Decompression Sickness

42
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia adalah Negara kepulauan dengan jumlah pulau sebanyak 17.508 pulau. Luas Negara Indonesia 87.764 km2 dengan 2/3 luasnya merupakan lautan. Potensi kekayaan alam perairan laut Indonesia melimpah, sehingga untuk mengelolanya diperlukan sumber daya manusia yang handal. Laut selain sebagai jalur transportasi, obyek wisata juga merupakan sumber mata pencaharian bagi masyarakat terutama nelayan. Dalam mengelola kekayaan alam tersebut masyarakat nelayan kita masih menggunakan cara-cara tradisional, antara lain menyelam dengan menggunakan peralatan yang sederhana dan tanpa pelatihan penyelaman yang benar. (1) Perkembangan peralatan penyelaman dimulai pada abad XIX dengan ditemukannya ”diving bells”. Kemudian perbaikan alat tersebut berkembang sampai pada tahun 1837 dengan ditemukannya alat penyelaman ”Siebe’s Improved 1

description

DCI, DCS, decompression illness

Transcript of Decompression Sickness

Page 1: Decompression Sickness

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Indonesia adalah Negara kepulauan dengan jumlah pulau sebanyak 17.508

pulau. Luas Negara Indonesia 87.764 km2 dengan 2/3 luasnya merupakan lautan.

Potensi kekayaan alam perairan laut Indonesia melimpah, sehingga untuk

mengelolanya diperlukan sumber daya manusia yang handal. Laut selain sebagai

jalur transportasi, obyek wisata juga merupakan sumber mata pencaharian bagi

masyarakat terutama nelayan. Dalam mengelola kekayaan alam tersebut

masyarakat nelayan kita masih menggunakan cara-cara tradisional, antara lain

menyelam dengan menggunakan peralatan yang sederhana dan tanpa pelatihan

penyelaman yang benar. (1)

Perkembangan peralatan penyelaman dimulai pada abad XIX dengan

ditemukannya ”diving bells”. Kemudian perbaikan alat tersebut berkembang

sampai pada tahun 1837 dengan ditemukannya alat penyelaman ”Siebe’s

Improved Diving Dress” oleh Augustus Siebe. Penemuan alat penyelaman oleh

Augustus Siebe ini merupakan tonggak perkembangan alat penyelaman modern.

Pada perang dunia II diperkenalkan alat penyelaman ”Survace-Supplied Mask”

dan alat penyelam perorangan yang diberi nama ”Self Contained Underwater

Breathing Apparatus (Scuba)”. (1)

Di Indonesia aspek kelautan merupakan hal yang relatif baru berkembang

dan memerlukan penanganan yang multi sektor dan disiplinilmu dengan didukung

ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yangmemadai. Salah satu aspek yang

1

Page 2: Decompression Sickness

perlu diperhatikan adalah bidangkesehatan, terutama perhatian terhadap sumber

daya manusianya. (1)

Sebagai Negara Maritim Indonesia memiliki wilayah yang sebagian besar

adalah lautan, dengan demikian banyak aktivitas masyarakat yang berhubungan

dengan perairan/laut, baik untuk kebutuhan ekonomi, pelayaran sampai olahraga

dan penelitian. Dewasa ini banyak kegiatan yang dilakukan masyarakat maupun

para kelompok profesional untuk memanfaatkan dan mengetahui keadaan dasar

laut serta yang ada didalamnya. Dari banyak kegiatan masyarakat yang

berhubungan dengan  laut kegiatan penyelaman  merupakan kegiatan yang sering

dilakukan, kegiatan penyelaman ini di kalangan masyarakat awam atau nelayan 

sering mereka lakukan untuk mencari ikan, atau mencari hasil laut lainnya.

Kegiatan yang mereka lakukan ini kadang tidak mereka sadari sering

menimbulkan masalah pada kesehatannya, mereka kurang memperhatikan akibat-

akibat yang di timbulkan terutama yang menyangkut kesehatannya. (2)

Menyelam merupakan olahraga yang meningkat popularitasnya beberapa

tahun terakhir ini sejak Jacques-Yves dan Emile Gagnon mengembangkan katup

regulator dan tabung portable pada tahun 1943. Professional Association of

Diving Instructor (PADI) telah memberikan sertifikasi terhadap lebih dari 5 juta

penyelam diseluruh dunia. Menyelam juga mempunyai peranan penting pada

beberapa bidang lainnya seperti dalam bidang militer, industri dan penelitian.

Banyak para nelayan atau  penyelam  mengeluh perasaan tidak enak, keram-

keram pada kaki bahkan sampai kelumpuhan  dan  kematian yang mereka alami.

