Demam Tifoid

download Demam Tifoid

of 14

Transcript of Demam Tifoid

Pendahuluan Demam tifoid merupakan infeksi demam sistemik akut. Demam ini disebabkan oleh bakteri patogen enterik Salmonellae typhi yang secara morfologi identik dengan Escherichia coli. Sinonim demam tifoid: Typhoid fever dan paratyphoid fever, Enteric fever, Typhus dan paratyphus abdominalis. Sumber infeksi S. typhi umumnya manusia, baik orang sakit maupun orang sehat yang dapat menjadi pembawa kuman. Infeksi umumnya disebarkan melalui jalur fekal-oral dan berhubungan dengan higienis dan sanitasi yang buruk yaitu melalui makanan yang terkontaminasi kuman yang berasal dari tinja, kemih atau pus yang positif. Kontaminasi pada susu sangat berbahaya karena bakteri dapat berkembang biak dalam media ini. Penyebaran umumnya terjadi melalui air atau kontak langsung. Penyebab yang terdekat kemungkinan adalah air (jalur yang paling sering) atau makanan yang terkontaminasi oleh karier manusia. Carrier adalah orang yang sembuh dari demam tifoid dan masih terus mengekskresi Salmonella typhi dalam feses dan urine selama > 1 tahun. Karier menahun umumnya berusia lebih dari 50 tahun, lebih sering pada perempuan. Epidemiologi Demam tifoid masih merupakan penyakit yang terdapat , baik secara endemik maupun epidemik di berbagai negara. Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia ini sangat sukar ditentukan, sebab penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinisnya sangat luas.1 Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara meluas di daerah tropis dan subtropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standard hygiene dan sanitasi yang rendah. Beberapa hal yang mempercepat terjadinya penyebaran demam tifoid di negara sedang berkembang adalah urbanisasi, kepadatan penduduk, sumber air minum dan standar hygiene industri pengolahan makanan yang masih rendah.1 Diperkirakan angka kejadian dari 150/100,000/tahun di Amerika Selatan dan 900/100,000/tahun di Asia. Umur penderita yang terkena di Indonesia (daerah endemis) dilaporkan antara 3-19 tahun mencapai 91% kasus. Angka yang kurang lebih sama juga dilaporkan dari Amerika Selatan.1

1

World Health Organization (WHO) telah menganggarkan sebanyak 12.5 juta kasus demeam tifoid terjadi setiap tahunnya di seluruh dunia.2 Etiologi Demam tifoid adalah disebabkan oleh kuman Salmonella typhi. Salmonella merupakan genus dari famili Enterobacteriaceae. Salmonella berbentuk batang, gram (-), anaerob fakultatif, tidak berkapsul dan hampir selalu motil dengan menggunakan flagela peritrikosa, yang menimbulkan dua atau lebih bentuk antigen H. S. typhi secara taksonomi dikenal sebagai Salmonella enterica, subspesies enterica. Selain antigen H, ada 2 polisakarida antigen permukaan yang membantu mengkarakteristikan S. enterica. Antigen yang pertama yaitu antigen O somatik yang terlibat dalam serogrouping (S. typhi termasuk serogrouping D) dan antigen yang satu lagi adalah antigen Vi (virulen) capsular yang berhubungan dengan resistensi terhadap lisis yang dimediasi oleh komplemen dan resistensi terhadap aktivasi komplemen oleh jalur yang lain. / melindungi O antigen terhadap fagositosis. Etiologi lainnya : Salmonella paratyphi A, B, C.

