DEMAM TIFOID-Angga
-
Upload
thomas-adi-kh -
Category
Documents
-
view
216 -
download
0
description
Transcript of DEMAM TIFOID-Angga
DEMAM TIFOID
PENGERTIAN
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi akut yang sering terdapat pada
saluran cerna dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan yang kerap
terjadi adalah gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran(Rudolph et al.,
2006)
PATOGENESIS
Demam tifoid merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella
typi atau Salmonella para typi. Bakteri ini dapat masuk ke dalam tubuh lewat
makanan dan atau minuman tercemar yang dikonsumsi oleh
penderita(Pramita,2013) .
Pada saat melewati lambung sebagian dari bakteri Salmonella typi atau
Salmonella para typi ini dimusnahkan oleh asam lambung sedangkan sebagian lainya
mencapai usus halus dan berkembang biak dalam usus halus, saat respon humoral Ig
A usus tidak ade kuat kuman menembus sel epitel ( sel M ) yang selanjutnya
berkembang menuju ke lamina propia. Setelah itu S. Typhi difagosit terutama oleh
makrofag, dan berlanjut invasi ke jaringan limfoid plak peyer) tempat ini lah yang
merupakan tempat predileksi kuman untuk berkembang biak. Kemudian bakteri
masuk aliran darah sistemik melalui saluran limfe mesenterika sehingga menimbulkan
bakterimia I dan mencapai sel – sel retikulo endotel dari hati dan limpa.Tahapan ini
disebut sebagai masa inkubasi yang biasa terjadi selama 7 – 14 hari(Widodo, 2009).
Setelah fase inkubasi bakteri lepas dari jaringan dan menuju ke sirkulasi
sistemik sehingga menimbulkan bakteremia II yang melalui duktus torasikus dan
mencapai organ – organ tubuh terutama pada limpa, usus halus, dan kantung empedu.
Endotoksin yang dihasilkan oleh kuman Salmonela dianggap mempunyai peran yang
penting dalam pathogenesis demam tifoid, endotoksin ini berupa kompleks
lipopolisakarida. Endotoksin ini mempunyai sifat piogenik serta memiliki kemampuan
memperbesar reaksi peradangan di tempat berkembang biaknya kuman Salmonella,
endotoksin juga berperan sebagai stimulator yang kuat untuk memproduksi sitokin
oleh sel – sel makrofag dan sel seukosit pada jaringan yang mengalami peradangan.
Munculnya demam dan gejala toksemia proiflamatory)dikarenakan sitokin yang
menjadi mediatornya. Hampir seluruh bagian tubuh dapat terserang kuman ini dan
terkadang dapat muncul fokal – fokal infeksi pada jaringan tubuh yang terinvasi, hal
ini dikarenakan basil salmonella bersifat intraseluler(Widodo,2009).
Usus halus terutama pada ileum bagian distal dimana terdapat kelenjar plak
peyer merupakan tempat dimana kelainan patologis paling utama ditemukan. Pada
plak peyer terjadi hiperpasia saat minggu pertama, kemudian beranjut pada minggu ke
dua terjadi nekrosis ,kemudian pada minggu ke tiga terjadi ulserasi yang pada
akhirnya terjadi ulkus .Perdarahan sangat mudah terjadi pada keadaan ini sebagai
akibat dari adanya ulkus, selain perdarahan perforasi menjadi kompikasi yang paling
membahayakan hepatomegali dapat terjadi karena infiltrasi sel-sel nekrosis
mononuklear disertai nekrosis fokal. Keadaan serupa juga dapat ditemui pada jaringan
retikuloendotelial lainya semisal limpa dan kelenjar mesentrika.Pada tulang, usus,
paru, ginjal, jantung, selaput otak atau organ – organ lainnya keadaan patologis serupa
juga dapat dijumpai.selain itu juga dapat dijumpai proses peradangan dan abses pada
beberapa organ, oleh karena hal tersebut dapat dijumpai arthritis septic, pielonefritis,
meningitis, bronchitis dan lainnya, namun basil Salmonella paling menyukai kandung
empedu, sehingga jika pengobatan tidak adekuat dan sempurna basil Salmonella
tersebut akan tetap berada di kandung empedu yang kemudian mengalir ke dalam usus
menyebabkan terrjadinya karier intestinal, tempat – tempat penyimpanan ini yang
memungkinkan terjadinya relaps( Widodo,2009).
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia(2012), patogenesis demam tifoid
terdiri atas empat proses kompleks sesuai dengan ingesti organisme, ke empat proses
tersebut adalah : (1)penempelan dan invasi sel-sel M peyer’s patch,(2) bakteri
bertahan hidup dan bermultiplikasi di makrofag Peyer’s patch, nodus limfatikus
mesenterikus, dan organ – organ ekstra intestinal sistem retikuloendotelial ,(3) bakteri
bertahan hidup di dalam aliran darah dan ,(4) produksi enterotoksin yang
meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta usus dan menyebabkan keluarnya
elektrolit dan air ke dalam lumen intestinal.
Jalur masuknya bakteri ke dalam tubuh bermula pada saat memakan atau
meminum makanan dan minuman yang telah terkontaminasi bakteri Salmonella typhi,
kemudian bakteri masuk kedalam saluran pencernaan, pada saat dilambung cukup
banyak bakteri yang akan mati dikarenakan pH lambung yang sangat asam yaitu ph
<2, namun masih ada bakteri yang bertahan hidup kemudian terus berjalan mencapai
usus halus. Di usus halus ini bakteri akan melekat pada sel – sel mukosa dan
kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding usus, yaitu di ileum dan
yeyunum.