Mereka tidak menyadari bahwa semua keluhan itu adalah sebagai komplikasi

penyelaman yang mereka lakukan yang di sebut Penyakit Decompresi

2

Page 3: Decompression Sickness

atau Caisson Disease (CD). Penyakit  Decompresi atau Caisson Disease 

merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh pelepasan dan pengembangan

gelembung-gelembung gas dari fase larut dalam darah/jaringan akibat penurunan

tekanan sekitar. (2)

Caisson disease (CD) atau decompression sickness adalah suatu penyakit

atau kelainan-kelainan yang diakibatkan oleh penurunan tekanan dengan cepat

disekitarnya sehingga memicu pelepasan dan pengembangan gelembung-

gelembung gas dari fase larut dalam darah atau jaringan. Ekspansi gas dari paru-

paru dapat mengakibatkan ruptur alveolus yang biasa disebut dengan “Pulmonary

Overinflation Syndrome”. Penurunan tekanan yang tiba-tiba tadi dapat

mengakibatkan adanya emboli udara di arteri. (2)

Caisson disease diklasifikasikan menjadi dua tipe. Tipe I yang lebih ringan,

tidak mengancam nyawa, dan ditandai dengan rasa nyeri pada persendian dan

otot-otot serta pembengkakan pada limfonodus. Caisson disease tipe II merupakan

masalah serius dan dapat menyebabkan kematian. Manifestasinya bisa berupa

gangguan respirasi, sirkulasi, dan biasanya gangguan nervus perifer dan / atau

gangguan susunan saraf pusat. (2)

Data dari berbagai sumber melaporkan kematian akibat penyelaman pada

wisata penyelam sebanyak 1 kematian per 6.250 penyelam tiap tahun, olah raga

menyelam 1 kematian per 5.000 penyelam tiap tahun. Sedangkan yang mengalami

penyakit dekompresi di Amerika untuk penyelam militer 1 kasus per 3.770

penyelam, wisata menyelam 1 kasus per 2.900 penyelam dan penyelam komersial

1 kasus per 280 penyelam tiap tahunnya. (1)

3

Page 4: Decompression Sickness

The Divers Alert Network (DAN) melaporkan sejak tahun 1980 ratarata

setiap tahun terjadi kematian 90 penyelam dan antara 900 sampai 1.000 penyelam

melakukan terapi rekompresi. Sedangkan menurut Perhimpunan Kesehatan

Hiperbarik Indonesia (PKHI, 2000) didunia 5-6 orang dari tiap 100.000 orang

mati akibat tenggelam setiap tahunnya. (1)

Di Amerika Serikat kasus kecelakaan akibat penyelaman diperkirakan 3

sampai 4 kasus setiap 10.000 penyelam, rata-rata setiap tahunnya adalah 1.000

kasus. Sedangkan di regional Asia-Pacific berkisar antara 500-600 kasus tidak

termasuk Jepang. Depkes (2004) dalam penelitiannya di 10 propinsi terhadap

gangguan kesehatan akibat penyelaman, memberikan gambaran tentang penyakit

yang dialami penyelam. Dari 204 responden, yang menderita penyakit tuli sebesar

39,7%, kelumpuhan kaki 13,2%, kehilangan kesadaran 3,9% dan berkurangnya

penglihatan 14,7%. (1)

Penelitian yang dilakukan oleh Hagberg & Ornhagen (2003) tentang

insiden dan faktor risiko gejala penyakit dekompresi pada penyelam dan

instruktur pria dan wanita menunjukkan bahwa: penyelam dan instruktur laki-laki

mempunyai faktor risiko terkena penyakit dekompresi 1,48 kali dibanding dengan

penyelam dan instruktur perempuan, penyelam dan instruktur berusia 18-24 tahun

mempunyai faktor risiko terkena penyakit dekompresi sebesar 1,34 kali dibanding

penyelam dan instruktur yang berusia lebih dari 24 tahun, penyelam dan istruktur

yang mengkonsumsi alkohol mempunyai faktor risiko terkena penyakit

dekompresi sebesar 1,56 kali dibanding dengan penyelam dan instruktur yang

tidak mengkonsumsi alkohol, penyelam dan instruktur yang kelebihan berat badan

(BMI ≥ 25) mempunyai faktor risiko terkena penyakit dekompresi sebesar 0,74

4

Page 5: Decompression Sickness

kali dibanding dengan penyelam dan instruktur dengan berat badan normal (BMI

< 25). (1)

Penelitian tentang caisson disease masih jarang dilakukan dilihat dari

susahnya memperoleh data epidemiologi yang menggambarkan tentang kasus

caisson disease di Indonesia khususnya di Sulawesi Selatan. Maka dari itu akan

dilakukan penelitian tentang gambaran karakteristik pasien caisson disease di

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Pemilihan lokasi berdasarkan

pertimbangan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo merupakan rumah sakit tipe A

dan merupakan pusat rujukan di kawasan Indonesia Timur, sehingga pasien yang

menggunakan jasa pelayanan medis di rumah sakit tersebut cukup banyak dan

memiliki fasilitas pemeriksaan dalam mendiagnosis dan pengobatan caisson

disease.

