Demam Berdarah Dengue

46
Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit infeksi yang umumnya ditemukan di daerah tropis dan ditularkan lewat hospes perantara jenis serangga khusus Aedes spesies. 1 Demam Berdarah Dengue adalah penyakit demam berdarah akut yang terutama menyerang anak-anak dengan manifestasi klinisnya perdarahan dan menimbulkan syok yang dapat berakibat kematian. Nyamuk Aedes aegypti biasanya menggigit baik di dalam maupun di luar rumah, biasanya pagi dan sore hari ketika anak-anak sedang bermain. 2 Penyebab penyakit ini adalah virus Dengue, termasuk dalam kelompok Flavivirus dari famili Togaviridae. Virus ini ditularkan dari orang sakit ke orang sehat melalui

description

DBD

Transcript of Demam Berdarah Dengue

Page 1: Demam Berdarah Dengue

Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit infeksi yang umumnya ditemukan di daerah tropis dan ditularkan lewat hospes perantara jenis serangga khusus Aedes spesies.

1

Demam Berdarah Dengue adalah penyakit demam berdarah akut yang

terutama menyerang anak-anak dengan manifestasi klinisnya perdarahan dan menimbulkan syok yang dapat berakibat kematian. Nyamuk Aedes aegypti biasanya menggigit baik di dalam maupun di luar rumah, biasanya pagi dan sore hari ketika anak-anak sedang bermain.

2

Penyebab penyakit ini adalah virus Dengue, termasuk

dalam kelompok Flavivirus dari famili Togaviridae. Virus ini ditularkan dari orang sakit ke orang sehat melalui gigitan nyamuk Aedes spesies sub genus Stegomya.

3

Cara

penularan penyakit Demam Berdarah Dengue yang terjadi secara propagatif (virus penyebabnya berkembang biak dalam badan vektor), berkaitan dengan gigitan

Page 2: Demam Berdarah Dengue

nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang merupakan vektor utama dan vektor sekunder Demam Berdarah Dengue di Indonesia.

4

iv

Penyakit Demam Berdarah Dengue ditemukan dan dilaporkan di beberapa negara di Asia Tenggara.

5

Istilah Haemorrhagic fever di Asia Tenggara pertama kali digunakan

di Filipina pada tahun 1953, dimana ditemukan kasus epidemi demam dan renjatan.

2

.

Sejak tahun 1968 jumlah kasus Demam Berdarah Dengue di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun dan peningkatan jumlah kasus yang mencolok yang memperlihatkan eksistensi kejadian luar biasa (KLB) bahkan terjadi setiap 5 tahun

Page 3: Demam Berdarah Dengue

sekali yaitu pada tahun 1973, 1978, 1983 dan tahun 1986.

2,4

Di Jakarta kasus pertama

dilaporkan pada tahun 1969. Kemudian Demam Berdarah Dengue berturut-turut dilaporkan di Bandung (1972) dan Yogyakarta (1972). Epidemi pertama dilaporkan pada tahun 1972 di Sumatera Barat dan Lampung, disusul oleh Riau, Sulawesi Utara dan Bali (1973). Pada tahun 1974 epidemi dilaporkan di Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Pada tahun 1990 semua propinsi sudah terjangkit kecuali Timor-Timur. Wabah terakhir tahun 1988 mencatat 48.573 kasus dengan angka kematian 3,3%.

6

Namun pada tahun 1993 Demam Berdarah Dengue telah menyebar ke seluruh

(27) propinsi di Indonesia. Pada saat ini penyakit Demam Berdarah Dengue sudah endemis di kota besar, bahkan sejak tahun 1975 penyakit ini telah berjangkit di daerah pedesaan. Penyakit sebagai penularan ekosistem alam, yaitu antropoekosistem perlu dipelajari untuk memahami kejadian penyakit yang ditularkan vektor dan memahami pencegahan penyakit melalui pemberantasan vektornya. Virus, nyamuk, hospes, manusia, lingkungan fisik dan lingkungan biologik merupakan subsistem yang terkait.

7

Untuk memberantas dan mengendalikan nyamuk Aedes aegypti diperlukan

pengetahuan tentang kehidupan nyamuk tersebut. Entomologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan serangga termasuk nyamuk. Dalam ilmu ini dapat diketahui tata hidup, siklus hidup, kerentanan terhadap insektisida dan aspek-aspek lain dari serangga. Sehingga dapat berguna untuk mengetahui cara paling tepat untuk memberantas dan mengendalikan nyamuk Aedes aegypti.

Page 4: Demam Berdarah Dengue

Penduduk Indonesia umumnya menampung air sementara di bejana-bejana untuk keperluan sehari-hari. Bejana tersebut dapat berada di dalam rumah atau di luar rumah. Jenis bejana yang digunakan tergantung dari tingkat sosial ekonomi masyarakat, misalnya masyarakat Indonesia dengan taraf ekonomi menengah ke bawah sering menggunakan bejana plastik, semen, drum dan tanah liat. Bejana yang digunakan untuk tempat penampungan air ternyata dipihak lain menimbulkan masalah, sebab tempat tersebut dapat menjadi tempat yang ideal bagi perkembangbiakan nyamuk jenis Aedes aegypti ataupun Aedes albopictus.

8

Obat tradisional telah dikenal secara turun menurun dan digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan akan kesehatan. Pemanfaatan obat tradisional pada umumnya lebih diutamakan sebagai upaya menjaga kesehatan atau preventif meskipun ada pula upaya sebagai pengobatan suatu penyakit. Dengan semakin berkembangnya obat tradisional, ditambah dengan gema kembali ke alam, telah meningkatkan popularitas obat tradisional.

9

Karena itu perlu kita pikirkan bagaimana

cara kita dapat mencegah penyakit demam berdarah dengue dengan menggunakan obat-obatan tradisional. Dalam hal ini pencegahan yang paling efektif dilakukan adalah dengan membunuh larva dari vektor untuk memutus rantai penularannya.

Penelitian tentang insektisida alamiah dalam upaya mengendalikan serangga, khususnya pada stadium jentik, pertama kali dirintis oleh Campbell dan Sulivan tahun 1933. Selanjutnya berturut-turut Harzel tahun 1948; Amongkas dan Reaves tahun 1970; Pirayat Suparvann, Roy Sifagus, dan Fred W.K (1974) di University of Kentucky, Lexington telah menghasilkan penelitian bahwa ekstrak daun kemangi

Page 5: Demam Berdarah Dengue

(Olium basikicum) pada dosis 100 ppm (bagian per sejuta) dapat menghambat pertumbuhan jentik Aedes aegypti.

10

Beberapa penelitian tadi menguatkan bahwa tanaman tertentu ternyata memiliki zat beracun bagi serangga. Salah satunya sirih (Piper betle atau Charica betle) yang termasuk dalam famili Piperaceae. Dari hasil penelitian, ekstrak daun sirih dapat digunakan sebagai insektisida alami dalam upaya membasmi jentik nyamuk Aedes aegypti.

