Dekubitus.pdf

21
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Praktik Perawatan Dekubitus 1. Pengertian praktik Praktik merupakan tindakan seseorang dalam melaksanakan apa yang diketahui atau yang disikapinya (dinilai baik). Praktik merupakan perilaku terbuka (Notoatmodjo, 2007). Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Praktik dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya (Notoatmodjo, 2007), yaitu : a. Praktik terpimpin (Guided response) Subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan. b. Praktik secara mekanisme (Mechanism) Subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu hal secara otomatis. c. Adopsi (Adoption) Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan tersebut tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. 2. Tanggung jawab perawat dalam praktik Perawat sebagai tenaga profesional bertanggung jawab dan berwenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan kewenangannya, terutama terkait dengan lingkup praktik dan wewenang perawat. Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri perawat profesional melalui kerjasama bersifat kolaborasi dengan klien dan tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan asuhan

Transcript of Dekubitus.pdf

  • 6

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Praktik Perawatan Dekubitus

    1. Pengertian praktik

    Praktik merupakan tindakan seseorang dalam melaksanakan apa yang

    diketahui atau yang disikapinya (dinilai baik). Praktik merupakan perilaku

    terbuka (Notoatmodjo, 2007). Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam

    suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu

    perbedaan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang

    memungkinkan, antara lain adalah fasilitas.

    Praktik dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya

    (Notoatmodjo, 2007), yaitu :

    a. Praktik terpimpin (Guided response)

    Subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung

    pada tuntunan atau menggunakan panduan.

    b. Praktik secara mekanisme (Mechanism)

    Subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu hal secara otomatis.

    c. Adopsi (Adoption)

    Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang

    dengan baik. Artinya tindakan tersebut tidak sekedar rutinitas atau

    mekanisme saja, tetapi sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran

    tindakan tersebut.

    2. Tanggung jawab perawat dalam praktik

    Perawat sebagai tenaga profesional bertanggung jawab dan

    berwenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan

    berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan

    kewenangannya, terutama terkait dengan lingkup praktik dan

    wewenang perawat. Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri

    perawat profesional melalui kerjasama bersifat kolaborasi dengan

    klien dan tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan asuhan

  • 7

    keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya. Lingkup

    perawat dalam praktik keperawatan profesional meliputi sistem klien

    (individu, keluarga, kelompok khusus dan masyarakat) dalam rentang

    sehat-sakit sepanjang daur kehidupan (Asmadi, 2008).

    Standar praktik keperawatan merupakan salah satu perangkat yang

    diperlukan setiap tenaga profesional, dan mengidentifikasi harapan yang

    minimal bagi para perawat profesional dalam memberi asuhan

    keperawatan yang aman, efektif dan etis. Dengan adanya standar praktik

    keperawatan, profesi keperawatan dapat mewujudkan tanggung jawab atau

    kebulatan tekadnya untuk melindungi masyarakat (Priharjo, 2008).

    Standar praktik keperawatan membantu dan menuntun perawat dalam

    menjalankan tugasnya memberi asuhan keperawatan.

    SK Menkes No.674/Menkes/SK/IV/2000 tanggal 14 April 2000

    tentang registrasi dan praktik keperawatan dengan tegas meyebutkan

    bahwa dalam menjalankan praktiknya, perawat dapat bekerja secara

    perorangan atau kelompok (Asmadi, 2008). Dengan disepakatinya

    kewenangan perawat dalam menjalankan praktik keperawatannya dalam

    SK Menkes ini, secara hukum perawat mempunyai tanggung jawab

    sebagai berikut :

    a. Melaksanakan asuhan keperawatan mandiri

    Dengan menggunakan pendekatan asuhan keperawatan, perawat

    diharapkan dalam memberi asuhan ini mampu menegakkan diagnosis

    keperawatan dan memberi asuhan sesuai standar yang disusun oleh

    organisasi profesi.

    b. Menjalankan tindakan dari profesi lain

    Secara konseptual, sebelum menjalankan pesanan dokter

    (mis,,memberi obat) perawat harus yakin dulu bahwa pesanan yang

    diberikan benar-benar jelas dan dapat dilaksanakan. Perawat harus pula

    mengikuti pesanan dari waktu ke waktu, dalam arti perawat harus

    tahu kapan pesanan mulai diberikan, dihentikan atau diganti.

