DEMAM TIFOID

28
DEMAM TIFOID I. DEFENISI Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi yang terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. (Widodo, Djoko. 2007) II. ETIOLOGI Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi A, B, C. (Widodo, djoko. 2007) III. PATOFISIOLOGI Masuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respons imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-M) dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam 1

Transcript of DEMAM TIFOID

Page 1: DEMAM TIFOID

DEMAM TIFOID

I. DEFENISI

Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Salmonella

typhi dan Salmonella paratyphi yang terjadi melalui makanan yang terkontaminasi

kuman. (Widodo, Djoko. 2007)

II. ETIOLOGI

Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi A, B, C. (Widodo, djoko. 2007)

III. PATOFISIOLOGI

Masuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi ke dalam tubuh

manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman

dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya

berkembang biak. Bila respons imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik

maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-M) dan selanjutnya ke

lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel

fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam

makrofag dan selanjutnya dibawa ke plague Peyeri ileum distal dan kemudian ke

kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang

terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan

bakteremia pertama yang asimptomatik) dan menyebar ke seluruh organ

retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limfa. Di organ-organ ini kuman

meninggalakan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang

sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan

bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit

infeksi sistemik.

1

Page 2: DEMAM TIFOID

Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak,

dan bersama cairan empedu diekskresikan secara “intermittent” ke dalam lumen usus.

Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam

sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung

makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella

terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan

gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit

perut, instabilitas vascular, gangguan mental, dan koagulasi.

Di dalam plague Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hyperplasia

jaringan (S.typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitifitas tipe lambat,

hyperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi

akibat erosi pembuluh darah sekitar plague Peyeri yang sedang mengalami nekrosis

dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuclear di dinding usus. Proses

patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga lapisan otot, serosa usus, dan

dapat mengakibatkan perforasi.

Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat

timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernafasan,

dan gangguan organ lainnya. (Widodo, djoko. 2007)

IV. MANIFESTASI KLINIS

Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis

yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimptomatik

hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian.

Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala

serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala,

2

Page 3: DEMAM TIFOID

pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak

di perut, batuk, dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan

meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore

hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa

demam, bradikardia relative (bradikardia relative adalah peningkatan suhu 1°C tidak

diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali per menit), lidah yang berselaput (kotor di

tengah, tepi, dan ujung merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali,

meteorismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau

psikosis. Roseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia. (Widodo, djoko. 2007)

V. DIAGNOSIS BANDING

1. DHF (Dengue Hemorrhagic Fever)

2. Malaria

3. Leptospirosis

4. Semua penyakit infeksi

VI. DIAGNOSIS

A. TRIAS DEMAM TIFOID (Mubin, halim.2008)

1. Demam sore/malam hari

2. Adanya lidah tifoid (tremor, tengah kotor, tepi hiperemis)

3. Nyeri spontan/tekan di daerah Mc Burney, sedangkan sisi kiri

normal/kurang nyeri

B. Pemeriksaan Laboratorium

1. Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan adanya penurunan kadar

hemoglobin, trombositopenia, kenaikan LED, aneosinofilia, limfopenia,

dan walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering ditemukan

leukopenia, dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis.

Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.

3

Page 4: DEMAM TIFOID

2. Gold standard untuk menegakkan diagnosis demam tifoid adalah

pemeriksaan kultur darah (biakan empedu) untuk Salmonella typhi.

Pemeriksaan kultur darah biasanya akan memberikan hasil positif pada

minggu pertama penyakit. Hal ini bahkan dapat ditemukan pada 80%

pasien yang tidak diobati antibiotik.

3. Pemeriksaan lain untuk demam tifoid adalah uji serologi Widal dan

deteksi antibodi IgM Salmonella typhi dalam serum.

