demam berdarah
Click here to load reader
-
Upload
arum-puspita -
Category
Documents
-
view
888 -
download
6
Transcript of demam berdarah
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue dan penyebarannya terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti
dan Aedes albopictus. DBD ditemukan di daerah tropik dan subtropik dan
mengenai 50-100 juta orang per tahun. Lebih dari dua per lima populasi dunia
tinggal di daerah yang berisiko tinggi infeksi DBD. Di seluruh dunia, di daerah
endemis, 50-100 juta kasus DHF terjadi setiap tahun dan selalu dalam bentuk
yang berat, (Suroso et al, 2000).
Demam Berdarah Dengue (DBD) telah menjadi masalah kesehatan bukan
hanya di Indonesia tetapi juga di negara lain di Asia Tenggara. Selama tiga
sampai lima tahun terakhir jumlah kasus DBD telah meningkat sehingga Asia
Tenggara menjadi wilayah hiperendemis, (Suroso et al, 2000).
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat
dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh
wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000
penduduk (1989 hingga 1995), dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar
biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas
DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999, (Suhendro,
2010).
Di Indonesia penyakit DBD masih merupakan masalah kesehatan karena
masih banyak daerah yang endemik. Daerah endemik DBD pada umumnya
merupakan sumber penyebaran penyakit ke wilayah lain. Data dari Departemen
Kesehatan RI melaporkan bahwa pada tahun 2004 selama bulan Januari dan
Februari, pada 25 provinsi tercatat 17.707 orang terkena DBD dengan angka
kematian 322 penderita.
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia. Di Propinsi Jawa Barat, jumlah penderita
DBD terus mengalami peningkatan, baik segi jumlah maupun daerah yang
terkena. Penyakit ini merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama karena
1
2
dapat menyerang semua umur dan menyebabkan kematian khususnya pada anak
dan kejadian luar biasa (wabah). Penyakit DBD merupakan penyakit menular
yang terutama menyerang anak-anak. Pada tahun 2010 di RSUD Cibinong
Kabupaten Bogor total penderita DBD mencapai 2390 orang, 902 diantaranya
diderita oleh anak usia dibawah usia 12 tahun.
Pada banyak negara, DF dan DHF terutama adalah penyakit primer pada
anak-anak, karena mereka merupakan segmen terbesar dari individu rentan dalam
populasi berisiko. Penyakit ini termasuk ke dalam sepuluh penyebab perawatan di
rumah sakit dan kematian pada anak-anak pada sedikitnya negara-negara tropis
Asia. Meskipun DHF dapat mempengaruhi orang pada semua usia dalam area
endemik dengue, kebanyakan kasus DHF terjadi pada anak-anak dengan usia
kurang dari 15 tahun, (Ngurah Subawa, Anak agung, 2007).
Sesuai dengan anjuran WHO, selama ini diagnosis infeksi dengue
ditegakkan berdasarkan gejala klinis (demam tinggi mendadak/ tanpa sebab yang
jelas, yang berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari disertai manifestasi
perdarahan atau setidaknya uji tourniquet positif dan/ atau trombositopenia, yang
jumlah trombositnya lebih rendah dari 100.000/µL, dan hemokonsentrasi). Dari
hasil pemeriksaan tersebut gejala-gejala DBD ini dapat diklasifikasikan menjadi
beberapa derajat, yaitu derajat I, II, III, dan IV yang nantinya akan membedakan
penatalaksanaan dari tiap-tiap derajat tersebut. Derajat III dan IV juga disebut
Sindroma Syok Dengue (SSD), (WHO,1997).
Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue biasa menyerang
anak-anak usia di bawah 15 tahun, dimana pada mereka ini menunjukkan pajanan
infeksi sekundernya. Demam Dengue yang berat, Demam Berdarah Dengue, dan
Sindrom Syok Dengue, terutama menyerang orang yang terinfeksi untuk kedua
kalinya oleh tipe virus yang berbeda, (Anonymous, 2005).
Kadar trombosit yang rendah/ trombositopenia merupakan kelainan
hematologis yang ditemukan pada sebagian besar kasus DBD. Nilai trombosit
mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada masa syok,
(IDAI, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Dewi, Rismala, Roland tahun 2006,
yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna dari trombositopenia
dan hepatomegali dalam memprediksi terjadinya syok.
3
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui karakteristik
demam berdarah pada anak, khususnya faktor umur dan kadar trombosit dengan
derajat beratnya demam berdarah.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk meneliti karakteristik
umur dan kadar trombosit, yang dikaitkan dengan derajat demam berdarah pada
anak. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Januari - Februari 2012.
Jenis penelitian yang digunakan adalah survei analitik dengan desain cross
sectional. Variabel independen yang dinilai adalah umur dan kadar trombosit.
Sedangkan variabel dependen adalah derajat DHF yang ditentukan melalui gejala
klinik dan laboratorium yang dilihat dalam data rekam medis.
1.3. Tujuan penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
- Mengetahui hubungan antara umur dan kadar trombosit dengan derajat
demam berdarah pada anak di RSUD Cibinong pada tahun 2010.
1.3.2. Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
- Mengetahui hubungan umur dengan derajat demam berdarah pada anak
di RSUD Cibinong pada tahun 2010.
- Mengetahui hubungan kadar trombosit dengan derajat demam
berdarah pada anak di RSUD Cibinong pada tahun 2010.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi Penulis
- Memperluas wawasan di bidang penelitian, anak, dan demam berdarah.
- Meningkatkan kemampuan dalam menerapkan statistik kedokteran ke
dalam penelitian.
1.4.2. Bagi Masyarakat
- Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai penambah wawasan pada
masyarakat agar lebih waspada jika ada anak dengan usia muda yang
4
menderita demam berdarah mengingat adanya risiko untuk berkembang
menjadi demam berdarah yang berat.
1.4.3. Bagi Tenaga Kesehatan
- Lebih waspada jika terdapat pasien anak dengan usia muda yang
menderita demam berdarah mengingat adanya risiko untuk berkembang
menjadi demam berdarah yang berat.
- Lebih waspada jika terdapat pasien anak dengan hasil pemeriksaan
laboratorium dengan kadar trombosit yang rendah, karena dapat dengan
cepat berkembang menjadi keadaan demam berdarah yang berat.
1.4.4. Bagi Peneliti Lain
- Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan untuk melakukan penelitian selanjutnya.
1.5. Penelitian Terkait yang Pernah Dilakukan
1. Jumlah penderita DHF menurut golongan umur di Rumah Sakit Dr.Cipto
Mangunkusumo Jakarta, tahun 1973 dan tahun 1975- 1978.
Umur (Tahun)1973 1975 – 1978
Jumlah % Jumlah %
< 1 - - 7 1,9
1 – 4 100 55,6 148 41,4
5 – 9 65 36,1 165 46,1
≥ 10 15 8,3 38 10,6
Jumlah 180 100,0 358 100,0
- Tahun 1973
Distribusi umur penderita digolongkan dalam golongan umur kurang dari
1 tahun, golongan 1-4 tahun, golongan 5-9 tahun, dan golongan umur 10 tahun
ke atas.
5
Dengan penggolongan umur seperti ini pada tahun 1973 didapatkan
proporsi tertinggi pada golongan umur 1-4 tahun sejumlah 100 orang, dengan
persentase 55,6%.
- Tahun 1975- 1978
Dengan penggolongan umur seperti ini pada tahun 1975- 1978 didapatkan
proporsi tertinggi pada golongan umur 5-9 tahun sebesar 165 orang dengan
persentase 46,1%.
Dalam tabel dapat dilihat bahwa penderita DHF selama tahun 1975-1978
adalah secara bermakna (p < 0,01) lebih tua dibandingkan dengan penderita pada
tahun 1973. Dengan pengujian perbedaan proporsi ternyata bahwa kelompok
penderita berumur 0-4 tahun pada tahun 1975-1978 adalah lebih sedikit
dibandingkan dengan mereka yang sakit pada tahun 1973, (dikutip dari Sumarmo,
2009).
2. Tabel : 1. Distribusi umur dan derajat penyakit DBD di RS Sumber Waras
(1995-1996)
Kelompok
Umur
Derajat DBDJumlah
I II III IV
< 5 tahun56
(31,5%)
66
(37,0%)
42
(23,6%)14 (7,9%) 178
5 – 10 tahun178
(32,9%)
241
(44,6%)
97
(17,9%)25 (4,6%) 541
>10 tahun65
(45,1%)
63
(43,8%)
14
(9,7%)2 (1,4%) 144
Jumlah299
(34,6%)
370
(42,9%)
153
(17,7%)41 (4,8%) 863
6
Tabel : 2. Distribusi umur penderita DBD di Rumah sakit di Jawa
Umur DBD I dan II DSS
˃ 2 tahun 7 (3,0%) 10 (5,3%)
3 – 5 tahun 64 (27,2%) 50 (26,6%)
6 – 8 tahun 71 (30,2%) 52 (27,6%)
9 – 11 tahun 69 (29,4%) 46 (24,5%)
˃ 12 tahun 24 (10,2%) 30 (16,0%)
Jumlah 235 188
Kelompok Umur
Dari tabel 1 terlihat bahwa golongan umur yang paling banyak ialah masa
sekolah umur 5-10 tahun. Keadaan ini sesuai dengan data yang diperoleh dari
peneliti lain dan penelitian multisenter seperti terlihat pada tabel 2, (Samsi,
1997). Data nasional menunjukkan dalam periode 30 tahunan ini terlihat adanya
pergeseran umur penderita ke kelompok umur lebih tua dan bertambahnya kasus
DBD pada orang dewasa, (Umar, 1997).
7
3. Hubungan antara derajat berat penyakit dan jumlah trombosit pada 141
orang penderita DHF golongan nonkonfirmasi
Derajat Berat
PenyakitJumlah
Jumlah kasus dengan trombosit ( per µl)
< 50.000 50.000–
100.000
100.000–
150.000
≥150.000
II 78 6 50 21 1
III 22 3 16 2 1
IV 41 8 30 2 1
Jumlah 141 17
(12,1%)
96
(68,1%)
25 (17,7
%)
3 (2,1 %)
Apabila seluruh penderita nonkonfirmasi dinilai, maka 17 di antara 141
orang penderita (12,1%) mempunyai jumlah trombosit kurang dari 50.000/µl, dan
113 di antara 141 orang penderita (80,2%) mempunyai jumlah trombosit lebih
rendah dari 100.000/µl, (Sumarmo, 2009).