  • 8

    3. Pengertian dekubitus

    Dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit

    normal akibat dari tekanan eksternal yang berhubungan dengan penonjolan

    tulang dan tidak sembuh dengan urutan dan waktu biasa (Potter, 2006).

    . a. Faktor Resiko Dekubitus

    Berbagai faktor resiko dapat menjadi presdiposisi terjadinya luka

    dekubitus pada kilen (Potter, 2006), antara lain :

    1) Gangguan input sensorik

    Klien yang mengalami perubahan persepsi sensorik terhadap

    nyeri dan tekanan berisiko tinggi mengalami gangguan integritas

    kulit.

    2) Gangguan fungsi motorik

    Klien yang tidak mampu mengubah posisi secara mandiri berisiko

    tinggi terjadi dekubitus. Klien tersebut dapat merasakan tekanan

    tetapi tidak mampu mengubah posisi mandiri untuk

    menghilangkan tekanan tersebut.

    3) Perubahan tingkat kesadaran

    Klien bingung, disorientasi, atau mengalami perubahan tingkat

    kesadaran tidak mampu melindungi dirinya dari dekubitus, klien

    bingung atau disorientasi mungkin dapat merasakan tekanan

    tetapi tidak mampu memahami bagaimana menghilangkan tekanan

    itu. Klien koma tidak dapat merasakan tekanan dan tidak mampu

    mengubah ke posisi yang lebih baik.

    4) Gips, traksi dan peralatan lain

    Gips dan traksi mengurangi mobilisasi klien dan ekstremitasnya,

    klien yang menggunakan gips beresiko tinggi terjadi dekubitus

    karena adanya gaya friksi eksternal mekanik dari permukaan gips

    yang bergesek pada kulit. Gaya mekanik kedua adalah tekana

    yang dikeluarkan gips pada kulit jika gips terlalu ketat atau jika

    ekstremitasnya bengkak.

  • 9

    Gangguan integritas kulit yang terjadi pada dekubitus merupakan

    akibat utama tekanan. Tetapi ada faktor-faktor tambahan yang dapat

    meningkatkan resiko terjadinya dekubitus yang lebih lanjut pada

    pasien. Termasuk diantaranya gaya gesek dan friksi, kelembaban,

    nutrisi yang buruk, anemia, infeksi, demam, gangguan sirkulasi

    perifer, obesitas, kakeksia dan usia.

    b. Patogenesis dekubitus

    Tiga elemen yang menjadi dasar terjadi dekubitus adalah,

    intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler, durasi dan

    besarnya tekanan, dan toleransi jaringan.

    Beberapa tempat yang paling sering terjadi dekubitus adalah

    sakrum, tumit, siku, maleolus lateral, trokanter besar, dan tuberositis

    iskial. Dekubitus terjadi sebagai hasil hubungan antara waktu dan

    tekanan. Semakin besar tekanan dan durasinya, semakin besar pula

    insiden terbentuknya luka. Kulit dan jaringan subkutan dapat

    mentoleransi beberapa tekanan. Tapi, pada tekanan eksternal terbesar

    daripada tekanan dasar kapiler akan menurunkan atau menghilangkan

    aliran darah kedalam jaringan sekitarnya. Jaringan ini menjadi

    hipoksia sehingga terjadi cedera.

    c. Klasifikasi Dekubitus

    Salah satu cara yang paling awal untuk mengklasifisikan

    dekubitus adalah dengan menggunakan sistem nilai atau tahapan

    (Potter, 2006).

    1) Tahap I

    Eritema tidak pucat pada kulit utuh, lesi kulit yang diperbesar,

    kulit tidak berwarna, hangat atau keras juga dapat menjadi

    indikator.

  • 10

    2) Tahap II

    Hilangnya sebagian ketebalan kulit meliputi epidermis dan atau

    dermis, ulkus superfisial dan secara klinis terlihat seperti abrasi

    lecet atau lubang yang dangkal.

