Dear pelanggan yang terhormat, sebagai bagian dari member ...
Dear Kaseira
-
Upload
ravenska-johana-nikijuluw-towoliu -
Category
Documents
-
view
243 -
download
0
Transcript of Dear Kaseira
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 1/81
DEAR KASEIRA Sakura yang Tak Pernah Gugur
SEPTEMBER 30, 2015
RAVENSKA JOHANA
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 2/81
1 | D e a r K a s e i r a
PROLOG:
Cangkir Kopi Terakhir
Jun i 2011,
Dua cangkir kopi pesanan kami datang, Om Bob si pemilik coffee shop
tersenyum pada kami berdua. Biasanya kami bertiga akan mengobrol ngalor-
ngidul sampai larut malam, tapi malam ini beliau sepertinya mengerti kalau kami
membutuhkan waktu untuk berduaan. Sudah lewat tengah malam namun mata
kami berdua sama-sama belum bisa terpejam, mungkin malah tak bisa
dipejamkan. Aku ataupun Viona tak ingin menghabiskan waktu terakhir ia di sini
hanya untuk tidur, kami harus memanfaatkan waktu semaksimal mungkin.
Kami menyesap kopi kami masing-masing, sama-sama menikmati sunyi
yang menyenangkan ini. Kesunyian tidak membuat kami berdua bosan, karena
kami memang lebih menyukai suasana yang tenang. Seperti ketika kami
menghabiskan satu weekend penuh dengan membaca, masing-masing dengan
bacaannya sendiri, aku dengan novel romance dan Vio dengan tumpukan komik
yang bisa ia habiskan lebih dari sepuluh komik dalam satu hari penuh.
“Nanti, Hana tidak perlu ikut sampai bandara ya? Kalau kamu ikut, nanti
aku malah nangis terus.”
Aku mengangguk setuju. Aku tak akan sanggup melihat sahabatku inimeninggalkan Tokyo. Bahkan melihat Vio berpamitan dengan Om Bob saja
hampir membuatku menangis.
“Om Bob, tolong pastikan manusia ini rutin datang kesini, atau kalau perlu
berikan dia jadwal supaya ia tidak lupa dengan Bahasa Indonesia.” Om Bob
cengir-cengir mendengar pesannya Vio. Vio dan Om Bob sepakat untuk
membuatku bisa berbahasa elo-gue layaknya anak muda di Indonesia.
De Latte adalah Coffee shop biasa di atara begitu banyak coffee shop
serupa di Hachioji, tempat ini dibangun oleh Om Bob dan mendiang istri beliau
hampir satu dekade yang lalu ketika warung kopi belum se-ngetrend sekarang.
Om Bob yang asli Indonesia datang ke Tokyo saat menjadi mahasiswa dan
bertemu dengan istrinya di Universitas yang sama, lalu dari kedekatan semasa
kuliah itu mereka akhirnya menikah.
Aku berusaha menerima kenyataan pahit ketika satu-satunya temanku
selama tiga tahun kami di universitas harus pindah ke Indonesia Aku melirik ke
layar ponsel yang sudah menunjukkan jam tiga dini hari. Setengah jam lagi Vio
dijemput, berarti kami harus bergegas kembali ke flat.
“Yuk, pulang!” Aku menyesap sisa kopi milikku.
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 3/81
2 | D e a r K a s e i r a
Ku rerekam setiap momennya di otakku. De Latte, lewat tengah malam,
dua cangkir kopi, dan Viona. Aku berharap semoga momen ini bisa bertahan
sedikit lebih lama.
Paginya aku bangun, dibangunkan oleh suara vokalis dari Train Band yang
sedang menyanyikan lagu mereka yang berjudul Marry Me. Tanpa sadar aku
membuka tirai coklat yang menutupi jendela di samping tempat tidurku. Setiap
pagi aku akan menyibakkan tirai ini dengan mendadak karena terlambat pergi ke
kampus, dan cahaya matahari yang mendadak masuk akan membuat Vio
berteriak-teriak seperti vampire yang kulitnya terbakar. Tapi pagi ini sunyi, sunyi
yang tidak mengenakkan.
