Dermatitis Atopik

42
PENDAHULUAN Dermatitis atopik (DA) merupakan inflamasi pada kulit yang bersifat kronik berulang yang disertai dengan rasa gatal dan sering terjadi pada anak-anak dan dewasa. Dermatitis atopik sering dikaitkan dengan peningkatan Imunoglobulin E (IgE) dan penyakit atopi lainnya seperti rhinitis alergik dan asma. Dermatitis atopik disebut juga dengan ekzema atopik. 1 Dermatitis atopik merupakan salah satu penyakit kulit yang paling umum yang mempengaruhi hingga 20% pada anak-anak dan 1-3% pada orang dewasa di sebagian besar negara dari dunia. DA sering merupakan dampak utama dalam perkembangan penyakit atopik lain seperti rhinitis dan/atau asma. 2 Angka prevalensinya meningkat pesat pada dekade terakhir. Di Indonesia tahun 2012 terdapat 1,1 % pasien dermatitis atopik berusia 13-14 tahun. Sedangkan tahun 2013 dari laporan 5 rumah sakit yang melayani dermatologi anak yaitu Dr. Hasan Sadikin Bandung, RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, RS Adam Malik Medan, RS Dr. Kandou Manado, RSU Palembang dan RSUD Sjaiful Anwar malang tercatat sejumlah 261 kasus diantara 2356 pasien baru (11,8%). 3 Penyebab terjadinya DA merupakan hasil interaksi kompleks antara kelainan genetik yang menyebabkan terjadinya gangguan sawar kulit, gangguan pada sistem imun bawaan dan respon imunologik yang meningkat 1

description

dermatitits atopik merupakansalah satu penyakit yang paling sering dijumpain

Transcript of Dermatitis Atopik

Page 1: Dermatitis Atopik

PENDAHULUAN

Dermatitis atopik (DA) merupakan inflamasi pada kulit yang bersifat kronik

berulang yang disertai dengan rasa gatal dan sering terjadi pada anak-anak dan

dewasa. Dermatitis atopik sering dikaitkan dengan peningkatan Imunoglobulin E

(IgE) dan penyakit atopi lainnya seperti rhinitis alergik dan asma. Dermatitis

atopik disebut juga dengan ekzema atopik.1

Dermatitis atopik merupakan salah satu penyakit kulit yang paling umum

yang mempengaruhi hingga 20% pada anak-anak dan 1-3% pada orang dewasa di

sebagian besar negara dari dunia. DA sering merupakan dampak utama dalam

perkembangan penyakit atopik lain seperti rhinitis dan/atau asma.2 Angka

prevalensinya meningkat pesat pada dekade terakhir. Di Indonesia tahun 2012

terdapat 1,1 % pasien dermatitis atopik berusia 13-14 tahun. Sedangkan tahun

2013 dari laporan 5 rumah sakit yang melayani dermatologi anak yaitu Dr. Hasan

Sadikin Bandung, RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, RS Adam Malik Medan,

RS Dr. Kandou Manado, RSU Palembang dan RSUD Sjaiful Anwar malang

tercatat sejumlah 261 kasus diantara 2356 pasien baru (11,8%). 3

Penyebab terjadinya DA merupakan hasil interaksi kompleks antara

kelainan genetik yang menyebabkan terjadinya gangguan sawar kulit, gangguan

pada sistem imun bawaan dan respon imunologik yang meningkat terhadap

alergen. Terdapat dua jenis bentuk DA, yakni bentuk ekstrinsik (Ig-E associated)

dan bentuk intrinsik (non Ig-E associated). Pada bentuk ekstrinsik terjadi

sensitisasi terhadap alergen lingkungan yang disertai dengan peningkatan serum

IgE, sedangkan bentuk intrinsik terjadi sensitisasi terhadap alergen lingkungan

disertai dengan serum IgE yang rendah.2

Terapi DA membutuhkan pendekatan sistematis dan multifaktorial yang

merupakan kombinasi hidrasi kulit, terapi farmakologis, identifikasi dan eliminasi

faktor penyebab seperti iritan, alergen, agen infeksi, dan stres emosional yang

bersifat individual. Agen topikal digunakan untuk terapi penyakit yang

terlokalisasi dan ringan, sedangkan fototerapi dan agen sistemik digunakan untuk

yang lebih luas dan berat 4

1

Page 2: Dermatitis Atopik

Dermatitis atopik dapat dimasukkan dalam kelompok kelainan yang

responsif terhadap steroid. Steroid adalah senyawa antiinflamasi kuat yang

merupakan hormon endogen yang dihasilkan oleh korteks adrenal. Pembuatan

bahan sintetik analog steroid telah berkembang dengan pesat dan merupakan

terapi utama pada dermatitis. Dalam pemberian kortikosteroid ini, sangat penting

diperhatikan indikasi dan kontraindikasi, serta pemilihan jenis kortikosteroid.

Dalam hal potensi disesuaikan dengan lokasi kelainan, kondisi klinis dan usia

pasien. Umumnya, karena penggunaan steroid yang tepat akan segera memberikan

perbaikan klinis, maka pasien sering mengulang terapi sendiri. Bagi pasien

dermatitis dengan hipertensi, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan,

terutama penggunaan kortikosteroid sistemik. Sebagian besar pasien dengan

hipertensi memiliki gangguan pada korteks adrenal, sehingga terapi kortikosteroid

juga akan mempengaruhi kondisi hipertensi yang telah ada, meskipun hal ini masih

menimbulkan kontroversi. 6 Untuk itu, mengingat berbagai efek samping yang

dapat terjadi, diharapkan para dokter bersedia meluangkan waktu untuk

memberikan penjelasan bagi pasien atau keluarga dengan sebaik-baiknya.5,6

2

Page 3: Dermatitis Atopik

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Dernatitis atopik merupakan penyakit inflamasi pada kulit yang bersifat

kronik berulang yang disertai dengan rasa gatal dan dapat terjadi pada anak-anak

dan dewasa. Dermatitis atopik sering dikaitkan dengan peningkatan

imunoglobulin E (IgE) dan penyakit atopi lainnya seperti rhinitis alergik dan

asma.1

Etiologi

Etiologi pasti DA belum sepenuhnya diketahui. Dalam etiopatofisiologi

dari DA beberapa aspek harus dipertimbangkan. Selain pengaruh faktor genetik

yang berperan, ada karakteristik lain yang berperan dalam terjadinya DA yaitu:

1. Fungsi sawar kulit (seperti kulit kering) yang abnormal akibat metabolisme

lipid dan/atau epidermis yang abnornal pada kulit, seperti defisiensi

inhibitor protease.