Trombositopenia merupakan salah satu kriteria laboratorium non spesifik
untuk menegakkan diagnosis DBD yang ditetapkan oleh WHO. Hasil penelitian
Shah GS dkk tahun 2006 di Bangladesh menunjukkan, dari 100 penderita anak-
anak yang positif infeksi dengue, 52 (61,7%) menunjukkan trombositopenia pada
penderita DBD dan DSS (Dengue Syock Syndrome). Sedangkan penelitian Celia
C Carlos dkk pada tahun 2005, anak-anak yang menderita infeksi dengue
menunjukkan penurunan jumlah trombosit sekitar 113,8 ± 58 (x 103/µl) pada
group demam dengue dan 58,5 ± 84,1 (x 103/µl) pada group DBD.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1.1. Penyakit Demam Berdarah Dengue
II.1.1.1. Definisi Penyakit Demam Berdarah Dengue
Penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit yang ditandai dengan :
(1) Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus
selama 2-7 hari; (2) Manifestasi perdarahan (petekie, purpura, perdarahan
konjungtiva, epistaksis, ekimosis, perdarahan mukosa, perdarahan gusi,
hematemesis, melena, hematuri) termasuk uji Tourniquet (Rumple Leede) positif;
(3) Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/µl); (4) Hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit > 20%); dan (5) Disertai dengan atau tanpa pembesaran
hati (hepatomegali), (Depkes RI, 2005).
II.1.1.2. Etiologi Demam Berdarah
Virus dengue terklasifikasi sebagai bagian dari flaviviridae dengan 4
serotipe (Dengue-1, Dengue-2, Dengue-3, dan Dengue-4), termasuk dalam group
B Arthropod Borne Virus (Arbovirus). Ke-empat serotipe virus ini telah
ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Hasil penelitian di Indonesia
menunjukkan bahwa Dengue-3 sangat berkaitan dengan kasus DBD berat dan
merupakan serotipe yang paling luas distribusinya disusul oleh Dengue-2,
Dengue-1 dan Dengue-4, (Sumarmo, et al, 2009).
II.1.1.3. Penularan Virus Dengue
Seseorang yang di dalam darahnya mengandung virus dengue merupakan
sumber penular demam berdarah dengue (DBD). Virus dengue berada dalam
darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam.
Bila penderita DBD digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan
ikut terisap masuk ke dalam lambung nyamuk, selanjutnya virus akan
memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk di
dalam kelenjar liurnya. Kira-kira satu minggu setelah mengisap darah penderita,
8
9
nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi
ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya.
Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang telah mengisap virus dengue menjadi
penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali
nyamuk menusuk (menggigit), sebelum mengisap darah akan mengeluarkan air
liur melalui saluran alat tusuknya (proboscis), agar darah yang diisap tidak
membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang
lain.
II.1.1.4. Patogenesis
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih
diperdebatkan. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa
mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue
dan sindrom renjatan dengue.
Respons imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah :
a. Respons humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses
netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang
dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam
mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini
disebut antibody dependent enhancement (ADE);
b. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8) berperan dalam
respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T-helper yaitu TH1
akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2
memproduksi IL-4, IL-5, IL-6, IL-10;
c. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi
antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi
virus dan sekresi sitokin oleh makrofag;
d. Selain itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan
terbentuknya C3a dan C5a.
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous
infection yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang
10
virus dengue dengan tipe yang berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi amnestik
antibodi sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.
Kompleks imun tersebut akan melepaskan zat-zat yang merusak sel-sel
pembuluh darah, yang disebut sebagai proses autoimun. Proses tersebut
menyebabkan permeabilitas kapiler meningkat yang salah satunya ditunjukkan
dengan melebarnya pori-pori pembuluh darah kapiler. Hal tersebut akan
mengakibatkan bocornya sel-sel darah, antara lain trombosit dan eritrosit.
Akibatnya, tubuh akan mengalami perdarahan mulai dari bercak sampai
perdarahan hebat pada kulit, saluran pencernaan (muntah darah, buang air besar
berdarah), saluran pernapasan ( mimisan, batuk darah), dan organ vital (jantung,
hati, ginjal) yang sering mengakibatkan kematian.
Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan
peneliti lain, yang menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi
makrofag yang memfagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga
virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue
menyebabkan aktivasi T-helper dan T-sitotoksik sehingga diproduksi limfokin
dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga
disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-1, PAF (platelet
activating factor), IL-6 dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel
endotel dan terjadinya kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi
melalui aktivasi oleh kompleks virus-antibodi yang juga mengakibatkan
terjadinya kebocoran plasma, (Suhendro, et al. 2010).
11
Bagan 1. Patogenesis DBD
II.1.1.5. Tanda dan Gejala Penyakit
a. Demam
Penyakit ini didahului oleh demam tinggi yang mendadak, terus-menerus
berlangsung 2-7 hari. Panas dapat turun pada hari ke-3 yang kemudian naik lagi,
dan pada hari ke-6 atau ke-7 panas mendadak turun.
b. Tanda-tanda perdarahan
Perdarahan ini terjadi di semua organ. Bentuk perdarahan dapat hanya
berupa uji tourniquet (Rumplee Leede) positif atau dalam bentuk satu atau lebih
manifestasi perdarahan sebagai berikut : Petekie, Purpura, Ekimosis, Perdarahan
konjungtiva, Epistaksis, Perdarahan gusi, Hematemesis, Melena, dan hematuri.
Uji tourniquet positif sebagai tanda perdarahan ringan, dapat dinilai
sebagai presumptif test (dugaan keras) oleh karena itu uji tourniquet positif pada
hari - hari pertama demam terdapat pada sebagian besar penderita DBD.
c. Pembesaran hati (hepatomegali)
Sifat pembesaran hati :
12
- Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan
penyakit
- Pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit
- Nyeri tekan sering ditemukan tanpa disertai ikterus
d. Renjatan (syok)
Tanda- tanda renjatan :
- Kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari tangan
dan kaki
- Penderita menjadi gelisah
- Sianosis di sekitar mulut
- Nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba
- Tekanan nadi menurun, sistolik menurun sampai 80 mmHg atau
kurang.
Sebab renjatan : karena perdarahan, atau karena kebocoran plasma ke
daerah ekstra vaskuler melalui kapiler yang terganggu.
e. Trombositopeni
- Jumlah trombosit < 100.000/µl biasanya ditemukan diantara hari ke 3-7
sakit
- Pemeriksaan trombosit perlu diulang sampai dijumpai bahwa jumlah
trombosit dalam batas normal atau menurun.
- Pemeriksaan dilakukan pada saat pasien diduga menderita DBD, bila
normal maka diulang tiap hari sampai suhu turun.
f. Hemokonsentrasi ( peningkatan hematokrit)
Meningkatnya nilai hematokrit (Ht) menggambarkan hemokonsentrasi
yang selalu dijumpai pada DBD, ini merupakan indikator yang peka terhadap
terjadinya perembesan plasma, sehingga dilakukan pemeriksaan hematokrit secara
berkala. Pada umumnya penurunan trombosit mendahului peningkatan
hematokrit.
g. Gejala klinik lain
- Gejala klinik lain yang dapat menyerupai penderita DBD ialah nyeri otot,
anoreksia, lemah, mual, muntah, sakit perut, diare atau konstipasi, dan
kejang.
13
- Pada beberapa kasus terjadi hiperpireksia disertai kejang dan penurunan
kesadaran.
- Keluhan sakit perut yang hebat sering kali timbul mendahului perdarahan
gastrointestinal dan renjatan
(Depkes RI, 2005).
II.1.1.6. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka
demam dengue adalah melalui kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah
trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai
gambaran limfosit plasma biru.
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)
ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse
Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih
rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap
dengue berupa antibodi total, IgM maupun IgG. Parameter Laboratorium yang
dapat diperiksa, antara lain adalah :
Leukosit : dapat normal atau menurun.
Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relatif ( > 45% dari total leukosit)
disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit
yang pada fase syok akan meningkat.
Trombosit : umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8 akibat
depresi sumsum tulang.
Hematokrit : Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan
hematokrit > 20% dari hematokrit awal. Sering ditemukan mulai hari ke-3.
Hemostasis : Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau
FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan
darah.
2. Pemeriksaan Radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan
tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada
14
kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dilihat dalam posisi
lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan
efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG, (Depkes RI, 2005).
Pada DBD I dan II dengan posisi antero-posterior dideteksi efusi pleura
sebanyak 40,4% sedangkan dengan posisi lateral dekubitus kanan 64,8% dan pada
penderita DSS dengan posisi antero-posterior dideteksi efusi pleura sebanyak
55,9% sedangkan dengan lateral dekubitus kanan 68,6%, (Samsi et al, 1997).
3. Pencitraan ultrasonografis
Pencitraan USG pada anak lebih disukai dengan pertimbangan mudah dan
yang penting tidak menggunakan sistim peng-ion (sinar X) dan dapat diperiksa
sekaligus berbagai organ dalam perut. Adanya ascites dan cairan pleura pada
pemeriksaan USG sangat membantu dalam penatalaksanaan DBD. Pemeriksaan
USG dapat pula dipakai sebagai alat diagnostik bantu untuk meramalkan
kemungkinan penyakit yang lebih berat misalnya dengan melihat penebalan
dinding kandung empedu dan penebalan pankreas dimana tebalnya dinding kedua
organ tersebut berbeda bermakna pada DBD I-II dibanding DBD III-IV.
4. Uji Serologi
Manifestasi klinik DBD tidak selalu bersifat klasik/tipik sehingga
diperlukan pemeriksaan laboratorium yang spesifik.
- Tes Haemaglutinasi Inhibisi (HI)
Diagnosa pasti DBD ditegakkan dengan pemeriksaan Hemaglutinasi Inhibisi
(HI) akan tetapi diperlukan sampel darah ganda akut dan konvalesen.
- Tes Elisa IgM dan IgG
- IgM : terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3,
menghilang setelah 60-90 hari.
- IgG : pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi hari ke-14, pada infeksi
sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.
- Tes dengue blot
Dalam kasus yang meragukan sangat ideal bila tersedia tes yang dapat
memberikan hasil yang akurat dan cepat. Dewasa ini telah dipasarkan
pemeriksaan yang dikatakan sederhana, cepat dan sensitif yaitu tes Dengue Blot
baik untuk IgM ataupun untuk IgG. Namun demikian dalam penilaiannya harus
15
hati-hati karena adanya kemungkinan hasil negatif palsu dan positif palsu untuk
IgM maupun IgG terlebih di daerah endemis DBD, karena kadar IgM terutama
IgG masih tetap tinggi berbulan-bulan setelah infeksi dengue dan tes ini pun
kurang sensitif untuk infeksi primer.
- NS 1
Antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampai hari
ke delapan. Sensitivitas antigen NS1 berkisar 63% - 93,4% dengan spesifisitas
100% sama tingginya dengan spesifisitas gold standar kultur virus.
II.1.1.7. Diagnosis
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari),
timbul gejala prodromal yang tidak khas seperti : nyeri kepala, nyeri tulang
belakang dan perasaan lelah.
Bagan 2. Manifestasi dari Infeksi Virus Dengue
- Demam Dengue
Demam Dengue (DD) merupakan penyakit demam akut selama 2-7
hari, ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut :
Nyeri kepala
Nyeri retro-orbital
Mialgia/artralgia
Ruam kulit
16
Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung positif)
Leukopenia dan pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan
pasien DD/DBD yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang
sama.
- Demam Berdarah Dengue (DBD)
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila
semua hal dibawah ini dipenuhi, yaitu :
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya
bifasik.
2. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
Uji bendung positif
Petekie, ekimosis, atau purpura
Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau
perdarahan dari tempat lain
Hematemesis atau melena
3. Trombositopenia
4. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma)
sebagai berikut :
Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai dengan
umur dan jenis kelamin.
Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
Tanda kebocoran plasma, seperti : efusi pleura, asites,
hipoproteinemia, atau hiponatremia.
- Sindrom Syok Dengue (SSD); Sindroma Renjatan Dengue (SRJ)
Seluruh kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan
manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan nadi turun ( ≤ 20mmHg),
hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta
gelisah, (Depkes RI, 2005).
17
II.1.1.8. Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue
Untuk menentukan penatalaksanaan pasien infeksi virus dengue, perlu
diketahui klasifikasi derajat penyakit seperti tertera pada tabel 1.
Tabel 1. Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue
DD/DBD Derajat* Gejala Laboratorium
DD Demam disertai 2
atau lebih tanda:
sakit kepala, nyeri
retro-orbital,
mialgia, artralgia.
-Leukopenia
-Trombositopenia,
tidak ditemukan
bukti kebocoran
plasma
Serologi
dengue positif
DBD I Gejala di atas
ditambah uji
bendung positif
-Trombositopenia
(< 100.000/µl), bukti
ada kebocoran
plasma.
Hemostasis
bisa abnormal
DBD II Gejala di atas
ditambah perdarahan
spontan
-Trombositopenia
(< 100.000/µl), bukti
ada kebocoran
plasma.
Hemostasis
bisa abnormal
DBD III Gejala di atas
ditambah kegagalan
sirkulasi (kulit
dingin dan lembab
serta gelisah)
-Trombositopenia
(< 100.000/µl), bukti
ada kebocoran
plasma.
Hemostasis
bisa abnormal
DBD IV Syok berat disertai
dengan tekanan
darah dan nadi tidak
terukur
-Trombositopenia
(< 100.000/µl), bukti
ada kebocoran
plasma.
Hemostasis
bisa abnormal
*Derajat III dan IV juga disebut Sindroma Syok Dengue (SSD).
Sumber : Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue. WHO, 1997
18
II.1.1.9. Perjalanan Penyakit
Perjalanan penyakit DD/DBD sulit diramalkan. Pada umumnya pasien
mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selama 2-3
hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko
untuk terjadi DBD/SSD yang dapat berakibat fatal jika tidak mendapatkan
pengobatan yang adekuat. Apabila terjadi perdarahan dan syok, harus segera
diberikan pengobatan yang tepat. Dengan melakukan hal ini maka angka kematian
akan menurun, (WHO, 1999).
Bagan 3. Perjalanan Penyakit DBD/DD
II.1.1.10. Diagnosis Banding
a) Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri,
infeksi virus atau infeksi parasit seperti demam tifoid, campak, influenza,
hepatitis, demam chikungunya, leptospirosis, dan malaria. Adanya
trombositopeni yang jelas disertai hemokonsentrasi dapat membedakan antara
DBD dan penyakit lain.
b) Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit
infeksi, misalnya sepsis dan meningitis meningokokus.
Sepsis sejak semula pasien tampak sakit berat, demam naik turun dan
ditemukan tanda-tanda infeksi seperti bronchopneumonia, hepatitis,
nefritis dan lain-lain. Terdapat leukositosis disertai dominasi sel PMN .
19
Meningitis meningokokus terdapat gejala rangsangan meningeal dan
kelainan pada pemeriksaan serebrospinal.
c) Idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP)
Pada fase penyembuhan DBD jumlah trombosit lebih cepat kembali normal
daripada ITP.
d) Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia stadium lanjut dan anemia
aplastik stadium lanjut.
Leukemia demam tidak teratur, kelenjar- kelenjar limfa dapat teraba,
dan pasien sangat anemis. Pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang
akan memperjelas diagnosis leukemia.
Anemia aplastik penderita sangat anemik, demam timbul karena infeksi
sekunder. Pada pemeriksaan darah ditemukan pansitopenia (leukosit,
eritrosit, dan trombosit berkurang).
(Depkes RI, 2005)
II.1.1.11. Penatalaksanaan DBD pada anak
Perjalanan penyakit DBD terbagi atas 3 fase :
1. Fase demam yang berlangsung selama 2-7 hari.
2. Fase kritis/ bocornya plasma yang berlangsung umumnya hanya 24-48
jam.
3. Fase penyembuhan (2-7 hari).
Berdasarkan perjalanan penyakit tersebut maka tatalaksana kasus DBD
secara umum dapat dibagi atas 3 fase tadi :
1. Fase demam
- Terapi simtomatik dan suportif
a. Parasetamol 10 mg/kg/dosis setiap 4-6 jam , kompres hangat diberikan
apabila pasien masih tetap panas.
b. Terapi suportif yang dapat diberikan antara lain larutan oralit, jus buah atau
susu dan lain-lain.
- Apabila pasien memperlihatkan tanda dehidrasi dan muntah hebat, berikan
cairan sesuai kebutuhan dan apabila perlu, berikan cairan intravena.
20
- Semua pasien tersangka dengue harus diawasi dengan ketat setiap hari sejak
hari sakit ke-3.
Pemantauan
1. Pemeriksaan fisik :
- Tanda vital
Waspadai gejala syok
- Perabaan hati
Hati yang membesar dan lunak merupakan indikasi mendekati fase
kritis, pasien harus diawasi ketat dan dirawat di rumah sakit.
2. Pemeriksaan laboratorium :
- Darah tepi
Leukopenia < 5000 sel/µl dan limfositosis relatif, peningkatan limfosit
atipikal (mengindikasikan dalam waktu 24 jam pasien akan bebas
demam serta memasuki fase kritis).
Trombositopenia mengindikasikan pasien memasuki fase kritis dan
memerlukan pengawasan ketat di Rumah Sakit.
Peningkatan nilai Ht 10-20% mengindikasikan pasien memasuki fase
kritis dan memerlukan terapi cairan intravena apabila pasien tidak dapat
minum oral. Pasien harus dirawat dan diberi cairan sesuai kebutuhan.
Penurunan Ht merupakan tanda-tanda perdarahan.
2. Fase kritis (berlangsung 24-48 jam)
Dimulai sekitar hari ke-3 sampai dengan hari ke-5 perjalanan penyakit.
Umumnya pada fase ini pasien tidak dapat makan dan minum oleh karena
anoreksia dan atau muntah.
a. Tatalaksana Umum
Rawat di bangsal khusus atau sudut tersendiri sehingga pasien mudah
diawasi. Catat tanda vital, asupan dan keluaran cairan dalam lembar khusus.
Berikan oksigen pada kasus dengan syok.
Hentikan perdarahan dengan tindakan yang tepat.
Hindari tindakan prosedur yang tidak perlu, seperti pemasangan pipa
nasogastrik pada perdarahan saluran cerna.
21
b. Tatalaksana cairan
Indikasi pemberian cairan intravena :
Trombositopenia, peningkatan Ht 10-20%, pasien tidak dapat makan dan
minum melalui oral.
Syok
Jenis cairan pilihan :
Kristaloid (jenis cairan pilihan diantaranya : ringer laktat dan ringer asetat
terutama pada fase syok)
Koloid (diindikasikan pada keadaan syok berulang atau syok
berkepanjangan)
Jumlah cairan :
Selama fase kritis pasien harus menerima sejumlah cairan rumatan
ditambah defisit 5-8% atau setara dehidrasi sedang.
Pada pasien dengan berat badan (BB) lebih dari 40 kg, total cairan
intravena setara dengan 2 kali rumatan.
Pada pasien obesitas, perhitungkan cairan intravena berdasar atas BB
ideal.
c. Pemantauan Syok
Setelah resusitasi awal, pantau pasien 1 sampai 2 jam. Apabila tetesan tidak
dapat dikurangi menjadi <10ml/kg/jam, oleh karena tanda nadi tidak stabil
(tekanan nadi sempit, cepat dan lemah), ulangi pemeriksaan Ht.
Apabila ada kenaikan Ht, ganti cairan dengan koloid dengan tetesan
10ml/kg/jam, siapkan darah dan nilai kembali pasien untuk kemungkinan
pemberian transfusi darah apabila diperlukan.
Pada pasien dengan syok
Apabila nilai Ht awal rendah, pikirkan kemungkinan perdarahan interna
dan pantau nilai Ht lebih sering, apabila ada indikasi berikan transfusi
darah.
Koreksi gangguan metabolit dan elektrolit, seperti hipoglikemia,
hiponatremia, hipokalsemia, dan asidosis.
22
Setelah 6 jam, apabila Ht menurun, meski telah diberikan sejumlah besar
cairan pengganti, tetesan tidak dapat diturunkan sampai < 10ml/kg/jam,
maka pertimbangkan untuk pemberian transfusi darah segera.
3. Fase penyembuhan
Secara umum, sebagian besar pasien DBD akan sembuh tanpa komplikasi
dalam waktu 24-48 jam setelah syok. Indikasi pasien masuk ke dalam fase
penyembuhan adalah :
o Keadaan umum membaik
o Meningkatnya selera makan
o Tanda vital stabil
o Ht stabil dan menurun sampai 35-40%
o Diuresis cukup
o Dapat ditemukan confluent petechial rash (30%)
o Sinus bradikardi
Cairan intravena harus dihentikan segera apabila memasuki fase ini.
Apabila nafsu makan tidak meningkat dan perut terlihat kembung dengan atau
tanpa penurunan atau menghilangnya bising usus, kadar kalium harus diperiksa
oleh karena sering terjadi fase hipokalemia pada fase ini (fase diuresis). Buah-
buahan atau jus buah atau larutan oralit dapat diberikan untuk menanggulangi
gangguan elektrolit ini, (Depkes RI, 2005).
II.1.1.12. Komplikasi
Perawatan sangat hati-hati harus dilakukan untuk mencegah komplikasi
iatrogenik dalam pengobatan DHF/DSS, untuk mengenalinya dengan cepat bila
terjadi dan untuk tidak keliru terhadap komplikasi iatrogenik yang dapat dicegah
dan diatasi dengan temuan DHF/DSS normal. Komplikasi ini termasuk sepsis,
pneumonia, infeksi luka, dan hidrasi berlebihan. Penggunaan jalur intravena
terkontaminasi dapat mengakibatkan sepsis gram-negatif. Hidrasi berlebihan
dapat menyebabkan gagal jantung atau pernafasan, yang mungkin dianggap keliru
dengan syok, (WHO, 1999).
II.1.1.13. Prognosis
23
Prognosis DBD sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk keadaan
umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dan tidak tertolong.
Sebaliknya, pasien yang keadaan umumnya sangat buruk, dengan pengobatan
yang adekuat dapat tertolong. Prognosis penyakit tergantung pada diagnosis pasti
sedini mungkin dan pengawasan pasien terhadap tanda-tanda awal yang mungkin
menunjukan akan timbulnya renjatan, (WHO, 1999).
Angka kematian demam dengue bervariasi mulai dari kurang dari 1%
untuk demam dengue dengan gejala klasik sampai sebesar 44% pada demam
berdarah dengue. (Jelinek, 2000).
