Dermatitis Akibat Reaksi Alergi

download Dermatitis Akibat Reaksi Alergi

of 39

description

dermatitis

Transcript of Dermatitis Akibat Reaksi Alergi

Sebelum membahas dermatitis akibat reaksi alergi , penulis mencoba mendeskripsikan terlebih dahulu mengenai definisi dari dermatitis dan penulis ingin menampilkan kerangka konsep penyakit dermatitis yang dimediasi oleh bahan iritan atau reaksi alergi berdasarkan dari literatur.a. Definisi Dermatitis

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesika, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis. 13b. Epidemiologi Dermatitis

Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen) misalnya bahan kimia (detergen, asam, basa, oli, semen), fisik (sinar matahari, suhu), mikroorganisme (bakteri, jamur) dan dapat pula dari dalam (endogen) misalnya dermatitis atopik. Sebagian lain tidak diketahui etiologinya yang pasti.11c. Faktor-Faktor yang mempengaruhi kejadian Dermatitis1). Faktor Endogen

a) Sawar kulit

Gangguan sawar kulit tersebut meningkatkan rasa gatal, terjadilah garukan berulang (siklus gatal-garuk-gatal) yang menyebabkan kerusakan sawar kulit. Dengan demikian penetrasi alergen, iritasi, dan infeksi menjadi lebih mudah . 6b) Genetik

Pendapat tentang faktor genetik diperkuat dengan bukti, yaitu terdapat dermatitis dalam keluarga. Jumlah penderita dermatitis di keluarga meningkat 50% apabila salah satu orangtuanya dermatitis, 75% bila kedua orangtuanya menderita Dermatitisc) Hipersensitivitas

1. Pasien Dermatitis bereaksi positif terhadap berbagai alergen, misalnya terhadap alergen makanan 40-96% dermatitis bereaksi positif (pada food challenge test)16.

2. Faktor Psikis

Berdasarkan laporan orangtua, antara 22-80% penderita dermatitis menyatakan lesi dermatitis bertambah buruk akibat stress emosi6.

2). Faktor Eksogen

a) Kontak Iritan

Kulit penderita DA ternyata lebih rentan terhadap bahan iritan, antara lain sabun alkalis, bahan kimia yang terkandung pada berbagai obat gosok untuk bayi dan anak, sinar matahari, dan pakaian wol6.b) Alergen

Alergen hirup, yaitu debu rumah dan tungau debu rumah. Hal tersebut dibuktikan dengan peningkatan kadar IgE RAST (IgE spesifik)6.

c) Infeksi Mikroorganisme

Infeksi Staphylococcus aureus ditemukan pada > 90% lesi dermatitis dan hanya pada 5% populasi normal. Hal tersebut mempengaruhi derajat keparahan dermatitis6.

d) Lingkungan

Faktor lingkungan yang kurang bersih berpengaruh pada kekambuhan dermatitis, misalnya asap rokok, polusi udara (nitrogen dioksida, sufur dioksida), walaupun secara pasti belum terbukti. Suhu yang panas, kelembaban, dan keringat yang banyak akan memicu rasa gatal dan kekambuhan dermatitis6.

d. Jenis-jenis Dermatitis

Sebagian peradangan kulit secara konvensional dikelompokkan bersama di bawah diagnosis kerja eksim atau dermatitis6. Klasifikasi Dermatitis:

a. Eksogen :

1. Dermatitis Iritan Primer2. Dermatitis Kontak Alergi (reaksi hipersensitivitas tipe-IV)3. Dermatitis Akibat Patogen (infeksi)

b. Endogen :1. Dermatitis Atopik (reaksi hipersensitivitas tipe-I)2. Dermatitis Seboroik

3. Dermatitis Diskoid

4. Dermatitis Tangan dan Kaki : hiperkeratotik/berfisura / vesikular (pomfoliks)

5. Dermatitis Statis Varikosa

6. Dermatitis Asteatotik

7. Dermatitis berskuama superfisial (xantoeritodermia perstans)

8. Dermatitis dipicu sinar

9. Neurodermatitis (termasuk liken simpleks dan prurigo nodularis)

Namun, sejak awal perlu ditekankan bahwa pembedaan yang terlalu berlebihan tidaklah diperlukan bahkan dapat menyulitkan.

Gambar 5 Skema berdasarkan Teori yang dibuat oleh penulis (Djuanda, Adhi. 2009) . Sumber : Djuanda, Adhi. Ilmu penyakit kulit dan kelamin edisi kelima. Jakarta : FK UI 2009. Hal : 129-145Pada tabel diatas, terlihat bahwa penyakit dermatitis yang disebabkan oleh reaksi alergi atau hipersensitifitas yaitu karena faktor endogen terjadi pada dermatitis atopik dan dermatitis kontak alergika.dimana reaksi hipersensitivitas tipe 1 atau tipe cepat pada dermatitis atopik dan reaksi hipersensitivitas tipe IV atau tipe lambat pada dermatitis kontak alergi.

e. Perbedaan antara DKA dan DKI

Berikut ini adalah pembagian untuk membedakan antara dermatitis kontak alergi dengan dermatitis kontak iritan, dikarenakan penyebabnya yang berbeda diantara keduanya , sehingga supaya memudahkan penulis dan pembaca untuk membedakan antara ke dua dermatitis ini oleh karena yang dibahas pada referat ini ialah Dermatitis yang disebabkan oleh karena Alergi :

1) DEFINISI

1. Dermatitis Kontak Alergi (DKA)

Suatu dermatitis (peradangan kulit) yang timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi.2

2. Dermatitis Kontak Iritan (DKI)

DKI adalah penyakit lokal terbatas pada daerah yang terkena iritasi. Hal ini disebabkan oleh paparan kulit untuk bahan kimia atau agen fisik lainnya yang mampu mengiritasi kulit, akut atau kronis. Iritasi yang parah menyebabkan reaksi beracun bahkan setelah eksposur singkat. Kebanyakan kasus disebabkan oleh satu paparan kumulatif kronis atau lebih iritasi. Tangan adalah daerah yang paling sering terkena.1

Bentuk efloresensi dermatitis kontak iritan meliputi: folikular dan pecahan dari vesikel, miliaria, perubahan pigmen (hypo-dan hiperpigmentasi), reaksi granulomatous , dan alopesia.1

Dermatitis kontak iritan (DKI) berkembang sebagai akibat dari kerusakan langsung ke stratum korneum yang menyebabkan perubahan pH atau seluler, lipid yang menyebabkan terlihat aktivasi sel dan respon inflamasi.32) ETIOLOGI

1. Dermatitis Kontak Alergi (DKA)

Alergen = kontaktan = sensitizer. Biasanya berupa bahan logam berat, kosmetik (lipstik, deodoran, cat rambut), bahan perhiasan (kacamata, jam tangan, anting-anting), obat-obatan (obat kumur, sulfa, penisilin), karet (sepatu, BH).2 2. Dermatitis Kontak Iritan (DKI)

Penyebab munculnya DKI adalah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu.4 Iritasi sebagian besar bahan kimia, dalam bentuk padat, cair, atau fase gas, tetapi juga termasuk partikel mineral atau vegetal yang mengelupas atau bisa tertanam di kulit. Iritasi segera adalah zat korosif yang menghasilkan bahan kimia luka bakar dalam beberapa menit sampai beberapa jam setelah satu eksposur.5

Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi bahan tersebut, dan vehikulum, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau berselang), adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian pula gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan.4

