Deg Lov ing
-
Upload
reevescool -
Category
Documents
-
view
217 -
download
3
description
Transcript of Deg Lov ing
![Page 1: Deg Lov ing](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082815/563db8b3550346aa9a962280/html5/thumbnails/1.jpg)
DEGLOVING
Degloving merupakan gangguan pada kulit sedikit sampai luas dengan
variasi kedalaman jaringan yang disebabkan trauma ditandai dengan rusaknya
struktur yang menghubungkan kulit dengan jaringan dibawahnya ,kadang
masih ada kulit yang melekat dan ada juga bagian yang terpisah dari jaringan
dibawahnya. Degloving dapat juga berhubungan dengan permukaan pada
jaringan lunak, tulang, persarafan ataupun vaskuler. Jika trauma
menyebabkan kehilangan aliran darah pada kulit, maka dapat terjadi nekrosis.
Trauma degloving ini seringkali membutuhkan debridement untuk
menghilangkan jaringan yang nekrosis. Trauma degloving dalam jumlah
besar disertai dengan jaringan yang lebih profunda menyebabkan jaringan
terkelupas atau berupa sayatan. (1)
Degloving paling sering terjadi pada daerah lengan maupun tungkai. Hal
ini biasanya disebabkan oleh trauma mekanis, biasanya oleh karena trauma
pada kendaraan bermotor, trauma akibat kipas angin. Namun juga bisa akibat
trauma tumpul. (3)
Anatomi
Kulit merupakan bagian yang sering mengalami degloving , karena
merupakan bagian dari organ tubuh yang terletak paling luar dan
membatasinya dengan lingkungan hidup manusia. Kulit juga sangat
kompleks, elastis dan sensitif , bervariasi pada keadaan iklim , umur , seks,
ras dan juga bergantung pada lokasi tubuh. Luas kulit orang dewasa 1.5-2m2
, dengan berat kira-kira 15% berat badan. Tebalnya antara 1.5-5 mm ,
bergantung pada letak kulit , umur , jenis kelamin , suhu dan keadaan gizi.
Kulit paling tipis di kelopak mata , penis , labium minor ,dan bagian medial
lengan atas. Sedangkan kulit yang tebal terdapat di telapak tangan dan kaki ,
punggung, bahu, bokong.(2)
1
![Page 2: Deg Lov ing](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082815/563db8b3550346aa9a962280/html5/thumbnails/2.jpg)
Kulit terdiri dari tiga lapisan, yaitu (2)
1. Lapisan epidermis .
Lapisan epidermis merupakan epitel berlapis gepeng yang sel – selnya
menjadi pipih bila matang dan naik ke permukaan, yang terdiri dari
stratum korneum, stratum granulosum, stratum spinosum dan stratum basale
dengan melanosit, juga tidak terdapat pembuluh darah. Pada telapak
tangan dan kaki, epidermis sangat tebal untuk menahan robekan dan
kerusakan yang terjadi pada daerah ini. Pada bagian tubuh yang
lainnya, misalnya pada bagian medial lengan atas dan kelopak mata,
kulit sangat tipis.
2. Lapisan dermis
Lapisan dermis ini lebih tebal dari pada epidermis. Lapisan ini terdiri atas
jaringan ikat padat yang banyak mengandung pembuluh darah, pembuluh
limfatik dan saraf. Dermis terdiri dari stratum papilare dan stratum
retikulare. Tebalnya dermis berbeda – beda pada berbagai bagian tubuh
dan cenderung menjadi lebih tipis pada permukaan anterior dibanding
2
![Page 3: Deg Lov ing](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082815/563db8b3550346aa9a962280/html5/thumbnails/3.jpg)
dengan permukaan posterior. Dermis pada perempuan lebih tipis
dibandingkan pada laki – laki.
3. Lapisan subkutis
Lapisan ini merupakan kelanjutan dari dermis, terdiri atas jaringan ikat
longgar yang berisi sel – sel lemak. Berfungsi sebagai pengatur suhu dan
pelindung bagi lapisan kulit yang lebih superficial terhadap tonjolan –tonjolan
tulang.