Aku baru sadar kalau jeritan diiringi dengan gerutu itu sudah tidak ada
lagi. Sekarang aku menempati kamar ini sendiri. Selain harus rugi karena
membayar penuh harga sewa kamar, kamar ini menjadi semakin kosong. Kasur
dan lemari yang berantakan itu sudah diangkut keluar, meja belajar yang penuh
dengan maket-maket bangunan juga sudah bersih sekarang, bersih dengan meja-
mejanya. Kamar ini benar-benar kosong sekarang.
Baru beberapa jam Vio pergi, bahkan mungkin pesawatnya belum sampai,
tapi aku sudah sangat kehilangan manusia sinting itu.
Aku keluar menuju balkon, menikmati udara musim gugur yang dinginnya
menusuk tulang. Duduk di salah satu kursi dan menatap sendu pada kursi satu lagi
yang biasa ditempati Viona. Begini kah rasanya ditinggal pergi oleh sahabat?
Kenapa rasanya malah lebih parah dibandingkan rasa sedih dicampakkan pacar?
Hey, I already missed you. :’(
Sent!
Sepertinya Vio belum sampai karena pesan yang kukirim masih tertunda.
Aku kembali masuk ke dalam kamar karena tidak tahan dengan terpaan angin di
luar yang begitu menusuk tulang.
Kuberitahu satu cara apabila kalian ingin melarikan diri dari rasa sedih,
yaitu dengan tidur sepanjang hari. Dijamin kalian akan lupa pada apapun itumasalahnya, untuk sementara. Ya, hanya untuk sementara saja.
Hari esok akan bagaimana biar kupikir besok. Hari ini aku sedih karena
sahabatku pergi. Besok mungkin ada masalah lain, entahlah. Dan Viona…
Kuharap ia mendapatkan lingkungan yang lebih nyaman dari di sini, teman yang
lebih memahaminya lebih daripada aku, dan mendapatkan berbagai pengalaman
lebih dari yang bisa ia dapatkan di sini. Tenang saja Vio, aku akan selalu
mengirimkan doa untukmu dari sini. Tokyo dan Jakarta masih berada di lingkaran
dunia yang sama, kan?
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 4/81
3 | D e a r K a s e i r a
1.
Dongeng Sebelum Tidur
November 2012,
Bulan depan aku ke Surabaya! Kakak perempuanku menikah.
Bisa kah aku ke Jakarta? Karena kulihat di peta jaraknya lumayan jauh.
Aku mengetik pesan itu dengan perasaan riang gembira. Untuk pertama
kalinya aku kembali mengunjungi Indonesia, bertemu dengan ayah dan kakak-
kakakku. Bagaimana rasanya, ya? Bertemu keluarga kandungku untuk pertama
kalinya sejak 14 tahun terpisahkan… Ah, aku tak bisa membayangkannya. Aku membaca lagi email itu baik-baik, masih merasa tidak percaya
akhirnya kesempatan ini datang..
Tadi ketika aku kuliah, di sela-sela kelompokku yang sedang
mempresentasikan mengenai struktur beton aku meloncat kegirangan saat email
dari tante Meli memintaku untuk datang ke Indonesia.
Tanggal 14 Desember, Irina, kakak perempuanku nomor satu yang aku tak
ingat bagaimana wajahnya, akan menikah. Tante Meli adalah sahabat karib ayah
dan okasan-ibu- semasa kuliah dan masih terus menjalin hubungan baik bahkan
ketika okasan membawaku ke Tokyo.Aku mulai tidak sabar menanti tanggal 13 bulan depan. Mungkinkah untuk
pertama kalinya aku bisa menghabiskan malam pergantian tahun bersama
keluarga besarku? Andai okasan masih ada di sini.
Sebulan lagi mungkin aku akan bertemu kembali dengan Viona, sudah
setahun tidak bertemu, bagaimana ia sekarang? Aku menggenggam erat omamori-
jimat keberuntungan- pemberian okasan. Semoga kisah ini sama seperti dongeng
yang selalu okasan ceritakan padaku.
Sebelum tidur, okasan yang lelah sepulang dari kantor akan menuju
kamarku dan menceritakan dongeng yang beliau ciptakan sendiri. Okasan adalah pendongeng terhebat yang pernah ku tahu, setiap hari beliau akan menceritakan
cerita yang berbeda dari sebelumnya, tak pernah absen sehari pun. Bahkan ketika
okasan sakit karena kelelahan bekerja, sambil kuurut kaki okasan, okasan akan
tetap mendongeng.
