Desain Kapal Khusus Pengangkut Daging Sapi Rute Nusa ... · Tugas Akhir ini direncanakan sebuah...
Transcript of Desain Kapal Khusus Pengangkut Daging Sapi Rute Nusa ... · Tugas Akhir ini direncanakan sebuah...
1
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. -, (2014) ISSN: -
Desain Kapal Khusus Pengangkut Daging Sapi Rute Nusa
Tenggara Timur (NTT) – Jakarta Angger Bagas Prakoso dan Hesty Anita Kurniawati
Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia
e-mail: [email protected]
Abstrak - Pemenuhan kebutuhan sarana
transportasi laut untuk komoditi daging sapi yang
menghubungkan Nusa Tenggara Timur (NTT) – Jakarta
masih kurang memadai, sedangkan kebutuhan
masyarakat Jakarta akan daging sapi semakin tinggi.
Kapal pengangkut daging sapi diharapkan dapat
menggantikan kapal ternak pengangkut sapi, karena
kapal ini dapat mengangkut daging dengan jumlah lebih
banyak untuk bobot yang sama, dengan tetap menjaga
pengawetan daging dengan sistem pendinginan. Pada
Tugas Akhir ini direncanakan sebuah kapal khusus
pengangkut daging sapi dengan kapasitas muatan kapal
yang didapat dengan menggunakan data dari kebutuhan
daging sapi di Jakarta, kemudian mencari payload, rute
pelayaran, kecepatan dinas dan ukuran utama yang
optimal dari kapal. Dengan ukuran utama yang didapat
kemudian dilakukan proses desain dari Rencana Garis
dan Rencana Umum.
Kata Kunci – Kapal Khusus Pengangkut Daging Sapi,
Palet, Rute NTT - Jakarta
I. PENDAHULUAN
Mengingat lebih dari 60% penduduk Indonesia
berada di Pulau Jawa dan jumlahnya terus bertambah,
tentunya di hal ini tidak memungkinkan untuk membangun
lahan peternakan dalam jumlah besar demi mengatasi
kebutuhan daging, terutama daging sapi, khususnya di
Provinsi DKI Jakarta dan sekitarnya. Maka dari itu
pemerintah berupaya untuk mendatangkan hewan potong
dari luar pulau, salah satunya dengan menggunakan sarana
pengangkutan melalui jalur laut.
Kebutuhan masyarakat di DKI Jakarta dan
sekitarnya akan daging sapi masih tergolong tinggi,
sedangkan di Indonesia, Nusa Tenggara Timur (NTT)
merupakan provinsi penghasil sapi potong terbaik dan
terbesar keempat di Indonesia, setelah Jawa Timur, Jawa
Tengah dan Sulawesi Selatan. Namun kelangkaan daging
sapi di DKI Jakarta dan sekitarnya masih terjadi karena
kurangnya sarana transportasi laut yang dapat
menghubungkan antara NTT dengan DKI Jakarta dan
sekitarnya secara efisien. Kapal ternak yang mengangkut
sapi hidup saat ini tergolong kurang efisien dan tidak
ekonomis, karena selain harus mengkarantina sapi-sapi
terlebih dahulu untuk memastikan kesehatan dari sapi
yang akan dikirim untuk sebelum dimuat di dalam kapal,
juga perlu disediakan beberapa ratus ton rumput selama
perjalanan. Perlu dipertimbangkan juga sapi-sapi yang
kondisi kesehatannya menurun atau bahkan mati karena
stress ketika dalam perjalanan laut dan kurangnya
kebersihan kapal, yang pada akhirnya berdampak pada
kualitas sapi itu sendiri.
Pada dasarnya berat dari satu ekor sapi sangatlah
lebih besar disbanding berat dagingnya sendiri. Hal ini
menunjukkan bahwa kapal pengangkut daging sapi dapat
menghemat ruang lebih banyak dan lebih efisien
daripada kapal ternak pengangkut sapi. Secara teknis,
tingkat kerusakan yang intensif pada penyimpanan
muatan dapat diminimalisir dengan menjaga temperatur
dan tingkat kelembaban yang sesuai dengan sifat muatan,
yaitu daging sapi. Hal ini bisa didapatkan dengan
menggunakan sistem pendingin dan ventilasi dalam
ruang muat yang sesuai.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Muatan Daging Sapi
Daging sapi adalah merupakan muatan yang
tergolong sangat sensitif terhadap temperatur, karena
dengan penanganan yang keliru maka daging akan cepat
membusuk dan timbul bakteri di dalamnya. Daging sapi
mempunyai masa jenis 1.557 ton/m3. Dan pada dasarnya
berat sapi itu sendiri lebih besar dari berat dagingnya,
yang lebih dikenal dengan istilah karkas (carcass).