Di dalam dermis, sebagian besar berkas serabut – serabut kolagen berjalan
sejajar. Insisi bedah pada kulit yang dilakukan disepanjang atau antara berkas –
berkas ini menimbulkan kerusakan minimal pada kolagen sehingga luka yang
sembuh dengan sedikit jaringan parut. Sebaliknya, insisi yang dibuat
memotong berkas – berkas kolagen akan merusaknya dan menyebabkan
pembentukan kolagen baru yang berlebihan sehingga terbentuk jaringan parut
yang luas dan jelek. Arah berkas – berkas kolagen ini dikenal sebagai garis
insisi ( garis Langer ), dan garis – garis ini cenderung berjalan longitudinal
pada extremitas dan melingkar pada leher dan batang badan. (3)
Struktur lain yang ada pada kulit yaitu kuku , folikel rambut , kelenjar
sebasea dan kelenjar keringat. (1)
Etiologi (1,2,3)
Trauma degloving dapat disebabkan beberapa faktor, antara lain
karena kecelakaan lalu lintas seperti terlindas dari kendaraan atau kecelakaan
akibat dari olah raga seperti roller blade, sepeda gunung, acrobat dan skate
board. Trauma degloving ini mengakibatkan penurunan supplai darah ke
kulit, yang pada akhirnya dapat terjadi kerusakan kulit. Degloving yang luas
dan berat biasanya diakibatkan oleh ikat pinggang dan ketika tungkai masuk
ke roda kendaraan. Adapun penyebab lainnya bisa berupa kecelakaan pada
escalator atau biasa juga disebabkan oleh trauma tumpul.
Degloving minimal biasa terjadi pada pasien yang sudah tua,
misalnya benturan terhadap meja. Selain pada extremitas, degloving juga
3
![Page 4: Deg Lov ing](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082815/563db8b3550346aa9a962280/html5/thumbnails/4.jpg)
biasa terjadi pada mucosa mandibula, yang diakibatkan oleh high jump pada
acrobat biking atau kecelekaan lalu lintas.
Klasifikasi (3,4)
Trauma degloving dibagi 2 yaitu :
1. Trauma degloving dengan luka tertutup. (3,7)
Trauma ini jarang terjadi tapi penting diperhatikan karena terjadi pada
pasien dengan multiple trauma, dimana jaringan subkutan terlepas dari
jaringan dibawahnya. Klinis awalnya dari jenis ini seringkali tampak
normal pada permukaan kulit, dapat disertai dengan echimosis. Dan jika
tidak dikoreksi, akan menyebabkan peningkatan dari morbiditas yaitu
jaringan yang terkena akan mengalami necrosis. Untuk itu dilakukan
drainase dengan membuat insisi kecil yang bertujuan untuk kompresi,
karena terdapat ruangan yang terisi oleh hematome dan cairan. Luka
degloving yang tertutup terjadi jika ada kekuatan shear dengan energi yang
cukup dalam waktu yang singkat sehingga kulit tidak terkelupas. Tapi
didalamnya kadang dapat terjadi pemisahan antara jaringan dengan
pembuluh darah, hal ini menyebabkan bagian yang atas dari jaringan yang
terpisah menjadi nekrosis karena tidak mendapat aliran darah.
Komplikasi dari traksi dapat mengakibatkan trauma degloving luka tertutup
pada kulit sehingga dapat menyebabkan terjadinya lesi pada kulit. Hal ini
mungkin disebabkan oleh usia lanjut dan kulit yang lemah. Jadi pada trauma
degloving tertutup jaringan subkutan terlepas dari jaringan dibawahnya,
sedang bagian luar atau permukaan kulit tanpa luka atau ada luka dengan
ukuran yang kecil.