10

Dalam daun sirih terkandung beberapa senyawa seperti minyak atsiri, zat penyamak, cineole, dan yang terpenting adalah senyawa alkoloid. Senyawa terakhir inilah yang nantinya dapat digunakan untuk membasmi

iv

iv

Page 6: Demam Berdarah Dengue

jentik nyamuk dengan cara kerja mirip bubuk abate.

10

Dalam bidang kedokteran, selama ini daun sirih digunakan untuk menghilangkan bau badan, mimisan,

pembersih mata yang gatal atau merah, koreng atau gatal-gatal, obat sariawan, dan lain-lain.

11

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektifitas antara ekstrak daun sirih dengan abate dalam menghambat pertumbuhan larva Aedes aegypti. Diharapkan penelitian ini dapat memberi informasi kepada pengelola program pemberantasan dan pencegahan penyakit demam berdarah dengue serta kepada masyarakat

dalam melaksanakan pengendalian vektor demam berdarah dengue.

Daftar Pustaka

1. Sri Hendratno. Panduan kuliah mahasiswa entomologi, Fak. Kedokteran Universitas Diponegoro: 39. Di dalam pers.

2. Medika Jurnal Kedokteran dan Farmasi No. 10 tahun XXI, Oktober 1995: 798 – 9.

3. Depkes RI. Survai entomologi DBD. Ditjen P3M dan PLP Depkes RI 1990; 4: 26.

4. Hoedoyo. Vektor DBD dan penanggulangan, Dalam : Majalah Parasitologi Indonesia. 6. (I) Januari 1993 : 32 – 41.

5. Depkes RI. DBD dan pengelolaan penderita, Jakarta. Ditjen P3M, 1981: 1 6. Medika No 3 Tahun XXI, Maret 1995. Beberapa faktor resiko yang

berpengaruh terhadap kejadian DBD:

iv

Page 7: Demam Berdarah Dengue

iv

PENDAHULUAN

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat penting di Indonesia dan sering menimbulkan suatu letusan Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan kematian yang besar. Di Indonesia nyamuk penular (vektor ) penyakit DBD yang penting adalah Aedes aegypti, Aedes albopictus, dan Aedes scutellaris, tetapi sampai saat ini yang menjadi vektor utama dari penyakit DBD adalah Aedes aegypti. Penyakit DBD pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dengan kasus 58 orang anak, 24 diantaranya meninggal dengan Case Fatality Rate (CFR) = 41,3%. Sejak itu penyakit DBD menunjukkan kecenderungan peningkatan jumlah kasus dan luas daerah terjangkit. Seluruh wilayah Indonesia mempunyai resiko untuk terjangkit penyakit DBD , kecuali daerah yang memiliki ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Penyakit DBD dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, mobilitas penduduk, kepadatan penduduk, adanya kontainer buatan ataupun alami di tempat pembuangan akhir sampah (TPA) ataupun di tempat sampah lainnya, penyuluhan dan perilaku masyarakat, antara lain : pengetahuan, sikap, kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), fogging, abatisasi, dan pelaksanaan 3M (menguras, menutup, dan mengubur).

Penyakit DBD adalah penyakit infeksi oleh virus Dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes, dengan ciri demam tinggi mendadak disertai manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan renjatan (shock) dan kematian (Ditjen PPM&PL, 2001). Sampai sekarang penyakit DBD belum ditemukan obat maupun vaksinnya, sehingga satu-satunya cara untuk mencegah terjadinya penyakit ini dengan memutuskan rantai penularan yaitu dengan pengendalian vektor.

Vektor utama penyakit DBD di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti. Tempat yang disukai sebagai tempat perindukannya adalah genangan air yang terdapat dalam wadah (kontainer) tempat penampungan air artifisial misalnya drum, bak mandi, gentong, em - ber, dan sebagainya; tempat penampungan air alamiah misalnya lu - bang pohon, daun pisang, pelepah daun ke ladi, lubang batu; ataupun bukan tempat penampungan air misalnya vas bunga, ban bekas, botol bekas, tempat minum burung dan sebagainya (Soegijanto, 2004). Hasil survei Departemen Kesehatan RI di 9 kota besar di Indonesia pada tahun 1986-1987 menunjukkan bahwa satu diantara tiga rumah maupun tempat umum ditempati jentik nyamuk Aedes. Disamping itu, pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat tentang pencegahan penyakit DBD pada umumnya sangat kurang (Ditjen PPM&PL, 1992).

Di Kota Mataram Propinsi Nusa Tenggara Barat pada tahun 2001 terdapat kasus DBD sebanyak 105 orang dengan angka ke -

Fathi., Soedjajadi K., dan Chatarina U.W ., Peran Faktor Lingkungan dan Perilaku 3

matian 1,90%. Pada tahun 2002 jumlah kasus DBD meningkat men - jadi 233 orang dengan angka kematian 1,72%, dimana Angka Bebas Jentik (ABJ) adalah 92,90%. Selanjutnya pada tahun 2003 jumlah penderita DBD menurun menjadi 156 orang tetapi dengan angka ke - matian yang lebih tinggi yaitu 5,12% meningkat tiga kali lipat diban - dingkan tahun 2002 (Dinkes Prop. NTB, 2002). Dengan demikian tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis fakto r lingkungan dan perilaku masyarakat yang berperan dalam KLB penyakit BDB di Kota Mataram pada tahun 2004.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian observasional komparatif di lapangan, dilakukan secara cross sectional. Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan observasi, wawancara dan pengisian kuesioner, serta pengukuran variabel lingkungan dan perilaku masyarakat yang berperan terhadap terjadinya penularan penyakit DBD di daerah KLB (daerah studi) dan di daerah bukan KLB (daerah kontrol).

Page 8: Demam Berdarah Dengue

Populasi penelitian adalah semua kepala keluarga di 4 kelu- rahan daerah KLB di daerah studi (kasus DBD tinggi) di Kota Mataram yaitu wilayah Kelurahan Tanjung Karang, Pagesangan, Mataram Timur, dan Cakra Barat. Sedangkan 16 kelurahan daerah bukan KLB di daerah kontrol (kasus DBD rendah) di Kota Mataram yaitu wilayah Kelurahan Pajeruk, Ampenen Utara, Ampenan Tengah, Ampenen Selatan, Karang Pule, Pagutan, Mataram Barat, Monjok, Karang Baru, Dasan Agung, Cakra Timur, Babakan, Selagalas, Sayang-Sayang, Cakra Utara, dan Cakra Selatan. Selanjutnya besar sampel masing-masing kelurahan ditentukan secara purposif diambil 10 Kepala Keluarga (KK) dan diambil dengan teknik sampling acak sistematik sehingga keseluruhan besar sampel adalah 200 orang K K.

Variabel bebas yang diteliti adalah variabel lingkungan dan variabel perilaku masyarakat. Varibel lingkungan terdiri dari kepadatan penduduk, mobilitas penduduk, sanitasi lingkungan, keberadaan kontainer, dan kepadatan vektor. Variabel perilaku masyarakat terdiri dari pengetahuan, sikap, tindakan pemberantasan nyamuk (3M, abatisasi, fogging), dan penyuluhan tentang penyakit DBD. Sedangkan variabel tergantung adalah KLB penyakit DBD.

