahu akan kebutuhan masing-masing. Namun demikian dalam pelaksanaannya

timbul berbagai permasalahan seperti masalah pengelolaan belanja daerah, korupsi, fenomena daerah kaya dan daerah miskin, dan lainnya. Permasalahan-permasalahan

tersebut timbul salah satunya karena sumber daya yang dimiliki tiap daerah berbeda. Kata Kunci : Desentralisasi Fiskal, IPM, PDB, Pertumbuhan Ekonomi Abstract- The new era of fiscal decentralization in Indonesia began after the reform of

1998. The local goverment is given the authority to manage its finances respectively . The hope is, the use of limited resources efficiently and effectively and reduce vertical

imbalance which in turn can improve public services. However, in practice arises various problems such as the problem of managing expenditure, corruption, the phenomenon of rich areas and poor areas, and more. The problems arise because of the availability

resources of each area is different. Keyword :Fiscal Desentralization, HDI, PDB, Economic Growth

A. PENDAHULUAN

Babak baru era desentralisasi di

Indonesia dimulai setelah reformasi tahun

1998 dengan ditandai dikeluarkannya

Undang-Undang No. 22 Tahun 1999

tentang Pemerintahan Daerah dan

Undang-Undang No. 25 Tahun 1999

tentang Perimbangan Keuangan Antara

Pemerintah Pusat dan Daerah. Menurut

Yustika (2008), sebagaimana dikutip

Sampurna (2011), mengemukakan bahwa

tuntutan adanya sebuah model

desentralisasi muncul karena dua alasan

utama. Pertama, secara substantif wilayah

Indonesia yang begitu luas dengan

jumlah penduduk yang besar, beragam,

dan aspirasi politik yang berlainan

menyebabkan sangat sulit untuk dikelola

dengan model sentralistik. Alasan kedua

berhubungan dengan perubahan politik

yang sangat cepat pada awal reformasi

menyebabkan apa saja yang dianggap

sebagai warisan Orde Baru, termasuk di

dalamnya kekuasaan yang sentralistik,

harus dirubah dan digantikan dengan

model baru.

Kemudian penelitian Tim Peneliti

Fisipol UGM yang dikutip Sampurna

(2011) menemukan alasan mengapa

Desentralisasi menjadi penting untuk

Page 2: Desentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan Pencapaian

2 | P a g e

diterapkan di Indonesia. Beberapa alasan

tersebut adalah :

Semakin langkanya sumber daya

yang dimiliki oleh pemerintah pusat

untuk menyelenggarakan pelayanan

publik dan pembangunan;

Mengurangi ketergantungan pada

pemerintah pusat dalam pelaksanaan

pembangunan;

Banyak sumber pendapatan daerah

yang besar dikelola oleh pemerintah

tingkat provinsi bahkan pungutan

pada level pemerintah propinsi lebih

besar daripada subsidi yang diberikan

kepada kabupaten dan kota.

Bentuk desentralisasi yang

dilakukan salah satunya adalah

desentralisasi fiskal yang ditandai dengan

dialokasikannya Dana Alokasi Umum

(DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) dari

hasil sumber daya alam yang berada di

daerah yang bersangkutan, dan

diberikannya kewenangan memungut

pajak daerah kepada pemerintah daerah

agar dapat melaksanakan fungsi-fungsi

yang didesentralisasikan.

Kemudian pada tahun 2001,

dikeluarkan Undang-Undang Nomor 18

Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus

Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh

Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam dan Undang-Undang Nomor

21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus

Provinsi Papua. Dalam perspektif

transfer keuangan dari pusat, Implikasi

dari diberlakukannya Undang-Undang

tersebut adalah adanya tambahan transfer

dari pemerintah pusat bagi daerah

tersebut berupa Dana Otonomi Khusus.

Selanjutnya pada tahun 2004

Undang-Undang No. 22 Tahun 1999

mengalami amandemen melalui Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan

Undang-Undang No. 25 Tahun 1999

mengalami amandemen dengan

dikeluarkannya Undang-Undang No. 33

tahun 2004 yang membawa implikasi

bahwa basis bagi hasil pajak dari sumber

daya alam yang dimiliki daerah akan

semakin besar sehingga memperbesar

total dana yang menjadi sumber DAU.