Karkas yaitu merupakan daging sapi yang telah
dipisahkan dari bagian-bagian yang tidak diperlukan dari
sapi seperti: kaki, kepala, ekor, jeroan, dan kulit. Daging
yang dapat dikonsumsi oleh manusia seperti terlihat pada
gambar berikut.
Gambar 1. Jenis-Jenis Daging pada Sapi
(culinaryarts.about.com)
Seperti yang telah diketahui bahwa berat setiap ekor
sapi berbeda tergantung dari kondisi kesehatan,
penanganan makanan, dan siklus hidupnya. Namun pada
umumnya berat seekor sapi layak potong adalah sekitar
400 – 500 kg. Berat karkas dari seekor sapi adalah sekitar
47 – 57% dari berat sapi itu sendiri. Selanjutnya, berat
daging yang dapat dikonsumsi oleh manusia adalah
2
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. -, (2014) ISSN: -
sekitar 75% dari berat karkas. Daging yang dapat
dikonsumsi tersebut kemudian dapat dipotong untuk
menyesuaikan keadaan penataan muatan pada kapal.
Maka dari itu terdapat faktor karkas, dimana faktor
terebut menunjukkan berapa daging yang dapat
dikonsumsi oleh manusia ditinjau dari berat seekor sapi
itu sendiri. Jika ketiga poin di atas diambil rata-rata
maka:
o Berat rata-rata seekor sapi layak potong adalah
450 kg atau 0.45 ton
o Berat rata-rata daging untuk seekor sapi adalah
52% dari berat sapi
o Berat rata-rata daging yang dapat dikonsumsi,
atau berat karkas adalah 75%
Sehingga faktor karkas dari seekor sapi adalah:
0.45 × 52% × 75% = 0.1755
Sehingga dalam perhitungan selanjutnya faktor ini dapat
berguna untuk menentukan secara umum berat daging
yang dapat dikonsumsi dengan meninjau berat rata-rata
sapi yang sedang diteliti serta jumlah dari sapi yang ada
di daerah tersebut. Maka dari itu faktor ini berperan
sangat penting untuk menentukan berapa besar muatan
dari kapal yang akan didesain nantinya, karena pada
dasarnya muatan dari kapal yang didesain adalah daging
sapi itu sendiri.
B. Refrigerated Ship
Kapal yang akan didesain adalah merupakan kapal
dengan jenis refrigerated ship atau reefer ship, yang
fungsi dasarnya adalah untuk mempertahankan suhu
muatan tetap stabil pada temperatur tertentu. Pada kapal
ini terdapat ruang muat yang diberi insulasi atau suatu
lapisan tambahan dengan bahan material yang dapat
menjaga temperatur di dalam ruang muat agar muatan
tidak terpengaruh oleh temperatur di luar kapal. Dan
terkadang pada lantai dasar kapal ini didesain berbentuk
ganda untuk sirkulasi udara yang maksimal selama
proses pendinginan di ruang muat. Maka dari itu
diperlukan suatu sistem control terintegrasi beserta
generator dengan daya yang umumnya lebih tinggi agar
dapat memenuhi kebutuhan sistem kelistrikan dan sistem
pendinginan muatan pada kapal. Gambar berikut adalah
salah satu contoh dari kapal berjenis refrigerated ship.
Gambar 2. Contoh Reefer Ship, M.V. Tropical Morn
(www.shipspotting.com)
Kapal yang didesain tidak lepas dari fungsi vitalnya
yaitu sistem pendinginan pada muatan. Fungsi dari
sistem pendingin adalah untuk mempertahankan suhu
ruangan agar selalu tetap stabil pada temperatur
tertentu. Dalam perencanaan sistem pendingin yang
harus diperhatikan adalah:
o Volume ruangan yang akan didinginkan.
o Jenis dan ketebalan material dinding yang
dipakai.
o Temperatur yang diinginkan.
o Jenis muatan dan sifat-sifatnya ketika
didinginkan.
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Perencanaan Muatan
Langkah pertama dalam proses desain kapal adalah
merencanakan owner’s requirements, salah satunya
adalah payload, atau muatan yang diangkut oleh kapal.
