Desentralisasi Fiskal Dalam Era Otonomi Daerah

10
1 DESENTRALISASI FISKAL DALAM SEBUAH NEGARA KESATUAN (Unitary Staate) Oleh: Rusdianto S., S.H., M.H. 1 A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah adanya pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Hampir seluruh kewenangan pemerintah pusat diserahkan pada daerah, kecuali bidang; politik luar negeri, pertahanan keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional dan agama. 2 Hal ini menimbulkan peningkatan tanggungjawab penyelenggaraan pemerintahan (penyediaan barang publik dan pembangunan ekonomi) di tingkat daerah yang sangat besar. 3 Permasalahan utama yang akan menjadi pembahasan dalam paper ini adalah berkaitan dengan kewenangan pemerintah pusat dalam bidang moneter dan fiskal nasional yang didesentralisasikan kepada daerah. 4 Sebagai sebuah negara kesatuan, tentunya urusan fiskal merupakan masalah yang sangat penting dan mendasar dalam urusan penyelenggaraan negara. Masalah kebijakan fiskal sebagaimana ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 merupakan urusan atau kewenangan pemerintah pusat. Akan tetapi dalam beberapa hal, sebagai konsekuansi dari diterapkannya otonomi daerah, maka sudah sepantasnya daerah juga diberikan kewenangan dalam masalah keuangan untuk menunjang pembangunan di daerah 1 Penulis adalah dosen tetap Bagian Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya 2 Pasal 10 UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Disamping kelima hal tersebut terdapat kewenangan lain yang masih dipegang pemerintah pusat, yakni; (1) kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, (2) dana perimbangan keuangan, (3) sistem administrasi negara, (4) lembaga perekonomian negara, (5) pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, (6) pendayagunaan SDA, (7) teknologi tinggi yang strategis, (8) konservasi dan (9) standarisasi nasional. 3 Pantja Astawa, I Gde, Problematika Hukum Otonomi Daerah di Indonesia (Bandung: Alumni, 2009), hlm. 55 4 Winarsih, Sri, Sistem Otonomi Daerah, Diktat Kuliah Magister Hukum Pemerintahan, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, 2010, hlm.31

description

makalah

Transcript of Desentralisasi Fiskal Dalam Era Otonomi Daerah

Page 1: Desentralisasi Fiskal Dalam Era Otonomi Daerah

1

DESENTRALISASI FISKAL

DALAM SEBUAH NEGARA KESATUAN (Unitary Staate)

Oleh:

Rusdianto S., S.H., M.H.1

A. Pendahuluan

1. Latar Belakang

Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah adanya

pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Hampir

seluruh kewenangan pemerintah pusat diserahkan pada daerah, kecuali bidang; politik

luar negeri, pertahanan keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional dan agama.2 Hal

ini menimbulkan peningkatan tanggungjawab penyelenggaraan pemerintahan

(penyediaan barang publik dan pembangunan ekonomi) di tingkat daerah yang sangat

besar.3

Permasalahan utama yang akan menjadi pembahasan dalam paper ini adalah

berkaitan dengan kewenangan pemerintah pusat dalam bidang moneter dan fiskal

nasional yang didesentralisasikan kepada daerah.4 Sebagai sebuah negara kesatuan,

tentunya urusan fiskal merupakan masalah yang sangat penting dan mendasar dalam

urusan penyelenggaraan negara. Masalah kebijakan fiskal sebagaimana ditentukan oleh

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 merupakan urusan atau kewenangan

pemerintah pusat. Akan tetapi dalam beberapa hal, sebagai konsekuansi dari

diterapkannya otonomi daerah, maka sudah sepantasnya daerah juga diberikan

kewenangan dalam masalah keuangan untuk menunjang pembangunan di daerah

1 Penulis adalah dosen tetap Bagian Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Fakultas

Hukum Universitas Narotama Surabaya 2 Pasal 10 UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Disamping kelima hal tersebut

terdapat kewenangan lain yang masih dipegang pemerintah pusat, yakni; (1) kebijakan tentang

perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, (2) dana perimbangan

keuangan, (3) sistem administrasi negara, (4) lembaga perekonomian negara, (5) pembinaan dan

pemberdayaan sumber daya manusia, (6) pendayagunaan SDA, (7) teknologi tinggi yang strategis, (8)

konservasi dan (9) standarisasi nasional. 3 Pantja Astawa, I Gde, Problematika Hukum Otonomi Daerah di Indonesia (Bandung: Alumni,