    3) Tahap III

    Hilangnya seluruh ketebalan kulit meliputi jaringa subkutan yang

    rusak atau nekrotik yang mungkin akan melebar kebawah, tapi

    tidak melampaui yang dalam dengan atau tanpa merusak

    jaringan sekitarnya.

    4) Tahap IV

    Hilangnya seluruh ketebalan kulit disertai dekstruksi ekstensif,

    kerusakan jaringan atau kerusakan otot, atau struktur penyangga

    seperti tendon, kapsul sendi, dll.

    Metode lain klasifikasi luka adalah warna luka, yang

    memperlihatkan fase penyembuhan. Luka nekrotik diklasifikasikan

    dengan luka hitam, luka disertai eksudat dan debris berserat kuning

    diklasifikasikan dengan luka kuning, dan luka pada fase penyembuhan

    aktif dan bersih disertai dengan granulasi berwarna merah muda

    hingga merah dan jaringan epitel diklasifikasikan dengan warna

    merah. Tidak ada konsensus mengenai cara terbaik dalam

    mengklasifikasi luka dekubitus, tapi secara umum disepakati bahwa

    diperlukan lebih dari sekedar klasifikasi tahapan atau warna untuk

    memberi gambaran dekubitus yang lengkap dan komprehensif.

    4. Perawatan dekubitus

    a. Pengkajian dan identifikasi masalah

    Dapat dilakukan pengkajian/assessment pada dekubitus menurut

    Ayello (Potter, 2006) yaitu sebagai berikut :

  • 11

    Tabel 2.1 Pengkajian Karakteristik Dekubitus

    Karakteristik Keterangan

    Anatomical location, age of wound

    Luka kronik penyembuhannya lebih lambat,

    luka yang berada dekat anus perlu

    diobservasi secara teratur

    Size, shape,stage Menentukan panjang dan lebar ulkus,

    gunakan lidi kapas untuk mengukur

    kedalaman luka

    Sinus tract Secara hati-hati gunakan lidi kapas steril

    untuk menentukan lokasi keluarnya nanah

    Eksudat Catat jumlah, warna, dan karakteristik

    Sepsis Semua dekubitus dianggap koloni kuman,

    diperhatikan adanya eksudat purulen,

    berbau, eritema, edema, nyeri, demam, dan

    peningkatan sel darah putih

    Surounding skin Melindungi kulit sekitarnya dari kerusakan

    Margin, maserasi Mengidentifikasi batas luka , evaluasi

    maserasi dan tentukan tindakan untuk

    melindungi kulit

    Eritema, Epitelialisasi, Eskar Evaluasi penyembuhan luka yang ditandai

    dengan beberapa perubahan pada ulkus,

    tonus kulit

    Nekrotik, Novaskularisasi, Nose Jaringan nekrotik harus dibuang untuk

    menetapkan tahap dan penyembuhan ulkus,

    bila mungkin dilakukan debridemen

    Tension, Tenderness to Touch,

    Tissue bod

    Mengidentifikasi bagian dasar jaringan dan

    mengobati rasa nyeri

    Setiap perawat harus melakukan evaluasi setiap karakteristik luka

    dekubitus dengan cara membuat lembar/format status dekubitus.

    Dokumentasikan kedalam asuhan keperawatan tentang kondisi luka dan

    berikan intervensi yang tepat sesuai dengan hasil pengkajian.

    Identifikasi masalah dilakukan dengan mengidentifikasi penyebab

    langsung dari luka, dan segala patofisiologi yang mendasari merupakan

  • 12

    suatu persyaratan dalam merencanakan perawatan yang tepat dan juga

    untuk mencegah kekambuhan luka dalam jangka panjang.

    Penyebab utama dari kebanyakan dekubitus adalah adanya tekanan

    yang terus menerus, yang seringkali disertai dengan gesekan dan

    kekuatan menggosok. Hilangnya sensoris yang berhubungan dengan

    stroke, paraplegi, multiple sklerosis atau diabetes, dapat turut serta

    membantu terjadinya dekubitus dan harus diperhitungkan ketika

    merencanakan perawatan yang segera dan merencanakan pencegahan

    dekubitus di masa yang akan datang. Dalam kasus ulkus tungkai

    penyebab langsungnya dapat tanpa cedera traumatis ringan, tetapi

    masalah utama yang mendasarinya biasanya adalah masalah vaskuler.