2. Kolonisasi mikroba abnormal dengan organisme patogen seperti

Staphylococcus aureus atau Malassezia furfur dan selanjutnya

meningkatkan kecenderungan menjadi infeksi kulit.

3. Pengaruh psikosomatis yang kuat dengan ketidakseimbangan dalam sistem

saraf otonom yang mengakibatkan peningkatan produksi mediator dari

berbagai sel inflamasi.2

Epidemiologi

Dermatitis atopik merupakan penyakit kulit yang paling umum pada

penyaki alergi, yang mempengaruhi 1- 20% dari populasi. Prevalensinya

mencapai 80% kasus pada anak di bawah 2 tahun. Tidak ada perbedaan antara

jenis kelamin di tahun-tahun pertama kehidupan, tetapi yang paling sering pada

wanita (60%) dibandingkan pada laki-laki (40%) setelah berusia 6 tahun.

Dermatitis atopik ini biasanya cenderung untuk mengalami kekambuhan sebelum

usia 5 tahun pada 40-80 % kasus dan 60- 90% pada usia 15 tahun.7

3

Page 4: Dermatitis Atopik

Adanya perbedaan prevalensi dan insidensi dermatitis atopik mungkin

karena berbagai alasan, termasuk kriteria diagnostik yang dipilih di masing-

masing negara. Namun, beberapa badan internasional menggunakan alat

diagnostik yang sama ternyata memiliki perbedaan signifikan, dikarenakan faktor

genetika dan faktor lingkungan.7 Di Indonesia tahun 2012 terdapat 1,1 % pasien

DA berusia 13-14 tahun. Sedangkan tahun 2013 dari laporan 5 rumah sakit yang

melayani dermatologi anak yaitu Dr. Hasan Sadikin Bandung, RS Dr. Cipto

Mangunkusumo Jakarta, RS Adam Malik Medan, RS Dr. Kandou Manado, RSU

Palembang dan RSUD Sjaiful Anwar malang tercatat sejumlah 261 kasus diantara

2356 pasien baru (11,8%). 3

Patofisiologi

Interaksi yang kompleks dari barier kulit, genetik, lingkungan,

farmakologi, dan faktor imunologi. Reaksi hipersensitivitas tipe I (IgE-mediated)

terjadi sebagai akibat dari pelepasan zat vasoaktif dari sel mast dan basofil yang

telah peka oleh interaksi antigen dengan IgE. Peran IgE dalam DA masih belum

sepenuhnya diketahui, namun sel langerhans memiliki afinitas tinggi terhadap

reseptor IgE melalui reaksi yang dimediasi. TH1 dan TH2 berkontribusi pada

peradangan kulit dermatitis atopik. Infiltrasi sel T pada DA dikaitkan dengan

interleukin (IL) 4 dan IL-13, dan peradangan kronis pada DA ditandai dengan

peningkatan IL-5, granulosit-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF),

IL-12 dan interferon (IFN). Dengan demikian, peradangan kulit pada DA

menunjukkan pola bifasik aktivasi sel T.8

Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamatori dengan gejala gatal yang

terjadi akibat interaksi komplek yang mengakibatkan tidak efektifnya sawar kulit,

kerusakan sistem imun, dan meningkatnya respon imunologik terhadap alergen

dan antigen mikrobial. Menurunnya fungsi sawar kulit akibat penurunan regulasi

gen cornified envelope (filaggrin dan loricrin), penurunan level ceramid,

peningkatan level enzim proteolitik endogen, dan peningkatan kehilangan cairan

trans-epidermal.4

Penggunaan sabun dan detergen ke kulit akan meningkatkan pH, yang

berakibat meningkatkan aktivitas protease endogen, yang selanjutnya menambah

4

Page 5: Dermatitis Atopik

kerusakan fungsi sawar kulit. Sawar epidermis dapat pula dirusak oleh pajanan

protease eksogen S aureus. Perubahan epidermis tersebut berpengaruh dalam

meningkatkan absorpsi alergen dan kolonisasi mikrobial ke dalam kulit.4

Sitokin dan Kemokin

Dermatitis atopik akut disertai dengan produksi sitokin dari sel Th2, IL-4

dan IL-13, yang memediasi pergeseran isotip imunoglobulin ke sintesis IgE, dan

upregulasi ekspresi molekul adesi pada sel endotel. Sebaliknya, IL-5 berperan

dalam perkembangan dan kelangsungan hidup eosinofil, dan hal ini dominan pada

DA kronik. Produksi GM-CSF yang meningkat akan menghambat apoptosis

monosit, sehingga berkontribusi dalam persistensi DA. Bertahannya DA kronik

melibatkan pula sitokin sel Th1-like, IL-12 dan IL-18, IL-11, dan TGF-β1. 4

Gambar 1. Patofisiologi Dermatitis Atopik 9

Dermatitis atopik berhubungan erat dengan faktor genetik. DA adalah

penyakit yang diturunkan secara familial dengan pengaruh kuat ibu. Terdapat

peran potensial dari gen barier kulit dan gen respon imun. Hilangnya fungsi akibat

mutasi protein sawar epidermal, terbukti merupakan faktor predisposisi utama

DA. Gen filaggrin terdapat pada kromosom 1q21, yang mengandung gene (loricrin

dan S100 calcium binding proteins) dalam kompleks diferensiasi epidermal, yang

diketahui diekspresikan selama diferensiasi terminal epidermis. Analisis DNA

5

Page 6: Dermatitis Atopik

microarray membuktikan adanya upregulasi calcium binding proteins dan

downregulasi loricrin dan filaggrin pada DA. Variasi dalam gen SPINK5 (yang

diekspresikan dalam epidermis teratas) yang menghasilkan LEK1, menghambat 2

serine proteases yang terlibat dalam skuamasi dan inflamasi (tryptic dan chymotryptic

enzymes), mengakibatkan gangguan keseimbangan antara protease dan inhibitor

protease. Ketidakseimbangan tersebut berkontribusi dalam inflamasi kulit pasien DA. 4

Selain respons imun pada kulit di atas, terjadi juga perubahan respons imun

sistemik pada DA, sebagai berikut:10

1. Sintesis IgE meningkat

2. IgE spesifik terhadap alergen ganda meningkat, termasuk terhadap

makanan, aeroalergen, mikroorganisme, toksin bakteri, dan autoalergen

3. Ekspresi CD23 (reseptor IgE berafi nitas rendah) pada sel B dan monosit

meningkat

4. Pelepasan histamin dari basofi l meningkat

5. Respons hipersinsitivitas lambat terganggu

6. Eosinofilia

7. Sekresi IL-1, IL-5, dan IL-3 oleh sel Th2 meningkat

8. Sekresi IFN-γ oleh sel Th1 menurun

9. Kadar reseptor IL-2 yang dapat larut meningkat

10. Kadar CAMP-fosfodiesterase monosit meningkat, disertai peningkatan IL-

10 dan PGE2.