3) PATOGENESIS

1. Dermatitis Kontak Alergi (DKA)

Suatu fenomenan imunologi yang membutuhkan Anti gen Presenting Cells (APC) dan Anti gen Processing Cells tanpa mempersoalkan keadaan pertahanan stratum korneum, sehingga meskipun stratum korneum intak, tidak dapat mencegah terjadinya dermatitis kontak alergi pada individu yang sensitif. Di sini yang berperan adalah reaksi tipe IV (Gell dan Coombs). Reaksi yang menimbulkan dermatitis kontak alergi ini di bagi dalam dua fase: fase sensitisasi dan fase elisitasi.4

a. Fase sensitisasi

Bahan kimia yang dapat bersifat sebagai allergen biasanya mempunyai berat molekul kecil, larut dalam lemak dan ini disebut sebagai hapten. Hapten akan berpenetrasi menembus lapisan korneum sampai mencapai lapisan bawah epidermis. Hapten ini akan difagosit oleh sel Langerhans, kemudian hapten akan diubah oleh enzim lisosom dan sitosolik yang kemudian berikatan dengan HLA-DR membentuk anti gen. HLA-DR dan anti gen ini akan di perkenalkan kepada sel limfosit T melalui CD4 (cluster of differentiation-4) yang akan mengenal HLA-DR dan CD3 (cluster of differentiation-3) yang akan mengenal anti gen tersebut. Perkenalan ini terjadi di kulit atau di kelenjar limfe regional.4

Sel Langerhans kemudian mengeluarkan IL-1 yang akan merangsang sel limfosit T mengeluarkan IL-2 dan akan menyajikan reseptor IL-2 pada permukaan sel limfosit tersebut dan sitokin. Hal ini akan menyebabkan proliferasi dari sel limfosit T yang sudah di kenal dan siap menerima anti gen yang serupa. Sel limfosit T yang demikian disebut sel memori dan bisa didapatkan di kulit ataupun kelenjar limfe regional.4

b. Fase elisitasi

Fase elisitasi ini dimulai ketika anti gen yang serupa, setelah difagosit oleh sel Langerhans dengan cepat akan dikenal oleh sel memori sehingga sel memori akan mengeluarkan IFN-g (interferon gamma) yang akan merangsang keratinosit yang akan menampakkan ICAM-1 dan HLA-DR pada permukaan keratinosit. ICAM-1 akan memungkinkan keratinosit berikatan dengan sel lekosit yang pada permukaannya terdapat LFA-1 (lymphocyte associated-1).4

Seperti telah kita ketahui HLA-DR akan memungkinkan keratinosit berikatan dengan sel T limfosit dan sel T sitotoksik. Di samping itu keratinosit akan memproduksi IL-1, IL-6 dan GM-CSF yang semua ini akan mengaktivasi sel limfosit T. IL-1 memproduksi eicosanoid, dimana kombinasi antara eicosanoid dan sitokin-sitokin yang dibentuknya akan mengaktifkan sel mast dan makrofag, sehingga akan terbentuklah histamin yang menimbulkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Semua proses yang telah di sebut di atas menimbulkan reaksi radang yang kita kenal sebagai dermatitis kontak alergik.4

2. Dermatitis Kontak Iritan (DKI)

a. Mekanisme seluler DKI masih belum diketahui. Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak pada lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit.4b. Kebanyakan bahan iritan (toksin) merusak membran lemak (lipid membrane) keratinosit, tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria, atau komponen inti. Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakidonat, diasilgliserida, platelet activating factor (PAF), dan inositida. Asam arakidonat dirubah menjadi prostaglandin dan leukotrien. Prostaglandin dan leukotrien menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskular sehingga mempermudah transudasi komplemen dan kinin. Prostaglandin dan leukotrien juga bertindak sebagai kemoatraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mas melepaskan histamin, leukotrien dan prostaglandin lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan vaskular. 5c. Diasilgliserida dan second messenger lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte macrophage colony stimulant factor (GMCSF). IL-1 mengaktifkan sel T-helper mengeluarkan IL-2 dan mengekspresi reseptor IL-2, yang menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut.6d. Keratinosit juga membuat molekul permukaan HLA-DR dan adhesi intrasel-1 (ICAM-1). Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNF, suatu sitokin proinflamasi yang dapat mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit, menginduksi ekspresi molekul adhesi sel dan pelepasan sitokin.4,5,6e. Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat terjadinya kontak di kulit berupa eritema, edema, panas, nyeri, bila iritan kuat. Bahan iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan sel di bawahnya oleh iritan.74) GAMBARAN KLINIS

1. Dermatitis Kontak Alergi (DKA)

Penderita pada umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis dan lokalisasinya. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritematosa yang berbatas jelas, kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bulla. Vesikel atau bulla dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). DKA akut di tempat tertentu, misalnya kelopak mata, penis, skrotum, eritema dan edema lebih menonjol.7,8,9Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis; mungkin penyebabnya juga campuran.4

DKA dapat meluas ke tempat lain, misalnya dengan cara autosensitisasi. Skalp, telapak tangan dan kaki relatif resisten terhadap DKA.6

gambar 6. Kontak alergi akut dermatitis pada bibir karena lipstik11

gambar 7. Dermatitis kontak alergi tangan: kroma5

gambar 8. Dermatitis kontak alergi karena nikel, subakut42. Dermatitis Kontak Iritan (DKI)

Kelainan kulit yang terjadi sangat beragam, bergantung pada sifat iritan. Iritan kuat memberi gejala akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis. Selain itu juga banyak faktor yang mempengaruhi sebagaimana yang telah disebutkan, yaitu faktor individu, (mislanya, ras, usia, lokasi, atopi, penyakit kulit lain), faktor lingkungan (misalnya suhu, dan klembaban udara, oklusi).4,5,6Berdasarkan penyebab dan pengaruh faktor-faktor tersebut ada yang mengklasifikasikan DKI menjadi sepuluh macam, yaitu DKI akut, lambat akut, (acut delayed ICD), reaksi iritan, kumulatif, traumateratif, eksikasi ekzematik, pustular dan akneformis, noneritematosa, dan subyektif. Ada pula yang membaginya menjadi dua kategori yaitu kategori mayor terdiri atas DKI akut termasuk luka bakar kimiawi, dan DKI kumulatif. Kategori lain terdiri atas: DKI lambat akut, reaksi iritasi, DKI traumatik, DKI eritematosa, dan DKI subyektif.7,8

gambar 9. Awal dermatitis kontak iritan kronis pada ibu rumah tangga8

gambar 10. Obat penghilang rambut yang terbuat dari alkali7

gambar 11. Dermatitis kontak iritan akut di tangan karena pelarut industri115) PEMERIKSAAN

1. Dermatitis Kontak Alergi (DKA)

a. Biopsi

Biopsi adalah bantuan terbatas dalam dermatitis kontak. Sebagian besar jenis eksim menunjukkan perubahan patologis yang identik, dan alergi dan dermatitis kontak iritan primer tidak dapat dibedakan dengan kepastian.6

b. Pemeriksaan Fisik

Respon eksematosa (dermatitis)

