Demam Tifoid
-
Upload
aidha-banialie -
Category
Documents
-
view
221 -
download
0
Transcript of Demam Tifoid
5/17/2018 Demam Tifoid - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/demam-tifoid-55b0885025b36 1/5
Aidha D’ Altruismus 1
DEMAM TIFOID
Demam tifoid dan paratifoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus. Sinonim
dari demam tifoid dan paratifoid adalah typhoid dan paratyphoid fever, enteric fever,
tifus, dan paratifus abdominalis. Demam paratifoid menunjukkan manifestasi yangsama dengan tifoid, namun biasanya lebih ringan.
Etiologi demam tifoid adalah Salmonella typhi, sedangkan demam paratifoid
disebabkan oleh organisme yang termasuk dalam spesies Salmonella enteritidis, yaitu
Salmonella enteritidis bioserotipe paratyphi A, Salmonella enteritidis bioserotipe
paratyphi B, Salmonella enteritidis bioserotipe paratyphi C. Kuman-kuman ini lebih
dikenal dengan nama Salmonella paratyphi A, Salmonella schottmuelerri, dan
Salmonella hirschfeldii.
Salmonella typhi masuk ke tubuh manusia melalui makanan dan air yang
tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk
ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plak Peyeri di ileum terminalis yang
hipertrofi. Apabila terjadi komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal, kuman
menembus lamina propia, masuk aliran limfe mencapai kelenjar limfe mesenterial, dan
masuk aliran darah melalui duktus torasikus. Salmonella typhi lain dapat mencapai hatimelalui sirkulasi portal dari usus. Salmonella typhi bersarang di plak Peyeri, limpa, hati,
dan gian-bagian lain sistem retikuloendotelial. Endotoksin Salmonella typhi berperan
dalam proses inflamasi lokal pada jaringan tempat kuman tersebut berkembang biak.
Salmonella typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen
dan leukosit pada jaringan yang meradang, sehingga terjadi demam.
Gejala-gejala yang timbul bervariasi. Dalam minggu pertama: keluhan dan gejala
serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya, yaitu demam, pusing, nyeri kepala,
nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut,
batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan peningkatan suhu
tubuh.
Dalam minggu kedua: gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi
relatif, lidah tifoid (putih di tengah, tepi dan ujung merah dan tremor), hepatomegali,
splenomegali, meteorismus, gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma,
sedangkan roseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia.
5/17/2018 Demam Tifoid - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/demam-tifoid-55b0885025b36 2/5
Aidha D’ Altruismus 2
Biakan darah positif memastikan demam tifoid, tetapi biakan darah negatif tidak
menyingkirkan demam tifoid. Biakan tinja positif menyokong diagnosis klinis demam
tifoid. Peningkatan titer uji Widal empat kali lipat selama 2-3 minggu memastikandiagnosis demam tifoid. Reaksi Widal tunggal dengan titer antibodi O® 1:320 atau titer
antibodi H® 1:640 menyokong diagnosis demam tifoid pada pasien dengan gambaran
klinis yang khas. Pada beberapa pasien, uji Widal tetap negatif pada pemeriksaan ulang,
walaupun biakan darah positif.
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi dalam :
1. Komplikasi Intestinala. Perdarahan usus
b. Perforasi usus
c. Ileus paralitik
2. Komplikasi Ekstraintestinal
a. Komplikasi kardiovaskular : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan, sepsis)
miokarditis, trombosis, dan tromboflebitis.
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia dan/atau koagulasi
intravaskular diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.
c.
Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.d. Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolelitiasis.
e. Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.
f. Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis, polineuritis
perifer, sindrom Guillain-Barre, psikosis, dan sindrom katatonia.
Pada anak-anak dengan demam paratifoid, komplikasi lebih jarang terjadi.
Komplikasi lebih sering terjadi pada keadaan toksemia berat dan kelemahan umum, bila
perawatan pasien kurang sempurna.
Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu :
1. Pemberian antibiotik ; untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran
kuman.
