Dentifikasi Faktor Bahaya Di Tempat Kerja

36
DENTIFIKASI FAKTOR BAHAYA DI TEMPAT KERJA Tugas Makalah A. PENDAHULUAN Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja. Potensi bahaya adalah segala sesuatu yang berpotensi menyebabkan terjadinya kerugian, kerusakan, cidera, sakit, kecelakaan atau bahkan dapat mengakibatkan kematian yang berhubungan dengan proses dan sistem kerja. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pada Pasal 1 menyatakan bahwa tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber-sumber bahaya. Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut. Potensi bahaya mempunyai potensi untuk mengakibatkan kerusakan dan kerugian kepada : 1) manusia yang bersifat langsung maupun tidak langsung terhadap pekerjaan, 2) properti termasuk peratan kerja dan mesin-mesin, 3) lingkungan, baik lingkungan di dalam perusahaan maupun di luar perusahaan, 4) kualitas produk barang dan jasa, 5) nama baik perusahaan. fakta mengenai ergonomi dan K3 internasional atau secara global:

Transcript of Dentifikasi Faktor Bahaya Di Tempat Kerja

Page 1: Dentifikasi Faktor Bahaya Di Tempat Kerja

DENTIFIKASI FAKTOR BAHAYA DI TEMPAT KERJA

Tugas Makalah

A.      PENDAHULUAN

Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat mempengaruhi

kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja. Potensi

bahaya adalah segala sesuatu yang berpotensi menyebabkan terjadinya kerugian, kerusakan,

cidera, sakit, kecelakaan atau bahkan dapat mengakibatkan kematian yang berhubungan

dengan proses dan sistem kerja. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan

Kerja pada Pasal 1 menyatakan bahwa tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup

atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja, atau yang sering dimasuki tenaga

kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber-sumber bahaya. Termasuk

tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan

bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut. Potensi bahaya

mempunyai potensi untuk mengakibatkan kerusakan dan kerugian kepada : 1) manusia yang

bersifat langsung maupun tidak langsung terhadap pekerjaan, 2) properti termasuk peratan

kerja dan mesin-mesin, 3) lingkungan, baik lingkungan di dalam perusahaan maupun di luar

perusahaan, 4) kualitas produk barang dan jasa, 5) nama baik perusahaan.

fakta mengenai ergonomi dan K3 internasional atau secara global:

ILO memperkirakan bahwa tiap tahun sekitar 24 juta orang meninggal

karena kecelakaan dan penyakit di lingkungan kerja termasuk didalamnya 360.000

kecelakaan fatal dan diperkirakan 1,95 juta disebabkan oleh penyakit fatal yang

timbul di ligkungan kerja.

Hal tersebut berarti bahwa pada akhir tahun hampir 1 juta pekerja akan mengalami

kecelakaan kerja dan sekitar 5.500 pekerja meninggal akibat kecelakaan atau penyakit

di lingkungan kerja.

Dalam sudut pandang ekonomi, 4% atau senilai USD 1,25 Trilyun dari Global Gross

Domestic Prodct  (GDP) dialokasikan untuk biaya dari kehilangan waktu kerja akibat

kecelakaan dan penyakit di lingkungan kerja, kompensasi untuk para pekerja,

terhentinya produksi, dan biaya-biaya pengobatan pekerja.

Potensi bahaya kecelakaan kerja diperkirakan menyebabkan 651.000 angka kematian,

terutama di negara-negara berkembang. Bahkan angka tersebut mungkin dapat lebih

besar lagi jika sistem pelaporan dan notifikasi nya lebih baik.

Page 2: Dentifikasi Faktor Bahaya Di Tempat Kerja

Data dari sejumlah negara-negara Industri menunjukkan bahwa para pekerja

konstruksi memiliki potensi meninggal akibat kecelakaan kerja 3 sampai 4 kali lebih

besar.

Penyakit paru paru yang terjangkit pada para pekerja di perusahaan minyak & gas,

pertambangan, dan perusahaan perusahaan sejenis, sebagai akibat paparan asbestos,

batu bara dan silica, masih menjadi perhatian di negara negara maju dan berkembang.

Bahkan kematian akibat  kecelakaan kerja dari paparan asbestos saja sudah mencapai

angka 100.000 dan selalu bertambah setiap tahunnya.

Data ILO menyebutkan ada 1 juta orang di Asia yang meninggal karena penyakit

akibat kerja. "Apa yang terjadi di Asia sekarang adalah yang kami sebut pembunuhan

massal sunyi," kata seorang narasumber.

B.      IDENTIFIKASI BAHAYALangkah pertama manajemen risiko kesehatan di tempat kerja adalah identifikasi atau

pengenalan bahaya kesehatan. Pada tahap ini dilakukan identifikasi faktor risiko kesehatan

yang dapat tergolong fisik, kimia, biologi, ergonomik, dan psikologi yang terpajan pada

pekerja. Untuk dapat menemukan faktor risiko ini diperlukan pengamatan terhadap proses

dan simpul kegiatan produksi, bahan baku yang digunakan, bahan atau barang yang

dihasilkan termasuk hasil samping proses produksi, serta limbah yang terbentuk proses

produksi. Pada kasus terkait dengan bahan kimia, maka diperlukan: pemilikan material safety

data sheets (MSDS) untuk setiap bahan kimia yang digunakan, pengelompokan bahan kimia

menurut jenis bahan aktif yang terkandung, mengidentifikasi bahan pelarut yang digunakan,

dan bahan inert yang menyertai, termasuk efek toksiknya. Ketika ditemukan dua atau lebih

faktor risiko secara simultan, sangat mungkin berinteraksi dan menjadi lebih berbahaya atau

mungkin juga menjadi kurang berbahaya. Sebagai contoh, lingkungan kerja yang bising dan

secara bersamaan terdapat pajanan toluen, maka ketulian akibat bising akan lebih mudah

terjadi.

Penilaian PajananProses penilaian pajanan merupakan bentuk evaluasi kualitatif dan kuantitatif terhadap pola

pajanan kelompok pekerja yang bekerja di tempat dan pekerjaan tertentu dengan jenis

pajanan risiko kesehatan yang sama. Kelompok itu dikenal juga dengan similar exposure

group (kelompok pekerja dengan pajanan yang sama). Penilaian pajanan harus memenuhi

Page 3: Dentifikasi Faktor Bahaya Di Tempat Kerja

tingkat akurasi yang adekuat dengan tidak hanya mengukur konsentrasi atau intensitas

pajanan, tetapi juga faktor lain. Pengukuran dan pemantauan konsentrasi dan intensitas secara

kuantitatif saja tidak cukup, karena pengaruhnya terhadap kesehatan dipengaruhi oleh faktor

lain itu. Faktor tersebut perlu dipertimbangkan untuk menilai potensial faktor risiko

(bahaya/hazards) yang dapat menjadi nyata dalam situasi tertentu.