Dalam hal ini, muatan yang dimaksud adalah daging sapi.
Maka dari itu dibutuhkan data awal untuk merencanakan
muatan kapal, yaitu data dari populasi sapi di NTT. Data
tersebut diperoleh untuk kemudian diolah dalam bentuk
grafik untuk memudahkan dalam melihat laju
pertumbuhan di setiap tahunnya, seperti terlihat pada
grafik berikut.
Gambar 3. Grafik Populasi Sapi di NTT
Dari grafik di atas didapatkan data bahwa pada
pertumbuhan populasi sapi di NTT selalu meningkat
setiap tahun, dengan penurunan yang tidak terlalu
signifikan pada tahun 2013. Data-data ini akan dijadikan
acuan untuk merencanakan muatan kapal yang akan
beroperasi selama beberapa tahun kedepan, dengan
mempertimbangkan adanya fluktuasi yang tidak
signifikan.
Selanjutnya adalah menentukan daerah yang akan
dipilih untuk pengoperasian kapal, yaitu daerah yang
diperkirakan mempunyai potensi tertinggi untuk
memproduksi daging sapi. Langkah pertama adalah
untuk mendata jumlah populasi sapi di setiap
kabupaten/kota, seperti yang terlihat pada tabel dibawah
berikut.
3
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. -, (2014) ISSN: -
Tabel 1. Tingkat Konsentrasi Sapi per Kabupaten/Kota
(ntt.bps.go.id)
Dari tabel diatas terlihat bahwa populasi sapi
terbanyak cenderung berada pada Pulau Timor bagian
barat, dengan total populasi sekitar lebih dari 500.000
ekor. Namun untuk memastikannya maka Provinsi
NTT terlebih dahulu harus dibagi menjadi beberapa
bagian. Maka langkah selanjutnya adalah mencari
prediksi untuk populasi sapi di Pulau Timor bagian
barat untuk tahun 2015. Proses prediksi kali ini yaitu
menggunakan regresi linier dari jumlah populasi yang
ada di Pulau Timor bagian barat saja, dengan data yang
didapatkan adalah dalam rentang tahun 2011 hingga
2013. Seperti yang dijelaskan pada gambar berikut.
Gambar 4. Prediksi Sapi di Pulau Timor Barat
Maka dapat dikatakan bahwa pada tahun 2015 populasi
sapi di Pulau Timor bagian barat adalah sekitar 546,368
ekor. Selanjutnya adalah penentuan berat daging yang
dapat dimuat oleh kapal, yaitu dengan menggunakan
faktor karkas.
546,368 × 0,1755 = 95,887.642 ton/tahun
= 262.71 ton/hari
Maka didapat daging sapi yang dapat dimuat adalah
sebesar 262.71 ton/hari.
Langkah selanjutnya adalah mengoreksi jumlah
daging sapi yang dapat dimuat, dengan keadaan
penduduk di Pulau Timor bagian barat. Maka dari itu
dibutuhkan data dari jumlah penduduk di pulau tersebut,
prediksi untuk tahun 2015, dan dikalikan dengan tingkat
konsumsi daging sapi untuk penduduk tersebut. Berikut
grafik jumlah penduduk di Pulau Timor Barat dari data
yang didapat.
Gambar 5. Grafik Prediksi Penduduk di Pulau Timor Barat
Dengan demikian telah diketahui bahwa jumlah
penduduk di Pulau Timor bagian barat pada tahun 2015
adalah sebesar 1,678,139 jiwa.
Langkah selanjutnya adalah untuk mengetahui tingkat
konsumsi daging sapi dari jumlah penduduk tersebut.
Pada umumnya tingkat konsumsi daging sapi rata-rata
untuk penduduk Indonesia adalah sebesar
1.87/kg/kapita/tahun. Sehingga konsumsi daging sapi
untuk penduduk di Pulau Timor bagian barat adalah:
1.87 × 1,678,139 = 3,138,119.74 kg/tahun
= 3,138.119 ton/tahun
= 8.6 ton/hari
Maka presentase antara tingkat konsumsi daging sapi
penduduk di Pulau Timor bagian barat terhadap payload
awal adalah sebesar:
8.6 ÷ 262.71 × 100 = 3.2 %
Sehingga dapat dicari payload awal dari kapal yang
sedang didesain adalah:
262.71 − 3.2% = 254.3 ton/hari
Maka payload awal yang didapatkan adalah sebesar
254.3 ton/hari.