Tingkat keparahan dermatitis ditentukan oleh intensitas eksposur dan tingkat sensitivitas . Gambaran klinis ini juga untuk batas tertentu tergantung pada lokasi dan dermatitis pada agen penyebab. Distribusi dermatitis mungkin karena bahan yang menyebabkan alergi, misalnya bahwa karena nikel atau tekstil.6,5Tanda-tanda utama dalam dermatitis kontak alergi akut eritema, bengkak, papula dan papulovesikel, yang mencerminkan urutan perubahan inflamasi pada dermis dan intraseluler dan edema interseluler pada epidermis . Secara lebih akut dan parah kasus ini dapat berkembang menjadi gangguan antar sel dan pengembangan vesikel yang lebih besar atau lecet. Gejala yang dominan adalah gatal. Jika dermatitis kontak terus berlanjut, hal itu mungkin karena dilanjutkan atau berulang paparan alergen atau iritan atau alergen sekunder. Kulit menjadi kering, bersisik dan tebal sebagai hasil dari akantosis, hiperkeratosis, edema, dan infiltrasi seluler di dermis. Likenifikasi dan fisura dapat berkembang kemudian. Fitur-fitur klinis dermatitis kontak alergi kronis tidak bisa selalu dibedakan dari konstitusi atau iritasi dermatitis kontak, dan etiologi tersebut memang sering dicampur.7,8c. Pemeriksaan Penunjang

1. Uji Tempel atau Patch Test (In Vivo)

Uji tempel digunakan untuk mendeteksi hipersensitivitas terhadap zat yang bersentuhan dengan kulit sehingga alergen dapat ditentukan dan tindakan korektif dapat diambil. Uji tempel merupakan pemeriksaan untuk konfirmasi dan diagnostik tetapi hanya dalam kerangka anamnesis dan pemeriksaan fisik, uji tempel ini jarang membantu jika tanpa anamnesis dan pemeriksaan fisik. Uji tempel dapat diadministrasikan dengan thin-layer rapid-use epicutaneous (TRUE) atau dengan ruang aluminium yang disiapkan tersendiri (Finn) dimana dipasang pada tape Scanpor. Zat uji biasanya diaplikasikan pada punggung atas, meskipun jika hanya satu atau dua yang diterapkan, lengan luar atas juga dapat digunakan. 13 Tempelan dihapus setelah 48 jam (atau lebih cepat jika gatal parah atau terbakar pada kulit) kemudian dibaca. Kulit yang ditempel ini perlu dievaluasi lagi pada hari ke-4 atau 5, karena reaksi positif mungkin tidak muncul sebelumnya.7

gambar 12. Tes Patch pada DKA7

2. Provocative Use Test

Pemeriksaan ini akan mengkonfirmasi reaksi uji tempel yang mendekati positif terhadap bahan-bahan dari zat, seperti kosmetik. Pemeriksaan ini juga digunakan untuk menguji produk-produk untuk kulit. Bahan digosok ke kulit normal pada bagian dalam lengan atas beberapa kali sehari selama lima hari.83. Uji Photopatch

Uji photopatch digunakan untuk mengevaluasi fotoalergi kontak terhadap zat seperti sulfonamid, fenotiazin, p-aminobenzoic acid, oxybenzone, 6-metil kumarin, musk ambrette, atau tetrachlorsalicylanilide. Sebuah uji tempel standar diterapkan selama 24 jam, hal ini kemudian terekspos 5 sampai 15 J/m2 dari ultraviolet-A dan dibaca setelah 48 jam.7

2. Dermatitis Kontak Iritan (DKI)

a. Patologi

Reaksi alergi dermatitis kontak secara histologis hampir selalu eczematous dan agak monomorfik, yang menimbulkan oleh karena iritasi menunjukkan pleomorfik jauh lebih besar. Histologik perubahan bervariasi sesuai dengan sifat kimia dan konsentrasi iritasi, jenis dan durasi paparan, tingkat keparahan respon dan waktu sampling. Beberapa reaksi iritasi mungkin secara histologis dapat dibedakan dari dermatitis kontak alergi, sedangkan yang lain mungkin memiliki ciri-ciri morfologi karakteristik jenis tertentu kimia. Lebih dari satu pola respon dapat disebabkan oleh iritasi yang sama.6,7b. Pemeriksaan Fisik

Ketika memeriksa daerah yang terkena, memperhatikan keparahan dermatitis, distribusi, dan yang penting derajat gangguan fungsi. Memeriksa seluruh daerah kulit sebagai tempat yang jauh keterlibatan mungkin ada tanda-tanda dermatitis atopik, psoriasis, liken planus, atau lain non-kerja, kondisi pribadi.4,56) DIAGNOSIS

1. Dermatitis Kontak Alergi (DKA)

Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan klinis yang teliti.5

Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit yang ditemukan. Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, riwayat atopi, baik dari yang bersangkutan maupun keluarganya.5,6,7Pemeriksaan fisis sangat penting, karena dengan melihat lokasi dan pola kelainan kulit sering kali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Misalnya, di ketiak oleh deodoran; di pergelangan tangan oleh jam tangan,; di kedua kaki oleh sepatu/sandal. Pemeriksaan hendaknya dilakukan di tempat yang cukup terang, pada seluruh kulit untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen.5 2. Dermatitis Kontak Iritan (DKI)

Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran klinis. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga penderita pada umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya. Sebaliknya, DKI kronis timbulnya lambat serta mempunyai variasi gambaran klinis yang luas, sehingga adakalanya sulit dibedakan dengan dermatitis kontak alergik.47) DIAGNOSIS BANDING

1. Dermatitis Kontak Alergi (DKA)DKA sering tidak menunjukan gambaran morfologi yang khas sehingga terkadang dapat menyerupai :a. Dermatitis Kontak Iritanb. Dermatitis Numularis

Adanya gejala klinis gatal dan kemerahan. Dimana terdapat lesi vesikel dan papulovesikel, membentuk seperti uang logam, eritematosa, sedikit edema dan berbatas tegas. Tempat predileksi di tungkai bawah, badan, lengan termasuk punggung tangan.4,5 gambar 12. Dermatitis Numular1

c. Dermatitis Seboroik

Adanya eritema dan skuama yang berminyak dan agak kekuningan batasnya agak kurang jelas. Tempat predileksi kulit kepala, liang telinga luar, lipatan nasolabial, daerah sternal, areola mammae, lipatan dibawah mammae, umbilikus, dan lipat paha.4

Gambar 13. Dermatitis Seboroik7c. Dermatitis AtopiAdanya kulit yang kering, pucat, dan gejala utamanya adanya pruritus. Apabila penderita menggaruk, akan timbul papul, likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi, eksudasi, dan krusta.5,6

gambar 14. Dermatitis Atopi78) TERAPI

1. Dermatitis Kontak Alergi (DKA)

a. Menghentikan Gejala

Mengidentifikasi dan menghapus agen penyebab dari dermatitis kontak alergi.1

b. Topikal

Terapi topikal glukokortikoid salep/gel (kelas I hingga III) efektif untuk lesi yang tidak terdapat bulla dari awal. Vesikel yang lebih besar dapat dikeringkan, tetapi bagian atas dari vesikel tidak harus dibersihkan. Kompres basah dengan kain yang direndam dalam larutan Burow diganti setiap 2-3 jam. Karena pengobatan dengan glukokortikoid biasanya jangka pendek pada penyakit dermatitis kontak alergi, biasanya tidak ada bahaya efek samping dari glukokortikoid. Tetapi ada yang memerlukan pengobatan sistemik. Topikal inhibitor kalsineurin pimecrolimus dan tacrolimus efektif dalam dermatitis kontak alergi tetapi untuk tingkat yang lebih rendah dibandingkan glukokortikoid.7

c. Sistemik

Terapi sistemik Glukokortikoid diindikasikan jika berat (yaitu, jika pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasa, tidak bisa tidur). Prednisone dimulai pada 70 mg (dewasa), lanjut dengan 5-10 mg/selama 1-2 minggu.4 f. Dermatitis Atopik1) Definisi