Risiko adalah probabilitas suatu bahaya menjadi nyata, yang ditentukan oleh frekuensi dan

durasi pajanan, aktivitas kerja, serta upaya yang telah dilakukan untuk pencegahan dan

pengendalian tingkat pajanan. Termasuk yang perlu diperhatikan juga adalah perilaku

bekerja, higiene perorangan, serta kebiasaan selama bekerja yang dapat meningkatkan risiko

gangguan kesehatan.

       Karakterisasi Risiko

Tujuan langkah karakterisasi risiko adalah mengevaluasi besaran (magnitude) risiko

kesehatan pada pekerja. Dalam hal ini adalah perpaduan keparahan gangguan kesehatan yang

mungkin timbul termasuk daya toksisitas bila ada efek toksik, dengan kemungkinan

gangguan kesehatan atau efek toksik dapat terjadi sebagai konsekuensi pajanan bahaya

potensial. Karakterisasi risiko dimulai dengan mengintegrasikan informasi tentang bahaya

yang teridentifikasi (efek gangguan/toksisitas spesifik) dengan perkiraan atau pengukuran

intensitas/konsentrasi pajanan bahaya dan status kesehatan pekerja.

       Penilaian Risiko

Rincian langkah umum yang biasanya dilaksanakan dalam penilaian risiko meliputi :

1. Menentukan personil penilai

Penilai risiko dapat berasal dari intern perusahaan atau dibantu oleh petugas lain diluar

perusahaan yang berkompeten baik dalam pengetahuan, kewenangan maupun kemampuan

lainnya yang berkaitan. Tergantung dari kebutuhan, pada tempat kerja yang luas, personil

penilai dapat merupakan suatu tim yang terdiri dari beberapa orang.

2. Menentukan obyek/bagian yang akan dinilai

Obyek atau bagian yang akan dinilai dapat dibedakan menurut bagian / departemen, jenis

pekerjaan, proses produksi dan sebagainya. Penentuan obyek ini sangat membantu dalam

sistematika kerja penilai.

3. Kunjungan / Inspeksi tempat kerja

Kegiatan ini dapat dimulai melalui suatu “walk through survey / Inspection” yang bersifat

umum sampai kepada inspeksi yang lebih detail. Dalam kegiatan ini prinsip utamanya adalah

Page 4: Dentifikasi Faktor Bahaya Di Tempat Kerja

melihat, mendengar dan mencatat semua keadaan di tempat kerja baik mengenai bagian

kegiatan, proses, bahan, jumlah pekerja, kondisi lingkungan, cara kerja, teknologi

pengendalian, alat pelindung diri dan hal lain yang terkait.

4. Identifikasi potensi bahaya

Berbagai cara dapat dilakukan guna mengidentifikasi potensi bahaya di tempat kerja,

misalnya melalui : inspeksi / survei tempat kerja rutin, informasi mengenai data keelakaan

kerja dan penyakit, absensi, laporan dari (panitia pengawas Kesehatan dan Keselamatan

Kerja) P2K3, supervisor atau keluhan pekerja, lembar data keselamatan bahan (material

safety data sheet) dan lain sebagainya. Selanjutnya diperlukan analisis dan penilaian terhadap

potensi bahaya tersebut untuk memprediksi langkah atau tindakan selanjutnya terutama pada

kemungkinan potensi bahaya tersebut menjadi suatu risiko.

5. Mencari informasi / data potensi bahaya

Upaya ini dapat dilakukan misalnya melalui kepustakaan, mempelajari MSDS, petunjuk

teknis, standar, pengalaman atau informasi lain yang relevan.

6. Analisis Risiko

Dalam kegiatan ini, semua jenis resiko, akibat yang bisa terjadi, tingkat keparahan, frekuensi

kejadian, cara pencegahannya, atau rencana tindakan untuk mengatasi risiko tersebut dibahas

secara rinci dan dicatat selengkap mungkin. Ketidaksempurnaan dapat juga terjadi, namun

melalui upaya sitematik, perbaikan senantiasa akan diperoleh.

7. Evaluasi risiko

Memprediksi tingkat risiko melalui evaluasi yang akurat merupakan langkah yang sangat

menentukan dalam rangkaian penilaian risiko. Kualifikasi dan kuantifikasi risiko,

dikembangkan dalam proses tersebut. Konsultasi dan nasehat dari para ahli seringkali

dibutuhkan pada tahap analisis dan evaluasi risiko.

8. Menentukan langkah pengendalian

Apabila dari hasil evaluasi menunjukan adanya risiko membahayakan bagi kelangsungan

kerja maupun kesehatan dan keselamatan pekerja perlu ditentukan langkah pengendalian

yang dipilih dari berbagai cara seperti : Apabila dari hasil evaluasi menunjukan adanya risiko

membahayakan bagi kelangsungan kerja maupun kesehatan dan keselamatan pekerja perlu

ditentukan langkah pengendalian yang dipilih dari berbagai cara seperti :

a. Memilih teknologi pengendalian seperti eliminasi, substitusi, isolasi, engineering control,

Page 5: Dentifikasi Faktor Bahaya Di Tempat Kerja

pengendalian administratif, pelindung peralatan/mesin atau pelindung diri.

b. Menyusun program pelatihan guna meningkatka pengetahuan dan pemahaman berkaitan

dengan risiko, c. Menentukan upaya monitoring terhadap lingkungan / tempat kerja.

d. Menentukan perlu atau tidaknya survailans kesehatan kerja melalui pengujian kesehatan

berkala, pemantauan biomedik, audiometri dan lain-lain.

e. Menyelenggarakan prosedur tanggap darurat / emergensi dan pertolongan pertama sesuai

dengan kebutuhan.

9. Menyusun pencatatan / pelaporan

Seluruh kegiatan yang dilakukan dalam penilaian risiko harus dicatat dan disusun sebagai

bahan pelaporan secara tertulis. Format yang digunakan dapatdisusun sesuai dengan kondisi

yang ada.

10. Mengkaji ulang penelitian

Pengkajian ulang perlu senantiasa dilakukan dalam periode tertentu atau bila terdapat

perubahan dalam proses produksi, kemajuan teknologi, pengembangan informasi terbaru dan

sebagainya, guna perbaikan berkelanjutan penilaian risiko tersebut.

C.      FAKTOR/ POTENSI BAHAYA DI TEMPAT KERJA

Untuk menghindari dan meminimalkan kemungkinan terjadinya potensi bahaya di tempat

kerja, Pengenalan potensi bahaya di tempat kerja merupakan dasar untuk mengetahui

pengaruhnya terhadap tenaga kerja, serta dapat dipergunakan untuk mengadakan upaya-

upaya pengendalian dalam rangka pencegahan penyakit akibat kerja yagmungkin terjadi.