II.1.1.14. Program Pencegahan DBD
Hingga saat ini pemberantasan nyamuk Aedes aegypti merupakan cara
yang utama untuk memberantas DBD, karena vaksin untuk mencegah dan obat
untuk membasmi virusnya belum tersedia. Cara pemberantasan yang dilakukan
adalah terhadap nyamuk dewasa atau jentiknya.
Berikut ini adalah cara-cara untuk memberantas baik nyamuk maupun
jentiknya :
- Penyemprotan
Pemberantasan terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan cara
penyemprotan (pengasapan/pengabutan = fogging) dengan insektisida .
- Pemberantasan Jentik
Pemberantasan terhadap jentik Aedes aegypti yang dikenal dengan
istilah Pemberantasan sarang Nyamuk Demam berdarah Dengue ( PSN DBD)
dilakukan dengan cara :
1. Fisik
PSN DBD dilakukan dengan cara 3M, yaitu :
1. Menguras tempat-tempat penampungan air sekurang-kurangnya
seminggu sekali.
2. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air.
3. Menguburkan, mengumpulkan, memanfaatkan atau menyingkirkan
barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan seperti kaleng
bekas, plastik bekas, dan lain-lain.
24
Pada saat ini dikenal pula istilah ‘3M’ plus, yaitu kegiatan 3M yang
diperluas.
2. Kimia
Cara memberantas jentik Aedes aegypti dengan menggunakan
insektisida pembasmi jentik (larvasida) ini antara lain dikenal dengan istilah
larvasidasi. Larvasida yang biasa digunakan antara lain adalah temephos.
3. Biologi
Misalnya memelihara ikan pemakan jentik (ikan kepala timah, ikan
gupi, ikan cupang/tampalo dan lain- lain). Dapat juga digunakan Bacillus
thuringlensis var, Israeliensis (Bti).
II.1.2. Trombosit II.1.2.1. Pembentukan Trombosit
Platelet (disebut juga trombosit) berbentuk cakram kecil dengan diameter
1-4 mikrometer. Trombosit dibentuk di sumsum tulang dari megakariosit,
(Guyton, 2008).
Trombosit dihasilkan dalam sumsum tulang melalui fragmentasi
sitoplasma megakariosit. Trombopoietin adalah pengatur utama produksi
trombosit dan dihasilkan oleh hati dan ginjal. Trombopoietin meningkatkan
jumlah dan kecepatan maturasi megakariosit. Jumlah trombosit normal adalah
sekitar 250 x 109 /l (rentang 150-400 x 109 /l ), (Hoffbrand, A.V., 2005).
Jadi, trombosit merupakan struktur yang aktif. Waktu paruh hidupnya
dalam darah ialah 8-12 hari, jadi setelah beberapa minggu proses fungsionalnya
berakhir. Trombosit itu kemudian diambil dari sirkulasi, terutama oleh sistem
makrofag jaringan. Lebih dari separuh trombosit diambil oleh makrofag dalam
limpa, pada waktu darah melewati kisi-kisi trabekula yang rapat, (Guyton, 2008).
II.1.2.2. Trombositopenia
Trombositopenia adalah defisiensi trombosit atau hitung trombosit yang
rendah (trombosit di bawah 100.000/µl), (Kee Joyce Lefever, 2008).
Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada sebagian
besar kasus DBD. Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan
25
mencapai nilai terendah pada masa syok. Jumlah trombosit secara cepat
meningkat pada masa konvalesens dan nilai normalnya biasanya tercapai 7-10
hari sejak permulaan sakit.
Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit
muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit diduga akibat
meningkatnya destruksi trombosit. Dugaan mekanisme lain trombositopenia
adalah depresi fungsi megakariosit. Penyelidikan dengan radioisotop
membuktikan bahwa penghancuran trombosit terjadi dalam sistem
retikuloendotel, limpa, dan hati. Penyebab peningkatan destruksi trombosit tidak
diketahui, namun beberapa faktor dapat menjadi penyebab yaitu, virus dengue,
komponen aktif sistem komplemen, kerusakan sel endotel dan aktivasi sistem
pembekuan darah secara bersamaan atau secara terpisah.
Lebih lanjut fungsi trombosit pada DBD terbukti menurun mungkin
disebabkan proses imunologis terbukti ditemui kompleks imun dalam peredaran
darah. Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit dianggap sebagai
penyebab utama terjadinya perdarahan pada DBD, (Sumarmo, et al, 2008).
II.1.3. Hubungan Umur dengan Derajat DBD
Demam berdarah dengue dan Sindrom Syok Dengue biasa menyerang
anak-anak usia kurang dari 15 tahun yang menunjukkan pajanan infeksi
sekundernya. Bentuk demam dengue yang berat, demam berdarah dengue, dan
sindrom syok dengue, terutama menyerang orang yang terinfeksi untuk kedua
kalinya oleh tipe virus yang berbeda. Episode pertama infeksi dengue
menyebabkan tubuh memproduksi antibodi khusus untuk tipe virus dengue
tersebut, sebagai contoh DEN-1. Jika infeksi kembali terjadi dengan tipe virus
yang berbeda, sebagai contoh DEN-3, antibodi tidak dapat menetralisir virus
dengue dengan tipe yang baru tersebut dan faktanya dapat menyebabkan sistem
imun bereaksi berlebihan, yang akan menghasilkan bentuk berat dari penyakit ini,
(Anonymous, 2005).
Hal ini sesuai dengan teori infeksi sekunder yang menyebutkan bahwa
apabila seseorang mendapatkan infeksi primer dengan satu jenis virus, akan
terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis virus tersebut untuk
26
jangka waktu yang lama. Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan sebagai
berikut : Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue, akan
mempunyai antibodi yang dapat menetralisasi yang sama (homologous). Tetapi
jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang
lain, maka terjadi infeksi yang berat. Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian
berikut : Pada infeksi selanjutnya, antibody heterologous yang telah terbentuk dari
infeksi primer akan membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari
serotipe berbeda; namun tidak dapat dinetralisasi virus baru bahkan membentuk
kompleks yang infeksius, (Soegijanto, Soegeng).
Pada anak umur dibawah 2 tahun, yang lahir dari ibu dengan riwayat
pernah terinfeksi virus DEN, dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka
dalam tubuh anak tersebut telah terjadi “Non Neutralizing Antibodies” akibat
adanya infeksi yang persisten, sehingga infeksi baru pertama kali sudah terjadi
proses “Enhancing” yang akan memacu makrofag sehingga mudah terinfeksi dan
teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1, IL-6, dan TNF alpha juga PAF. Dimana
bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding
pembuluh darah dan sistem hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran
plasma dan perdarahan, (Sowandoyo, 1998).
II.1.4. Hubungan Kadar Trombosit dengan Derajat DBD
Trombositopenia merupakan salah satu kriteria laboratorium non spesifik
untuk menegakkan diagnosis DBD yang ditetapkan oleh WHO. Hasil penelitian
Shah GS dkk tahun 2006 di Bangladesh, menunjukkan dari 100 penderita anak-
anak yang positif infeksi dengue, 52 (61,7%) menunjukkan trombositopenia pada
penderita DBD dan DSS (Dengue Syock Syndrome). Sedangkan penelitian Celia
C Carlos dkk pada tahun 2005, anak-anak yang menderita infeksi dengue
menunjukkan penurunan jumlah trombosit sekitar 113,8 ± 58 (x 103/µl) pada
group demam dengue dan 58,5 ± 84,1 (x 103/µl) pada group DBD.
Pada penelitian yang pernah dilakukan di RSUP Sarjito Yogyakarta tahun
1996 yaitu terdapat 66,2% pasien dengan trombosit ≤ 100.000/µl. Melihat dari
hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa banyak pasien demam berdarah
dengan trombosit ≤ 100.000/µl. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
27
sebelumnya dilakukan oleh Dewi, Rismala, Roland tahun 2006, yang menemukan
hubungan yang bermakna dari trombositopenia dan hepatomegali dalam
memprediksi terjadinya syok.
II.2. KERANGKA TEORI
Ket : : Variabel terkait
: Variabel Penelitian
Bagan 4 : Kerangka Teori Penelitian
Faktor Internal (Host)
Genetik
Umur
Daya Tahan Tubuh
Kebiasaan
Ras
Jenis Kelamin
AgentFaktor Eksternal (Environment)
Manusia yang terinfeksi
Manifestasi Klinis
Klasifikasi Derajat DHF :Derajat IDerajat II
Derajat III
Derajat IV
Virus dengue
Lingkungan
Biologi
Fisik
Sosial Ekonomi
Kadar Trombosit
28
II.3. KERANGKA KONSEP
Keterangan :
- Variabel Dependen : Derajat DHF
- Variabel Independen : Umur, Kadar Trombosit
Bagan 5 : Kerangka Konsep Penelitian
Umur
Kadar trombosit
Variabel Independen Variabel Dependen
Derajat DHF
29
II.4. HIPOTESIS
1. Terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan derajat DHF pada
anak di RSUD Cibinong pada tahun 2010.
2. Terdapat hubungan yang bermakna antara kadar trombosit dengan derajat
DHF pada anak di RSUD Cibinong pada tahun 2010.
30
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survei analitik dengan
desain penelitian cross-sectional, yang bertujuan untuk memberikan gambaran
hubungan umur dan kadar trombosit dengan derajat demam berdarah pada anak di
RSUD Cibinong pada tahun 2010.
Dimana menurut Soekidjo, penelitian survei adalah suatu penelitian yang
dilakukan tanpa melakukan intervensi terhadap subjek penelitian (masyarakat),
sehingga sering disebut penelitian noneksperimen, (Notoatmodjo, 2010).
III.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di RSUD Cibinong, dan rentang waktu penelitian
pada bulan Januari - Februari 2012.
III.3. Jenis Data
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang
berasal dari data rekam medis Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong, Kabupaten
Bogor, yang telah disesuaikan dengan kriteria inklusi pada penelitian ini.
III.4. Variabel Penelitian
III.4.1. Variabel independent (bebas)
Variabel independent pada penelitian ini ialah :
1) Umur pasien penderita demam berdarah anak di RSUD Cibinong
tahun 2010.
2) Kadar trombosit pasien penderita demam berdarah anak di RSUD
Cibinong tahun 2010.
31
III.4.2.Variabel dependent (terikat)
Variabel dependent pada penelitian ini ialah derajat DBD pada anak yang
dirawat di RSUD Cibinong pada tahun 2010.
III.5. Subjek Penelitian
III.5.1. Populasi Target
Populasi target pada penelitian ini adalah pasien anak yang
didiagnosis demam berdarah yang mendapat pelayanan di RSUD Cibinong
pada tahun 2010.
III.5.2. Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah penderita DBD anak
yang berusia 0-12 tahun yang mendapat pelayanan rawat inap di RSUD
Cibinong pada tahun 2010.
III.6. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi untuk sampel ini yaitu :
1) Pasien yang didiagnosa DHF yang ditegakkan berdasarkan kriteria
diagnosis menurut WHO, yang terdiri dari kriteria klinis dan
laboratorium.