4
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. -, (2014) ISSN: -
B. Perencanaan Rute
Langkah selanjutnya adalah perencanaan rute, yaitu
sebagai salah satu dari komponen-komponen owner’s
requirements. Dalam perencanaan rute hal pertama
yang harus diketahui terlebih dahulu adalah pemilihan
pelabuhan. Karena pulau di NTT yang digunakan untuk
pengoperasian kapal adalah Pulau Timor bagian barat,
maka pelabuhan yang dipilih adalah Pelabuhan Tenau,
yang berada di Kota Kupang. Jarak dari Pelabuhan
Tenau menuju ke Pelabuhan Tanjung Priok di DKI
Jakarta adalah 1082 mil laut.
C. Kecepatan Dinas dan Payload Akhir
Dalam perencanaan kecepatan dinas maka hal
terlebih dahulu yang akan dilakukan adalah membuat
variasi dari berbagai kecepatan dalam satuan knot,
terhadap waktu berlayar dalam satuan days. Namun
dengan mempertimbangkan jenis kapal dan kondisi
muatan kapal pada umumnya maka ditentukan pula
batasan dari variabel kecepatan yang akan divariasikan,
yaitu 10 knot hingga 14 knot. Dalam menentukan
kecepatan dinas tentu tak lepas dari jumlah total waktu
perjalanan (roundtrip) yang dibutuhkan oleh kapal,
karena kedua hal tersebut berhubungan erat. Maka dari
itu dibuatlah struktur pembagian waktu yang
direncanakan oleh kapal yang didesain:
o Sea Time
Merupakan jumlah waktu yang dibutuhkan kapal untuk
menempuh jarak dari pelabuhan keberangkatan menuju
ke pelabuhan tujuan.
o Port Time
Adalah jumlah waktu yang dibutuhkan kapal selama
berada di dalam pelabuhan. Port time terdiri dari:
- Approach Time
- Postpone Time
- Effective Time
- Not Operating Time
- Waiting Time
o Roundtrip Time
Adalah waktu yang dibutuhkan oleh kapal mulai dari
berangkat dari pelabuhan keberangkatan hingga
kembali ke pelabuhan semula. Roundtrip time terdiri
dari jumlah waktu dari dua kali sea time, ditambah
dengan jumlah waktu port time pada masing-masing
pelabuhan.
Dengan demikian maka didapatkan variasi antara
kecepatan dinas, sea time, port time, dan roundtrip time
dalam satuan jam dan hari. Maka akan seperti pada
tabel berikut.
Tabel 2. Variasi Kecepatan Dinas dengan Waktu Tempuh
Dengan dasar pemikiran bahwa jika kecepatan
dipilih terlalu lambat maka proses pengiriman tidak
efektif, karena jumlah payload yang terlalu banyak dan
biaya operasional yang dibutuhkan akan lebih besar.
Namun jika kecepatan dipilih terlalu cepat maka di sisi
lain akan berdampak pada efek hambatan yang besar,
membutuhkan daya mesin yang lebih besar, serta
koefisien blok yang kecil, maka akan lebih banyak space
yang terbuang di ruang muat. Berdasarkan data serta
variasi pada tabel di atas dan dengan pertimbangan-
pertimbangan yang telah disebutkan, maka:
Kecepatan dinas : 12 knot
Waktu tempuh : 10.64 hari
Sehingga payload akhir dapat ditentukan dengan payload
awal dikalikan dengan waktu tempuh.
254.3 × 10.6 = 𝟐, 𝟕𝟎𝟓 ton
D. Perencanaan Sistem Bongkar Muat
Selanjutnya untuk sistem penataan muatan adalah
menggunakan palet, yang difungsikan sebagai alas dari
rak tersebut, untuk memudahkan proses penataan pada
ruang muat. Alat-alat yang digunakan dalam sistem
bongkar muat adalah menggunakan crane dari kapal dan
dari fasilitas pelabuhan untuk mengangkat muatan, dan
menggunakan forklift sebagai alat penataan muatan di
luar maupun di dalam ruang muat. Maka diambil palet
dengan ukuran 1100 mm x 1100 mm. Dan pemotongan
daging diambil dengan panjang x lebar x tinggi (tebal),
yaitu 320 mm x 320 mm x 130 mm. Dengan
mempertimbangkan tinggi manusia pada umumnya,
maka tinggi rak didesain dengan tinggi 1800 mm di atas
palet. Sehingga untuk setiap rak dapat menampung
sebanyak 99 potong daging yang dibungkus dengan
plastik. Untuk lebih jelasnya dapat dijelaskan pada
gambar berikut.