Dermatitis atopik (DA) ialah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan peningkatan IgE dalam serum dan riwayat atopi keluarga atau penderita (DA, rhinitis alergi, dan atau asma bronchial).102) Bentuk DA

Didapatkan dua tipe DA, bentuk alergik yang merupakan bentuk utama (70-80% pasien) terjadi akibat sensitisasi terhadap alergen lingkungan disertai dengan peningkatan kadar IgE serum. Bentuk lain adalah bentuk intrinsik atau non alergik, terdapat pada 20-30% pasien, dengan kadar IgE rendah dan tanpa sensitisasi terhadap alergen lingkungan. Dapat disimpulkan bahwa peningkatan kadar IgE bukan merupakan prasyarat pada patogenesis dermatitis atopik. Terdapat pula konsep bentuk murni (Pure Type), tanpa berkaitan dengan penyakit saluran nafas dan bentuk campuran (Mixed Type) yang terkait dengan sensitisasi terhadap alergen hirup atau alergen makanan disertai dengan peningkatan kadar IgE.243) Etiologi

Penyebab dermatitis atopik tidak diketahui dengan pasti, diduga disebabkan oleh berbagai faktor yang saling berkaitan (multifaktorial). Faktor intrinsik berupa predisposisi genetik, kelainan fisiologi dan biokimia kulit, disfungsi imunologis, interaksi psikosomatik dan disregulasi/ ketidakseimbangan sistem saraf otonom, sedangkan faktor ekstrinsik meliputi bahan yang bersifat iritan dan kontaktan, alergen hirup, makanan, mikroorganisme, perubahan temperatur, dan trauma. Faktor psikologis dan psikosomatis dapat menjadi faktor pencetus (faktor pencetus lain diantaranya)20 : MakananBerdasarkan hasil Double Blind Placebo Controlled Food Challenge (DBPCFC), hampir 40% bayi dan anak dengan DA sedang dan berat mempunyai riwayat alergi terhadap makanan. Bayi dan anak dengan alergi makanan umumnya disertai uji kulit (skin prick test) dan kadar IgE spesifik positif terhadap pelbagai macam makanan. Walaupun demikian uji kulit positif terhadap suatu makanan tertentu, tidak berarti bahwa penderita tersebut alergi terhadap makanan tersebut, oleh karena itu masih diperlukan suatu uji eliminasi dan provokasi terhadap makanan tersebut untuk menentukan kepastiannya (Judarwanto W., 2009). Prevalensi reaksi alergi makanan lebih banyak pada anak dengan dermatitis atopik berat. Makanan yang sering mengakibatkan alergi antara lain susu, telur, gandum, kacang-kacangan kedelai dan makanan laut.11 Alergen hirupAlergen hirup sebagai penyebab DA dapat lewat kontak, yang dapat dibuktikan dengan uji tempel, positif pada 30-50% penderita DA, atau lewat inhalasi. Reaksi positif dapat terlihat pada alergi tungau debu rumah (TDR) bulu binatang rumah tangga, jamur atau ragweed di negara-negara dengan 4 musim. 13 Infeksi kulitMikroorganisme telah diketahui sebagai salah satu faktor ekstrinsik yang berperan memberi kontribusi sebagai pencetus kambuhnya dermatitis atopik. Mikroorganisme utamanya adalah Staphylococcus aureus (SA). Pada penderita DA didapatkan perbedaan yang nyata pada jumlah koloni Staphylococcus aureus dibandingkan orang tanpa atopik. Adanya kolonisasi Staphylococcus aureus pada kulit dengan lesi ataupun non lesi pada penderita dermatitis atopik, merupakan salah satu faktor pencetus yang penting pada terjadinya eksaserbasi, dan merupakan faktor yang dikatakan mempengaruhi beratnya penyakit. Faktor lain dari mikroorganisme yang dapat menimbulkan kekambuhan dari DA adalah adanya toksin yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus. Enterotoksin yang dihasilkan Staphylococcus aureus ini dapat menembus fungsi sawar kulit, sehingga dapat mencetuskan terjadinya inflamasi. Enterotoksin tersebut bersifat sebagai superantigen, yang secara kuat dapat menstimulasi aktifasi sel T dan makrofag yang selanjutnya melepaskan histamin. Enterotoxin Staphylococcus aureus menginduksi inflamasi pada dermatitis atopik dan memprovokasi pengeluaran antibodi IgE spesifik terhadap enterotoksin Staphylococcus aureus, tetapi menurut penelitian dari Fauzi nurul, dkk, 2009., tidak didapatkan korelasi antara jumlah kolonisasi Staphylococcus aureus dan kadar IgE spesifik terhadap enterotoksin Staphylococcus aureus.154) Patogenesis

Berbagai faktor turut berperan pada pathogenesis DA, antara lain faktor genetik terkait dengan kelainan intrinsik sawar kulit, kelainan imunologik, dan faktor lingkungan14a. Genetik

Genetik Pengaruh gen maternal sangat kuat. Ada peran kromosom 5q31-33, kromosom 3q21, serta kromosom 1q21 and 17q25. Juga melibatkan gen yang independen dari mekanisme alergi. Ada peningkatan prevalensi HLA-A3 dan HLA-A9. Pada umumnya berjalan bersama penyakit atopi lainnya, seperti asma dan rhinitis. Risiko seorang kembar monosigotik yang saudara kembarnya menderita DA adalah 86% . 13Lebih dari seperempat anak dari seorang ibu yang menderita atopi keluarga akan mengalami DA pada masa 3 bulan pertama kehidupan, bila salah satu orang tua menderita atopi, lebih dari separuh jumlah anak akan mengalami gejala alergi sampai usia 2 tahun, dan meningkat sampai 79% bila kedua orangtua menderita atopi. Risiko mewarisi DA lebih tinggi bila ibu yang menderita DA dibandingkan dengan ayah. Tetapi bila DA yang dialami berlanjut hingga masa dewasa maka risiko untuk mewariskan kepada anaknya sama saja yaitu kira-kira 50%.16b. Sawar kulit

Hilangnya Ceramide dikulit, yang berfungsi sebagai molekul utama pengikat air diruang ekstraseluler stratum korneum, dianggap sebagai penyebab kelainan fungsi sawar kulit. Variasi ph kulit dapat menyebabkan kelainan metabolisme lipid di kulit. Kelainan fungsi sawar mengakibatkan peningkatan transepidermal water loss, kulit akan semakin kering dan merupakan port dentry untuk terjadinya penetrasi alergen, iritan, bakteri dan virus. Bakteri pada pasien DA mensekresi ceramide sehingga menyebabkan kulit makin kering. 17Respon imun kulit Sel-sel T baik subset CD4+ maupun subset CD8+ yang diisolasi dari kulit (CLA+ CD45RO+ T cells) maupun dari darah perifer, terbukti mensekresi sejumlah besar IL-5 dan IL-13, sehingga dengan kondisi ini lifespan dari eosinofil memanjang dan terjadi induksi pada produksi IgE. Lesi akut didominasi oleh ekspresi IL-4 dan IL-13, sedangkan lesi kronik didominasi oleh ekspresi IL-5, GM-CSF, IL-12, dan IFN-g serta infiltrasi makrofag dan eosinophil. 19 Imunopatologi Kulit Pada DA, sel T yang infiltrasi ke kulit adalah CD45RO+. Sel T ini menggunakan CLA maupun reseptor lainnya untuk mengenali dan menyeberangi endotelium pembuluh darah. Di pembuluh darah perifer pasien DA, sel T subset CD4+ maupun subset CD8+ dari sel T dengan petanda CLA+CD45RO+ dalam status teraktivasi (CD25+, CD40L+, HLADR+). Sel yang teraktivasi ini mengekspresikan Fas dan Fas ligand yang menjadi penyebab apoptosis. Sel-sel itu sendiri tidak menunjukkan apoptosis karena mereka diproteksi oleh sitokin dan protein extracellular matrix (ECM). Sel-sel T tersebut mensekresi IFN g yang melakukan upregulation Fas pada keratinocytes dan menjadikannya peka terhadap proses apoptosis di kulit. Apoptosis keratinosit diinduksi oleh Fas ligand yang diekspresi di permukaan sel-sel T atau yang berada di microenvironment.18c. Lingkungan