Total belanja pemerintah propinsi,

kota, dan kabupaten di seluruh Indonesia

yang tertuang dalam APBD pada tahun

2014 mencapai 855 Trilyun, dengan total

pendapatan sebesar 796 Trilyun, dimana

60% dari pendapatan atau sebesar 481

Trilyun berasal dari dana perimbangan

pemerintah pusat. Dari jumlah tersebut,

403 Trilyun merupakan dana

perimbangan yang diterima pemerintah

kabupaten/kota dan berkontribusi sebesar

73% bagi penerimaan pemerintah

kabupaten/kota. Artinya, dana

perimbangan yang diterima pemerintah

kota/kabupaten merupakan sumber

pendapatan utama bagi kota/kabupaten di

Page 3: Desentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan Pencapaian

3 | P a g e

Indonesia. Namun demikian, walaupun

dana perimbangan yang diberikan sudah

cukup besar, hasil evaluasi efektifitas

pelaksanaan otonomi daerah yang

dilakukan oleh Bappenas pada tahun

2011, sebagaimana dikutip oleh oswar

(2011), menunjukkan bahwa pelaksanaan

otonomi daerah belum mencapai tujuan

yang hakiki dari otonomi daerah yaitu

meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Bahkan pada awal tahun 2015 gubernur

Kalimantan Timur menuntut diberikan

otonomi khusus agar permasalahan-

permasalahan yang terjadi didaerahnya

dapat terselesaikan.

Oleh sebab itu, dalam makalah ini

akan dibahas mengenai pencapaian dan

permasalahan yang timbul sehubungan

dengan pelaksanaan Desentralisasi

Fiskal.

B. TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Desentralisasi Fiskal

Berdasarkan Undang-Undang

Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah, desentralisasi diartikan sebagai

penyerahan kewenangan pemerintah oleh

Pemerintah Pusat kepada Daerah Otonom

untuk mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan dalam sistem Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

Desentralisasi merupakan sebuah alat

untuk mencapai salah satu tujuan

bernegara, khususnya dalam rangka

memberikan pelayanan umum yang lebih

baik dan menciptakan proses

pengambilan keputusan publik yang lebih

demokratis.

Salah satu bentuk dari

desentralisasi adalah Desentralisasi

Fiskal yang merupakan komponen utama

dari desentralisasi. Desentralisasi Fiskal

adalah pemberian kewenangan dari pusat

kepada daerah untuk mengatur sendiri

keuangannya sepanjang tidak

bertentangan dengan peraturan yang

berlaku. Hal ini dimaksudkan agar

pemerintah daerah dapat menjalankan

fungsinya dengan efisien dan efektif.

Apabila Pemerintah Daerah

melaksanakan fungsinya secara efektif

dan mendapat kebebasan dalam

pengambilan keputusan pengeluaran di

sektor publik, maka mereka harus

mendapat dukungan sumber-sumber

keuangan yang memadai baik yang

berasal dari Pendapatan Asli Daerah

(PAD), Bagi Hasil Pajak dan Bukan

Pajak, Pinjaman, maupun

Subsidi/Bantuan dari Pemerintah Pusat.

2. Instrumen Pendapatan Daerah

Dalam rangka menjalankan

fungsi-fungsi yang didelegasikan ke

Daerah, maka daerah memerlukan

sumber penerimaan yang terdiri dari

Page 4: Desentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan Pencapaian

4 | P a g e

beberapa instrumen pendapatan daerah.

Secara garis besar adalah

a. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pengeritan pendapatan asli daerah

menurut Undang-Undang No. 28 Tahun

2009 yaitu sumber keuangan daerah yang

digali dari wilayah daerah yang

bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak

daerah, hasil retribusi daerah, hasil

pengelolaan kekayaan daerah yang

dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli

daerah yang sah.

b. Transfer pemerintah pusat

Dana Perimbangan : DBH, DAU,

DAK

Dana Otonomi Khusus, dana

penyesuaian

c. Hibah

Skema Dana Desentralisasi

Sumber : DJPK

3. Maksud dan Tujuan Desentralisasi

Fiskal

Menurut Mardiasmo (2009),

sebagaimana dikutip Zulyanto (2010),

mengungkapkan bahwa pelaksanaan

desentralisasi fiskal di Indonesia sebagai

salah satu instrument kebijakan

pemerintah mempunyai prinsip dan

tujuan antara lain :

Mengurangi kesenjangan fiskal antara

pemerintah pusat dan pemerintah

daerah (vertical fiscal imbalance) dan

antar daerah (horizontal fiscal

imbalance).

