Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal

download Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal

of 24

Transcript of Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal

  • 7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal

    1/24

    DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 1

    FILOSOFI OTONOMI DAERAH DAN

    DESENTRALISASI FISKAL

    Pentingnya memahami otonomi dan desentralisasi fiskal. Sebuah ungkapan sederhana

    yaitu money follow function sebenarnya secara sederhana dapat merefleksikan hubungan antara

    otonomi dan desenralisasi fiskal itu sendiri. Mengingat kaitan antara kedua hal tersebut sangat

    erat, maka diperlukan pemahaman yang komprehensif tentang otonomi daerah dan desentalisasi

    fiskal serta hubungan diantara keduannya. Hal inilah yang akan diuraikan secara ringkas dalam

    bahan ajar Filosofi Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal.

    Untuk melengkapi pemahaman, pada bahan ajar ini disertakan beberapa soal latihan guna

    membantu peserta untuk mengetahui pemahaman atas materi yang dipelajari. Disarankan

    disamping mempelajari bahan ajar ini peserta dapat melengkapi pemahaman tentang otonomi

    daerah dan desentralisasi fiscal dengan membaca regulasi terkait dengan otonomi dan

    desentalisasi fiscal (UU No. 33/2004, UU NO.32/2004 beserta peraturan turunannya).

    A. OTONOMI DAERAH

    Pembahasan otonomi disini menyangkut pembahasan terhadap hal-hal yang pokok

    (filosofis). Untuk itu perlu diberikan terlabih dahulu pengertian dari filosofi itu sendiri. Dalam artian

    bahasa, kata filosofi merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia= persahabatan,

    cinta dsb.) dan (sophia = "kebijaksanaan"). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang pencinta

    kebijaksanaan. Sedangkan berfilsafat/berfilosofi mempunyai pengertian berpikir secara

    mendalam tentang hakekat segala sesuatu dengan cara mencari makna yang paling mendalam/

    makna sesungguhnya/benar. Inti dari pengertian filosofi disini adalah adanya pemahaman yang

    mendasar, mendalam dan benar atas sesuatu yang sedang dibahas. Terkait dengan materi ini,

    maka yang akan dipelajari, dicari adalah pemahaman yang benar, mendalam, dan sesungguhnya

    atas otonomi daerah.

    Selanjutnya pengertian dari otonomi atau otonom secara bahasa adalah berdiri sendiri

    atau dengan pemerintahan sendiri. Sedangkan daerah adalah suatu wilayah atau lingkunganpemerintah.

    Dan pengertian lebih luas lagi adalah wewenang/kekuasaan pada suatu wilayah/daerah

    yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah/daerah masyarakat itu sendiri mulai dari

    ekonomi, politik, dan pengaturan perimbangan keuangan termasuk pengaturan sosial, budaya,

    dan ideologi yang sesuai dengan tradisi adat istiadat daerah lingkungannya.

    Sedangkan Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

    mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat

    sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 1 UU 32 Tahun 2004.

  • 7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal

    2/24

    DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 2

    1. Latar Belakang adanya Otonomi Daerah

    Otonomi Daerah sebenarnya telah ada sejak zaman kolonial Belanda, terus berkembang

    seiring dengan dinamika politik di Indonesia.1 Tonggak fundamental yang melatarbelakangi

    adanya otonomi di Indonesia yaitu saat terjadi perubahan pemegang kekuasaan RI dan berpindah

    pada masa reformasi . Tuntutan pelaksanaan demokrasi berimbas pada tuntutan adanya otonomi

    daerah. Terkait dengan hal tersebut dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah, dipandang perlu

    untuk lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan

    keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman Daerah;

    Kondisi eksternal ternyata berpengaruh terhadap berlangsungnya proses otonomi di

    Indonesia. Perkembangan keadaan, baik di dalam maupun di luar negeri, serta tantangan

    persaingan global, dipandang perlu menyelenggarakan Otonomi Daerah dengan memberikan

    wewenang yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional, yang

    diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta

    perimbangan keuangan Pusat dan Daerah, sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta

    masyarakat, pemerataan, dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman Daerah, yang

    dilaksanakan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia2.

    Selanjutnya seiring dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan

    penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia maka lahirlah UU No. 32 Tahun 2004 sebagai

    pengganti UU No 22 Tahun 1999. Harapan besar di tumpukan dengan UU 32 Tahun 2004 ini

    diantaranya bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat

    Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintahan daerah, yang

    mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas

    pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui

    peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya

    saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan

    kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia;Disamping itu bahwa efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah

    perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antarsusunan

    pemerintahan dan antarpemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan

    tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada

    daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam

    kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan Negara.3

    1

    B.N. Marbun, Otonomi Daerah 1945-2005 (Proses & Realita), Pustaka Sinar Harapan Jakarta, 20052

    UU No. 22 Tahun 19993

    UU No.32 Tahun 2004

  • 7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal

    3/24

    DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 3

    2. Prinsip Otonomi Daerah

    Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah

    diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan diluar yang menjadi

    urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang Otonomi Daerah. Daerah memiliki

    kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peranserta,

    prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.

    Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan

    bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan

    pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah

    ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan

    daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan

    daerah lainnya.

    Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggungjawab adalah otonomi yang

    dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian

    otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan

    kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional.

    Seiring dengan prinsip itu penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada

    peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi

    yang tumbuh dalam masyarakat. Selain itu penyelenggaraan otonomi daerah juga harus

    menjamin keserasian hubungan antara Daerah dengan Daerah lainnya, artinya mampu

    membangun kerjasama antar Daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah

    ketimpangan antar Daerah. Hal yang tidak kalah pentingnya bahwa otonomi daerah juga harus

    mampu menjamin hubungan yang serasi antar Daerah dengan Pemerintah, artinya harus mampu

    memelihara dan menjaga keutuhan wilayah Negara dan tetap tegaknya Negara Kesatuan

    Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan negara.

    Agar otonomi daerah dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai,

    Pemerintah wajib melakukan pembinaan yang berupa pemberian pedoman seperti dalam

    penelitian, pengembangan, perencanaan dan pengawasan. Disamping itu diberikan pula standar,

    arahan, bimbingan, pelatihan, supervisi, pengendalian, koordinasi, pemantauan, dan evaluasi.

    Bersamaan itu Pemerintah wajib memberikan fasilitasi yang berupa pemberian peluang

    kemudahan, bantuan, dan dorongan kepada daerah agar dalam melaksanakan otonomi dapat

    dilakukan secara efisien dan efektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

  • 7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal

    4/24

    DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 4

    Prinsip Pemberian Otonomi Daerah secara ringkas dapat dikelompokan sebagai berikut :

    1. Memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman

    2. Otonomi luas, nyata, dan bertanggung jawab

    3. Otoda yang luas dan utuh untuk Kabupaten, Otoda yang terbatas untuk Provinsi

    4. Sesuai dengan konstitusi sehingga terjamin hubungan serasi antara Pusat dan Daerah serta

    antar Daerah

    5. Lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom sehingga dalam kabupaten tidak ada wilayah

    administrasi

    6. Peningkatan peran dan fungsi Badan Legislatif Daerah wilayah administrasi

    7. Asas dekonsentrasi diletakkan pada Propinsi sebagai wilayah administrasi

    8. Asas Tugas Pembantuan diberikan dari Pemerintah kepada Daerah serta dari Pemerintah dan

    Daerah kepada Desa.

    Otonomi Daerah, sebagai system yang ada tentu memiliki beberapa elemen. Beberapa hal yang

    menjadi elemen dari Otonomi Daerah yaitu :

    1. Adanya penyerahan urusan ke Daerah

    2. Adanya Kelembagaan sebagai wadah Otonomi

    3. Personil pegawai yang memadai

    4. Sumber sumber keuangan untuk mendanai Otda

    5. Adanya unsur perwakilan (DPRD)

    6. Adanya manajemen pelayanan publik (efisien, efektif, ekonomis, dan akuntable)

    7. Adanya Pengawasan, Supervisi, Monitoring dan Evaluasi yang efektif dan efisien.

    Berikut secara singkat dijelaskan elemen dari Otonomi Daerah tersebut.