Kriteria Klinis :
Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung
terus menerus selama 2-7 hari
Terdapat manifestasi perdarahan, sekurang-kurangnya uji
Tourniquet (Rumple Leede) positif
Pembesaran hati
Syok
Kriteria Laboratorium :
Trombositopenia ( trombosit < 100.000/µl)
Hemokonsentrasi (hematokrit > 20 vol %)
30
32
Dua kriteria klinis pertama ditambah satu dari kriteria laboratorium
(atau hanya peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan diagnosis
kerja DBD, (WHO, 2009).
2) Pasien DBD dengan uji serologi IgM dan/ atau IgM (+)
3) Penderita DBD anak usia 0-12 tahun yang menjalani rawat inap di
RSUD Cibinong pada tahun 2010
III.7. Teknik Sampling
Pada penelitian ini peneliti menggunakan teknik probability sampling atau
sering disebut random sample (sampel acak), yaitu setiap anggota populasi
memiliki known probability untuk terpilih menjadi sampel dan setiap sampel
diambil secara acak.
III.8. Desain Penelitian
Rancangan penelitian pada penelitian ini adalah jenis rancangan survei
cross sectional. Survey cross sectional ialah suatu penelitian untuk mempelajari
dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan cara
pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point
time approach). Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan
pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat
pemeriksaan, (Notoatmodjo, 2010).
33
III. 9. Definisi Operasional
Tabel 2 Definisi Operasional Penelitian
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala
ukur
Hasil
1.Umur Usia pasien dihitung dari
tanggal lahir yang tertulis
dalam rekam medis
sampai waktu
pengambilan data dalam
ukuran tahun.
Dihitung sejak
tanggal lahir
pasien sampai
tanggal masuk
ke Rumah
Sakit
Ordinal 1.Kelompok 1
(< 5 tahun)
2. Kelompok 2
(5-10 tahun)
3. Kelompok 3
( > 10 tahun)
(RS. Sumber Waras, 1996)
2.Kadar
Trombosit
Komponen sel darah yang
dihasilkan oleh jaringan
hemopoietik, dan
berfungsi utama dalam
proses pembekuan darah,
(Sutedjo, 2009).
Dilihat dari
hasil
pemeriksaan
laboratorium
yang tercatat
pada rekam
medis.
Ordinal 1.Kelompok I
(< 50.000/µl)
2.Kelompok II
(50.000 - < 100.000/µl)
(Taufik, Ahmad, et al,
2007)
3.Derajat
DHF
Pengklasifikasian tingkat
beratnya DBD
berdasarkan hasil
pemeriksaan yang
bertujuan untuk
menentukan
Berdasarkan
kriteria klinis
dan
laboratorium
yang dilihat
dari rekam
Ordinal 1.DHF grade I
2.DHF grade II
3.DSS
(WHO, 1999)
34
penatalaksanaan pasien
infeksi virus dengue ,
(Depkes RI, 2005).
medis.
III.10. Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder, pada pasien
yang mendapat diagnosis demam berdarah yang mendapat pelayanan rawat inap
di RSUD Cibinong pada tahun 2010, data berasal dari rekam medis yang berisi,
antara lain :
- Umur
- Kadar trombosit, yang terdapat pada hasil pemeriksaan laboratorium pada hari
pertama rawat.
- Hasil anamnesis, hasil pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan hematologi (darah
lengkap) yang berguna untuk menentukan derajat DHF pada anak tersebut.
-
Bagan 6 : Alur Pengumpulan Data
Populasi penderita demam berdarah anak
dengan usia 0-12 tahun berjumlah 902 orang
Jumlah sampel Berdasarkan tabel Krejcie dengan
populasi 902 orang memerlukan sampel sebanyak
269 orang
Teknik sampling Sampel Acak Sederhana ( Simple
Random Sampling) yaitu setiap anggota atau unit dari
populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi
sebagai sampel, (Notoatmodjo, 2010).
35
Bagan 7 : Tabel Krejcie
36
III.11. Protokol Penelitian
Bagan 8 : Protokol Penelitian
Pra-Penelitian
Mengajukan surat ijin penelitian ke
instansi terkait, yaitu RSUD Cibinong
Saat Penelitian
Pengambilan data Rekam Medik :
*Penderita DBD anak usia 0-12 tahun yang tercatat
sebagai pasien rawat inap RSUD Cibinong tahun
2010
*Data tersebut mencakup :
Umur
Hasil pemeriksaan fisik & Laboratorium
untuk menentukan derajat DBD termasuk
kadar trombosit.
Pengolahan Data
Pengolahan data dengan program aplikasi statistik
37
III.12. Analisis Data
Adalah tahapan untuk mengolah data menjadi bentuk yang dapat
memberikan informasi yang mudah dimengerti dengan menggunakan metode
statistik , (Notoatmodjo, 2010).
Pengolahan data mencakup proses editing, coding, dan pemasukkan data
menggunakan program SPSS. Analisis data suatu penelitian, biasanya melalui
prosedur bertahap antara lain :
1. Analisis Univariat (Analisis Deskriptif)
Analisis ini dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Pada
umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari
tiap variabel. Data hasil penelitian dideskripsikan dalam bentuk tabel, grafik, dan
narasi untuk mengevaluasi besarnya proporsi masing-masing faktor yang
ditemukan pada sampel untuk masing-masing variabel yang diteliti. Analisis
univariat bermanfaat untuk melihat gambaran data yang dikumpulkan dan apakah
data optimal untuk di analisis lebih lanjut.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau berkorelasi. Dalam analisis bivariat ini dilakukan beberapa
tahap, antara lain :
a. Analisis proporsi atau persentase, dengan membandingkan distribusi silang
antara dua variabel yang bersangkutan.
b. Analisis dari uji hasil statistik dengan melihat dari hasil uji statistik ini akan
dapat disimpulkan adanya hubungan 2 variabel tersebut bermakna atau tidak
bermakna.
Dalam penelitian ini digunakan uji statistik alternative Chi-Square tabel B
x K, yaitu selain tabel 2 x 2 dan 2 x K, (Dahlan, M Sopiyudin. 2009).
Karena tidak terpenuhinya syarat uji Chi-Square, yaitu :
a. Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan (nilai E) kurang dari 5.
b. Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan (nilai E) kurang dari 5,
lebih dari 20 % jumlah sel.
38
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Gambaran Umum RSUD Cibinong Kabupaten Bogor
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong berdiri pada tahun 1982. Dengan
luas tanah 51.789 m2 . Pada tahun 2002 Rumah Sakit Cibinong lulus akreditasi
dengan status Akreditasi Penuh Tingkat Dasar melalui Keputusan Menteri
Kesehatan RI No.YM.00.03.2.2.669.
Peningkatan kelas Rumah Sakit Cibinong dari tipe C menjadi tipe B Non
Pendidikan terjadi pada tahun 2003 dan dikukuhkan dengan Kepmenkes RI
Nomor 1046/Menkes/SK/II/03 dan SK Bupati Bogor Nomor
445/77/Kpts/Huk/2004.
IV.1.1. Lokasi Rumah Sakit
Rumah Sakit Daerah Cibinong berada di pinggir jalan raya Kelurahan
tengah Kecamatan Cibinong berdekatan dengan kompleks Perkantoran Pusat
Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor di jalan KSR Dadi Kusmayadi No.27.
IV. 1.2. Visi, Misi, dan Motto
IV.1.2.1. Visi
Visi : Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong diandalkan dan dipercaya di
Jawa Barat
IV.1.2.2. Misi
Misi :
1. Meningkatkan performa rumah sakit
2. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia
3. Meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit
IV.1.2.3. Motto
Motto : Kesembuhan anda kebahagiaan kami
38
39
IV.2. Karakteristik Subyek Penelitian
Selama tahun 2010, telah dirawat sebanyak 902 pasien anak dengan
diagnosis DHF yang merupakan 37,7 % dari 2391 seluruh pasien DHF yang
dirawat. Kriteria pasien anak dalam penelitian ini adalah anak dengan usia 0-12
tahun. Untuk menentukan besar sampel yang dibutuhkan, peneliti menggunakan
tabel Krejcie dengan alasan jumlah populasi yang diketahui dari data di rumah
sakit. Berdasarkan tabel Krejcie dengan populasi penderita DHF anak sebanyak
902 orang, peneliti memerlukan sampel sebesar 269 orang.
Dua ratus enam puluh sembilan data rekam medik pasien DBD anak (usia
0-12 tahun) di RSUD Cibinong Kabupaten Bogor, sejak Januari 2010 hingga
Desember 2010, diperoleh pada penelitian ini. Karakteristik pasien dapat dinilai
dalam tabel 3 dan tabel 4.
Tabel 3. Karakteristik Pasien Rawat Inap DHF anak di RSUD Cibinong tahun 2010
Minimum Maksimum
Kadar Trombosit saat hari
pertama rawat inap
6.000/µl 99.000/µl
Derajat Klinis DHF grade I DSS
Usia 4 bln 11,11 thn
Jenis Kelamin Lk (131) Pr (138)
Lama Perawatan 2 10
Demam hari 2 4
Subyek penelitian terdiri dari 131 pasien laki- laki, dan 138 pasien
perempuan. Pasien datang rata-rata pada hari keempat demam, dan umumnya
dirawat paling cepat selama dua hari dan paling lama selama sepuluh hari. Usia
pada subyek penelitian yang termuda, yaitu usia 4 bulan, sedangkan paling tua
pada usia 11, 11 tahun.
40
Tabel 4. Hasil Analisis Deskriptif Karakteristik Subyek Penelitian
Usia :
< 5 tahun 66 (24,5%)
5 - 10 tahun 95 (35,3%)
> 10 tahun 108 (40,1%)
Kadar Trombosit (per µl) :
< 50.000 115 (42,7%)
50.000 - <100.000 154 (57,2%)
Derajat DHF
DHF grade I 105 (39%)
DHF grade II 135 (50,2%)
DSS 29 (10,8%)
IV.3. Deskripsi Hasil Penelitian
IV.3.1. Hasil Analisis Univariat Karakteristik Umur
Dari hasil pengolahan data dengan program aplikasi statistik, didapatkan
hasil bahwa persentase terbesar penderita DBD anak yaitu kelompok 3, yaitu
kelompok dengan usia > 10 tahun, dengan jumlah penderita 108 orang , dengan
persentase 40,1 %. Hal ini sesuai dengan data nasional dalam periode 30 tahunan
ini terlihat adanya pergeseran umur penderita ke kelompok umur lebih tua dan
bertambahnya kasus DBD pada orang dewasa, (Umar, 1997).
Tabel 5. Hasil Analisis Univariat Umur Pasien Penderita DBD
Umur PasienJumlah
(N)
Persen
(%)
< 5 tahun 66 24,5
5 – 10 tahun 95 35,3
> 10 tahun 108 40,1
Total 269 100
41
Selanjutnya di urutan kedua didapatkan kelompok 2, yaitu kelompok
dengan usia 5 – 10 tahun, dengan jumlah penderita 95 orang, dengan persentase
35,3 %. Dan pada urutan penderita DBD terendah ditempati oleh kelompok 1,
yaitu kelompok dengan usia < 5 tahun, dengan jumlah penderita 66 orang, dengan
persentase 24,5 %. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan di RS
Sumber Waras pada tahun 1995-1996, yang menyimpulkan bahwa golongan umur
yang paling banyak ialah masa sekolah umur 5-10 tahun.
Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan berbagai negara
bervariasi disebabkan beberapa faktor, antara lain status umur penduduk,
kepadatan vektor, tingkat penyebaran virus dengue, prevalensi serotipe virus
dengue dan kondisi meteorologis. Pada awal terjadinya wabah di sebuah negara,
pola distribusi umur memperlihatkan proporsi kasus terbanyak berasal dari
golongan anak berumur < 15 tahun (86-95%). Namun, pada wabah selanjutnya,
jumlah kasus golongan usia dewasa muda meningkat, (IDAI, 2008).
IV.3.2. Hasil Analisis Univariat Karakteristik Kadar Trombosit
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data kadar trombosit saat hari rawat
pertama untuk penderita demam berdarah pada anak di RSUD Cibinong ini,
didapatkan kadar trombosit sebagian besar penderita, yaitu sejumlah 154 orang
(57,2%) ada dalam rentang trombosit 50.000 - <100.000/µl, dan sisanya sebanyak
115 orang (42,7%) pasien berada pada rentang trombosit < 50.000/µl.
Tabel 6. Hasil Analisis Univariat Karakteristik Kadar Trombosit
Kadar Trombosit saat Hari
Pertama Rawat Inap (per µl)
Jumlah
(N)
Persen
(%)
< 50.000 115 42,7
50.000 - <100.000 154 57,2
Total 269 100
42
IV.3.3. Hasil Analisis Univariat Derajat DHF Anak
Dalam tabel terlihat bahwa dari 269 penderita DBD anak, didapatkan
dengan jumlah penderita DHF terbanyak, yaitu 135 orang anak, dengan persentase
50,2 % termasuk ke dalam DHF grade II. Sedangkan untuk jumlah terbanyak
kedua, yaitu penderita DHF grade I diderita oleh 105 orang, dengan persentase 39
%. Untuk urutan jumlah penderita anak terendah, yaitu DSS dalam kelompok ini
termasuk di dalamnya penderita DHF grade III dan grade IV, dengan jumlah
penderita 29 orang, dengan persentase 10,8 %.
Tabel 7. Hasil Analisis Univariat Derajat DHF
Derajat DBDJumlah
(N)
Persen
(%)
DHF grade I 105 39
DHF grade II 135 50,2
DSS 29 10,8
Total 269 100
43
IV.4. Analisis Hasil Penelitian
IV.4.1. Hasil Analisis Bivariat Umur dengan Derajat DHF Anak
Berdasarkan hasil uji analisis statistik Chi-Square didapatkan nilai
significancy 0,010. Nilai p < α (0,05) sehingga dapat disimpulkan tolak H0. Hal
tersebut menunjukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara umur
dengan derajat demam berdarah pada penderita DBD anak di RSUD Cibinong.
Tabel 8. Hasil Analisis Bivariat Umur dengan Derajat DHF Anak
Umur
Pasien
Derajat DHFTotal
PDHF grade I DHF grade II DSS
N % N % N % N %
< 5 thn 28 42,4 28 42,4 10 15,2 66 100
0,0105–10 thn 33 34,7 46 48,4 16 16,8 95 100
> 10 thn 44 40,7 61 56,5 3 2,8 108 100
Total 105 39,0 135 50,2 29 10,8 269 100
IV.4.2. Hasil Analisis Bivariat Kadar Trombosit Dengan Derajat DHF Anak
Dari hasil analisis statistik, didapatkan hasil uji analisis statistik Chi-
Square didapatkan nilai significancy 0,031. Nilai p < α (0,05) sehingga dapat
disimpulkan tolak H0. Hal tersebut menunjukan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara kadar trombosit saat hari rawat pertama dengan derajat demam
berdarah pada penderita DBD anak di RSUD Cibinong.
Tabel 2 x 3 ini layak untuk diuji dengan uji Chi-square karena tidak ada
nilai expected yang kurang dari 5 (Tabel 8).
44
Tabel 9. Hasil Bivariat Hubungan Kadar Trombosit dengan Derajat DHF
Kadar Trombosit
Derajat DHFTotal P
DHF grade 1 DHF grade 2 DSS
N % N % N % N %
< 50.000 43 37,4 53 46,1 19 16,5 115 1000.031
50.000 - <100.000 62 40,3 82 53,2 10 6,5 154 100
Total 105 39,0 135 50,2 29 10,8 269 100
45
IV.5. Pembahasan
IV.5.1. Pembahasan Analisis Bivariat Umur Dengan Derajat DHF Anak
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara umur dengan derajat demam berdarah di RSUD Cibinong. Pada
penelitian ini, penderita DHF grade I dan grade II lebih banyak dialami oleh anak
usia > 10 tahun. Dimana pada DHF grade I terdapat 44 (40,7%) orang anak dari
105 anak yang berumur > 10 tahun. Sedangkan pada DHF grade II terdapat 61
(56,5%) anak dari 135 anak yang berumur > 10 tahun. Berbeda dengan jumlah
penderita DSS yang lebih banyak dialami oleh anak usia 5-10 tahun, dimana
terdapat 16 (16,8%) orang anak dari 29 anak yang didiagnosa DSS.
Demam berdarah dengue dan Sindrom Syok Dengue biasa menyerang
anak-anak usia kurang dari 15 tahun yang menunjukkan pajanan infeksi
sekundernya. Bentuk demam dengue yang berat, demam berdarah dengue, dan
sindrom syok dengue, terutama menyerang orang yang terinfeksi untuk kedua
kalinya oleh tipe virus yang berbeda, (Anonymous, 2005).
Episode pertama infeksi dengue menyebabkan tubuh memproduksi
antibodi khusus untuk tipe virus dengue tersebut, sebagai contoh DEN-1. Jika
infeksi kembali terjadi dengan tipe virus yang berbeda, sebagai contoh DEN-3,
antibodi tidak dapat menetralisir virus dengue dengan tipe yang baru tersebut dan
faktanya dapat menyebabkan sistem imun bereaksi berlebihan, yang akan
menghasilkan bentuk berat dari penyakit ini, (Anonymous, 2005).
Hal ini sesuai dengan teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila
seseorang mendapatkan infeksi primer dengan satu jenis virus, akan terjadi proses
kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis virus tersebut untuk jangka waktu yang
lama. Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan sebagai berikut :
Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue, akan mempunyai
antibodi yang dapat menetralisasi yang sama (homologous).
Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis
serotipe virus yang lain, maka terjadi infeksi yang berat. Hal ini dapat dijelaskan
dengan uraian berikut : Pada infeksi selanjutnya, antibodi heterologous yang telah
terbentuk dari infeksi primer akan membentuk kompleks dengan infeksi virus
46
dengue baru dari serotipe berbeda, namun tidak dapat menetralisasi virus baru
bahkan membentuk kompleks yang infeksius, (Soegijanto, Soegeng).
Hal tersebut tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Ahmad Dian Siregar di RSUD Dr. Abdul Aziz, Singkawang Tahun 2005,
yang menyebutkan bahwa pada hubungan usia kasus dengan derajat penyakit
DHF, dari 34 pasien DSS, rentang usia terbesar yang mengalami DSS, yaitu
sebanyak 15 orang pada usia 1 - < 5 tahun, 9 orang pada rentang usia 5 - < 10
tahun, selebihnya sebanyak 4 orang pada usia < 1 tahun, dan 6 orang pada usia ≥
10 tahun. Pada penelitian tersebut penderita DSS lebih banyak dialami pada anak
usia 1- < 5 tahun. Hal ini sesuai dengan data nasional dalam periode 30 tahunan
ini terlihat adanya pergeseran umur penderita ke kelompok umur lebih tua dan
bertambahnya kasus DBD pada orang dewasa, (Umar, 1997).
Dari data ini terlihat ada kecenderungan bahwa semakin tinggi usia anak
proporsinya akan lebih besar untuk menderita demam berdarah grade I atau grade
II. Sedangkan anak usia yang lebih muda lebih besar proporsinya untuk
berkembang menderita sindrom syok dengue.
IV.5.2. Pembahasan Analisis Bivariat Kadar trombosit Dengan Derajat DHF
Anak
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara kadar trombosit dengan derajat DHF anak. Dari hasil analisis
bivariat diperoleh nilai significancy = 0,031, hasil tersebut menunjukan bahwa
adanya hubungan antara kadar trombosit dengan derajat DHF anak di RSUD
Cibinong.
Pada DHF grade I dan grade II, jumlah penderita paling banyak terdapat
pada kadar trombosit 50.000 – <100.000/µl, dimana pada DHF grade I sebanyak
62 orang (40,3%), sedangkan pada DHF grade II sebanyak 82 orang (53,2%).
Sedangkan pada penderita DSS, dari 29 orang yang mengalami DSS, 19 orang
(16,5%) memiliki kadar trombosit < 50.000/µl, dan selebihnya 10 orang (6,5%)
penderita DSS berada dalam rentang trombosit 50.000 – <100.000/µl.
Pada hasil pemeriksaan laboratorium, yaitu trombosit didapatkan sebanyak
42,7% penderita demam berdarah anak berada dalam rentang trombosit
47
<50.000/µl. Dari semua pasien yang mengalami trombositopenia, hanya 29 orang
(10,8 %) yang mengalami syok. Syok ternyata lebih sering ditemukan pada
jumlah trombositnya <50.000/µl. DSS (Dengue Syok Sindrom) didalamnya
mencakup demam berdarah derajat III dan IV, (WHO,1997).
Trombositopenia merupakan salah satu kriteria laboratorium non spesifik
untuk menegakkan diagnosis DBD yang ditetapkan oleh WHO. Hasil penelitian
Shah GS dkk tahun 2006 di Bangladesh, menunjukkan dari 100 penderita anak-
anak yang positif infeksi dengue, 52 (61,7%) menunjukkan trombositopenia pada
penderita DBD dan DSS (Dengue Syock Syndrome). Sedangkan penelitian Celia
C Carlos dkk pada tahun 2005, anak-anak yang menderita infeksi dengue
menunjukkan penurunan jumlah trombosit sekitar 113,8 ± 58 (x 103/µl) pada
group demam dengue dan 58,5 ± 84,1 (x 103/µl) pada group DBD.
Pada penelitian yang pernah dilakukan di RSUP Sarjito Yogyakarta tahun
1996 yaitu terdapat 66,2% pasien dengan trombosit ≤ 100.000/µl. Melihat dari
hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa banyak pasien demam berdarah
dengan trombosit ≤ 100.000/µl. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
sebelumnya dilakukan oleh Dewi, Rismala, Roland pada tahun 2006, yang
menemukan hubungan yang bermakna dari trombositopenia dan hepatomegali
dalam memprediksi terjadinya syok.