Antibiotik yang dapat digunakan :
a. Kloramfenikol ; dosis hari pertama 4 x 250 mg, hari kedua 4 x 500 mg
diberikan selama demam, dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam, kemudian
dosis diturunkan menjadi 4 x 250 mg selama 5 hari kemudian. Penelitianterakhir (Nelwan, dkk di RSUP Persahabatan), penggunaan kloramfenikol
5/17/2018 Demam Tifoid - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/demam-tifoid-55b0885025b36 3/5
Aidha D’ Altruismus 3
masih memperlihatkan hasil penurunan suhu 4 hari, sama seperti obat-obat
terbaru dari jenis kuinolon.
b. Ampisilin/Amoksisilin ; dosis 50-150 mg/kg BB, diberikan selama 2 minggu.
c. Kotrimoksazol ; 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol-
80 mg trimetoprim, diberikan selama 2 minggu pula.d. Sefalosporin generasi II dan III. Di Subbagian Penyakit Tropik dan Infeksi
FKUI-RSCM, pemberian sefalosporin berhasil mengatasi demam tifoid
dengan baik. Demam pada umumnya mereda pada hari ke-3 atau menjelang
hari ke-4. Regimen yang dipakai adalah :
Seftriakson 4 g/hari selama 3 hari.
Norfloksasin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari.
Siprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari.
Ofloksasin 600 mg/hari selama 7 hari.
Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari. Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari.
2. Istirahat da perawatan profesional ; bertujuan mencegah komplikasi dan
mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolut minimal 7 hari
bebas demam atau kurang lebih 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai
dengan pulihnya kekuatan pasien. Dalam perawatan perlu sekali dijaga higien
perseorangan, kebersihan tempat tidur, pakaian, dan peralatan yang dipakai oleh
pasien. Pasien dengan kesadaran menurun, posisinya perlu diubah-ubah untuk
mencegah dekubitus dan pneumonia hipostatik. Defekasi dan buang air kecil
perlu diperhatikan, karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi urin.3. Diet dan terapi penunjang (simtomatis dan suportif)
Pertama pasien diberi diet bubur saring, kemudian bubur kasar, dan akhirnya
nasi sesuai tingkat kesembuhan pasien. Namun beberapa penelitian
menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk
pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan
dengan aman. Juga diperlukan pemberian vitamin dan mineral yang cukup
untuk mendukung keadaan umum pasien. Diharapkan dengan menjaga
keseimbangan dan homeostasis, sistem imun akan tetap berfungsi dengan
optimal.
Pada kasus perforasi intestinal dan renjatan septik diperlukan perawatan
intensif dengan nutrisi parenteral total. Spektrum antibiotik maupun kombinasi
beberapa obat yang bekerja secara sinergis dapat dipertimbangkan.
Kortikosteroid selalu perlu diberikan pada renjatan septik. Prognosis tidak
begitu baik pada kedua keadaan di atas.
Tidak semua antibiotik dapat digunakan untuk pengobatan tifoid pada wanita
hamil. Kloramfenikol tidak boleh diberikan pada trimester ketiga kehamilan, karenadapat menyebabkan partus prematur, kematian fetus intrauterin, dan sindrom Gray
5/17/2018 Demam Tifoid - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/demam-tifoid-55b0885025b36 4/5
Aidha D’ Altruismus 4
pada neonatus. Demikian pula dengan tiamfenikol yang mempunyai efek teratogenik
terhadap fetus. Namun pada kehamilan lebih lanjut, tiamfenikol dapat diberikan. Selain
itu, kotrimoksazol dan fluorokuinolon juga tidak boleh diberikan.
Antibiotik yang aman bagi kehamilan adalah golongan penisilin (ampisilin,
amoksilin), dan sefalosporin generasi III, kecuali pasien yang hipersensitif terhadap
obat tersebut.
Prognosis demam tifoid tergantung dari umur, keadaan umum, derajat kekebalan
tubuh, jumlah dan virulensi Salmonella, serta cepat dan tepatnya pengobatan. Angka
kematian pada anak-anak 2,6 %, dan pada orang dewasa 7,4 %, rata-rata 5,7 %.
5/17/2018 Demam Tifoid - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/demam-tifoid-55b0885025b36 5/5
Aidha D’ Altruismus 5
DAFTAR PUSTAKA
1. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1, edisi ke-3, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
2.