Desain kurikulum
Click here to load reader
-
Upload
mega-pratiwi -
Category
Education
-
view
2.812 -
download
3
Transcript of Desain kurikulum
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Permasalahan
Manusia dengan potensi akal yang dimiliki adalah pembeda yang jelas
dengan makhluk yang lain di muka bumi ini, kemampuan ini memberikan
arah bagi manusia untuk melakukan sesuatu secara sempurna. Perkembangan
manusia akan berjalan dengan baik jika dilakukan dengan pendidikan yang
terarah (formal), walau bisa mendapat pengetahuan tanpa pendidikan
seseorang akan tetap mengalami perkembangan tetapi tidak maksimal pada
target yang akan dicapai. Dalam proses belajar dan pembelajaran pada
umumnya materi pembelajaran diupayakan berorientasi pada head, heart dan
hand, yaitu berkaitan dengan pengetahuan, sikap/nilai dan keterampilan.
Namun masih diperlukan faktor kesehatan (healt) sehingga akan dimiliki
empat H, yaitu: pertama, Head kedua, Hand, ketiga Heart, keempat Helth.
Dengan kerangka pemikiran tersebut, maka perlu diperhatikan yaitu
ketika ide-ide pengembangan kurikulum terlembagakan dalam sebuah
dokumen kurikulum yang pada akhirnya harus diimplementasikan, maka guru
disini akan menjadi ujung tombak keberhasilan implementasi kurikulum.
Oleh karena itu perhatian hendaknya diletakkan pada desain kurikulum dalam
proses pembelajaran, adalah satu hal yang perlu ditanggapi secara serius.
Dengan demikian desain kurikulum yang akan datang harus
mempertimbangkan hal sebagai berikut; pertama adanya kesesuaian antara
kurikulum dengan kebutuhan masyarakat dan kondisi alamnya, kedua
pengembangan kurikulum disesuaikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi, ketiga kurikulum harus berisikan nilai-nilai yang dianut oleh
masyarakat dan disesuaikan dengan budaya nasional dan budaya daerah
masing-masing, keempat kurikulum harus mampu mengantisipasi perubahan
sosial dalam masyarakat. Dan yang terakhir, kelima bahwa kurikulum harus
1
memuat nilai-nilai agama yang sesuai dengan peserta didik, sehingga
terwujud generasi yang memiliki kapabelitas Iptek dan Imtaq yang paripurna.
1.2 Rumusan dan Pertanyaan
1. Apa yang dimaksud dengan desain kurikulum?
2. Apa sajakah prinsip – prinsip desain kurikulum?
3. Apa sajakah bentuk – bentuk desain kurikulum?
1.3 Tujuan dan Manfaat Pembahasan
1. Untuk mengetahui pengertian desain kurikulum.
2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip desain kurikulum.
3. Untuk mengetahui bentuk-bentuk desain kurikulum.
1.4 Metode Pembahasan
Kami menggunakan metode studi literatur, yaitu mengumpulkan
bahan-bahan dari berbagai sumber sebagai referensi untuk melengkapi
pembahasan yang disajikan. Berbagai sumber referensi tersebut berasal dari
internet maupun buku-buku yang relevan, diantaranya berisi tinjauan teoritis
yang dihubungkan melalui perumusan masalah kemudian dikembangkan
sesuai dengan pemikiran penyusun. Lalu kami menggunakan metode yang
bersifat membandingkan beberapa teori dan menggabungkan beberapa teori
agar dapat diluruskan saat proses diskusi berlangsung.
2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Pengertian Desain Kurikulum
Ada beberapa Pengertian Desain Kurikulum menurut para ahli,
diantaranya adalah :
1) Menurut Oemar Hamalik (1993), pengertian desain adalah suatu
petunjuk yang memberi dasar, arah, tujuan dan teknik yang ditempuh
dalam memulai dan melaksanakan kegiatan.
2) Menurut McNeil (1990), desain kurikulum ini berfungsi untuk
mengembangkan proses kognitif atau pengembangankemampuan berfikir
siswa melalui latihan menggunakan gagasan dan melakukan
proses penelitian ilmiah
3) Menurut Longstrteet (1993), Desain kurikulum ini merupakan desain
kurikulum yang berpusat pada pengetahuan (the knowledge centered
design) yang dirancang berdasarkan struktur disiplin ilmu, oleh karena
itu model desain ini dinamakan juga model kurikulum subjek akademis
yang penekanannya diarahkan untuk pengembangan intelektual siswa.