Uji serologi widal mendeteksi adanya antibodi aglutinasi terhadap antigen

O yang berasal dari somatik dan antigen H yang berasal dari flagella

Salmonella typhi. Diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan apabila

ditemukan titer O aglutinin sekali periksa mencapai ≥ 1/200 atau terdapat

kenaikan 4 kali pada titer sepasang. Apabila hasil tes widal menunjukkan

hasil negatif, maka hal tersebut tidak menyingkirkan kemungkinan

diagnosis demam tifoid. (Hendarta, dimas. 2008)

4. Uji TUBEX

Uji TUBEX merupakan uji semi-kuantitatif kolometrik yang cepat

(beberapa menit) dan mudah untuk dikerjakan. Uji ini mendetekasi

antibodi anti-S.typhi O9 pada serum pasien, dengan cara menghambat

ikatan antara IgM anti-O9 yang terkonjugasi pada partikel latex yang

berwarna dengan lipopolisakarida S.typhi yang terkonjugasi pada partikel

magnetic latex. Hasil positif uji Tubex ini menunjukkan terdapat infeksi

Salmonella serogroup D walau tidak secara spesifik menunjuk pada

S.typhi. Infeksi oleh S.paratyphi akan memberikan hasil negatif.

Secara imunologi, antigen O9 bersifat imunodominan sehingga dapat

merangsang respons imun secara independen terhadap timus dan

merangsang mitosis sel B tanpa bantuan sel T. Karena sifat-sifat tersebut,

respon terhadap antigen O9 berlangsung cepat sehingga deteksi terhadap

4

Page 5: DEMAM TIFOID

anti-O9 dapat dilakukan lebih dini, yaitu pada hari ke 4-5 untuk infeksi

primer dan hari ke 2-3 untuk infeksi sekunder. Perlu diketahui bahwa uji

Tubex hanya dapat mendeteksi IgM dan tidak dapat mendeteksi IgG

sehingga tidak dapat dipergunakan sebagai modalitas untuk mendeteksi

infeksi lampau.

5. Uji Typhidot

Uji Typhidot dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat pada

protein membran luar S.typhi. Hasil positif pada uji Typhidot didapatkan

2-3 hari setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik antibodi

IgM dan IgG terhadap antigen S.typhi seberat 50 kD, yang terdapat pada

strip nitroselulosa.

Didapatkan sensitivitas uji ini sebesar 98%, spesifisitas sebesar 76,6%

dan efisiensi iji sebesar 84% pada penelitian yang dilakukan oleh

Gopalakhrisnan dkk (2002) yang dilakukan pada 144 kasus demam tifoid.

Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Olsen dkk, didaptkan sensitifitas

dan spesifisitas uji ini hampir sama dengan uji Tubex yaitu 79% dan 89%

dengan 78% dan 89%.

Pada kasus reinfeksi, respons imun sekunder (IgG) teraktivasi secara

berlebihan sehingga IgM sulit terdeteksi. IgG dapat bertahan sampai 2

tahun sehingga pendeteksian IgG saja tidak dapat digunakan untuk

membedakan antara infeksi akut dengan kasus reinfeksi atau konvalesen

pada kasus infeksi primer. Untuk mengatasi masalah tersebut, uji ini

kemudian dimodifikasi dengan menginaktivasi total IgG pada sampel

serum. Uji ini, yang dikenal dengan nama uji Typhidot-M, memungkinkan

ikatan antara antigen dengan IgM spesifik yang ada pada serum pasien.

Studi evaluasi yang dilakukan oleh Khoo KE dkk pada tahun 1997

terhadap uji Typhidot-M menunjukkan bahwa uji ini bahkan lebih

5

Page 6: DEMAM TIFOID

sensitive (sensitivitas mencapai 100%) dan lebih cepat (3 jam) dilakukan

bila dibandingkan dengan kultur.

6. Uji IgM Dipstick

Uji ini secara khusus mendeteksi IgM spesifik terhadap S.typhi pada

spesimen serum atau whole blood. Uji ini menggunakan strip yang

mengandung antigen lipopolisakarida (LPS) S.typhoid dan anti IgM

(sebagai kontrol), reagen deteksi yang mengandung antibodi anti IgM

yang dilekati dengan lateks pewarna, cairan membasahi strip sebelum

diinkubasi dengan reagen dan serum pasien, tabung uji. Komponen

perlengkapan ini stabil untuk disimpan selama 2 tahun pada suhu 4-25°C

di tempat kering tanpa paparan sinar matahari. Pemeriksaan dimulai

dengan inkubasi strip pada larutan campuran reagen deteksi dan serum,

selama 3 jam pada suhu kamar. Setelah inkubasi, strip dibilas dengan air

mengalir dan dikeringkan. Secara semi kuantitatif, diberikan penilaian

terhadap garis uji dengan membandingkannya dengan reference strip.