4 JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN, VOL. 2, NO.1, JULI 2005 : 1 - 10

Kota Mataram

Keberadaan kontainer Kepadatan penduduk Mobilitas penduduk Sanitasi lingkungan

Penyuluhan Perilaku

PSN

KLB Penyakit DBD

Pengetahuan

Sikap

Kegiatan PSN

Kepadatan Vektor Nyamuk Aedes

Gambar 1. Faktor Lingkungan dan Perilaku Masyarakat yang Mempengaruhi KLB Penyakit DBD.

Hubungan masing-masing variabel bebas terhadap KLB penyakit DBD (variabel tergantung) dianalisis dengan uji statistik Chi- square. Peran keseluruhan variabel bebas terhadap KLB penyakit DBD (variabel tergantung) dianalisis dengan uji statistik regresi logis- tik berganda. Nilai probabilitas (p) < 0,05 dipertimbangkan sebagai hasil yang bermakna.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Kepadatan PendudukKepadatan penduduk turut menunjang atau sebagai salah

satu faktor risiko penularan penyakit DBD. Semakin padat penduduk, semakin mudah nyamuk Aedes menularkan virusnya dari satu orang ke orang lainnya. Pertumbuhan penduduk yang tidak memiliki pola tertentu dan urbanisasi yang tidak terencana serta tidak terkontrol merupakan salah satu faktor yang berperan dalam munculnya kembali kejadian luar biasa penyakit DBD (WHO, 2000). Sebaliknya data yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kepa -

Page 9: Demam Berdarah Dengue

Fathi., Soedjajadi K., dan Chatarina U.W ., Peran Faktor Lingkungan dan Perilaku 5

datan penduduk tidak berperan dalam terjadinya kejadian luar biasa penyakit DBD di Kota Mataram (Chi-square, p>0,05). Hal ini memang disebabkan kepadatan penduduk bukan merupakan faktor kausati f, tetapi hanya merupakan salah satu faktor risiko yang bersama dengan faktor risiko lainnya seperti mobilitas penduduk, sanitasi ling - kungan, keberadaan kontainer perindukan nyamuk Aedes, kepadatan vektor, tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan terhadap penyakit DBD secara keseluruhan dapat menyebabkan KLB penyakit DBD.

2. Mobilitas PendudukMobilitas penduduk tidak ikut berperan dalam terjadinya KLB

penyakit DBD di Kota Mataram (Chi-square, p>0,05). Hal ini dapat diterangkan bahwa mobilitas penduduk di daerah yang mengalami KLB penyakit DBD sama dengan mobilitas penduduk di daerah yang tidak mengalami KLB penyakit DBD. Di kedua daerah penelitian ini struktur sosial ekonomi maupun budaya relatif sama yaitu sebagian besar adalah petani, sehingga mobilitasnya relatif rendah.

3. Sanitasi LingkunganSanitasi lingkungan tidak berperan dalam terjadinya KLB pe-

nyakit DBD di Kota Mataram (Chi-square, p>0,05). Hal ini disebabkan karena kenyataan di lapangan menunjukkan kondisi sanitasi lingkungan yang tidak jauh berbeda antara daerah dengan KLB penyakit DBD tinggi (daerah studi) dan daerah dengan KLB penyakit DBD rendah (daerah kontrol). Sebenarnya kondisi sanitasi lingkung an berperan besar dalam perkembangbiakan nyamuk Aedes, terutama apabila terdapat banyak kontainer penampungan air hujan yang berserakan dan terlindung dari sinar matahari, apalagi berdekatan dengan rumah penduduk (Soegijanto, 2004).

4. Keberadaan KontainerTerdapat hubungan yang bermakna antara kebera daan

kontainer dengan KLB penyakit DBD di Kota Mataram (Chi-square, p<0,05) dengan risiko relatif (RR) = 2,96. Disamping itu, letak, macam, bahan, warna, bentuk volume dan penutup kontainer serta asal air yang tersimpan dalam kontainer sangat mempengaruhi nyamuk Aedes betina untuk menentukan pilihan tempat bertelurnya (Ditjen PPM dan PL, 2001).

Keberadaan kontainer sangat berperan dalam kepadatan vektor nyamuk Aedes, karena semakin banyak kontainer akan semakin banyak tempat perindukan dan akan semakin padat populasi nyamuk Aedes. Semakin padat populasi nyamuk Aedes, maka semakin tinggi pula risiko terinfeksi virus DBD dengan waktu penyebaran lebih cepat sehingga jumlah kasus penyakit DBD cepat meningkat yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya KLB

6 JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN, VOL. 2, NO.1, JULI 2005 : 1 - 10

penyakit DBD. Dengan demikian program pemerintah (Ditjen PPM&PL, 2001) berupa penyuluhan kesehatan masyarakat dalam penanggulangan penyakit DBD antara lain dengan cara menguras, menutup, dan mengubur (3M) sangat tepat dan perlu dukungan luas dari masyarakat dalam pelaksanaannya.

5. Kepadatan VektorData kepadatan vektor nyamuk Aedes yang diukur dengan

parameter Angka Bebas Jentik (ABJ) yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Mataram, menunjukkan bahwa pada 4 kelurahan dengan KLB penyakit DBD didapatkan ABJ dengan kepadatan tinggi (>85%), sedangkan pada daerah kontrol didapatkan 12 kelurahan

Page 10: Demam Berdarah Dengue

mempunyai ABJ dengan kepadatan tinggi dan sisanya 4 kelurahan mempunyai ABJ dengan kepadatan rendah (<85%). Dengan demikian dalam penelitian ini, tidak nampak peran kepadatan vektor nyamuk Aedes terhadap KLB penyakit DBD (Fisher’s exact probability test, p>0,05). Tetapi apabila besar sampel diperbesar dan daerah penelitian diperluas maka akan lebih nampak kepadatan vektor memiliki peran dalam terjadinya KLB penyakit DBD. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya yang menyatakan bahwa semakin tinggi angka kepadatan vektor akan meningkatkan risiko penularan penyakit DBD (WHO, 2000).

6. Tingkat Pengetahuan DBDTidak nampak adanya peran tingkat pengetahuan masyarakat

tentang penyakit DBD terhadap KLB penyakit DBD di Kota Mataram (Chi-square, p>0,05). Pada kenyataannya masyarakat di daerah Kota Mataram telah memiliki cukup pengetahuan tentang penyakit DBD karena dapat menjawab pertanyaan umum mendasar tentang penyakit ini dan sebagian masih teringat anggota keluarganya yang pernah masuk rumah sakit karena serangan penyakit DBD ini. Memang pengetahuan merupakan hasil proses keinginan tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan (terutama indera pendengaran dan pengelihatan) terhadap obyek tertentu yang menarik perhatiannya (Notoatmodjo, 1993).