Internalisasi Salmonella typhi terjadi di sel epitel khusus yang melapisis
peyer’s patch yang disebut dengan sel M. Setelah itu bakteri mencapai folikel limfe
usus halus, kemudian mengikuti aliran menuju kelenjar limfe mesenterika bahkan ada
bakteri Salmonella typhi yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan RES di
organ hati dan limpa. Setelah itu bakteri Salmonella typhi mengalami multiplikasi di
dalam sel fagosit mononuklear di dalam folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika , hati
dan limfe(IDAI,2012).
Salmonella typhi dalam tubuh akan mengalami periode inkubasi, lamanya
inkubasi ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respons imun dari penjamu
kemudian bakteri Salmonella typhi akan keluar dari habitatnya dan masuk menuju ke
dalam sirkulasi sistemik melalui duktus torasikus. Melalui sirkulasi sistemik ini
Salmonella typhi dapat menuju ke organ manapun , tetapi Salmonella typhi biasanya
menuju ke hati, limpa, sumsum tulang, kandung empedu dan peyer’s patch dari ileum
terminal. Invasi pada kandung empedu dapat terjadi melalui 2 cara yaitu invasi secara
langsung melalui darah dan secara retrograd dari empedu. Ekskresi Salmonella typhi
pada empedu dapat menginvasi ulang dinding usus dan dapat pula dikeluarkan
melalui feses(IDAI,2012).
Respons imun pada demam tifoid dapat terjadi baik secara humoral maupun
selular baik lokal ataupun sistemik yang memberikan efek kekebalan serta eliminasi
terhadap Salmonella typhi, namun belum diketahui secara pasti bagaimana mekanisme
respons imunologi tersebut hingga dapat memberikan kekebalan dan eliminasi.
Namun diduga peran yang lebih besar dimainkan oleh imunitas selular. Pada pasien
dengan demam tifoid yang berat ditemukan adanya penurunan jumlah limfosit T.
Sedangkan pada pasien dengan karier demam tifoid ditemukan adanya gangguan
reaktivitas selular terhadap antigen Salmonella ser typhi pada uji hambatan migrasi
lekosit. Pada karier demam tifoid, setiap harinya sejumlah besar basil virulen
melewati usus dan kemudian dikeluarkan dalam feses(IDAI,2012).
KRITERIA DIAGNOSIS
Diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan jika ditemukan :
Demam lebih dari 7 hari Terlihat jelas sakit dan kondisi serius tanpa sebab yang jelas
Nyeri perut, kembung, mual, muntah, diare, konstipasi Delirium Hepatosplenomegali Demam tifoid yang berat dapat dijumpai penurunan kesadaran, kejang, dan ikterus Dapat timbul dengan tanda yang tidak tipikal terutama pada bayi muda sebagai
penyakit demam akut dengan disertai syok dan hipotermi
ANAMNESIS
Demam naik secara bertahap tiap hari, suhu tertinggi pada akhir minggu pertama,minggu kedua demam terus meninggi
Anak sering mengigau (delirium ), malaise, letargi, anoreksia, nyeri kepala, nyeri perut, diare, muntah, perut kembung
Pada demam tifoid yang berat dapat dijumpai penurunan kesadaran, kejang, dan ikterus
PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran menurun, delirium Lidah tifoid bagian tengah kotor dan bagian pinggir hiperemis Meteorismus Hepatomegali, splenomegali ( lebih jarang ) Kadang terdengar suara ronki pada pemeriksaan paru
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan serta kemungkinan hasil nya adalah :
Darah tepi perifer anemia Darah rutin Leukopenia, Limfositosis relatif, trombositopenia Serologi widal kenaikan titer S. Typhi titer O 1:200 atau kenaikan 4x titer fase
aku ke fase konvalesens Biakan Salmonela ditemukan di darah pada minggu 1-2
DIAGNOSIS BANDING
Gastroenteritis Bronkitis Bronkopneumonia
PENATALAKSANAAN
Antibiotik drug of choice Kloramfenikol 50-100 mg/kgBB/hari / oral atau iv dibagi dalam 4 dosis selama 10-14 hari
Pada kasus berat disertai dengan gangguan kesadaran diberikan kortikosteroid deksamethason 1-3 mg/kgBB/hari iv, dibagi 3 dosis hingga kesadaran membaik
Pembedahan diperlukan jika terjadi penyulit berupa perforasi usus
EDUKASI
Penjelasan kepada keluarga tentang penyakit dan cara penularan
Mengedukasi untuk menjaga higienitas makanan dan membiasakan cuci tangan
PROGNOSIS
Dubia ad bonam
DAFTAR PUSTAKA
Ikatan Dokter Anak Indonesia., 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI.
Pedoman Pelayanan Medik IDAI Jilid I, IDAI.2010
Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. 2009
Pramitasari O.P., Faktor Risiko Kejadian Penyakit Demam Tifoid Pada Penderita
yang Dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Ungaran, JKM UNDIP; 2013; 2: 1-10
Rudolph A. M., Hoffman J. I. E., Rudolph C. D., 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph.
Jakarta: EGC
Widodo, D., 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing