Degloving Injury.docx

9
TINJAUAN PUSTAKA DEGLOVING INJURY A. Pendahuluan Degloving injury menandakan terlepasnya kulit dan jaringan subkutan dari fasia dan otot yang terletak di bawahnya. Cedera semacam ini paling banyak melibatkan ekstermitas bawah dan torso, dan penyebab tersering adalah kecelakaan industri dan lalu lintas. Cedera dapat terjadi pada seluruh bagian ekstremitas bawah, bahkan dapat meluas hingga ke bagian bawah torso. Cedera tersebut sering disertai dengan fraktur atau cedera lain yang dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi mulai dari infeksi hingga kematian. Apalagi jika pasien berusia lanjut, risiko terjadinya komplikasi semakin meningkat (Wojcicki et al, 2011). Cedera degloving terjadi akibat gaya tangensial yang mengenai permukaan kulit dengan permukaan yang ireguler yang mencengkram kulit sehingga tidak licin. Ketika gaya ini dilawan dengan gerakan yang berlawanan, kulit tertarik dan terlepas dari jaringan di bawahnya (Krisnamoorthy and Karthikeyan, 2011). Biasanya, luka yang terjadi bersifat terbuka. Namun,

description

degloving, injury, surgery, plastic

Transcript of Degloving Injury.docx

TINJAUAN PUSTAKA

DEGLOVING INJURY

A. Pendahuluan

Degloving injury menandakan terlepasnya kulit dan jaringan subkutan dari

fasia dan otot yang terletak di bawahnya. Cedera semacam ini paling banyak

melibatkan ekstermitas bawah dan torso, dan penyebab tersering adalah

kecelakaan industri dan lalu lintas. Cedera dapat terjadi pada seluruh bagian

ekstremitas bawah, bahkan dapat meluas hingga ke bagian bawah torso. Cedera

tersebut sering disertai dengan fraktur atau cedera lain yang dapat menyebabkan

berbagai macam komplikasi mulai dari infeksi hingga kematian. Apalagi jika

pasien berusia lanjut, risiko terjadinya komplikasi semakin meningkat (Wojcicki

et al, 2011).

Cedera degloving terjadi akibat gaya tangensial yang mengenai permukaan

kulit dengan permukaan yang ireguler yang mencengkram kulit sehingga tidak

licin. Ketika gaya ini dilawan dengan gerakan yang berlawanan, kulit tertarik dan

terlepas dari jaringan di bawahnya (Krisnamoorthy and Karthikeyan, 2011).

Biasanya, luka yang terjadi bersifat terbuka. Namun, ada pula cedera degloving

yang bersifat tertutup, yang lebih jarang ditemukan (Yorganci et al, 2002). Jika

lukanya bersifat terbuka, setelah terjadi cedera harus segera dilakukan tindakan

menutup area yang mengalami degloving. Tindakan ini dimaksudkan untuk

mengurangi risiko terjadinya infeksi (Fujiwara and Fukamizu, 2008).

B. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaaan fisik pada pasien dengan cedera Degloving terdiri dari beberapa

langkah berikut (Krisnamoorthy and Karthikeyan, 2011):

1. Pemeriksaaan kondisi umum

2. Pemeriksaan cedera yang mengancam jiwa

3. Pemeriksaaan cedera mayor

4. Pemeriksaan area degloving

Sejauh mana kulit yang hilang

Ekspos/ cedera struktur vital

Gerakan yang bisa dilakukan

C. Manajemen

Prinsip (Krisnamoorthy and Karthikeyan, 2011):

1. Pertahankan struktur sebanyak mingkin

2. Penutupan kulit definitive sesegera mungkin

3. Penutup kulit berkualitas baik

4. Pengembalian fungsi segera

5. Kemungkinan pengerjaan prosedur sekunder

Pada pasien lanjut usia, perlu diperhatikan pula risiko terjadinya hematoma yang

dapat menyebabkan komplikasi pada infeksi, bahkan berpotensi menjadi massa

jaringan lunak. Pri, oses aging mempengaruhi turgor dan menurunkan resistensi

terhadap cedera. Penting untuk menginvestigasi penyebab cedera dan mencari

kondisi medis yang menyertai, seperti neuropati diabetik dan penyakit vaskular

pada ekstremitas bawah (Pagan and Hunter, 2011).

D. Pilihan Operasi

Replantasi-Revaskularisasi

Pilihan utama dan terbaik pada kasus degloving adalah dengan

replantasi dan revaskularisasi. Ketika kulit yang cedera sudah terangkat secara

total dari tubuh, kulit dapat dikembalikan dengan prosedur bedah yang

dinamakan replantasi (Krisnamoorthy and Karthikeyan, 2011).

Saat kulit secara fisiologis mengalami degloving tetapi masih

menempel pada tubuh, kulit dapat divaskularisasi dengan anastomosis arteri-

arteri, arteri-vena, maupun vena-vena. Prosedur ini disebut revaskularisasi.

Jadi, menggantikan kulit yang mengalami degloving dan

memvaskularisasinya dengan anastomosis mikrovaskuler mengembalikan

kulit dan jaringan lunak dalam kualitas dan kuantitas yang baik

(Krisnamoorthy and Karthikeyan, 2011). Namun, pilihan ini mungkin tidak

bias dilakukan pada pasien-pasien tertentu dengan alasan:

1. Kulit yang mengalami degloving hancur, atau vaskularisasi kulit sulit

diselamatkan

2. Ada kegawatan lain yang lebih mengancam jiwa, yang membutuhkan

tindakan pembedahan mayor segera

3. Ada penyakit komorbid yang menyertai, seperti usia lanjut, penyakit

jantung, ataupun diabetes mellitus yang tidak terkontrol, sehingga anestesi

yang terlalu lama dapat merugikan.

