Demam Tifoid (Tinjauan Pustaka)

19
TINJAUAN PUSTAKA DEMAM TIFOID Oleh: I Wayan Dede Fridayantara Ni Made Widi Mas Gunanthi Rozan Fikri DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITRAAN KLINIK MADYA 1

description

Tinjauan Pustaka

Transcript of Demam Tifoid (Tinjauan Pustaka)

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

DEMAM TIFOID

Oleh:

I Wayan Dede Fridayantara Ni Made Widi Mas Gunanthi Rozan Fikri DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITRAAN KLINIK MADYA

SMF/BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNUD RSUP SANGLAH DENPASAR20152.1 Definisi

Demam tifoid adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri fakultatif intraselular gram negatif Salmonella enterica,subspecies enterica, serotype thypi. Organisme yang juga menyebabkan penyakit mirip dengan demam tifoid namun dalam derajat yang lebih ringan adalah bakteri Salmonella serotype paratype A.1,2,32.2 Etiologi

Demam tifoid disebabkan oleh bakteri gram negatif Salmonella typhi. Manusia merupakan host dan reservoir dari bakteri Salmonella typhi. Infeksi bakteri ini menular melalui rute fecal-oral. Makanan atau minuman yang terkontaminasi menjadi salah satu media transmisi paling sering dari bakteri ini. Selain itu, penyakit ini dapat menular lewat urin dan muntahan. Lalat dapat menyalurkan bakteri ini melalui makanan yang dihinggapinya. Salmonella typhi (Baciilus typhosa = Eberthela typhosa), basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen yaitu : antigen O (somatik, terdiri dari zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flagela) dan antigen Vi. Dalam serum penderita terdapat zat anti (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut. 3,4,52.3 Epidemiologi

Demam tifoid menjadi masalah kesehatan global saat ini. Penyakit ini masih sering tidak terdiagnosa karena kurangnya fasilitas laboratorium pada beberapa tempat, terutama pada negara berkembang. Angka kejadian demam thypoid banyak terdapat pada pasien berusia 3-19 tahun. Kejadian demam tifoid banyak terjadi pada daerah yang memiliki kekurangan dalam hal sanitasi atau air bersih. WHO mengestimasikan 21 juta kasus demam tifoid terjadi setiap tahun dengan case fatality rate (CFR) 1-4%. Asia merupakan wilayah dengan kasus demam tifoid terbanyak. Selain itu di negara-negara dengan pendapatan rendah seperti negara-negara di Afrika dan Amerika Selatan kasus demam tifoid menjadi masalah kesehatan publik. Wabah demam tifoid jarang terjadi, sempat terjadi di Republik Kongo dengan 42564 kasus pada tahun 2005 dan di Zimbabwe pada tahun 2011.32.4 Patofisiologi