2009), hlm. 55 4 Winarsih, Sri, Sistem Otonomi Daerah, Diktat Kuliah Magister Hukum Pemerintahan, Fakultas

Hukum Universitas Airlangga, 2010, hlm.31

Page 2: Desentralisasi Fiskal Dalam Era Otonomi Daerah

2

bersangkutan. Akan tetapi, permasalahan yang muncul adalah apakah dengan

desentralisasi fiskal5 tersebut tidak memunculkan dampak negatif bagi

keberlangsungan sebuah “negara kesatuan” seperti Indonesia.

Banyak kekhawatiran, bahwa dengan desentralisasi fiskal justru akan membuat

suatu daerah merasa seperti sebuah “negara kecil” yang dapat melaksanakan apa saja

sekehendaknya, tanpa memiliki keterkaitan dengan pemerintah pusat dan/atau daerah

lainnya. Tentunya hal ini akan mengancam konsep negara kesatuan yang telah kita

anut.

2. Rumusan Masalah

Dari uraian di atas, rumusan masalah yang akan dibahas dalam paper ini, yaitu

apakah dampak desentralisai fiskal terhadap bentuk Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

B. Pembahasan

Konsep susunan negara yang berkaitan dengan bentuk-bentuk negara modern saat

ini dapat ditijau dari segi susunannya. Negara, apabila ditinjau dari segi susunan atau

bentuk negara, maka akan ditemukan dua jenis bentuk negara, sebagaimana yang

dikemukakan oleh Soehino, yaitu bentuk negara kesatuan dan bentuk negara federal:6

Dalam perkembangannya lebih lanjut juga dibeberapa negara kesatuan telah

dilaksanakan azas desentralisasi ( penyerahan urusan dari pemerintah pusat ke daerah

otonom) untuk menjadi urusan rumah daerah otonom itu. Pelaksanaan asas desentralisasi

inilah yang melahirkan daerah-daerah otonom. Daerah otonom dapat mengatur rumah

tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.7

Dalam negara kesatuan, tanggungawab pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan pada

dasarnya tetap berada di tangan pemerintah pusat. Adapun hubungan antara asas

desentralisasi dengan sistem otonomi daerah sebagaimana dikemukakan oleh Benyamin

Hossein yang kemudian diikuti oleh pendapat Philip Mowhod dan kemudian disimpulkan

oleh Jayadi N.K dalam Siswanto Sunarno adalah sebagai berikut:

5 http://www.fiskal.depkeu.go.id/2010 Diakses tanggal 26 November 2010 6 Soehino, Ilmu Negara, Ed.3, Cet.3 (Yogyakarta: Liberty, 2000), hlm. 224 7 Ibid, hlm.225-226

Page 3: Desentralisasi Fiskal Dalam Era Otonomi Daerah

3

“Secara teoritis desentralisasi seperti yang dikemukakan oleh Benyamin Hossein

adalah pembentukan daerah otonom dan/atau penyerahan wewenang tertentu

kepadanya oleh pemerintah pusat. Philip Mawhod menyatakan desentraliasi adalah

pembagian dari sebagiankekuasaan pemerintah oleh elompok yang berkuasa di

pusat terhadap kelompok-kelompok lain yang masing-masing memiliki otoritas di

dalam wilayah tertentu di suatu negara. Dari defenisi kedua pakar diatas, menurut

Jayadi N.K. bahwa mengandung empat pengertian: pertama, desentralisasi

merupakan pembentukan daerah otonom; kedua, daerah otonom yang dibentuk

diserahi wewenang tertentu oleh pemerintah pusat; ketiga, desentralisasi uga

merupakan pemencaran kekuasaan oleh pemerintah pusat; keempat, kekuasaan yang

dipencarkan diberikan kepada kelompok-kelompok masyarakat dalam wilayah

tertentu.”8

Dari teori di atas dapat diketahui bahwa kekuasaan pemerintahan sesungguhnya

tetap berada di tangan pemerintah pusat. Dengan demikian maka pemerintah pusatlah

