DERMATITIS KONTAK ALERGIK.docx
-
Upload
anggarani-nia -
Category
Documents
-
view
216 -
download
0
Transcript of DERMATITIS KONTAK ALERGIK.docx
-
8/14/2019 DERMATITIS KONTAK ALERGIK.docx
1/8
DERMATITIS KONTAK ALERGIK (DKA)
ETIOLOGI
Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul
umumnya rendah (< 1000 dalton), merupakan elergen yang belum diproses,
disebut hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus stratum komeum
sehingga mencapai sel epidermis di bawahnya (sel hidup). Berbagai factor
berpengaruh dalam timbulnya DKA, misalnya potensi sensitisasi allergen, dosis
per unit area, luas daerah yang terkena, lama pejanan, oklusi, suhu dan
kelembaban lingkungan, vehikulum, dan pH. Juga factor individu, misalnya
keadaan kulit pada lokasi kontak (keadaan stratum komeum, ketebalan epidermis),
status imunologik (misalnya sedang menderita sakit, terpajan sinar matahari).
PATOGENESIS
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada DKA adalah mengikuti respons
imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immune respons) atau reaksi
imunologik tipe IV, suatu hipersensitivitas tipe lambat. Reaksi ini terjadi melalui
dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi. Hanya individu yang telah
mengalami sensitisasi dapat menderita DKA.
Fase Sensitisasi
Hapten yang masuk ke dalam epidermis melewati stratum korneum akan
ditangkap oleh sel Langerhans dengan cara pinositosis, dan diproses secara
kimiawi oleh enzim lisosom atau sitosol serta dikonjugasikan pada molekul HLA-
DR menjadi antigen lengkap. Pada awalnya sel Langerhans dalam keadaan
istirahat, dan hanya berfungsi sebagai makrofag dengan sedikit kemampuan
menstimulasi sel T. Tetapi, setelah keratinosit terpajan oleh hapten yang juga
mempunyai sifat iritan, akan melepaskan sitokin (IL-1) yang akan mengaktifkan
sel Langerhans sehingga mampu menstimulasi sel-T. Aktivasi tersebut akan
mengubah fenotip sel Langerhans dan meningkatkan sekresi sitokin tertentu
(misalnya IL-1) serta ekspresi molekul permukaan sel termasuk MHC klas I dan
-
8/14/2019 DERMATITIS KONTAK ALERGIK.docx
2/8
II, ICAM-1, LFA-3 dan B7. Sitokin proinflamasi lain yang dilepaskan oleh
keratinosit yaitu TNF, yang dapat mengaktifasi sel-T, makrofag dan granulosit,
menginduksi perubahan molekul adesi sel dan pelepasan sitokin juga
meningkatkan MHC kelas I dan II.
TNF menekan produksi E-cadherin yang mengikat sel Langerhans pada
epidermis, juga menginduksi aktivitas gelatinolisis sehingga memperlancar sel
Langerhans melewati membran basalis bermigrasi ke kelenjar getah bening
setempat melalui saluran limfe. Di dalam kelenjar limfe, sel Langerhans
mempresentasikan kompleks HLA-DR-antigen kepada sel-T penolong spesifik,
yaitu yang mengekspresikan molekul CD4 yang mengenali HLA-DR sel
Langerhans, dan kompleks reseptor sel-T-CD3 yang mengenali antigen yang telah
diproses. Ada atau tidak adanya sel-T spesifik ini ditentukan secara genetic.
Sel Langerhans mensekresi IL-1 yang menstimulasi sel-T untuk
mensekresi IL-2 dan mengekspresi resptor-IL-2 (IL-2R). sitokin ini akan
menstimulasi proliferasi sel-T spesifik, sehingga menjadi lebih banyak. Turunan
sel ini yaitu sel-T memori (sel-T teraktivasi) akan meninggalkan kelenjar getah
bening dan beredar ke seluruh tubuh. Pada saat tersebut individu menjadi
tersensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3 minggu.