Secara umum, potensi bahaya lingkungan kerja dapat berasal atau bersumber dari berbagai

faktor, antara lain : 1) faktor teknis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau terdapat pada

peralatan kerja yang digunakan atau dari pekerjaan itu sendiri; 2) faktor lingkungan, yaitu

potensi bahaya yang berasal dari atau berada di dalam lingkungan, yang bisa bersumber dari

proses produksi termasuk bahan baku, baik produk antara maupun hasil akhir; 3) faktor

manusia, merupakan potensi bahaya yang cukup besar terutama apabila manusia yang

melakukan pekerjaan tersebut tidak berada dalam kondisi kesehatan yang prima baik fisik

maupun psikis.

Potensi bahaya di tempat kerja yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan dapat

dikelompokkan antara lain sebagai berikut :

1.     Potensi bahaya fisik, yaitu potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguan-gangguan

kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar, misalnya: terpapar kebisingan intensitas

Page 6: Dentifikasi Faktor Bahaya Di Tempat Kerja

tinggi, suhu ekstrim (panas & dingin), intensitas penerangan kurang memadai, getaran,

radiasi.

a)     Radiasi

Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk panas, partikel

atau gelombang elektromagnetik/cahaya (foton) dari sumber radiasi. Ada beberapa sumber

radiasi yang kita kenal di sekitar kehidupan kita, contohnya adalah televisi, lampu

penerangan, alat pemanas makanan (microwave oven), komputer, dan lain-lain.

Selain benda-benda tersebut ada sumber-sumber radiasi yang bersifat unsur alamiah dan

berada di udara, di dalam air atau berada di dalam lapisan bumi. Beberapa di antaranya

adalah Uranium dan Thorium di dalam lapisan bumi; Karbon dan Radon di udara serta

Tritium dan Deuterium yang ada di dalam air.

Secara garis besar radiasi digolongkan ke dalam radiasi pengion dan radiasi non-pengion.

Radiasi Pengion

Radiasi pengion adalah jenis radiasi yang dapat menyebabkan proses ionisasi (terbentuknya

ion positif dan ion negatif) apabila berinteraksi dengan materi. Yang termasuk dalam jenis

radiasi pengion adalah partikel alpha, partikel beta, sinar gamma, sinar-X dan neutron. Setiap

jenis radiasi memiliki karakteristik khusus. Yang termasuk radiasi pengion adalah partikel

alfa (α), partikel beta (β), sinar gamma (γ), sinar-X, partikel neutron.

Radiasi Non Pengion

Radiasi non-pengion adalah jenis radiasi yang tidak akan menyebabkan efek ionisasi apabila

berinteraksi dengan materi. Radiasi non-pengion tersebut berada di sekeliling kehidupan kita.

Yang termasuk dalam jenis radiasi non-pengion antara lain adalah gelombang radio (yang

membawa informasi dan hiburan melalui radio dan televisi); gelombang mikro (yang

digunakan dalam microwave oven dan transmisi seluler handphone); sinar inframerah (yang

memberikan energi dalam bentuk panas); cahaya tampak (yang bisa kita lihat); sinar

ultraviolet (yang dipancarkan matahari).

Ada dua macam sifat radiasi yang dapat digunakan untuk mengetahui keberadaan

sumber radiasi pada suatu tempat atau bahan, yaitu sebagai berikut :

        Radiasi tidak dapat dideteksi oleh indra manusia, sehingga untuk mengenalinya diperlukan

suatu alat bantu pendeteksi yang disebut dengan detektor radiasi. Ada beberapa jenis detektor

yang secara spesifik mempunyai kemampuan untuk melacak keberadaan jenis radiasi tertentu

yaitu detektor alpha, detektor gamma, detektor neutron, dll.

Page 7: Dentifikasi Faktor Bahaya Di Tempat Kerja

        Radiasi dapat berinteraksi dengan materi yang dilaluinya melalui proses ionisasi, eksitasi dan

lain-lain. Dengan menggunakan sifat-sifat tersebut kemudian digunakan sebagai dasar untuk

membuat detektor radiasi.

Pengaruh radiasi terhadap manusia

Sel dalam tubuh manusia terdiri dari sel genetic dan sel somatic. Sel genetic adalah sel telur

pada perempuan dan sel sperma pada laki-laki, sedangkan sel somatic adalah sel-sel lainnya

yang ada dalam tubuh. Berdasarkan jenis sel, maka efek radiasi dapat dibedakan atas efek

genetik dan efek somatik. Efek genetik atau efek pewarisan adalah efek yang dirasakan oleh

keturunan dari individu yang terkena paparan radiasi. Sebaliknya efek somatik adalah efek

radiasi yang dirasakan oleh individu yang terpapar radiasi.

Waktu yang dibutuhkan sampai terlihatnya gejala efek somatik sangat bervariasi sehingga

dapat dibedakan atas efek segera dan efek tertunda. Efek segera adalah kerusakan yang secara

klinik sudah dapat teramati pada individu dalam waktu singkat setelah individu tersebut

terpapar radiasi, seperti epilasi (rontoknya rambut), eritema (memerahnya kulit), luka bakar

dan penurunan jumlah sel darah. Kerusakan tersebut terlihat dalam waktu hari sampai

mingguan pasca iradiasi. Sedangkan efek tertunda merupakan efek radiasi yang baru timbul

setelah waktu yang lama (bulanan/tahunan) setelah terpapar radiasi, seperti katarak dan

kanker.

Bila ditinjau dari dosis radiasi (untuk kepentingan proteksi radiasi), efek radiasi dibedakan

atas efek deterministik dan efek stokastik. Efek deterministik adalah efek yang disebabkan

karena kematian sel akibat paparan radiasi, sedangkan efek stokastik adalah efek yang terjadi

sebagai akibat paparan radiasi dengan dosis yang menyebabkan terjadinya perubahan pada

sel.

Efek Deterministi (efek non stokastik) Efek ini terjadi karena adanya proses kematian sel

akibat paparan radiasi yang mengubah fungsi jaringan yang terkena radiasi. Efek ini dapat

terjadi sebagai akibat dari paparan radiasi pada seluruh tubuh maupun lokal. Efek

deterministik timbul bila dosis yang diterima di atas dosis ambang (threshold dose) dan

umumnya timbul beberapa saat setelah terpapar radiasi. Tingkat keparahan efek deterministik

akan meningkat bila dosis yang diterima lebih besar dari dosis ambang yang bervariasi

bergantung pada jenis efek. Pada dosis lebih rendah dan mendekati dosis ambang,

kemungkinan terjadinya efek deterministik dengan demikian adalah nol. Sedangkan di atas

dosis ambang, peluang terjadinya efek ini menjadi 100%.

Page 8: Dentifikasi Faktor Bahaya Di Tempat Kerja

Efek Stokastik Dosis radiasi serendah apapun selalu terdapat kemungkinan untuk

menimbulkan perubahan pada sistem biologik, baik pada tingkat molekul maupun sel.