Diketahui bahwa trombosit adalah sel yang berfungsi dalam pembekuan
darah sehingga dapat menghentikan perdarahan dan menjaga keutuhan pembuluh
darah dengan jumlah normal 150.000 - 450.000/µl, bila kurang dari 150.000/µl
disebut trombositopenia. Trombositopenia pada DBD antara lain disebabkan oleh
adanya destruksi trombosit dalam sistem retikuloendotel, pemendekan waktu
paruh trombosit, adanya depresi sumsum tulang, perubahan patologis pada sistem
megakariosit, peningkatan pemakaian faktor-faktor pembekuan dan trombosit dan
koagulasi intravaskular, (Sutaryo, 2004).
Penelitian sum-sum tulang pada pasien DBD menunjukkan adanya depresi
sumsum tulang yaitu tahap hiposeluler pada hari ke 3,4 demam dan perubahan
patologis sistem megakariosit. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian di mana
jumlah trombosit pada hari ke-3 demam mulai menurun dan mengalami
trombositopenia pada hari ke-4 demam.
48
Dari penelitian dengan radioisotop dibuktikan adanya destruksi trombosit
dalam sistem retikuloendotelial yaitu dalam limpa dan hepar. Pada pasien DBD
juga terjadi pemendekan masa paruh trombosit. Peranan DIC pada pasien DBD
telah banyak diselidiki. Akibat koagulasi intravakular, pemakaian faktor-faktor
pembekuan dan trombosit meningkat sehingga terjadi trombositopenia, (Sugianto,
D, et al).
Secara klinis terjadinya trombositopenia pada penderita DBD adalah
karena reaksi antigen virus dengue dengan trombosit yang beredar dalam tubuh
sehingga trombosit menjadi rentan untuk dirusak oleh retikuloendotelial. Lebih
lanjut fungsi trombosit pada DBD terbukti menurun mungkin disebabkan proses
imunologis terbukti ditemui kompleks imun dalam peredaran darah.
Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit dianggap sebagai penyebab
utama terjadinya perdarahan pada DBD, (IDAI, 2008).
IV.6. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, diantaranya :
1. Pada rekam medis banyak data yang kurang atau bahkan tidak ada.
Kelemahan ini bisa dikurangi pada penelitian ini dengan mengambil
sampel pasien dengan data yang lengkap saja.
49
BAB V
PENUTUP
V.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada pasien DHF di RSUD Cibinong
Kabupaten Bogor, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Pada penderita DHF anak di RSUD Cibinong tahun 2010 terutama mengenai
anak dengan usia >10 tahun.
2. Sebagian besar penderita DHF anak di RSUD Cibinong tahun 2010 berada
dalam rentang trombosit 50.000 – <100.000/µm pada hari pertama rawat.
3. Derajat DHF tersering diderita oleh pasien DHF anak di RSUD Cibinong
tahun 2010 yaitu DHF grade II.
4. Terdapat hubungan antara umur dengan derajat DHF pada anak di RSUD
Cibinong kabupaten Bogor tahun 2010.
5. Terdapat hubungan antara kadar trombosit dengan derajat DHF pada anak di
RSUD Cibinong kabupaten Bogor tahun 2010.
V.2. Saran
V.2.1. Masyarakat ilmiah
- Dapat melakukan penelitian lebih lanjut tentang faktor interna berupa
genetik, jenis kelamin, kebiasaan, dan daya tahan tubuh.
- Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut tentang faktor eksterna berupa
faktor keadaan geografis dan faktor sosial ekonomi.
V.2.2. Dinas Kesehatan Kota Bogor
- Dapat meningkatkan upaya promotif dan preventif dalam penanggulangan
masalah demam berdarah di sekolah-sekolah, mengingat kasus demam
berdarah banyak menyerang anak usia sekolah.
- Dapat menetapkan kebijakan untuk mengadakan program-program yang
rutin dilaksanakan untuk menanggulangi masalah demam berdarah, seperti
49
50
fogging yang dilakukan sesuai dengan waktu saat nyamuk masih hinggap
di rumah-rumah, dan pemberian bubuk abate pada tempat-tempat
penampungan air.
V.2.3. RSUD Cibinong
- Untuk para staf medis agar dapat meningkatkan kewaspadaan pada pasien
DBD anak, mengingat risiko pada anak-anak yang memiliki proporsi lebih
besar untuk menderita demam berdarah berat, terutama yang pada hari
pertama rawat menunjukkan kadar trombosit dibawah 100.000/µl.
V.2.4. Masyarakat
- Meningkatkan kewaspadaan jika disekitarnya terdapat anak yang
menderita demam berdarah mengingat risiko yang lebih besar untuk
menderita demam berdarah yang berat.
- Dapat lebih memperhatikan lingkungan di sekitar rumah, mengingat
tempat hidup vektor demam berdarah yang menyukai tempat yang lembab
dan air menggenang.
- Dapat lebih memperhatikan keadaan kesehatan anak masing- masing.
- Menggunakan lotion anti nyamuk, ataupun kelambu saat tidur, dan
sebelum keluar rumah anak diberi perlindungan, seperti menggunakan
pakaian panjang atau menggunakan lotion anti nyamuk.
51
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2005, ‘Dengue Fever’, CDC, vol.5, no.4
Celia C.Carlos, Kazunori Oishi, Maria Cinco. 2005, ‘Comparison of Clinical Features and Hematologic Abnormalities between Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever among Children in the Philippines’, Am J Trop Med Hyg, vol.73, no.2, pp.435-40
Dahlan, M Sopiyudin. 2009, Statistik untuk Kedokteran Kesehatan, Ed.4, Salemba Medika, Jakarta
Departemen Kesehatan RI. 2005, Pencegahan dan Pemberantasan DBD di Insonesia, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Dewi, Rismala, Roland. 2006,’ Clinical Features of Dengue Hemorrhagic Fever and Risk Factors of Shock Event’, Paediatrica Indonesiana, vol.46, pp.144
Jelinek T. 2000, ’Dengue Fever in International Travelers’, Clin Infect Disease, vol.31, no.1, pp.144-147
Gubler DJ, Kuno G. 1997, Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever, CAB International, New York
Guyton, Hall. 2008, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Ed. 11, EGC, Jakarta
Hoffbrand, A.V, Pettit, J.E., Moss, P.A.H. 2005, Hematologi, Edisi.4, EGC, Jakarta
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008, Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis, Badan Penerbit IDAI, Jakarta
Kee, J. LeFever. 2008, Buku Saku Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik dengan Implikasi Keperawatan, Ed.6 , EGC, Jakarta
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta
Ngurah Subawa, Anak Agung., Putu Sutirta Yasa, I Wayan. 2007, ’Pola jumlah Trombosit Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) Pada Anak- Anak yang Petanda Serologinya Positif’, J Peny Dalam, vol.8, no.3, Sept
51
52
Samsi TK, et al. ‘Pendekatan Diagnosis Demam berdarah Dengue’. Simposium demam berdarah dengue. UKK Infeksi dan Pediatri Tropis PP IDAI- IDAI Cabang Sumatera Utara, Medan 13 November 1997.
Shah GS, Islam S, Das BK. 2006, ‘Clinical and Laboratory Profile of Dengue Infection in Children’, Kathmandu University Medical Journal, vol.4, no.1, pp.40-4, 261-76
Siregar, Ahmad Dian. 2006,’Gambaran Pasien Demam Berdarah Dengue di Bangsal Anak RSUD Dr.Abdul Aziz, Singkawang Tahun 2005’, Dexa Media, vol.19, no.2, Jun.,pp.68-71
Sowandoyo, E. 1998, Demam Berdarah Dengue pada Orang Dewasa, Gejala Klinik dan Penatalaksanaannya, Makalah Seminar Demam Berdarah Dengue di Indonesia, RS.Sumber Waras, Jakarta
Sugianto, Samsi TK, Wulur H, A Sefanya, Dirgagunarsa, Jennings GB. Perubahan Jumlah Trombosit Pada Demam Berdarah Dengue. Available from: URL: HYPERLINK http:/www.cerminduniakedokteran.com.
Suhendro, et al. 2010, Demam Berdarah Dengue dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed.5, Jilid.III, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit dalam FKUI, Jakarta
Sumarmo, et al. 2009, Demam Berdarah Dengue pada Anak, UI-Press, Jakarta
Suroso T, Hadinegoro SR, et al. 2000, Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue, WHO dan Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Sutaryo. 2004, Patogenesis. Dalam : Dengue. Edisi Pertama. Medika FK UGM :Yogyakarta: 86-110.
Sutedjo, AY. 2009, Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Amara Books, Jakarta
Taufik, Ahmad, et al. 2007, ’Peranan Kadar Hematokrit, Jumlah Trombosit, dan Serologi IgG – IgM AntiDHF dalam Memprediksi Terjadinya Syok pada Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) di Rumah Sakit Siti Hajar Mataram’, J Peny Dalam, vol.8, no.2, Mei.