    1. Penyerahan Urusan kepada Daerah

    Otonomi Daerah ditandai dengan adanya pembagian kewenangan yang jelas antara Daerah dan

    Pusat. Untuk itu pemerintah telah mengeluarkan PP No 38 tahun 2007 tentang pembangian

    urusan antara pusat dan daerah.

    Urusan pemerintahan adalah fungsi-fungsi pemerintahan yang menjadi hak dan kewajiban

    setiap tingkatan dan/atau susunan pemerintahan untuk mengatur dan mengurus fungsi-fungsi

    tersebut yang menjadi kewenangannya dalam rangka melindungi, melayani,memberdayakan, dan

    menyejahterakan masyarakat.4

    4PP 38 Tahun 2007 Pembagian Urusan Pemerintahan

  • 7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal

    5/24

    DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 5

    Berdasarkan PP 38 tahun 2007 tersebut tertuang jelas kewenangan apa yang menjadi urusan

    pemerintah (pusat) dan kewenangan mana yang menjadi urusan Daerah.

    Kewenangan yang menjadi urusan pusat (kewenangan absolut) yaitu meliputi :

    1. Politik luar negeri,

    2. Pertahanan,

    3. Keamanan,

    4. Yustisi,

    5. Moneter dan fiskal nasional,

    6. Agama.

    Disamping kewenangan absolut tersebut terdapat juga urusan pemerintahan yang dibagi bersama

    antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan yang meliputi semua urusan pemerintahan di

    luar urusan obsolut. Urusan ini terdiri dari 31 bidang contohnya :

    1. pendidikan;

    2. kesehatan;

    3. pekerjaan umum;

    4. perumahan;

    5. penataan ruang;

    6. dst (dapat dilihat lebih lengkap pada PP 38 Tahun 2007)

    Dalam urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah di luar urusan

    absolute pemerintahan, Pemerintah dapat:

    a. menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan;

    b. melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada Gubernur selaku wakil

    Pemerintah; atau

    c. menugaskan sebagian urusan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahandesa berdasarkan asas tugas pembantuan.

    Sedangan urusan yang menjadi urusan Daerah terdiri dari 2 jenis yaitu urusan wajib dan

    urusan pilihan. Urusan wajib adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh

    pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota, berkaitan dengan

    pelayanan dasar. Contohnya :

    a. pendidikan;

    b. kesehatan;c. lingkungan hidup;

  • 7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal

    6/24

    DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 6

    d. pekerjaan umum;

    e. penataan ruang; dll (dapat dilihat dalam PP 38 Tahun 2007)

    Urusan Pilihan adalah urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk

    meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan

    daerah yang bersangkutan.

    2. Kelembagaan sebagai Wadah Otonomi

    Penguatan Pemda sebagai wujud rumah otonomi merupakan bukti bahwa wadah otonomi

    telah ada. Bahkan diawal-awal otonomi menjamur pemekaran wilayah sebagai upaya

    implementasi otonomi yang lebih jelas. Walau pada akhirnya pemerintah memperketat adanya

    pemekaran wilayah, setidaknya wadah untuk otonomi telah ada dan lebih banyak dibanding masa-

    masa sebelumnya. Disamping itu penataan struktur pemerintahan daerah juga mengalami

    perubaha yang drastis saat otonomi bergulir.

    3. Pegawai Pemda yang memadai

    Kewenangan telah tegas dibagi dalam urusan-urusan, wadah sebagai rumah dari otonomi

    juga telah terbentuk maka subjek/aktor otonomi adalah aparat Pemda (Pegawai Pemda).

    Keberadaan pegawai Pemda yang memadahi sangat berpengaruh terhadap percepatanimplementasi otonomi daerah. Diawal pelaksanaan otonomi daerah, maka pengalihan

    kepegawaian kepada Pemda merupakan salah satu solusi untuk menguatkan kapasitas SDM

    Pemda.

    4. Sumber-sumber Pendanaan dalam Otda

    Masalah turunan yang belum tersembuhkan. Otonomi daerah ternyata membutuhkan

    pembiayaan yang tidak sedikit. Sementara aparat Pemda belum dapat mengupayakan pendanaan

    dari sumber selain dari topangan pusat.

    Pemerintah saat ini telah berupaya untuk memberikan penguatan pendanaan daerah

    dengan melimpahkan beberapa jenis pajak kepada daerah BPHTB dan PBB P2. Dengan

    pengalihan ini diharapkan PAD semakin meningkat.

    Kedepan untuk pemekaran DOB masalah pendanaan daerah otonom perlu menjadi

    pertimbangan serius untuk menentukan DOB.

  • 7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal

    7/24

    DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 7

    5. Kelembagaan DPRD

    Adanya DPRD yang dipilih langsung oleh rakyat diharapkan menjadi cek and balance bagi

    pelaksanaan otonomi daerah. Penguatan lebaga DPRD akan sangat menentukan konsep dan

    Upaya untuk mengawal pelaksanaan otonomi daerah. Walau dalam prakteknya masih terjadi

    permasalahan yang melibatkan DPRD dalam kasus KKN, maka kedepan diharapkan

    kelembagaan DPRD dapat lebih kuat adanya dalam mengawal keberhasilan Otda.

    6. Adanya pelayanan publik yang lebih baik

    Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan kaidah yang berlaku menuju pelaksanaan Otda.

    Mewujudkan otonomi daerah yang mampu meningkatkan pelayanan publik. Harapan memang

    demikian, karena permasalahan diidentifikasi oleh lokal sesuai dengan kebutuhan lokal maka

    harapan dari pelayanan yang diberikan tentu lebih baik, karena yang melayani juga aparat-aparat

    lokal. Namun kenyataan yang terjadi masih adanya pelayanan aparat daerah yang belum optimal

    bahkan malah menimbulkan masalah, merupakan hal yang harus disikapi dengan bijak dan

    dilakukan perbaikan untuk kedepannya.

    7. Adanya Pengawasan, Supervisi, Monitoring dan Evaluasi yang efektif dan

    efisien

    Untuk pengendalian dan pengawasan maka institusi pengawasan baik internal maupun

    eksternal sangat dibutuhkan dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Aparat pengawasan Pemda

    dari eksternal adalah BPK, kemudian Itjen Kemendagri, Inspektorat Provinsi, Inpektorat Kota/Kab,

    BPKP.

    Namun kenyataan ratusan Bupati periode 2004 hingga 2012 terlibat dalam perkara

    korupsi . Ini menandakan masih lemahnya pengawasan atas penyelenggaraan pemerintah

    daerah.

  • 7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal

    8/24

    DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 8

    Untuk itu KPK pada Tahun 2013 berusaha bekerja sama dengan BPKP untuk melakukan

    pengawasan terhadap penyusunan APBD.

    Ribuan Pejabat Daerah Terlibat Kasus Korupsi

    TEMPO.CO, Jakarta -Kementerian Dalam Negeri mencatat sepanjang Oktober 2004hingga Juli 2012 ada ribuan pejabat daerah yang terlibat kasus korupsi. Setiap lapisan pejabat

    daerah, mulai dari gubernur, wali kota, bupati, hingga anggota dewan perwakilan daerah terlibat

    korupsi. Kami punya datanya lengkap" kata Direktur Jenderal Otonomi Daerah Djohermansyah

    Djohan saat ditemui di kantornya pada Rabu, 29 Agustus 2012.

    Sepanjang 2004 hingga 2012, Kementerian mencatat ada 277 gubernur, wali kota, atau

    bupati yang terlibat kasus korupsi. Itu baru kepala daerahnya saja, belum termasuk

    bawahannya, ujar Djohermansyah.

    Menurut Djoher, Kemendagri tengah menghimpun data berapa jumlah bawahan kepala

    daerah yang terjerat korupsi. Secara umum, kata Djohermansyah, setiap kasus yang melibatkan

    kepala daerah pasti membelit juga bawahannya. Minimal lima bawahannya pasti telibat kasus

    yang sama, katanya. Jika dihitung hingga bawahan kepala daerah, pejabat yang terlibat korupsibisa mencapai 1.500-an.