Dengan demikian radiasi dapat pula tidak membunuh sel tetapi mengubah sel Sel yang

mengalami modifikasi atau sel yang berubah ini mempunyai peluang untuk lolos dari sistem

pertahanan tubuh yang berusaha untuk menghilangkan sel seperti ini. Semua akibat proses

modifikasi atau transformasi sel ini disebut efek stokastik yang terjadi secara acak. Efek

stokastik terjadi tanpa ada dosis ambang dan baru akan muncul setelah masa laten yang lama.

Semakin besar dosis paparan, semakin besar peluang terjadinya efek stokastik, sedangkan

tingkat keparahannya tidak ditentukan oleh jumlah dosis yang diterima. Bila sel yang

mengalami perubahan adalah sel genetik, maka sifat-sifat sel yang baru tersebut akan

diwariskan kepada turunannya sehingga timbul efek genetik atau pewarisan. Apabila sel ini

adalah sel somatik maka sel-sel tersebut dalam jangka waktu yang relatif lama, ditambah

dengan pengaruh dari bahan-bahan yang bersifat toksik lainnya, akan tumbuh dan

berkembang menjadi jaringan ganas atau kanker. Paparan radiasi dosis rendah dapat

menigkatkan resiko kanker dan efek pewarisan yang secara statistik dapat dideteksi pada

suatu populasi, namun tidak secara serta merta terkait dengan paparan individu.

        Radiasi infra merah dapat menyebabkan katarak.

        Laser berkekuatan besar dapat merusak mata dan kulit.

        Medan elektromagnetik tingkat rendah dapat menyebabkan kanker.

        Contoh : Radiasi ultraviolet : pengelasan, Radiasi Inframerah : furnacesn/ tungku

pembakaran, Laser : komunikasi, pembedahan .

Prinsip dasar yang harus dipatuhi dalam penggunaan radiasi untuk berbagai

keperluan

Dalam penggunaan radiasi untuk berbagai keperluan ada ketentuan yang harus

dipatuhi untuk mencegah penerimaan dosis yang tidak seharusnya terhadap seseorang. Ada 3

prinsip yang telah direkomendasikan oleh International Commission Radiological Protection

(ICRP) untuk dipatuhi, yaitu :

1.       Justifikasi, Setiap pemakaian zat radioaktif atau sumber lainnya harus didasarkan pada azaz

manfaat. Suatu kegiatan yang mencakup paparan atau potensi paparan hanya disetujui jika

kegiatan itu akan menghasilkan keuntungan yang lebih besar bagi individu atau masyarakat

dibandingkan dengan kerugian atau bahaya yang timbul terhadap kesehatan.

Page 9: Dentifikasi Faktor Bahaya Di Tempat Kerja

2.       Limitasi, Dosis ekivalen yang diterima pekerja radiasi atau masyarakat tidak boleh

melalmpaui Nilai Batas Dosis (NBD) yang telah ditetapkan. Batas dosis bagi pekerja radiasi

dimaksudkan untuk mencegah munculnya efek deterministik (non stokastik) dan mengurangi

peluang terjadinya efek stokastik.

3.       Optimasi, Semua penyinaran harus diusahakan serendah-rendahnya (as low as reasonably

achieveable - ALARA), dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial. Kegiatan

pemanfaatan tenaga nuklir harus direncanakan dan sumber radiasi harus dirancang dan

dioperasikan untuk menjamin agar paparan radiasi yang terjadi dapat ditekan serendah-

rendahnya.

b)     Kebisingan

Bising adalah campuran dari berbagai suara yang tidak dikehendaki ataupun yang merusak

kesehatan, saat ini kebisingan merupakan salah satu penyebab penyakit lingkungan (Slamet,

2006). Sedangkan kebisingan sering digunakan sebagai istilah untuk menyatakan suara yang

tidak diinginkan yang disebabkan oleh kegiatan manusia atau aktifitas- aktifitas alam

(Schilling, 1981). Kebisingan dapat diartikan sebagai segala bunyi yang tidak dikehendaki

yang dapat memberi pengaruh negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan seseorang

maupun suatu populasi.

Aspek yang berkaitan dengan kebisingan antara lain : jumlah energi bunyi, distribusi

frekuensi, dan lama pajanan.

        Kebisingan dapat menghasilkan efek akut seperti masalah komunikasi, turunnya konsentrasi,

yang pada akhirnya mengganggu job performance tenaga kerja.

        Pajanan kebisingan yang tinggi (biasanya >85 dBA) pada jangka waktu tertentu dapat

menyebabkan tuli yang bersifat sementara maupun kronis.

        Tuli permanen adalah penyakit akibat kerja yang paling banyak di klaim .

        Contoh : Pengolahan kayu, tekstil, metal, dll.

Kualitas bunyi ditentukan oleh 2 hal yakni frekuensi dan intensitasnya. Frekuensi dinyatakan

dalam jumlah getaran per detik yang disebut hertz (Hz), yaitu jumlah gelombang-gelombang

yang sampai di telinga setiap detiknya. Biasanya suatu kebisingan terdiri dari campuran

sejumlah gelombang dari berbagai macam frekuensi. Sedangkan intensitas atau arus energi

per satuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu logaritmis yang disebut desibel ( DB ).

Page 10: Dentifikasi Faktor Bahaya Di Tempat Kerja

Berdasarkan frekuensi, tingkat tekanan bunyi, tingkat bunyi dan tenaga bunyi maka bising

dibagi dalam 3 kategori:

1)     Occupational noise (bising yang berhubungan dengan pekerjaan) yaitu bising yang

disebabkan oleh bunyi mesin di tempat kerja, misal bising dari mesin ketik.

2)     Audible noise (bising pendengaran) yaitu bising yang disebabkan oleh frekuensi bunyi antara

31,5 . 8.000 Hz.

3)     Impuls noise (Impact noise = bising impulsif) yaitu bising yang terjadi akibat adanya bunyi

yang menyentak, misal pukulan palu, ledakan meriam, tembakan bedil.

Selanjutnya dengan ukuran intensitas bunyi atau desibel ini dapat ditentukan apakah bunyi itu

bising atau tidak. Dari ukuran-ukuran ini dapat diklasifikasikan seberapa jauh bunyi-bunyi di

sekitar kita dapat diterima / dikehendaki atau tidak dikehendaki / bising.