Umar Al. ‘Perkembangan Kebijakan Upaya Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia (1968-1996)’. Pertemuan Ilmiah ke VIII Studi Klub Medik Indonesia–Jepang. Jakarta, Agustus 1997
Word Health Organization (WHO). 1997, Dengue hemorrhagic fever, diagnosis: treatment, prevention and control. Ed.2. Geneva, p.12-47
53
World Health Organization. 1999, Demam Berdarah Dengue: Diagnosis, pengobatan, pencegahan,dan pengendalian, EGC, Jakarta
World Health organization. 2009, Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit, Depkes RI, Kuningan, Jakarta
54
LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian
54
55
Lampiran 2. Surat Balasan Ijin Penelitian
Lampiran 3. Daftar 269 Sampel Pasien DBD Anak Tahun 2010
56
NoNama
Pasien* UmurKadar Trombosit hari pertama
rawat1 HA 11,10 th 56,0002 MGA 1,11 th 15,0003 WA 11,6 th 18,0004 ZW 3,3 th 19,0005 MAJ 8,8 th 55,0006 ES 11,11 th 79,0007 SA 6 th 36,0008 FW 3,2 th 62,0009 RI 11 th 17,00010 HNL 10 th 19,00011 RKR 11,5 th 82,00012 RF 7,9 th 17,00013 MD 11,11 th 11,00014 UK 4,2 th 12,00015 RSS 6,5 th 19,00016 FSN 7 th 46,00017 MDS 4,10 th 45,00018 AD 10,8 th 39,00019 SR 2,3 th 77,00020 ANK 11 th 95,00021 BL 11,5 th 35,00022 NA 3,11 th 18,00023 II 11,9 th 45,00024 BU 8,11 th 51,00025 DDN 6,5 th 29,00026 KN 8,3 th 20,00027 ASR 4 th 99,00028 DN 10,8 th 34,00029 DRM 2,9 th 95,00030 SS 2,6 th 53,00031 SF 10,5 th 32,00032 AP 8 th 98,00033 RZ 11,9 th 18,00034 SA 8,10 th 36,00035 RM 4,4 th 19,00036 ML 3,5 th 23,00037 AB 9,9 th 33,00038 GR 9,4 th 44,00039 NC 3,3 th 52,00040 FR 10,5 th 87,00041 SY 5,3 th 65,00042 MRI 5,1 th 16,000
57
43 ME 10,8 th 35,00044 MKR 10,4 th 91,00045 KN 1,4 th 68,00046 RF 5,2 th 52,00047 FM 5,2 th 88,00048 AM 11 th 95,00049 DT 10,9 th 45,00050 MAF 9,6 th 76,00051 VO 11,4 th 40,00052 RO 5,2 th 45,00053 MF 7 th 79,00054 EA 6,2 th 69,00055 WL 7,7 th 64,00056 TUP 11 th 26,00057 DA 11,5 th 36,00058 MA 10,8 th 71,00059 HM 4,6 th 46,00060 AMS 6 th 83,00061 HFK 11,2 th 34,00062 MP 4,1 th 56,00063 FF 5,7 th 69,00064 DP 11,4 th 95,00065 ENA 10,4 th 45,00066 ASP 11,2 th 24,00067 NM 11,11 th 45,00068 CCA 1 th 40,00069 ED 4,11 th 35,00070 RS 11 th 40,00071 MAR 10,2 th 47,00072 RO 9 th 37,00073 FA 11 th 80,00074 RS 7,3 th 97,00075 ES 9,6 th 49,00076 SM 11 th 30,00077 AR 10,8 th 37,00078 ARM 11,7 th 48,00079 PM 10,8 th 9,00080 MAL 11,1 th 99,00081 GY 7,5 th 91,00082 MRD 7,2 th 58,00083 DN 10,9 th 37,00084 RD 11,3 th 90,00085 HR 9,4 th 85,00086 FY 10,6 th 67,000
58
87 FI 11,8 th 51,00088 MF 10,10 th 49,00089 AF 11,2 th 36,00090 AK 11,3 th 37,00091 MN 8 th 40,00092 WH 11,7 th 43,00093 SK 11,8 th 95,00094 DFS 6 th 55,00095 MI 5,8 th 48,00096 AI 10,9 th 64,00097 NE 11,1 th 83,00098 DAZ 3,3 th 77,00099 SR 11 th 78,000100 NS 11,1 th 23,000101 MRZ 11,4 th 43,000102 DAF 11,6 th 42,000103 SMP 5,11 th 33,000104 NK 11 th 16,000105 GG 11,6 th 67,000106 SMH 6,8 th 78,000107 IT 11,4 th 49,000108 DR 8,6 th 53,000109 AG 2,11 th 32,000110 MS 5,11 th 47,000111 DN 7,11 th 45,000112 KR 9,4 th 96,000113 RHA 11,3 th 77,000114 RBS 11,9 th 67,000115 DCP 9,9 th 78,000116 YW 6,1 th 55,000117 NAP 8,8 th 41,000118 MPR 7 th 89,000119 JW 6,6 th 91,000120 SPD 9 th 57,000121 RAP 11,9 th 62,000122 MFR 11,6 th 38,000123 AMP 4,8 th 70,000124 MAD 7,1 th 26,000125 AT 6,5 th 18,000126 KL 8 bln 41,000127 DS 4 bln 38,000128 AMI 7 bln 84,000129 MAA 6,9 th 63,000130 RHA 3,2 th 41,000
59
131 ALA 1,1 th 60,000132 RRH 4,11 th 24,000133 FDR 6,11 th 63,000134 ALF 2,11 th 90,000135 PL 6,11 th 28,000136 MM 7,9 th 85,000137 AML 8,6 th 73,000138 DA 4,2 th 69,000139 CR 4,2 th 43,000140 AN 2,3 th 56,000141 ABA 7,1 th 64,000142 NN 11 th 55,000143 SA 5,10 th 91,000144 QR 11 th 39,000145 ASR 6,2 th 33,000146 DAB 11,5 th 24,000147 ABB 5 th 33,000148 AR 9,10 th 43,000149 AKM 5,6 th 60,000150 EDM 5 th 27,000151 QP 7 th 72,000152 HN 8,8 th 16,000153 TSG 9,5 th 66,000154 MRF 2,8 th 89,000155 NRL 9 th 44,000156 ND 3,10 th 87,000157 LA 4,5 th 72,000158 FDR 10,6 th 83,000159 MI 8,6 th 95,000160 AN 7,11 th 65,000161 GN 10,3 th 81,000162 AK 1,4 th 78,000163 FZ 8 th 37,000164 ARH 11,9 th 74,000165 NRH 3,10 th 76,000166 IRN 11,1 th 85,000167 SRJ 10,11 th 16,000168 YW 11,6 th 76,000169 MFF 9,10 th 74,000170 SWS 11,6 th 62,000171 NF 9,11 th 19,000172 AR 8,2 th 45,000173 AP 9 th 67,000174 MAM 9,8 th 83,000
60
175 JLS 10,6 th 53,000176 AS 2,4 th 24,000177 ASP 8 th 43,000178 MAD 4 bln 84,000179 FP 3,1 th 47,000180 LK 11 th 67,000181 LD 6,4 th 57,000182 SAM 1,8 th 68,000183 DS 7,5 th 71,000184 SL 9,2 th 93,000185 FRD 11 th 84,000186 TG 7 bln 43,000187 HA 8 bln 40,000188 NA 10,7 th 29,000189 RD 11,11 th 77,000190 MI 10,8 th 56,000191 RI 6,1 th 68,000192 ABD 10,10 th 40,000193 ARF 10,6 th 28,000194 PL 10,1 th 6,000195 SSM 5 th 68,000196 RCH 11,8 th 53,000197 HP 10,11 th 61,000198 MDA 4,3 th 91,000199 AD 4 th 82,000200 MR 6,2 th 59,000201 SH 8,5 th 50,000202 ARH 8,1 th 72,000203 TRT 11 th 43,000204 PA 11,5 th 19,000205 RR 7,11 th 81,000206 PRS 10,3 th 37,000207 SLV 6,8 th 52,000208 WM 2,10 th 74,000209 FM 3,7 th 60,000210 FRD 2 th 68,000211 SM 3,9 th 66,000212 NJW 5 th 82,000213 AAZ 6 bln 73,000214 ACR 11 th 46,000215 DN 11,1 th 45,000216 ALD 9,11 th 97,000217 SP 9 th 56,000218 ASP 11,2 th 42,000
61
219 ALR 10,2 th 78,000220 RI 10,10 th 98,000221 SL 6,11 th 76,000222 SFT 11,3 th 55,000223 MSR 2,8 th 59,000224 NRM 11,6 th 75,000225 FTR 11,6 th 58,000226 AK 11,4 th 78,000227 PS 11,5 th 77,000228 NH 10,8 th 95,000229 MTA 11,6 th 73,000230 ALM 10,5 th 89,000231 FDP 9,1 th 25,000232 ZKR 10,10 th 56,000233 DTP 11,3 th 20,000234 CB 11,4 th 36,000235 DA 10,2 th 80,000236 PT 6,8 th 73,000237 FAS 10,9 th 60,000238 DN 11,1 th 21,000239 OH 10,4 th 77,000240 NA 6,5 th 24,000241 RSA 11,8 th 88,000242 AGM 4,8 th 76,000243 MAA 10 bln 81,000244 MH 3,11 th 90,000245 FAH 11,4 th 7,900246 YAD 4,2 th 43,000247 SKT 8,10 th 14,000248 DLM 9,5 th 34,000249 KHR 7 th 50,000250 NSF 3,5 th 52,000251 MLP 3,1 th 85,000252 PTR 3,4 th 67,000253 DAP 11,7 th 68,000254 ABN 2,9 th 59,000255 RZ 1,11 th 78,000256 MRI 11 th 64,000257 RZA 11,9 th 59,000258 YDN 10,7 th 92,000259 ABH 3 th 42,000260 MRB 7 bln 51,000261 ASN 11 th 35,000262 DNP 10,9 th 83,000
62
263 RM 1,11 th 60,000264 AN 9,8 th 34,000265 AP 4,9 th 37,000266 MFM 7,1 th 72,000267 MPA 8,2 th 91,000268 SLB 4,6 th 76,000269 MAZ 1 th 60,000
Lampiran 4. Analisis Univariat
63
Umur pasien
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid < 5 th 66 24.5 24.5 24.5
5 - 10 th 95 35.3 35.3 59.9
> 10 th 108 40.1 40.1 100.0
Total 269 100.0 100.0
64
trombosit2
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid < 50.000 115 42.8 42.8 42.8
50.000 - <100.000 154 57.2 57.2 100.0
Total 269 100.0 100.0
65
Derajat dbd
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid DHF grade I 105 39.0 39.0 39.0
DHF grade II 135 50.2 50.2 89.2
DSS 29 10.8 10.8 100.0
Total 269 100.0 100.0
66
Lampiran 5. Analisis Bivariat
Umur pasien * Derajat dbd Crosstabulation
Derajat dbd
TotalDHF grade I DHF grade II DSS
Umur pasien < 5 th Count 28 28 10 66
% within Umur pasien 42.4% 42.4% 15.2% 100.0%
5 - 10 th Count 33 46 16 95
% within Umur pasien 34.7% 48.4% 16.8% 100.0%
> 10 th Count 44 61 3 108
% within Umur pasien 40.7% 56.5% 2.8% 100.0%
Total Count 105 135 29 269
% within Umur pasien 39.0% 50.2% 10.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 13.252a 4 .010
Likelihood Ratio 15.397 4 .004
Linear-by-Linear Association 1.763 1 .184
N of Valid Cases 269
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 7.12.
67
Trombosit saat hari pertama rawat inap * Derajat dbd Crosstabulation
Derajat dbd
Total
DHF
grade I
DHF grade
II DSS
Trombosit
saat hari
pertama
rawat inap
< 20.000 Count 7 13 3 23
% within Trombosit saat
hari pertama rawat inap
30.4% 56.5% 13.0% 100.0%
20.000 - 50.000 Count 36 40 16 92
% within Trombosit saat
hari pertama rawat inap
39.1% 43.5% 17.4% 100.0%
50.000 - <100.000 Count 62 82 10 154
% within Trombosit saat
hari pertama rawat inap
40.3% 53.2% 6.5% 100.0%
Total Count 105 135 29 269
% within Trombosit saat
hari pertama rawat inap
39.0% 50.2% 10.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 8.256a 4 .083
Likelihood Ratio 8.160 4 .086
Linear-by-Linear Association 2.540 1 .111
N of Valid Cases 269
a. 1 cells (11.1%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 2.48.
68
trombosit2 * Derajat dbd Crosstabulation
Derajat dbd
TotalDHF grade I DHF grade II DSS
trombosit2 < 50.000 Count 43 53 19 115
% within trombosit2 37.4% 46.1% 16.5% 100.0%
50.000 -
<100.000
Count 62 82 10 154
% within trombosit2 40.3% 53.2% 6.5% 100.0%
Total Count 105 135 29 269
% within trombosit2 39.0% 50.2% 10.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 6.953a 2 .031
Likelihood Ratio 6.901 2 .032
Linear-by-Linear Association 2.608 1 .106
N of Valid Cases 269
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 12.40.
69