Gejala Klinis

Keluhan gatal adalah gambaran menonjol dari DA, dimanifestasikan

sebagai hiperreaktivitas kulit dan garukan setelah pajanan alergen, perubahan

kelembaban, keringat berlebihan, dan iritan konsentrasi rendah.4

Keluhan gatal dapat intermiten sepanjang hari dan lebih parah menjelang

senja dan malam. Sebagai konsekuensi keluhan gatal adalah garukan, prurigo

papules, likenifikasi, dan lesi kulit eksematosa. Lesi akut ditandai keluhan gatal

intens, papul eritem disertai ekskoriasi, vesikel di atas kulit eritem, dan eksudat

serosa. Lesi subakut ditandai papul eritem, ekskoriasi, skuamasi. DA kronik

6

Page 7: Dermatitis Atopik

ditandai oleh plakat kulit tebal, likenifikasi (accentuated skin markings), dan

papul fibrotik (prurigo nodularis). 4

Distribusi dan pola reaksi kulit bervariasi menurut usia pasien dan

aktivitas penyakit. Pada bayi, DA umumnya lebih akut dan terutama mengenai

wajah, scalp, dan bagian ekstensor ekstremitas. Daerah diaper (popok) biasanya

tidak terkena. Pada anak yang lebih tua, dan pada yang telah menderita dalam

waktu lama, stadium penyakit menjadi kronik dengan likenifikasi dan lokalisasi

berpindah ke lipatan fleksura ekstremitas. 4

Gambar 2. Gambaran klinis DA pada infantil8

Gambar 3. Gambaran klinis DA pada remaja8

7

Page 8: Dermatitis Atopik

Gambar 4. Gambaran klinis DA pada dewasa8

Dermatitis atopik sering mereda dengan pertambahan usia, dan individu dewasa

tersebut mempunyai kulit yang peka terhadap gatal dan peradangan bila terpajan iritan

eksogen. Eksema tangan kronik mungkin merupakan manifestasi primer dari banyak

orang dewasa dengan DA. 4

Penegakan Diagnosis

Diagnosis DA ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Tidak ada gambaran klinis tunggal pembeda atau tes laboratorium diagnostik

untuk DA, sehingga diagnosis didasarkan pada temuan klinis oleh Hanifin &

Rajka (Tabel 1.1).

Tabel 1. Kriteria mayor dan minor dermatitis atopik4

Kriteria Mayor ( ≥ 3)

Kriteria Minor (≥ 3)

1. Gatal2. Morfologi dan

distribusi lesi khas: likenifikasi fleksural atau hiperlinearis pada dewasa. Mengenai wajah dan ekstensor pada bayi dan anak.

3. Dermatitis kronik atau kronik berulang.

1. Kulit kering2. Iktiosis/

hiperlineas palmar/keratosis pilaris

3. Peningkatan kadar IgE serum

4. Usia awitan dini5. Kecenderungan

mendapat infeksi kulit akibat gangguan imunitas seluler

6. Kecenderungan mendapat

11. Keratokonus12. Katarak subkapsuler

anterior13. Hiperpigmentasi daerah

orbita14. Kemerahan/kepucatan di

pipi15. Pitiriasis alba16. Dermatitis di lipatan

leher anterior17. Gatal bila berkeringat18. Intoleransi terhadap wol

dan pelarut lemak19. Aksentuasi perifolikuler20. Intoleransi makanan

8

Page 9: Dermatitis Atopik

4. Riwayat atopi pada pasien atau keluarga.

dermatitis non spesifik pada tangan dan kaki

7. Eksema pada putting susu

8. Kelitis9. Konjungtivitis

berulang10. Lipatan orbita

Dennie-Morgan

21. Perjalanan penyakit dipengaruhi lingkungan/emosi

22. Dermografisme putih/delayed blanch

Diagnosis Banding

Dalam diagnosis banding, terdapat sejumlah penyakit kulit inflamasi,

imunodefisiensi, penyakit genetik, penyakit infeksi, dan infestasi yang mempunyai

gejala dan tanda yang sama dengan DA, yaitu: 4

1. Dermatitis kontak (alergik dan iritan)

2. Dermatitis seboroik

3. Skabies

4. Psoriasis

5. Iktiosis vulgaris

6. Dermatofitosis

7. Eczema asteatotik

8. Liken simplek kronikus

9. Dermatitis numularis

9

Page 10: Dermatitis Atopik

Penatalaksanaan

Gambar 6. Skema Pendekatan Pada Pasien DA4

10

Pasien dengan riwayat dermatitic pruritis

Gejala pada pasien dimasukkan dalam kriteria Hanifin-Rajka

Langkah-langkah perawatan kulit secara umum :

1. Edukasi2. Hidrasi kulit dan pemakaian emolien/ pelindung sawar kulit3. Menghindari iritan4. Identifikasi dan hindari alergen pencetus5. Penggunaan terapi antiinflamasi (topikal steroid, oenghambat

calcineurin topikal)6. Pemberian obat antipruritus (antihistamin sedatif)7. Identifikasi dan pengobatan terhadap infeksi sekunder seperti

bakteri, virus atau jamur.8. Pengobatan terhadap aspek psikososial penyakit.

+ -

Pikirkan diagnosa lainnya.