Jenis Bunyi

Skala Intensitas Desibel Batas Dengar Tertinggi

HalilintarMeriam Mesin uap Jalan yang ramaiPluit Kantor gaduh Radio Rumah gaduh Kantor pada umumnya Rumah tenang Kantor perorangan Sangat tenang , Suara daun jatuh, Tetesan air

120 DB 110 DB100 DB90 DB80 DB70 DB60 Db50 DB40 DB30 DB20 DB10 DB

Tabel Skala Intensitas Kebisingan

Menurut SK Dirjen P2M dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Departemen Kesehatan RI

Nomor 70-1/PD.03.04.Lp, (Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Kebisingan yang

Berhubungan dengan Kesehatan Tahun 1992), tingkat kebisingan diuraikan sebagai berikut:

Page 11: Dentifikasi Faktor Bahaya Di Tempat Kerja

1)     Tingkat kebisingan sinambung setara (Equivalent Continuous Noise Level =Leq) adalah

tingkat kebisingan terus menerus (=steady noise) dalam ukuran dBA, berisi energi yang sama

dengan energi kebisingan terputus-putus dalam satu periode atau interval waktu pengukuran.

2)     Tingkat kebisingan yang dianjurkan dan maksimum yang diperbolehkan adalah rata-rata nilai

modus dari tingkat kebisingan pada siang, petang dan malam hari.

3)     Tingkat ambien kebisingan (=Background noise level) atau tingkat latar belakang kebisingan

adalah rata-rata tingkat suara minimum dalam keadaan tanpa gangguan kebisingan pada

tempat dan saat pengukuran dilakukan, jika diambil nilainya dari distribusi statistik adalah

95% atau L-95.

Kebisingan mempengaruhi kesehatan antara lain dapat menyebabkan kerusakan pada indera

pendengaran sampai kepada ketulian. Dari hasil penelitian diperoleh bukti bahwa intensitas

bunyi yang dikategorikan bising dan yang mempengaruhi kesehatan (pendengaran) adalah

diatas 60 dB. Oleh sebab itu para karyawan yang bekerja di pabrik dengan intensitas bunyi

mesin diatas 60 dB maka harus dilengkapi dengan alat pelindung (penyumbat) telinga guna

mencegah gangguan pendengaran. Disamping itu kebisingan juga dapat mengganggu

komunikasi. Dengan suasana yang bising memaksa pekerja berteriak didalam berkomunikasi

dengan pekerja lain. Kadang-kadang teriakan atau pembicaraan yang keras ini dapat

menimbulkan salah komunikasi (miss communication) atau salah persepsi terhadap orang

lain.

Oleh karena sudah biasa berbicara keras di lingkungan kerja sebagai akibat lingkungan kerja

yang bising ini maka kadang-kadang di tengah-tengah keluarga juga terbiasa berbicara keras.

Bisa jadi timbul salah persepsi di kalangan keluarga karena dipersepsikan sebagai sikap

marah. Lebih jauh kebisingan yang terus-menerus dapat mengakibatkan gangguan

konsentrasi pekerja yang akibatnya pekerja cenderung berbuat kesalahan dan akhirnya

menurunkan produktivitas kerja.

Kebisingan terutama yang berasal dari alat-alat bantu kerja atau mesin dapat dikendalikan

antara lain dengan menempatkan peredam pada sumber getaran atau memodifikasi mesin

untuk mengurangi bising. Penggunaan proteksi dengan sumbatan telinga dapat mengurangi

kebisingan sekitar 20-25 dB.

Tetapi penggunaan penutup telinga ini pada umumnya tidak disenangi oleh pekerja karena

Page 12: Dentifikasi Faktor Bahaya Di Tempat Kerja

terasa risih adanya benda asing di telinganya. Untuk itu penyuluhan terhadap mereka agar

menyadari pentingnya tutup telinga bagi kesehatannya dan akhirnya mau memakainya.

c)     Penerangan / Pencahayaan ( Illuminasi )

Penerangan yang kurang di lingkungan kerja bukan saja akan menambah beban kerja karena

mengganggu pelaksanaan pekerjaan tetapi juga menimbulkan kesan kotor. Oleh karena itu

penerangan dalam lingkungan kerja harus cukup untuk menimbulkan kesan yang higienis.

Disamping itu cahaya yang cukup akan memungkinkan pekerja dapat melihat objek yang

dikerjakan dengan jelas dan menghindarkan dari kesalahan kerja.

Berkaitan dengan pencahayaan dalam hubungannya dengan penglihatan orang didalam suatu

lingkungan kerja maka faktor besar-kecilnya objek atau umur pekerja juga mempengaruhi.

Pekerja di suatu pabrik arloji misalnya objek yang dikerjakan sangat kecil maka intensitas

penerangan relatif harus lebih tinggi dibandingkan dengan intensitas penerangan di pabrik

mobil. Demikian juga umur pekerja dimana makin tua umur seseorang, daya penglihatannya

semakin berkurang. Orang yang sudah tua dalam menangkap objek yang dikerjakan

memerlukan penerangan yang lebih tinggi daripada orang yang lebih muda.

Akibat dari kurangnya penerangan di lingkungan kerja akan menyebabkan kelelahan fisik

dan mental bagi para karyawan atau pekerjanya. Gejala kelelahan fisik dan mental ini antara

lain sakit kepala (pusing-pusing), menurunnya kemampuan intelektual, menurunnya

konsentrasi dan kecepatan berpikir. Disamping itu kurangnya penerangan memaksa pekerja

untuk mendekatkan matanya ke objek guna mmeperbesar ukuran benda. Hal ini akomodasi

mata lebih dipaksa dan mungkin akan terjadi penglihatan rangkap atau kabur.

Untuk mengurangi kelelahan akibat dari penerangan yang tidak cukup dikaitkan dengan

objek dan umur pekerja ini dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :

       Perbaikan kontras dimana warna objek yang dikerjakan kontras dengan latar

belakang objek tersebut. Misalnya cat tembok di sekeliling tempat kerja harus

berwarna kontras dengan warna objek yang dikerjakan.

       Meningkatkan penerangan, sebaiknya 2 kali dari penerangan diluar tempat kerja.Disamping

itu di bagian-bagian tempat kerja perlu ditambah dengan dengan lampu-lampu tersendiri.

       Pengaturan tenaga kerja dalam shift sesuai dengan umur masing-masing tenaga kerja.

Misalnya tenaga kerja yang sudah berumur diatas 50 tahun tidak diberikan tugas di malam

hari.

Page 13: Dentifikasi Faktor Bahaya Di Tempat Kerja

       Disamping akibat-akibat pencahayaan yang kurang seperti diuraikan diatas, penerangan /

pencahayaan baik kurang maupun cukup kadang-kadang juga menimbulkan masalah apabila

pengaturannya kurang baik yakni silau. Silau juga menjadi beban tambahan bagi pekerja

maka harus dilakukan pengaturan atau dicegah.Pencegahan silau dapat dilakukan antara lain :

a. Pemilihan jenis lampu yang tepat misalnya neon. Lampu neon kurang

menyebabkan silau dibandingkan lampu biasa. b. Menempatkan sumber-sumber cahaya /

penerangan sedemikian rupa sehingga

tidak langsung mengenai bidang yang mengkilap.

c. Tidak menempatkan benda-benda yang berbidang mengkilap di muka jendela yang

langsung memasukkan sinar matahari.

d. Penggunaan alat-alat pelapis bidang yang tidak mengkilap.

e. Mengusahakan agar tempat-tempat kerja tidak terhalang oleh bayangan suatu benda.