2

3

Transmisi Salmonella typhi hanya dapat hidup di dalam tubuh manusia (manusia sebagai natural resevoir). Manusia yang terinfeksi Salmonella typhi dapat mengeksresikannya melalui sekret saluran nafas, urin dan tinja dalam jangka waktu yang sangat bervariasi. Salmonella typhi yang berada diluar tubuh manusia dapat hidup untuk beberapa minggu apabila berada di dalam air, es, debu atau kotoran yang kering maupun pada pakaian. Akan tetapi S. typhi hanya dapat hidup kurang dari 1 minggu pada raw sewage, dan mudah dimatikan dengan klorinasi dan pasteurisasi (suhu 63C).1 Terjadi penularan S. typhi sebagian besar melalui minuman/makanan yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita/pembawa kuman, biasanya keluar bersama-sama dengan tinja (melalui rute oral fekal = jalur oro-fekal). Karena manusia merupakan satu-satunya natural resevoir S. typhi, diperlukan kontak secar direk maupun indirek dengan penderita (sakit atau pembawa kronis) untuk terinfeksi.1,2 Dapat juga terjadi transmisi secara transplasental dari seorang ibu hamil yang berada dalam bakteremia kepada bayinya. Pernah dilaporkan juga terjadinya transmisi oro-fekal dari seorang ibu pembawa kuman pada saat proses kelahirannya kepada bayinya dan sumbernya berasal dari laborotarium penelitian.1 Patogenesis & Patofisiologi 1. Bakteriemi I (1-7 hari) Melalui mulut makanan dan air yang tercemar Salmonella typhi (106-109) masuk ke dalam tubuh manusia melalui esofagus, kuman masuk ke dalam lambung dan sebagian lagi kuman masuk ke dalam usus halus Di usus halus, kuman mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang sudah mengalami hipertrofi (ditempat ini sering terjadi perdarahan dan perforasi) Kuman menembus lamina propia, kemudian masuk ke dalam aliran limfe dan mencapai kelenjar mesenterial yang mengalami hipertrofi melalui ductus thoracicus, sebagian kuman masuk ke dalam aliran darah yang menimbulkan bakteriemi I dan melalui sirkulasi portal dari usus halus, dan masuk kembali ke dalam hati. 2. Bakteriemi II (6 hari 6 minggu)

4

Melalui sirkulasi portal dan usus halus, sebagian lagi masuk ke dalam hati kuman ditangkap dan bersarang di bagian RES : plaque peyeri di ileum terminalis, hati, lien, bagian lain sistem RES kemudian masuk kembali ke aliran darah menimbulkan bakteriemia II dan menyebar ke seluruh tubuh. Penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid adalah disebabkan oleh endotoksin Salmonella typhi yang berperan pada patogenesis demam tifoid karena Salmonella typhi membantu terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan tempat Salmonella typhi berkembang biak dan endotoksin Salmonella typhi merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang. Manifestasi Klinis Pada anak, periode inkubasi demam tifoid antara 5-40 hari dengan rata-rata antara 10-14 hari. Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala klinis ringan dan tidak memerlukan perawatan khusus sampai dengan berat sehingga harus dirawat. Variasi gejala ini disebabkan faktor galur Salmonella, status nutrisi dan imunologik pejamu, saiz inokulasi serta lama sakit dirumahnya.gejala klinis juga bervariasi mengikut usia.1,2 Semua pasien demam tifoid selalu menderita demam pada awal penyakit. Pada era pemakaian antibiotik belum seperti pada saat ini, penampilan demam pada kasus demam tifoid mempunyai istilah khusus yaitu step ladder temperature chart yang ditandai dengan demam timbul insidius, kemudian naik secara bertahap setiap harinya dan mencapai titik tertinggi pada akhir minggu pertama, setelah itu demam akan bertahan tinggi pada minggu ke-4 demam turun perlahan secara lisis, kecuali apabila terjadi fokus infeksi seperti kolesistitis, abses jaringan lunak maka demam akan menetap. Banyak orang tua pasien demam tifoid melaporkan bahwa demem lebih tinggi saat sore dan malam hari dibanding dengan pagi harinya. Pada saat demam sudah tinggi, pada kasus demam tifoid dapat disertai gejala sistem saraf pusat; seperti kesadaran berkabut atau delitium atau obtundasi, atau penurunan kesadaran mulai apati sampai koma.1 Gejala sistemik lain yang menyertai timbulnya demam adalah nyeri kepala, malaise, anoreksia, mialgia, nyeri perut dan radang tenggorokan. Pada kasus yang