    Kementerian juga mencatat anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang

    terlibat korupsi. Di tingkat provinsi, dari total 2008 anggota DPRD di seluruh Indonesia,

    setidaknya ada 431 yang terlibat korupsi. Sementara di tingkat kabupaten dan kota, dari total

    16.267 kepala daerah, ada 2.553 yang terlibat kasus.

    Djohermansyah mengatakan tingginya jumlah pejabat daerah yang terlibat kasus korupsi

    merupakan salah satu imbas dari politik berbiaya tinggi. Sejak Undang-Undang Nomor 32

    Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah diberlakukan, biaya politik mendadak melonjak tinggi

    dibanding masa-masa sebelumnya. Melalui UU tersebut, rakyat langsung memilih kepala

    daerah. Berbeda dengan sebelumnya ketika kepala daerah cukup dipilih oleh anggota DPRD.

    Kebutuhan dana calon kepala daerah menjadi besar, katanya.Karena kebutuhan dana besar, calon-calon kepala daerah mencari uang ke mana-mana.

    Muncullah cukong yang mau memodali, katanya. Ketika naik jabatan, si kepala daerah

    akhirnya berutang. Karena utang yang besar itu akhirnya marak terjadi kasus korupsi di daerah.

    (ANANDA BADUDU)

  • 7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal

    9/24

    DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 9

    Awasi Pengelolaan APBD, KPK Gandeng BPKP

    JAKARTA, suaramerdeka.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan kerja

    sama koordinasi-supervisi pencegahan dengan Badan Pengawasan Keuangan dan

    Pembangunan (BPKP) dalam mengawasi perencanaan dan pengelolaan APBD.

    "BPKP SDM lebih banyak untuk melakukan koordinasi dan supervisi secara masif di 33

    provinsi, yaitu kepada 33 pemprov dan 497 SKPD pemkot/pemkab," kata Wakil Ketua KPK

    Zulkarnaen.

    Selain terkait APBD, ujar Zulkarnaen, yang menjadi perhatian khusus adalah pelayanan

    publik dan pengadaan barang dan jasa. Dia menambahkan, di tahun ini, KPK juga

    menggagas dan melaksanakan program "Pilkada Berintegritas". Pilkada DKI Jakarta menjadi

    pilot project pelaksanaan program pencegahan korupsi melalui pengawasan penyelenggaraan

    pemilu.

    "Latar belakang program ini adalah karena sistem politik berintegritas merupakan salah satu

    pondasi dalam terwujudnya sistem integritas nasional dan salah satu momen signifikan dan

    krusial dalam sistem politik di negeri ini adalah saat dilangsungkannya pemilu/pilkada,"katanya.

    Lebih lanjut, Zulkarnaen mengatakan, KPK juga melakukan berbagai kajian sistem dan

    tindak lanjut terhadap kajian yang telah dilakukan. Salah satunya di sektor kehutanan yang

    sistem pengelolaannya masih belum baik, sehingga tidak hanya menimbulkan kerugian

    negara dalam jumlah yang besar, namun juga berpotensi memicu konflik.

    "KPK mendorong terciptanya solusi dan regulasi tata kelola kawasan hutan yang transparan,

    akuntabel, dan berpihak kepada pemenuhan hak-hak dasar rakyat selaku pemegang

    kedaulatan ekonomi. Kajian lainnya adalah menyangkut social cost of corruption serta

    sektor katahanan pangan dan ketahanan energi," ujarnya.

    Di sektor pendidikan, ujar Zulkarnaen, KPK menerbitkan buku "Tunas Integritas", sebuah

    buku bacaan yang ramah anak sebagai salah satu media pembelajaran. Dalam seri buku yangterdiri atas enam buku sarat gambar ini, nilai-nilai antikorupsi ditanamkan ke anak-anak

    melalui beragam cerita yang menyenangkan dan tidak menggurui.

    Sementara Untuk membangkitkan semangat masyarakat untuk memberantas korupsi, salah

    satu caranya adalah melalui pendekatan budaya pop (pop culture) bertema peran keluarga

    dalam membangun budaya antikorupsi, yaitu dengan pembuatan film layar lebar berjudul

    "Kita versus Korupsi" atau disingkat "KvsK".

    Film ini diproduksi bekerja sama dengan USAID, MSI, TII, dan Cangkir Kopi. Sejak

    diluncurkan pada 26 Januari 2012, film ini sudah ditonton melalui screening program dan

    non-screening program sebanyak hampir 50.000 penonton di seluruh Indonesia dalam

    kegiatan road show di 15 kota. Secara masif, KPK pada tahun ini mengampanyekan tagline

    "Berani Jujur Hebat", satu dari sembilan nilai dasar antikorupsi yang mencerminkanintegritas diri.

    "Serangkaian kegiatan dilakukan di berbagai wilayah dengan mengusung tema ini.

    Hebatnya, kampanye ini tidak dilakukan KPK sendirian, melainkan juga terdapat

    keterlibatan banyak elemen. Selain itu, KPK juga coba untuk membangun budaya

    antikorupsi di dalam keluarga," ujarnya.

    ( Mahendra Bungalan / CN31 / JBSM )

  • 7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal

    10/24

    DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 10

    Berdasarkan evaluasi yang dilaksanakan oleh Komite Pengawasan Pelaksanaan Otonomi

    Daerah, dari elemen-elemen tersebut masih memilik beberapa permasalahan baik yang bersifat

    umum maupun yang bersifat khusus.

    Beberapa permasalah umum diantaranya :

    1. Belum Jelasnya Pembagian Kewenangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah.

    2. Berbedanya Persepsi Para Pelaku Pembangunan Terhadap Kebijakan Otonomi Daerah.

    3. Masih Rendahnya Kerjasama Antar Pemerintah Daerah.

    4. Belum Terbentuknya Kelembagaan Pemerintah Daerah Yang Efektif Dan Efisien. Terbatasnya

    Dan Rendahnya Kapasitas Aparatur Pemerintah Daerah.

    5. Masih Terbatasnya Kapasitas Keuangan Daerah.

    6. Pembentukan Daerah Otonom Baru (Pemekaran Wilayah) Yang Masih Belum Sesuai Dengan

    tujuannya.

    Sedangkan masalah/kendala yang sifatnya khusus meliputi :

    Kelembagaan Otomoni

    1. Adanya kecenderungan daerah untuk menerapkan struktur gemuk akibat tekanan birokrasi

    dan politisi

    2. Adanya nomenklatur struktur yang berbeda-beda sehingga menyulitkan kordinasi dan

    pembinaan

    3. Struktur yg gemuk membutuhkan PNS yg banyak sehingga untuk gaji dan insentif PNS

    menelan sebagian besar alokasi APBD dibandingkan untuk pelayanan publik.

    4. Struktur organisasi yang ada belum sepenuhnya mengakomodasikan fungsi pelayanan

    publik yaitu penyediaan pelayanan dasar dan pengembangan potensi unggulan daerah.

    Urusan Pemerintahan

    1. Terjadi tumpang tindih antar tingkatan pemerintahan dalam pelaksanaan urusan

    pemerintahan, karena belum sinkronnya antara UU Otoda dengan UU Sektor.

    2. Terjadi tarik menarik urusan, khususnya urusan yang mempunyai potensi pendapatan

    (revenue).

    3. Adanya gejala keengganan dari Departemen/LPND untuk mendesentralisasikan urusansecara penuh karena kekhawatiran daerah belum mampu melaksanakan urusan tsb

    secara optimal.

    Kepegawaaian /SDM Aparatur

    1. Banyak Pemda mengalami kelebihan PNS dengan kompetensi rendah dan kekurangan

    PNS dengan kompetensi yg memadai.

    2. Adanya gejala pengedepanan Putera Asli Daerah untuk menduduki jabatan-jabatan

    strategis dengan mengabaikan kompetensi/profesionalisme.

    3. Adanya gejala politisasi PNS (terutama dalam event Pilkada).

  • 7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal

    11/24

    DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 11

    4. Tidak terdapat kejelasan dalam career planning dan career development akibat tidak

    adanya manpower planning di daerah.

    5. Penilaian kinerja yang sudah obselete (out of date); tidak ada reward atau punishment

    terkait dengan kinerja.

    6. Kesejahteraan yg belum memadai sehingga PNS cenderung mencari penghasilan

    tambahan dan tidak fokus pada tugas pokok.