Sebagai tambahan selain alergen hirup, alergen makanan, eksaserbasi pada DA dapat dipicu oleh berbagai macam infeksi, antara lain jamur, bakteri dan virus, juga pajanan tungau debu rumah dan binatang peliharaan. Hal tersebut mendukung teori Hygiene Hypothesis.19,20Hygiene Hypothesis menyatakan bahwa berkurangnya stimulasi sistem imun oleh pajanan antigen mikroba dinegara barat mengakibatkan meningkatnya kerentanan terhadap penyakit atopik.Sampai saat ini etiologi maupun mekanisme yang pasti DA belum semuanya diketahui, demikian pula pruritus pada DA. Rasa gatal dan rasa nyeri sama-sama memiliki reseptor di taut dermoepidermal, yang disalurkan lewat saraf C tidak bermielin ke saraf spinal sensorik yang selanjutnya diteruskan ke talamus kontralateral dan korteks untuk diartikan. Rangsangan yang ringan, superfisial dengan intensitas rendah menyebabkan rasa gatal, sedangkan yang dalam dan berintensitas tinggi menyebabkan rasa nyeri. Sebagian patogenesis DA dapat dijelaskan secara imunologik dan nonimunologik.21d. Imnopatogenesis DA

Histamin dianggap sebagai zat penting yang memberi reaksi dan menyebabkan pruritus. Histamin menghambat kemotaksis dan menekan produksi sel T. Sel mast meningkat pada lesi dermatitis atopik kronis. Sel ini mempunyai kemampuan melepaskan histamin. Histamin sendiri tidak dapat menyebabkan lesi ekzematosa. kemungkinan zat tersebut menyebabkan pruritus dan eritema, mungkin akibat garukan karena gatal menimbulkan lesi ekzematosa. Pada pasien dermatitis atopik kapasitas untuk menghasilkan IgE secara berlebihan diturunkan secara genetik. Demikian pula defisiensi sel T penekan (suppressor). Defisiensi sel ini menyebabkan produksi berlebih igE.16Respon Imun Sistemik Terdapat IFN-g yang menurun. Interleukin spesifik alergen yang diproduksi sel T pada darah perifer (interleukin IL-4, IL-5 dan IL-13) meningkat. Juga terjadi Eosinophilia dan peningkatan IgE (Judarwanto W., 2009).23,24 Reaksi imunologis DA

Sekitar 70% anak dengan DA mempunyai riwayat atopi dalam keluarganya seperti asma bronkial, rinitis alergi, atau dermatitis atopik. Sebagian besar anak dengan DA (sekitar 80%), terdapat peningkatan kadar IgE total dan eosinofil di dalam darah. Anak dengan DA terutama yang moderat dan berat akan berlanjut dengan asma dan/atau rinitis alergika di kemudian hari (allergic march), dan semuanya ini memberikan dugaan bahwa dasar DA adalah suatu penyakit atopi. 25 Ekspresi sitokin

Keseimbangan sitokin yang berasal dari Th1 dan Th2 sangat berperan pada reaksi inflamasi penderita Dermatitis Atopik (DA). Pada lesi yang akut ditandai dengan kadar Il-4, Il-5, dan Il-13 yang tinggi sedangkan pada DA yang kronis disertai kadar Il-4 dan Il-13 yang lebih rendah, tetapi kadar Il-5, GM-CSF (granulocyte-macrophage colony-stimulating factor), Il-12 dan INFg lebih tinggi dibandingkan pada DA akut.12,13,14Anak dengan bawaan atopi lebih mudah bereaksi terhadap antigen lingkungan (makanan dan inhalan), dan menimbulkan sensitisasi terhadap reaksi hipersentivitas tipe I. Imunitas seluler dan respons terhadap reaksi hipersensitivitas tipe lambat akan menurun pada 80% penderita dengan DA, akibat menurunnya jumlah limfosit T sitolitik (CD8+), sehingga rasio limfosit T sitolitik (CD 8+) terhadap limfosit T helper (CD4+) menurun dengan akibat kepekaan terhadap infeksi virus, bakteri, dan jamur meningkat.15Di antara mediator yang dilepaskan oleh sel mast, yang berperan pada pruritus adalah vasoaktif amin, seperti histamin, kinin, bradikinin, leukotrien, prostaglandin dan sebagainya, sehingga dapat dipahami bahwa dalam penatalaksanaan DA, walaupun antihistamin sering digunakan, namun hasilnya tidak terlalu menggembirakan dan sampai saat ini masih banyak silang pendapat para ahli mengenai manfaat antihistamin pada DA (Soebaryo R.W., 2009). Trauma mekanik (garukan) akan melepaskan TNF-a dan sitokin pro inflammatory lainnya diepidermis, yang selanjutnya akan meningkatkan kronisitas DA dan bertambah beratnya eksema.15,16e. Antigen Presenting Cells

Kulit penderita DA mengandung sel Langerhans (LC) yang mempunyai afinitas tinggi untuk mengikat antigen asing (Ag) dan IgE lewat reseptor FceRI pada permukaannya, dan beperan untuk mempresentasikan alergen ke limfosit Th2, mengaktifkan sel memori Th2 di kulit dan yang juga berperan mengaktifkan Th0 menjadi Th2 di dalam sirkulasi.26f. Faktor non imunologis

Faktor non imunologis yang menyebabkan rasa gatal pada DA antara lain adanya faktor genetik, yaitu kulit DA yang kering (xerosis). Kulit yang kering akan menyebabkan nilai ambang rasa gatal menurun, sehingga dengan rangsangan yang ringan seperti iritasi wol, rangsangan mekanik, dan termal akan mengakibatkan rasa gatal.20g. Autoalergen

Sebagian besar serum pasien dermatitis atopik mengandung antibody IgE terhadap protein manusia.Autoalergen tersebut merupakan protein intraseluler,yang dapat dikeluarkan karena kerusakan keratinosit akibat garukan dan dapat memicu respon IgE atau sel T. pada dermatitis atopik berat, inflamasi tersebut dapat dipertahankan oleh adanya antigen endogen manusia sehingga dermatitis atopik dapat digolongkan sebagai penyakit terkait dengan alergi dan autoimunitas.21