Gambar 6. Desain Rak dan Palet
Dengan desain rak dan palet yang telah ada, maka
dapat dibuat perhitungan berapa jumlah rak yang
dibutuhkan. Sehingga dapat ditentukan layout awal dari
kapal beserta ukuran utamanya. Perhitungan untuk
menghitung jumlah dari rak adalah dengan merubah
5
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. -, (2014) ISSN: -
payload dalam satuan volume untuk kemudian dihitung
berapa volume yang dapat dimuat oleh setiap rak.
Selanjutnya Membagi volume payload terhadap volume
yang dapat dimuat oleh setiap rak tersebut. Maka
perhitungannya adalah sebagai berikut:
Masa jenis daging sapi: 1.557 ton/m3
Payload akhir: 2705 ton
Volume payload: 2705 ÷ 1.557 = 1737.589 m3
Volume tiap potong daging:0.32 × 0.32 × 0.13 = 0.0133 m3
Volume tiap rak: 0.0133 × 99 = 1.316 m3
Jumlah rak yang dibutuhkan: 1737.589 ÷1.316 = 1319.75 ≈ 1320 unit
Maka kapal yang didesain dapat menampung rak
sebanyak 𝟏𝟑𝟐𝟎 unit.
E. Layout Awal
Sehingga didesain layout awal sebagai berikut:
Tinggi kapal dapat menampung sebanyak 3
tingkat rak, dengan menggunakan penutup palkah
berupa pontoon,
Lebar kapal dapat menampung 11 deret rak,
Panjang kapal menyesuaikan dengan rasio dan
sekat-sekat yang ada.
Maka didapatkan ukuran utama awal sebagai berikut:
Lwl : 83.2 m
Lpp : 80.00 m
B : 13.00 m
H : 8.5 m
T : 6.100 m
Sehingga layout awal didesain dengan gambar
penampang melintang dibawah berikut.
Gambar 7. Layout Melintang Kapal
Dari penampang melintang yang telah didesain ini
kemudian langkah selanjutnya adalah mendesain layout
penampang atas atau top view, beserta penampang
samping atau side view. Dalam penampang atas dan
penampang samping ini dapat dilihat sistem penataan
muatan secara menyeluruh. Gambar dari penampang atas
dan penampang samping dapat dilihat pada gambar
berikut.
Gambar 8. Layout Top View dan Side View
F. Pemeriksaan Teknis
Dalam pemeriksaan teknis hal yang dilakukan adalah
menghitung secara teknis desain kapal dalam beberapa
aspek untuk memenuhi kriteria dan keselamatan dalam
pengoperasian kapal.
1. Ukuran Utama Optimal
Lwl : 84.24 m
Lpp : 81.00 m
B : 13.00 m
H : 8.5 m
T : 6.105 m
Dengan koefisien-koefisien utama:
Cb : 0.728
Cp : 0.736
Cm : 0.989
Cwp : 0.835
Displasemen: 4986.692 ton
2. Hambatan dan Propulsi
Hambatan (Holtrop) : 91.065 kN
Total propulsi : 1450 HP
Mesin Utama : Wartsila 6L20, 1470 HP
3. Hukum Archimedes
LWT : 1635.813 ton
DWT : 3152.642 ton
Total berat kapal : 4788.455
Displacement : 4986.692 ton
Persyaratan displacement harus lebih besar
dengan margin 0 – 5 % dari berat total kapal. Maka:
Selisih : 198.237 ton
Margin : 3.98 % (memenuhi)
4. Trim
Kriteria mengharuskan trim buritan dengan
selisih LCG dan LCB harus lebih kecil dari 0.05%
dari Lpp.
LCG : 41.086 meter dari AP
LCB : 41.131 meter dari AP
Trim : (LCG-LCB)/GML
: (41.086-41.131)/83.298
: 0.04 meter buritan (memenuhi)
6
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. -, (2014) ISSN: -
5. Freeboard
Kriteria mengharuskan freeboard aktual
kapal harus lebih besar dari freeboard minimal dari
regulasi.