    Jika masalah yang mendasarinya tidak diperhatikan, maka

    penyembuhan luka tidak mungkin berhasil.

    Ulkus tungkai pada diabetes dapat secara langsung disebabkan oleh

    penggunaan alas kaki yang terlalu sempit, tetapi lambatnya

    penyembuhan sebagian dapat disebabkan oleh mikro-angiopati.

    Penatalaksanaan diabetes dan efek sampingnya, paling tidak sama

    pentingnya dengan pemilihan balutan luka yang terbaik untuk

    meningkatkan penyembuhan. Jika penyebab suatu luka dan semua

    patofisiologi yang mendasarinya diabaikan, maka pengobatan hanya

    akan diarahkan untuk meringankan gejala-gejala masalah tersebut.

    Bahkan bila lukanya telah sembuh, masih terdapat kemungkinan besar

    nantinya akan kambuh.

    b. Prinsip perawatan dekubitus

    Prioritas dalam perawatan luka lokal pada dasarnya adalah sama

    dengan luka apapun juga yaitu dengan menggunakan SOP (standar

    operasional prosedur) yang sudah baku, yaitu : mengatasi perdarahan

    (hemostasis) ; mengeluarkan benda asing, yang dapat bertindak sebagai

    fokus infeksi ; melepaskan jaringan yang mengalami devitalisasi,

  • 13

    krusta yang tebal, dan pus ; menyediakan temperature, kelembaban,

    dan pH yang optimal untuk sel-sel yang berperan dalam proses

    penyembuhan ; meningkatkan pembentukan jaringan granulasi dan

    epitilialisasi dan melindungi luka dari trauma lebih lanjut serta

    masuknya mikroorganisme patogen (Morison,2003).

    Tujuannya adalah untuk melindungi individu dari kerusakan

    fisiologis lebih lanjut, untuk menyingkirkan penyebab aktual atau

    potensial yang memperlambat penyembuhan, dan untuk menciptakan

    suatu lingkungan lokal yang optimal juga untuk rekonstruksi dan

    epitelialisasi vaskular dan jaringan ikat.

    Beberapa prinsip perawatan luka secara lokal meliputi debridemen,

    pembersihan, dan pemberian balutan. Ulkus dengan jaringan nekrotik

    harus dilakukan debridemen. Prinsip perawatan luka menurut Morison

    (2003) adalah :

    1) Membuang jaringan mati

    Adanya jaringan nekrotik dapat memperlambat penyembuhan

    serta mendorong terjadinya infeksi, dan seringkali menutupi luas

    yang sebenarnya dari kerusakan jaringan. Debridemen bedah

    dengan anestesi umum atau lokal merupakan metode yang paling

    cepat untuk memperoleh lapisan luka yang bersih. Meskipun

    demikian tindakan tersebut mungkin tidak perlu bagi lansia atau

    pasien yang sangat lemah, dimana metode lain dapat dicoba

    dilakukan.

    Debridemen adalah pembuangan jaringan nekrotik sehingga

    jaringan sehat dapat bergenerasi. Pembuangan jaringan nekrotik

    diperlukan untuk menghilangkan ulkus yang menjadi sumber

    infeksi, agar lebih mudah melihat bagian dasar luka sehingga

    dapat menentukan tahap ulkus secara akurat, dan memberikan

  • 14

    dasar yang bersih yang diperlukan untuk proses penyembuhan

    (Potter, 2006).

    Metode debridemen yang digunakan harus tergantung dengan

    metode yang paling sesuai dengan kondisi klien dan tujuan

    perawatan. Perlu diingat bahwa selama proses debridemen

    beberapa observasi luka normal yang mungkin terjadi antara lain

    adalah adanya peningkatan eksudat, bau dan bertambahnya

    ukuran luka.

    Setelah dekubitus berhasil dilakukan debridemen dan mempunyai

    bagian dasar granulasi bersih, maka tujuan perawatan luka lokal

    selanjutnya adalah memberikan lingkungan yang tepat untuk

    penyembuhan luka dengan kelembaban dan mendukung

    pembentukan jaringan granulasi baru.