7. SikapHasil yang menarik dari penelitian ini adalah sikap

masyarakat terhadap penyakit DBD, yaitu semakin masyarakat bersikap tidak serius dan tidak berhati-hati terhadap penularan penyakit DBD akan semakin bertambah risiko terjadinya penularan penyakit DBD (Chi-square, p<0,05) dengan RR = 2,24. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Thurstone et al. seperti dikutip oleh Azwar (2003) bahwa sikap seseorang terhadap suatu obyek adalah perasaan mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan

Fathi., Soedjajadi K., dan Chatarina U.W ., Peran Faktor Lingkungan dan Perilaku 7

tidak mendukung atau memihak (unfavourable) pada obyek tersebut. Pendapat senada juga dikemukakan oleh La Pierre seperti dikutip oleh Azwar (2003) yang menyatakan bahwa sikap adalah suatu pola perilaku atau tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial. Secara sederhana, sikap dapat dikatakan adalah respons terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Disimpulkan bahwa semakin kurang sikap seseorang atau masyarakat terhadap penanggulangan dan pencegahan penyakit DBD maka akan semakin besar kemungkinan timbulnya KLB penyakit DBD.

8. Tindakan Pembersihan Sarang N yamukTindakan pembersihan sarang nyamuk meliputi tindakan :

masyarakat menguras air kontainer secara teratur seminggu sekali, menutup rapat kontainer air bersih, dan mengubur kontainer bekas seperti kaleng bekas, gelas plastik, barang bekas lainnya yang dapat menampung air hujan sehingga menjadi sarang nyamuk (dikenal dengan istilah tindakan ‘3M’) dan tindakan abatisasi at au menaburkan butiran temephos (abate) ke dalam tempat penampungan air bersih dengan dosis 1 ppm atau 1 gram temephos SG dalam 1 liter air yang mempunyai efek residu sampai 3 bulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindakan ‘3M’ berperan positif terhadap pencegahan terjadinya KLB penyakit DBD di Kota Mataram (Chi-square, p<0,05) dengan RR = 2,65. Demikian pula tindakan abatisasi berperan mengurangi risiko penularan penyakit DBD di Kota Mataram (Chi-square, p<0,05) dengan RR = 2,51. Hasil yang didapat ini sesuai dengan pernyataan Suroso (2003) bahwa tindakan ‘3M’ merupakan cara paling tepat dalam pencegahan dan penanggulangan terjadinya KLB penyakit DBD. Demikian juga WHO (2000) telah menyatakan bahwa pemberantasan jentik nyamuk Aedes dengan penaburan butiran Temephos dengan dosis 1 ppm dengan efek residu selama 3 bulan cukup efektif

Page 11: Demam Berdarah Dengue

menurunkan kepadatan populasi nyamuk Aedes atau meningkatkan angka bebas jentik, sehingga menurunkan risiko terjadinya KLB penyakit DBD.

9. Pengasapan (Fogging)Tidak nampak peran tindakan pengasapan ( fogging) terhadap

terjadinya KLB penyakit DBD di Mataram ( Chi-square, p>0,05). Tidak nampaknya peran tindakan pengasapan ini dikarenakan kurangnya tindakan fogging di daerah penelitian. Tindakan pengasapan seharus - nya dilaksanakan dalam 2 siklus, yaitu waktu antara pengasapan pertama dan berikutnya (kedua) harus dalam interval 7 hari, dengan maksud jentik yang selamat dan menjadi nyamuk Aedes dapat dibu- nuh pada pengasapan yang kedua.

8 JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN, VOL. 2, NO.1, JULI 2005 : 1 - 10

Pengasapan pada umumnya menggunakan insektisida golongan organofosfat misalnya malathion dalam larutan minyak solar tidak begitu efektif dalam membunuh nyamuk dewasa dan kecil pengaruhnya dalam menurunkan kepadatan populasi nyamuk Aedes,, apalagi siklus pengasapannya tidak 2 kali dengan interval 7 hari. Sebaliknya tindakan pengasapan memberikan rasa aman yang semu kepada masyarakat yang dapat mengganggu program pembersihan sarang nyamuk seperti ‘3M’ dan abatisasi. Dari segi politis, cara ini disenangi karena terkesan pemerintah melakukan tindakan yang terlihat nyata untuk mencegah dan menanggulangi penyakit ini (WHO, 2000).

10. Penyuluhan DBDTidak ada peran penyuluhan penyakit DBD yang bermakna

terhadap KLB penyakit DBD di Kota Mataram (Chi-square, p>0,05). Hal ini disebabkan karena baik daerah KLB penyakit DBD maupun bukan daerah KLB penyakit DBD sama-sama kurang mendapatkan penyuluhan dari Dinas Kesehatan setempat. Tambahan lagi, kurangnya pengertian tentang apa yang harus dilakukan oleh petugas sebelum melakukan penyuluhan, seperti identifikasi hal -hal apa saja yang penting bagi masyarakat dan apa yang harus diimplementasikan pada tingkat masyarakat, tingkat wilayah, atau tingkat penentu kebijakan. Perlu dipahami, penyuluhan bukanlah semata-mata sebagai forum penyampaian hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan masyarakat. Sebaiknya masyarakat dibekali pengetahuan dan ketrampilan tentang cara -cara pengendalian vektor yang memungkinkan mereka menentukan pilihan terbaik segala hal yang berkaitan dengan masalah kesehatan secara individu maupun secara kolektif (WHO, 2000).

11. Faktor Lingkungan dan Perilaku MasyarakatApabila semua faktor lingkungan yang meliputi kepadatan

penduduk, mobilita s penduduk, sanitasi lingkungan, keberadaan kontainer, kepadatan vektor, dan semua faktor perilaku masyarakat yang meliputi pengetahuan, sikap terhadap penyakit DBD, tindakan pembersihan sarang nyamuk, pengasapan, dan penyuluhan tentang penyakit DBD dianalisis secara komposit peranannya terhadap KLB penyakit DBD dalam model regresi logistik berganda, maka terlihat bahwa hanya variabel keberadaan kontainer air di dalam maupun di luar rumah yang berpengaruh (p<0,05; RR = 2,96) terhadap KLB penyakit DBD. Banyaknya kontainer yang tidak ditangani dengan baik, terutama kontainer bukan tempat penampungan air seperti vas bunga, kaleng, botol bekas, dan drum menjadi tempat perindukan bagi nyamuk Aedes di Kota Mataram.

Fathi., Soedjajadi K., dan Chatarina U.W ., Peran Faktor Lingkungan dan Perilaku 9 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Page 12: Demam Berdarah Dengue

Dari hasil analisis data penelitian disimpulkan bahwa faktor lingkungan berupa keberadaan kontainer air, baik yang berada di dalam maupun di luar rumah menjadi tempat perindukan nyamuk Aedes sebagai vektor penyakit Demam Berdarah Dengue, merupakan faktor yang sangat berperan terhadap penularan ataupun terjadinya Kejadian Luar Biasa penyakit Demam Berdarah Dengue di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat.