Dalam ruangan kerja sebaiknya tidak terjadi bayangan-bayangan.

Penerangan yang silau buruk (kurang maupun silau) di lingkungan kerja akan menyebabkan

hal-hal sebagai berikut :

        Kelelahan mata yang akan berakibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja.

        Kelemahan mental

        Kerusakan alat penglihatan (mata).

        Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata.

        Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas maka dalam mendirikan bangunan tempat kerja

(pabrik, kantor, sekolahan, dan sebagainya) sebaiknya mempertimbangkan ketentuan-

ketentuan antara lain sebagai berikut :

Jarak antara gedung dan abngunan-bangunan lain tidak mengganggu masuknya cahaya

matahari ke tempat kerja, Jendela-jendela dan lubang angin untuk masuknya cahaya matahari

harus cukup,

seluruhnya sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas bangunan, Apabila cahaya matahari tidak

mencukupi ruangan tempat kerja, harus diganti

dengan penerangan lampu yang cukup, Penerangan tempat kerja tidak menimbulkan suhu

ruangan panas (tidak

melebihi 32 derajat celsius), Sumber penerangan tidak boleh menimbulkan silau dan bayang-

bayang yang mengganggu kerja, Sumber cahaya harus menghasilkan daya penerangan yang

tetap dan menyebar

serta tidak berkedip-kedip .Efek pencahayaan yang buruk: mata tidak nyaman, mata lelah,

Page 14: Dentifikasi Faktor Bahaya Di Tempat Kerja

sakit kepala, berkurangnya kemampuan melihat, dan menyebabkan kecelakaan. Keuntungan

pencahayaan yang baik : meningkatkan semangat kerja, produktivitas, mengurangi kesalahan,

meningkatkan housekeeping, kenyamanan lingkungan kerja, mengurangi kecelakaan kerja.

d)     Getaran

        Getaran mempunyai parameter yang hampir sama dengan bising seperti: frekuensi,

amplitudo, lama pajanan dan apakah sifat getaran terus menerus atau intermitten.

        Metode kerja dan ketrampilan memegang peranan penting dalam memberikan efek yang

berbahaya. Pekerjaan manual menggunakan “powered tool” berasosiasi dengan gejala

gangguan peredaran darah yang dikenal sebagai ” Raynaud’s phenomenon ” atau ” vibration-

induced white fingers”(VWF).

        Peralatan yang menimbulkan getaran juga dapat memberi efek negatif pada sistem saraf dan

sistem musculo-skeletal dengan mengurangi kekuatan cengkram dan sakit tulang belakang.

        Contoh : Loaders, forklift truck, pneumatic tools, chain saws.

Efek getaran terhadap tubuh tergantung besar kecilnya frekuensi yang mengenai tubuh:

       3 . 9 Hz : Akan timbul resonansi pada dada dan perut.

       6 . 10 Hz : Dengan intensitas 0,6 gram, tekanan darah, denyut jantung, pemakaian O2 dan

volume perdenyut sedikit berubah. Pada intensitas 1,2 gram terlihat banyak perubahan sistem

peredaran darah.

       10 Hz : Leher, kepala, pinggul, kesatuan otot dan tulang akan beresonansi.

       13 . 15 Hz : Tenggorokan akan mengalami resonansi.

       < 20 Hz : Tonus otot akan meningkat, akibat kontraksi statis ini otot menjadi lemah, rasa

tidak enak dan kurang ada perhatian.

Page 15: Dentifikasi Faktor Bahaya Di Tempat Kerja

2. Potensi bahaya kimia, yaitu potensi bahaya yang berasal dari bahan-bahan kimia

yang digunakan dalam proses produksi. Potensi bahaya ini dapat memasuki atau

mempengaruhi tubuh tenga kerja melalui : inhalation (melalui pernafasan), ingestion

(melalui mulut ke saluran pencernaan), skin contact (melalui kulit). Terjadinya

pengaruh potensi kimia terhadap tubuh tenaga kerja sangat tergantung dari jenis

bahan kimia atau kontaminan, bentuk potensi bahaya debu, gas, uap. asap; daya acun

bahan (toksisitas); cara masuk ke dalam tubuh. Jalan masuk bahan kimia ke dalam

tubuh dapat melalui:

o Pernapasan ( inhalation ),

o Kulit (skin absorption )

o Tertelan ( ingestion )

Racun dapat menyebabkan efek yang bersifat akut,kronis atau kedua-duanya.

Adapun potensi bahaya yang bisa ditimbulkan oleh bahan kimia adalah

a)     Korosi

        Bahan kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada permukaan tempat dimana

terjadi kontak. Kulit, mata dan sistem pencernaan adalah bagain tubuh yang paling umum

terkena.

        Contoh : konsentrat asam dan basa , fosfor.

b)     Iritasi

        Iritasi menyebabkan peradangan pada permukaan di tempat kontak. Iritasi kulit bisa

menyebabkan reaksi seperti eksim atau dermatitis. Iritasi pada alat-alat pernapasan yang

hebat dapat menyebabkan sesak napas, peradangan dan oedema ( bengkak )

        Contoh :

o Kulit : asam, basa,pelarut, minyak .

o Pernapasan : aldehydes, alkaline dusts, amonia, nitrogen dioxide, phosgene,

chlorine ,bromine, ozone.

c)     Reaksi Alergi

Page 16: Dentifikasi Faktor Bahaya Di Tempat Kerja

        Bahan kimia alergen atau sensitizers dapat menyebabkan reaksi alergi pada kulit atau organ

pernapasan

        Contoh :

o Kulit : colophony ( rosin), formaldehyde, logam seperti chromium atau nickel,

epoxy hardeners, turpentine.

o Pernapasan : isocyanates, fibre-reactive dyes, formaldehyde, nickel.

d)     Asfiksiasi

        Asfiksian yang sederhana adalah inert gas yang mengencerkan atmosfer yang ada, misalnya

pada kapal, silo, atau tambang bawah tanah. Konsentrasi oksigen pada udara normal tidak

boleh kurang dari 19,5% volume udara.

        Asfiksian kimia mencegah transport oksigen dan oksigenasi normal pada darah atau

mencegah oksigenasi normal pada kulit.

        Contoh :

o Asfiksian sederhana : methane, ethane, hydrogen, helium

o Asfiksian kimia : carbon monoxide, nitrobenzene, hydrogen cyanide, hidrogen

sulphide

e)     Kanker

        Karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas telah terbukti pada manusia.

        Kemungkinan karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas sudah terbukti

menyebabkan kanker pada hewan .