    Keuangan Daerah

    1. Keuangan daerah yang kurang mencukupi (Financial Insufficiency).

    2. Overhead cost pemda yang tinggi.

    3. Kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam penyusunan APBD.

    4. Kurangnya kejelasan sistem pembiayaan melalui dekonsentrasi dan tugas Pembantuan.

    5. Kurangnya manajemen aset Pemda.

    6. Masih lemahnya kebijakan investasi di daerah

    Perwakilan/DPRD

    1. Ekses dari meningkatnya kewenangan DPRD.

    2. Kurang terserapnya aspirasi masyarakat oleh DPRD.

    3. Campur tangan DPRD dalam penentuan Penunjukan pejabat karir.

    4. Masih kurangnya pemahaman DPRD terhadap peraturan perundangan.

    5. Kurangnya kompetensi anggota DPRD dan lemahnya networking.

    Pelayanan Publik

    1. Masih rendahnya kualitas pelayanan

    2. Masih besarnya peranan Pemda dalam penyediaan pelayanan.

    3. Tidak jelasnya standar pelayanan.

    4. Rendahnya akuntabilitas pelayanan.

    Otonomi di Indonesia, tidak luput dari tetap terjaganya Negara kesatuan Republik Indonesia.

    Indonesia tentu berbeda dengan Negara lain, Indonesia tentu punya konsep yang khusus ala

    Indonesia beberapa konsep tersebut yaitu :1. Kesatuan Pemerintah daerah (ada pembentukan secara yuridis/legal)

    2. Provinsi sebagai bentuk desentralisasi dan Kab/Kota sebagai bentuk daerah otonom

    3. Kebijakan desentralisasi dilakukan pemerintah, dan penyelenggaraan otonomi oleh Pemda

    4. Hubungan antara daerah otonom dan pusat, bersifat dependent dan hirarkhi.

    5. Urusan yang didesentralisasikan hanya urusan pemerintahan tidak termasuk kompetensi

    lembaga negara tertinggi/lembaga tinggi negara lainnya.

  • 7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal

    12/24

    DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 12

    Bahan Diskusi

    Diskusikan dalam kelompok (5-6 peserta) apakah usulan DOB akan mempercepat pembangunan

    di daerah sesuai dengan semangat otonomi daerah ?

    Bila Gagal Daerah Otonom dihapus

    Pemerintah menegaskan, pemekaran daerah harus ditujukan untuk meningkatkan

    kesejahteraan rakyat. Jika gagal menyejahterakan rakyat, daerah otonom baru akan dihapus

    dan digabung kembali dengan daerah induk.Pernyataan itu disampaikan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi pada pidato

    pengesahan pembentukan tujuh daerah otonom baru (DOB) dalam Rapat Paripurna DPR,

    Jumat (14/12). Gamawan mengingatkan tujuan pemekaran, yakni meningkatkan kesejahteraan

    rakyat, pelayanan publik, dan tata kelola pemerintahan.

    Berdasarkan evaluasi pemerintah terhadap 205 DOB yang terbentuk sepanjang 1999-2004,

    sebagian besar daerah belum berhasil mencapai tujuan pemekaran. Peningkatan kesejahteraan

    masyarakat, tata kelola pemerintahan, dan daya saing daerah belum menunjukkan hasil

    menggembirakan, katanya.

    Pemerintah menengarai, kegagalan terjadi karena proses pembentukan DOB selama ini

    belum memperhatikan aspek teknis pemerintahan. Penyebab lain adalah perilaku para

    penyelenggara pemerintah daerah yang dinilai kurang berorientasi pada kepentinganmasyarakat. Atas dasar itulah, pemerintah bertekad untuk melakukan penataan daerah.

    Penataan tidak hanya mengatur pembentukan, tetapi juga penghapusan dan penggabungan

    daerah.

    Proses pembentukan daerah akan diperketat dengan memberlakukan daerah persiapan.

    Selama tiga tahun calon DOB menjadi daerah persiapan. Jika gagal, calon DOB tidak akan

    disetujui. Jika berhasil, calon DOB akan disetujui menjadi daerah definitif. DOB yang gagal

    meningkatkan kesejahteraan rakyat akan dihapuskan dan digabung kembali dengan daerah

    induk.

    Desain penataan daerah dan pengaturan pembentukan, penghapusan, dan penggabungan

    daerah sudah diusulkan melalui RUU Pemerintahan Daerah. Tujuh calon DOB yang disahkan

    yakni Kabupaten Mahakam Ulu, Panukal Abab Lematang Ilir, Malaka, Pulau Taliabu, Mamuju

    Tengah, Banggai Laut, dan Kolaka Timur.

    Ketua Komisi II DPR Agun Gunanjar Sudarsa mengingatkan, DOB dibentuk untuk

    meningkatkan kesejahteraan rakyat. APBN diharapkan tidak digunakan untuk membangun

    infrastruktur perkantoran dan mobil dinas, tetapi untuk masyarakat.

    Namun, Ketua Pusat Pengkajian Otonomi Daerah Universitas Brawijaya, Malang, Ibnu

    Tricahyo mengatakan, Pemekaran menyisakan masalah efektivitas pemerintahan, pelayanan

    publik tidak membaik, beban anggaran negara semakin berat, serta konflik masyarakat dan

    sengketa perbatasan. Pemekaran tanpa desain ini harus dihentikan.

    Pengajar ilmu politik Universitas Airlangga, Surabaya, priyatmoko, mengatakan,

    moratorium tidak akan efektif ketika akar masalah yang mendorong pemekaran tidakditangani. Isu pemekaran relatif sepi di Jawa karena banyak alternatif sumber kesejahteraan di

    pulau ini.

    Dalam sistem baru penataan daerah itu, menurut pengajar Universitas Gadjah Mada, Ari

    Dwipayana, harus dirumuskan kebijakan bahwa pemekaran harus menggunakan pertimbangan

    yang tidak semata-mata politis, tetapi melihat kapasitas calon DOB. (nta/ina/dik)

    --- Sumber KOMPAS Senin 17 Desember 2012 Hal.Politik & Hukum ---

  • 7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal

    13/24

    DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 13

    B. DESENTRALISASI FISKAL

    Konsekwensi logis dari adanya otonomi daerah yang diikuti dengan beralihnya

    kewenangan dan urusan yang selama ini menjadi tanggung jawab pusat menjadi tanggung jawab

    daerah maka harus dibarengi juga dengan delegasi pendanaan.

    Sebagaimana diketahui bahwa sumber pendanaan nasional semasa sentralisasi hampir 75-80 %

    dikelola oleh daerah.

    Namun selanjutnya seiring dengan pertumbuhan otonomi maka pengalihan sumber-

    sumber pendanaan kepada daerah menjadi semakin besar. Pemerintah mulai

    mendesentralisasikan hal-hal yang terkait dengan pendanaan kepada daerah (fiscal).

    Sebelum membahas lebih jauh tentang desentralisasi fiscal, maka perlu memahami beberapa

    pengertian yang mendukung yaitu :

    Desentralisasi adalah pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan

    kepada manajer atau orang-orang yang berada pada level bawah dalam suatu struktur

    organisasi.

    Desentralisasi fiskal merupakan pendelegasian tanggungjawab , otoritas, dan sumber-sumber

    yang berkaitan (keuangan, pegawai, sarana-prasarana) dari pemerintah pusat kepada

    tingkatan pemerintahan yang lebih rendah.

    Selanjutnya yang menjadi pertanyaan adalah, apa alas an pemerintah melakukan

    desentralisasi. Alasan dilakukannya desentralisasi fiscal yang utama adalah supaya Pengambilan

    keputusan akan lebih baik apabila diserahkan kepada tingkatan pemerintahan yang lebih rendah

    yang secara langsung dapat merasakan dampak dari program dan pelayanan yang direncanakan

    pemerintah.