Saran

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kota Mataram maupun Dinas Kesehatan

Propinsi Nusa Tenggara Barat untuk mengin- tensifkan kampanye gerakan menguras, menutup, dan mengubur (3M) kontainer air; meningkatkan keterpaduan monitoring tingkat kepadatan larva nyamuk Aedes dan pemberantasannya melalui partisipasi aktif seluruh komponen masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (1992). Petunjuk Teknis Penemuan, Pertolongan dan

Pelaporan Penderita Penyakit Demam

Jakarta : Ditjen PPM dan PL Depkes RI.

Berdarah Dengue .

Anonim. (2001). Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue dan Demam Berdarah. Jakarta : Ditjen PPM dan PL Depkes RI.

Azwar, S. (2003). Sikap Manusia : Teori dan Pengukurannya. Edisi Kedua. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Dinkes Prop. NTB. (2002). Laporan Evaluasi Tahunan Demam Berdarah Dengue Propinsi Nusa Tenggara Barat . Mataram : Dinas Kesehatan Propinsi Nusa Tenggara Barat.

Notoatmodjo, S. (1993). Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Yogyakarta : Andi Offset.

Soegijanto, S. (2004). Demam Berdarah Dengue. Surabaya : Airlangga University Press.

Suroso, T. (2003). Strategi Baru Penanggulangan DBD di Indonesia. Jakarta : Depkes RI.

10 JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN, VOL. 2, NO.1, JULI 2005 : 1 - 10

WHO. (2000). Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue. Terjermahan dari WHO Regional Publication SEARO No.29 : Prevention Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. Jakarta : Depkes RI.

Filename: Directory:

Page 13: Demam Berdarah Dengue

1.KLB DBD Fathi,Soedja,Chatrin (1 -10)F:\JURNAL KESHLING\Volume 2 No. 1\Artikel siap

C:\Documents and Settings\unair\Application Data\Microsoft\Templates\Normal.dot

cetak_word Template:

Title:Subject:Author:Keywords:Comments:Creation Date:Change Number:Last Saved On:Last Saved By:Total Editing Time:Last Printed On:As of Last Complete Printing

Number of Pages: 10Number of Words: 2,944 (approx.) Number of Characters: 16,782 (approx.)

Proposal DBD (Demam Berdarah Dengue)

BAB IPENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang MasalahPenyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung semakin luas penularannya, penyakit ini sering menimbulkan kekawatiran masyarakat karena perjalanan penyakitnya cepat dan dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat serta merupakan penyakit menular yang dapat menimbulkan kejadian wabah (Depkes, 1997).

Page 14: Demam Berdarah Dengue

          Hasil studi epidemiologik menunjukan bahwa DBD menyerang kelompok umur balita sampai dengan umur sekitar 15 tahun. Kejadian Luar Biasa (KLB) dengue biasanya terjadi di daerah endemik dan berkaitan dengan datangnya musim hujan, sehingga terjadi peningkatan aktifitas vektor dengue pada musim hujan yang dapat menyebabkan terjadinya penularan penyakit DBD pada manusia melalui vektor Aedes. Sehubungan dengan morbiditas dan mortalitasnya, DBD disebut the most mosquito transmitted disease (Djunaedi, 2006).          Penyakit DBD adalah penyakit infeksi oleh virus Dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes, dengan ciri demam tinggi mendadak disertai manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan renjatan (shock) dan kematian (Ditjen PPM&pl, 2001). Sampai sekarang penyakit DBD belum ditemukan obat maupun vaksinnya, sehingga satu-satunya cara untuk mencegah terjadinya penyakit ini dengan memutuskan rantai penularan yaitu dengan pengendalian vektor.             Berdasarkan Departemen Kesehatan (Depkes), Di Indonesia pada tahun 2008 tercatat ada 136.399 kasus demam berdarah, sekitar 1.170 korban di antaranya meninggal dunia. Umumnya, kasus ini terjadi pada anak-anak.Provinsi Kalimantan Tengah ditetapkan berstatus kejadian luar biasa (KLB) demam berdarah dengue (DBD) menyusul lonjakan kasus penyakit mematikan itu di berbagai daerah setempat hingga jatuhnya sejumlah korban jiwa.          Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah, sepanjang tahun 2009 tercatat jumlah penerita DBD mencapai 1300 pasien dengan 18 orang diantaranya meninggal dunia tersebar di 14 kabupaten / kota setempat.            Di kota Palangka Raya pada tahun tahun 2008 penderita DBD berjumlah 290 orang. (Dinkes Propinsi Kalimantan Tengah).          Berdasarkan data dari Puskesmas Kayon Palangka Raya pada tahun 2008 jumlah penderita DBD yang berobat sebanyak  8 orang,  pada tahun 2009 penderita DBD yang berobat sebanyak 10 orang.          Berdasarkan masalah diatas, peneliti tertarik melakukan

Page 15: Demam Berdarah Dengue

penelitian mengenai gambaran karakteristik penderita DBD (Demam Berdarah Dengue) yang berobat di Puskesmas Kayon Palangka Raya.

1.2.       Perumusan masalahBerdasarkan latar belakang masalah di atas, adapun rumusan masalah yang ingin diangkat oleh penulis antara lain sebagai berikut : ”Bagaimana gambaran karakteristik penderita DBD (Demam Berdarah Dengue) yang berobat di Puskesmas Kayon Palangka Raya ?1.3.       Tujuan Penelitian       Tujuan umum :Untuk mengetahui bagaimana karakteristik penderita DBD yang berobat di Puskesmas Kayon Palangka Raya.

Tujuan khusus :1).   Untuk memperoleh informasi mengenai karakteristik penderita DBD berdasarakan usia2).   Untuk memperoleh informasi mengenai karakteristik penderita DBD berdasarakan jenis kelamin penderita3).   Untuk memperoleh informasi mengenai karakteristik penderita DBD berdasarakan pendidikan penderita4).   Untuk memperoleh informasi mengenai karakteristik penderita DBD berdasarakan pekerjaan  penderita.5).   Untuk memperoleh informasi mengenai karakteristik penderita DBD berdasarakan berat badan penderita.6).   Untuk memperoleh informasi mengenai karakteristik penderita DBD berdasarakan tinggi badan penderita.7).   Untuk memperoleh informasi mengenai karakteristik penderita DBD berdasarakan suhu tubuh penderita.8).   Untuk memperoleh informasi mengenai karakteristik penderita DBD berdasarakan tekanan darah penderita.9).   Untuk memperoleh informasi mengenai karakteristik penderita DBD berdasarakan HB penderita.1.4.    Manfaat Penelitian1.        Bagi Peneliti Sebagai media belajar untuk manambah pengetahuan dan