        Contoh :

o   Terbukti karsinogen pada manusia : benzene ( leukaemia); vinylchloride ( liver

angiosarcoma) ; 2-naphthylamine, benzidine (kanker kandung kemih ); asbestos (kanker

paru-paru , mesothelioma);

o   Kemungkinan karsinogen pada manusia : formaldehyde, carbon tetrachloride, dichromates,

beryllium

f)      Efek Reproduksi

        Bahan-bahan beracun mempengaruhi fungsi reproduksi dan seksual dari seorang manusia.

Page 17: Dentifikasi Faktor Bahaya Di Tempat Kerja

        Perkembangan bahan-bahan racun adalah faktor yang dapat memberikan pengaruh negatif

pada keturunan orang yang terpapar, sebagai contoh :aborsi spontan.

        Contoh :

o Manganese, carbondisulphide, monomethyl dan ethyl ethers dari ethylene

glycol, mercury. Organic mercury compounds, carbonmonoxide, lead,

thalidomide, pelarut.

g)     Racun Sistemik

        Racun sistemik adalah agen-agen yang menyebabkan luka pada organ atau sistem tubuh.

        Contoh :

o Otak : pelarut, lead, mercury, manganese

o Sistem syaraf peripheral : n-hexane, lead, arsenic, carbon disulphide

o Sistem pembentukan darah : benzene, ethylene glycol ethers

o Ginjal : cadmium, lead, mercury, chlorinated hydrocarbons

o Paru-paru : silica, asbestos, debu batubara ( pneumoconiosis )

3. Potensi bahaya biologis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh

kuman-kuman penyakit yang terdapat di udara yang berasal dari atau bersumber pada

tenaga kerja yang menderita penyakit-penyakit tertentu, misalnya : TBC, Hepatitis

A/B, Aids,dll maupun yang berasal dari bahan-bahan yang digunakan dalam proses

produksi. Dimana pun Anda bekerja dan apa pun bidang pekerjaan Anda, faktor

biologi merupakan salah satu bahaya yang kemungkinan ditemukan ditempat kerja.

Maksudnya faktor biologi eksternal yang mengancam kesehatan diri kita saat bekerja.

Namun demikian seringkali luput dari perhatian, sehingga bahaya dari faktor ini tidak

dikenal, dikontrol, diantisipasi dan cenderung diabaikan sampai suatu ketika menjadi

keadaan yang sulit diperbaiki. Faktor biologi ditempat kerja umumnya dalam bentuk

mikro organisma sebagai berikut :

a)     Bakteri

Bakteri mempunyai tiga bentuk dasar yaitu bulat (kokus), lengkung dan batang (basil).

Banyak bakteri penyebab penyakit timbul akibat kesehatan dan sanitasi yang buruk, makanan

yang tidak dimasak dan dipersiapkan dengan baik dan kontak dengan hewan atau orang yang

Page 18: Dentifikasi Faktor Bahaya Di Tempat Kerja

terinfeksi. Contoh penyakit yang diakibatkan oleh bakteri : anthrax, tbc, lepra, tetanus,

thypoid, cholera, dan sebagainya.

b)     Virus

Virus mempunyai ukuran yang sangat kecil antara 16 - 300 nano meter. Virus tidak mampu

bereplikasi, untuk itu virus harus menginfeksi sel inangnya yang khas. Contoh penyakit yang

diakibatkan oleh virus : influenza, varicella, hepatitis, HIV, dan sebagainya.

c)     Jamur

Jamur dapat berupa sel tunggal atau koloni, tetapi berbentuk lebih komplek karena berupa

multi sel. Mengambil makanan dan nutrisi dari jaringan yang mati dan hidup dari organisme

atau hewan lain.

d)     Mikroorganisme penyebab penyakit di tempat kerja

Beberapa literatur telah menguraikan infeksi akibat organisme yang mungkin ditemukan di

tempat kerja, diantaranya :

Daerah pertanian

Llingkungan pertanian yang cenderung berupa tanah membuat pekerja dapat terinfeksi oleh

mikroorganisme seperti : Tetanus, Leptospirosis, cacing, Asma bronkhiale atau keracunan

Mycotoxins yang merupakan hasil metabolisme jamur.

Di lingkungan berdebu (Pertambangan atau pabrik)

Di tempat kerja seperti ini, mikroorganisme yang mungkin ditemukan adalah bakteri

penyebab penyakit saluran napas, seperti : Tbc, Bronchitis dan Infeksi saluran pernapasan

lainnya seperti Pneumonia.

Daerah peternakan terutama yang mengolah kulit hewan serta produk-produk dari

hewan

Penyakit-penyakit yang mungkin ditemukan di peternakan seperti ini misalnya : Anthrax

yang penularannya melalui bakteri yang tertelan atau terhirup, Brucellosis, Infeksi

Salmonella.

Di Laboratorium

Para pekerja di laboratorium mempunyai risiko yang besar terinfeksi, terutama untuk

laboratorium yang menangani organisme atau bahan-bahan yang megandung organisme

pathogen

Di Perkantoran : terutama yang menggunakan pendingin tanpa ventilasi alami

Para pekerja di perkantoran seperti itu dapat berisiko mengidap penyakit seperti : Humidifier

fever yaitu suatu penyakit pada saluran pernapasan dan alergi yang disebabkan organisme

Page 19: Dentifikasi Faktor Bahaya Di Tempat Kerja

yang hidup pada air yang terdapat pada system pendingin, Legionnaire disease penyakit yang

juga berhubungan dengan sistem pendingin dan akan lebih berbahaya pada pekerja dengan

usia lanjut.

Cara penularan kedalam tubuh manusia

Banyak dari mikroorganisme ini dapat menyebabkan penyakit hanya setelah masuk kedalam

tubuh manusia dan cara masuknya kedalam tubuh, yaitu :

1.     Melalui saluran pernapasan

2.     Melalui mulut (makanan dan minuman)

3.     Melalui kulit apabila terluka

Mengontrol bahaya dari faktor biologi

Faktor biologi dan juga bahaya-bahaya lainnya di tempat kerja dapat dihindari dengan

pencegahan antara lain dengan :

1.     Penggunaan masker yang baik untuk pekerja yang berisiko tertular lewat debu yang

mengandung organism patogen

2.     Mengkarantina hewan yang terinfeksi dan vaksinasi

3.     Imunisasi bagi pekerja yang berisiko tertular penyakit di tempat kerja

4.     Membersihkan semua debu yang ada di sistem pendingin paling tidak datu kali setiap bulan

5.     Membuat sistem pembersihan yang memungkinkan terbunuhnya mikroorganisme yang

patogen pada system pendingin.

Dengan mengenal bahaya dari faktor biologi dan bagaimana mengotrol dan mencegah

penularannya diharapkan efek yang merugikan dapat dihindari.