Garis kontrol harus terwarna dengan baik.

House dkk, 2001 dan Gasem MH dkk, 2002 meneliti mengenai

penggunaan uji ini dibandingkan dengan pemeriksaan kultur darah di

Indonesia dan melaporkan sensitivitas sebesar 65-77% dan spesifisitas

sebesar 95-100%. Pemeriksaan ini mudah dan cepat (dalam 1 hari)

dilakukan tanpa peralatan khusus apapun, namun akurasi hasil didapatkan

bila pemeriksaan dilakukan 1 minggu setelah timbulnya gejala. (Widodo,

djoko. 2008)

6

Page 7: DEMAM TIFOID

VII. KOMPLIKASI

1. Perdarahan Intestinal

Pada plak Peyeri usus yang terinfeksi (terutama ileum terminalis) dapat

terbentuk tukak/luka berbentuk lonjong dan memanjang terhadap sumbu

usus. Bila luka menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah

maka terjadi perdarahan. Selanjutnya bila tukak menembus dinding usus

maka perforasi dapat terjadi. Selain karena faktor luka, perdarahan juga

dapat terjadi karena gangguan koagulasi darah (KID) atau gabungan kedua

faktor. Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan

minor yang tidak membutuhkan transfusi darah. Perdarahan hebat dapat

terjadi hingga penderita mengalami syok. Secara klinis perdarahan akut

darurat bedah ditegakkan bila terdapat perdarahan sebanyak 5

ml/kgBB/jam dengan faktor hemostasis dalam batas normal. Jika

penanganan terlambat, mortalitas cukup tinggi sekitar 10-32%, bahkan ada

yang melaporkan sampai 80%. Bila transfuse yang diberikan tidak dapat

mengimbangi perdarahan yang terjadi, maka tindakan bedah perlu

dipertimbangkan.

2. Perforasi Usus

Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya tmbul

pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Selain

gejala umum demam tifoid yang biasa terdi maka penderta demam tifoid

dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah

kuadran kanan bawah yang kemudian menyebar ke seluruh perut dan

disertai dengan tanda-tanda ileus. Bising usus melemah pada 50%

penderita dan pekak hati terkadang tidak ditemukan karena adanya udara

bebas di abdomen. Tanda-tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat,

tekanan darah menurun, dan bahkan dapat syok. Leukositosis dengan

pergeseran ke kiri dapat menyokong adanya perforasi.

7

Page 8: DEMAM TIFOID

Bila pada gambaran foto polos abdomen (BNO/3 posisi) ditemukan

udara pada rongga peritoneum atau subdiafragma kanan, maka hal ini

merupakan nilai yang cukup menentukan terdapatnya perforasi usus pada

demam tifoid. Beberapa factor yang dapat meningkatkan kejadian

perforasi adalah umur (biasanya berumur 20-30 tahun), lama demam,

modalitas pengobatan, beratnya penyakit, dan mobilitas penderita.

Antibiotik diberikan secara selektif bukan hanya untuk mengobati

kuman S.typhi tetapi juga untuk mengatasi kuman yang bersifat fakultatif

dan anaerobic pada flora usus. Umumnya diberikan antibiotik spektrum

luas dengan kombinasi kloramfenikol dan ampisilin intravena. Untuk

kontaminasi usus dapat diberikan gentamisin/metronidazol. Cairan harus

diberikan dalam jumlah yang cukup serta penderita dipuasakan dan

dipasang nasogastric tube. Transfuse darah dapat diberikan bila terdapat

kehilangan darah akibat perdarahan intestinal.

3. Komplikasi Hematologi

Komplikasi hematologik berupa trombositopenia, hipofibrino-

genemia, peningkatan prothrombin time, peningkatan partial

thromboplastin time, peningkatan fibrin degradation products sampai

koagulasi intravascular diseminata (KID) dapat ditemukan pada

kebanyakan pasien demam tifoid. Trombositopenia saja sering dijumpai,

hal ini mungkin terjadi karena menurunnya produksi trombosit di sumsum

tulang selama proses infeksi atau meningkatnya destruksi trombosit di

sistem retikuloendotelial. Obat-obatan juga memegang peranan.