4
![Page 5: Deg Lov ing](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082815/563db8b3550346aa9a962280/html5/thumbnails/5.jpg)
2. Trauma degloving dengan luka terbuka.
Trauma degloving ini terjadi akibat trauma pada tubuh yang menyebabkan
jaringan terpisah. Gambarannya berupa terangkatnya kulit dari jaringan
dibawahnya disertai dengan luka yang terbuka. Ini merupakan trauma
degloving dengan luka terbuka. (3)
Gambaran klinis
Terkelupasnya lapisan kutis dan subkutis dari jaringan dibawahnya, dapat
juga masih terdapat bagian dari kulit yang melekat, ini terjadi pada trauma
degloving terbuka. Gejala klinik yang lain dapat pula ditemukan gambaran
permukaan kulit yang normal atau dapat disertai dengan echimosis, ini terjadi
pada trauma degloving tertutup.(4)
Penanganan
Jika terjadi kehilangan jaringan yang luas dapat terjadi syok dilakukan
penanganan dari syok. Penanganan dari trauma degloving ini berupa kontrol
perdarahan dengan membungkusnya dengan kassa steril pada luka dan sekitar
5
![Page 6: Deg Lov ing](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082815/563db8b3550346aa9a962280/html5/thumbnails/6.jpg)
luka, debridement luka dan dilakukan amputasi bila jaringan tersebut
nekrosis. Trauma degloving seharusnya di lakukan pencucian atau
debridemen dari benda asing dan jaringan nekrotik juga dilakukan penutupan
dari luka. Bila lukanya kotor maka dilakukan perawatan secara terbuka
sehingga terjadi penyembuhan secara sekunder, lukanya bersih dilakukan
penutupan luka primer.(8)
Pada trauma degloving tertutup sering tidak diketahui, dimana
tidak terdapat luka pada kulit, yang mana jaringan subkutan terlepas dari
jaringan dibawahnya, menimbulkan suatu rongga yang berisi hematoma dan
cairan. Pada degloving tertutup ini dapat dilakukan aspirasi dari hematome
atau insisi kecil selanjutnya dilakukan perban kompresi. Insisi dan aspirasi
untuk mengeluarkan darah dan lemak nekrosis, volume yang dievakuasi
antara 15 -800 ml ( rata-rata 120 ml ).(6)
Sedang pada trauma degloving dengan luka terbuka, yang mana
terdapat avulsi dari kulit, dilakukan pencucian dari jaringan tersebut yaitu
debridement dari benda asing dan jaringan nekrotik. Pada luka yang kotor
atau infeksi dilakukan rawat terbuka sehingga terjadi penyembuhan secara
sekunder. Kulit dari degloving luka yang terbuka dapat dikembalikan pada
tempatnya seperti skin graft dan dinilai tiap hari ,keadaan dari kulit tersebut.
Jika kulit menjadi nekrotik, maka dilakukan debridemen dan luka ditutup
secara split thickness skin graft.
Terapi degloving yang sekarang dipakai adalah Dermal
Regeneration Template (DRT), yaitu pembentukan neodermis dengan cara
Graft Epidermal. Adapun tekniknya berupa Full Thickness Skin Graft
(FTSG), Split Thickness Skin Graft (STSG) , Pedical Flap atau
Mikrovascular Free Flap. Penggunaan DRT merupakan terapi terbaik untuk
trauma degloving dan juga dapat dipertimbangkan sebagai terapi, jika
terdapat kehilangan jaringan sekunder yang bisa menyebabkan avulsi. (5)
Sebelum dilakukan FTSG dan STSG, diperlukan tindakan berupa
mempersiapkan daerah luka dengan Vacum Assisted Closure ( VAC ). Tiga
minggu setelah terapi VAC, maka pada daerah luka terjadi revascularisasi
6
![Page 7: Deg Lov ing](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082815/563db8b3550346aa9a962280/html5/thumbnails/7.jpg)
disertai dengan terbentuknya jaringan granulasi sehingga siap untuk di graft.
Biasanya pada degloving yang luas, terjadi drainase yang berlebihan, resiko
kontaminasi bakteri yang luas dan cenderung menyebabkan luka yang
avaskuler . Ketiga hal tersebut mengakibatkan sukar sembuh pada luka yang
telah dilakukan skin graft. Oleh karena itu dengan VAC diharapkan drainase
lebih terkontrol, kontaminasi bakteri menurun serta terjadi stimulasi jaringan
granulasi pada dasar luka. (5)
Prognosis (4)
Bagian yang hilang pada degloving tidak dapat tumbuh
kembali .Jika terjadi kehilangan jaringan yang minimal, biasanya akan
mengering dan sembuh sendiri.