Patogenesis penyakit demam tifoid tergantung pada ukuran bakteri Salmonella typhi, faktor virulensi dari bakteri, respon imun dari host dan paparan sebelumnya, maupun faktor protektif lokal. Ukuran dari bakteri ini akan mempengaruhi lama masa inkubasi dari bakteri tersebut serta nilai ambang bakteri tersebut dalam menyebabkan bakteremia. Virulensi dari bakteri tersebut tergantung pada kemampuan bakteri tersebut dalam menginvasi sel, adanya vi antigen, maupun produksi dan sekresi protein invasin. Periode inkubasi Salmonella typhi berkisar antara 5-21 hari.3Pada awalnya, bakteri yang masuk saluran pencernaan melalui berbagai media melewati lambung. Disana bakteri mampu tetap hidup dalam paparan asam lambung kemudian masuk ke usus halus. Bakteri Salmonella typhi memiliki suatu mekanisme dalam mempertahankan dirinya dalam suasana yang sangat asam dalam lambung. Pertama, bakteri ini memiliki suatu sistem homeostasis pada suasana pH yang sangat rendah. Selain itu bakteri ini memproduksi suatu protein yang memiliki efek toleransi terhadap suasana asam.3Di usus halus bakteri ini melakukan penetrasi pada dinding usus halus melalui sel M yang terdapat ileal Peyer's patch. Hal ini dapat terjadi bila respon imunitas humoral mukosa kurang baik. Kemudian pada jaringan limfoid intestinal ini bakteri ditangkap oleh sel mononuklear. Di dalam sel retikuloendothelial dan makrofag bakteri mengadakan replikasi selanjutnya dibawa ke plak Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Proses ini terjadi pada fase asimtomatik masa inkubasi dari bakteri ini. Berbeda dengan patogen enteroinvasif lainnya, penetrasi dari bakteri Salmonella typhi tidak menimbulkan respon pro inflamasi melalui stimulasi TLR5. Selain itu penetrasi bakteri ini juga tidak menimbulkan transmigrasi neutrofil, IL-8, maupun TNF- pada sel epitel. Hal ini disebabkan bakteri Salmonella typhi memiliki lokus viaB . 3,6,7Setelah mencapai jumlah yang mencukupi, bakteri dilepaskan dalam aliran darah melalui duktus torasikus yang diikuti sekresi sitokin oleh makrofag. Hal ini menyebabkan bakteremia pertama yang bersifat asimtomatik. Bakteri ini menyebar ke organ retikuloendotelial terutama hati dan limfa. Pada organ ini bakteri meninggalkan sel fagosit dan kembali mengadakan replikasi pada ruang sinusoid lalu kembali masuk ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakteremia yang kedua yang menyebabkan tanda-tanda dan gejala sistemik.3,6,7Bakteri yang masuk ke dalam hati kemudian masuk ke cairan empedu. Cairan empedu ini kemudian diekskresikan lagi ke dalam usus. Di dalam lumen usus, bakteri ada yang dikeluarkan melalui feses ada pula yang kembali melakukan penetrasi pada dinding usus. Pada proses sebelumnya makrofag sudah teraktivasi sehingga pada proses fagositosis yang kedua ini makrofag melepaskan mediator inflamasi yang kemudian menimbulkan gejala sistemik seperti demam, malaise, mialga, sakit kepala, sakit perut, gangguan mental, dan koagulasi. Pada plak Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan hiperplasia jaringan. Perdarahan dapat terjadi pada area sekitar plak Peyeri yang mengalami nekrosis dan hiperplasia. Bakteri Salmonella typhi dapat bertahan pada tubuh manusia dalam jangka waktu yang lama.72.5 Gejala Klinis

Masa inkubasi dari bakteri S. thypii dapat berlangsung dalam 7 14 hari, walaupun demikian masa inkubasi dapat bervariasi mulai dari 3 hari hingga 60 hari.8-11 Manifestasi klinis dari demam tifoid umumnya bervariasi mulai dari gejala yang ringan dan tidak khas, gejala yang khas hingga gejala yang berat dan disertai dengan komplikasi.8,9-11 Pada anak, manifestasi demam tifoid cenderung tidak khas.9,11 Gejala klinis yang dijumpai yaitu berupa gastroenteritis ringan dengan demam yang tidak terlalu tinggi hingga gejala yang lebih berat.9Gejala klinis yang tidak khas yang sering dijumpai pada demam tifoid meliputi9,10:1. Demam yang berlangsung dalam beberapa hari (99%)

2. Sakit kepala (50-90%)

3. Anak tampak lemah

4. Nyeri perut dan adanya nyeri tekan abdominal

5. Kehilangan nafsu makan

6. Mual dan muntah (35%)

7. Dapat disertai dengan diare ataupun konstipasi. Pada anak-anak lebih sering dijumpai dengan gejala gastrointestinal berupa diare.

Gejala klinis klasik yang sering dijumpai pada demam tifoid meliputi :

1. Demam

Pada minggu pertama biasanya ditandai dengan adanya demam tinggi yang berkepanjangan, Awalnya demam hanya samar-samar saja, namun suhu tubuh akan terus meningkat dari pagi hari hingga malam hari, dan cenderung lebih tinggi di malam hari.11Suhu demam dapat mencapai 39-40oC.10-12 Memasuki minggu kedua, suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi/demam dan berangsur-angsur suhu menurun di pagi hari, namun kembali meningkat pada sore hari dan menjelang malam hari.10-12 Pada akhir minggu ketiga, suhu tubuh penderita berangsur-angsur turun dan mencapai suhu tubuh normal kembali pada akhir minggu ketiga.10,12 Pada intensitas demam yang tinggi terkadang diikuti juga oleh gejala klinis yang tidak khas seperti sakit kepala, kehilangan nafsu makan dan tampak lemas, mual dan muntah.11,12 Tidak selalu ditemukan tipe demam yang khas pada demam tifoid, tipe demam menjadi rancu diakibatkan adanya intervensi oleh pengobatan ataupun komplikasi yang terjadi lebih dini.11 Pada anak khususnya balita, demam dengan suhu yang terlampau tinggi dapat menjadi pencetus kejang.112. Distres Abdominal