yang berwenang untuk membeikan atau membagi kewenangan kepada tingkatan

pemerintahan yang lebih rendah yaitu pemerintah daerah,baik itu tingkat pemerintah

daerah provinsi ataupun tingkat pemerintahan daerah kabupaten/kota. Dengan konsep

seperti yang disebutkan diatas, maka pembagian urusan pemerintah pusat kepada

pemerintah daerah termasuk didalamnya terkait masalh desentralisasi fiskal adalah

kewenangan bulat pemerintah pusat yang kemudian dibagi kepada pemeintah daerah

melalui peraturan perundang-undangan. Di dalam negara yang berbentuk kesatuan seperti

halnya Indonesia, pada hakekatnya kekuasaan pemerintahan hanya ada ditangan

pemerintah pusat yang dalam hal ini adalah Presiden. Sebagaimana yang ditentukan pada

Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yaitu bahwa Presiden memegang

kekuasaan pemerintahan negara. Akan tetapi berdasarkan ketentuan Pasal 18 Undang-

Undang Dasar Tahun 1945 menentukan bahwa negara Kesatuan Republik Indonesia

dibagi kedalam tingkatan pemerintahan atau satuan pemerintahan daerah provinsi dan

daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota yang mana pada tiap daerah tersebut baik

pada tingkat provinsi maupun kabupaten/kota memiliki pemerintahan daerah yang

mengatur dan mengurus sendiri urusan rumah tangga daerahnya masing-masing.

Desentralisasi fiskal dapat didefinisikan sebagai devolusi (penyerahan)

tanggungjawab fiskal dari pemerintah pusat kepada tingkatan pemerintahan yang ada

8 Sunarno, Siswanto, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Cet.3 (Jakarta: Sinar Grafika,

2009), hlm. 13

Page 4: Desentralisasi Fiskal Dalam Era Otonomi Daerah

4

dibawahnya.9 Desentralisasi fiskal juga dapat diartikan sebagai penyerahan urusan fiskal

ke bawah, dimana jenjang pemerintahan yang lebih tinggi menyerahkan sebagian

kewenangannya mengenai anggaran dan keputusan-keputusan finansial kepada jenjang

yang lebih rendah.10

Beberapa masalah atau hal-hal yang terkait dengan desentralisasi fiskal diantaranya:

1. Pembagian peran dan tanggungjawab antar pemerintah

Pembagian peran dan tanggungjawab antar pemerintah pusat dan pemerintah

daerah merupakan landasan pokok bagi penerapan desentralisasi fiskal. Dengan adanya

pengaturan yang tegas mengenai kewenangan, peran dan tanggungjawab masing-

masing tingkatan pemerintahan yaitu tingkat pemerintah pusat, tingkat pemerintah

daerah provinsi dan tingkat pemerintah daerah kabupaten/kota maka akan terciptanya

suatu keteraturan dan keharmonisan hubungan antar tingkat pemerintahan tersebut

dalam menjalankan kewenangannya masing-masing. Selain dari itu, kewangan

pemerintah pusat dalam bidang fiskal harus tetap memiliki porsi yang besar sehingga

konsep pengawasan dan konsep bentuk negara kesatuan tetap terjaga.

2. Tingkat pemerintahan yang mana yang harus mendesain dan menjalankan seluruh

aturan, serta

Dalam perjalanan otonomi daerah di Indonesia dewasa ini, pemerintah daerah

memiliki kewenangan untuk membuat perutaran daerah untuk melaksanakan tugas

otonomi dan untuk menjalankan perintah peraturan perundangan yang lebih tinggi

sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Dasar Tahun

1945. Dengan kewenangan yang dimilikinya tersebut maka pemerintah daerah dapat

mendesain dan menjalankan peraturan daerah yang dibuat untuk melaksanakan tugas

otonomi dan untuk melaksanakan perintah peraturan perundang-undanagan yang lebih

tinggi. Dalam hal pajak daerah di Indonesia telah diatur oleh Undang-Undang

tersendiri yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 dan

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997.