Page 5: Desentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan Pencapaian

5 | P a g e

Meningkatkan kualitas pelayanan

publik di daerah dan mengurangi

kesenjangan pelayanan publik antar

daerah.

Meningkatkan efisiensi peningkatkan

sumber daya nasional.

Tata kelola, transparan, dan akuntabel

dalam pelaksanaan kegiatan

pengalokasian transfer ke daerah

yang tepat sasaran.

Mendukung kesinambungan fiskal

dalam kebijakan ekonomi makro

Kemudian Hirawan (2007), sebagaimana

dikutip Zulyanto, menyatakan bahwa

otonomi daerah sebagai landasan dari

pelaksanaan desentralisasi adalah untuk

memenuhi tujuan demokratisasi dan demi

mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Pelayanan publik yang paling efisien

seharusnya dapat diselenggarakan oleh

wilayah yang memiliki kontrol geografis

yang paling minimum karena :

Pemerintah lokal sangat menghayati

kebutuhan masyarakatnya;

Keputusan pemerintah lokal sangat

responsif terhadap kebutuhan

masyarakat, sehingga mendorong

pemerintah lokal untuk melakukan

efisiensi dalam penggunaan dana

yang berasal dari masyarakat;

Persaingan antar daerah dalam

memberikan pelayanan kepada

masyarakatnya akan mendorong

pemerintah lokal untuk meningkatkan

inovasinya.

Bahl dan Linn (1992), sebagaimana

dikutip Zulyanto (2010) menyatakan

bahwa dengan diserahkannya beberapa

kewenangan ke pemerintah daerah,

diharapkan pelayanan masyarakat

semakin efisien dan pada gilirannya akan

mendorong pertumbuhan ekonomi dan

kesejahteraan masyarakat lokal. Karena

daerah lebih mengetahui karakteristik

daerahnya masing-masing, maka

pengeluaran infrastruktur dan sektor

sosial akan efektif dalam mendorong

pertumbuhan ekonomi suatu daerah.

Kemudian dalam makalahnya,

Oswar Mungkasa menyebutkan bahwa

melalui desentralisasi, kesejahteraan

masyarakat di daerah akan lebih cepat

terwujud karena pemerintah daerah akan

lebih fleksibel bertindak dalam respons

perubahan lingkungan dan kebutuhan

masyarakat di daerah. Desentralisasi juga

lebih melibatkan partisipasi aktif dalam

pengambilan keputusan ketimbang

menunggu keputusan dari pemerintah

pusat sehingga kehidupan demokrasi

lebih terwujud, lebih memberi ruang

untuk berkreasi dan berinovasi, dan

menghasilkan semangat kerja, komitmen

dan produktivitas yang lebih tinggi.

Selanjutnya dalam Undang-

Undang Otonomi khusus papua, salah

satu pertimbangannya adalah dalam

Page 6: Desentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan Pencapaian

6 | P a g e

rangka integrasi bangsa dalam wadah

Negara Kesatuan Republik Indonesia

yang harus tetap dipertahankan dengan

menghargai kesetaraan dan keragaman

kehidupan sosial budaya masyarakat

Papua, melalui penetapan daerah

Otonomi Khusus.

4. Visi dan Misi Desentralisasi Fiskal

Berdasarkan Grand Design

Desentralisasi Fiskal di Indonesia, Visi

jangka panjang yang ingin di capai pada

tahun 2030 adalah Menciptakan Alokasi

Sumber Daya Nasional yang Efisien

Melalui Hubungan Keuangan Pusat dan

Daerah Yang Transparan, Akuntabel, dan

Berkeadilan. Untuk mencapai Visi

tersebut, terdapat 4 misi berikut :

1. Mengembangkan hubungan keuangan

pusat dan daerah yang

meminimumkan ketimpangan vertikal

dan horizontal

2. Mengembangkan sistem pajak daerah

yang mendukung alokasi sumber

daya nasional yang efisien

3. Mengembangkan keleluasaan belanja

daerah yang bertanggung jawab untuk

mencapai standar pelayanan

minimum

4. Harmonisasi belanja pusat dan daerah

untuk penyelenggaraan layanan

publik yang optimal

5. Indeks Pembangunan Manusia

Menurut BPS, Pembangunan

manusia adalah suatu proses untuk

memperbanyak pilihan-pilihan yang

dimiliki oleh manusia. Diantara banyak

pilihan tersebut, pilihan yang terpenting

adalah untuk berumur panjang dan sehat,

untuk berilmu pengetahuan, dan untuk

mempunyai akses terhadap sumber daya

yang dibutuhkan agar dapat hidup secara

layak.