Ada satu dongeng yang tak pernah lepas dari ingatanku, itu adalah
dongeng pertama yang okasan ceritakan padaku. Tepat ketika kami baru pindah
ke Tokyo dan aku tidak bisa tidur karena belum terbiasa dengan kamar baru, aku
menangis meminta untuk tidur bersama di kamar okasan, namun okasan malah
menyelimutiku kembali dan mulai bercerita tentang Bidadari Empat Musim.
Dongeng pertama untukku dan dari dongeng Bidadari Empat Musim itu aku mulai
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 5/81
4 | D e a r K a s e i r a
merangkai kisahku sendiri. Dan berharap akhir yang sama indahnya untukku
seperti yang dialami oleh Bidadari Musim Gugur bernama Hanaki.
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 6/81
5 | D e a r K a s e i r a
2.
Bidadari Empat Musim
Dahulu kala, sebelum Hana dan okasan lahir, terdapat kerajaan di atas langit
ketujuh. Tidak ada tangga di dunia yang bisa sampai ke pintu masuk kerajaan ini.
Disanalah bertahta Raja Aosora, raja langit dari segala lapisan langit di
cakrawala. Raja memiliki empat orang putri yang cantik rupawan, ketika satu
persatu anaknya lahir, Raja Aosora menghadiahi anak-anaknya sebuah kekuatan
untuk mengendalikan negeri bawah yang disebut Mamoru.
Anak pertama bernama Haruka, ia ditugaskan untuk menciptakan mekarnya
bunga-bunga indah di negeri Mamoru. Anak kedua yang bernama Natsuko
ditugaskan untuk menjaga bunga-bunga tetap mekar sempurna sampai masanya
habis. Anak ketiga bernama Hanaki, yang memutuskan kapan masa bunga-bungabermekaran itu satu per satu gugur. Dan yang terakhir bernama Fuyuki yang
ditugaskan untuk menutup masa sampai roda masa kembali terbuka.
Suatu hari, ketika keempat bidadari sudah tumbuh menjadi gadis yang cantik
jelita, mereka ditugaskan Raja Aosora untuk membasmi makhluk tanah yang
membuat bunga-bunga mati mendadak. Negeri Mamoru adalah negeri yang
sangat jauh. Dan menurut mitos, bidadari yang diperintahkan kesana, harus rela
mengorbankan kecantikannya. Ketiga bidadari tidak ada yang rela
mengorbankan kecantikan mereka, tapi bidadari Hanaki bersedia untuk turun dan
melepas kecantikannya sebagai bidadari demi untuk menyelamatkan mekarnya
bunga-bunga. Hanaki melepas pesona kecantikannya yang bisa membuat laki-laki jatuh
cinta. Hanaki dengan air mata berlinang melayang turun meninggalkan kerajaan
langit ketujuh. Dan setelah beberapa masa berlalu, Hanaki sampai di Mamoru.
Negeri yang dulu indah itu kini hanya tersisa bangkai-bangkai bunga yang mati
sebelum mekar. Tanpa kekuatan dari kakak-kakaknya Hanaki ragu ia bisa
mengembalikan semua seperti sedia kala.
Setelah lelah berjalan mengelilingi Mamoru, ia duduk di bawah sebuah
batang pohon yang sudah hampir mati. Di situlah Hanaki bertemu biang kerok
dari semua kerusakan ini. Tampak seorang pemuda tampan yang berdiri dengan
tatapan mengejek.
“Siapa kau?” Tanya pemuda itu.
Ia adalah seorang pangeran dari negeri jauh di bawah negeri Mamoru.
Negeri yang menakutkan dan semua yang dilakukan bangsanya hanyalah
kejahatan, negeri itu bernama Jikogu.
“Apakah kau yang membuat semua kekacauan ini?” Tanya Hanaki.
Ia tak pernah melihat laki-laki setampan ini, bahkan pangeran-pangeran di
negerinya pun kalah tampan.
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 7/81
6 | D e a r K a s e i r a
Pangeran mengangguk dan berkata, “Ya. Betul sekali. Aku adalah P angeran
Kayo dari negeri Jikogu. Apa maumu? Apa kau mau menantangku?!”
Hanaki menjawab dengan jujur tanpa rasa takut, Pangeran kejam ini bisa
saja membunuhnya, “Aku anak dari Raja Aosora. Dan tugasku bersama ketiga
saudariku adalah melindungi Mamoru. Aku harus membuat bunga-bunga ini
mekar kembali.” Jawabnya.