I.2. RUMUSAN MASALAH

Bagaimanakah gambaran karakteristik pasien caisson disease yang dirawat

di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

I.3. TUJUAN PENELITIAN

I.3.1 Tujuan Umum

Untuk memperoleh informasi mengenai karakteristik pasien caisson

disease yang dirawat di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

5

Page 6: Decompression Sickness

I.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui jumlah pasien caisson disease yang menjalani perawatan

inap di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

b. Untuk mengetahui distribusi pasien caisson disease yang menjalani

pengobatan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar berdasarkan umur.

c. Untuk mengetahui distribusi pasien caisson disease yang menjalani

pengobatan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar berdasarkan jenis

kelamin.

d. Untuk mengetahui distribusi pasien caisson disease yang menjalani

pengobatan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar berdasarkan lama

perawatan pasien.

e. Untuk mengetahui distribusi pasien caisson disease yang menjalani

pengobatan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar berdasarkan

keluhan utama.

f. Untuk mengetahui distribusi pasien caisson disease yang menjalani

pengobatan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar berdasarkan tipe

caisson disease berdasarkan umur.

g. Untuk mengetahui distribusi pasien caisson disease yang menjalani

pengobatan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar berdasarkan tipe

caisson disease berdasarkan jenis kelamin.

h. Untuk mengetahui distribusi pasien caisson disease yang menjalani

pengobatan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar berdasarkan

keadaan sewaktu pulang.

6

Page 7: Decompression Sickness

I.4. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penelitian ini adalah:

a) Memberikan informasi sebagai bahan referensi untuk melakukan penyuluhan,

dan pencegahan untuk penyakit caisson disease.

b) Sebagai bahan masukan untuk menambah pengetahuan.

c) Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi penelitian

selanjutnya.

7

Page 8: Decompression Sickness

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi

Caisson disease disebut juga Bends, Compressed air illness, Diver,s palsy,

dysbarism dan aeroembolism. Tetapi istilah itu sudah jarang digunakan. Pertama

kali penyakit ini ditemukan oleh Triger pada tahun 1841, yang melihat adanya

gejala-gejala nyeri pada tungkai dan kejang otot yang diderita pekerja tambang

batubara. Pada tahun 1878, Paul Bert menemukan bahwa gelembung-gelembung

gas yang ada di jaringan adalah nitrogen. Bertahun-tahun lamanya orang

beranggapan bahwa terbentuknya gelembung gas adalah penyebab semua gejala

caisson disease sampai akhirnya pada tahun 1937, Swindle dan End menemukan

bahwa ada juga perubahan-perubahan biokimia karena trauma akibat

pengembangan gelembung-gelembung gas yang menyebabkan aglutinasi eritrosit

dan agregasi trombosit. Hukum fisika yang berhubungan dengan penyakit ini

adalah Hukum Henry yang berbunyi “banyaknya gas yang terlarut didalam cairan

adalah sebanding dengan tekanan gas di atas cairan tersebut”. (1,2)

Caisson disease (CD) atau decompression sickness adalah suatu penyakit

atau kelainan-kelainan yang diakibatkan oleh penurunan tekanan dengan cepat

disekitarnya sehingga memicu pelepasan dan pengembangan gelembung-

gelembung gas dari fase larut dalam darah atau jaringan. Ekspansi gas dari paru-

paru dapat mengakibatkan ruptur alveolus yang biasa disebut dengan “Pulmonary

Overinflation Syndrome”. Penurunan tekanan yang tiba-tiba tadi dapat

mengakibatkan adanya emboli udara di arteri. Caisson disease diklasifikasikan

8

Page 9: Decompression Sickness

menjadi dua tipe. Tipe I yang lebih ringan, tidak mengancam nyawa, dan ditandai

dengan rasa nyeri pada persendian dan otot-otot serta pembengkakan pada

limfonodus. Caisson disease tipe II merupakan masalah serius dan dapat

menyebabkan kematian. Manifestasinya bisa berupa gangguan respirasi, sirkulasi,

dan biasanya gangguan nervus perifer dan / atau gangguan susunan saraf pusat.

(3,4,5)

II.2. Epidemiologi

Caisson disease (CD) atau penyakit dekompresi tidak hanya

menyerang penyelam namun dapat pula terjadi pada pilot angkatan udara selama

melakukan pendakian cepat pada sebuah ruangan yang tidak bertekanan. Sekitar

900 kasus Caisson disease dilaporkan setiap tahun di Amerika Serikat.

Kebanyakan kecelakaan terjadi pada penyelam yang kurang berpengalaman. (6,7)

Data dari berbagai sumber melaporkan kematian akibat penyelaman pada

wisata penyelam sebanyak 1 kematian per 6.250 penyelam tiap tahun, olah raga

menyelam 1 kematian per 5.000 penyelam tiap tahun. Sedangkan yang mengalami

penyakit dekompresi di Amerika untuk penyelam militer 1 kasus per 3.770

penyelam, wisata menyelam 1 kasus per 2.900 penyelam dan penyelam komersial

1 kasus per 280 penyelam tiap tahunnya. (2,6)

The Divers Alert Network (DAN) melaporkan sejak tahun 1980 rata-rata

setiap tahun terjadi kematian 90 penyelam dan antara 900 sampai 1.000 penyelam

melakukan terapi rekompresi. Sedangkan menurut Perhimpunan Kesehatan

Hiperbarik Indonesia (PKHI, 2000) didunia 5-6 orang dari tiap 100.000 orang

mati akibat tenggelam setiap tahunnya. (2,6)