Menurut BPS, komponen Indeks

Pembangunan Manusia adalah sebagai

berikut :

Angka Harapan Hidup

Angka Melek Huruf

Rata-Rata Lama Sekolah

Pengeluaran Riil per Kapita yang

disesuaikan

Desentralisasi

Fiskal IPM

Kesejahteran

Pendidikan

Kesehatan

Page 7: Desentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan Pencapaian

7 | P a g e

6. Pertumbuhan ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah

proses perubahan kondisi perekonomian

suatu negara secara berkesinambungan

menuju keadaan yang lebih baik selama

periode tertentu.

Adanya pertumbuhan ekonomi

merupakan indikasi keberhasilan

pembangunan ekonomi. Pertumbuhan

ekonomi nasional merupakan rata-rata

pertumbuhan ekonomi di daerah.

Pertumbuhan ekonomi di daerah

merupakan laju pertumbuhan PDRB di

daerah tersebut.

C. METODOLOGI PENELITIAN

1. Kerangka Berpikir

Variabel yang akan diteliti terkait

pencapaian desentralisasi fiskal adalah

Indeks pembangunan manusia dan

pertumbuhan ekonomi (mewakili

pencapaian pembangunan sosial dan

ekonomi). Selanjutnya penulis akan

mengkaitkan dengan besaran dana

perimbangan yang dterima tiap daerah

dengan pencapaian IPM dan

pertumbuhan ekonomi.

Terdapat perbedaan antara tujuan dari desentralisasi fiskal dan kenyataan di lapangan yang

disebabkan oleh beberapa faktor.

Desentralisasi

Fiskal PDRB Daerah PDB Nasional

Desentralisasi Fiskal IPM, Pertumbuhan

Ekonomi

Terdapat

Permasalahan

Penyebab Penyebab Penyebab Penyebab

Page 8: Desentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan Pencapaian

8 | P a g e

2. Metode pengumpulan data

Data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah data data sekunder.

Data sekunder yaitu sumber data yang

diperoleh peneliti secara tidak langsung

melalui media perantara (diperoleh dan

dicatat oleh pihak lain).. Pengumpulan

data-data dalam rangka penelitian ini

dilakukan dengan metode penelitian

kepustakaan (Library Research).

Penelitian kepustakaan adalah penelitian

yang dilakukan dengan cara mempelajari

teori dan informasi yang erat kaitannya

dengan objek penelitian.

Beberapa data sekunder yang

dikumpulkan antara lain :

1. Data pertumbuhan ekonomi dari BPS

2. Data Indeks Pembangunan Manusia

dari BPS

3. Data dana perimbangan dari

Kementrian Dalam Negeri

4. Data-data dari Dirjen Perimbangan

Keuangan

5. Data-data dari penelitian sebelumnya

3. Metode Analisis

Metode penelitian menggunakan

penelitian deskriptif kualitatif. Analisis

deskriptif kualitatif yaitu dengan

memberikan ulasan atau interpretasi

terhadap data yang diperoleh sehingga

menjadi lebih jelas dan bermakna

dibandingkan dengan sekedar angka-

angka (dedy dkk;2014). Penulis juga

akan mennggunakan terknik Analisa

sebab akibat dari prof.Ishikawa

(Fishbone Analysis) untuk menganalisis

permasalahan-permasalahan pelaksanaan

desentralisasi.

D. HASIL ANALISIS DAN

PEMBAHASAN

1. Indeks Pembangunan Manusia

Dari grafik Indeks pembangunan

manusia (IPM), dapat diketahui bahwa

sejak era desentralisasi diberlakukan di

Indonesia, IPM terus mengalami

kenaikan. Grafik IPM yang naik

menunjukkan bahwa tingkat kelayakan

hidup, tingkat pendidikan, dan tingkat

harapan hidup juga semakin meningkat.

Namun demikian, dari tabel peringkat

(lampiran 1) IPM, terlihat bahwa

beberapa daerah belum mampu

memperbaiki peringkat IPM nya.