    2) Perawatan luka yang terinfeksi

    Kebanyakan luka terbuka kronis didiami oleh mikroorganisme

    yang sangat banyak yang tampaknya tidak memperlambat proses

    penyembuhan. Sehingga hanya diperlukan pengambilan hapusan

    luka guna mengidentifikasi mikroorganisme dan menentukan

    sensitivitas mikroorgansme terhadap antibiotik, apabila luka

    tersebut memperlihatkan tanda dan gejala klinis infeksi, seperti

    nyeri setempat dan eritema, edema lokal, eksudat berlebihan, pus

    dan bau busuk.

    3) Perawatan luka dengan banyak eksudat

    Sekalipun jaringan nekrotik dan jaringan yang tampak jelas

    terinfeksi telah diangkat dari bidang luka, luka dapat terus

    menghasilkan eksudat dalam jumlah banyak yang dapat

    menembus non-oklusif dan meningkatkan resiko infeksi luka.

    Volume eksudat berkurang pada waktunya, tetapi sampai stadium

  • 15

    tersebut diperlukan balutan yang bisa menyerap dan tidak

    melekat.

    4) Perawatan luka dalam yang bersih dengan sedikit eksudat

    Bila jumlah eksudat sudah berkurang, maka silastic foam

    merupakan suatu cara pembalutan yang sangat bermanfaat

    khususnya pada luka dalam yang bersih dan berbentuk cawan,

    atau dekubitus luas di daerah sakrum.

    5) Perawatan luka superfisial yang bersih dengan sedikit eksudat

    Banyak balutan yang sesuai untuk menangani luka superficial

    yang bersih. Memberikan lingkungan yang lembab dengan terus

    menerus akan dapat mendorong epitelialisasi yang cepat dan

    mengurangi rasa nyeri serta melindungi permukaan luka dari

    kerusakan mekanis lebih lanjut dan kontaminasi. Balutan yang

    ideal adalah balutan yang dapat dibiarkan tidak terganggu selama

    beberapa hari.

    c. Metode pembersihan luka

    Ada dua metode dasar untuk pembersihan luka secara mekanik :

    irigasi dan menyikat langsung dengan bola kapas atau kasa.

    Kesulitan dari irigasi adalah bagaimana caranya untuk memakai

    larutan pembersih dengan tekanan yang cukup sehingga dapat

    meluruhkan debris tanpa merusak jaringan yang ada di bawahnya.

    Untuk luka yang yang tidak terlalu terkontaminasi, air steril atau

    larutan 0,9% adalah agens pembersih pilihan. Pada keadaan dimana

    terdapat resiko tinggi terhadap infeksi luka, maka keadaan tersebut

    merupakan indikasi untuk pengunaan larutan antiseptik (Morison,

    2003).

    Karakteristik antiseptik yang ideal (Morison, 2003) antara lain,

    mampu membunuh mikroorganisme dalam rentang yang luas, tetap

    efektif terhadap berbagai macam pengenceran, non toksik terhadap

  • 16

    jaringan tubuh manusia, tidak mudah menimbulkan reaksi

    sensitivitas, baik lokal maupun sistemik. Bekerja secara efisien,

    meski terdapat bahan-bahan organik (misal, pus dan darah) dan

    bereaksi secara cepat, tidak mahal serta awet.

    Jika luka sangat terkontaminasi oleh bahan-bahan asing atau

    jaringan nekrotik, pembersihan luka diperlukan setiap kali

    mengganti balutan. Namun bila lukanya bersih, hanya terdapat

    sedikit eksudat, dan bergranulasi sehat, pembersihan yang berulang

    dapat lebih membahayakan dibandingkan keuntungannya.

    Pembersihan berulang dapat mengakibatkan trauma pada jaringan

    halus yang baru terbentuk, mengurangi suhu permukaan luka, dan

    mengangkat eksudat yang mempunyai sifat bakterisida.

    d. Pemberian balutan

    Jika ada kulit yang rusak maka biasanya diperlukan balutan

    untuk melindungi jaringan yang berada di bawahnya dari sebuah

    kerusakan yang lebih lanjut dan untuk menggantikan sementara

    beberapa fungsi kulit yang utuh (Morison, 2003).