Pada minggu pertama, gangguan pada sistem pencernaan yang bisa terjadi seperti mual dan muntah, perut terasa kembung, diare hingga konstipasi.10-12 Gambaran yang khas dari sistem gastrointestinal yang dapat diamati yaitu adanya penampakan tifoid tounge, lidah penderita berwarna putih, kotor di bagian tengah dengan tepi dan ujung lidah yang berwarna kemerahan serta bergetar atau tremor.103. Gejala Neurologis

Umumnya pada pasien demam tifoid terjadi penurunan kesadadaran berupan kesadaran ringan. Sering juga ditemui kesadaran apatis.11 Bila keadaan semakin memburuk, dimana toksemia memberat akan muncul tanda-tanda delirium atau stupor.10,114. Hepatosplenomegali

Pada penderita demam tifoid, hati dan limpa sering ditemukan membesar. Pada perabaan hati dan limpa teraba kenyal dan nyeri bila ditekan.115. Bradikardia relatif dan gejala lainnya

Perlambatan nadi relatif atau dikenal dengan bradikardi relatif, merupakan sebuah keadaan dimana peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh peningktan frekuensi denyut nadi.10-12 Patokan yang sering digunakan yaitu setiap terjadi kenaikan 1oC tidak diikuti dengan peningkatan denyut nadi sebanyak 8 kali dalam 1 menit.11,12 Bradikardi relatif jarang ditemukan karena teknis pelaksanaan pemeriksaannya tergolong sulit.11 Gejala lain yang dapat dilihat pada pasien dengan demam tifoid adalah rose spot, yaitu bitnik kemerahan pada kulit yang biasanya dijumpai pada erut bagian atas.10,11 Rose spot pada anak jarang ditemukan.

2.6 Diagnosis

Diagnosis demam tifoid dapat diperoleh melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Untuk memastikan diagnosis perlu dikerjakan pemeriksaan laboratorium sebagai pemeriksaan penunjang. Adapun pemeriksaan yang dapat dilakukan: 1. pemeriksaan yang berguna untuk menyokong diagnosis, yaitu : hapusan darah tepi, terdapat gembaran leukopenia, limfositosis relatif dan aneosinofilia pada permulaan sakit. Mungkin terdapat anemia dan trombosipenia ringan. Pemeriksaan darah tepi ini sederhana, mudah dikerjakan di laboratorium yang sederhanakan tetapi berguna untuk membantu diagnosis yang cepat. Pemeriksaan sumsum tulang, dapat digunakan untuk menyokong diagnosis. Pemeriksaan ini tidak termasukpemeriksaan rutin yang sederhana. Terdapat gambaran sumsum tulang berupa hiperaktif RES dengan adanya sel makrofag, sedangkan sistem eritropoesis, granulopoesis dan trombopoesis berkurang. 2. pemeriksaan laboratorium untuk membuat diagnosis. Biakan empedu untuk menemukan Salmonella tyfosa dan pemeriksaan Widal ialah pemeriksaan yang dapat dipakai untuk membuat diagnosis demam tifoid yang pasti. Kedua pemeriksaan tersebut perlu dilakukan pada waktu masuk dan setiap minggu berikutnya. Biakan empedu, basil Salmonella tyfosa dapat ditemukan dalam darah penderita biasanya dalam minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih seringditemukan dalam urin dan feses dan mungkin akan tetap positif untuk waktu yang lama. Oleh karena itu, pemeriksaan yang positif dari contoh darah digunakan untuk menegakkan diagnosis, sedangkan pemeriksaan negatif dari contoh urin dan feses 2 kali berturut-turut digunakan untuk menentukan bahwa penderita telah benar-benar sembuh dan tidak menjadi pembawa kuman (karier). Pemeriksaan Widal, dasar pemeriksaan ialah reaksi aglutinasi yang terjadi bila serum penderita dicampur dengan suspensi antigen Salmonella typhosa. Pemeriksaan yang positif ialah bila terjadi reaksi aglutinasi. Dengan jalan mengencerkan serum, maka kadar zat anti dapat ditentukan, yaitu pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan reaksi aglutinasi. Untuk membuat diagnosis yang diperlukan adalah titer zat anti terhadap antigen O. Titer yang bernilai 1/200 atau lebih dan atau menunjukkan kenaikan yang progresif digunakan untuk membuat diagnosis. Titer tersebut mencapai puncaknya bersamaan dengan penyembuhan penderita. Titer terhadap antigen H tidak diperlukan untuk diagnosis, karena dapat tetap tinggi setelah mendapat imunisasi atau bila penderita telah lama sembuh. Tidak selalu pemeriksaan Widal positif walaupun penderita sungguh-sungguh menderita demam tifoid sebagaimana terbukti pada autopsi setelah penderita meninggal dunia. Sebaliknya titer dapat positif karena keadaan sebagai berikut : titer O dan H tinggi karena terdapatnya aglutinin normal, karena infeksi basil Coli patogen dalam usus; pada neonatus, zat anti tersebut diperoleh dari ibunya melalui tali pusat, terdapat infeksi silang dengan Rickettsia (Weil Felix), dan akibat imunisasi secara alamiah karena masuknya basil peroral atau pada keaadan infeksi subklinis. 4,132.7 Diagnosis banding