5

berpenampilan klinis berat, pada saat demam tinggi akan tampak toksik/sakit berat. Bahkan dapat juga dijumpai penderita demem tifoid yang datang dengan syok hipovolemik sebagai akibat jurang masukan cairan dan makanan.1 Gejala gastrointestinal pada kasus demam tifoid sangat bervariasi. Pasien dapat mengeluh obstipasi, obstipasi kemudian disusul dengan episide diare, pada sebagian pasien lidah tampak kotor dengan putih di tengah sedang tepi dan ujungnya kemerahan. Banyak dijumpai gejala meteorismus, berbeda dengan buku bacaan barat pada anak Indonesia lebih banyak dijumpai hepatomegali dibandingkan splenomegali.1 Rose spot suatu ruam makulopapular yang berwarna merah dengan ukuran 2-4 m sering kali dijumpai pada daerah abdomen, toraks extremitas dan punggung pada orang kulit putih, tidak pernah dilaporkan ditemukan pada anak Indonesia.1 Bronkitis banyak dijumpai pada demam tifoid sehingga buku ajar lama bahkan menganggap sebagai bagian dari penyakit demem tifoid. Bradikardi relatif jarang dijumpai pada anak.1

Masa Inkubasi Minggu 1

10-14 hari demam (suhu berkisar 39-40), nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual muntah, konstipasi, diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epiktasis demam, bradikardi, lidah khas berwarna putih, hepatomegali, splenomegali, gangguan kesadaran

Minggu 2

Gejala klinis mengikut usia: a. Neonatal penyakit pada ibu bisa menyebebkan aborsi, berat badan lahir rendah dan prematuritas. Jika jangkitan pada kehamilan usia lanjut bisa tertular ke anak. Gejala akan tampak 3 hari setelah partus. Keluhan yang sering ditemukan adalah muntah, diare dan distensi abdomen. Suhu tubuh bervariasi tetapi bisa mencapai 40.5C. Kejang bisa ditemukan. Pembesaran hepar, lien, anoreksia, ikterik dan turun berat badan bisa parah.2

6

b. Bayi dan Balita Diagnosis pada usia begini sukar dilakukan karena pada umumnya gejala klinis tampak ringan. Sepsis bisa terjadi tetapi jarang walau di daerah endemis. Keluhan utama malaise, demem ringan dan diare.2 c. Anak Usia Sekolah dan Remaja Gejala klinis terjadi secara tiba-tiba. Pada fase awal ditemukan demam, malaise, anoreksia, mialgia, nyeri abdomen dan sakit kepala pada 2-3 hari pertama. Diare dengan konsistensi sup kacang pea bisa ditemui pada fase awal namun obstipasi menjadi sering setelah penyakit berlanjutan. Batuk adn epitaksis bis ajuga terjadi. Pada anak-anak tertentu, letargi ditemukan. Suhu tubuh akan meningkat mencapai puncak 40C pada minggu pertama dengan corak ank tangga.2 Pada minggu kedua, demam berlanjutan namun gejala lain seperti lemas, anoreksi dan lain-lain menjadi lebih parah. Kesadaran mungkin menurun menyebabkan pasien tampak bingung dan delirium.2 Pada pemeriksaan fisik ditemukan bradikatdi relatif yang tidak sesuai dengan suhu tubuh. Hepatomegali, pembesaran lien dan distensi abdominal dengan rasa nyeri sering ditemikan. Rose spot ditemukan pada 50% pasien dan mungkin sukar di observasi pada pasien berkulit gelap, muncul pada hari ke-7 hingga 10. lesinya diskret, erythematous, 1-5mm diameter dan menjadi pucat apabila ditekan. Sering ditemukan didaerah antara toraks dan abdomen.2 Ronki dan crackles bisa didengarkan. Nausea dan muntah jika berlanjutan hingg aminggu ke 2-3 biasanya menendakan adanya komplikasi. Tanda-tanda pada pemeriksaan fisik akan hilang dalam 2-4 minggu. Malaise dan letargi bisa berlanjutan hingga 1 bulan.2