    1. Masud dan TujuanSedangkan yang menjadi maksud dan tujuan dari dilaksanakannya desentralisasi fiscal

    yaitu 1) Memperbaiki relevansi kualitas penyediaan pelayanan publik terhadap kebutuhan dan

    kondisi masyarakat lokal dengan tetap mengacu pada tujuan pembanguan ekonomi dan sosial

    baik regional maupun nasional. 2) Pengambilan keputusan untuk pelayanan publik, program dan

    proyek yang dilakukan lebih relefan dengan kebutuhan masyarakat setempat. Demikian juga

    perencanaan , pelaksanaan dan pembiayaan diharapkan dapat terjamin keberadaanya sesuai

    dengan kemampuan daerah.

  • 7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal

    14/24

    DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 14

    Dengan melaksanakan desenralisasi fiscal, apabila dapat berjalan dengan baik maka dapat

    memberikan keuntungan diantaranya :

    Peningkatan efektivitas dan efisiensi biaya pelayanan masyarakat

    Berkembangnya proses demokrasi

    Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengembilan keputusan

    Peningkatan transparansi dan akuntabilitas pemerintah

    Mobilisasi pendapatan

    Selain itu Desentralisasi Fiskal dapat memberikan manfaat yang besar kepada daerah yaitu :

    1. Adanya sensitivitas terhadap keinginan (preferensi) daerah yang berbeda-beda

    2. Terpenuhinya keinginan/kebutuhan (preferensi) masyarakat

    3. Perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan generasi mendatang

    4. Terbatasnya kekuasaan

    Selanjutnya secara konseptual bahwa desentralisasi dapat dikelompokkan dalam 3 hal yaitu :

    Desentralisasi penuh (full decenralization) artinya pendelegasian tanggung jawab,

    wewenang dan fungsi kepada pemerintah daerah yang dilakukan secara penuh.

    Deconcentration, pemerintah melaksanakan fungsinya didaerah-daerah dengan

    menggunakan sumber daya dan fasilitas yang disediakan oleh Pemerintah Pusat.

    C0-Administration, merupakan bentuk desentralisasi yang memberikan kewenangan

    kepada pemerintah daerah untuk menjalankan peranan dan fungsi pemerintah pusat

    dengan menggunakan fasilitas yang disediakan oleh pemerintah pusat.

    2. Empat Pilar (building blocks) desentralisasi Fiskal

    Penyelenggaraan otonomi yang luas dan bertanggungjawab, harus memperhatikan empat

    pilar dari desentralisasi fiskla itu sendiri.

    Pendelegasian/pendistribusian tanggung jawab pengeluaran (the assignment of

    expenditure responsibility). Harus tegas apa fungsi dan tanggung jawab masing-masing(level) pemerintahan.

    Pendistribusian sumber perpajakan (assignment of tax resources). Pemerintah daerah

    diberi tanggung jawab atas pengeluaran tertentu, sumber pajak dan non tax apa saja yang

    dapat dikelola oleh Pemda.

    Transfer dari Pemerintah pusat kepada Daerah (inter govermental fiscal transfer).

    Pemerintah pusat dapat menyediakan tambahan dana untuk menambah sumber

    pendapatan daerah melalui transfer dan subsidi.

    Defisit Daerah, pinjaman dan utang (subnational deficit, borrowing, and debt). Pemda

    harus berhati-hati untuk mengantisipasi celah fiskalnya agar tidak terbebani dengan utang.

  • 7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal

    15/24

    DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 15

    Secara umum yang menjadi prinsipprinsip dari desenralisasi fiscal adalah :

    1. Mendorong/mempromosikan tercipanya Otda

    2. Perencanaan menurut prinsip bottom-up

    3. Partisipasi penuh dalam proses demokrasi

    4. Pengendalian sumber keuangan

    5. Pembagian sumber daya (bagi hasil) yang lebih merata antara Pusat/daerah

    Dalam pelaksanana desentralisasi fiscal memiliki bebrapa kendala yaitu :

    1. Alokasi sumber daya antar daerah yang tidak efisien

    2. Kompetisi local tax/restribusi yang kurang sehat

    3. Ekspor pajak, dan dampak negatif penyediaan barang publik.

    4. Distribusi pendapatan yang kurang optimal

    5. Kebijakan Stabilisasi yang kurang optimal

    6. Kurang pengalaman dan miskinnya kapasitas organisasional

    7. Kurangnya Sistem Informasi Keuangan Daerah

    8. Partisipasi masyarakat untuk berperanan pada proses pembangunan (Perencanaa,

    pelaksanaan, pengawasan dan pertanggungjawaban) masih rendah

    Bagaimana pelaksanaan Desentralisasi Fiskal di Indonesia dalam rangka mendukung

    pelaksanaan Otonomi Daerah selama ini .

    Pelaksanaan kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal di Indonesia telah

    memasuki tahun ke-10 dan telah membawa pengaruh yang besar bagi pelaksanaan

    pembangunan daerah dan pengembangan perekonomian daerah. Kebijakan tersebut

    dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor

    25 Tahun 1999 yang keduanya telah direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang

    Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

    Pelaksanaan kebijakan tersebut merupakan jawaban atas tuntutan reformasi yang terjadi pada

    tahun 1998. Pemberian otonomi luas kepada daerah disertai dengan pelaksanaan desentralisasi

    fiskal pada hakekatnya diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat

    melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Disamping itu

    melalui otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya

    saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan

  • 7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal

    16/24

    DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 16

    kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik

    Indonesia.

    Sejalan dengan bergulirnya tuntutan reformasi di berbagai bidang, pengelolaan keuangan

    Pusat dan Daerah juga mengalami reformasi. Pemikiran tentang reformasi di bidang fiskal

    sebenarnya sudah dimulai sejak awal tahun 80-an berkaitan dengan upaya untuk mendukung

    pelaksanaan otonomi daerah, efisiensi penggunaan keuangan negara, serta prinsip-prinsip good

    governanceseperti partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas. Efisiensi penggunaan keuangan

    negara yang telah didesentralisasikan dapat tercermin pada pelaksanaan fungsi pelayanan

    pemerintahan yang bersifat lokal. Sebelum otonomi daerah dilaksanakan, fungsi pemerintahan

    yang bersifat local tersebut dikelola oleh Pemerintah Pusat (Pemerintah). Hal ini cenderung

    memberikan dampak biaya yang relatif lebih besar, sehingga penggunaan keuangan negara

    menjadi kurang efisien. Melalui kebijakan otonomi daerah, Pemerintah juga ingin mewujudkan

    keadilan vertikal dan horisontal serta membangun tatanan penyelenggaraan pemerintahan yang

    lebih baik menuju terwujudnya good governancedan clean government.

    Penerapan kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal juga dilatarbelakangi

    pengalaman bahwa pengambilan keputusan yang bersifat sentralistis di bidang pelayanan sektor

    publik di Indonesia ternyata mengakibatkan rendahnya akuntabilitas, lambatnya proses

    pembangunan infrastruktur, menurunnya rate of return pada proyek-proyek sektor publik, serta

    terhambatnya pengembangan institusi di daerah.

    Hal ini terjadi karena Pemerintah menghadapi kondisi demografis dan geografis yang

    sangat kompleks. Oleh karena itu, penerapan kebijakan otonomi daerah yang diiringi dengan

    kebijakan desentralisasi fiskal diharapkan dapat membantu Pemerintah untuk memberikan

    pelayanan sampai pada tingkat pemerintahan yang paling dekat dengan masyarakat lokal.

    Pelaksanaan kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal tersebut dilakukan

    dengan menyerahkan sebagian besar urusan pemerintahan kepada daerah, sedemikian rupasehingga Pemerintah hanya menangani 6 (enam) urusan pemerintahan utama saja, yaitu urusan

    di bidang fiskal dan moneter, peradilan, agama, pertahanan, dan keamanan serta politik luar

    negeri. Implikasi langsung dari kebijakan tersebut adalah adanya diskresi (keleluasaan) bagi

    Pemerintah Daerah untuk dapat merencanakan dan menentukan prioritas pembangunan

    daerahnya sesuai dengan kondisi dan kemampuan keuangan daerahnya. Sebagai

    konsekuensinya, kebutuhan terhadap dana untuk membiayai pelaksanaan urusan pemerintahan

    yang telah menjadi kewenangan daerah juga meningkat. Untuk itu, Pemerintah melaksanakan

    kebijakan desentralisasi fiskal melalui perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah sesuai

    dengan prinsip money follow function sebagai upaya untuk mendukung pendanaan berbagai

  • 7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal

    17/24

    DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 17

    urusan pemerintahan yang telah diserahkan kepada daerah. Selain itu, kebijakan pendanaan

    kepada daerah dalam rangka menjalankan urusan pemerintahan yang telah diserahkan tersebut

    diikuti dengan pemberian kewenangan dalam hal perpajakan daerah (localtaxing power).

    Perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah pada hakekatnya merupakan suatu

    sistem pendanaan pemerintahan dalam kerangka negara kesatuan, yang mencakup pembagian

    keuangan dan sumber-sumber pendapatan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, serta

    pemerataan antar daerah secara proporsional, demokratis, adil, dan transparan dengan

    memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, sejalan dengan kewajiban dan

    pembagian urusan, serta tata cara penyelenggaraan kewenangan, termasuk pengelolaan dan

    pengawasan keuangannya. Tujuan perimbangan keuangan tersebut adalah untuk mengurangi

    ketimpangan fiskal antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, serta mengurangi kesenjangan

    kemampuan fiscal antar daerah.

    Dari sisi pembagian sumber-sumber pendapatan, peningkatan Pendapatan Asli Daerah

    (PAD) merupakan upaya yang perlu dilakukan dalam rangka meningkatkan akuntabilitas daerah

    dalam pengelolaan keuangannya. Dalam kaitan ini dilakukan sinkronisasi antara sistem

    perpajakan nasional dengan sistem perpajakan daerah.

    Sumber-sumber pendapatan yang memenuhi kriteria pungutan Pusat ditetapkan sebagai objek

    pajak Pusat dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Sedangkan sumber-sumber

    pendapatan yang memenuhi kriteria pungutan Daerah ditetapkan sebagai objek pajak daerah dan

    retribusi daerah.

    Proses pembagian sumber-sumber pendapatan antara Pemerintah dan Pemerintah

    Daerah tersebut dilakukan secara bertahap sesuai kondisi dan kemampuan daerah. Penerbitan

    UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan langkah

    strategis yang memberikan kewenangan yang lebih luas kepada daerah di bidang perpajakan

    daerah. Namun demikian, kebijakan ini perlu diikuti dengan sistem pengawasan dan pengendalian

    yang memadai, sehingga upaya peningkatan PAD tidak menghambat upaya penciptaan ikliminvestasi yang kondusif di daerah. Selain itu, hubungan keuangan antara Pusat dan Daerah

    mencakup pula pinjaman daerah dan hibah ke daerah dalam mendukung pendanaan pelaksanaan

    pembangunan daerah.

    Dalam melaksanakan kebijakan desentralisasi fiskal tersebut, Pemerintah perlu

    menerapkan prinsip-prinsip: (1) meningkatkan efisiensi, (2) memperbaiki struktur fiskal dan

    mobilisasi sumber-sumber keuangan, (3) meningkatkan akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi

    masyarakat, (4) mengurangi disparitas fiskal dan menjamin penyediaan pelayanan dasar sosial,

    (5) memperbaiki kesejahteraan masyarakat, dan (6) mendukung stabilitas makro ekonomi.

    Dengan melaksanakan prinsip-prinsip tersebut, pelaksanaan kebijakan desentralisasi fiskal

  • 7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal

    18/24

    DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 18

    diharapkan dapat mampu menciptakan sinergi antara Pusat dan Daerah, serta antar Daerah

    dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.

    3. Dukungan Kebijakan Pendanaan Pelaksanaan Urusan Pemerintahan

    Dilihat dari sisi keuangan negara, kebijakan desentralisasi fiskal telah membawa

    perubahan dalam pola pengelolaan fiskal nasional. Dalam tahun pertama pelaksanaan

    desentralisasi fiskal, total dana yang didaerahkan melalui dana perimbangan dalam APBN tahun

    2001 adalah sebesar Rp 82,40 triliun, sedangkan dalam APBN tahun 2010 besarnya meningkat

    menjadi Rp306 triliun. Peningkatan yang cukup signifikan tersebut telah menyebabkan

    pengelolaan fiskal yang menjadi tanggung jawab daerah menjadi semakin penting.

    Implementasi kebijakan desentralisasi fiskal di Indonesia juga ditandai dengan besarnya

    proporsi dana perimbangan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Secara

    umum, proporsi dana perimbangan dalam penerimaan APBD kabupaten/kota adalah lebih dari 85

    persen, dan sekitar 70 persen dalam ratarata penerimaan APBD provinsi. Besarnya proporsi

    tersebut menunjukkan tingkat ketergantungan fiskal daerah yang masih tinggi terhadap

    Pemerintah. Apabila tidak dikelola dengan hati-hati, kondisi tersebut justru dapat menciptakan

    disinsentif bagi Pemerintah Daerah dalam jangka panjang, khususnya dalam meningkatkan PAD.

    Oleh karena itu, perubahan pola pengelolaan fiskal nasional tersebut harus pula diiringi dengan

    fleksibilitas daerah yang cukup tinggi dalam pemanfaatan sumber-sumber utama pendanaan

    tersebut.

    Sejak dilaksanakannya kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, selain telah

    terjadi peningkatan dana yang dialokasikan kepada daerah, terdapat pula penambahan komponen

    dalam alokasi transfer ke daerah. Selain alokasi dana perimbangan, transfer ke daerah mencakup

    pula dana otonomi khusus (otsus) dan dana penyesuaian. Dana otsus dan dana tambahan

    infrastuktur dialokasikan kepada Provinsi Papua dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus,sebagai konsekuensi diberlakukannya UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi

    Provinsi Papua. Selanjutnya dengan ditetapkannya UU No. 35 tahun 2008 tentang Penetapan PP

    Pengganti UU No. 1 tahun 2008 tentang Perubahan atas UU No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi

    Khusus Bagi Provinsi Papua, ditetapkan bahwa Provinsi Papua Barat juga mendapatkan

    Dana Otsus dan dana tambahan infrastuktur dari APBN. Dana otsus tersebut adalah sebesar 2

    persen dari plafon DAU nasional, dan berlaku selama 20 tahun. Selain kepada Provinsi Papua

    dan Papua Barat, dana otsus juga dialokasikan kepada Provinsi Nangroe Aceh Darusalam (NAD)

    mulai tahun 2008 sesuai UU No. 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Dana Otsus tersebut

    berlaku untuk jangka waktu 20 tahun, dengan rincian untuk tahun pertama sampai dengan tahun

  • 7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal

    19/24

    DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 19

    ke-15 besarnya setara dengan 2 persen plafon DAU Nasional dan untuk tahun ke-16 sampai

    dengan tahun ke-20 besarnya setara dengan 1 persen plafon DAU Nasional. Sementara itu, dana

    penyesuaian dialokasikan untuk beberapa pos belanja daerah, antara lain: tambahan tunjangan

    kependidikan guru Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD) dan dana insentif bagi daerah yang

    berprestasi.

    Di samping dukungan pendanaan dalam bentuk dana transfer ke daerah, alur dana APBN

    ke daerah dapat meliputi dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan untuk mendanai

    sebagian urusan Pemerintah yang dilimpahkan kepada gubernur dan ditugaskan kepada

    gubernur/bupati/walikota dan/atau desa, serta dana instansi vertikal bagi pelaksanaan pelimpahan

    sebagian urusan pemerintahan dari Pemerintah kepada instansi vertikal di daerah. Selain itu,

    belanja APBN di Daerah mencakup pula pendanaan untuk pelaksanaan program nasional yang

    menjadi Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, seperti Program Nasional

    Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS), serta program

    nasional melalui subsidi yang sebagian besar juga dibelanjakan di daerah, seperti subsidi energi

    dan subsidi non energi.

    Sepuluh tahun pelaksanaan kebijakan desentralisasi fiskal merupakan kurun waktu yang

    layak untuk dilakukan evaluasi sebagai bentuk continous improvementmenuju kepada kebijakan

    otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang lebih baik. Untuk itu, dalam rangka mendukung

    implementasi otonomi daerah dan desentralisasi fiscal secara utuh, nyata, proporsional, dan

    akuntabel, pengaturan fiskal yang lebih baik perlu diiringi dengan penataan regulasi yang lebih

    proporsional.

    Untuk menyempurnakan penataan regulasi mengenai pelaksanaan kebijakan

    desentralisasi fiskal, Pemerintah saat ini sedang mempersiapkan penyusunan amandemen

    Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah

    Pusat dan Pemerintahan Daerah. Amandemen Undang-Undang tersebut bertujuan untuk

    menyempurnakan berbagai ketentuan yang mendasari pelaksanaan kebijakan desentralisasi fiskalyang dalam perkembangannya selama ini masih dihadapkan pada berbagai kendala teknis dalam

    pencapaian tujuan awal otonomi daerah.

    Selain melakukan penataan regulasi terhadap dana perimbangan, Pemerintah bersama

    DPR-RI juga telah menyempurnakan pengaturan mengenai pemungutan pajak daerah dan

    retribusi daerah melalui penetapan UU Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan

    Retribusi Daerah. Undang-undang ini merupakan penyempurnaan UU Nomor 34 Tahun 2000

    yang dipandang sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini. Salah satu tujuan dari perubahan

    kebijakan pajak daerah dan retribusi daerah yang dituangkan dalam UU Nomor 28 Tahun 2009

    adalah meningkatkan PAD melalui serangkaian strategi antara lain (1) memberikan kepastian

  • 7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal

    20/24

    DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 20

    mengenai jenisjenis pungutan daerah dengan menerapkan closed-list system. (2) meningkatkan

    kewenangan daerah dalam perpajakan daerah dengan meningkatkan local taxing power, (3)

    meningkatkan efektifitas pengawasan pajak daerah dan retribusi daerah dengan menerapkan

    sistem preventif dan korektif yang diikuti dengan sanksi atas pelanggaran ketentuan perpajakan

    daerah, serta (4) memperbaiki pengelolaan pendapatan pajak daerah dan retribusi daerah,

    sehingga dapat memberikan keadilan dan meningkatkan kualitas penggunaan dana yang dipungut

    dari masyarakat.

    Upaya peningkatan PAD tidak semata-mata ditujukan untuk meningkatkan porsi PAD

    dalam APBD, tetapi lebih ditujukan untuk optimalisasi penerimaan PAD tanpa menimbulkan

    dampak negatif bagi iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi di daerah. Melalui pengaturan

    dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 diharapkan dapat memberikan ruang gerak yang lebih fleksibel

    bagi daerah untuk melakukan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah sesuai potensi dan

    kondisi masingmasing daerah, dengan tetap menjaga iklim investasi yang kondusif agar daya

    saing antar daerah dapat ditingkatkan.

    SINERGI ANTARA PUSAT DAERAH DAN ANTAR DAERAH DALAM PEMBANGUNAN DAN

    PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DAN DESENTRALISASI FISKAL

    Dalam kurun waktu sepuluh tahun pertama pelaksanaan otonomi daerah dan

    desentralisasi fiskal di Indonesia, telah terjadi perubahan yang cukup signifikan dalam memahami

    pengertian otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Diawali dengan penyerahan sebagian besar

    urusan pemerintahan yang diikuti dengan desentralisasi fiskal, dalam beberapa tahun terakhir

    Indonesia telah melaksanakan desentralisasi politik, yang antara lain diwujudkan dengan

    pemilihan kepada daerah secara langsung. Selain desentralisasi politik, desentralisasi ekonomi

    diwujudkan pula dengan memberikan keleluasaan kepada daerah untuk melaksanakan

    pembangunan sesuai dengan potensi, kondisi, dan karakteristik daerah. Pengalaman di

    negaranegara lain menunjukkan bahwa untuk mewujudkan otonomi daerah yang luas, nyata, danbertanggung jawab diperlukan waktu yang relatif lama dan menuntut konsistensi serta upaya

    penyempurnaan kebijakan yang terus menerus. Hal yang sangat penting adalah perlunya

    pemahaman dan kesamaan pandang oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, pelaku ekonomi, dan

    masyarakat luas atas berbagai masalah dan kendala yang

    dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.

    Upaya yang terus dilakukan oleh Pemerintah, terutama dalam hal sinergi pelaksanaan

    otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, dapat ditunjukkan melalui pengembangan strategi

    pembangunan untuk semua (development for all). Dalam pengembangan strategi

  • 7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal

    21/24

    DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 21

    pengembangan tersebut terdapat 6 (enam) strategi yang dikembangkan, yaitu (i) strategi

    pembangunan yang inklusif melalui pembangunan sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka

    Panjang (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), serta

    penyelarasan antara RPJMN dengan RPJM Daerah (RPJMD); (ii) pembangunan berdimensi

    kewilayahan, dimana daerah difokuskan sebagai pusat pertumbuhan; (iii) penciptaan integrasi

    ekonomi nasional dalam era globalisasi melalui optimalisasi peluang dan menghindari efek negatif

    yang mungkin ditimbulkan; (iv) keserasian dan keseimbangan antara pertumbuhan dan

    pemerataan yang disertai keadilan (growth with equity) melalui triple track strategy; (v)

    pembangunan yang menitikberatkan pada kemajuan kualitas manusia melalui pembangunan

    aspek pendidikan, kesehatan, pendapatan, dan lingkungan kehidupan; dan (vi) pengembangan

    ekonomi lokal melalui penguatan keterkaitan antar daerah dengan meningkatkan kualitas dan

    kuantitas infrastruktur, keterkaitan fungsional antara industri hulu dan hilir, serta menghilangkan

    hambatan perdagangan antar daerah.

    Dengan demikian, strategi pembangunan untuk semua yang dibangun dalam rangka

    sinergi antara pembangunan nasional dan daerah diarahkan tidak saja untuk meningkatkan

    pertumbuhan ekonomi daerah, akan tetapi juga ditekankan kepada perwujudan pembangunan

    ekonomi daerah. Untuk itu, kebijakan ekonomi daerah kedepan diarahkan untuk : (i) melakukan

    pemulihan ekonomi melalui program-program pro-rakyat, terutama di bidang pendidikan,

    kesehatan, dan infrastruktur dasar; (ii) menciptakan kesempatan kerja dan mengurangi

    pengangguran; (iii) menurunkan inflasi untuk meningkatkan daya beli; (iv) mendorong peningkatan

    kegiatan investasi dan perdagangan; dan (v) menjaga ketahanan pangan dan energi. Arah

    kebijakan ekonomi daerah merupakan bagian dari prioritas nasional dalam RPJMN tahun 2010

    sampai dengan 2014 dalam rangka sinergi antara Pusat-Daerah dan antar Daerah.

    Sementara itu, upaya sinergi antara Pusat-Daerah dan antar Daerah dalam kebijakan otonomi

    daerah dan desentralisasi fiskal juga terus diupayakan melalui harmonisasi peraturan antara

    Pusat dan Daerah, serta koordinasi dalam proses pengambilan kebijakan otonomi daerah dan

    desentralisasi fiskal. Sinergi yang lebih nyata untuk mengoptimalkan peran gubernur dalampembangunan daerah dapat diwujudkan dalam penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas

    pembantuan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 tahun 2008 tentang

    Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan yang dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri

    Keuangan (PMK) Nomor 156 Tahun 2008, Pemerintah (melalui Kementerian/Lembaga) dapat

    melimpahkan sebagian urusan pemerintahan (di luar 6 urusan yang menjadi kewenangan

    Pemerintah) yang menjadi kewenangan Pemerintah di daerah kepada gubernur sebagai wakil

    Pemerintah di daerah untuk penyelenggaraan dekonsentrasi, dan memberikan penugasan kepada

    daerah (provinsi/kabupaten/kota dan/atau desa) untuk penyelenggaraan tugas pembantuan.

  • 7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal

    22/24

    DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 22

    Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang dilimpahkan oleh Pemerintah,

    gubernur sebagai wakil Pemerintah dapat melakukan sinkronisasi dengan penyelenggaraan

    urusan pemerintahan daerah, penyiapan perangkat daerah yang akan melaksanakan program

    dan kegiatan dekonsentrasi, dan koordinasi, pengendalian, pembinaan, pengawasan, dan

    pelaporan pelaksanaan dekonsentrasi. Disamping itu, dalam PP No. 19 tahun 2010 tentang Tata

    Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang, serta Kedudukan Keuangan Gubernur sebagai Wakil

    Pemerintah di Wilayah Provinsi, gubernur juga memiliki peranan untuk melakukan koordinasi

    pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan di daerah provinsi dan

    kabupaten/kota.