Keberhasilan terapi+

Titrasi terapi topikal, hanya menggunakan emolien/ pelindung sawar kulit. Untuk steroid topikal dan calceneurin topikal diberikan jika perlu saja

-

Tinjau kembali diagnosa DAMempertimbangkan peran agen infeksius yang tidak dikenal, alergen dan lain-lain.Memepertimbangkan keterbatasan pasien dalam memahami rencana terapi

Keberhasilan terapi

+

Konsultasi dengan spesialis DAPertimbangkan untuk biopsi kulit Pertimbangkan untuk rawat inapPertimbangkan untuk mendapat terapi siklosporin A, terapi ultraviolet dan lain-lain.

-

Page 11: Dermatitis Atopik

Prinsip terapi :

1. Hindari paparan antigen

2. Cegah timbulnya ikatan antigen dengan IgE

3. Hambat sekresi mediator radang yang disekresi mastosit dan eosinofil

4. Cegah infeksi berarti mencegah kekambuhan 4

A. Non Medikamentosa

Untuk memperoleh keberhasilan terapi DA, diperlukan pendekatan

sistematik meliputi hidrasi kulit dan identifikasi serta eliminasi faktor pencetus

seperti iritan, alergen, infeksi, dan stressor emosional (gambar 2.Selain itu,

rencana terapi harus individualistik sesuai dengan pola reaksi penyakit, termasuk

stadium penyakit dan faktor pencetus unik dari masing-masing pasien.4

B. Medikamentosa

Hidrasi kulit

Pasien DA menunjukkan penurunan fungsi sawar kulit dan xerosis yang

mempengaruhi terjadinya fisura mikro kulit yang dapat menjadi jalan masuk patogen,

iritan dan alergen. Problem tersebut akan dipengaruhi oleh musim dan lingkungan kerja

tertentu. Mandi dengan sabun berpelembab minimal 20 menit dilanjutkan dengan

pemberian emollient (untuk menahan kelembaban) dapat meringankan gejala. Terapi

hidrasi bersama dengan emolien dapat mengembalikan dan memperbaiki sawar lapisan

kulit, dan dapat mengurangi pemakaian steroid topikal. 4

Steroid topical

Karena steroid memiliki efek samping, maka pemakaian steroid topikal hanya

diberikan pada DA eksaserbasi akut. Setelah fase akut DA berakhir, maka pemberian

steroid jangka panjang dapat dipertahankan pada sebagian pasien dengan pemakaian

fluticasone 0.05% 2 x/minggu pada area yang telah sembuh. Steroid poten harus

dihindari pada wajah, genitalia dan daerah lipatan. Steroid dioleskan pada lesi dan

emolien diberikan pada kulit yang tidak terkena. Steroid ultra-poten hanya boleh

dipakai dalam waktu singkat dan pada area likenifikasi (tetapi tidak pada wajah

atau lipatan). Steroid mid-poten dapat diberikan lebih lama untuk DA kronik pada

badan dan ekstremitas. Efek samping local meliputi stria, atrofi kulit, dermatitis

perioral, dan akne rosasea.4

11

Page 12: Dermatitis Atopik

Inhibitor kalsineurin topical

Takrolimus dan pimekrolimus topikal telah dikembangkan sebagai

imunomodulator nonsteroid. Salap takrolimus 0.03% telah disepakati sebagai terapi

intermiten DA derajat sedang-berat pada anak ≥ 2 tahun dan takrolimus 0.1%

untuk dewasa. Krim pimekrolinus 1% untuk anak ≥ 2 tahun dengan DA derajat

ringan-sedang. Kedua obat ini efektif dan aman dipakai sebagai terapi sampai 4 tahun

(untuk pemakaian takrolimus) dan 2 tahun (untuk pimekrolimus). Kedua bahan

tersebut tidak menyebabkan atrofi kulit, sehingga aman untuk wajah dan lipatan, dan

tidak menyebabkan peningkatan kecenderungan mendapat superinfeksi virus. 4

Antibiotik topical

Sefalosporin dan golongan penicillins (dikloksasilin, oksasilin, kloksasilin)

diberikan untuk pasien yang tidak resisten terhadap strain S. aureus. Stafilokokus

yang resisten golongan tersebut memerlukan kultur dan uji sensitivitas untuk

menentukan obat yang cocok. 4

Mupirosin topikal dapat berguna untuk lesi yang mengalami infeksi sekunder.

Terapi antivirus juga dapat diberikan apabila terdapat infeksi herpes simplek kulit.

Infeksi dermatofit dapat menyebabkan eksaserbasi DA, sehingga harus diterapi

dengan anti-jamur topikal atau sistemik.4

Preparat ter

Preparat ter mempunyai efek antipruritus dan anti-inflamasi pada kulit tetapi

tidak sekuat steroid topikal. Preparat ter dapat mengurangi potensi steroid topikal

yang diperlukan pada terapi pemeliharaan DA kronis. Preparat ter tidak boleh

diberikan pada lesi kulit radang akut, karena dapat terjadi iritasi kulit. Efek

samping ter di antaranya folikulitis dan fotosensitif.4

Anti-pruritus sistemik

Steroid topikal dan hidrasi kulit sering mengurangi keluhan gatal. Namun

pemberian antihistamin sistemik dapat memblok reseptor H1 dalam dermis,

sehingga dapat menghilangkan pruritus akibat pelepasan histamin. Karena pruritus

biasanya lebih parah pada malam hari, maka dianjurkan pemberian antihistamin

sedatif, hidroksizin, doksepin atau difenhidramin, yang mempunyai efek samping

mengantuk bila diberikan pada waktu tidur. Doksepin memiliki efek antidepresan dan

efek blok terhadap reseptor H1 dan H2. Obat ini dapat diberikan dengan dosis 10-

12

Page 13: Dermatitis Atopik

75 mg oral malam hari atau sampai 2 x 75 mg pada pasien dewasa. Pemberian

doksepin 5% topikal jangka pendek (1 minggu) dapat mengurangi pruritus tanpa

menimbulkan sensitisasi. Walaupun demikian, dapat terjadi efek sedasi pada

pemberian topical area yang luas dan dermatitis kontak alergik. 4

Pemberian antihistamin non-sedatif akan menunjukkan hasil yang bervariasi,

dan akan berguna bila DA disertai dengan urtikaria atau rhinitis alergika.4

Steroid sistemik

Pemberian steroid sistemik sering dipilih karena terapi topikal dan hidrasi

kulit memberikan hasil yang lambat. Pemakaian kortikosteroid oral diberikan

pada kasus DA fase akut dan jarang pada DA fase kronik. Jenis kortikosteroid

yang diberikan untuk mempercepat hilangnya gejala pada fase akut biasanya

adalah golongan kortikosteroid potensi sedang sampai tinggi dengan pemberian

jangka pendek. Outcome pasien setelah pemberian steroid sistemik sering disertai

rebound flare berat setelah pemakaian steroid dihentikan. Bila ini diberikan, perlu