9 Rahayu, Ani Sri, Pengantar Kebijakan Fiskal, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm. 116 10 Yustika, Ahmad Erani, ed. Desentralisasi Ekonomi di Indonesia Kajian Teoritis dan Realitas

Empiris (Malang: Bayumedia, 2008), hlm. 25

Page 5: Desentralisasi Fiskal Dalam Era Otonomi Daerah

5

Pemerintah pusat tetap memegang kendali atas segala bentuk peraturan

perundang-undangan, sehingga apabila ada peraturan daerah yang dinilai bertentangan

dengan Peraturan Perundangan yang lebih tinggi, maka pemerintah pusat dapat

membatalkan peraturan daerh tersebut. Oleh karena itu, Undang-Undang tentang pajak

daerah dan retribusi daerah haruslah menyebutkan secara rinci dan jelas mengenai

bidang apa saja yang boleh datur dalam peraturan daerah sehingga perbedaan yang

terlalu mencolok antara daerah yang satu dengan daerah lainnya dapat dihindari.

Dengan demikian maka segala tingkat pemerintahan memiliki kewenangan untuk

mendesain dan menjalankan jenis aturan teretentu yang berkaitan dengan kebijakan

fiskal. Misalnya pemerintah pusat berwenang mendesain dan menjalankan serta

mengawasi suatu Undang-Undang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Sebagai

contoh, misalnya sebuah daerah menetapkan peraturan daerah tentang pajak daerah dan

retribusi daerah yang dianggap bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi, maka pemerintah pusat dapat membatalkan keberlakuan dari sebaain

atau seluruh peraturan daerah yang dinilai bertentangan dengan perturan perundang-

undangan yang lebih tinggi, hal ini termasuk dalam kewenangan pemerintah pusat

dalam bidang pengawasan peraturan daerah seacara Preventif.

3. Jenis penerimaan apa saja yg dapat dipungut oleh jenjang pemerintahan tertentu dan

pengeluaran apa yang harus dilakukan oleh jenjang pemerintahan tertentu.11

Dengan berlakunya Undan-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tersebut, maka telah

ditentukan mengenai apa saja yang dapat dijadikan objek pajak daerah atau apa saja

jenis-jenis pajak daerah telah ditentukan dalm rumusan Pasal 2 Undang-Undang nomor

28 Tahun 2009 yaitu sebagai berikut:

( 1 ) Jenis Pajak provinsi terdiri atas:

a. Pajak Kendaraan Bermotor;

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;

d. Pajak Air Permukaan; dan

e. Pajak Rokok.

11 Ibid., hlm.116-117, bandingkan dengan Sarwirini, Desentralisasi Fiskal dan Permasalahannya,

Diktat Kuliah Magister Hukum Universtitas Airlangga Tahun 2010, hlm.2

Page 6: Desentralisasi Fiskal Dalam Era Otonomi Daerah

6

( 2 ) Jenis Pajak kabupaten/kota terdiri atas:

a. Pajak Hotel;

b. Pajak Restoran;

c. Pajak Hiburan;

d. Pajak Reklame;

e. Pajak Penerangan Jalan;

f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;

g. Pajak Parkir;

h. Pajak Air Tanah;

i. Pajak Sarang Burung Walet;

j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan

k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa dalam suatu negara yang berbentuk

kesatuan seperti halnya Indonesia, pada hakekatnya kekuasaan pemerintahan hanya ada

ditangan pemerintah pusat yang dalam hal ini adalah Presiden. Sebagaimana yang

ditentukan pada Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yaitu bahwa Presiden

memegang kekuasaan pemerintahan negara. Akan tetapi berdasarkan ketentuan Pasal 18

Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menentukan bahwa negara Kesatuan Republik

Indonesia dibagi kedalam tingkatan pemerintahan atau satuan pemerintahan daerah

provinsi dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota yang mana pada tiap daerah

tersebut baik pada tingkat provinsi maupun kabupaten/kota memiliki pemerintahan daerah

yang mengatur dan mengurus sendiri urusan rumah tangga daerahnya masing-masing.

Kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang kepada pemerintah daerah juga

harus disertakan dengan sumber-sumber pembiayaan yang akan digunakan untuk

membiayai urusan pemerintahan tersebut. Konsekuensi dari adanya pembagian

kewenangan itu adalah diserahkannya beberapa sumber pendapatan kepada daerah untuk

membiayai urusan pemerintahannya tadi.