Jika replantasi atau revaskularisasi tidak memungkinkan, terkadang

bisa dengan menggunakan kulit yang mengalami degloving sebagai full

thickness graft atau thick split skin graft. Kulit dipisahkan dari jaringan lemak

dan dipasangkan di daerah degloving. Cara ini mungkin memiliki kelemahan,

yaitu strukturnya yang rapuh, sehingga mempertahankan kontak tetap baik

menjadi penting agar proses penyambungan berjalan baik. Untuk mencapai

hal ini, tekanan negative dalam bentuk suction digunakan di bawah graft dan

tekanan positif diberikan bersama dengan dressing dan kompresi. Cara ini

dapat digunakan jika tidak terdapat kerusakan struktur kulit yang mengalami

degloving. Jika cara ini tidak memungkinkan, pilihan selanjutnya adalah

amputasi (Krisnamoorthy and Karthikeyan, 2011). Berdasarkan penelitian

Bosse dkk tahun 2002, outcome pada 2 tahun yang didapat pada pasien yang

menjalani rekonstruksi dengan pasien yang mengalami amputasi adalah sama.

Tujuan Rekonstruksi (Krisnamoorthy and Karthikeyan, 2011):

1. Membuat kulit yang tipis, lentur, dan sensitif untuk mencegah kekakuan dan

pengerutan

2. Membuat jaringan yang direkonstruksi cepat sembuh, agar segera dapat

dilakukan mobilisasi

3. Membuta kulit cukup bertahan lama untuk menghadapi prosedur bedah

sekunder

4. Membuat hasil yang secara kosmetik dapat diterima

E. Konseling Pra-Pembedahan

Komunikasikan hal-hal dibawah ini kepada pasien (Krisnamoorthy and

Karthikeyan, 2011):

1. Prosedur yang telah direncanakan

2. Deksripsi detil mengenai darimana kulit yang akan diambil dan bagaimana

daerah tersebut akan ditutupi. Komplikasi yang mungkin timbul dan bagaiman

mengatasinya juga harus didiskusikan

3. Bekas luka yang mungkin akan terlihat

4. Anestesi yang digunakan beserta komplikasinya

5. Lama perawatan post-operasi di rumah sakit

6. Perkiraan waktu rekonstruksi total dan kapan bisa kembali ke rumah, kapan

bias kembali bekerja

7. Pentingnya terapi dan kebutuhan splints, mobilisasi, masase bekas luka, dan

kompresi

8. Kebutuhan prosedur sekunder multiple untuk melengkapi proses rekonstruksi

F. Perawatan Post Operasi

Defek jaringan lunak pada regio kaki biasanya memerlukan pembedahan

local atau free flap surgery jika prosedur skin graft tidak dapat dilakukan akibat

pembentukan jaringan granulasi yang minim. STSG tidak direkomendasikan pada

luka dengan ekspos struktur tulang maupun neurovaskuler, atau luka yang

melibatkan daerah yang menahan beban. Pada sebuah studi komparatif antara

dressing tradisional dengan negative pressure weight therapy (NPWT), NPWT

terbukti menurunkan angka kebutuhan free flap surgery sebesar 30%. NPWT juga

membantu mengevakuasi hematoma, eksudat, dan pathogen dengan

digunakannya tekanan negatif pada luka (Lee et al, 2009). NPWT juga

mempercepat penyembuhan dengan memperbaiki angiogenesis, proliferasi

endotel, integritas membrane basalis kapiler, aliran darah kapiler, dan mengurangi

edema interstisial (Cipolla et al, 2008).

DAFTAR PUSTAKA

Bosse MJ, Mackenzie EJ, Kellam JF, et.al. An analysis of outcomes of

reconstruction or amputation of leg-threatening injuries. N Eng J Med 2002;

347(24): 1924-1931

Cipolla J, Baillie DR, Steinberg SM, Martin ND, Jaik NP, Lukaszczyk JJ, Stawicki

SP. Negative pressure wound therapy: Unusual and innovative application .

OPUS 12 Scientist 2008; 2(3): 15-29

Fujiwara M, Fukamizu H. Delayed wraparound abdominal flap reconstruction for a

totally degloved hand. J Hand Surg 2008; 13:115-119

Krishnamoorty R, Karthikeyan G. Degloving injuries of the hand. Ind J Plast Surg

2011; 44(2):227-236

Kudsk KA, Sheldon GF, Walton RL. Degloving injuries of the extremities and torso.

The J Trauma 1981;21(10): 835-839

Leatherwood, DF. Emergency room treatment of the hand. U P Onl J 1997;10:40-48

Lee HJ, Kim JW, Chang WO, et al. Negative pressure wound therapy for soft tissue

injuries around the foot and ankle. J Ortho Surg Research 2009;4:1:14

Pagan M, Hunter J. Lower leg haematomas: Potential for complications in older

people. J Wound Practice Research 2011;19: 21-28

Wojcicki P, Wojtkiewicz W, Drozdowski P. Severe lower extremities degloving

injuries-medical problems and treatment results. Polski Przeglad Chirurgiczny

2011;83(5): 276-282

Yorganci, K, Atli M, Kayikci, A, Kaynaroglu V. Closed degloving injury

complicated with paraplegia. Turkish J Trauma Em Surg 2002;8:118-119