dilakukan tappering off dosis. 1, 4

Siklosporin sistemik

Siklosporin adalah obat imunosupresif poten yang bekerja terutama terhadap

sel T dengan cara menekan transkripsi sitokin. Pasien DA dewasa dan anak yang

refrakter terhadap terapi konvensional, dapat berhasil dengan siklosporin jangka

pendek. Dosis 5 mg/kg umumnya dipakai dalam pemakaian jangka pendek dan

panjang (1 tahun). Penghentian terapi dapat menyebabkan kekambuhan. Selain itu

siklosporin dapat meningkatkan kreatinin serum, gangguan ginjal dan hipertensi.4

Fototerapi

Saat ini, sinar ultraviolet telah digunakan sebagai terapi pada dermatitis

atopik. Kombinasi UVA dan UVB dapat berguna sebagai terapi penyerta DA.

Target UVA dengan/tanpa psoralen adalah sel LC dan eosinofil, sedangkan UVB

berfungsi imunosupresif melalui penghambatan fungsi sel penyaji antigen, LC dan

merubah produksi sitokin oleh keratinosit. Efek samping jangka pendek berupa

eritema, nyeri kulit, gatal, dan pigmentasi, sedangkan efek samping jangka

panjang adalah penuaan kulit dan keganasan. 4, 11

13

Page 14: Dermatitis Atopik

Penggunaan Kortikosteroid

Kortikosteroid adalah derivat dari hormon kortikosteroid yang dihasilkan

oleh kelenjar adrenal. Ada 2 jenis hormon adrenokortikal yang utama, yaitu

mineralokortikoid dan glukokortikoid. Selain hormone ini, korteks adrenal juga

mensekresi sedikit hormone kelamin, terutama androgen yang fungsinya mirip

dengan hormone testosterone pada pria. Hormone mineralokortikoid

mempengaruhi elektrolit cairan ekstrasel terutama natrium dan kalium, sedangkan

hormone glukokortikoid dapat meningkatkan glukosa darah dan berefek pada

metabolisme protein dan lemak. 12,13

Farmakokinetik

Terdapat lebih dari 30 jenis steroid dari korteks adrenal, namun hanya 2

yang berguna sebagai fungsi endokrin pada manusia, yaitu aldosteron

(mineralokortikoid utama) dan kortisol (glukokortikoid utama). 12

Glukokortikoid di sintesis dari kolesterololeh zona fasikulata dan zona

retikularis dan dilepaskan ke dalam sirkulasi dibawah pengaruh ACTH. Waktu

paruh kortisol dalam sirkulasi normalnya kira- kira 60-90 menit, dan dapat

meningkat bila diberikan (sintetik) dalam jumlah besar atau bila stress,

hipotiroidisme atau adanya penyakit hati. 12

Tabel 2. Potensi relatif glukokortikoid 10

Macam

Kortikosteroid

Potensi

glukokortikoid

Dosis Ekuivalen

(mg)

Potensi

mineralokortikoid

Kerja singkat

Hidrokortison

Kortison

1

0,8

20,0

25,0

2+

2+

14

Page 15: Dermatitis Atopik

Kerja sedang

meprednison

Metilprednisolon

Prednisolon

Prednison

Triamsinolon

4-5

5

4

4

5

4,0

4,0

5,0

5,0

5,0

0

0

1+

1+

0

Kerja lama

Betametason

Deksametason

Parametason

20-30

20-30

10

0,6

0,75

2,0

0

0

0

Farmakodinamik

Pada waktu memasuki jaringan, glukokortikoid berdifusi atau ditransport

menembus sel membrane dan terikat pada kompleks reseptor sitoplasmik

glukokortikoid heat shock protein.14

Kortikosteroid sistemik golongan glukokortikoid banyak digunakan dalam

bidang dermatologi karena obat tersebut mempunyai efek imunosupresan dan

anti-inflamasi. Kortikosteroid dapat menurunkan permeabilitas kapiler karena

obat ini menurunkan efek enzim proteolitik sehingga mencegah kehilangan

plasma ke dalam jaringan. Selain itu kortikosteroid menghilangkan pembentukan

prostaglandin dan leukotrien yang meningkatkan vasodilatasi sehingga

menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah jika dioleskan langsung ke pembuluh

darah dan mengurangi mobilitas sel darah putih. Hormone ini juga menekan

system imun dengan menurunkan reproduksi limfosit T, sehingga akan

mengurangi proses inflamasi pada jaringan tersebut.12,13

15

Page 16: Dermatitis Atopik

Kortikosteroid merupakan obat yang mempunyai khasiat dan indikasi klinis

yang sangat luas. Kortikosteroid sering disebut sebagai life saving drug. Manfaat

dari preparat ini cukup besar tetapi karena efek samping yang tidak diharapkan

cukup banyak, maka dalam penggunaannya dibatasi termasuk sebagai

dermatoterapi. 12

Steroid sistemik dapat dipertimbangkan untuk jangka pendek digunakan

dalam kasus-kasus tertentu, dikarenakan efek sampingnya yang juga perlu

diperhatikan bila digunakaan jangka panjang.

Tabel 3. Efek Samping Kortikosteroid Sistemik 10

Tempat Efek Samping

Saluran cerna Hipersekresi asam lambung, mengubah proteksi

gaster, ulkus peptikum/perforasi, pancreatitis,

ilieitis regional, colitis ulseratif

Otot Hipotrofi, fibrosis, miopati panggul/bahu

Sususan saraf pusat Perubahan kepribadian (euphoria, insomnia,

gelisah, psikosis, paranoid, hiperkinesis,

Tulang Osteoporosis, fraktur kompresi vertebrae, skoliosis,

fraktur tulang panjang

Kulit Hirsustisme, hipotrofi, strie atrofise, dermatoformis

akneformis, purpura, telangiektasis.