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Desain
Kurikulum merupakan suatu pengorganisasian tujuan, isi, serta proses
belajar yang diikuti siswa pada berbagai tahap perkembangan
pendidikan. Dalam desain kurikulum akan tergambar unsur – unsur dari
kurikulum, hubungan antara satu unsur dengan unsur lainnya, prinsip –
prinsip pengorganisasian, serta hal – hal yang diperlukan dalam
pelaksanaannya.
3
2.2 Prinsip – prinsip Kurikulum
Saylor (Hamalik:2007) mengajukan delapan prinsip ketika akan
mendesain kurikulum, prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1) Desain kurikulum harus memudahkan dan mendorong seleksi serta
pengembangan semua jenis pengalaman belajar yang esensial bagi
pencapaian prestasi belajar, sesuai dengan hasil yang diharapkan.
2) Desain memuat berbagai pengalaman belajar yang bermakna dalam
rangka merealisasikan tujuan–tujuan pendidikan, khususnya bagi
kelompok siswa yang belajar dengan bimbingan guru;
3) Desain harus memungkinkan dan menyediakan peluang bagi guru untuk
menggunakan prinsip-prinsip belajar dalam memilih, membimbing, dan
mengembangkan berbagai kegiatan belajar di sekolah;
4) Desain harus memungkinkan guru untuk menyesuaikan pengalaman
dengan kebutuhan, kapasitas, dan tingkat kematangan siswa
5) Desain harus mendorong guru mempertimbangkan berbagai pengalaman
belajar anak yang diperoleh diluar sekolah dan mengaitkannya dengan
kegiatan belajar di sekolah;
6) Desain harus menyediakan pengalaman belajar yang berkesinambungan,
agar kegiatan belajar siswa berkembang sejalan dengan pengalaman
terdahulu dan terus berlanjut pada pengalaman berikutnya;
7) Kurikulum harus di desain agar dapat membantu siswa mengembangkan
watak, kepribadian, pengalaman, dan nilai-nilai demokrasi yang
menjiwai kultur;
8) Desain kurikulum harus realistis, layak, dan dapat diterima.
2.3 Bentuk-Bentuk Kurikulum
1) Subject Centered Design
Subject centered design curriculum merupakan bentuk desain yang
paling popular, paling tua dan paling banyak digunakan. Dalam subject
centered design, kurikulum di pusatkan pada isi atau materi yang akan
4
diajarkan. Kurikulum tersusun atas sejumlah mata-mata pelajaran, dan
mata-mata pelajaran tersebut diajarkan secara terpisah-pisah. Karena
terpisah-pisahnya itu maka kurikulum ini disebut juga separated subject
curriculum. Subject centered design berkembang dari konsep pendidikan
klasik yang menekankan pengetahuan, nilai-nilai dan warisan budaya masa
lalu, dan berupaya untuk mewariskannya kepada generasi berikutnya.
Karena mengutamakan isi atau bahan ajar atau subject matter tersebut,
maka desain kurikulum ini disebut juga subject academic curriculum.
Model design curriculum ini mempunyai beberapa kelebihan dan
kekurangan.
Beberapa kelebihan dari model desain kurikulum ini adalah:
1. Mudah disusun, dilaksanakan, dievaluasi, dan disempurnaka,
2. Para pengajarnya tidak perlu disiapkan khusus, asal menguasai ilmu atau
bahan yang diajarkan sering dipandang sudah dapat menyampaikannya.
Beberapa kritik yang juga merupakan kekurangan model desain ini, adalah:
1. Karena pengetahuan diberikan secara terpisah-pisah, hal itu bertentangan
dengan kenyataan, sebab dalam kenyataan pengetahuan itu merupakan
satu kesatuan,
2. Karena mengutamakan bahan ajar maka peran peserta didik sangat pasif,
3. Pengajaran lebih menekankan pengetahuan dan kehidupan masa lalu,
dengan demikian pengajaran lebih bersifat verbalistis dan kurang praktis.
Atas dasar tersebut, para pengkritik menyarankan perbaikan ke arah yang
lebih terintegrasi, praktis, dan bermakna serta memberikan peran yang
lebih aktif kepada siswa.
o Ada tiga bentuk Subject centered design yaitu:
1. The Subject Design
The subject design curriculum merupakan bentuk desain yang paling
murni dari subject centered design. Materi pelajaran disajikan secara terpisah-
5
pisah dalam bentuk mata-mata pelajaran. Model desain ini telah ada sejak lama.