Penyebab KID pada demam tifoid belumlah jelas. Hal-hal yang sering

dikemukakan adalah endotoksin mengaktifkan beberapa sistem biologik,

8

Page 9: DEMAM TIFOID

koagulasi, dan fibrinolisis. Pelepasan kinin, prostaglandin dan histamin

menyebabkan vasokontriksi dan kerusakan endotel pembuluh darah dan

selanjutnya mengakibatkan perangsangan mekanisme koagulasi; baik KID

kompensata maupun dekompensata.

Bila terjadi KID dekompensata dapat diberikan transfusi darah,

substitusi trombosit dan/atau faktor-faktor koagulasi bahkan heparin,

meskipun ada pula yang tidak sependapat tentang manfaat pemberian

heparin pada demam tifoid.

4. Hepatitis Tifosa

Pembengkakan hati ringan sampai sedang dijumpai pada 50% kasus

dengan demam tifoid dan lebih banyak dijumpai karena S.typhi daripada

S.paratyphi. Untuk membedakan apakah hepatitis ini oleh karena tifoid,

virus, malaria, atau amuba maka perlu diperhatikan kelainan fisik,

parameter laboratorium, dan bila perlu histopatologik hati. Pada demam

tifoid kenaikan enzim transaminase tidak relevan dengan kenaikan serum

bilirubin (untuk membedakan dengan hepatitis oleh karena virus).

Hepatitis tifosa dapat terjadi pada pasien dengan malnutrisi dan sistem

imun yang kurang. Meskipun sangat jarang, komplikasi hepatoensefalopati

dapat terjadi.

5. Miokarditis

Miokarditis dapat terjadi pada 1-5% penderita demam tifoid sedangkan

kelainan elektrokardiografi dapat terjadi pada 10-15% penderita. Pasien

dengan miokaditis biasanya tanpa gejala kardiovaskular atau dapat berupa

keluhan sakit dada, gagal jantung kongestif, aritmia, atau syok

kardiogenik. Sedangkan perikarditis sangat jarang terjadi. Perubahan

elektrokardiografi yang menetap disertai aritmia mempunyai prognosis

9

Page 10: DEMAM TIFOID

yang buruk. Kelainan ini disebabkan kerusakan miokardium oleh kuman

S.typhi dan miokarditis sering sebagai penyebab kematian. Biasanya

dijumpai pada pasien sakit berat, keadaan akut dan fulminan.

6. Manifestasi Neuropsikiatrik/Tifoid toksik

Manifestasi neuropsikiatrik dapat berupa delirium dengan atau tanpa

kejang, semi-koma atau koma, Parkinson rigidity/transient parkinsonism,

sindrom otak akut, mioklonus generalisata, meningismus , skizofrenia

sitotoksik, mania akut, hipomania, ensefalomielitis, meningitis,

polyneuritis perifer, sindrom Gullain-Barre, dan psikosis.

Terkadang gejala demam tifoid diikuti suatu sindrom klinis berupa

gangguan atau penurunan kesadaran akut (kesadaran berkabut, apatis,

delirium, somnolen, sopor, atau koma) dengan atau tanpa disertai kelainan

neurologis lainnya dan dalam pemeriksaan cairan otak masih dalam batas

normal. Sindrom klinis seperti ini oleh beberapa peneliti disebut sebagai

tifoid toksik, sedangkan penulis lainnya menyebutnya dengan demam

tifoid berat, demam tifoid ensefalopati, atau demam tifoid dengan

toksemia. Diduga faktor-faktor social ekonomi yang buruk, tingkat

pendidikan yang rendah, ras, kebangsaan, iklim, nutrisi, kebudayaan dan

kepercayaan (adat) yang masih terbelakang ikut mempermudah terjadinya

hal tersebut dan akibatnya meningkatkan angka kematian.

Semua kasus tifoid toksik, atas pertimbangan klinis sebagai demam

tifoid berat, langsung diberikan pengobatan kombinasi kloramfenikol

4x400mg ditambah ampisilin 4x1 gram dan deksametason 3x5 mg.

(Widodo, djoko. 2007)

10

Page 11: DEMAM TIFOID

VIII. PENATALAKSANAAN (Widodo, djoko. 2007)

A. TERAPI UMUM

1. Istirahat : baring di tempat tidur sampai 5-7 hari apireksi.

2. Diet : tinggi kalori, cukup cairan, langsung diberi nasi/makanan padat

lainnya asal rendah serat.