Mata Katarak subskapular posterior, glaukoma

Darah Kenaikan Hb, eritrosit, leukosit, limfosit

Pembuluh darah Kenaikan tekanan darah

Kelenjar adrenal bagian

korteks

Atrofi, tidak bisa melawan stress

16

Page 17: Dermatitis Atopik

Metabolism protein,

karbohidrat dan lemak

Kehilangan protein, hiperlipidemia, gula meninggi,

obesitas, buffalo bump, perlemakan hati

Elektrolit Retensi Na/air, kehilangan kalium

Sistem imunitas Menurun, rentan terhadap infeksi, reaksi

tuberculosis dan herpes simpleks, keganasan

Efek samping sistemik jarang terjadi, dan agar aman digunakan dosis tidak

lebih dari 30 gram tanpa oklusi. Pada kulit bayi yang masih tipis, digunakan

kortikosteroid topical yang lemah. Pada kejadian akut dipakai golongan lemah,

dan pada subakut digunakan golongan sedang. Dan jika kelainan kronis,

digunakan golongan kuat. Dan bila telah membaik, dilakukan penurunan

frekuensi pengolesan ataupun dosis pemakaian.14

Pemberian kortikosteroid topical original adalah hidrokortison. Turunan 9α-

flouro dari hidrokortison aktif secara topical, akan tetapi kurang disukai karena

terdapat sifat mineralokortikoid. Steroid 9α-flouro dari betamethason dan

dexamethason yang kemudian dikembangkan tidak lebih baik dari hidrokortison.14

Kortikosteroid topikal hanya sedikit diabsorpsi setelah pemberian kira-kira 1

% dari larutan hidrokortison. Terbatasnya penetrasi kortikosteroid topical dapat

diatasi dalam keadaan klinik tertentu, misalnya dengan suntikan kortikosteroid

intralesi.14

Penggolongan

Kortikosteroid topical dibagi menjadi 7 golongan berdasarkan potensi

klinisnya, yaitu sebagai berikut.

Tabel 4. Potensi Kortikosteroid TopikalKlasifikasi Nama Generik

Golongan 1: (super poten) 0,05% betamethason dipropionate0,05% diflorasone diacetate0,05% clobetasol propionate0,05% halobetasol propionate

Golongan II: (potensi tinggi) 0,1% amcinonide0,05% betamethasone dipropionate

17

Page 18: Dermatitis Atopik

0,01% mometasone fuorate0,05% diflorasone diacetate0,01% halcinonide0,05% fluocinonide0,05% diflorasone diacetate0,05% betamethasone dipropionate0,25% desoximetasone0,05% desoximetasone

Golongan III: (potensi tinggi) 0,1% amcinonide0,05% betamethasone dipropionate0,01% mometasone fuorate0,05% diflorasone diacetate0,01% halcinonide0,05% fluocinonide0,05% diflorasone diacetate0,05% betamethasone dipropionate0,25% desoximetasone0,05% desoximetasone

Golongan IV: (potensi medium)

0,1% triamcinolone acetonide0,05% flurandrenolide0,1% mometasone furoate0,1% triamcinolone acetonide0,025% fluocinolone acetonide0,2% hydrocortisone valerate

Golongan V: (potensi medium)

0,05% flurandrenolide0,05% fluticasone propionate0,1% prednicarbate0,05% betamethasone dipropionate0,1% triamcinolone acetonide0,1% hydrocortisone butyrate0,025% fluocinolone acetonide0,05% desonide0,1% betamethasone valerate0,2% hydrocortisone valerate

Golongan VI: (potensi medium)

0,05% aclometasone0,1% triamcinolone acetonide0,05% desonide0,025% triamcinolone acetonide0,1% hydrocortisone butyrate0,01% fluocinolone acetonide0,05% desonide0,1% betamethasone valerate

Golongan VII: (potensi lemah)

Obat topical dengan hidrokortison,  dekametason, glumetalone, prednisolone, dan metilprednisolone

18

Page 19: Dermatitis Atopik

Penggunaan kortikosteroid topikal pada kulit memiliki efek samping berupa

atrofi kulit, Acneiform reaction, hipertrikosis, perubahan pigmen kulit,

mencetuskan infeksi mikroorganisme patogen dan reaksi alergi.4

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : Ny. C

Umur : 69 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Kampung Ateuk

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Status Pernikahan : Menikah

HP/ Telp : 085270808750

Nomor CM : 1-00-47-74

Tanggal Periksa : 04 November 2014

Anamnesis

Keluhan Utama : gatal di daerah wajah dan lipat siku

Riwayat Penyakit Sekarang : pasien datang mengeluhkan gatal di daerah wajah

dan kedua siku yang dirasakan sejak 3 hari yang

lalu. Gatal muncul tiba- tiba dan terasa berkurang

sesaat setelah pasien mandi, namun tidak lama

kemudian gatal muncul kembali. Gatal juga disertai

perubahan warna kulit yang menjadi hitam di

daerah yang gatal. Warna tersebut muncul

bersamaan dengan gatal.

Pasien juga menderita hipertensi sejak 1 tahun

terakhir dan mengonsumsi 1 jenis obat oral, 1 kali

sehari, namun pasien tidak tahu nama obatnya.

Tekanan darah tertinggi mencapai 180-200 mmHg.

19

Page 20: Dermatitis Atopik

Riwayat Penyakit Dahulu : pasien pernah menderita serangan asma 1 kali saat

tahun 2003, dan diberikan obat minum oleh dokter

tapi pasien tidak tahu nama obatnya. Riwayat alergi

makanan disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga : Keluarga tidak ada yang memiliki keluhan yang

sama seperti pasien. Riwayat atopi dalam keluarga

disangkal. Alergi makanan disangkal.

Riwayat Kebiasaan Sosial : Pasien mengaku mengganti pakaian dalam rutin dua

kali sehari, mandi dua kali sehari menggunakan

sabun Asepso. Pasien sehari- hari bekerja sebagai

ibu rumah tangga, sehari- hari hanya menjaga

cucunya di rumah.

Pemeriksaan Tanda Vital

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan darah : 140/90 mmHg

Frekuensi nadi : 78 kali/menit

Frekuensi nafas : 24 kali/menit

Pemeriksaan Fisik Kulit

Status Dermatologis

Regio : fossa cubiti dextra sinistra

20

Page 21: Dermatitis Atopik

Deskripsi Lesi : tampak patch eritema ukuran nummular hingga plakat berbatas

tidak tegas, dengan likenifikasi dan terdapat skuama halus

diatasnya, distribusi simetris.