Bahkan beberapa daerah seperti maluku,

maluku utara, dan banten mengalami

penurunan yang sangat turun signifikan.

Selain itu, daerah papua yang menerima

dana transfer (Dana perimbangan dan

Otonomi khusus) yang besar relatif tidak

mampu menaikkan IPM nya. Kemudian

pada tahun 2013, 8 dari 10 peringkat IPM

tertinggi berasal dari provinsi di luar

Jawa yang meliputi, Sumatera,

Kalimantan, dan Sulawesi. Provinsi DIY

memiliki IPM tinggi walaupun dana

perimbangan yang diterima termasuk

yang terkecil di Indonesia (lampiran II).

Page 9: Desentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan Pencapaian

9 | P a g e

Grafik Indeks Pembangunan Manusia

Sumber : BPS

Dari sudut pandang IPM, pencapaian pelaksanaan desentralisasi di beberapa daerah

dapat dikatakan berhasil, sedangkan di daerah lain masih belum berhasil. Faktor-faktor

yang mempengaruhi keberhasilan tersebut akan dibahas pada bagian selanjutnya.

Tabel Peringkat IPM Provinsi di Indonesia Tahun 2013

Sumber : BPS

58

60

62

64

66

68

70

72

74

761

996

19

99

20

02

20

04

20

05

20

06

20

07

20

08

20

09

20

10

20

11

20

12

20

13

Indonesia (BPS)

Indonesia (BPS)

Peringkat Provinsi 2013

1 DKI Jakarta 78,59  

2 Yogyakarta 77,37  

3 Sulawesi Utara 77,36  

4 Kalimantan Timur 77,33  

5 Riau 77,25  

6 Kepulauan Riau 76,56  

7 Kalimantan Tengah 75,68  

8 Sumatera Utara 75,55  

9 Sumatera Barat 75,01  

10 Kalimantan Utara 74,72  

Page 10: Desentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan Pencapaian

10 | P a g e

2. Pertumbuhan Ekonomi

Tabel Laju PDRB Propinsi di Indonesia

Sumber : BPS

Dari tabel laju PDRB propinsi

yang ada di Indonesia, 12 dari 14

peringkat tertinggi berasal dari daerah

luar jawa. Bahkan di propinsi papua,

pertumbuhan ekonomi mencapai 2 digit.

Namun demikian, propinsi Kalimantan

Timur yang memiliki APBD yang besar

menempati peringkat terakhir dalam tabel

pertumbuhan laju PDRB di Tahun 2013

(Lampiran III). Hal ini menunjukkan

bahwa desentralisasi fiskal di kebanyakan

daerah cukup mampu meningkatkan

perekonomian daerah yang tadinya

dianggap tidak berkembang

perekonomiannya. Selanjutnya dari tabel

angka kemiskinan (lampiran IV), angka

presentase kemiskinan terus turun hingga

50% dari rentang waktu tahun 1998 s.d

2013.

3. Permasalahan Pelaksanaan

Desentralisasi Fiskal

a. Korupsi di Daerah

Berdasarkan keterangan dari

Dirjen Otonomi Daerah kemendagri,

sebagaimana diberitakan dalam

Republika (9/5) sebanyak 325 kepala

daerah terjerat masalah hukum. Dari

jumlah tersebut sebagian sudah menjadi

Narapidana, sementara sebagian lagi

masih berstatus tersangka. Para pejabat

No Provinsi 2013

1 Papua 14,84

2 Sulawesi Tengah 9,38

3 Papua Barat 9,30

4 Jambi 7,88

5 Gorontalo 7,76

6 Sulawesi Selatan 7,65

7 Sulawesi Utara 7,45

8 Kalimantan Tengah 7,37

9 Sulawesi Tenggara 7,28

10 Sulawesi Barat 7,16

11 Jawa Timur 6,55

12 Bengkulu 6,21

13 Sumatera Barat 6,18

14 Kepulauan Riau 6,13

Page 11: Desentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan Pencapaian

11 | P a g e

kepala daerah yang seharusnya

memimpin jalannya pelaksanaan

desentralisasi, justru banyak yang

bermasalah dengan hukum. Hal ini bisa

menghambat jalannya pembangunan di

Daerah. Faktor yang menyebabkan

banyaknya kasus korupsi ini adalah

karena mahalnya biaya kampanye pilkada

dan kurangnya kesadaran masyarakat

untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan

desentralisasi.