“Kenapa kau tidak takut padaku? Aku bisa saja membunuhmu, gadis manja.”
Ejek Pangeran Kayo.
“Aku kesini tidak untuk berkelahi, tapi untuk memekarkan kembal i bunga-
bunga ini. Kau mau membantu?” Tanya Hanaki polos.
Pangeran Kayo terkekeh sambal berkata, “Hey! Apa kau sudah gila? Aku
yang menghancurkan semuanya, karena aku benci keindahan, lalu kenapa aku
harus membenahinya ulang ?”
“Aku sudah tidak bisa kembali ke istanaku, sayapku sudah dilepas, itu
pengorbananku untuk kesini. Kecantikanku juga ikut diambil dariku. Tapi yang ku
tahu, bukankah bangsa kalian membutuhkan darahku sebagai obat keabadian?
Darahku masih tetap darah dari klan langit ketujuh. Apakah kau
menginginkannya? Aku bisa memberikannya dengan satu perjanjian.”
Pangeran Kayo tampak berpikir keras, ia sangat membutuhkan obat itu
karena usianya yang hampir diakhir masa muda, ia tidak mau menjadi laki-laki
tua yang lemah.
“Apa syaratnya?”
Hanaki tersenyum, rencananya berhasil, “Buatlah perjanjian dengan ayahku
kalau kamu akan menggantikan pekerjaanku menjaga Mamoru, tapi tanpa
sepengetahuan ayahku jika imbalannya adalah darahku.”
Pangeran pergi menghadap langit kelabu yang menandakan Hanaki sedang
bersedih. Langit hujan menandakan Hanaki sedang menangis. Pangeran
menyadari hal itu, dan ia untuk pertama kalinya merasakan hal yang berbeda.
Perasaan yang tidak seharusnya dimiliki bangsa Jikogu. Pangeran Kayo menepis
perasaan itu jauh-jauh. Hal seperti itu hanya akan melemahkannya.
Pangeran Kayo kembali lagi dengan perjanjian darah pada lengannya,
perjanjian yang tidak bisa ia ingkari karena nyawa seluruh bangsa Jikogu-lah
taruhannya. Dan saat itulah Kayo melihat kedalam mata Hanaki yang mulai
menangis. Seketika hujan turun, Kayo menatap Hanaki dalam-dalam, berusaha
tersenyum jahat untuk menutupi perasaan aneh di dalam dadanya. Hanaki
mengakhiri hidupnya dan menyerahkan seluruh darahnya demi keabadian
Pangeran Kayo dan keabadian bunga-bunga yang bermekaran.
Satu per satu bunga-bunga kembali mekar dengan indah dan berwarna-warni,
dan Pangeran Kayo mendengar suara Hanaki lewat sepoi angin yang berhembus.
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 8/81
7 | D e a r K a s e i r a
“Dengan begini aku tak akan pernah pergi dari Mamoru, aku akan selalu
menjaga Mamoru bersama denganmu, dan darahku akan selalu berada dalam
darahmu. Satu keajaiban yang bisa memekarkan bunga-bunga ini adalah cinta,cinta yang membuat bunga-bunga di sini kembali mekar, bukan darahku. Jangan
pernah menyangkalnya, cinta bukan kutukan.”
Pangeran Kayo menatap ke langit, jauh di atas sana Hanaki pernah tinggal.
Langit berubah cerah ketika pangeran Kayo sudah memahami perasaan apa yang
hampir membuatnya lemah itu. Hanaki bilang itu cinta. Ya ia mencintai Hanaki,
walaupun terlambat tapi Hanaki akan tetap menjadi bagian dari dirinya
selamanya.
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 9/81
8 | D e a r K a s e i r a
3.
Sambutan yang Tak Terduga
Desember 2012,
Ujian akhir semester berakhir hari ini, lega rasanya ketika sudah
menyelesaikan semua tugas di kampus dan bisa segera menemui keluargaku di
Indonesia. Vio bilang Indonesia sangat indah, meski tanpa salju dan sakura, tapi
Indonesia tak kalah indahnya dari Jepang. Dan berkat kecanggihan internet, aku
bisa mengetahui bagaimana kota Surabaya yang akan ku datangi. Mungkin akan
sering hujan jadi aku akan membawa payung. Payung yang bertanda ‘Raihana’
pada bagian dalamnya, Vio yang menuliskannya, ia bilang supaya tidak hilang.