    Karakteristik balutan luka yang ideal (Morison, 2003) antara

    lain, tidak melekat dan impermeable terhadap bakteri, mampu

    mempertahankan kelembaban yang tinggi pada tempat luka

    sementara juga mengeluarkan eksudat yang berlebihan. Sebagai

    penyekat suhu, non toksik dan non alergenik, nyaman dan mudah

    disesuaikan, awet. Mampu melindungi luka dari trauma lebih lanjut

    dan tidak perlu sering mengganti balutan serta murah harganya.

    Rencana perawatan akan berubah sesuai dengan tingkat

    penyembuhan ulkus. Contoh ; pada luka nekrotik, sebelumnya

    penggunaan balutan membran untuk mendebrid luka dengan cara

    autolisis. Kemudian pada tahap-tahap dekubitus (tahap III dan IV)

    yang menghasilkan eksudat memerlukan balutan yang mampu

  • 17

    menyerap eksudat tersebut. Pada daerah kemerahan atau yang

    mengalami kerusakan integritas kulit, maka direkomendasikan

    penggunaan produk perawatan kulit yang memberi lubrikasi dan

    melindungi serta meningkatkan penyembuhan luka. Jika ulkus

    berwarna merah muda dan disertai granulasi pada seluruh bagian

    maka ulkus tersebut perlu dibalut untuk meningkatkan

    penyembuhan. Lingkungan lembab dan bersih akan meningkatkan

    migrasi sel epitel ke seluruh permukaan ulkus.

    Metode lain untuk mengobati luka lokal antara lain, seperti

    metode energi elektromagnetik, telah digunakan untuk membantu

    proses penyembuhan luka. The Agency For Health Care Policy and

    Research/AHCPR, 1994 dalam Potter (2006) merekomendasikan

    tindakan elektoterapy untuk mengobati dekubitus tahap III dan IV

    yang tidak berespon dengan tindakan konvensional. Ketersediaan

    fasilitas kesehatan dan melibatkan tim kesehatan lain juga ikut

    mempengaruhi keberhasilan perawatan dekubitus.

    B. Pengetahuan

    1. Pengertian

    Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang

    melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan

    terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan,

    pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoatmodjo, 2010).

    Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

    terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Berdasarkan

    pengalaman ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih

    langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan

    (Notoatmodjo, 2010).

  • 18

    2. Tingkat pengetahuan

    Pengetahuan dalam aspek kognitif menurut Notoatmodjo (2007),

    dibagi menjadi 6 (enam) tingkatan yaitu :

    a. Tahu ( know )

    Tahu diartikan mengingat suatu materi yang telah dipelajari

    sebelumnya, dari seluruh bahan yang dipelajari. Tahu ini merupakan

    tingkat pengertian yang paling rendah.

    b. Memahami (Comprehension)

    Memahami ini diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

    menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat

    menginterprestasikan materi ke kondisi sebenarnya.

    c. Aplikasi (Aplication)

    Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada

    situasi atau kondisi yang sebenarnya.

    d. Analisis (Analysis)

    Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

    suatu objek ke dalam komponen - komponen, tetapi masih dalam suatu

    struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

    e. Sintesis (Synthesis)

    Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau

    menghubungkan bagian - bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan

    yang baru.

    f. Evaluasi (Evaluation)

    Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

    justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek.

    3. Pengukuran Pengetahuan

    Pengetahuan dapat diukur dengan wawancara atau angket yang

    menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari responden

    (Notoatmodjo, 2007). Pengukuran pengetahuan ini berkaitan dengan

    pengetahuan perawat tentang teori dan praktik perawatan dekubitus.

  • 19

    4. Sumber sumber pengetahuan

    Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang

    berasal dari berbagai macam sumber, misalnya media massa, media

    elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, media poster, kerabat dekat

    dan sebagainya.