9

Page 10: Decompression Sickness

Di Amerika Serikat kasus kecelakaan akibat penyelaman diperkirakan 3

sampai 4 kasus setiap 10.000 penyelam, rata-rata setiap tahunnya adalah 1.000

kasus. Sedangkan di regional Asia-Pacific berkisar antara 500-600 kasus tidak

termasuk Jepang. Depkes (2004) dalam penelitiannya di 10 propinsi terhadap

gangguan kesehatan akibat penyelaman, memberikan gambaran tentang penyakit

yang dialami penyelam. Dari 204 responden, yang menderita penyakit tuli sebesar

39,7%, kelumpuhan kaki 13,2%, kehilangan kesadaran 3,9% dan berkurangnya

penglihatan 14,7%.(2,6)

Penelitian yang dilakukan oleh Hagberg & Ornhagen (2003) tentang

insiden dan faktor risiko gejala penyakit dekompresi pada penyelam dan

instruktur pria dan wanita menunjukkan bahwa: penyelam dan instruktur laki-laki

mempunyai faktor risiko terkena penyakit dekompresi 1,48 kali dibanding dengan

penyelam dan instruktur perempuan, penyelam dan instruktur berusia 18-24 tahun

mempunyai faktor risiko terkena penyakit dekompresi sebesar 1,34 kali dibanding

penyelam dan instruktur yang berusia lebih dari 24 tahun, penyelam dan istruktur

yang mengkonsumsi alkohol mempunyai faktor risiko terkena penyakit

dekompresi sebesar 1,56 kali dibanding dengan penyelam dan instruktur yang

tidak mengkonsumsi alkohol, penyelam dan instruktur yang kelebihan berat badan

(BMI ≥ 25) mempunyai faktor risiko terkena penyakit dekompresi sebesar 0,74

kali dibanding dengan penyelam dan instruktur dengan berat badan normal (BMI

< 25). (2,6)

Untuk mengolah informasi statistik, Alert Divers Network (DAN), yang

berbasis di North Carolina di Amerika Serikat, bertindak sebagai pusat informasi

medis dan layanan rujukan untuk cedera dalam penyelaman. Menurut DAN,

10

Page 11: Decompression Sickness

sedikitnya kurang dari 1% penyelam pernah mengalami caisson disease. Pada

tahun 1995, 590 kasus Caisson disease dianalisis (dari 1132 total) oleh DAN. Dari

jumlah tersebut, 27,3% adalah tipe I dari caisson disease dan 64,9% merupakan

tipe II dari caisson disease dan 7,8% sisanya merupakan kasus arterial gas

embolism (AGE). (6)

II.3. Etiologi

Penyakit dekompresi biasanya diakibatkan oleh pembentukan gelembung

gas, yang dapat menyebar ke seluruh tubuh, yang menyebabkan berbagai macam

gangguan. Suatu gelembung gas yang terbentuk di punggung atau persendian

dapat menyebabkan nyeri terlokalisir (the bends). Gelembung gas pada jaringan

medulla spinalis atau pada nervus perifer dapat menyebabkan paraestesia,

neuropraxia, atau paralisis. Sementara gelembung gas yang terbentuk pada system

sirkulasi dapat mengakibatkan emboli gas pada pulmonal atau serebrum.

Beberapa macam gas bersifat lebih mudah larut dalam lemak. Nitrogen misalnya,

5 kali lebih larut dalam lemak daripada dalam air. (2,8)

II.4. Patogenesis (3,5,8)

Otopsi pada manusia dan binatang dalam kasus caisson disease yang berat

menunjukkan adanya gelembung-gelembung gas dalam pembuluh darah dan

jaringan ekstravaskuler. Timbulnya gelembung-gelembung gas tadi berhubungan

dengan timbulnya peristiwa supersaturasi gas dalam darah ataupun jaringan tubuh

pada waktu proses penurunan tekanan di sekitar tubuh (dekompresi).

11

Page 12: Decompression Sickness

Kondisi supersaturasi gas dalam darah dan jaringan sampai suatu batas

tertentu masih dapat ditoleransi, dalam arti masih memberi kesempatan gas untuk

berdifusi keluar dari jaringan dan larut dalam darah, kemudian ke alveoli paru dan

diekhshalasi keluar tubuh. Setelah melewati suatu batas kritis tertentu

(supersaturation critique), kondisi supersaturasi akan menyebabkan gas lepas

lebih cepat dari jaringan atau darah dalam bentuk tidak larut, yaitu berupa

gelombang gas. Gelembung-gelembung gas ada yang terbentuk dalam darah

(intravaskuler), jaringan (ekstravaskuler), dan dalam sel (intraseluler).

Dengan adanya fenomena seperti di atas, maka ada korelasi antara jumlah

gelembung gas yang terbentuk dengan kemungkinan timbulnya atau berat

ringannya penyakit dekompresi. Gelembung gas ekstravaskuler menimbulkan

distorsi jaringan dan kemungkinan kerusakan sel-sel di sekitarnya. Ini bisa

mengakibatkan gejala-gejala neurologis maupun gejala nyeri periartikuler.

Terbentuknya gelembung gas ekstravaskuler secara teoritis karena aliran darah

vena di jaringan tersebut yang relative lambat sehingga menghambat kecepatan

eliminasi gas dari jaringan.

Gelembung-gelembung gas intravaskuler akan menimbulkan 2 akibat,

yaitu :

1. Akibat langsung atau akibat mekanis sumbatan menimbulkan iskemia atau

kerusakan jaringan sampai infark jaringan,

2. Akibat tidak langsung atau akibat sekunder dari adanya gelembung gas dalam

darah (dikenal dengan secondary blood bubble interface reactions)

bertanggung jawab atas terjadinya fenomena hipoksia seluler pada penyakit

dekompresi.