Orang-orang Yunani dan kemudian Romawi mengembangkan Trivium dan
Quadrivium. Trivium meliputi gramatika, logika, dan retorika, sedangkan
Quadrivium meliputi matematika, geometri, astronomi, dan musik. Pada saat itu
pendidikan tidak diarahkan pada mencari nafkah, tetapi pada pembentukan pribadi
dan status social (Liberal Art). Pendidikan hanya diperuntukkan bagi anak-anak
golongan bangsawan yang tidak usah berkerja mencari nafkah.
Pada abad 19 pendidikan tidak lagi diarahkan pada pendidikan umum
(Liberal Art), tetapi pada pendidikan yang lebih yang bersifst praktis. Berkenaan
dengan mata pencaharian (pendidikan vokasional). Pada saat itu mulai
berkembang mata-mata pelajaran fisika, kimia, biologi, bahasa yang masih
bersifat teoretis, juga berkembang mata-mata pelajaran praktis seperti
pertanian ,ekonomi, tata buku, kesejahteraan keluarga, keterampilan dan lain-lain.
Isi pelajaran diambil dari pengetahuan, dan nilai-nilai yang telah ditemukan oleh
ahli-ahli sebelumnya. Para siswa dituntut untuk mengetahui semua pengetahuan
yang diberikan, apakah mereka menyenangi atau tidak, membutuhkannya atau
tidak. Karena pelajaran-pelajaran tersebut diberikannya secara terpisah-pisah,
maka siswa mengetahuinya pun terpisah-pisah pula. Tidak jarang siswa
menguasai bahan hanya pada tahap hafalan, bahan dikuasai secara verbalistis.
Lebih rinci kelemahan-kelemahan bentuk kurikulum ini adalah:
1) Kurikulum memberikan pengetahuan terpisah-pisah, satu terlepas dari yang
lainnya.
2) Isi kurikulum diambil dari masa lalu, terlepas dari kejadian-kejadian yang
hangat, yang sedang berlangsung saat sekarang.
3) Kurikulum ini kurang memperhatikan minat, kebutuhan dan pengalaman
para perserta didik.
6
4) Isi kurikulum disusun berdasarkan sistematika ilmu sering menimbulkan
kesukaran di dalam mempelajari dan menggunakannya.
5) Kurikulum lebih mengutamakan isi dan kurang memperhatikan cara
penyampain. Cara penyampaian utama adalah ekspositori yang meyebabkan
peranan siswa pasif.
Meskipun ada kelemahan-kelemahan di atas, bentuk desain kurikulum ini
mempunyai beberapa kelebihan. Karena kelebihan-kelebihan tersebut bentuk
kurikulum ini lebih banyak dipakai.
1) Karena materi pelajaran diambil dari ilmu yang sudah tersusun secara
sitematis logis, maka penyusunannya cukup mudah.
2) Bentuk ini sudah dikenal lama, baik oleh guru-guru maupun orang tua,
sehingga lebih mudah untuk dilaksanakan.
3) Bentuk ini memudahkan para perserta didik untuk mengikuti pendidikan di
perguruan tinggi, sebab pada perguruan tinggi umumnya digunakan bentuk ini.
4) Bentuk ini dapat dilaksanakan secara efisien, karena metode utamanya
adalah metode ekspositori yang dikenal tingkat efisiennya cukup tinggi.
5) Bentuk ini sangat ampuh sebagai alat untuk melestarikan dan mewariskan
warisan budaya masa lalu.
7
1. The Disciplines Design
Bentuk ini merupakan pengembangan dari subject design, keduanya masih
menekankan kepada isi atau materi kurikulum. Walaupun bertolak dari hal yang
sama tetapi antara keduanya terdapat perbedaan. Pada Subject design belum ada
kriteria yang tegas tentang apa yang disebut subject (ilmu). Belum ada perbedaan
antara matematika, psikologi dengan teknik atau cara mengemudi, semuanya
disebut subject. Pada disciplines design criteria tersebut telah tegas, yang
membedakan apakah suatu pengetahuan itu ilmu atau subject dan bukan adalah
batang tubuh keilmuannya. Batang tubuh keilmuan menentukan apakah suatu
bahan pelajaran itu disiplin ilmu atau bukan. Untuk menegaskan hal itu mereka
menggunakan istilah disiplin.
Isi kurikulum yang diberikan di sekolah adalah disiplin-disiplin ilmu.
Menurut pandangan ini sekolah adalah mikrokosmos dari dunia intelek, batu
pertama dari hal itu adalah isi dari kurikulum. Para pengembang kurikulum dari
aliran ini berpegang teguh pada disiplin-disiplin ilmu seperti: fisika, biologi,
psikologi, sosiologi, dan sebagainya.