Dua hari lagi, jadwalku berangkat. Semalam tante Meli juga mengirimiku
email lagi untuk sekedar mengingatkan. Sesaat aku heran, kenapa harus beliau
yang repot mengurusi kedatanganku, kemana semua keluargaku? Namun
kusimpulkan, mereka sedang sibuk mengurusi pernikahan kakakku, ya itu sangat
bisa dipahami.
Sebelum pergi, aku mampir untuk menemui okasan. Didepan foto
mendiang ibuku, aku tersenyum sangat bahagia, jauh lebih bahagia ketimbang
kunjungan-kunjunganku sebelumnya yang penuh dengan air mata.
“Okasan… Esok lusa Hana akan bertemu dengan ayah dan kakak-kakak.
Bukankah okasan bilang kakak Irina punya mata yang mirip dengan okasan?
Hana sangat penasaran, sampai tidak sanggup menunggu dua hari lagi. Okasan?Andai okasan bisa ikut dengan Hana ke Indonesia, pasti lebih lengkap lagi
rasanya.”
Aku memandangi wajah okasan yang tersenyum bahagia, “Oke-oke.
Jangan tersenyum merayu seperti itu, baiklah Hana tidak marah okasan tidak bisa
ikut Hana bertemu ayah. Tapi setidaknya isi jimat ini lagi, kemujurannya sudah
mau habis, nih.”
Ini adalah omamori yang berisi doa agar aku selalu bahagia dimanapun
aku berada, okasan yang memberikannya tepat lima tahun yang lalu sebelum
okasan meninggal karena kecelakaan.
Okasan, Hana pulang, yah? Selalu lindungi Hana, okasan. Hana
merindukan okasan.
֎
Musim dingin sudah kembali, dan artinya tahun akan segera berganti.
Sudah selama itu tanpa okasan dan sudah jauh lebih lama lagi tanpa ayah dan
keluargaku. Entah apa alasan okasan membawaku ke Tokyo sewaktu ku kecil,
entah masalah sebesar apa yang mengharuskanku terpisah dan terasingkan dari
kakak-kakaku yang lain. Aku ingin pulang.
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 10/81
9 | D e a r K a s e i r a
Pulang pada keluarga yang mungkin sudah tidak mengenalku. Aku ingin
melihat mata itu, mata milik okasan pada kakak Irina. Aku ingin merasakan
bagaimana hangatnya berada ditengah-tengah keluarga kandungku. Sudah terlalulama aku dan okasan sendiri, dan ketika okasan meninggal, semuanya menjadi
lebih sulit lagi.
Aku sangat ingin pulang. Merasakan memiliki ayah supaya tak ada lagi
yang mengejekku sebagai anak buangan. Aku ingin berbagi cerita dengan kakak-
kakakku, bagaimana mereka tumbuh, bagaimana ketika pertama kali mereka jatuh
cinta sampai bisa menikah, dan aku ingin mereka tahu bagaimana kesepiannya
diriku tanpa saudara dan tak bisa membuka diri pada teman lainnya di sini.
Keluargaku pasti memahami rasa kosong yang selama ini kurasakan.
Keluargaku pasti bisa menguatkanku, dan keluargaku pasti merasakan rindu
sebesar rinduku sekarang. Aku rindu, sangat rindu.
Musim dingin kali ini tak akan sama, kekosongan itu pasti akan terisi oleh
hangatnya kebersamaan sebuah keluarga.
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 11/81
10 | D e a r K a s e i r a
4.
Here I Am
Bandara Internasional Juanda, Desember 2012,
Pandanganku mengeliling menikmati semua pemandangan asing di
depanku. Setiap orang sibuk menarik koper mereka sendirian sepertiku dan ada
beberapa yang sudah bertemu dengan keluarga atau kerabat mereka yang telah
menunggu di pintu keluar. Ketika orang tersenyum, ketika orang tertawa dan
sambal berpelukan melepas rindu, aku ikut merasakan kegembiraan yang sama.
Dalam hati aku berkata dengan santai, sebentar lagi juga aku akan berkumpul
dengan keluargaku. Aku melenggang dengan santai mencari taksi yang akan
mengantarku ke gereja.
“Pak, saya harus ke alamat ini. Secepatnya kalau bisa, pak.” Aku
menyerahkan selembar kertas berisi nama jalan yang harus segera kudatangi.