Hasil dari penelitian yang

dilakukan oleh Bambang Suprayitno, S.E

sebagaimana dikutip Dedi,dkk., dalam

artikel ilmiah yang berjudul

Desentralisasi Fiskal dan Korupsi: Fakta

dalam Otonomi Daerah di Indonesia,

menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal

berpengaruh positif terhadap korupsi

artinya semakin tinggi tingkat

desentralisasi fiskal daerah tersebut maka

meningkatkan korupsi pada daerah yang

bersangkutan.

b. Daerah kaya dan Daerah Miskin

Fenomena yang timbul dari

desentralisasi fiskal selanjutnya adalah

adanya daerah miskin dan daerah kaya.

Hal ini karena potensi PAD yang dimiliki

setiap daerah pada hakekatnya memang

berbeda. Faktor selanjutnya yang

menyebabkan perbedaan adalah karena

potensi sumber daya alam yang dimiliki

setiap daerah juga berbeda. Daerah yang

memiliki sumber daya alam yang besar

akan menerima DBH yang besar.

Perbedaan sumber pendapatan di tiap

daerah dapat mengakibatkan perbedaan

tingkat pembangunan manusia dan

pertumbuhan ekonomi yang dapat

berakhir dengan kecemburuan antar

daerah. Ketimpangan ini oleh

pemerintah pusat diselesaikan melalui

mekanisme pemberian DAU. Daerah

yang memiliki PAD besar/DBH yang

besar, akan mendapatkan DAU yang

lebih sedikit daripada daerah lain.

Contoh dari daerah kaya adalah Pemda

DKI yang pada tahun 2014 hanya

meneriman DAU sebesar 86 Milyar

dikarenakan PAD yang dimiliki sudah

sangat besar.

c. Pengelolaan Keuangan Daerah

Desentralisasi Fiskal yang

memberikan keweangan kepada

pemerintah daerah untuk mengelola

keuangannya sendiri banyak

menimbulkan masalah pada tahap

pelaksanaannya. Berikut beberapa

masalah terkait dengan pengelolaan

keuangan daerah (DJPK;2011) :

Alokasi Belanja

Alokasi belanja pegawai yang besar.

Bahkan pada tahun 2011 mencapai

39,5% dari total APBD yang digunakan

untuk belanja pegawai baik langsung

maupun tidak langsung. Menurut DJPK,

data di lapangan menunjukkan bahwa

rata-rata belanja pegawai tidak langsung

Page 12: Desentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan Pencapaian

12 | P a g e

per pegawai per tahun cukup bervariasi

antar daerah. Rata-rata mencapai Rp51

juta per pegawai per tahun (sekitar Rp3,9

juta per bulan). Namun demikian ada

beberapa daerah yang belanja pegawai

tidak langsung per pegawai per tahunnya

mencapai hingga lebih dari Rp100 juta

(sekitar Rp7,7 juta per bulan).

Tabel Proporsi Alokasi Belanja Pegawai

Dengan semakin tingginya porsi belanja pegawai, maka porsi belanja modal semakin

tergerus dari tahun ke tahun. Hal ini berakibat pada minimnya pembangunan infrastruktur

yang produktif yang efeknya memperlambat pertumbuhan ekonomi.

Penyerapan belanja modal

Permasalahan hukum kerap menghantui

aparat pemerintah terkait dengan

pelaksanaan kegiatan belanja modal. Hal

ini menyebabkan aparat tersebut enggan

untuk melaksanakan kegiatan belanja

modal. Belum lagi resiko terkait dengan

pemenang lelang yang kadang tidak

sesuai dengan harapan. Pada akhirnya

banyak anggaran belanja modal yang

tidak terserap diakhir tahun dan

pemerintah.