Perbedaan lain adalah dalam tingkat penguasaan, disciplines design tidak
seperti subject design yang menekankan penguasaan fakta-fakta dan informasi
tetapi pada pemahaman (understanding). Para peserta didik didorong untuk
memahami logika atau struktur dasar suatu disiplin, memahami konsep-konsep,
ide-ide dan prinsip-prinsip penting, juga didorong untuk memahami cara mencari
dan menemukannya (modes of inquiry and discovery). Hanya dengan menguasai
hal-hal itu, kata mereka, peserta didik akan memahami masalah dan mampu
melihat hubungan berbagai fenomena baru.
Proses belajarnya tidak lagi menggunakan pendekatan ekspositori yang
menyebabkan peserta didik lebih banyak pasif, tetapi mengunakan pendekatan
inkuiri dan diskaveri. Disciplines design sudah mengintegrasikan unsure-unsur
progresifisme dari Dewey. Bentuk ini memiliki beberapa kelebihan dibandingkan
8
dengan subject design. Pertama, kurikulum ini bukan hanya memiliki organisasi
yang sistematik dan efektif tetapi juga dapat memelihara integritas intelektual
pengetahuan manusia. Kedua, peserta didik tidak hanya menguasai serentetan
fakta, prinsip hasil hafalan tetapi menguasai konsep, hubungan dan proses-proses
intelektual yang berkembang pada siswa.
Meskipun telah menunjukkan beberapa kelebihan bentuk, desain ini masih
memiliki beberapa kelemahan. Pertama, belum dapat memberikan pengetahuan
yang terintegrasi. Kedua, belum mampu mengintegrasikan sekolah dengan
masyarakat atau kehidupan. Ketiga, belum bertolak dari minat dan kebutuhan atau
pengalaman peserta didik. Keempat, susunan kurikulum belum efesien baik untuk
kegiatan belajar maupun untuk penggunaannya. Kelima, meskipun sudah lebih
luas dibndingkan dengan subject design tetapi secara akademis dan intelektual
masih cukup sempit.
1. The Broad Fields Design
Baik subject design maupun disciplines design masih menunjukkan
adanya pemisahan antara mata pelajaran. Salah satu usaha untuk menghilangkan
pemisahan tersebut adalah mengembangkan the board fields design. Dalam model
ini mereka menyatukan beberapa mata pelajaran yang berdekatan atau
berhubungan menjadi satu bidang studi seperti sejarah, geografi, dan ekonomi
digabung menjadi ilmu pengetahuan social, aljabar, ilmu ukur, dan berhitung
menjadi matematika, dan sebagainya.
Tujuan pengembangan kurikulum broad field adalah menyiapkan para
siswa yang dewasa ini hidup dalam dunia informasi yang sifatnya spesialitis,
dengan pemahaman yang bersifat menyeluruh. Bentuk kurikulum ini banyak
digunakan di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, di sekolah menengah
atas penggunaannya agak terbatas apalagi diperguruan tinggi sedikit sekali.
9
Ada dua kelebihan penggunaan kurikulum ini. Pertama, karena dasarnya
bahan yang terpisah-pisah, walaupun sudah terjadi penyatuan beberapa mata
kuliah masih memungkinkan penyusunan warisan-warisan budaya secara
sistematis dan teratur. Kedua, karena mengintegrasikan beberapa mata kuliah
memungkinkan peserta didik melihat hubungan antara berbagai hal.
Di samping kelebihan tersebut, ada beberapa kelemahan model kurikulum
ini. Pertama kemampuan guru, untuk tingkat sekolah dasar guru mampu menguasi
bidang yang luas, tetapi untuk tingkat yang lebih tinggi, apalagi diperguruan
tinggi sukar sekali. Kedua, karena bidang yang dipelajari itu luas, maka tidak
dapat diberikan secara mendetil, yang diajarkan hanya permukaannya saja.
Ketiga, pengintegrasian bahan ajar terbatas sekali, tidak menggambarkan
kenyataan, tidak memberikan pengalaman yang sesungguhnya bagi siswa, dengan
demikian kurang membangkitkan minat belajar. Keempat, meskipun kadarnya
lebih rendah dibandingkan dengan subject design, tetapi model ini tetap
menekankan tujuan penguasaan bahan dan informasi. Kurang menekankan proses
pencapaian tujuan yang sifatnya afektif dan kognitif tingkat tinggi.