3. Medikamentosa :

Pemberian Antimikroba :

- Kloramfenikol : dosis 4x500 mg per hari dapat diberikan per oral atau

intravena. Diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas. Penyuntikan

intramuskular tidak dianjurkan oleh karena hidrolisis ester ini tidak

dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri. Penurunan demam

dapat terjadi rata-rata setelah hari ke-5.

- Tiamfenikol : dosis 4x500 mg. Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada

demam tifoid hampir sama dengan kloramfenikol, akan tetapi

komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia aplastik

lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol. Demam rata- rata

menurun pada hari ke-5 sampai ke-6.

- Kotrimoksazol : dosis untuk orang dewasa adalah 2x2 tablet (1 tablet

mengandung sulfametoksazol 400mg dan 80mg trimetoprim) diberikan

selama 2 minggu. Efektivitas obat ini dilaporkan hampir sama dengan

kloramfenikol.

- Ampisillin dan Amoksisillin : dosis yang dianjurkan berkisar antara

50-150mg/kgbb dan digunakan selama 2 minggu. Kemampuan obat ini

untuk menurunkan demam lebih rendah dibandingkan dengan

kloramfenikol.

- Sefalosporin Generasi III : hingga saat ini golongan sefalosporin

generasi ke-3 yang terbukti efektif untuk demam tifoid adalah

seftriakson, dosis yang dianjurkan adalah antara 3-4 gram dalam

11

Page 12: DEMAM TIFOID

dekstrosa 100cc diberikan selama ½ jam per infus sekali sehari,

diberikan selama 3 hingga 5 hari.

- Golongan Fluorokuinolon :

1. Norfloksasin : dosis 2x400mg/hari selama 14 hari

2. Ciprofloksasin : dosis 2x500mg/hari selama 6 hari

3. Ofloksasin : dosis 2x400mg/ hari selama 7 hari

4. Pefloksasin : dosis 400mg/hari selama 7 hari

5. Fleroksasin : dosis 400mg/hari selama 7 hari

IX. PENCEGAHAN (Widodo, djoko. 2007)

1. Preventif dan kontrol penularan

2. Identifikasi dan eradikasi S.typhi pada pasien tifoid asimptomatik, karier dan

akut

3. Pencegahan transmisi langsung dari penderita terinfeksi S.typhi akut maupun

karier

4. Proteksi pada orang yang berisiko tinggi tertular dan terinfeksi

X. PROGNOSIS (Mubin, halim. 2008)

Prognosis buruk bila:

1. Panas tinggi (hiperpireksia) atau kontiniu

2. Kesadaran menurun yaitu sopor, koma, delirium

3. Terdapat komplikasi berat: dehidrasi, asidosis, bronkopneumonia, peritonitis

4. Keadaan gizi penderita buruk

12

Page 13: DEMAM TIFOID

KASUS

I. Anamnesis Pribadi

Nama : Januar E. Ferdi

Umur : 30 tahun

Jenis kelamin : laki-laki

Pekerjaan : Pratu / 31040001570182

Alamat : Asmil YMIF 122/ Dolok Masihol

II. Anamnesis Penyakit

Keluhan utama : demam

Telaah : Hal ini dialami pasien sejak ± 5 hari yang lalu. Demam naik

turun. Demam tiba-tiba tinggi saat sore hari, dan merasa sembuh pada

siang hari. Menggigil (+) sejak tadi pagi. Tidak ditemukan kejang.

Tidak ditemukan batuk. Tidak ditemukan penurunan berat badan.

Tidak ditemukan adanya keringat malam. Mual (+), muntah (+) sudah

2 hari, ditemukan tidak nafsu makan dan perasaan tidak enak di perut.

mencret (-), BAB (+) Normal, BAK (+) Normal.