Menurut konsep danger signal(sinyal bahaya) bahwa sinyal antigenic
murni suatu hapten cenderung menyebabkan toleransi, sedangkan sinyal iritannya
menimbulkan sensitisasi. Dengan demikian terjadinya sensitisasi kontak
bergantung pada adanya sinyal iritan yang dapat berasal dari alergen kontak
sendiri, dari ambang rangsang yang rendah tehadap respons iritan, dari bahan
kimia inflamasi pada kulit yang meradang, atau kombinasi dari ketiganya. Jadi
sinyal bahaya yang manyebakan sensitisasi tidak berasal dari sinyal antigenik
sendiri, melainkan dari iritasi yang menyertainya. Suatu tindakan mengurangi
iritasi akan menurunkan potensi sensitisasi.
Fase elisitasi
Fase kedua (elisitasi) hipersensitivitas tipe lambat terjadi pada pajanan
ulang alergen (hapten). Seperti pada fase sensitisasi, hapten akan ditangkap oleh
-
8/14/2019 DERMATITIS KONTAK ALERGIK.docx
3/8
sel Langerhans dan diproses secara kimiawi menjadi antigen, diikat oleh HLA-DR
kemudian diekspresikan di permukaan sel. Selanjutnya kompleks HLA-DR-
antigen akan dipresentasikan kepada sel-T yang telah tersensitisasi (sel-T memori)
baik di kulit maupun di kelenjar limfe sehingga terjadi proses aktivasi. Di kulit
proses aktivasi lebih kompleks dengan hadirnya sel-sel lain. Sel Langerhans
mensekresi IL-1 yang menstimulasi sel-T untuk memproduksi IL-2 dan
mengekspesi IL-2R, yang akan menyebabkan proliferasi dan ekspansi populasi
sel-T di kulit. Sel-T teraktivasi juga mengeluarkan IFN-y yang akan mengaktifkan
keratinosit mengekspresi ICAM-1 dan HLA-DR. Adanya ICAM-1
memungkinkan keratinosit untuk berinteraksi dengan sel-T dan leukosit yang lain
yang mengekspresi molekul LFA-1. Sedangkan HLA-DR memungkinkan
keratinosit untuk barinteraksi langsung dengan sel-T CD4+, dan juga
memungkinkan presentasi antigen kepada sel tesebut. HLA-DR juga dapat
merupakan target sel-T sitotoksik pada keratinosit. Keratinosit menghasilkan juga
sejumlah sitokin antara lain IL-1, IL-6, TNF-, dan GMCSF, semuanya dapat
mengaktivasi sel-T. IL-1 dapat menstimulasi keratinosit menghasilkan eikosanoid.
Sitokin dan eikosanoid ini akan mengaktifkan sel mas dan makrofag. Sel mas
yang berada di dekat pembuluh darah dermis akan melepaskan antara lain
histamin, berbagai jenis faktor kemotaktik, PGE2 dan PGD2, dan leukotrien B4
(LTB4). Eikosanoid baik yang berasal dari sel mas (prostaglandin) maupun dari
keratinosit atau leukosit menyebabkan dilatasi vaskular dan meningkatkan
permeabilitas sehingga molekul larut seperti komplemen dan kinin mudah
berdifusi ke dalam dermis dan epidermis. Selain itu faktor kemotaktik dan
eikosanoid akan menarik neutrofil, monosit dan sel darah lain dari dalam
pembuluh darah masuk ke dalam dermis. Rentetan kejadian tersebut akan
menimbulkan respons klinik DKA. Fase elisitasi umumnya berlangsung antara 24
48 jam.
GEJALA KLINIS
Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada
keparahan dermatitis dan lokalisasinya. Pada yang akut dimulai dengan bercak
-
8/14/2019 DERMATITIS KONTAK ALERGIK.docx
4/8
eritematosa yang berbatas jelas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel
atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah).