12

Page 13: Decompression Sickness

Ada dua macam gelembung gas intravaskuler, yaitu :

1. Gelembung yang stationer,

2. Gelembung yang ikut sirkulasi.

Gelembung gas intravaskuler yang stationer selain menimbulkan efek

sumbatan juga menimbulkan gangguan lewat proses biokimia dan bisa

menimbulkan gejala nyeri periartikuler maupun gejala-gejala neurologis

perifer. Gelembung gas intravaskuler yang yang ikut sirkulasi bila tidak banyak

jumlahnya akan difiltrasi lewat paru (silent bubbles). Bila jumlahnya banyak

akan menimbulkan sumbatan pada sirkulasi pulmoner dan akhirnya masuk ke

dalam system arterial lewat shunt di paru.

Gelembung gas yang masuk ke sistem arterial akan menimbulkan

gangguan perfusi mikrovaskuler organ-organ, yang selanjutnya mengakibatkan

terjadinya iskemia local, kerusakan jaringan dan infark. Kelainan ini bisa

memberi gejala neurologis, kardiovaskuler dan nyeri. Gelembung gas

intravaskuler menimbulkan agregasi trombosit pada permukaan antara

gelembung gas dan plasma, yang diikuti serangkaian proses reaksi biokimia

yang kompleks berupa pelepasan zat-zat seperti katekolamin, SMAF (Smooth

Muscle Activating Factor), ACTH dan faktor-faktor humoral lain.

Perubahan-perubahan yang diakibatkan oleh rangkaian proses biokimia

yang terjadi pada penyakit dekompresi adalah :

1. Terjadi peningkatan permeabilitas vaskuler dengan akibat :

a. Hemokonsentrasi dan hipovolemia

b. Udema paru

2. Statis pada kapiler-kapiler karena adanya hemokonsentrasi

13

Page 14: Decompression Sickness

3. Hiperkoagulasi dalam darah

4. Gangguan difusi gas-gas dalam alveoli

Semua perubahan diatas pada dasarnya akan menjurus pada timbulnya

hipoksia seluler pada penyakit dekompresi. Jaringan tubuh manusia sangat

heterogen dihubungkan dengan masalah kemampuan menyerap atau melepaskan

gas nitrogen, ada jaringan yang cepat dan ada yang lambat dalam mencapai

saturasi (kejenuhan) nitrogen tergantung pada factor kecepatan aliran darah ke

jaringan dan daya larutan nitrogen dalam jaringan.

Darah adalah cairan tubuh yang tercepat menerima dan melepaskan

nitrogen. Darah menerima nitrogen dari paru dan mencapai kejenuhan nitrogen

dalam waktu beberapa menit. Otak termasuk dalam jaringan yang cepat karena

mempunyai banyak suplai darah. Tulang rawan pada permukaan sendi

mempunyai suplai darah yang kurang, sehingga memerlukan waktu lebih lama

(sampai beberapa jam) untuk mencapai kejenuhan nitrogen. Nitrogen mempunyai

daya larut yang baik dalam jaringan lemak, sehingga jaringan lemak bisa

melarutkan nitrogen lebih banyak daripada jaringan-jaringan lainnya.

Konsep jaringan cepat dan lambat penting untuk memahami bentuk-

bentuk klinis penyakit dekompresi yang mungkin timbul. Penyelaman singkat dan

dalam akan menghasilkan pembebanan nitrogen yang tinggi pada jaringan-

jaringan cepat, tetapi tidak cukup waktu untuk pembebanan tinggi pada jaringan-

jaringan lambat. Dekompresi yang inadekuat memungkinkan pembentukan

gelembung nitrogen didalam darah yang bisa mengakibatkan gangguan

pernapasan (chokes) atau gejala neurologis.

14

Page 15: Decompression Sickness

Penyelaman yang relatif dangkal tapi lama akan memberikan pembebanan

nitrogen yang kurang lebih sama antara jaringan cepat dan jaringan yang lebih

lambat. Perbedaan tekanan yang tidak terlampau besar antara kedalaman dan

permukaan menyebabkan darah lebih mampu mentolerir kelebihan nitrogen

tersebut, karena darah sebagai jaringan cepat bisa mengeliminasi nitrogen lebih

cepat lewat alveoli paru sedangkan jaringan lambat tidak bisa. Penyelaman seperti

ini cenderung menimbulkan nyeri pada persendian (bends), karena sendi adalah

jaringan lambat dan tidak dapat melepas nitrogen dengan cepat lewat darah.