    5. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan

    Menurut Notoatmodjo (2007) faktor yang mempengaruhi pengetahuan

    adalah :

    a. Pendidikan

    Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi

    respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang

    berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional

    terhadap informasi yang datang dan akan berpikir sejauh mana

    keuntungannya, mempunyai pendidikan yang lebih tinggi akan mudah

    mengenali dekubitus baik dari tanda, gejala, cara penanganan serta

    efek yang ditimbulkan, oleh sebab ini faktor pendidikan sangat

    mempengaruhi tingkat pengetahuan seorang perawat dalam menyikapi

    suatu kejadian dekubitus.

    b. Media massa

    Melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik berbagai

    informasi dapat diterima masyarakat, sehingga seseorang yang lebih

    sering terpapar media massa (TV, internet, radio, majalah, pamflet, dan

    lain-lain) akan memperoleh informasi yang lebih banyak dibandingkan

    dengan orang yang tidak pernah terpapar informasi media. Ini berarti

    paparan media massa mempengaruhi tingkat pengetahuan yang

    dimiliki oleh seseorang. Media masa sebagai jendela informasi dapat

    menjadi salah satu sumber bagi para perawat untuk memahami

    dekubitus dan perawatannya.

  • 20

    c. Hubungan sosial

    Manusia adalah makhluk sosial dimana dalam kehidupan saling

    berinteraksi antara satu dengan yang lain. Individu yang dapat

    berinteraksi secara continue akan lebih besar terpapar informasi.

    Sementara faktor hubungan sosial juga mempengaruhi kemampuan

    individu sebagai komunikasi untuk menerima pesan menurut model

    komunikasi media dengan demikian hubungan sosial dapat

    mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang tentang suatu hal.

    d. Pengalaman

    Pengalaman seorang individu tentang berbagai hal biasa diperoleh

    dari lingkungan kehidupan dalam proses perkembangannya, misalnya

    sering mengikuti kegiatan. Kegiatan yang mendidik misalnya seminar

    organisasi dapat memperluas jangkauan pengalamannya, karena dari

    berbagai kegiatan tersebut informasi tentang suatu hal dapat diperoleh.

    Pengetahuan yang berkaitan dengan dekubitus sangat penting

    diketahui oleh seorang perawat antara lain tentang pengertian

    dekubitus, faktor-faktor resiko apa saja yang dapat menyebabkan

    dekubitus, karakteristik dekubitus, dan yang terpenting mengetahui cara

    melakukan perawatan dekubitus. Setelah perawat memiliki pengetahuan

    yang benar tentang dekubitus, maka diharapkan perawat mampu

    melakukan praktik perawatan dekubitus sesuai dengan standar

    operasional prosedur, sehingga dapat mengurangi angka kejadian

    dekubitus.

    C. Sikap

    1. Pengertian sikap

    Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

    seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap itu tidak dapat langsung

    Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi

    terhadap stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan

    reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb salah

  • 21

    seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan

    kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan pelaksanaan motif

    tertentu. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan

    reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Lebih dapat dijelaskan lagi

    bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu

    sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2010).

    2. Tingkatan sikap

    Menurut Notoatmodjo (2007) sikap mempunyai 4 tingkatan dari yang

    terendah hingga yang tertinggi yaitu :

    a. Menerima (receiving)

    Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan

    memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang

    terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian itu terhadap

    ceramah-ceramah.

    b. Merespon (responding)

    Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan

    menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

    Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau

    mengerjakan tugas yang diberikan, lepas dari pekerjaan itu benar atau

    salah adalah berarti orang menerima ide tersebut.

    c. Menghargai (valuing)

    Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan

    dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap

    tingkat tiga.

    d. Bertanggung jawab (responsible)

    Pada tingkat ini, sikap individu akan bertanggung jawab dan siap

    menanggung segala resiko atas segala sesuatu yang telah dipilihnya.

    3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap

    Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap

    (Azwar, 2002), yaitu :

  • 22

    a. Pengalaman pribadi

    Apa yang telah dan sedang dialami seseorang akan ikut membantu

    dan mempengaruhi penghayatan terhadap stimulus sosial.

    b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting.

    Pada umumya individu cenderung untuk memiliki sikap yang

    konformasi atau searah dengan orang lain yang dianggap penting.

    c. Pengaruh kebudayaan.