DKA akut di tempat tertentu, misalnya kelopak mata, penis, skrotum, eritema dan
edema lebih dominan daripada vesikel. Pada yang kronis terlihat kulit kering,
berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas.
Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis; mungkin
penyebabnya juga campuran.
DKA dapat meluas ke tempat lain, misalnya dengan cara autosensitisasi.
Skalp, te1apak tangan dan kaki relatif resisten terhadap DKA.
-
8/14/2019 DERMATITIS KONTAK ALERGIK.docx
5/8
UJI TEMPEL
Tempat untuk melakuken uji tempel biasanya di punggung. Untukmelakukan uji temple diperlukan antigen, biasanya antigen standar buatan pabrik,
misalnyaFinn Chamber System Kitdan T.R.U.E test, keduanya buatan Amerika
Serikat. Terdapat juga antigen standar bikinan pabrik Eropa dan negara lain.
Adakalanya tes dilakukan dengan antigen bukan standar, dapat berupa bahan
kimia murni, atau lebih ssering bahan campuran yang berasal dari rumah,
lingkungan kerja atau tempat rekreasi. Mungkin ada sebagian bahan ini yang
bersifat sangat toksik terhadap kulit, atau walaupun jarang dapat memberikan efek
toksik secara sitemik. Oleh karena itu, bila menggunakan bahan tidak standar,
apalagi dengan bahan industri, harus berhati-hati sekali. Jangan melakukan uji
temple dengan bahan yang tidak diketahui.
Bahan yang secara rutin dan dibiarkan menempel di kulit, misalnya
kosmetik, pelembab, bila dipakai untuk uji tempel, dapat langsung digunakan apa
adanya (as is). Bila menggunakan bahan yang secara rutin dipakai dengan air
untuk membilasnya, misalnya sampo, pasta gigi, harus diencerkan terlebih dahulu.
Bahan yang tidak larut dalam air diencerkan atau dilarutkan dalam vaselin atau
minyak mineral. Produk yang diketahui bersifat iritan, misalnya deterjen, hanya
boleh diuji bila diduga keras penyebab alergi. Apabila pakaian, sepatu, atau
sarung tangan yang dicurigai penyebab alergi, maka uji tempel dilakukan dengan
potongan kecil bahan tersebut yang direndam dalam air garam yang tidak
dibubuhi bahan pengawet, atau air, dan ditempelkan di kulit dengan memakai
Finn chamber, dibiarkan sekurang-kurangnya 48 jam. Perlu diingat bahwa hasil
positif dengan alergen bukan standar perlu kontrol (5 sampai 10 orang), untuk
menyingkirkan kemungkinan karena iritasi.
Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel :
1. Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam keadaan akut atauberat dapat terjadi reaksi angry backatau excited skin, reaksi positif palsu,
dapat juga menyebabkan penyakit yang sedang dideritanya makin memburuk.
-
8/14/2019 DERMATITIS KONTAK ALERGIK.docx
6/8
2. Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaiankortikosteroid sistemik dihentikan (walaupun dikatakan bahwa uji tempel
dapat dilakukan pada pemakaian prednison kurang dari 20 mg/hari atau dosis
ekuivalen kortikosteroid lain), sebab dapat menghasilkan reaksi negatif palsu.
Pemberian kortikosteroid topikal di punggung dihentikan sekurang-
kurangnya satu minggu sebelum tes dilaksanakan. Luka bakar sinar matahari
(sun burn) yang terjadi 1-2 minggu sebelum tes dilakukan juga dapat
memberi hasil negatif palsu. Sedangkan antihistamin sistemik tidak
mempengaruhi hasil tes, kecuali diduga karena urtikaria kontak.
3. Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian dibaca; pembacaan keduadilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7 setelah aplikasi.
4. Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempelmenjadi longgar (tidak menempel dengan baik), karena memberikan hasil
negatif palsu.
Penderita juga dilarang mandi sekurang-kurangnya dalam 48 jam, dan
menjaga agar punggung selalu kering setelah dibuka uji tempelnya sampai
pembacaan terakhir selesai.
5. Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap penderita yangmempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan (immediate uticarial type), karena
dapat menimbulkan urtikaria generalisata bahkan reaksi anafilaksis. Pada
penderita semacam ini dilakukan tes dengan prosedur khusus.
Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji tempel dilepas. Pembacaan
pertama dilakukan 15 - 30 menit setelah dilepas, agar efek tekanan bahan yang
diuji telah menghilang atau minimal. Hasilnya dicatat seperti berikut:
1 = reaksi lemah (nonvesikular) : eritema, infiltrat, papul (+)
2 = reaksi kuat: edema atau vesikel (++)
3 = reaksi sangat kuat (ekstrim): bula atau ulkus (+++)
4 = meragukan : hanya makula eritematosa (?)
5 = iritasi : seperti terbakar. pustul, atau purpura (IR)
6 = reaksi negatif (-)
-
8/14/2019 DERMATITIS KONTAK ALERGIK.docx
7/8
7 = excited skin
8 = tidak dites (NT = not tested)
Reaksi excited skin atau angry back, merupakan reaksi positif palsu,
suatu fenomena regional disebabkan oleh satu atau beberapa reaksi positif kuat,
yang dipicu oleh hipersensitivitas kulit, pinggir uji tempel yang lain menjadi
reaktif. Fenomena ini pertama dikemukakan oleh Bruno Bloch pada abad ke-20,
kemudian diteliti oleh Mitchell pada tahun 1975.
Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai satu minggu setelah aplikasi,
biasanya 72 atau 96 jam setelah aplikasi. Pembacaan kedua ini penting untuk
membantu membedakan antara respons alergik atau iritasi dan juga
mengidentifikasi lebih banyak lagi respons positif alergen. Hasil positf dapat
bertambah setelah 96 jam aplikasi, oleh karena itu perlu dipesan kepada pasien
untuk melapor, bila hal itu terjadi sampai satu minggu setelah aplikasi.
Untuk menginterpretasi hasil uji tempel tidak mudah. Interpretasi
dilakukan setelah pembacaan kedua. Respons alergik biasanya menjadi lebih jelas
antara pembacaan kesatu dan kedua, berawal dari +/- ke + atau ++ bahkan ke +++
(reaksi tipe crescendo), sedangkan respons iritan cenderung menurun (reaksi tipe
decrescendo).
Bila ditemukan respon positif terhadap suatu allergen, perlu ditentukan
relevansinya dengan keadaan riwayat penyakit, dan sumber antigen di lingkungan
penderita. Mungkin respons positif tersebut berhubungn dengan penyakit yang
sekarang atau penyakit masa lalu yang pernah dialami, atau mungkin tidak ada
hubungannya (tidak diketahui). Reaksi positif klasik terdiri atas eritema, edem,
dan vesikel-vesikel kecil yang letakknya berdekatan.
Reaksi positif palsu dapat terjadi antara lain bila konsentrasi terlalu tinggi,
atau bahan tersebut bersifat iritan bila dalam keadaan tertutup (oklusi), efek
pinggir uji tempel, umumnya karena iritasi, bagian tepi menunjukkan reaksi lebih
kuat, sedang dibagian tengahnya reaksi ringan atau sama sekali tidak ada. Ini
disebabkan karena meningkatnya konsentrasi iritasi cairan di bagian pinggir.
Sebab lain oleh karena efek tekan, terjadi bila menggunakan bahan padat.
-
8/14/2019 DERMATITIS KONTAK ALERGIK.docx
8/8
Reaksi negative palsu dapat terjadi misalnya konsentrasi terlalu rendah,
vehikulum tidak tepat, bahan uji tempel tidak melekat dengan baik atau longgar
akibat pergerakan, kurang cukup waktu penghentian pemakaian kortikosteroid
sistemik atau topikal poten yang lama dipakai pada area uji tempel dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda Adhi, 2011, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.