2. Learner-Centered Design
Sebagai reaksi sekaligus penyempurnaan terhadap beberapa kelemahan
subject centered design berkembang learner centered design. Desain ini berbeda
dengan subject centered, yang bertolak dari cita-cita untuk melestarikan dan
mewariskan budaya, dan karena itu mereka mengutamakan peranan isi dari
kurikulum.
Learner centered, memberi tempat utama kepada peserta didik. Di dalam
pendidikan atau pengajaran yang belajar dan berkembang adalah perserta didik
sendiri. Guru atau pendidik hanya berperan menciptakan situasi belajar-mengajar,
mendorong dan memberikan bimbingan sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Peserta didik bukanlah tiada daya, dia adalah suatu organisme yang punya potensi
untuk berbuat, berprilaku, belajar dan juga berkembang sendiri. Learned centered
10
design bersumber dari konsep Rousseau tentang pendidikan alam, menekankan
perkembangan peserta didik. Pengorganisasian kurikulum didasarkan atas minat,
kebutuhan dan tujuan peserta didik.
Ada dua ciri utama yang membedakan desain model learner centered dengan
subject centered.
- Learner centered design mengembangkan kurikulum dengan bertolak dari
peserta didik dan bukan dari isi. Kedua, learner centered bersifat not-preplanned
(kurikulum tidak diorganisasikan sebelumnya) tetapi dikembangkan bersama
antara guru dengan siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas pendidikan.
Organisasi kurikulum didasarkan atas masalah-masalah atau topik-topik yang
menarik perhatian dan dibutuhkan peserta didik dan sekuensnya disesuaikan
tingkat perkembangan mereka.
Ada beberapa variasi model ini salah satunya yaitu the activity atau experience
design.
The Activity atau Experience Design
Model desain ini berawal pada abad 18, atas hasil karya dari Rousseau dan
Pestalozzi, yang berkembang pesat pada tahun 1920/1930-an pada masa kejayaan
pendidikan progresif.
Berikut beberapa ciri utama activity atau experience design. Pertama,
struktur kurikulum ditentukan oleh kebutuhan dan minat peserta didik. Dalam
mengimplementasikan ciri ini guru hendaknya:
1) Menemukan minat dan kebutuhan peserta didik,
2) Membantu para siswa memlih mana yang paling penting dan urgen. Hal ini
cukup sulit, sebab harus dapat dibedakan mana minat dan kebutuhan yang
11
sesungguhnya dan mana yang hanya angan-angan. Untuk itu guru harus
menguasai benar perkembangan dan karakteristik peserta didik.
- Karena struktur kurikulum didasarkan atas minat dan kebutuhan peserta
didik, maka kurikulum tidak dapat disusun jadi sebelumnya, tetapi disusun
bersama oleh guru dengan para siswa. Demikian juga tujuan yang akan dicapai,
sumber-sumber belajar, kegiatan belajar dan prosedur evaluasi, dirumuskan
bersama siswa. Istilah yang mereka gunakan adalah teacher –student planning.
- Ketiga, desain kurikulum tersebut menekankan prosedur pemecahan
masalah. Di dalam proses menemukan minatnya perserta didik menghadapi
hambatan atau kesulitan-kesulitan tertentu yang harus diatasi. Kesulitan-kesulitan
tersebut menunjukkan problema nyata yang dihadapi perserta didik. Dalam
menghadapi dan mengatasi masalah-masalah tersebut, peserta didik melakukan
proses belajar yang nyata, sungguh-sungguh bermakna, hidup dan relevan dengan
kehidupannya. Berbeda dengan subject design yang menekankan isi, activity
design lebih mengutamakan proses (keterampilan memecahkan masalah).
Ada beberapa kelebihan dari desain kurikulum ini, Pertama, karena
kegiatan pendidikan didasarkan atas kebutuhan dan minat peserta didik, maka
motivasi belajar bersifat intrinsik dan tidak perlu dirangsang dari luar. Fakta-fakta,
konsep, keterampilan dan proses pemecahan dipelajari peserta didik karena hal itu
mereka perlukan. Jadi belajar benar-benar relevan dan bermakna. Kedua,
pengajaran memperhatikan perbedaan individual. Mereka turut dalam kegiatan
belajar kelompok karena membutuhkannya, demikian juga kalau mereka
melakukan kegiatan individual. Ketiga, kegiatan-kegiatan pemecahan masalah
memberikan bekal kecakapan dan pengetahuan untuk menghadapi kehidupan di
luar sekolah.