Page 16: Demam Berdarah Dengue

pengalaman serta menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama mengikuti pendidikan di Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Palangka Raya.1.4.       Ruang Lingkup PenelitianPenelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Kayon Palangkaraya pada tanggal 1 Mei -30 Juni 2010. Subyek yang diteliti adalah klien berobat di Puskesmas Kayon Palangka Raya yang positif menderita penyakit DBD. Dan variabel yang diteliti yaitu gambaran karakteristik penderita DBD berdasarkan usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, berat badan, tinggi badan,  suhu tubuh, tekanan darah, HB.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Demam Berdarah Dengue (DBD)2.1.1.               Definisi            Demam berdarah dengue adalah penyakit yang terutama terdapat pada anak dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, dan biasanya memburuk pada dua hari pertama (Soeparman; 1987; 16).            Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue (arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (Suriadi & Yuliani, 2001).            Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut

Page 17: Demam Berdarah Dengue

yang disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 419).            Dengue adalah penyakit virus didaerah tropis yang ditularkan oleh nyamuk dan ditandai dengan demam, nyeri kepala, nyeri pada tungkai, dan ruam (Brooker, 2001).            Demam dengue/dengue fever adalah penyakit yang terutama pada anak, remaja, atau orang dewasa, dengan tanda-tanda klinis demam, nyeri otot, atau sendi yang disertai leukopenia, dengan/tanpa ruam (rash) dan limfadenophati, demam bifasik, sakit kepala yang hebat, nyeri pada pergerakkan bola mata, rasa menyecap yang terganggu, trombositopenia ringan, dan bintik-bintik perdarahan (ptekie) spontan (Noer, dkk, 1999).2.1.2.   Etiologi            Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 420).2.1.3.   Patofisiologi            Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan kemudian bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus-antibody, dalam asirkulasi akan mengaktivasi sistem komplemen (Suriadi & Yuliani, 2001). Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali menyebabkandemam dengue. Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda akan tampak, bila seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan. Dan DBD dapat terjadi bila seseorang setelah terinfeksi pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi

Page 18: Demam Berdarah Dengue

kompleks antigen-antibodi (kompleks virus-antibodi) yang tinggi (Noer, dkk, 1999).

2.1.4.   Manifestasi KlinisGejala dan Tanda tanda DBD1.      Demam tinggi mendadak 2-7 hari.2.      Sakit kepala, pembengkakan sekitar mata3.      Tanda tanda perdarahan misalnya bintik merah, mimisan, muntah darah , gusi berdarah, hematemesis, melena, hematuria4.      Tidak ada napsu makan, diare, konstipasi.5.      Nyeri otot, tulang dan sendi, abdomen dan ulu hati6.      Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan nilai hematokrit dan penurunan angka trombosit.7.      Pembesaran hati, limpa dan kelenjar getah bening8.      Gejala syok, yaitu tekanan darah turun, gelisah, nafas cepat, ujung tangan dan kaki terasa dingin, bibir biru, capillary reffil time lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah.2.1.5. KlasifikasiDBD diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara klinis dibagi menjadi 4 derajat (Menurut WHO, 1986) :a.         Derajat IDemam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan, uji ,trombositopenia dan hemokonsentrasi. tourniquet.b.        Derajat IIDerajat I dan disertai pula perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain.

c.         Derajat IIIDitemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan daerah rendah (hipotensi), gelisah, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari (tanda-tanda dini renjatan).d.        Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.

2.1.6.     Cara Penularan

Page 19: Demam Berdarah Dengue

              Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu manusia, virus dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes aegypti albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk Aedes tersebut mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk beina dapat ditularkan kepada telurnya (transsovarian transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan masa tunas 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul. (Depkes RI, 2004).

2.1.7    DiagnosisMasa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala prodormal yang tidak khas seperti : nyeri kepala, nyeri tulang belakang dan perasaan lelah.Demam Dengue (DD). Merupakan penyaki demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:Nyeri kepala.a)        Nyeri retro-orbital.b)        Mialgia / artralgia.c)        Ruam kulit.d)       Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung positif)e)        Leukopenia. Dan pemeriksaan serologi dengue positif.            Demam Berdarah Dengue (DBD). Berdasarkan criteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah

Page 20: Demam Berdarah Dengue

ini dipenuhi :a)        Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.b)        Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :  Uji bendung positif  Petekie, ekimosis, atau purpura  Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdrahan gusi), atau perdarahan dari tempat lain.  Hematemesis atau melana.c)        Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000 ul)d)       Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut :  Peningkatan hematokrit > 20%  Penurunan hematokrit > 20%  Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.

2.1.8.   Epidemiologi penykit DBDTimbulnya suatu penyakit dapat diterangkan melalui konsep segitiga epidemiologik, yaitu adanya agen (agent), host dan lingkungan (environment)1.      Agent (virus dengue)Agen penyebab penyakit DBD berupa virus dengue dari Genus Flavivirus (Arbovirus Grup B) salah satu Genus Familia Togaviradae. Dikenal ada empat serotipe virus dengue yaitu Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4.Virus dengue ini memiliki masa inkubasi yang tidak terlalu lama yaitu antara 3-7 hari, virus akan terdapat di dalam tubuh manusia. Dalam masa tesebut penderita merupakan sumber penular penyakit DBD.2.      Host                         Host adalah manusia yang peka terhadap infeksi virus dengue. Beberapa faktor yang mempengaruhi manusia adalah :a.       Umur       Umur adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi virus dengue. Semua golongan umur

Page 21: Demam Berdarah Dengue

dapat terserang virus dengue, meskipun baru berumur beberapa hari setelah lahir. Saat pertama kali terjadi epidemi dengue di Gorontalo kebanyakan anak-anak berumur 1-5 tahun. Di Indonesia, Filipina dan Malaysia pada awal tahun terjadi epidemi DBD penyakit yang disebabkan oleh virus dengue tersebut menyerang terutama pada anak-anak berumur antara 5-9 tahun, dan selama tahun 1968-1973 kurang lebih 95% kasus DBD menyerang anak-anak di bawah 15 tahun.b.      Jenis kelamin       Sejauh ini tidak ditemukan perbedaan kerentanan terhadap serangan DBD dikaitkan dengan perbedaan jenis kelamin (gender).  Di Philippines dilaporkan bahwa rasio antar jenis kelamin adalah 1:1. Di Thailand tidak ditemukan perbedaan kerentanan terhadap serangan DBD antara laki-laki dan perempuan, Singapura menyatakan bahwa insiden DBD pada anak laki-laki lebih besar dari pada anak perempuan.c.      Nutrisi       Teori nutrisi mempengaruhi derajat berat ringan penyakit dan ada hubungannya dengan teori imunologi, bahwa pada gizi yang baik mempengaruhi peningkatan antibodi apabila gizi yang buruk mempengaruhi penurunan antibodi dan karena ada reaksi antigen pada tubuh maka terjadi infeksi virus dengue yang berat.d.     Populasi       Kepadatan penduduk yang tinggi akan mempermudah terjadinya infeksi virus dengue, karena daerah yang berpenduduk padat akan meningkatkan jumlah insiden kasus DBD tersebut.e.      Mobilitas penduduk       Mobilitas penduduk memegang peranan penting pada transmisi penularan infeksi virus dengue. Salah satu faktor yang mempengaruhi penyebaran epidemi dari Queensland ke New South Wales pada tahun 1942 adalah perpindahan personil militer an angkatan udara, karena jalur transportasi yang dilewati merupakan jalur penyebaran virus dengue (Sutaryo, 2005).3.      Lingkungan (environment)             Lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit

Page 22: Demam Berdarah Dengue

dengue adalah:a.       Letak geografis        Penyakit akibat infeksi virus dengue ditemukan tersebar luas di berbagai negara terutama di negara tropik dan subtropik yang terletak antara 30° Lintang Utara dan 40° Lintang Selatan seperti Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Caribbean dengan tingkat kejadian sekitar 50-100 juta kasus setiap tahunnya (Djunaedi, 2006).        Infeksi virus dengue di Indonesia telah ada sejak abad ke-18 seperti yang dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Pada saat itu virus dengue menimbulkan penyakit yang disebut penyakit demam lima hari (viffdaagsekoorts) kadang-kadang disebut demam sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang terjadi menghilang dalam lima hari, disertai nyeri otot, nyeri pada sendi dan nyeri kepala. Sehingga sampai saat ini penyakit tersebut masih merupakan problem kesehatan masyarakat dan dapat muncul secara endemik maupun epidemik yang menyebar dari suatu daerah ke daerah lain atau dari suatu negara ke negara lain (Hadinegoro dan Sutari, 2002).

b.      Musim       Negara dengan 4 musim, epidemi DBD berlangsung pada musim panas, meskipun ditemukan kasus DBD sporadis pada musim dingin. Di Asia Tenggara epidemi DBD terjadi pada musim hujan, seperti di Indonesia, Thailand, Malaysia dan Philippines epidemi DBD terjadi beberapa minggu setelah musim ujan.       Periode epidemi yang terutama berlangsung selama musim hujan dan erat kaitannya dengan kelembaban pada musim hujan. Hal tersebut menyebabkan peningkatan aktivitas vektor dalam menggigit karena didukung oleh lingkungan yang baik untuk masa inkubasi.2.1.9.   PenatalaksanaanPenatalaksanaan penderita dengan DBD adalah sebagai berikut :a)        Tirah baring atau istirahat baring.

Page 23: Demam Berdarah Dengue

b)        Diet makan lunak.c)        Minum banyak (2 – 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DBD.d)       Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan yang paling sering digunakan.e)        Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.f)         Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.g)        Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen.h)        Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.i)          Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.j)          Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.k)        Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam.            Pada kasus dengan renjatan pasien dirawat di perawatan intensif dan segera dipasang infus sebagai pengganti cairan yang hilang dan bila tidak tampak perbaikan diberikan plasma atau plasma ekspander atau dekstran sebanyak 20 – 30 ml/kg BB. Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan 12 – 48 jam setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup besar, tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam.            Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat. Indikasi pemberian transfusi pada penderita DBD yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara klinis dan abdomen yang makin tegang dengan penurunan Hb yang mencolok.             Pada DBD tanpa renjatan hanya diberi banyak minum yaitu 1½-2 liter dalam 24 jam. Cara pemberian sedikit demi sedikit dengan melibatkan orang tua. Infus diberikan pada pasien DBD tanpa renjatan apabila :

Page 24: Demam Berdarah Dengue

a)        Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya dehidrasi.b)        Hematokrit yang cenderung mengikat.

2.1.10.   PencegahanPrinsip yang tepat dalam pencegahan DBD ialah sebagai berikut :a)        Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan melaksanakan pemberantasan vektor pada saat sedikit terdapatnya kasus DBD.b)        Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita viremia sembuh secara spontan.c)        Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran yaitu di sekolah, rumah sakit termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.d)       Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi penularan tinggi.Ada 2 macam pemberantasan vektor antara lain :1.        Menggunakan insektisida.Yang lazim digunakan dalam program pemberantasan demam berdarah dengue adalah malathion untuk membunuh nyamuk dewasa dan temephos (abate) untuk membunuh jentik (larvasida). Cara penggunaan malathion ialah dengan pengasapan atau pengabutan. Cara penggunaan temephos (abate) ialah dengan pasir abate ke dalam sarang-sarang nyamuk aedes yaitu bejana tempat penampungan air bersih, dosis yang digunakan ialah 1 ppm atau 1 gram abate SG 1 % per 10 liter air.2.        Tanpa insektisida Caranya adalah :a)         Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air minimal 1 x seminggu (perkembangan telur nyamuk lamanya 7 – 10 hari).b)        Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.c)         Membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas, botol pecah dan benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.

Page 25: Demam Berdarah Dengue

2.1.11.   Karakterakteristik DBD Pada Anak dan Faktor Penentunya1. Umur penderita : diukur dalam tahun, dalam catatan kartu

status 0,5 tahun atau lebih dibulatkan ke atas dan kurang dari 0,5 tahun dibulatkan ke bawah.

2. Derajat beratnya penyakit : yaitu tingkat berat ringannya penyakit yang diderita, diukur dengan gradasi yang ditetapkan WHO sebagai berikut:

a. Grade 1: ditandai dengan demam dan gejala umum yang tidak khas (muntah, sakit kepala, nyeri otot atau sendi), kecuali perdarahan yang dibuktikan dengan test tourniquet positif.

b. Grade 2: gejala pada grade 1 ditambah dengan perdarahan kulit spontan dan atau perdarahan lain.

c. Grade 3: adanya kegagalan peredaran darah yang ditandai dengan nadi cepat dan lembut, penyempitan tekanan nadi (20 mmHg) atau hipotensi yang disertai dengan kulit dingin berkeringat dan gelisah.

d. Grade 4: ditandai dengan syok berat di mana nadi tidak teraba dan tensi tidak terukur.

3. Jenis kelamin: laki-laki atau perempuan.

4. Status gizi, yaitu status gizi penderita saat menderita DBD dan dirawat di RSUD Dr. Soetomo. Diukur dengan kategori gizi lebih, gizi normal, dan gizi kurang, menggunakan buku rujukan WHO NCHS (US - National Center for Health Statistic). Di Indonesia yang populasinya relatif bergizi kurang, distribusi berat badan menurut umur untuk pengukuran status gizi ini menggunakan skor simpangan baku (SSB) dengan kriteria:

< - 2 SSB = gizi kurang2 SSB sampai + 2 SSB = gizi normal  > + 2 SSB = gizi lebihHasil Penelitian :   Karakteristik Penderita1.      Umur penderita berkisar antara 1 s.d. 14 tahun di

Page 26: Demam Berdarah Dengue

mana jumlah penderita yang banyak pada umur 4--8 tahun (antara 10,3% s.d. 12,4%), karena pada umur ini sudah tidak disusui ibunya lagi sehingga kekebalan/daya tahannya berkurang. Jadi, mereka rentan terhadap penyakit.2.      Dalam hal berat ringannya penyakit penderita, dinyatakan pada diagnosa terakhir saat mau pulang oleh dokter ruangannya sebagai berikut: 70 penderita (24,8%) DBD grade 1; 84 penderita (29,8%) DBD grade 2; 90 penderita (31,9%) DBD grade 3; dan 38 penderita (13,5%) DBD grade 4.3.       Jenis Kelamin Penderita Dari data yang ada, didapatkan 125 penderita laki-laki dan 157 perempuan, dengan keterangan dalam perawatannya 265 penderita sembuh dan 17 meninggal dunia.4.      Ditinjau dari status gizinya, penderita pada umumnya (99,3%) dengan status gizi normal ke bawah, yaitu 69,2% gizi normal dan 30,1% gizi kurang. Selebihnya hanya 0,7% saja dengan gizi baik. (Artikel Sarwanto, Puslitbang Pelayanan dan Teknologi Kesehatan, Surabaya).