III. Pemeriksaan Fisik

1. Status present

- Sensorium : Compos mentis

- Tekanan darah : 120/70mmHg

- Heart rate : 80x/i

- Respiratory rate : 20x/i

- Temperature : 39,9°C

13

Page 14: DEMAM TIFOID

2. Status lokalisata

A. Kepala

- Bentuk kepala : normal

- Rambut : normal, berwarna hitam, dan tidak mudah dicabut

- Mata : refleks cahaya (+), pupil isokor kanan=kiri

- Hidung : bentuk normal

- Telinga : nyeri tekan pada tragus dan mastoid (-), serumen (-)

- Mulut : trismus (-), tonsil dan faring tidak bisa dinilai

B. Leher

- Trakea letak medial

- Tidak ada pembesaran KGB (Kelenjar Getah Bening)

- Kaku kuduk (-)

- Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid (-)

C. Thoraks

- Inspeksi : bentuk simetris fusiformis, retraksi iga (-)

intercostals, subcostal, dan epigastrium.

- Palpasi : stem fremitus suara (+) positif paru kanan=kiri

- Perkusi : paru kanan-kiri : sonor

Batas jantung : - atas : ICR II

-bawah : setinggi difragma

-kanan : linea parasternalis dextra

-kiri : 1 cm medial midclavicularis

sinistra

- Auskultasi : - suara pernafasan : vesikuler (+)

- suara tambahan : ronchi basah (-), wheezing (-),

murmur (-)

14

Page 15: DEMAM TIFOID

D. Abdomen

- Inspeksi : bentuk simetris kanan = kiri, asites (-)

- Palpasi : hepar tidak teraba, limfa tidak teraba

- Perkusi : tympani, double sound (-)

- Auskultasi : peristaltic usus normal (+)

E. Genitalia

- Laki – laki, tidak ada kelainan.

F. Ekstremitas

- Superior : - cyanosis : (-)

- ptechie : (-)

- oedema : (-)

- reflex fisiologis : - bisep (+), trisep (+)

- Inferior : -oedem : (-)

-ptechie : (-)

- reflex fisiologis : KPR (+), APR (+)

- Refleks patologis : - Babinski : (-)

- Chadoks : (-)

- Oppenheim : (-)

- Gordon : (-)

- Honda : (-)

- Schaefer : (-)

- Refleks meningeal : - Kaku kuduk : (-)

- Brudzinky I : (-)

- Brudzinky II : (-)

- Kernig sign : (-)

- Laseq : (-)

15

Page 16: DEMAM TIFOID

3. Pemeriksaan Penunjang

- Widal test (6 September 2012)

Titer O S. typhi : 1/320

Titer H S. typhi : 1/60

Titer O S. paratyphi A : 1/160

Titer H S. paratyphi A : 1/80

- Trombosit : 127.000

- Plasmodium (10 September 2012) : Negatif

DAFTAR ABNORMALITAS

1. Temperature : 39,9°C

2. Demam naik turun. Demam tiba-tiba tinggi saat sore hari. Menggigil (+) sejak

tadi pagi.

3. Mual (+), muntah (+) sudah 2 hari, ditemukan tidak nafsu makan dan perasaan

tidak enak di perut.

4. Pemeriksaan Penunjang

- Widal test (6 September 2012)

Titer O S. typhi : 1/320

Titer H S. typhi : 1/60

Titer O S. paratyphi A : 1/160

Titer H S. paratyphi A : 1/80

- Trombosit : 127.000

16

Page 17: DEMAM TIFOID

PENYELESAIAN MASALAH

1. DEMAM TIFOID

Accessment : KOMPLIKASI : Perdarahan usus, perforasi usus, tifoid toksik

IPDX :

- kolonoskopi

- foto polos abdomen (BNO/3 posisi)

IPTX :

- IVFD RL 20 gtt/i

- Inj. Ranitidin 1 ampul/12 jam

- Paracetamol 3x1

- Ciprofloxacin 2x1

- Yudavit 1x1

- Methioson 3x1

IPMX : Vital sign dan tanda-tanda perdarahan saluran cerna

IPAX : Diet rendah selulosa, cuci tangan sebelum makan

17

Page 18: DEMAM TIFOID

FOLLOW UP COASS INTERNA

7 September 2012

• KU: demam

• TD: 120/70mmHg

• HR : 80x/i

• RR: 20x/i

• T: 39,9°C

8 September 2012

• KU: (-)

• TD: 120/70 mmHg

• HR: 76x/i

• RR: 24x/i

• T: 36,6°C

10 September 2012

KU: (-)

TD: 150/80 mmHg

HR: 68x/i

RR: 18x/i

T: 36°C

12 September 2012

KU: (-)

TD: 130/80 mmHg

HR: 62x/i

RR: 18x/i

T: 36°C

18