12
Beberapa kritik yang menunjukkan kelemahan dilontarkan terhadap model desain
kurikulum ini diantaranya:
1) Penekanan pada minat dan kebutuhan peserta didik belum tentu cocok dan
memadai untuk menghadapi kenyataan dalam kehidupan. Kehidupan dunia
modern sangat kompleks, peserta didik belum tentu mampu melihat dan
merasakan kebutuhan-kebutuhan esensial.
2) Kalau kurikulum hanya menekankan minat dan kebutuhan peserta didik,
dasar apa yang digunkan untuk menyusun struktur kurikulum. Kurikulum tidak
mempunyai pola dan struktur. Kedua kritik ini tidak semuanya benar, sebab
beberapa tokoh activity design telah mengembangkan stuktur ini. Dewey dalam
sekolah loboratoriumnya menyusun struktur disekitar kebutuhan manusia,
kebutuhan social, kebutuhan untuk membangun, kebutuhan untuk meneliti dan
bereksperimen dan kebutuhan untuk berekspresi dan keindahan.
3) Activity design curriculum sangat lemah dalam kontinuitas dan sekuens
bahan. Dasar minat peserta didik tidak memberikan landasan yang kuat untuk
menyusun sekuens, sebab minat mudah sekali berubah karena pengaruh
perkembangan, kematangan dan factor-faktor lingkungan. Beberapa usaha telah
dilakukan untuk mengatasi kelemahan ketiga ini:
Usaha untuk menemukan sekuens perkembangan kemampuan mental peserta
didik, seperti perkembangan kemampuan kognitif dari Piaget,
Penelitian tentang pusat-pusat minat yang lebih terinci dijadikan dasar
penyusunan sekuens kurikulum.
Kritik terhadap model desain kurikulum ini dikatakan tidak dapat dilakukan
oleh guru biasa. Kurikulum ini menuntut guru ahli general education plus ahli
psikologi perkembangan dan human relation. Model desain ini sulit
menemukan buku-buku sumber, karena buku yang ada disusun berdasarkan
subject atau discipline design. Kesulitan lain adalah apabila peserta didik akan
13
melanjutkan studi ke perguruan tinggi, sebab di perguruan tinggi digunakan
model subject atau discipline design.
3. Problem Centered Design
Problem centered design berpangkal pada filsafat yang mengutamakan
peranan manusia (man centered). Berbeda dengan learner centered yang
mengutamakan manusia atau peserta didik secara individual, problem centered
design menekankan manusia dalam kesatuan kelompok yaitu kesejahteraan
masyarakat.
Konsep pendidikan para pengembang model kurikulum ini berangkat dari
asumsi bahwa manusia sebagai makhluk social selalu hidup bersama. Dalam
kehidupan bersama ini manusia menghadapi masalah-masalah bersama yang
harus dipecahkan bersama pula. Mereka berinteraksi, berkooperasi dalam
memecahkan masalah-masalh social yang mereka hadapi untuk meneingkatkan
kehidupan mereka.
Konsep-konsep ini menjadi landasan pula dalam pendidikan dan
pengembangan kurikulum. Berbeda dengan learner centered, kurikulum mereka
disusun sebelumnya (preplanned). Isi kurikulum berupa masalah-masalah social
yang dihadapi peserta didik sekarang dan yang akan datang. Sekuens bahan
disusun berdasarkan kebutuhan, kepentingan dan kemampuan peserta didik.
Problem centered design menekankan pada isi maupun perkembangan peserta
didik. Minimal ada dua variasi model desain kurikulum ini, yaitu The Areas Of
Living Design, dan The Core Design.
a. The Areas Of Living Design
Perhatian terhadap bidang-bidang kehidupan sebagai dasar penyusunan
kurikulum telah dimulai oleh Hebert Spencer pada abad 19, dalam tulisan yang
berjudul What Knowledge is of most worth? Areas of living design seperti learner
centered design menekankan prosedur belajar melalui pemecahan masalah. Dalam
14
prosedur belajar ini tujuan yang bersifat proses (process objectives) dan yang
bersifat isi (content objectives) diintegrasikan. Penguasaan informasi-informasi
yang lebih bersifat pasif tetap dirangsang. Ciri lain dari model desain ini adalah
menggunakan pengalaman dan situasi-situasi nyata dari perserta didik sebagai
pembuka jalan dalam mempelajari bidang-bidang kehidupan.
Strategi yang sama juga digunakan dalam subject centered design, tetapi
pelaksanaannya mengalami kesulitan, sebab dalam desain tersebut hubungan mata
pelajaran dengan bidang dan pengalaman hidup peserta didik sangat kecil.