Regio : Supra et infra orbita dextra et sinistra

Deskripsi Lesi : tampak patch eritema ukuran numular hingga plak, berbatas

tidak tegas, dengan likenifikasi dan terdapat skuama halus

diatasnya, distribusi simetris.

Diagnosis Banding

Diagnosis

banding

Definisi dan

Manifestasi KlinisGambaran Lesi Keterangan

Dermatitis

Atopik

Inflamasi kulit kronis

residif yang umumnya

sering terjadi pada masa

bayi dan anak, namun

dapat juga terjadi pada

Lesi bisa makula

atau patch, papula,

bisa disertai skuama,

krusta, erosi dan

likenifikasi pada lesi

21

Page 22: Dermatitis Atopik

dewasa.

yang kronis,

polimorf, berbatas

tidak tegas, distribusi

khas simetris. Pada

dewasa biasanya

pada angggota gerak

flexor.

Dermatitis

kontak

alergika

Inflamasi pada kulit

melalui mekanisme

imunologi, akibat

paparan allergen

eksogen.

Lesi bisa papula,

vesikel, makula atau

patch, disertai

skuama, krusta,

likenifikasi,

polimorf, berbatas

tegas sesuai alergen

kontak.

v

Likhen

simpleks

kronik

Peradangan kulit

kronik dengan rasa

sangat gatal ditandai

dengan kulit menebal

dan garis kulit terlihat

lebih jelas dengan

bentuk sirkumkripta.

Gejala terdapat rasa

yang sangat gatal

Lesi berupa papul

eritem konfluens

yang dapat

berbentuk plak

hiperpigmentasi

akibat garukan,

disertai likenifikasi

dan sering terdapat

ekskoriasi dengan

skuama minimal.

22

Page 23: Dermatitis Atopik

Dermatitis

seboroik

Peradangan kulit pada

daerah yang banyak

mengandung kelenjar

sebasea. Biasa terdapat

kulit kepala, belakang

telinga, alis mata,

ketiak, dada dan daerah

suprapubis.

Lesi berupa macula

eritema yang

ditutupi oleh papul

milier berbatas tidak

tegas dan skuama

halus. Kadang

ditemukan erosi

dengan krusta yang

sudah mongering

berwarna

kekuningan.

Psoriasis

Vulgaris

Psoriasis adalah suatu

penyakit inflamasi kulit

bersifat kronis residif,

dapat mengenai semua

umur yang ditandai

dengan plak kemerahan

yang ditutupi oleh

skuama yang tebal

berwarna putih

keperakan dan berbatas

tegas.

Tampak plak

eritematous dengan

skuama tebak

berbatas tegas.

Pemeriksaan Penunjang

- Uji klinis white dermographysm

- Atopic patch test dan prick test

- Pemeriksaan darah tepi : eosinofilia

- Pemeriksaan level serum IgE

- Histopatologi

23

Page 24: Dermatitis Atopik

- Fenomena Kaarsvlek

- Tanda Auspitz

- Fenomena Koebner

Resume

Seorang perempuan, 69 tahun, datang dengan keluhan adanya rasa gatal di

daerah wajah dan kedua siku yang dirasakan sejak 3 hari yang lalu. Pasien

memiliki riwayat asma. Dari hasil pemeriksaan fisik kulit tampak patch eritema

ukuran nummular hingga plakat berbatas tidak tegas, dengan likenifikasi dan

terdapat skuama halus diatasnya, distribusi simetris di region infra orbita dekstra

sinistra dan fossa cubiti dextra sinistra.

Diagnosis Klinis

Dermatitis atopik

Tatalaksana

Farmakoterapi

Sistemik : Cetirizine 10 mg tablet 2x1 selama 7 hari

Metilprednisolon 4 mg tablet 2x1 selama 5 hari

Topikal : Hidrokortison oint oles pagi dan sore di wajah

Tyamisin 2% + desoximethasone 60 gr oles di tangan pagi, siang,

dan malam

Urea 10% dioleskan pagi dan sore setelah mandi.

Edukasi

Memakai pelembab atau minyak untuk mencegah kulit agar tidak kering.

Menghindarkan suhu yang terlalu panas.

Mandi menggunakan sabun yang tidak berparfum.

Menghindari stress.

Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

24

Page 25: Dermatitis Atopik

DISKUSI

Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan faktor

resiko yang ada pasien. Berdasarkan kriteria Hanifin-Rajka, pasien memiliki 3

kriteria mayor serta 4 kriteria minor sehingga dapat didiagnosis dengan dermatitis

atopik. Adapun kriteria yang ada pada pasien adalah sebagai berikut.

Kriteria mayor:

1. Gatal

2. Morfologi dan distribusi khas

3. Riwayat atopi pada diri pasien (asma)

Kriteria minor:

1. Kulit kering

2. Hiperpigmentasi daerah orbita

3. Gatal saat berkeringat

4. Lesi pada tangan

Pasien dalam kasus ini merupakan wanita berusia 69 tahun. Walaupun

angka kejadian dermatitis atopik banyak terjadi pada anak- anak yaitu sekitar 10-

25

Page 26: Dermatitis Atopik

20%, akan tetapi penyakit ini masih dapat terjadi pada orang dewasa, yaitu sekitar

3%. 3

Gejala pruritus yang merupakan keluhan utama pada pasien dapat

diakibatkan oleh sel peradangan, ambang rasa gatal yang rendah akibat

kekeringan kulit, perubahan kelembaban udara, keringat berlebihan, dan juga

faktor stres. Kekeringan yang terjadi pada penderita DA diduga terjadi akibat

kadar lipid epidermis yang menurun, trans epidermal water loss meningkat, skin

capacitance (kemampuan stratum korneum mengikat air) menurun, terlebih

karena pasien berusia tua. Kekeringan kulit ini menyebabkan ambang rangsang

gatal menjadi relatif rendah dan menimbulkan sensasi untuk menggaruk, dimana

garukan ini dapat menyebabkan kerusakan sawar kulit sehingga memudahkan

mikroorganisme dan bahan iritan/alergen lain untuk masuk ke dalam kulit.4

Pasien ini diberikan terapi berupa kortikosteroid oral berupa

metilprednisolon 2x4 mg, antihistamin oral yakni cetirizine 2x10 mg, dan

kombinasi antibiotik dan kortikosteroid topical (tiamisin 2%+ desoksimethason

krim oles di tangan) dan hidrokortison 2,5% oles di wajah. Desoximethasone

adalah jenis kortikosteroid potensi tinggi (golongan II) dan dapat diberikan pada