Bila seseorang menggunakan udara bertekanan tinggi sebagai media

pernapasan untuk menyelam, maka semakin dalam dan semakin lama ia

menyelam akan semakin banyak gas yang larut dan ditimbun dalam jaringan

tubuh. Sesuai hukum Henry, volume gas yang larut dalam suatu cairan sebanding

dengan tekanan gas di atas cairan itu. Karena oksigen (O2) dikonsumsi

dalam jaringan tubuh, maka yang tinggal adalah Nitrogen (N2) yang merupakan

gas inert (tidak aktif). Seperti kita ketahui tekanan udara di permukaan laut adalah

1 Atmosfer Absolut (ATA) dan setiap kedalaman 10 meter maka tekanan akan

bertambah 1 ATA. Jadi bila 1 liter N2 terlarut didalam tubuh seseorang penyelam

pada permukaan, maka pada kedalaman 20 meter (3 ATA) ia akan menyerap 3

liter N2. N2 yang berlebihan ini akan didistribusikan oleh darah ke dalam jaringan-

jaringan sesuai dengan kecepatan aliran darah ke jaringan tersebut serta daya

gabung jaringan terhadap N2. Jaringan lemak mempunyai daya gabung N2 yang

tinggi dan melarutkan banyak N2 daripada jaringan yang lainnya. Ketika penyelam

naik ke permukaan dan tekanan gas turun, terjadi kebalikan dari proses yang

memenuhi tubuh dengan N2. Tekanan parsial N2 yang rendah dalam paru-paru

15

Page 16: Decompression Sickness

selama naik menyebabkan darah melepaskan N2 ke dalam paru-paru. Proses ini

berlangsung beberapa jam karena jaringan lambat melepaskan N2 dengan

perlahan-lahan, dan tubuh memerlukan 24 jam atau lebih untuk menghilangkan

semua N2 yang berlebihan. Jika dekompresi berlangsung terlalu cepat, maka N2

tidak dapat meninggalkan jaringan dengan cepat dan teratur seperti yang

dilukiskan diatas. Tekanan yang tiba-tiba menurun tidak cukup untuk

mempertahankan kelarutan gas sehingga timbul gelembung, seperti fenomena

yang kita lihat bila tutup botol bir dibuka dengan tiba-tiba.

Gambar 1. Mekanisme timbulnya gejala pada decompression syndrome(8)

16

Page 17: Decompression Sickness

II.5. Diagnosis (5)

Gejala klnis timbul saat dekompresi atau dipermukaan (paling lama 24 jam

setelah menyelam). Mula-mula rasa kaku kemudian rasa nyeri, kekuatan otot

menurun, bengkak kemerahan Peau d’orange, banyak pada penyelam ulung dan

singkat, anggota atas 2-3x lebih banyak dari bawah, ⅓ kasus pada bahu kemudian

siku, pergelangan tangan, tangan, sendi paha, lutut dan kaki, asimetri, kasus

ringan, tidak rekompresi, nyeri hilang 3-7 hari.

Tipe I

CD tipe I ditandai dengan satu atau beberapa dari gejala berikut :

1) Rasa nyeri ringan yang menetap setelah 10 menit onset (niggles),

2) Pruritus, atau “skin bends” yang menyebabkan rasa gatal atau terbakar pada

kulit, dan

3) Ruam pada kulit yang biasanya beraneka warna atau menyerupai marmer atau

papular, atau ruam yang menyerupai plak. Pada kasus tertentu yang jarang

menyerupai kulit jeruk.

Tipe II

Caisson disease tipe II ditandai oleh :

1) Gejala gangguan pada paru,

2) Syok hipovolemik, atau

3) Gangguan pada sistem saraf. Dari kasus yang dilaporkan hanya ada sekitar

30% yang disertai dengan keluhan nyeri. Tanda dan gejalanya bervariasi

karena kompleksnya susunan saraf pusat dan perifer. Onset gejala biasanya

segera atau hingga 36 jam.

17

Page 18: Decompression Sickness

Diagnosis caisson disease dapat ditegakkan melalui pertanyaan anamnesa

mengenai riwayat menyelam penderita sebelumnya (dalam waktu 24 jam terakhir)

dan dari pemeriksaan fisis, didapatkan gejala-gejala caisson disease.

Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan untuk menentukan

diagnosis caisson disease adalah :

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Darah rutin

Pada pasien yang datang gejala neurologik yang persisten dalam beberapa

minggu setelah cedera bisa didapatkan hematokrit (Hct) sebanyak 48%

atau lebih.

b. Analisis gas darah

Menentukan alveolar-arterial gradient pada pasien dengan suspek emboli.

c. Creatinine Phosphokinase (CPK)

Peningkatan CPK menunjukkan kerusakan jaringan yang disebabkan oleh

mikroemboli.

2. Pemeriksaan radiologi (mis: Radiografi, USG Doppler, foto thoraks)

3. Elektrokardiogram (EKG)

II.6. Penatalaksanaan (3,11,12)

Untuk penatalaksanaan pada pasien Caisson Disease, pertama-tama yang

harus dilakukan adalah mempertahankan jalan napas dengan menjamin ventilasi

dan mencapai sirkulasi. Pasien harus ditempatkan dalam posisi terlentang.