Selama stadium awal demam tifoid, diagnosis klinis dapat terkelirukan denga gastroenteritis, sindrom virus, bronkitis, atau bronkopneumoni. Selanjutnya diagnosis banding meliputi sepsis dengan bakteri patogen lain, infeksi yang disebabkan mikroorganisme intraseluler, seperti tuberkulosis, bruselosis, tularemia, leptospirosis dan penyakit riketsia; infeksi virus seperti mononukleosis, infeksiosa dan hepatitis anikterik; dan keganasan seperti leukemia dan limfoma. 8,92.8 Penatalaksanaan

Penderita yang dirawat denagn diadnosis observasi demam tifoid harus dianggap dan diperlakukan sebagai penderita demam tifoid dan diberikan pengobatan sebagai berikut: isolasi penderita dan disinfeksi pakaian dan ekskreta, perawatan yang baik untuk menghindarkan komplikasi, mengingat sakit yang lam, lemah dan anoreksia, istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu normal kembali, yaitu istirahat mutlak, bebarinr terus di tempat tidur. Seminggu kemudian boleh duduk dan selanjutnya boleh berdiri dan berjalan. Diet. Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung bangayk serat, tidak merangsang dan tidak mengandung banyak gas. Susu 2 kali satu gelas sehari perlu diberikan. Jenis makanan untuk penderita dengan kesadaran menurun ialah makanan cair yang dapat diberikan melalui pipa lambung. Bila anak sadar dan nafsu makan baik, maka diberika makanan lunak. Terapi antimikroba sangat penting dalam mengobati demam tifoid. Namun karena semakin bertambahnya resistensi antibiotik, pemiliha terapi empirik merupakan masalah dan kadang-kadang kontroversial. Kebanyakan regimen antibiotika disertai dengan 5-20% risiko kumat. Kloramfenikol (50mg/kg/24 jam per oral atau 75 mg/kg/24 jam secara intravena dalam empar dosis yang sama), ampisiliin (200mg/kg/24 jam, secara intravena dalam empat sampai enam dosis), amoksisilin(100mg/kg/24 jam, secara oral dalam tiga dosis), dan trimetoprim-sulfametoksasol (10 mg TMP dan 50 mg SMX/kg/24 jam, secara oral dalam dua dosis) telah memperagakan kemanjuran klinis yang baik. Kebanyakan anak tidak demam dalam 7 hari, pengobatan penderita tidak berkomplikasi harus dilanjutkan selama setidak-tidaknya 5-7 hari sesudah demam turun. Pada anak dengan gangguan yang mendasari termasuk malnutrisi berat, perluasan terapi selama 21 hari dapat mengurangi angka komplikasi. 12,15