Acaranya mulai setengah jam lagi, dan menurut desas-desus yang kudengar,
Indonesia terkenal dengan kemacetannya.
“Mbaknya bisa Bahasa Indonesia toh, saya kira ndak bisa.” Bapak supir
taksi itu terkekeh sendiri.
Aku memakluminya karena tampangku tidak kelihatan seperti orang
Indonesia pada umumnya. “Saya orang Indonesia, kok pak. Tapi kayaknya masih
harus belajar Bahasa Indonesia lagi. Bapak bisa ajari saya kalau mau hehehe…”
“Nama saya pak Karyo, mbak. Asli wong Suroboyo.” Jawab Pak Karyo
menggunakan dialeg yang aneh.
“Wong Suroboyo? Surabaya? Wong itu apa artinya, pak?”
“Wong itu artinya orang, mbak. Saya asli orang Surabaya. Mbaknya dari
Jepang, ya?”
“Besar di Jepang, pak. Tapi saya ini wong Indonesia, loh pak.” Jawabku
mencoba dialeg seperti Pak Karyo.
“Wah mbak’e cepat belajar. Terus mbaknya siapa namanya? Ini mau ke
gereja tah mbak?” Pak Karyo diam sebentar sebelum melanjutkan, “Mbak maaf
ya kalau saya cerewet hehehe… Biar ndak sepi saja mbak.”
“Oh tidak apa-apa pak. Kan bapak sekarang lagi jadi guru saya. Nama
saya Raihana pak. Kakak saya hari ini menikah, jadi saya datang kesini pak.”
“Oh kalau begitu harus cepat mbak, tenang Pak Karyo ini ahli mencari
jalan tikus, pasti sampai tepat waktu.” Jawab beliau sedikit membanggakan diri.
Aku bernapas lega, semoga saja tidak terlambat.
Pak Karyo masih terus mengajariku bahasa-bahasa yang belum pernah
kudengar, seperti uang ceban, goceng, sampai singkatan-singkatan jaman
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 12/81
11 | D e a r K a s e i r a
sekarang seperti PDKT, CLBK, dan masih banyak lagi kata-kata yang tidak
pernah diajarkan Vio. Ah Vio, sebentar lagi kita ketemu lagi.
֎
Pukul 10 : 00 WIB
Aku berhenti di depan sebuah gereja megah dengan arsitektur yang sangat
menawan. Beberapa patung dan ukiran mengangkat tema arsitektur gothic yang
membuat mataku tak bosan menikmatinya. Pelataran parkir hampir terisi penuh
oleh kendaraan pribadi para tamu, jadi taksi yang ku tumpangi hanya bisa berhenti
sampai di depan pintu gerbang gereja.
Aku berjalan menuju pintu utama gereja yang besar dan megah, terlihat
beberapa wanita bertugas sebagai penerima tamu di depan pintu.
“Syalom, selamat pagi. Silahkan masuk.” Dua wanita berbaju kebaya
warna broken-white itu menyapaku ramah.
Aku masuk kedalam gereja dan mengambil duduk di deretan bangku
paling belakang yang masih kosong. Jemaat yang datang lumayan banyak dan
hampir memenuhi seisi bangku gereja, hanya di deretan belakang sini yang masih
kosong.
Lalu tiba-tiba pintu gereja terbuka dan seorang wanita cantik
menggunakan gaun pengantin putih dengan rambut bob-nya yang hanya di
tambahkan dengan aksesoris pita, membuat seluruh pasang mata di ruangan ini
berdecak kagum. Wajah oriental berpadu dengan kulit coklat itu benar-benar
cantik. Adakah kata yang lebih kuat dari “cantik”? Dia adalah kakakku. Okasan
selalu memanggilnya dengan nama belakangnya, Haruka. Walau nama
sebenarnya adalah Irina Nindya Haruka, tapi okasan lebih sering memanggilnya
Haruka.
Seorang pria paruh baya berjalan di samping kakak Irina. Aku mengingat-
ingat wajah itu, berusaha mengembalikan ingatanku yang sudah lama terkubur.
Mungkin pria itu adalah ayahku.