Gambar 15 . Mekanisme Alergi (Endaryanto E., & Harsono A., 2010).Keterangan: Pada individu yang memiliki predisposisi alergi, paparan pertama alergen menimbulkan aktivasi sel-sel allergen-specific T helper 2 (TH2) dan sintesis IgE, yang dikenal sebagai sensitisasi alergi. Paparan allergen selanjutnya akan menimbulkan penarikan sel-sel inflamasi dan aktivasi serta pelepasan mediator-mediator, yang dapat menimbulkan early (acute) allergic responses (EARs) dan late allergic responses (LARs). Pada EAR, dalam beberapa menit 3 kontak dengan alergen, sel mast yang tersensitisasi IgE mengalami degranulasi, melepaskan mediator pre-formed dan mediator newly synthesized pada individu sensitif. Mediator-mediator tersebut meliputi histamin, leukotrien dan sitokin yang meningkatkan permeabilitas vaskuler, kontraksi otot polos dan produksi mukus. Kemokin yang dilepas sel mast dan sel-sel lain merekrut sel-sel inflamasi yang menyebabkan LAR, yang ditandai dengan influks eosinofil dan sel-sel TH2. Pelepasan eosinofil menimbulkan pelepasan mediator pro-inflamasi, termasuk leukotrien-leukotrien dan protein-protein basic (cationic proteins, eosinophil peroxidase, major basic protein and eosinophil-derived neurotoxin), dan mereka merupakan sumber dari interleukin-3 (IL-3), IL-5, IL-13 dan granulocyte/macrophage colony-stimulating factor. Neuropeptides juga berkonstribusi pada patofisiologi simptom alergi.10,11,12

Gambar 16 : Patogenesis DA (Judarwanto W., 2009).5) Manifestasi klinis

Manifestasi klinis DA berbeda pada setiap tahapan atau fase perkembangan kehidupan, mulai dari saat bayi hingga dewasa. Pada setiap anak didapatkan tingkat keparahan yang berbeda, tetapi secara umum mereka mengalami pola distribusi lesi yang serupa 11,12Kulit penderita DA umumnya kering, pucat/redup, kadar lipid diepidermis berkurang dan kehilangan air lewat epidermis meningkat. Penderita DA cenderung tipe astenik, dengan intelegensia diatas rata-rata,sering merasa cemas, egois, frustasi, agresif, atau merasa tertekan. 20,21Subyektif selalu terdapat pruritus.Terdiri atas 3 bentuk, yaitu:

1. Bentuk infantil ( 0 - 2 tahun).

Lesi awal dermatitis atopik muncul pada bulan pertama kelahiran, biasanya bersifat akut, sub akut, rekuren, simetris dikedua pipi (Zulkarnain I., 2009). Karena letaknya didaerah pipi yang berkontak dengan payudara, sering disebut eksema susu. Terdapat eritem berbatas tegas, dapat disertai papul-papul dan vesikel-vesikel miliar, yang menjadi erosif, eksudatif, dan berkrusta. Tempat predileksi dikedua pipi, ekstremitas bagian fleksor, dan ekstensor.11

Rasa gatal yang timbul sangat mengganggu sehingga anak gelisah, susah tidur, dan sering menangis. Pada umumnya lesi DA infantil eksudatif, banyak eksudat, erosi, krusta dan dapat mengalami infeksi. Lesi dapat meluas generalisata bahkan walaupun jarang, dapat terjadi eritroderma. Sekitar usia 18 bulan mulai tampak likenifikasi. 15

Gambar 17 : Dermatitis Atopik Infantil (Simpson E.L., & Hanifin J.M., 2005).

2. Bentuk anak (2 - 12 tahun)

Awitan lesi muncul sebelum umur 5 tahun. Sebagian merupakan kelanjutan fase bayi. Pada kondisi kronis tampak lesi hiperkeratosis, hiperpigmentasi, dan likenifikasi. Akibat adanya gatal dan garukan, akan tampak erosi, eksoriasi linear yang disebut starch marks. Tempat predileksi tengkuk, fleksor kubital, dan fleksor popliteal. Sangat jarang diwajah lesi DA pada anak juga bisa terjadi dipaha dan bokong. Eksim pada kelompok ini sering terjadi pada daerah ekstensor(luar) daerah persendian, (sendi pergelangan tangan, siku, dan lutut), pada daerah genital juga dapat terjadi. 10

GGambar 18.a

Gambar 18.b.

Gambar 18.c.

Gambar 18 a, b, c: Dermatitis Atopik pada Anak-anak (Simpson E.L., & Hanifin J.M., 2005).

3. Bentuk dewasa (> 12 tahun)

Bentuk lesi pada fase dewasa hampir serupa dengan lesi kulit fase akhir anak-anak. Lesi selalu kering dan dapat disertai likenifikasi dan hiperpigmentasi. Tempat predileksi tengkuk serta daerah fleksor kubital dan fleksor popliteal.24Manifestasi lain berupa kulit kering dan sukar berkeringat, gatal-gatal terutama jika berkeringat. Berbagai kelainan yang dapat menyertainya ialah xerosis kutis, iktiosis, hiperlinearis Palmaris et plantaris, pomfoliks, ptiriasis alba, keratosis pilaris (berupa papul-papul miliar, ditengahnya terdapat lekukan), dll.10Pada orang dewasa sering mengeluh bahwa penyakitnya kambuh apabila mengalami stress, mungkin karena stress menurunkan ambang rangsang gatal. DA remaja cenderung berlangsung lama kemudian menurun dan membaik (sembuh) satelah usia 30 tahun, jarang sampai usia pertengahan, hanya sebagian kecil berlangsung sampai tua.26

Gambar 19 .a.

Gambar 20 .b.

Gambar .a,b: Dermatitis Atopik Dewasa (Simpson E.L., & Hanifin J.M., 2005).

Gambar21 : tempat predileksi DA bentuk infantil (Judarwanto W., 2009).

Gambar 22: tempat predileksi DA bentuk anak-anak (Judarwanto W., 2009).6) Stigmata pada dermatitis atopik

Terdapat beberapa gambaran klinis dan stigmata yang terjadi pada DA, yaitu: 11,12,13 White dermatographism

Goresan pada kulit penderita DA akan menyebabkan kemerahan dalam waktu 10-15 detik diikuti dengan vasokonstriksi yang menyebabkan garis berwarna putih dalam waktu 10-15 menit berikutnya.

Reaksi vaskular paradoksal

Merupakan adaptasi terhadap perubahan suhu pada penderita DA. Apabila ekstremitas penderita DA mendapat pajanan hawa dingin, akan terjadi percepatan pendinginan dan perlambatan pemanasan dibandingkan dengan orang normal . hal ini diduga karena adanya pelebaran kapiler dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya edema dan warna pucat dijaringan sekelilinnya.10 Lipatan telapak tangan (palmar hiperlinearlity of Palms or soles) 14 Pada kondisi kronis terdapat pertambahan mencolok lipatan pada telapak tangan meskipun hal tersebut bukan merupakan tanda khas untuk DA. Pada umumnya pasien DA sejak lahir memiliki banyak garis palmar yang lebih dalam dan lebih nyata, menetap sepanjang hidup. Garis Morgan atau Dennie

Kelainan ini berupa cekungan yang menyolok dan simetris, namun dapat ditemukan satu atau dua cekungan dibawah kelopak mata bagian bawah.keadaan ini pada saat lahir atau segera sesudah itu dan bertahan sepanjang hidup, Nampak seperti edema dari kelopak mata bawah namun bukan merupakan atonogmomik DA. 15 Sindrom buffed-nail

Kuku terlihat mengkilat karena selalu menggaruk akibat rasa sangat gatal.23 Allergic shiner

Sering dijumpai pada penderita penyakit alergi karena gosokan dan garukan berulang jaringan di bawah mata dengan akibat perangsangan melanosit dan peningkatan timbunan melanin.11 Hiperpigmentasi

Terdapat daerah hiperpigmentasi akibat garukan terus menerus.22 Kulit kering

Kulit penderita DA umumnya kering, bersisik, pecah-pecah, dan berpapul folikular hiperkeratotik yang disebut keratosis pilaris. Jumlah kelenjar sebasea berkurang sehingga terjadi pengurangan pembentukan sebum, sel pengeluaran air dan xerosis, terutama pada musim panas.