Disamping terapi antibiotik, pemberian cepat deksametason dengan menggunakan 3 mg/kg untuk dosis awa, disertai dengan 1 mg/kg setiap 6 jam selama 48 jam, memperbaiki angka ketahanan hidup penderita dengan syok, menjadi lemah, stupor atau koma. Ini tidak menambah insiden komplikasi jika terapi antibiotik cukup. Pengobatan pendukung dan rumatan cairan dan keseimbangan elektrolit yang cukup sangat penting. Bila perdarahan usus berat, tranfusi darah diperlukan. Intervensi pembedahan dengan antibiotik spektrum luas dianjurkan untuk perforasi usus. Tranfusis trombosit telah disarankan untuk pengobatan trombositopenia yang cukup berat untuk menyebabkan perdarahan usus pada penderita yang padanya pembedahan dipertimbangkan.8,10Walaupun upaya untuk memberantas pengidap S. typhi kronis dianjurkan untuk pertimbangan kesehatan masyarakat, pemberantasan sukar walaupun kerentanan invitro digunakan terhadap antibiotik. Pemberian 4-6 minggu ampisilin dosis tinggi (atau amoksisilin) ditambah probenacid atau TMP-SMX mengakibatkan angka penyembuhan pengidap sekitar 80% jika tidak ada penyakit saluran empedu. Ciprofloksasin telah digunakan secara berhasil pada orang dewasa. Bila tidak ada kolelitiasis atau kolesistiits, antibiotik saja tidak mungkin berhasil: kolesistektomi dalam 14 hari pengobatan antibiotik dianjurkan. 12,15 2.9 Komplikasi

Komplikasi yang sering adalah perforasi usus, miokarditis dan manifestasi sistem saraf sentral. Perdarahan usus berat dan perforasi usus terjadi masing-masing pada 1-10% dan 0,5-3% penderita. Komplikasi ini dan kebanyakan komplikasi lain biasanya terjadi sesudah 1 minggu penyakit. Perdarahan, yang biasanya mendahului perforasi ditampakkan oleh penurunan suhu dan tekanan darah serta kenaikan frekuensi nadi. Perforasi biasanya sebesar ujung jarum tetapi dapat sebesar beberapa sentimeter, khas terjadi pada ileum distal dan disertai dengan penambahan nyeri perut yang mencolok, sakit, muntah dan tanda-tanda peritonitis, Sepsis dengan berbagai basili enterik Gram-negatof aerob dan anaerob dapat terjadi. Walaupun hasil uji fungsi hati terganggu pada beberapa penderita dengan demam tifoid, hepatitis dan kolesistitis yang nyata dipandang merupakan komplikasi. Kenaikan kadar amilase serum kadang-kadnag dapat ditemukan pada pankreatitis yang jelas secara nyata. 12-14

Pneumonia yang sering disebabkan oleh superingeksi denganorganisme lain selain Salmonella lebih sering pada anak daripada pada orang dewasa. Pada anak, pneumonia atau bronkitis sering ada (sekitar 10%. Miokarditis toksik mungkin ditampakkan oleh aritmia, blokade sinoatrial, perubahan ST-T pada elektrokardiogram, syok kardiogenik, infiltrasi lemak, dan nekrosis miokardium. Trombosis dan flebitis jarang terjadi. Komplikasi neurologis termasuk kenaikan tekanan intrakranial, trombosis serebral, ataksia serebellar akut, khorea, afasia, ketulian, psikosis dan mielitis tranversal. Neuritis perifer dan optik telah dilaporkan. Sekuele permanen jarang. Komplikasi lain yang dilaporkan merupakan nekrosis sumsum tulang yang mematikan, pielonefritis, sindroama nefrotik, meningitis, endokarditis, parotitis, orkitis dan limfadenitis supuratif. Walaupun osteomielitis dan artritis septik dapat terjadi pada hospes normal, mereka lebieh sering ditemukan pada anak dengan hemoglobinopati. 12,14

2.10 Prognosis

Prognosis untuk penderita demam tifoid tergantung pada terapi segera, usia penderita, keadaan kesehatan sebelumnya, serotipe Salmonella penyebab, dan munculnya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi antimikroba yang tepat, angka mortalitas di bawah 1%. Di negara yang sedang berkembang, angka mortalitas lebih tinggi daripada 10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis, raway inap di rumah sakit, dan pengobatan. Bayi umur sebelum 1 tahun dan anak-anak dengan gangguan dasar yang melemahkan berada pada risiko yang lebih tinggi. S. typhi meyebabkan penyakit yang lebih berat, dengan angka komplikasi dan kematian yang lebih tinggi daripada serotipe yang lain. Munculnya komplikasi, seperti perforasi saluran pencernaan atau perdarahan hebat, meningitis, endokarditis dan pneumonia disertai dengan angka morbiditas dan mortalitas tinggi.12,14