Aku menundukkan wajahku waktu pria itu menoleh sedikit kearah
tempatku duduk. Entah kenapa aku merasa malu berada di ruangan ini. Semua
orang di ruangan ini sangat asing di mataku. Tak ada satu orangpun yang ku
kenal. Bahkan jika faktanya mereka adalah keluargaku, tak ada kenangan apapun
yang bisa mengingatkanku pada mereka. Aku merasa asing di sini.
Aku terkejut melihat seorang pria yang mengekor di belakang rombongan
iringan pengantin tiba-tiba mendesakku untuk memberikannya sedikit tempat
duduk. aku menoleh bingung ke arah pria yang sekarang sudah duduk santai di
sebelahku sambal melonggarkan dasi yang ia kenakan.
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 13/81
12 | D e a r K a s e i r a
“Sorry, saya malas ikut ke depan, numpang duduk, ya?” Ujar pria itu
kepadaku. Aku mengangguk kikuk sebagai jawaban.
Upacara pernikahan berlangsung lancar seperti dalam adegan-adegan di
film romance yang sering kulihat. Aku tersenyum haru menyaksikan semua
prosesinya, sambal memegangi omamori yang ku selipkan di dalam tasku, aku
tahu okasan pasti sama terharu dan bahagia sama seperti yang ku rasakan saat ini.
“Kamu siapanya Irina? Kok kayaknya bahagia sekali?” Tanya pria itu.
Aku menghapus air mata yang tanpa kusadari sudah merembes keluar dari
tadi.
“Emm… Namaku Hana, adiknya kakak Irina.” Jawabku ragu.
“Adiknya Irina? Bukan Meidina, bukan Eldri. Lalu kamu adiknya yangmana?” Tanya pria itu kebingungan. Sepertinya dia mengenal baik saudari-
saudariku.
“Kamu siapa? Kenal dekat dengan kakak Irina, ya?” Tanyaku penasaran.
“Saya Kaseira, teman kuliahnya Meidina di Jakarta. Dan ya, saya cukup
dekat dengan tiga bidadari itu sampai bisa dijadiin anak ke empat sama Om Redi.”
Seira menatapku dan langsung buru- buru mengoreksi ucapannya, “Oh, maksud
saya anak ke lima.” Ralatnya dingin.
Pendeta di depan mesbah sedang memberikan berkat dan seisi ruangan
menundukkan kepala, berdoa. Begitu juga denganku dan pria asing di sampingku.
“Aneh, kenapa Meidi bilang mereka cuma tiga bersaudara, ya?” Bisik
Seira pada dirinya sendiri, pelan dan tak terdengar oleh siapapun diruangan ini,
kecuali aku.
Aku membeku disebelahnya, menyerap seluruh ucapan Seira barusan.
Tidak ada kah yang pernah menceritakan tentang aku?
Aku mulai mengumpulkan puing-puing kesadaranku, menyatukan
semuanya satu per satu. Kenapa aku dan okasan pindah ke Tokyo? Kenapa hanya
aku yang ikut sementara saudari-saudariku tidak ikut? Kenapa aku harus tahu
mengenai pernikahan kakakku dari orang lain? Dan kenapa orang ini bisa berbisikseperti itu? Seolah keberadaanku tidak pernah ada di sini.
Aku mulai menciut di kursi kayu panjang ini, udara dingin yang keluar
dari pendingin ruangan semakin membuatku menggigil. Mungkin kah ada alasan
lain kenapa aku tidak pernah bertemu dengan keluargaku?
Untuk pertama kalinya, aku menyesali kedatanganku ke Indonesia.
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 14/81
13 | D e a r K a s e i r a
5.
Blur!
Ku putuskan untuk menunggu di luar saja. Aku merasa di dalam bukan lah
tempatku. Tak ada yang mengenalku di sini, walau faktanya aku adalah bagian
dari keluarga yang sedang melangsungkan pernikahannya di dalam sana.
Satu per satu tamu yang datang, keluar lalu meninggalkan pelataran parkir,
suasana semakin sepi sejak tamu terakhir yang kulihat lima belas menit lalu sudah
pulang. Dan aku masih duduk di taman samping gedung gereja yang tadi
merupakan tempat yang aman karena terhalangi oleh mobil-mobil yang sedang
parkir.
Sekarang aku bisa terekspos dengan mudah, dan tanpa alasan yang masuk akal
aku merasa malu jika ada keluargaku yang tahu kalau aku datang hari ini. Dan
ketidak-beruntungan itu memang menjadi milikku hari ini, seorang ibu dengan
wajah bijaksana yang kuprediksi dari kerutan halus pada sekitar matanya, datang
menghampiriku sambal tersenyum.