    Dalam hubungan keuangan antara Pusat dan Daerah, selain perlu peningkatan sinergi

    dalam pelaksanaan asas dekonsentrasi dan tugas pembantuan, perlu pula mulai ditingkatkan

    sinergi dalam pelaksanaan asas desentralisasi. Sinergi yang telah dilakukan adalah pengumpulan

    data dasar untuk Alokasi Dasar DAU berupa daftar gaji pegawai daerah. Kegiatan tersebut

    dilaksanakan secara koordinatif antara Kementerian Keuangan c.q. DJPK, Kementerian Dalam

    Negeri c.q. Ditjen BAKD, dan Biro Keuangan Provinsi dengan menghadirkan semua

    kabupaten/kota dalam wilayah provinsi yang bersangkutan bertempat di ibukota provinsi. Kegiatan

    sinergis ini dalam beberapa tahun terakhir telah menghasilkan data dasar Alokasi Dasar DAU

    lebih akurat karena diambil langsung dari sumbernya.

    Pola sinergi tersebut perlu dikembangkan untuk penyediaan data dasar Kebutuhan Fiskal

    DAU agar keseimbangan data antar daerah dalam satu provinsi dapat dijamin kewajarannya.

    Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai institusi penyediaan data dasar Kebutuhan Fiskal dalam

    melaksanakan tugasnya menggunakan Kantor Statistik yang tersebar hampir diseluruh

    kabupaten/kota. Kantor Statistik menyediakan data meliputi jumlah penduduk, indeks

    pembangunan manusia (IPM), indeks kemahalan konstruksi (IKK), dan product domestic regional

    bruto (PDRB). Untuk mengurangi perbedaan persepsi daerah terhadap data yang disediakan

    Kantor Statistik dengan data yang diyakini daerah, Gubernur sebagai Wakil pemerintah Pusat di

    daerah dapat mengkoordinasikan Kantor Statistik provinsi/kabupaten/kota untuk melakukanreview data sebelum Kantor BPS provinsi/kabupaten/Kota menyampaikan data ke BPS.

    Koordinasi ini akan meningkatkan kualitas data dasar Kebutuhan Fiskal DAU, terutama dalam

    mengukur kewajaran data antara kabupaten/kota dalam satu provinsi, disamping meningkatkan

    kapasitas provinsi dalam penyediaan data untuk keperluan Pemerintah.

    Hal yang sama dapat diterapkan dalam penyediaan data luas wilayah. Permasalahan luas

    wilayah yang terjadi akhir-akhir ini, antara lain ketidakpuasan Kabupaten Paniai karena penurunan

    data luas wilayah, demikian juga tertukarnya data luas wilayah antara Kabupaten Halmahera

    Selatan dan Halmahera Timur adalah bukti dari kurangnya koordinasi dalam penyediaan data luas

  • 7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal

    23/24

    DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 23

    wilayah. Gubernur dapat bekerjasana dengan Kementerian Dalam Negeri c.q. Ditjen

    Pemerintahan Umum (DJPUM) untuk membantu pencapaian akurasi data luas wilayah, dengan

    cara mensosialisasikan, membahas, mereview data luas wilayah sebelum disampaikan ke

    Kementerian Keuangan untuk digunakan dalam perhitungan Kebutuhan Fiskal daerah.

    Dalam hubungannya dengan Dana Bagi Hasil (DBH), selama ini penyediaan data DBH

    Pajak dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Pajak, baik mengenai

    perkiraan maupun realisasinya. Dalam hal DBH SDA, data perkiraan disediakan oleh kementerian

    terkait, sedangkan data realisasinya disediakan berdasarkan rekonsiliasi data realisasi PNBP

    yang tercatat dalam pembukuan Kas Negara dengan data yang dimiliki oleh daerah. Gubernur

    dapat melakukan koordinasi DBH SDA dalam hal data realisasi penyetoran PNBP yang dimiliki

    oleh daerah. Kegiatan koordinatif ini dimaksudkan untuk meningkatkan transparansi dan

    akuntabilitas dalam penyaluran DBH SDA. Koordinasi tersebut dapat dilaksanakan dengan

    mengupayakan agar daerah mendapatkan data setoran PNBP yang dilakukan oleh

    kontraktor/investor sumber daya alam.

    Terkait dengan data untuk perhitungan Dana Alokasi Khusus (DAK) selama ini belum ada

    koordinasi antara kabupaten/kota dengan provinsi, masing-masing daerah menyampaikan secara

    sendiri-sendiri data teknis berupa infrastruktur yang perlu dibangun/direhabilitasi kepada

    kementerian terkait. Data perhitungan DAK meliputi Kemampuan Keuangan Daerah (KKD) yang

    disediakan oleh Kementerian Keuangan dari data yang telah digunakan untuk perhitungan DAU.

    Data kondisi wilayah disediakan oleh kementerian tertentu, antara lain data daerah tertinggal oleh

    Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal dan data daerah perbatasan dengan negara lain

    oleh Kementerian Dalam Negeri. Selanjutnya data infrastruktur yang akan dibangun/direhabilitasi

    dapat dikoordinasikan oleh gubernur untuk meningkatkan kualitas data dan meningkatkan

    kapasitas provinsi untuk turut memantau kebutuhan infrastruktur di masing-masing daerah yang

    akan didanai dari DAK, sekaligus meningkatkan kepercayaan daerah terhadap validitas data

    infrastruktur daerah.

    Untuk mendapatkan gambaran secara lebih mendetail atas pelaksanaan desentralisasi

    fiskal tahun 2010 dan mendapatkan intisari sinergi Pusat-Daerah dan antar Daerah dalam

    desentralisasi fiskal, Pelengkap Buku Pegangan Penyelenggaraan Pemerintahan dan

    Pembangunan Daerah Tahun 2010 ini akan memaparkan mengenai arah pelaksanaan kebijakan

    desentralisasi fiskal di Indonesia, pengelolaan keuangan daerah, kendala-kendala yang dihadapi,

    serta berbagai kebijakan Pemerintah yang mendasari pelaksanaan kebijakan desentralisasi fiskal

    di Indonesia. Buku ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi semua pemangku kebijakan, baik

    Pemerintah dan Pemerintah Daerah, pelaku ekonomi dan masyarakat dalam melaksanakan

    kebijakan desentralisasi

  • 7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal

    24/24

    fiskal di Indonesia, khususnya pengelolaan keuangan di daerah yang transparan dan akuntabel

    untuk meningkatkan pelayanan publik sesuai agenda pro-rakyat yaitu progrowth, pro-job, dan pro-

    poor.5

    Soal-soal Latihan :

    1. Apa yang melatarbelakangi lahirnya Otonomi Daerah, menurut Saudara ?

    2. Dalam menerapkan Otonomi Daerah perlu memperhatikan beberapa prinsip, sebutkan prinsip-

    prinsip pemberian Otonomi Daerahtersebut !

    3. Pelaksanaan Otda akan berjalan dengan baik apabila elemen-elemen Otda bisa tesedia

    dengan memadai. Elemen-elemen tersebut adalah ?

    4. Dalam rangka mewujudkan pembanguna ekonomi daerah yang lebih baik, maka

    pembangunan ekonomi daerah diarahkan kepada hal-hal apa saja ?

    5. Sebutkan bentuk-bentuk desentralisasi fiscal !

    6. Terdapat empat pilar (Buildings Block) dalam desentralisasi fiscal yaitu ?

    7. Hal-hal yang menjadi hambatan dalam desentralisasi fiscal diantaranya ?

    8. Beberapa kendala dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah ?

    9. Sebutkan jenis kewenangan yang dimikiki oleh pusat dan daerah !

    10. Bagaimana upaya untuk mensinergikan antara kebijakan fiscal pusat dan daerah, jelaskan!

    5Pelengkap Buku Pegangan Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah 2010 (Sinergi Pusat dan

    Daerah dalam perspektif Desentralisasi Fiskal), DJPK Kementerian Keuangan, 2010