Diagnosa Banding Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit kadang-kadang secara klinis dapat dipertimbangkan sebagai diagnosis banding yaitu influenza, gastroenteritis, bronkitis dan bronkopneumonia. Beberapa penyakit yang disebabkan

7

oleh mikroorganisme intraselular seperti tuberkulosis, infeksi jamur sistemik, bruselosis, tularemia, shigelosis dan malaria juga perlu difikirkan.1 Pada demam tifoid yang berat, sepsis, leukemia, limfoma, penyakit Hodgkin, Sysemic Lupus Erythematosus dan Juvenile Rheumatid Arthritis dapat difikirkan sebagai diagnosis banding.1 Diagnosa Diagnosis biasanya berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan gejala klinik serta pemeriksaan laboratorium serologi. I. Anamnesa Umum

Gambaran klinik Keluhan : - Nyeri kepala (frontal) - Kurang enak di perut - Nyeri tulang, persendian dan otot - BAB - Muntah Gejala : - Demam - Nyeri tekan perut - Bronkitis - Toksik - Letargik - Lidah tifus (kotor) 100% 50% 50% 50% 50% 100% 75% 75% > 60% > 60% 40%

Gejala klinik yang pertama timbul disebabkan oleh bakteri yang mengakibatkan gejala toksik umum, seperti letargi, sakit kepala, demam dan bradikardia. Demam ini khas karena gejala peningkatan suhu setiap hari seperti naik tangga sampai dengan 40 atau 410C, yang dikaitkan dengan nyeri kepala, malaise dan menggigil. Ciri utama demam tifoid adalah demam menetap yang persisten (4 sampai 8 minggu pada pasien yang tidak diobati). Selanjutnya gejala disebabkan oleh gangguan sistem retikuloendotelial, misalnya kelainan hematologi, gangguan faal hati dan nyeri perut. Kelompok gejala lainnya disebabkan oleh komplikasi seperti ulserasi di usus dengan penyulitnya. Masa tunas biasanya lima sampai empat belas hari, tetapi dapat dapat sampai lima minggu. Pada kasus ringan dan sedang, penyakit biasanya berlangsung empat minggu. Timbulnya

8

berangsur, mulai dengan tanda malaise, anoreksia, nyeri kepala, nyeri seluruh badan, letargi dan demam. Pada minggu pertama terdapat demam remitten yang berangsur makin tinggi (Gambar 1-11 dan 1-12) dan hampir selalu disertai dengan nyeri kepala. Biasanya terdapat batuk kering dan tidak jarang ditemukan epistaksis. Hampir selalu ada rasa tidak enak atau nyeri pada perut. Konstipasi sering ada, namun diare juga ditemukan. Pada minggu kedua, demam umumnya tetap tinggi (demam kontinu) dan penderita tampak sakit berat. Perut tampak distensi dan terdapat gangguan pencernaan. Diare dapat mulai, kadang disertai perdarahan saluran cerna. Keadaan berat ini berlangsung sampai dengan minggu ketiga. Selain letargi, penderita mengalami delirium bahkan sampai koma akibat endotoksemia. Pada minggu ketiga ini tampak gejala fisik lain berupa bradikardia relatif dengan limpa membesar lunak. Perbaikan dapat mulai terjadi pada akhir minggu ketiga dengan suhu badan menurun dan keadaan umum tampak membaik. Tifus abdominalis dapat kambuh satu sampai dua minggu setelah demam hilang. Kekambuhan ini dapat ringan namun dapat juga berat, dan mungkin terjadi sampai dua atau tiga kali.