A. PROSES PENYEMBUHAN LUKA
Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks, yang
melibatkan respons vaskular, aktivitas seluler dan substansi mediator di
daerah luka. Setiap proses penyembuhan luka akan melalui 3 tahapan yang
dinamis, saling terkait dan berkesinambungan serta tergantung pada jenis dan
derajat luka.
Dalam keadaan normal, proses penyembuhan luka mengalami 3 tahap atau
fase yaitu:
1. Fase inflamasi
Fase ini terjadi sejak terjadinya luka hingga sekitar hari kelima.
Dalam fase inflamasi terjadi respons vaskular dan seluler yang terjadi
akibat luka atau cedera pada jaringan yang bertujuan untuk menghentikan
perdarahan dan membersihkan daerah luka dari benda asing, sel-sel mati
dan bakteri.
Pada awal fase inflamasi, terputusnya pembuluh darah akan
menyebabkan perdarahan dan tubuh akan berusaha untuk
menghentikannya (hemostasis), dimana dalam proses ini terjadi:
Konstriksi pembuluh darah (vasokonstriksi)
7
![Page 8: Deg Lov ing](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082815/563db8b3550346aa9a962280/html5/thumbnails/8.jpg)
Agregasi (perlengketan) platelet/trombosit dan pembentukan jala-jala
fibrin
Aktivasi serangkaian reaksi pembekuan darah
Proses tersebut berlangsung beberapa menit dan kemudian diikuti
dengan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga cairan plasma darah
keluar dari pembuluh darah, penyebukan sel radang, disertai
vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah) setempat yang menyebabkan
edema (pembengkakan). Selain itu juga terjadi rangsangan terhadap
ujung saraf sensorik pada daerah luka. Sehingga pada fase ini dapat
ditemukan tanda-tanda inflamasi atau peradangan seperti kemerahan,
teraba hangat, edema, dan nyeri.
Aktivitas seluler yang terjadi berupa pergerakan sel leukosit (sel darah
putih) ke lokasi luka dan penghancuran bakteri dan benda asing dari
luka oleh leukosit.
2. Fase proliferasi
Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia, yang berlangsung
sejak akhir fase inflamasi sampai sekitar akhir minggu ketiga. Pada fase
ini, sel fibroblas berproliferasi (memperbanyak diri). Fibroblas
menghasilkan mukopolisakarida, asam amino dan prolin yang merupakan
bahan dasar kolagen yang akan mempertautkan tepi luka. Fase ini
dipengaruhi oleh substansi yang disebut growth factor.
Pada fase ini terjadi proses:
Angiogenesis, yaitu proses pembentukan kapiler baru untuk
menghantarkan nutrisi dan oksigen ke daerah luka. Angiogenesis
distimulasi oleh suatu growth factor yaitu TNF-alpha2 (Tumor Necrosis
Factor-alpha2).
Granulasi, yaitu pembentukan jaringan kemerahan yang mengandung
kapiler pada dasar luka dengan permukaan yang berbenjol halus
(jaringan granulasi).
Kontraksi
8
![Page 9: Deg Lov ing](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082815/563db8b3550346aa9a962280/html5/thumbnails/9.jpg)
Pada fase ini, tepi-tepi luka akan tertarik ke arah tengah luka yang
disebabkan oleh kerja miofibroblas sehingga mengurangi luas luka.
Proses ini kemungkinan dimediasi oleh TGF-beta (Transforming
Growth Factor-beta).
Re-epitelisasi
Proses re-epitelisasi merupakan proses pembentukan epitel baru pada
permukaan luka. Sel-sel epitel bermigrasi dari tepi luka mengisi
permukaan luka. EGF (Epidermal Growth Factor) berperan utama
dalam proses ini.
3. Fase maturasi atau remodelling
Fase ini terjadi sejak akhir fase proliferasi dan dapat berlangsung
berbulan-bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah menyempurnakan
terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan yang lebih kuat dan
berkualitas. Pembentukan kolagen yang telah dimulai sejak fase proliferasi
akan dilanjutkan pada fase maturasi menjadi kolagen yang lebih matang.