penderita DA dewasa. Hidrokortison 2,5% merupakan kortisteroid potensi sangat

rendah (golongan VII) dan dapat dipakai di daerah wajah.10

Thiamfenikol dikombinasikan dengan desoximethasone pada pasien ini

diberikan karena terdapat tanda-tanda infeksi sekunder. Hal ini sesuai dengan

teori bahwa kombinasi kedua obat topikal ini dapat diberikan pada lesi dengan

infeksi ringan. 15

Metilprednisolon yang diberikan pada pasien merupakan golongan

glukokortikoid dengan potensi mineralokortikoid 0. Artinya obat ini tidak

mempengaruhi elektrolit cairan ekstrasel dan tidak menyebabkan retensi natrium.

Penggunaan metilprednisolon sebagai kortikosteroid sistemik diperbolehkan,

karena golongan tersebut tidak memiliki efek mineralokortikoid yang

berhubungan dengan retensi natrium dan tidak memperberat kondisi hipertensi

pada pasien. 10,13

26

Page 27: Dermatitis Atopik

Dosis yang digunakan pada pasien ini adalah 2x4 mg selama 5 hari. Hal ini

dikarenakan obat tersebut mempunyai efek imunosupresan dan anti-inflamasi dan

memberikan hasil yang lebih cepat dibandingkan topikal.4

Namun, pemberian kortikosteroid sistemik pada pasien ini harus berhati-hati

dikarenakan adanya rebound flare dan peningkatan keparahan penyakit

merupakan fenomena yang terjadi setelah penghentian steroid sistemik, sehingga

untuk mencegah hal tersebut harus di tapering off. Jadi, meskipun sementara

efektif, steroid sistemik (oral atau parenteral) umumnya harus dihindari pada

orang tua dan anak-anak dengan dermatitis atopik karena efek jangka panjang

yang merugikan, dijelaskan di BAB sebelumnya. 4

Dalam penatalaksanaan pada pasien ini, penggunaan metilprednisolon

sebagai kortikosteroid sistemik diperbolehkan, karena golongan tersebut tidak

memiliki efek mineralokortikoid yang berhubungan dengan retensi natrium dan

tidak memperberat kondisi hipertensi pada pasien. Pemberian cetirizine

dimaksudkan sebagai antihistamin yang dapat mengurangi rasa gatal pada pasien

sehingga resiko untuk timbulnya ekskoriasi karena garukan berkurang, dan resiko

infeksi juga berkurang. 4,10,13

Pada pasien ini diberikan pemahaman agar menghindari faktor pencetus

penyakit agar tidak berulang. Faktor pencetus yang perlu diidentifikasi di

antaranya sabun atau detergen, pajanan kimiawi, rokok, pakaian abrasif, pajanan

ekstrim suhu dan kelembaban. 4 Dari anamnesis, pasien mengaku menggunakan

sabun asepso saat mandi yang dapat mencetuskan terjadinya gatal, sehingga

edukasi yang diberikan adalah menghindari pemakaian sabun tersebut untuk

sementara. Pasien juga diberikan pelembab untuk mencegah kulit kering yang

dapat mencetuskan DA. 4

27

Page 28: Dermatitis Atopik

DAFTAR PUSTAKA

1. Eichenfield LF, Tom WL, Berger TG, Krol A, Paller AS, Schwarzenberger K, Bergman JN, et al. Guidlines for Care Management of Atopic Dermatitis. Section 2 : Management and Treatment of Atopic Dermatitis With Topical Therapies. J AM ACAD Dermatol. July 2014. (7) : 1. 116-132.

2. Ring J, Alomar A, Bieber T, Deleuran M, Fink WA, et al. Guidelines for Treatment of Atopic Eczema (Atopic Dermatitis) Part I. JEADV. 2012. 26 : 1045-1060.

3. Diana IA, dkk. Panduan Diagnosis dan Tatalaksana Dermatitis Atopik di Indonesia. Kelompok Studi Dermatologi Anak Indonesia. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia. Jakarta. 2014. Hal.1.

4. Leung DYM, Eichenfield LF, Boguniewicz M. Atopic dermatitis (Atopic eczema). In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, editor. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7th ed. New York: McGraw Hill; 2008. p. 146-58.

5. Ardhie, MA. Dermatitis dan Peran Steroid Dalam Penanganannya. Dexa Media. 2004. 4(17) : 157-163.

6. World Health Organisation. Guideline Set New Definitions Update Treatment For Hypertension. Bulletin of the World Health Organization, 1999, 77 (3).

28

Page 29: Dermatitis Atopik

7. Sanchez J, Paez B, Macias A, Olmos C, Falco A. Atopic Dermatitis Guideline. Position Paper from the Latin American Society of Allergy, Asthma and Immunology. Revista Alergica Mexico. 2014 (61) 3 : 178-211.

8. Wolff K, Johnson RA, Suurmond D. Fitzpatrick's Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology (5th ed). Part I: Disorders Presenting in the Skin and Mucous Membranes.  Section 2. Eczema/Dermatitis. 2007. New York : The Mc Graw Hill Companies.

9. Leung DYM et al.New Insight of Atopic Dermatits. The Journal Of Clinical Investigation. 2004. 113(5) : 651-7.

10. Sularsito S, Djuanda S. Dermatitis. In: Djuanda A, eds. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007.

11. Sidbury, R, et al. Guidelines of Care for the Management of Atopic Dermatitis. Section 3: Management and Treatment With Phototherapy and Systemic Agent. J AM ACAD Dermatol. July 2014. (7) : 1. 327-349.

12. Guyton, et all. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. 2007.13. Tjay, TH Rahardja K. Obat- Obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan Efek-

Efek Samping Edisi V. Jakarta: Elexmedia Komputindo. 2002. 14. Katzung B, G. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi II. Jakarta: EGC. 2002.15. Natalia, Menaldi SL, Agustin A. Perkembangan Terkini Pada Terapi

Dermatitis Atopik. J Indon Med Assoc. 2011.61 (7): 299-304

29