Sebaliknya dalam the areas of living hubungannya besar sekali. Tiap pengalaman
peserta didik sangat erat hubungannya dengan bidang-bidang kehidupan sehingga
dapat dikatakan suatu desain merangkumkan pengalaman-pengalaman social
peserta didik. Dengan demikian, desain ini sekaligus menarik minat peserta didik
dan mendekatkannya pada pemenuhan kebutuhan hidupnya dalam masyarakat.
Desain ini mempunyai beberapa kebaikan dibandingkan dengan bentuk
desain-desain lainnya. Pertama, the areas of living design merupakan the subject
matter design tetapi dalam bentuk yang terintegrasi. Pemisahan antara subject
dihilangkan oleh problem-problem kehidupan social. Kedua, karena kurikulum
diorganisasikan disekitar problem-problem peserta didik dalam kehidupan social,
maka desain ini mendorong penggunaan prosedur belajar pemecahan masalah.
Prinsip-prinsip belajar aktif dapat diterapkan dalam model desain ini. Ketiga,
menyajikan bahan ajar dalam bentuk yang relevan, yaitu untuk memecahkan
masalah-masalah dalam kehidupan. Melalui kurikulum ini para peserta didik akan
memperoleh pengetahuan, dan dapat menginternalisasi artinya, keempat desain
tersebut menyajikan bahan ajar dalam bentuk yang fungsional, sebab diarahkan
pada pemecahan masalah peserta didik, secara langsung dipraktikkan dalam
kehidupan. Lebih dari itu kurikulum ini membawa peserta didik dalam hubungan
yang lebih dekat dengan masyarakat. Kelima, motivasi belajar datang dari dalam
diri peserta didik, tidak perlu dirangsang dari luar.
15
Beberapa kritik dilontarkan dan menunjukkan kelemahan model desain ini
diantaranya:
Penentuan lingkup dan sekuens dari bidang-bidang kehidupan yang sangat
esensial (penting) sangat sukar, timbul organisasi isi kurikulum yang berbeda-
beda.
Sebagai akibat dari kesulitan pertama, maka lemahnya atau kurangnya
integritas dan kontinuitas organisasi isi kurikulum.
Desain tersebut sama sekali mengabaikan warisan budaya, padahal apa yang
telah ditemukan pada masa lalu penting untuk memahami dan memecahkan
masalah-masalah masa kini.
Karena kurikulum hanya memusatkan perhatian pada pemecahan masalah
social pada saat sekarang, ada kecenderungan untuk mengindroktrinasi peserta
didik dengan kondisi yang ada, peserta didik tidak melihat alternatif lain, baik
yang mengenai masa lau maupun masa yang akan datang, desain tersebut akan
mempertahankan status quo.
Sama halnya dengan kritik terhadap learner centered design, baik guru maupun
buku dan media lain tidak banyak yang disiapkan untuk model tersebut
sehingga dalam pelaksanaannya akan mengalami beberapa kesulitan.
b. The Core Design
The core design kurikulum timbul sebagai reaksi utama kepada separate
subject design, yang sifatnya terpisah-pisah. Dalam mengintegrasikan bahan ajar,
mereka memilih mata-mata pelajaran/bahan ajar tertentu sebagai inti (core).
Pelajaran lainnya dikembangkan di sekitar core tersebut. Karena pengaruh
pendidikan progresif, berkembang teori tentang core design yang didasarkan atas
pandangan progresif. Menurut konsep ini inti-inti bahan ajar dipusatkan pada
kebutuhan individual dan social.
Terdapat banyak variasi pandangan tentang the core design. Mayoritas
memandang core curriculum sebagai suatu model pendidikan atau program
16
pendidikan yang memberikan pendidikan umum. Pada beberapa kurikulum yang
berlaku di Indonesia dewasa ini, core curriculum disebut kelompok mata kuliah
atau pelajaran dasar umum, dan diarahkan pada pengembangan kemampuan-
kemampuan pribadi dan social. Kalau kelompok mata kuliah/pelajaran spesialisasi
diarahkan pada penguasaan keahlian/kejuruan tertentu, maka kelompok mata
pelajaran ini ditujukan pada pembentukan pribadi yang sehat, baik, matang, dan
warga masyarakat yang mampu membina kerja sama yang baik pula.
The core curriculum diberikan guru-guru yang memiliki penguasaan dan
berwawasan luas, bukan spesialis. Di samping memberikan pengetahuan, niali-
nlai dan keterampilan social, guru-guru tersebut juga memberikan bimbingan
terhadap perkembangan social pribadi peserta didik.