BAB IIIKERANGKA KONSEP

3.1. Kerangka KonsepAdapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Karakteristik :1.      Umur2.      Jenis kelamin3.      Pendidikan4.      Pekerjaan5.      Berat badan6.      Tinggi badan7.      Suhu tubuh8.      Tekanan darah9.      HB

VARIABEL INDEPENDEN

Page 27: Demam Berdarah Dengue

                                                                                                                                                                           VARIABEL DEPENDEN

 

= Variabel yang diteliti

Keterangan :                       

3.2.       Definisi Operasional

NO

Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala

1 Dependen :Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD)

Seseorang yang terdiagnosis DBD, yaitu penyakit infeksi oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes, dengan ciri demam

Berdasarkan klasifikasi DBD

Hasil lab 1.Derajat I2.Derajat II3.Derajat III4.Derajat VI

Ordinal

Page 28: Demam Berdarah Dengue

tinggi mendadak disertai manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan renjatan (shock).

1. Indevenden :Usia

Usia Adalah lamanya hidup seseorang dihitung sejak lahir sampai sekarang

Wawancara

Kuesioner

1.(1-11 tahun)2. (12-17 tahun)3.(18-55tahun)4.( > 65tahun)

Ordinal

2. Jenis Kelamin

Pengelompokan manusia berdasarkan gender

Wawancara

Kuesioner

1. Laki-laki2. Perempuan

Nominal

3. Pendidikan

Merupakan taraf untuk mengukur tingkat pendidikan tertinggi yang sudah dilewati seseorang pada lembaga-lembaga pendidikan formal.

Wawancara

Kuesioner

1.Belum sekolah2.Tidak pernah sekolah / tidak lulus SD3.Lulus SD4.Lulus SMP5.Lulus SMA6.Akademi / Universitas

Ordinal

4. Pekerjaan

Kegiatan yang dilakukan baik dirumah

Wawancara

Kuesioner

1.      Tidak bekerja2.      IRT

Nominal

Page 29: Demam Berdarah Dengue

ataupun diluar rumah  dengan tujuan untuk menghasilkan uang ataupun barang untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari

3.      Swasta4.      PNS

5. Berat badan

Berat badan penderita dalam kg.

Diukur dalam kg

Timbangan

Dalam kg Rasio

6. Tinggi badan

Tinggi badan penderita dalam cm

Observasi Meteran Dalam cm Rasio

7. Suhu tubuh

Pernyataan tentang perbandingan (derajat) panas penderita

Observasi Termometer

Dalam oC Interval

8. Tekanan darah

Daya dorong kesemua arah pada seluruh permukaan yang tertutup pada dinding bagian dalam jantung dan pembuluh darah.

Observasi Tensimeter

Dalam mmHg

Rasio

9. HB Kadar Observasi Hasil lab Dalam g/dl Rasio

BAB IV

Page 30: Demam Berdarah Dengue

METODOLOGI PENELITIAN4.1.       Jenis PenelitianJenis penelitian yang digunakan adalah  penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional dimana variabel independen dan dependennya diobservasi pada saat yang sama. Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa kini. (Nursalam, 200).Penelitian deskriptif adalah menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala tau keadaan (Arikunto, 2005).4.2     Lokasi dan Waktu PenelitianLokasi penelitian adalah puskesmas Kayon Palangka Raya, waktu penelitian dilakukan selama 2 bulan dari tanggal 1 Mei -30 Juni 2010.4.3        Populasi dan Sampel4.3.1.  PopulasiPopulasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. (Hidayat, 2007).

Populasi penelitian ini adalah semua pasien yang menderita DBD yang berobat di Puskesmas Kayon Palangka Raya dalam kurun waktu 1 Januari 2010 sampai 30 Juni 2010.

Page 31: Demam Berdarah Dengue

Article

Hubungan Sosiodemografi dan Lingkungan Dengan Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2008

Awida Roose

Page 32: Demam Berdarah Dengue

o Source: OAI

ABSTRACT 08E00689 Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat, sebanyak 7 dari 12 Kecamatan yang ada di Kota Pekanbaru merupakan daerah endemis DBD, dari 7 kecamatan tersebut Kecamatan Bukit Raya merupakan Kecamatan dengan case fatality rate dari tahun 2005, 2006 dan 2007 berturut-turut 1,44%, 0,0% dan 3,5% melebihi indikator nasional (1,0%). Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan sosiodemografi (jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan mobilisasi dan lingkungan (jarak rumah, tata rumah, kelembaban, tempat penampungan air (TPA), TPA bukan untuk keperluan sehari-hari, TPA alami, keberadaan jentik dan tanaman hias/pekarangan) dengan kejadian DBD. Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan rancangan studi kasus kontrol berpadanan. Sampel terdiri dari 85 kasus dan 85 kontrol dipadankan menurut jenis kelamin, umur dan kondisi tempat tinggal. Metode analisis data meliputi analisis univariat, bivariat dengan Mc Nemar dan analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik ganda kondisional. Hasil analisis bivariat menunjukkan variabel yang berhubungan dengan kejadian DBD yaitu variabel pendidikan, pekerjaan, jarak rumah, TPA bukan untuk keperluan sehari-hari, TPA alami dan tanaman hias/pekarangan. Hasil analisis menunjukkan variabel yang tidak ada hubungan dengan kejadian DBD yaitu, tata rumah dan keberadaan jentik. Hasil analisis multivariat diketahui bahwa variabel yang paling dominan berhubungan dengan kejadian DBD adalah variabel mobilisasi. Disarankan meningkatkan sosialisasi agar mengupayakan diri terhindar dari gigitan nyamuk dengan menggunakan reppelent bila akan bepergian keluar Kecamatan Bukit Raya untuk bekerja, sekolah, dan lain-lain. Peningkatan program promosi tentang upaya pencegahan dan penanggulangan DBD kepada masyarakat secara intensif, meningkatkan gerakan masyarakat untuk melakukan kegiatan kerja bakti seminggu sekali dan meningkatkan kegiatan survei jentik.

Hubungan Sosiodemografi dan Lingkungan Dengan Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2008 - ResearchGate. Available from: http://www.researchgate.net/publication/42324564_Hubungan_Sosiodemografi_dan_Lingkungan_Dengan_Kejadian_Penyakit_Demam_Berdarah_Dengue_(DBD)_Di_Kecamatan_Bukit_Raya_Kota_Pekanbaru_Tahun_2008 [accessed May 12, 2015].