Delayed blanch

Penyuntikan asetilkolin pada kulit normal menghasilkan keluarnya keringat dan eritema. Pada penderita atopi akan terjadi eritema ringan dengan delayed blanch. Hal ini disebabkan oleh vasokonstriksi atau peningkatan permeabilitas kapiler.19 Keringat berlebihan

Penderita DA cenderung berkeringat banyak sehingga pruritus bertambah.20 Gatal dan garukan berlebihanPenyuntikan bahan pemacu rasa gatal (tripsin) pada orang normal menimbulkan gatal selama 5-10 menit, sedangkan pada penderita DA gatal dapat bertahan selama 45 menit. 18 Variasi musim

Mekanisme terjadinya eksaserbasi sesuai dengan perubahan musim belum difahami secara menyeluruh. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kelembaban nisbi tinggi musim baik pada kekeringan kulit penderita DA. Pada daerah dengan kelembaban nisbi tinggi musim panas berpengaruh buruk, sedangkan lingkungan sejuk dan kering akan berpengaruh baik pada kulit penderita DA. 24hertoges Sign

Didefinisikan sebagai penipisan atau hilangnya bagian lateral alis mata. 257) DIAGNOSA

Perlakuan khusus diperlukan untuk penderita DA Berat. Penentuan gradasi berat-ringannya DA dapat mempergunakan kriteria Rajka dan Rajka sebagaimana tabel berikut : 11,12,13,14I. Luasnya lesi kulit

fase anak / dewasa

< 9% luas tubuh = 1

9-36% luas tubuh = 2

> 36 % luas tubuh = 3

fase infantile

< 18% luas tubuh = 1

18-54% luas tubuh = 2

> 54% luas tubuh = 3

II. Perjalanan penyakit

remisi > 3 bulan/ tahun = 1

remisi < 3 bulan/ tahun = 2

Kambuhan /terus mkenerus = 3

III. Intensitas penyakit

gatal ringan, kadang mengganggu tidur malam hari = + 1

gatal sedang, sering mengganggu tidur ( tidak terus-menerus) = + 2

gatal hebat, gangguan tidur sepanjang malam(terus-menerus) = + 3

Penilaian skor :3-4 : ringan

4.5-7.5 : sedang

8-9 : berat

Gambar 23 : Panel atas menunjukkan DA dengan intensitas eritem dan vesikel. Panel bawah menunjukkan DA kronik dengan likenifikasi dan scaling didepan mata kaki (William H.C., 2005).

8) Diagnosis Banding

Diagnosis banding bentuk infantil ialah dermatitis seboroik, pada bentuk anak dan dewasa ialah neurodermatitis. 20,21,22Diagnosis Banding lainnya:

Dermatitis Kontak Alergi

Dermatophytosis atau dermatophytids

Sindrom defisiensi imun

Sindrom Wiskott-Aldrich

Sindrom Hyper-IgE

Penyakit Neoplastik

Langerhans cell histiocytosis

Penyakit Hodgkin

Dermatitis Numularis

Dermatitis Seborrheic

SkabiesPada bayi gejala klinis DA terutama mulai dari pipi dan tidak mengenai telapak tangan serta kaki. Tanda skabies pada bayi ditandai dengan papula yang relatif besar (biasanya pada punggung atas), vesikel pada telapak tangan dan kaki, dan terdapat dennatilis pruritus pada anggota keluarga. Tungau dan telur dapat dengan mudah ditemukan dari scraping vesicle. Skabies memberi respons yang baik terhadap pengobatan dengan -benzen heksaklorida. 10 Dermatitis seboroik infantil Penyakit ini dibedakan dari DA dengan: (1) pruritus ringan, (2) onset invariabel pada daerah pantat halus, tidak bersisik, batas jelas, merah terang, dan (3) sisik kuning gelap pada pipi, badan dan lengan. Dermatitis seboroik infantil sering berhubungan dengan dermatitis atopik. Pada suatu penelitian, 37% bayi dengan dermatitis seboroik akan menjadi DA 5-13 tahun kemudian. 15 Dermatitis kontak Anak yang lebih tua dengan DA dapat menjadi eksema kronik pada kaki. Bentuk ini harus dibedakan dengan dermatitis kontak karena sepatu.169) Terapi

Pengobatan pada bayi dan anak dengan DA harus secara individual dan didasarkan pada keparahan penyakit. Sebaiknya penatalaksanaan ditekankan pada kontrol jangka waktu lama (Long-Term Control) bukan hanya untuk mengatasi kekambuhan.Protab pelayanan profesi untuk pengobatan DA di SMF kulit & kelamin RSUD dr.Moewardi Surakarta bertujuan untuk menghilangkan ujud kelainan kulit dan rasa gatal, mengobati lesi kulit, mencari factor pencetus dan mengurangi kekambuhan.secara konvensional pengobatan DA kronik pada prinsipnya adalah sebagai berikut: 11,12,13 Menghindari bahan iritan

Mengeliminasi allergen yang telah terbukti

Menghilangkan pengeringan kulit (hidrasi)

Pemberian pelembab kulit ( Moisturizing)

Kortikostreroid topikal

Pemberian antibiotik

Pemberian antihistamin

Mengurangi stress

Dan memberikan edukasi pada penderita maupun keluarga.

a. Edukasi:

Menjelaskan bahwa DA merupakan penyakit yang penyebabnya multifaktorial, cara perawatan kulit yang benar untuk mencegah bertambahnya kerusakan sawar kulit dan memperbaiki sawar kulit serta penting juga untuk mencari faktor pencetus serta menghindari atau menghilangkannya.231. Mandi dan emolien

Jangan mandi dengan air terlalu panas, karena dapat menambah rasa gatal, jangan memakai handuk dengan menggosok pada kulit melainkan menepuk-nepuknya, hindari sabun/ pembersih kulit yang mengandung antiseptik, karena dapat mempermudah resistensi, kecuali bila ada infeksi sekunder.12Penggunaan emolien/ pelembab yang adekuat secara teratur sangat penting untuk mengatasi kekeringan kulit dan memperbaiki integritas sawar kulit. Bentuk salap dan krim memberi sawar lebih baik dari pada lotion.222. Mengatasi gatal

Gatal dapat diatasi dengan pemberian emolien, kompres basah, anti inflamasi topikal (kortikosteroid, inhibitor kalsineurin), dan antihistamin oral. 25Kompres basah bermanfaat dalam menangani eksema yang berat, sedangkan pembalut yang mengandung obat misalnya pasta zinc dn iktamol atau zinc oksida dan ter batubara, yang dipakai diatas steroid topical bermanfaat untuk mengobati eksema pada ekstremitas. 26Kortikosteroid topikal dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan efek samping lokal (atrofi, striae, hipertrikosis, hipopigmentasi, teleangiektasis, dsb). Maupun sistemik (supresi aksis hipothalamus- pituitasi- adrenal, gangguan pertumbuhan, sindrom Chusing).22Beberapa faktor perlu dipertimbangkan yakni vehikulum, potensi kortikosteroid, usia pasien, letak lesi, derajad dan luas lesi serta cara pemakaian.22,23,24

Prinsip penggunaan:

Gunakan potensi terendah yang dapat mengatasi radang, dapat dinaikkan bila perlu. Hindari pemakaian dalam jangka waktu lama

Hindari potensi kuat untuk daerah kulit dengan permeabilitas tinggi (muka, interginosa, bayi).