Pada fase ini terjadi penyerapan kembali sel-sel radang, penutupan dan
penyerapan kembali kapiler baru serta pemecahan kolagen yang berlebih.
Selama proses ini jaringan parut yang semula kemerahan dan tebal akan
berubah menjadi jaringan parut yang pucat dan tipis. Pada fase ini juga
terjadi pengerutan maksimal pada luka.
Selain pembentukan kolagen juga akan terjadi pemecahan kolagen oleh
enzim kolagenase. Untuk mencapai penyembuhan yang optimal
diperlukan keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang
dipecah. Kolagen yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya
penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi
kolagen yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan
luka tidak akan menutup dengan sempurna.
9
![Page 10: Deg Lov ing](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082815/563db8b3550346aa9a962280/html5/thumbnails/10.jpg)
DAFTAR PUSTAKA
Sjamsuhidajat R. Luka, trauma, syok dan bencana. Dalam : Sjamsuhidajat R, Jong
W, ed. Buku Ajar ilmu Bedah. Edisi 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
1997: 72-3.
Wasitaatmadja. SM. Anatomi Kulit . Ilmu Penyakit kulit dan kelamin , edisi
ketiga , FKUI ,Jakarta , 2001, hal 3-8.
I. C. Josty, R. Ramaswamy and J. H. E. Laing. 2001. Vacuum-assisted closure: an
alternative strategy in the management of degloving injuries of the foot. British
Journal of Plastic Surgery.
Yamada, N. Ui, K. Uchinuma, E. 2001. The use of a thin abdominal flap in
degloving finger injuries. British Journal of Plastic Surgery volume 54 pp: 434-
438.
Chen, SL. Chou, GH. Chen, TM. Wang, HJ. 2001. Salvage of completely
degloved finger with a posterior interosseous free flap. British Journal of Plastic
Surgery .The British Association of Plastic Surgeons.
Van der Kolk, BM. Pickkers, P. 2007. Treatment of necrotizing soft tissue
infections. Netherlands Journal of Critical Care.
Karmiris, NA. Vourtsis, SA. Assimomitis, CM. Spyriounis, PK. 2008. The role of
microsurgical free flaps in distal tibia, ankle and foot reconstruction. A 6 year
experience. EEXOT Volume 59, (4):223-229.
E Segev, S Wientroub. Y Kollender, I Meller. A Amir, E Gur. 2007. A combined
use of a free vascularised flap and an external fixator for reconstruction of lower
extremity defects in children. Journal of Orthopaedic Surgery ;15(2):207-10
10
![Page 11: Deg Lov ing](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082815/563db8b3550346aa9a962280/html5/thumbnails/11.jpg)
Chin-Ta Lin, Shyi-Gen Chen, Niann-Tzyy Dai, Tim-Mo Chen, Shun-Cheng
Chang. 2013. Free Sensate Anteromedial Thigh Fasciocutaneous Flap for
Reconstruction of Complete Circumferential Degloving Injury of the Digits: Case
Report and Literature Review. J Med Sci ;33(1):057-060
Pilancı, Özgür. Et al. 2013. Management of soft tissue extremity degloving
injuries with full-thickness grafts obtained from the avulsed flap. Ulus Travma
Acil Cerr Derg Vol. 19, No. 6.
Kenneth A. Kudsk. George F. Sheldon, Robert L, Walton. 1981. Degloving
Injuries of the Extremities and Torso. The Journal Of Trauma.
Gitto, Lorenzo. Maiese, Aniello. Bolino, Giorgio. 2013. A traffic accident
resulting in a degloving injury of the passenger: Case report and biomechanical
theory. Rom J Leg Med [21] 165-168.
Gurunluoglu, Raffi. 2007. Case report: Experiences with waterjet hydrosurgery
system in wound debridement. World Journal of Emergency Surgery 2: 10.
Prasetyono, Theddeus O.H. 2009. General concept of wound healing, revisited.
Med J Indonesia Vol.18, No. 3.
11