II.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik ditemukan : Demam yang tinggi. Kelainan makulopapular berupa roseola (rose spot) berdiameter 2-5 mm

terdapat pada kulit perut bagian atas dan dada bagian bawah. Rose spot tersebut agak meninggi dan dapat menghilang jika ditekan. Kelainan yang berjumlah kurang lebih 20 buah ini hanya tampak selama dua sampai empat hari pada minggu pertama. Bintik merah muda juga dapat berubah menjadi perdarahan kecil

9

yang tidak mudah menghilang yang sulit dilihat pada pasien berkulit gelap (jarang ditemukan pada orang Indonesia). Perut distensi disertai dengan nyeri tekan perut. Bradikardia relatif. Hepatosplenomegali. Jantung membesar dan lunak. Bila sudah terjadi perforasi maka akan didapatkan tekanan sistolik yang

menurun, kesadaran menurun, suhu badan naik, nyeri perut dan defens muskuler akibat rangsangan peritoneum. segar. timpani. Pemeriksaan radiologi menunjukkan adanya udara bebas di bawah diafragma, sering disertai gambaran ileus paralitik. Namun demikian, gold standard untuk mendiagnosis demam tifoid adalah biakan Salmonella. Typhoid bacilli dapat diisolasi dari banyak tempat termasuk darah, feces, urine dan sum-sum tulang. Jika dari darah, 40-60% hasil positif pada fase awal dan selepas seminggu bisa dibiakkan dari feces dan urin. Karena bakterimeanya bersifat intermittent dan cenderung ringan, bikan berulang-ulang kali harus dilakukan. Biakan sum-sum 90% positif dan sangat berguna pada fase lanjut serta tidak dipengaruhi terapi antibiotik. Rata-rata pasien akan mempunyai kultur feces yang negative setelah 6 minggu.2.4 Ujian Widal terhadap antigen O dan H digunakan untuk mengukur titer antibody. Walaubagaiamnapun, ia tidak setepat kultur karena menghasilkan false positive dan false negative. Kerana ujian Widal cenderung dipengaruhi banyak faktor, ia bukan ujian penentu. Peningkatan 4 kali titer O (somatik) agglutinin pada ujian kali kedua menggambarkan adanya infeksi atau pada uji pertama titer O sama atau lebih dari 1:160.2,4 Bila telah ada peritonitis difusa akibat perforasi usus, perut tampak distensi, bising usus hilang, pekak hati hilang dan perkusi daerah hati menjadi Perdarahan usus sering muncul sebagai anemia. Pada perdarahan hebat mungkin terjadi syok hipovolemik. Kadang ada pengeluaran melena atau darah

10

Anemia bisa terjadi akibat perforasi atau pendarahan usus. Leukopenia ditemukan pada 1-2 minggu pertama. Thrombocytopenia bisa sangat menonjol dan bertahan selama satu minggu. Ujian faal hati bisa menunjukkan hasil abnormal. Proteinuria sering terjadi. Pendarahan okult di feces juga bisa ditemukan.2 Komplikasi 1. Komplikasi Intestinal Perdarahan usus (bila gawat harus dilakukan pembedahan) Perforasi usus (harus dilakukan pembedahan) Ileus paralitik 2. Komplikasi Ekstra-Intestinal a. Darah : Anemia hemolitik, trombositopenia, DIC, Sindroma uremia hemolitik b. Kadiovaskular : Syok septik, miokarditis, trombosis, tromboflebitis c. Paru-paru : Empiema, pneumonia, pleuritis, bronkhitis d. Hati dan kandung empedu : Hepatitis, kholesistitis e. Ginjal : Glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis f. Tulang : Osteomielitis, periostitis, spondilitis, arthritis g. Neuropsikiatrik : Delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer, encephalopaty, Sindrome Guillian Barre, psikosis, impairment of coordination, sindroma katatonia.