Potensi kuat diginakan bila gatal sangat berat dan atau peradangan/ likenifikasi berat.

Gunakan potensi kuat hanya dalam jangka waktu pendek ( 2 minggu untuk potensi kelas 1). Bila lesi awal sudah teratasi ganti dengan potensi lebih rendah/ dengan antiinflamasi nonsteroid untuk terapi pemeliharaan

Inhibitor kalsineurin topikal

Obat ini dapat mengatasi kekurangan/ kerugian menggunakan kortikosteroid topikal, bekerja dengan menghambat transkripsi sistem inflamasi dalam sel T yang teraktifasi dan sel radang lainnya sehingga mencegah pelepasan sitokin oleh sel T helper, serta meghambat proliferasi sel T. Terdapat dua macam yaitu salap takrolimus 0.03% (untuk usia 2-12 tahun) dan 0.1% (untuk usia 3 tahun keatas). 10,11,12a. Untuk DA yang refrakter

kortikosteroid sistemik,

Prednisolon lebih dianjurkan karena lebih cepat diekskresi oleh tubuh.13 Fototerapi

Kombinasi UVA dan UVB atau bersama psoralen (fotokemoterapi) dapat memperbaiki DA dan menyebabkan remisi panjang, namun berisiko menimbulkan penuaan dini dan keganasan kulit pada pengobatan jangka panjang. 17 Obat lainnya

Siklosporin, Azatioprin, mofetil mikofenolat, metotreksat, interferon gamma, lain-lain (antagonis leukotrien, timopentin, imunoterapi alergen dan probiotik).21b. Pengobatan sistemik

Kortikosteroid

Hanya digunakan untuk mengobati eksaserbasi akut, dalam jangka pendek, dan dosis rendah, diberikan berselang-seling atau diturunkan perlahan (tapering), segera ganti dengan kortikostreroid topikal).16 AntihistaminDigunakan untuk membantu mengurangi rasa gatal yang hebat, terutama malam hari, karena itu antihistamin yang dipakai mempunyai efek sedatif misanyal hidroksisin atau difenhidramin.17 Anti infeksi

Untuk pengobatan koloni S.aureus yang belum resisten dapat diberikan eritromisin, asitromisin, atau klaritromisin, sedangkan untuk yang sudah resisten diberikan dikloksasilin atau generasi pertama sefalosporin.16 Interferon

IFN- diketahui menekan respon IgE dan menurunkan fungsi dan proliferasi sel Th2. Pengobatan dengan IFN- rekombinan menghasilkan perbaikan klinis, karena dapat menurunkan jumlah eosinofil total dalam sirkulasi. 25c. Mengindari faktor pencetus / presdiposisi

Bila eksudasi berat atau stadium akut beri kompres terbuka. Bila dingin dapat diberikan krim kortikosteroid ringan sedang. Pada lesi kronis dan likenifikasi dapat diberikan salep kortikosteroid kuat.Penderita DA yang disertai infeksi harus diberikan kombinasi antibiotika terhadap kuman stafilokokus dan steroid topical. 19d. Probiotik dan DA

Untuk penggunaan probiotik,beberapa randomized controlled trials dengan jumlah sampel kecil menunjukkan penurunan derajad keparahan DA dan dapat mencegah DA sampai derajat tertentui dkk .menurut penelitian Isaular CFU Lactobacillus GG yang diberikan selama 2-4 minggu sebelum lahir sampai 6 bulan sesudah lahir menurunkan kejadian DA sampai 50% pada bayi-bayi dengan risiko tinggi DA. 10Alergi merupakan bentuk Th2-disease yang upaya perbaikannya memerlukan pengembalian penderita pada kondisi Th1-Th2 yang seimbang. Perkembangan ilmu dan teknologi memungkinkan perubahan paradigma pencegahan alergi dari paradigma penghindaran factor resiko menjadi paradigma induksi aktif toleransi imunologik. Konsep probiotik pada pencegahan alergi didasari pada induksi aktif respon imunologik menuju keseimbangan Th1-Th2. Pada uji klinik, probiotik dibuktikan dapat menurunkan gejala alergi yang berhubungan dengan dermatitis. 11atopik dan alergi makanan. Kelemahan uji klinik adalah ketidakmampuannya dalam menghasilkan informasi mengenai mekanisme dan hubungan sebab akibat. Ekstrapolasi dan sintesis atas fakta-fakta ilmiah yang telah dihasilkan oleh uji klinik dan penelitian mekanisme probiotik pada hewan coba menunjukkan bahwa probiotik dapat menurunkan reaksi alergi melalui aktivasi TLR2 dan TLR4. Penelitian probiotik pada ibu hamil menunjukkan bahwa efek dini probiotik pada sistem imun ibu bukanlah pada supresi Th1 tetapi pada aktivasi Tregulator yang berfungsi menjaga homeostasis Th1-Th2, sehingga kelangsungan kehamilan tidak terganggu.1210) Komplikasi Pada anak penderita DA, 75% akan disertai penyakit alergi lain di kemudian hari. Penderita DA mempunyai kecenderungan untuk mudah mendapat infeksi virus maupun bakteri (impetigo, folikulitis, abses, vaksinia. Molluscum contagiosum dan herpes). 13 Infeksi virus umumnya disebabkan oleh Herpes simplex atau vaksinia dan disebut eksema herpetikum atau eksema vaksinatum. Eksema vaksinatum ini sudah jarang dijumpai, biasanya terjadi pada pemberian vaksin varisela, baik pada keluarga maupun penderita. lnfeksi Herpes simplex terjadi akibat tertular oleh salah seorang anggota keluarga. Terjadi vesikel pada daerah dermatitis, mudah pecah dan membentuk krusta, kemudian terjadi penyebaran ke daerah kulit normal. 19 Penderita DA, mempunyai kecenderungan meningkatnya jumlah koloni Staphylococcus aureus.2011) Pencegahan

Salah satu faktor perlindungan utama DA adalah ASI. ASI yang diberikan secara eksklusif selama 6 bulan kehidupan akan memberikan keuntungan nutrisional dan melindungi anak dari penyakit alergi. ASI eksklusif selama 6 bulan dimaksudkan untuk menghindarkan bayi dari pemberian makanan yang dapat menimbulkan dan sebagai faktor presipitasi alergi. ASI kaya akan immunoglobulin A (IgA) yang dapat membantu melindungi saluran cerna dengan mengikat protein asing yang berpotensi sebagai alergen dan menghambat absorbsinya. Kandungan ASI akan menstimulasi pematangan saluran cerna, sehingga akan lebih siap untuk menerima antigen, mengatur flora normal saluran cerna dan faktor imunomodulator. Bayi dengan risiko tinggi atopik yang tidak mendapat ASI eksklusif mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita dermatitis atopik 12,1312) Prognosis

Sulit meramalkan prognosis DA pada seseorang. Prognosis lebih buruk bila kedua orangtua menderita DA. Ada kecenderungan perbaikan spontan pada masa anak, dan sering ada yang kambuh pada masa remaja, sebagian kasus menetap pada usia diatas 30 tahun. 12Faktor yang berhubungan dengan prognosis kurang baik DA, yaitu:

DA luas pada anak

Menderita rhinitis alergik dan asma bronchial.

Riwayat DA pada orangtua atau saudara kandung

Awitan (onset) DA pada usia muda

Anak tunggal

Kadar IgE serum sangat tinggi.

Anamnesa :

Setelah terpapar bahan kimi a iritan