Ada beberapa variasi desain core curriculum yaitu:
1) The separate subject core. Salah satu usaha untuk mengatasi keterpisahan
antar-mata pelajaran, beberapa mata pelajaran yang dipandang mendasari atau
menjadi inti mata pelajaran lainnya dijadikan core.
2) The correlated core. Model desain ini pun berkembang dari the separate
subjects design, dengan jalan mengintegrasikan beberapa mata pelajaran yang erat
hubungannya.
3) The fused core. Kurikulum ini juga berpangkal dari separate subject,
pengintegrasiannya bukan hanya antara dua atau tiga pelajaran tetapi lebih
banyak. Sejarah, geografi, antropologi, sosiologi, ekonomi dipadukan menjadi
studi kemasyarakatan. Dalam studi ini dikembangkan tema-tema masalah umum
yang dapat diinjau dari berbagai sudut pandang.
4) The activity/experience core. Model desain ini berkembang dari pendidikan
progresif dengan learner centerd design-nya. Seperti halnya pada learner centered,
17
the activity/experience core dipusatkan pada minat-minat dan kebutuhan peserta
didik.
5) The areas of living core. Desain model ini berpangkal juga pada pendidikan
progresif, tetapi organisasinya berstruktur dan dirancang sebelumnya. Berbentuk
pendidikan umum yang isinya diambil dari masalah-masalah yang muncul di
masyarakat. Bentuk desain ini dipandang sebagai core design yang paling murni
dan paling cocok untuk program pendidikan umum.
6) The social problems core. Model desain ini pun merupakan produk dari
pendidikan progresif. Dalam beberapa hal model ini sama dengan the areas of
living core. Perbedaannya terletak pada the areas of licing core didasarkan atas
kegiatan-kegiatan manusia yang universal tetapi tidak berisi hal yang
controversial, sedangkan the social problems core di dasarkan atas problema-
problema yang mendasar dan bersifat controversial. Beberapa contoh masalah
social yang menjadi tema model core design ini adalah kemiskinan, kelaparan,
inflasi, rasialisme, perang senjata nuklir, dan sebagainya. Hal-hal di atas adalah
sesuatu yang mendesak untuk dipecahkan dan berisi suatu controversial bersifat
pro dan kontra. The areas of living core cenderung memelihara dan
mempertahankan kondisi yang ada, sedang the social problems core mencoba
memberikan penilaian yang sifatnya kritis dari sudut sistem nilai social dan
pribadi yang berbeda.
18
BAB III
KESIMPULAN
Penyusunan desain kurikulum dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi horizontal dan vertikal. Dimensi horizontal berkenaan dengan penyusunan dari lingkup isi kurikulum. Sedangkan dimensi vertikal menyangkut penyusunan sekuens bahan berdasarkan urutan tingkat kesulitan.
Berdasarkan dengan apa yang menjadi fokus pengajaran, sekurang-
kurangnya dikenal tiga pola desain kurikulum, yaitu:
1) Subject contered design, suatu desain kurikulum yang berpusat pada bahan
ajar.
2) Learner centered design, suatu desain kurikulum yang mengutamakan
peranan siswa.
3) Problems centered design, desain kurikulum yang berpusat pada masalah-
masalah yang dihadapi dalam masyarakat.
B. Saran
Lembaga pendidikan cenderung lebih formalistik, lebih mementingkan transformasi pengetahuan dan kurang memperhatikan situasi dan kondisi masyarakat. Dan keadaan ini tambah parah dengan bergulirnya otonomi daerah, ditandai ketidaksiapan pemerintah dan masyarakat, baik secara kuantitas yaitu sarana dan prasarana serta dana yang tersedia dan secara kualitas, yaitu penanaman sistem pendidikan yang lebih akomodatif dan sesuai dengan kebutuhan daerah setempat.
Dengan kerangka pemikiran tersebut, maka perlu diperhatikan yaitu ketika ide-ide pengembangan kurikulum terlembagakan dalam sebuah dokumen kurikulum yang pada akhirnya harus diimplementasikan, maka guru disini akan menjadi ujung tombak keberhasilan implementasi kurikulum. Oleh karena itu perhatian hendaknya diletakkan pada desain kurikulum dalam proses pembelajaran, adalah satu hal yang perlu ditanggapi secara serius.
19
DAFTAR PUSTAKA
http://imanbella.wordpress.com/2012/05/29/makalah-tentang-desain-kurikulum/
20