Freeboard minimal : 0.684 meter
Freeboard aktual : 2.395 meter (memenuhi)
6. Tonase
GT : 2311.253
NT : 837.789
Kriteria mengharuskan:
K2.Vc(4d/3D)2 ≥ 0.25GT (memenuhi)
NT ≥ 0.3GT (memenuhi)
7. Stabilitas
Kriteria dari IMO Intact Stability Code, 2008
yaitu:
e 0.30° ≥ 0.055 : 0.1277 (memenuhi)
e 0.40° ≥ 0.09 : 0.092 (memenuhi)
e 30,40° ≥ 0.03 : 0.0375 (memenuhi)
h 30° ≥ 0.2 : 0.660 (memenuhi)
fmax ≥ 25° : 40° (memenuhi)
GM0 ≥ 0.15 : 0.534 (memenuhi)
G. Rencana Garis dan Rencana Umum
1. Rencana Garis
Setelah didapatkan ukuran utama optimum dari
hasil perhitungan, kemudian dilakukan pembuatan
Rencana Garis. Rencana Garis merupakan gambar
pandangan atau gambar proyeksi badan kapal yang
dipotong secara melintang (pandangan depan), secara
memanjang (pandangan samping), dan vertikal
memanjang (pandangan atas). Rencana Garis berguna
untuk memeriksa bentuk badan kapal yang baik,
terutama pada bagian haluan dan buritan kapal.
Rencana Garis merupakan gambar yang menyatakan
bentuk potongan badan kapal dibawah garis air yang
memiliki tiga sudut pandang yaitu, body plan (secara
melintang), sheer plan (secara memanjang) dan half
breadth plan (dilihat dari atas).
2. Rencana Umum
Rencana Umum / General Arrangement dalam
”Ship Design and Cosntruction, Bab III” didefinisikan
sebagai perencanaan ruangan yang dibutuhkan sesuai
dengan fungsi dan perlengkapannya. Pada Rencana
Umum dari kapal ini didesain dengan memperhatikan
kriteria yang sesuai dengan kapal reefer ship. Contoh dari
kriteria yang dimaksud ialah:
Adanya cooling room untuk membantu sistem
kontrol dari pendinginan di ruang muat,
Adanya cooling plant sebagai sumber tenaga
utama beserta komponen-komponen untuk sistem
pendinginan,
Adanya sistem insulasi di tiap sisi lambung dan
tiap sekat pada ruang muat kapal,
Adanya crane di atas geladak cuaca untuk
membantu dalam proses bongkar muat, dan
Adanya sistem penutup palkah dengan
menggunakan pontoon untuk memudahkan
sistem bongkar muat.
Setelah semua langkah tersebut telah terpenuhi maka
desain rencan garis dapat dibuat dan didetailkan sesuai
dengan standar dan regulasi yang berlaku. Berikut
dilampirkan gambar dari rencana garis dan rencana
umum.
Gambar 9. Desain Rencana Garis
7
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. -, (2014) ISSN: -
Gambar 10. Desain Rencana Umum
IV. Kesimpulan
Setelah proses desain dari Tugas Akhir
terselesaikan maka ini maka didapat kesimpulan dan
saran sebagai berikut.
o Bahwa didapatkan hasil ukuran utama optimal
sebagai berikut:
Lwl : 84.24 m
Lpp : 81.00 m
B : 13.00 m
H : 8.5 m
T : 6.105 m
Displasemen : 4986.692 ton
o Dengan rute pelayaran dari Pelabuhan Tenau di
NTT menuju Pelabuhan Tanjung Priok di DKI
Jakarta
o Dengan payload kapal 2705 ton atau 1320 unit
palet berukuran 1100 x 1100 mm
DAFTAR PUSTAKA
Kohli, Pawanexh. (2000). Refrigerated Ships. Oxford:
Butterworth-Heinemann.
BPS NTT. (2014) Retrieved March 25, 2014, from
BPS Provinsi NTT: http://bps.ntt.go.id
Hariyanto, Bagyo. (1982). Tugas Akhir. Kapal Khusus
Pengangkut Daging dari Nusa Tenggara –
Jakarta. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh
Nopember.
IMO. (2002). International Convention of Load Lines
1966 and Protocol 1988. International
Maritime Organization.
Lewis, E.W. (1989). Principles of Naval Architecture
Volume II. Jersey City, USA: SNAME
Panunggal, P. Eko. (2007). Diktat Kuliah Merancang
Kapal I. Surabaya: Jurusan Teknik Perkapalan
Schneekluth, H and V. Bertram. (1998) Ship Design
Efficiency and Economy, Second Edition.
Oxford, UK: Butterworth-Heinemann