Page 7: Desentralisasi Fiskal Dalam Era Otonomi Daerah

7

Secara teoritik, ada 4 jenis pendekatan hubungan keuangan antara pusat dan daerah

sebagai akibat dari dilaksanakannya sistem otonomi daerah, yaitu sebagai berikut:12

1. Pendekatan kapitalisasi (permodalan), dalam jenis pendekatan ini dapat dilakukan

beberapa cara untuk memberikan sumber pembiayaan bagi pemerintah daerah untuk

menjalankan pemerintahannya yaitu sebagai berikut:

a. Daerah memperoleh modal permulaan yang diharapkan untuk diinvestasikan

b. Modal merupakan pemberian pemerintah pusat dalam bentuk bantuan (grant)

c. Modal dapat juga berbentuk barang.

2. Pendekatan pendapatan:

a. Daerah diberikan sumber pendapatan

b. Daerah diberikan hak untuk mengelola sejumlah urusan untuk menjadi sumber

pendapatan

3. Pendekatan Pengeluaran, yaitu dapat dilaksanakan dengan cara pemerintah pusat

memberikan sejumlah dana pinjaman, bantuan (sumbangan) atau bagi hasil pungutan

kepada daerah untuk membiayai pengeluaran tertentu.

4. Pendekatan Komprehensif, yaitu merupakan gabungan dari 3 jenis pendekatan

sebelumnya.

Konsekuensi dari adanya pembagian kewenangan dalam penyelenggaraan urusan

pemerintahan, yaitu dengan adanya kebijakan desentralisasi urusan pemerintahan maka

harus juga diikuti dengan dengan memberikan sumber-sumber pembiayaan kepada

pemerintah daerah untuk penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah. Sumber-sumber

keuangan yang diberikan kepada daerah tersebut juga disertai dengan memberikan

kewenangan kepada daerah otonom untuk mengelola sumbe-sumber pendapatan tersebut.

Dengan adanya kewenangan untuk mengelola sumber pendapatan sebagai sumber

pembiayaan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan di daerah, maka tujuan dari

dilaksanakannya suatu sistem otonomi daerah dapat tercapai.

Dari pemaparan di atas maka, secara teoritik desentralisasi fiskal sangat diperlukan

untuk keperluan pembangunan suatu daerah sebagai akibat dari diserahkannya berbagai

jenis urusan pemerintahan kepada pemerintah daerah. Dengan kata lain, urusan

12 Sujatmoko, Emanuel, Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, Diktat Kuliah Magister Hukum

Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, 2010.

Page 8: Desentralisasi Fiskal Dalam Era Otonomi Daerah

8

pemerintahan yang akan diarasakan secara langsung oleh rakyat adalah berada ditingkat

pemerintah daerah sehingga pembiayaan untuk penyelenggaraan urusan tersebut memang

sewajarnya dikelola oleh pemerintah daerah itu sendiri.

Berdasarkan pendekatan pendapatan diatas maka dalam konteks ke-Indonesiaan

telah dilakukan berbagai jenis kebijakan yaitu dengan memberikan sumber-sumber

pendapatan kepada pemerintah daerah sebagaimana yang diatur pada Pasal 157 Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 serta juga terdapat pada Undang-Undang Nomor 33

Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah. Hal yang bersifat teknis juga dapat dilihat dari ketentuan Undang-Undang Nomor

34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 tahun 2001

tentang Retribusi Daerah dan telah diganti dengan diberlakukannya Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Konsep negara kesatuan menempatkan pemerintah pusat sebagai pemegang

kekuasaan pemerintahan tertinggi dalam negara. Kewenangan pemerintah pusat yang

walaupun menurut Pasal 10 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 hanya pada 6 bidang

tertentu saja, akan tetapi juga mencakup seluruh kewenangan lain yang dilaksanakan

untuk penyelenggaraan negara. Walaupun pemerintah pusat menyerahkan sebagian

kewenangan yang dimilikinya untuk menjadi urusan dari pemerintah daerah, bukan

berarti pemerintah pusat tidak dapat mencampuri atau mengawasi jalannya

penyelenggaraan otonomi daerah tersebut, sebagaimana yang dikemukakan oleh Soehino

berikut ini:13

“Negara kesatuan itu adalah negara yang tidak tersusun dari beberapa negara,

melainkan hanya terdiri atas satu negara, sehingga tidak ada negara di dalam negara.