Terapi Sebagian besar pasien demam tifoid dapat diobati di rumah dengan tirah baring, isolasi yang memadai, pemenuhan kebituhan cairan, nutrisi serta pemberian antibiotik. Sedangkan untuk kasus berat harus di rawat di rumah sakit agar pemenuhan

11

cairan, elektrolit serta nutrisi disamping observasi kemungkinan timbul penyulit dapat dilakukan dengan seksama.1 Antibiotik yang digunakan pada penderita demem tifoid adalah: a. Kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari peroral di bagi 4 dosis selama 10-14 hari. Pada bayi < 2minggu dosis sebanyak 25mg/kgBB/hari. b. Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari peroral dibahagi 3 dosis selama 10-14 hari. c. Ampisilin 200 mg/kgBB/hari peroral dibagi 3 dosis. d. Sefiksim 20 mg/kgBB/hari peroral dibagi 2 dosis selma 7 hari. e. Seftriakson 50mg/kgBB/hari per IM sehati 1 kali selama 5 hari. f. Oflosasin 15mg/kgBB/hari 15mg/kgBB/hari peroral selama 2 hari. Selain antibiotik, kortikosteroid juga diberikan pada kasus berat dengan gangguan kesadaran, delirium, koma, gangguan sirkulasi, syok dan gejala yang berpanjangan. Kortikosteroid disamping antibiotik dapat menurukan angka kematian. Di antara kortokosteroid yang diberikan adalah: a. Deksametason 3mg/kgBB/hari inisial, 1 mg/kgBB/6 jam untuk selama 48 jam. b. Prednison 1-2 mg/kgBB/hari peroral dibahagi 3 dosis. Demam tifoid dengan penyulit pendarahan usus kadang-kadang memerlukan transfusi darah. Sedangkan apabila diduga terjadi perforasi, adanya cairan pada peritoneum dan udara bebas pada foto abdomen dapat membantu menegakkan diagnosis. Laparatomi segera harus dilakukan pada perfusi usus disertai penambahan antibiotik metronidazola dapat memperbaiki prognosis.1 Kasus demam tifoid yang mengalami relaps diberi pengobatan sebagai kasus demam tifoid serangan pertama.1 Pencegahan I. Kebersihan Pribadi, cuci tangan Pengamanan pembuangan limbah feces & urin Penyediaan air bersih 12

II.

Vaksinasi Kontak dengan penderita Kejadian luar biasa Berpergian ke daerah endemik

Ty 21 attenuated mutant strains S, typhosa p.o Vi capsular polysaccaride pada usia > 2 tahun, i.m. Booster setiap 2 tahun III. Pendidikan kesehatan di puskesmas dan posyandu.

Prognosis Prognosis penyakit tifoid ini tergantung pada penatalaksanaan, usia penderita, status sistem imun, serotipe Salmonella dan komplikasi. Mortalitas 10% di negara berkembang adalah karena keterlambatan diagnosis dan penatalaksanaan. Penyakit lain yang bisa memperparah keadaan akan meningkatkan kadar mortalitas. Relaps terjadi pada 4-8% pada pasien yang tidak dirawat dengan antibiotik. Persentase untuk menjadi pembawa kuman meningkat seiring dengan usia, 1-5%.2

DAFTAR PUSAKA 1. Soedarma SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi & Penyakit Tropis, Edisi Pertama, Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2002.

13

2. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Nelson Textbook of Pediatrics, 17th edition, Philadelphia: W.B Saunders Company; 2004. 3. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Jawetz, Melnick & Adelbergs Medical Microbiology, 22nd ed. McGraw-Hill; 2001. 4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor: Ed 4 jilid 3, Jakarta : Pusat Penerbitan FKUI 2006.

14