Relaps sesudah respon klinis awal terjadi pada 4-8% penderita yang tidak diobati dengan antibiotik. Pada penderita yang telah mendapat terapi antimikroba yang tepat, manifestasi klinis relaps menjadi nyata sekitar 2 minggu sesudah penghentian antibiotik dan meyerupai penyakit akut. Namun relaps, biasanya lebih ringan dan lebih pendek.Dapat terjadi relaps berulang. Individu yang mengekskresi S. typhi 3 bulan atau lebih lama sesudah infeksi biasanya pengekskresi 1 tahun dan ditetapkan sebagai pengidap kronis. Risiko menjadi pengidap rendah pada anak dan bertambah pada semakin tua dari semua penderita dengan demam tifoid, 1-5% menjadi pengidap kronis. Insiden penyakitsaluran empedu lebih tinggi pada pengidap kronis daripada populasi umum. Walaupun pengidap saluran kencing kronis dapat juga terjadi, pengidap ini jarang dan ditemukan terutama pada individu dengan skistomiasis. 12,142.11 Pencegahan

Terdapat dua vaksin yang digunakan di Amerika Serikat dan direkomendasikan penggunaaannya untuk wisatawan yang berkunjung ke daerah endemik dan kontak rumah tangga dengan carrier. Tingkat keefektifan sebesar 55-77%. Vaksin oral hidup yang dilemahkan dari strain Ty21a S.Typhi disetujui untuk digunakan pada anak usia lebih dari 6 tahun (tetapi tidak boleh digunakan dengan meflokuin, yang biasanya digunakan untuk profilaksis malaria). Diperlukan sebanyak 4 dosis kaspsul. Lamanya respon imun belum diketahui pasti, tetapi disarankan seri booster setiap 5 tahun. Vaksin polisakarida yang dapat diinjeksikan, ViCPS, juga tersedia untuk anak usia kurang dari dua tahun yang diperlukan dosis booster setiap 2 tahun.4,13DAFTAR PUSTAKA

1. Huang D B, Du Pont H L Problem pathogens: extra intestinal complications of Salmonella enterica serotype Typhi infection. Lancet Infection Disease. 2005 June; 5:341-3482. Tifoid, in: Green Book, Chapter 33, Public Health England, March 2011, pp. 409-420

3. World Health Organization. Guideline For The Management of Thypoid Fever. July 2011.

4. Hasan R, Alatas H. Ilmu Kesehatan Anak Buku Kuliah II. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2002. 198-210.5. Dublish V, Shah I.. Typhoid Fever. Pediatriconcall. 2005 April,1. Available from: http://www.pediatriconcall.com/fordoctor/diseasesandcondition/typhoid_fever.asp Accessed February 26 ; 2015

6. Widodo D. Demam Tifoid, in: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed 5, Interna Publishing, 2009, pp. 2797-2806.7. Raffatellu M, Wilson R P, Winter S E, Baumler A J. Clinical pathogenesis of tifoid fever. J Infect Developing Countries. 2008; 2(4):260-66.8. WHO. Background document: the diagnosis, treatment and prevention of thypoid fever. Geneva. World Health Organization. 2003. p1-5

9. Anonim. Guidelines for The Diagnosis , Management and Prevention of Thyphoid Fever. Australia. Ministry of Health Fiji Island. 2010. p4-5

10. Inawati. Demam Tifoid. Surabaya. Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. 2010. p2-5

11. Hadinegoro, S. Demam Tifoid pada Anak: Apa Yang Perlu Diketahui?. Jakarta. Manajemen Modern dan Kesehatan Masyarakat. 2011. p1-4

12. Suraatmaja S, Soetjiningsih. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUP Sanglah. Denpasar: RSUP Sanglah. 2000. 230-232.

13. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu Kesehatan Anak, Nelson. Edisi 4, volume 2. Jakarta: EGC. 2010. 445-448.14.Typhoid Fever. Pediatriconcall. 2002 December,12. Available from: http://www.pediatriconcall.com/fordoctor/diseasesandcondition/typhoid_fever.asp Accessed February 26 ; 2015. EMBED PBrush

PAGE 2