Langkah-langkah penatalaksanaan lainnya meliputi :

18

Page 19: Decompression Sickness

a) Pemberian oksigen 100% 15 liter / menit dengan menggunakan masker

reservoir. Namun perlu diperhatikan pemberian oksigen 100% hanya dapat

ditoleransi hingga 12 jam karena dapat menyebabkan toksisitas oksigen paru.

b) Pemberian cairan untuk mempertahankan output urin yang baik. Cairan yang

diberikan lebih dari 0.5ml/kg/hari. Hemokonsentrasi yang terkait dengan

Caisson Disease adalah hasil dari peningkatan permeabilitas pembuluh darah

yang dimediasi oleh kerusakan endotel. Cairan dapat diberikan secara oral

atau diberikan secara intravena berupa NaCl 0.9% atau kristaloid / koloid

untuk mengatasi dehidrasi yang mungkin timbul setelah penyelaman (diuresis

perendaman menyebabkan penyelam kehilangan 250-500 cc cairan per jam)

atau pergeseran cairan yang dihasilkan dari DCS.

c) Pemberian steroid deksametason 10 sampai 20 mg secara intravena, kemudian

dilanjutkan 4 mg setiap 6 jam.

d) Diazepam ( 5-10 mg ) jika pasien mengalami pusing, ketidakstabilan dan

gangguan visual terkait dengan kerusakan labirin (vestibular) pada telinga

bagian dalam.

e) Dilantin (Fenitoin) diberikan IV 50 mg / menit selama 10 menit untuk 500 mg

pertama dan kemudian 100 mg setiap 30 menit setelahnya untuk memantau

konsentrasi darah yang dipertahankan 10 sampai 20 mcg / mL. Jika lebih dari

25 mcg / mL beracun. Beberapa orang memberikan aspirin 600 mg sebagai

anti-platelet.

f) DCS dapat meningkatkan kemungkinan perdarahan dalam jaringan sehingga

antikoagulan tidak boleh digunakan secara rutin dalam pengobatan DCS. Satu

pengecualian untuk aturan ini adalah kasus kelemahan ekstremitas bawah.

19

Page 20: Decompression Sickness

Heparin molekul berat rendah (LMWH) harus digunakan untuk semua pasien

dengan ketidakmampuan berjalan pada setiap tingkat kelumpuhan ekstremitas

bawah yang disebabkan oleh DCS neurologis. Enoxaparin 30 mg atau setara

diberikan secara subkutan setiap 12 jam, dimana harus dimulai sesegera

mungkin setelah cedera untuk mengurangi risiko trombosis vena dalam (DVT)

dan emboli paru pada pasien lumpuh.

g) Terapi in-air recompression dalam ruang hiperbarik.

II.7. Komplikasi

Komplikasi yang dapat timbul akibat Caisson Disease adalah

kelumpuhan, nekrosis miokard, dan cedera iskemik lainnya mungkin terjadi

apabila tidak segera dilakukan recompression. (13)

II.8. Prognosis

Prognosis yang baik jika para petugas kesehatan bisa mengenali gejala

yang timbul sejak awal, diagnosis yang tepat, dan pengobatan yang adekuat.

Tingkat keberhasilan dari terapi dan pengobatan lebih dari 75-85% dapat dicapai.

(15)

20

Page 21: Decompression Sickness

BAB III

KERANGKA KONSEP

3. 1 Kerangka Konsep

Berdasarkan latar belakang, tujuan, dan manfaat penelitian maka

kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai berikut:

3. 2 Definisi Operasional

1. Umur

Umur adalah lamanya waktu hidup sejak dilahirkan sampai saat

pasien dirawat/berobat ke RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan

dinyatakan dalam tahun yang tercatum di dalam rekam medik.

21

Caisson disease

umur

jenis kelamin

lama pengobatan

keluhan utama

jenis caisson disease

keadaan sewaktu pulang

Page 22: Decompression Sickness

Kriteria objektif :

a. ≤ 10 tahun

b. 11-20 tahun

c. 21-30 tahun

d. 31-40 tahun

e. 41-50 tahun

f. 51-60 tahun

g. ≥ 61 tahun

2. Jenis Kelamin

Jenis kelamin adalah status jenis kelamin penderita Caisson disease

sesuai dengan yang tercantum dalam rekam medik.

Kriteria objektif:

a Laki-laki

b Perempuan

3. Lama pengobatan

Yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah tempoh pasien

tersebut dirawat di bangsal neurologi di rumah sakit yang termasuk dalam

periode penelitian yaitu dari bulan Januari sampai September 2013.

Kriteria objektif yang digunakan adalah:

7-14 hari

15-21 hari

22

Page 23: Decompression Sickness

22-28 hari

> 28 hari

4. Keluhan utama

Keluhan adalah gejala yang dialami penderita caisson disease

sehingga berobat ke rumah sakit yang dikategorikan menjadi:

1. Nyeri

2. Gatal-gatal

3. Tinitus

4. Sesak

5. Muntah

5. Jenis caisson disease

Jenis caisson disease adalah klasifikasi caisson disease berdasarkan

diagnosa klinik yang dikategorikan menjadi:

a) Caisson disease tipe 1

b) Caisson disease tipe 2

6. Keadaan sewaktu pulang

Keadaan sewaktu pulang adalah kondisi penderita caisson disease

sewaktu keluar dari rumah sakit yang dikategorikan menjadi:

a) Sembuh

b) Pulang berobat jalan (PBJ)

c) Pulang atas permintaan sendiri (PAPS)

d) Meninggal

Untuk analisa statistik dikategorikan menjadi:

a) Sembuh (Sembuh dan PBJ)

23

Page 24: Decompression Sickness

b) Tidak sembuh (PAPS dan meninggal)

3. 3 Metode Penelitian

3. 3. 1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif untuk

mengetahui gambaran karakteristik pasien caisson disease yang

dirawat di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

3. 3. 2 Lokasi dan Waktu Penelitian

1) Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di bagian Rekam Medik RSUP

Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar berdasarkan

pertimbangan bahwa RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

merupakan rumah sakit tipe A atau merupakan rumah sakit

rujukan kawasan Indonesia Timur dan juga merupakan rumah

sakit pendidikan yang memiliki banyak pasien.

2) Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan dari tanggal 26 Agustus –7

September 2013 di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

Makassar.

3) Populasi dan Sampel

a) Populasi Populasi adalah semua data pasien caisson

disease di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

b) Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah semua

populasi yang memenuhi kriteria dijadikan sampel.

24

Page 25: Decompression Sickness

Dengan teknik pengambilan sampel adalah total

sampling.

4) Metode Pengumpulan Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder

yang diperoleh dari bagian Rekam medik RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo Makassar. Dan alat pengumpulan data dan

instrumen penelitian yang dipergunakan adalah alat tulis dan

tabel-tabel tertentu untuk merekam atau mencatat data-data

yang didapatkan dari rekam medik.

5) Pengolahan dan Analisa Data

Pengumpulan data dilakukan setelah meminta

perizinan dari pihak pemerintah dan RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo Makassar. Kemudian nomor rekam medik

dalam periode yang telah ditentukan dikumpulkan dibagian

rekam medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

Setelah itu dilakukan pengamatan dan pencatatan langsung ke

dalam tabel yang telah disediakan. Pengolahan dilakukan

setelah pencatatan data dari rekam medik yang dibutuhkan ke

dalam tabel data dilakukan dengan bantuan microsoft excel.

3. 4 Etika Penelitian

1) Menyertakan surat pengantar yang ditujukan kepada pihak pemerintah

setempat sebagai permohonan izin dari kami untuk melakukan

penelitian.

25

Page 26: Decompression Sickness

2) Kami akan berusaha menjaga kerahasiaan data yang didapat, sehingga

diharapkan tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas penelitian

yang kami lakukan.

3) Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada semua

pihak yang terkait sesuai dengan pembahasan masalah manfaat

penelitian seperti yang telah disebutkan diatas.

26

Page 27: Decompression Sickness

DAFTAR PUSTAKA

1. Eric, Mowat. The Bends-Decompression syndromes. 2012. (Available from :

http://www.emedicinehealth.com/decompression_syndromes_the_bends/articl

e_em.htm, Cited on : September 5th ,2013).

2. Noltkamper, Daniel. Scuba Diving : Barotrauma and Decompression

Sickness. 2012. (Available from :

http://www.emedicinehealth.com/barotraumadecompression_sickness/article_

em.htm, Cited on : September 5th ,2013).

3. Rijadi, R.M. Penyakit Dekompresi. In : Ilmu Kesehatan Penyelaman dan

Hiperbarik. Lembaga Kesehatan Kelautan TNI AL. P: 89-103.

4. Campbell, E.S. Decompression illness in sports divers : part II. (Available

from : http://www. Gulftel.com, Cited on September 5th 2013).

5. Kusuma, Ratih. Caisson Disease. 2012. (Available from :

http://www.scribd.com/doc/92963588/Caisson-Disease, Cited on : September

5th 2013).

6. Goetz, C.G. Decompression sickness. In : Textbook of Clinical Neurology, 3rd

Ed. USA : Saunders; 2007.

7. Pulley, A.S. Decompression Sickness .2012. (Available from :

http://emedicine.medscape.com/article/769717-overview#showall, Cited on :

September 5th 2013).

8. Anonimous. Decompression Sickness and Decompression Illness. 2009.

(Available from :

http://www.thescubasite.com/Learn-To-Scuba-Dive/decompression-sickness-

decompression-illness, Cited on : September 5th 2013).

9. Akh-Tyo. Pneumothoraks. 2012. Available from : http://blogarvhive.com.

Cited on : August 15th 2013.

10. Newton, Edward. "Sindrom Hiperventilasi." EMedicine. Eds. Robin R.

Hemphill, dkk. 17 Juni 2004. Medscape. 7 November 2004

<http://emedicine.com/emerg/topic270.htm>.

11. Irga. Barotrauma. January 3 2008. Available from : http://irwanashari.com.

Cited on : September 5th 2013.

27

Page 28: Decompression Sickness

12. Powell, M.R. Mechanism and Detection of Decompression Sickness . 2009.

(Available from : http://www.dtic.mil/dtic/tr/fulltext/u2/768397.pdf, Cited on :

September 5th 2013).

13. Anonymous. Diagnosis and treatment of decompression sickness and arterial

gas embolism. 2005. Hal 31-32.

14. Ropper, A.H. Brown, R.H. Adams and victor’s principles of neurology 8th

edition. New York : McGraw-Hill. 2005. Hal 1072.

15. Pulley, S.A. Decompression sickness follow-up. 2012. (Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/769717-followup#a2649, Cited on :

September 5th ,2013 ).

16. Noltkamper, D.F. Barotrauma/decompression sickness treatment. 2012.

(Available from :

http://www.emedicinehealth.com/barotraumadecompression_sickness/page10

_em.htm#Prevention, Cited on : September 5th ,2013)

28