4. Solusi atas Permasalahan

a. Pemerintah pusat perlu mengatur

sistem pemilukada langsung yang

hemat biaya politik. Selain agar

biaya politik yang timbul tidak besar,

agar pemimpin daerah yang terpilih

merupakan yang terbaik. Dalam

kaitannya untuk meminimalisir

politik dinasti, pemerintah juga perlu

untuk memperketat persyaratan

pencalonan kepala daerah.

b. Pemerintah pusat sebagai regulator

perlu mengupayakan agar pemerintah

daerah dapat mengalihkan porsi

belanja lebih besar untuk peningkatan

infrastruktur yang produktif sehingga

mendukung pertumbuhan ekonomi

daerah.

c. Perlu dibuat mekanisme pengukuran

kinerja dengan Balanced Scrore Card

Sumber : DJPK

Page 13: Desentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan Pencapaian

13 | P a g e

dalam rangka pemberian reward dan

punishment terkait dengan evaluasi

efektivitas pengelolaan keuangan

daerah. Hal ini perlu dilakukan untuk

mendorong pemerintah daerah

mengelola keuangan daerahnya

dengan lebih baik dan profesional.

E. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal

cukup efektif dilaksanakan di

beberapa daerah seperti DIY, DKI

Jakarta, Riau dan Kepulauan Riau

yang ditunjukkan peringkat

pertumbuhan ekonomi dan indeks

pembangunan manusia yang relatif

tinggi. Sementara daerah lain seperti

papua belum dapat diakatakan

berhasil. Walaupun pertumbuhan

ekonomi di daerah papua sangat

tinggi, namun indeks pembangunan

manusia masih yang terendah.

Sementara daerah Kalimantan Timur

sebagai salah satu daerah kaya,

memiliki indeks pembangunan

manusia yang baik. Namun

pertumbuhan ekonomi tahun 2013 di

Kalimantan Timur adalah yang

terendah.

2. Indikator keberhasilan dari

pelaksanaan desentralisasi fiskal yang

lain adalah :

Tingkat pembangunan ekonomi

yang sudah tidak sentralistik

(Jawa). Tetapi didominasi daerah

luar Jawa.

Peringkat 10 besar terbaik indeks

pembangunan manusia

didominasi daerah luar Jawa.

Rasio penduduk miskin yang

terus menurun semenjak

diberlakukannya desentralisasi

fiskal

3. Bagi daerah yang belum berhasil

menerapkan desentralisasi fiskal

disebabkan antara lain karena :

Korupsi di daerah yang cukup

tinggi

Sumber PAD yang terbatas

sehingga sangat tergantung dari

besaran dana perimbangan

Kesalahan pengelolaan keuangan

daerah

Desentralisasi

tidak sesuai

harapan

Korupsi

Salah kelola keuangan

PAD terbatas

Page 14: Desentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan Pencapaian

14 | P a g e

4. Solusi yang bisa dilakukan oleh

pemerintah antara lain :

Perbaikan sistem pilkada

Regulasi mengenai pengelolan

keuangan daerah

Penerapan sistem penilaian

kinerja dengan Balanced

Scorecard dan pemberian reward

bagi daerah yang berhasil

menjalankan desentralisasi

dengan baik.

F. DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. 2011. Strategi Peningkatan Efektivitas

Belanja Daerah dalam Kebijakan Transfer ke Daerah tahun 2012.

Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. Grand Design Desentralisasi Fiskal

Indonesia.

Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. Data APBD di Indonesia. Diakses melalui :

www.depkeu.djpk.go.id

Badan Pusat Statistik. Data Angka Kemiskinan, Data Indeks Pembangunan Manusia, Data

Laju Pertumbuhan PDRB. Diakses melalui : www.bps.go.id

Direktorat Jenderal Keuangan Daerah. Data Keuangan Daerah. Diakses melalui :

www.kemendagri.go.id

Dedi, dkk. STAN. 2014. Perwujudan Desentralisasi Fiskal Yang Efisien Dan Efektif

Menuju Kemandirian Daerah Di Indonesia.

Sampurna Budi Utama. 2011. Seri Desentralisasi Fiskal. Diakses melalui :

https://percikgagasan.wordpress.com/tag/desentralisasi- fiskal/

Oswar Mungkasa. Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia:Konsep, Pencapaian

dan Agenda Kedepan. Diakses melalui :

http://www.academia.edu/2759012/Desentralisasi_dan_Otonomi_Daerah_di_Indon

esia_Konsep_Pencapaian_dan_Agenda_Kedepan

Aan Zulyanto. UNDIP. 2010. Tesis : Pengaruh Desentralisasi Fiskal terhadap

Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Bengkulu.

SB Hirawan. UI. 2007. Pidato Pengukuhan Guru Besar : Desentralisasi Fiskal Sebagai

Suatu Upaya Meningkatkan Penyediaan Layanan Publik (Bagi Orang Miskin) di

Indonesia.