4. Potensi bahaya fisiologis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau yang disebabkan

oleh penerapan ergonomi yang tidak baik atau tidak sesuai dengan norma-norma

ergonomi yang berlaku, dalam melakukan pekerjaan serta peralatan kerja, termasuk :

sikap dan cara kerja yang tidak sesuai, pengaturan kerja yang tidak tepat, beban kerja

yang tidak sesuai dengan kemampuan pekerja ataupun ketidakserasian antara manusia

dan mesin.

Pembebanan Kerja Fisik

Page 20: Dentifikasi Faktor Bahaya Di Tempat Kerja

        Beban kerja fisik bagi pekerja kasar perlu memperhatikan kondisi iklim, sosial ekonomi dan

derajat kesehatan.

        Pembebanan tidak melebihi 30 – 40% dari kemampuan kerja maksimum tenaga kerja dalam

jangka waktu 8 jam sehari.

        Berdasarkan hasil beberapa observasi, beban untuk tenaga Indonesia adalah 40 kg. Bila

mengangkat dan mengangkut dikerjakan lebih dari sekali maka beban maksimum tersebut

harus disesuaikan.

        Oleh karena penetapan kemampuan kerja maksimum sangat sulit, parameter praktis yang

digunakan adalah pengukuran denyut nadi yang diusahakan tidak melebihi 30-40 permenit di

atas denyut nadi sebelum bekerja.

5. Potensi bahaya Psiko-sosial, yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan

oleh kondisi aspek-aspek psikologis keenagakerjaan yang kurang baik atau kurang

mendapatkan perhatian seperti : penempatan tenaga kerja yang tidak sesuai dengan

bakat, minat, kepribadian, motivasi, temperamen atau pendidikannya, sistem seleksi

dan klasifikasi tenaga kerja yang tidak sesuai, kurangnya keterampilan tenaga kerja

dalam melakukan pekerjaannya sebagai akibat kurangnya latihan kerja yang

diperoleh, serta hubungan antara individu yang tidak harmoni dan tidak serasi dalam

organisasi kerja. Kesemuanya tersebut akan menyebabkan terjadinya stress akibat

kerja.

Stress

        Stress adalah tanggapan tubuh (respon) yang sifatnya non-spesifik terhadap setiap tuntutan

atasnya. Manakala tuntutan terhadap tubuh itu berlebihan, maka hal ini dinamakan stress.

        Gangguan emosional yang di timbulkan : cemas, gelisah, gangguan kepribadian,

penyimpangan seksual, ketagihan alkohol dan psikotropika.

        Penyakit-penyakit psikosomatis antara lain : jantung koroner, tekanan darah tinggi, gangguan

pencernaan, luka usus besar, gangguan pernapasan, asma bronkial, penyakit kulit seperti

eksim,dll.

Page 21: Dentifikasi Faktor Bahaya Di Tempat Kerja

6. Potensi bahaya dari proses produksi, yaitu potensi bahaya yang berasal atau

ditimbulkan oleh bebarapa kegiatan yang dilakukan dalam proses produksi, yang

sangat bergantung dari: bahan dan peralatan yang dipakai, kegiatan serta jenis

kegiatan yang dilakukan. Potensi bahaya keselamatan terdapat pada alat/mesin, serta

bahan yang digunakan dalam proses produksi, seperti forklift (tertabrak), gancu

(tertusuk), pallet (tertimpa), dan bahan baku (tertimpa, terjatuh dari tumpukan bahan

baku), feed additive (kerusakan mata akibat terkena debu feed additive), cutter, mesin

bubut/las (kerusakan mata akibat terpercik geram, lecet akibat terkena part panas, dan

kerusakan paru-paru akibat terhirup debu las), luka bakar akibat kebocoran gas,

terjepit part, semburan panas dari blow down otomatis, kebakaran, dan peledakan.

Page 22: Dentifikasi Faktor Bahaya Di Tempat Kerja

DAFTAR PUSTAKA

Bung ‘okles. 2008. Pengenalan Bahaya Di Lingkungan Kerja

http://okleqs.wordpress.com/2008/05/23/pengenalan-bahaya-di-lingkungan-kerja/. Diakses

08 November 2011

………Posted: Mei 23, 2008 in IDENTIFIKASI BAHAYA .

http://okleqs.wordpress.com/category/identifikasi-bahaya/ Diakses 08 November 2011

Rusli Mustar.2008. Pengaruh Kebisingan Dan Getaran Terhadap Perubahan Tekanan Darah

Masyarakat Yang Tinggal Di Pinggiran Rel Kereta Api Lingkungan Xiv Kelurahan Tegal

Sari Kecamatan Medan Denai Tahun 2008.Managemen Kesehatan Lingkungan

Industri.USU. Sumatera Utara.

Aria Gusti. 7 Januari 2011 Manajemen Risiko dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja. http://ariagusti.wordpress.com/2011/01/07/manajemen-risiko-dalam-keselamatan-dan-kesehatan-kerja/ Diakses 17 Desember 2011

http://id.shvoong.com/exact-sciences/physics/2016489-radiasi-pengertian-jenis-jenis-dan/#ixzz1fpWSbEW8

Page 23: Dentifikasi Faktor Bahaya Di Tempat Kerja

Tugas individu

Mata Kuliah : Kesehatan dan keselamatan Kerja (K3)

IDENTIFIKASI FAKTOR BAHAYA DI TEMPAT KERJA

OLEH

NUR KAMRINIM : 11B08057

PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2011

Page 24: Dentifikasi Faktor Bahaya Di Tempat Kerja

KATA PENGANTAR

Bissmilahirrahmanirrahim..

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunianya

sehingga makalah Identifikasi factor bahaya di tempat kerja dapat diselesaikan sesuai dengan

rencana.

Identifikasi factor bahaya di tempat kerja merupakan suatu kegiatan dalam rangka mengenali

factor bahaya seperti bahaya fisik, kima, fisika, fisiologis, psikologis maupun bahaya

biologis. Dengan mengetahu factor bahaya tersebut, maka memungkinkan dilakukan

pencegahan agar tidak terjadi hal yang buruk pada pekerja.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini, masih terdapat kekurangan, oleh

karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaannya.

Page 25: Dentifikasi Faktor Bahaya Di Tempat Kerja

DAFTAR ISI

KATA PENGANTARDAFTAR ISI

A.    PENDAHULUAN 1

B.    IDENTIFIKASI BAHAYA 2

C.    FAKTOR BAHAYA DI TEMPAT KERJA

1.     Potensi Bahaya Fisik 6

2.     Potensi Bahaya Kimia 18

3.     Potensi Bahaya Biologis 20

4.     Potensi Bahaya Fisiologis 23

5.     Potensi Bahaya Psikososial 24

6.     Potensi bahaya Proses Produksi 24

DAFTAR PUSTAKA 25