Dengan demikian dalam Negara Kesatuan hanya ada satu pemerintah, yaitu

pemerintah pusat yang mempunyai kekuasaan serta wewenang tertinggi dalam

bidang pemerintahan negara, menetapkan kebijaksanaan pemerintahan dan

melaksanakan pemerintahan negara baik di pusat maupun di daerah-daerah.”14

Dengan demikian, secara teoritik maupun yuridis desentralisasi fiskal dapat

dilakukan oleh pemerintah pusat sebagai konsekuansi dari diberlakukannya sistem

otonomi daerah di Indonesia. Hal ini tidak lain ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat

13 Soehino, Op.Cit., hlm. 224 14 Ibid, hlm.224

Page 9: Desentralisasi Fiskal Dalam Era Otonomi Daerah

9

di daerah itu sendiri. Kekhawatiran mengenai dampak bagi bentuk negara kesatuan yang

akan luntur adalah sesuatu yang tidak rasional dikarenakan kekuasaan pemerintahan yang

sesungguhnya tetap berada ditangan pemerintah pusat. Selama pengaturan yang jelas

dalam peraturan perundang-undangan mengenai apa-apa saja yang menjadi kewenangan

pemerintah daerah dalam urusan keuangan dan pemerintah pusat tetap memegang kendali

kunci dalam urusan keuangan tersebut, maka konsep negara kesatuan yang telah kita anut

selama ini akan tetap utuh.

C. Penutup

1. Simpulan

Pelaksanaan desentralisasi fiskal tidaklah akan membawa dampak negatif

terhadap konsep negara kesatuan yang dianut di Indonesia dikarenakan kekuasaan

pemerintahan tertinggi tetap ada pada tangan pemerintah pusat dan pemerintah pusat

berwenang untuk mengatur semua daerah yang ada. Akan tetapi sebaliknya jika

pelaksanaan desentralisasi fiskal dapat diselenggarakan dan dikelola dengan baik oleh

suatu daerah otonom, maka akan membawa dampak yang baik dari daerah itu yaitu

akan terwujudnya kesejahteraan masyarakat dan terselenggaranya semua urusan

pemerintahan daerah dengan baik.

2. Saran

Untuk pemerataan pembangunan di daerah, sebaiknya pemerintah pusat tetap

memegang kendali atas sumber-sumber pendapatan yang penting dan strategis, agar

dapat diberikan ke daerah lain yang sumber pendapatannya masih minim. Hal ini juga

untuk menjaga bentuk negara kesatuan yang telah kita anut.

D. Daftar Pustaka

Pantja Astawa, I Gde. 2009. Problematika Hukum Otonomi Daerah di Indonesia

Bandung: Alumni

Rahayu, Ani Sri. 2010. Pengantar Kebijakan Fiskal. Jakarta: Bumi Aksara

Soehino.2000. Ilmu Negara. Ed.3, Cet.3 Yogyakarta: Liberty

Sarwirini. 2010. Desentralisasi Fiskal dan Permasalahannya, Diktat Kuliah Magister

Hukum Universtitas Airlangga. Surabaya

Page 10: Desentralisasi Fiskal Dalam Era Otonomi Daerah

10

Sujatmoko, Emanuel. 2010. Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah. Diktat Kuliah

Kebijakan Fiskal Magister Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas

Airlangga. Surabaya

Soemitro, Rochmat & Dewi Kania Sugiharti. 2004. Asas dan Dasar Perpajakan 1. Edisi

Revisi. Bandung: Refika Aditama.

Sunarno, Siswanto. 2009. Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia. Cet.3 Jakarta: Sinar

Grafika

Sutedi, Adrian. 2008. Pajak dan Retribusi Daerah. Jakarta: Ghalia Indonesia

Winarsih, Sri. 2010. Sistem Otonomi Daerah. Diktat Kuliah Magister Hukum

Pemerintahan, Fakultas Hukum Universitas Airlangga. Surabaya

Yustika, Ahmad Erani, ed. 2008. Desentralisasi Ekonomi di Indonesia Kajian Teoritis

dan Realitas Empiris. Malang: Bayumedia

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat

Dan Pemerintah Daerah

Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah

http://www.fiskal.depkeu.go.id/2010