    Seseorang hidup dan dibesarkan dari suatu kebudayaan, dengan

    demikian kebudayaan yang diikutinya mempunyai pengaruh besar

    terhadap pembentukan sikap orang tersebut.

    d. Media massa.

    Media massa membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat

    mengarahkan opini seseorang, sehingga terbentuklah arah sikap yang

    tertentu.

    e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama.

    Kedua lembaga ini meletakkan dasar pengertian dan konsep moral

    dalam individu sehingga kedua lembaga ini merupakan suatu sistem

    yang mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap.

    f. Pengaruh faktor emosional.

    Suatu bentuk sikap merupakan pertanyaan yang didasari oleh

    emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau

    pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

    g. Pendidikan

    Kurangnya pengetahuan seseorang akan mudah terpengaruh dalam

    bersikap.

    D. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Perawat dengan Praktik Perawatan

    Dekubitus

    Seseorang setelah mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian

    mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses

    selanjutnya diharapkan akan dapat melaksanakan atau mempraktikkan apa

  • 23

    yang diketahui atau disikapi. Hal inilah yang disebut dengan praktik

    kesehatan. Oleh karena itu pengetahuan, sikap dan praktik ini memliki

    indikator yang sama yaitu sehubungan dengan penyakit, pemeliharaan dan

    peningkatan kesehatan serta kesehatan lingkungan (Notoatmodjo, 2007).

    Secara teori perubahan perilaku atau mengadopsi perilaku baru itu

    mengikuti tahap-tahap yang meliputi perubahan pengetahuan, perubahan

    sikap hingga perubahan praktik. Beberapa peneliti telah membuktikan hal

    tersebut, namun penelitian lain juga membuktikan hal yang sebaliknya,

    artinya terdapat seseorang yang telah berperilaku positif, meskipun

    pengetahuan dan sikapnya masih negatif (Notoatmodjo, 2007).

    Perilaku seseorang atau subjek dipengaruhi oleh faktor-faktor baik dari

    dalam maupun dari luar. Perilaku terdiri dari 3 domain yaitu pengetahuan,

    sikap dan tindakan. Faktor yang membentuk perilaku ini disebut determinan.

    Banyak teori tentang determinan perilaku ini, masing-masing berdasarkan

    pada asumsi-asumsi yang dibangun. Salah satu teori determinan perilaku

    menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2010) menganalisa bahwa

    faktor perilaku ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu :

    1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), adalah faktor-faktor

    yang mempermudah atau membentuk terjadinya perilaku seseorang, antara

    lain pengetahuan, sikap, keyakinan, norma sosial dan budaya.

    2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors ), adalah faktor-faktor yang

    memungkinkan terjadinya sebuah perilaku, hal ini berupa sarana dan

    prasarana kesehatan, sumber-sumber khusus yang mendukung dan

    keterjangkaunan fsilitas kesehatan.

    3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors), adalah faktor-faktor yang

    menjadi pendorong atau memperkuat terjadinya perilaku, yaitu sikap dan

    perilaku petugas kesehatan.

  • 24

    E. Kerangka Teori

    Faktor Pemungkin :

    Fasilitas / sarana dan

    prasarana kesehatan

    Gambar 2.1 Kerangka Teori Green

    Sumber : Notoatmodjo (2010)

    F. Kerangka Konsep

    Gambar 2.2 Kerangka Konsep

    Faktor Predisposisi : 1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Keyakinan 4. Norma Sosial 5. Budaya

    Praktik perawatan

    dekubitus

    Faktor Penguat :

    Sikap dan Perilaku

    Petugas Kesehatan

    Variabel terikat

    Variabel bebas

    Praktik penanganan

    dekubitus

    Pengetahuan

    Sikap

  • 25

    G. Variabel Penelitian

    1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan sikap perawat

    tentang dekubitus.

    2. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah praktik perawatan dekubitus.

    H. Hipotesis Penelitian

    1. Ada hubungan antara pengetahuan perawat dengan praktik perawatan

    dekubitus di Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang.

    2. Ada hubungan antara sikap perawat dengan praktik perawatan dekubitus

    di Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang.

  • 6