“Hana datang? Tante kira Hana tidak akan datang.” Ucapnya sambil
menggenggam hangat kedua tanganku. Aku menatap dengan bingung.
“Tante Meli?” Tanyaku dan wanita itu mengangguk.
“Hana kapan tiba? Mau bertemu dengan ayah dan kakak -kakak? Sudah
saatnya kalian berkumpul kembali.”
Aku beringsut menjauh, ketika mendengar tante Meli ingin mengajakku
bertemu dengan keluargaku yang sedaritadi berusaha kuhindari.
Aku tidak ingin mengacaukan hari bahagia kakakku dengan kedatanganku
yang tidak diundang. Mungkin kedatanganku bukanlah mau mereka, tapi mau
tante Meli.
“Tante, apakah ayah dan kakak -kakak tahu kalau Hana datang hari ini?”
Tanyaku penasaran sekaligus tak ingin mendengar jawaban yang akan tante Meli
berikan.
Tante Meli tersenyum seakan memahami ketakutanku, “Tidak ada yang tahu,tapi Hana harus bertemu dengan keluarga Hana.”
“Tante Meli, Hana merasa ini bukanlah waktu yang baik untuk bertemu ayah
dan kakak-kakak. Sehabis ini masih ada resepsi pernikahan, Hana tidak mau
mengacaukan semuanya.” Jawabku dengan nyali yang hanya bersisa di ujung
kuku saja.
Ponsel tante Meli berbunyi, beliau bilang harus masuk ke dalam untuk
mengurus kendaraan yang akan mengantar pengantin ke gedung resepsi. Aku
disuruh menunggu sebentar di sini, dan nanti bersama beliau kami akan pergi ke
gedung resepsi.
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 15/81
14 | D e a r K a s e i r a
Aku menggigit-gigit kuku-kukuku, gugup dan ketakutan, aku setengah mati
ingin kabur dari tempat ini. Kembali ke Tokyo dan hidup seperti sebelumnya.
Okasan… Apa benar, kalau aku ini anak buangan seperti yang teman-teman
sekolahku bilang? Omamori biru itu kugenggam erat-erat, berharap semoga energi
positifnya bisa menenangkanku tapi tak ada efek apapun yang terjadi.
“Ngapain kamu kesini?!” Bentak seseorang dari belakangku. Ia menarik
rambutku kasar dari belakang dan membuatku jatuh terpelanting mendarat pada
batu-batu taman yang tidak empuk.
“Bukannya kamu sudah dibuang? Ngapain kamu kembali lagi?!” Tangan yang
mencengkram rambutku itu bersuara, dengan susah payah aku berusaha
melepaskan diri dan berbalik melihat siapa orang ini.
“Meidina! Apa yang kamu lakukan?!” Teriak suara yang lain.
Meidina?
Ada tangan lain yang menamparku keras, dan ada beberapa orang lagi yang
berusaha melepaskan tangan-tangan kasar ini dari kepalaku.
“Meidina! Irina! BERHENTI! Berhenti saya bilang!!!” Dan kini ada suara
berat yang membuat cengkraman dan tamparan itu berhenti seketika.
Aku berusaha berdiri dan melihat sekelilingku. Tant Meli tergesa-gesa berlari
dengan tatapan menyesal yang ia tujukan kepadaku. Ku pikir ia tidak
membayangkan akan seperti ini kejadiannya.
Kedua kakakku, yang satu dengan gaun pengantin, sedang berusaha
ditenangkan oleh suami barunya. Dan yang satu lagi sedang dilerai oleh Kaseira.
Kaseira?
“Raihana?” Suara berat itu memanggilku.
Aku menoleh dan ragu-ragu menyapanya, “Ayah?”
Aku menunduk ketakutan seperti kucing pencuri yang baru disiram air.
Rambutku berantakan sehabis dijambak sana-sini, wajahku panas karena tamparan
bertubi-tubi barusan. Terlebih dari semua kesakitan di luar, hatiku hancur berantakan. Aku sudah seperti tidak ada harganya lagi diperlakukan seperti ini.
Air mataku meleleh, kali ini bukan air mata bahagia melihat kakakku
menikah, tapi air mata kesedihan ketika kakakku sendiri bilang kalau aku adalah
anak buangan.
Ayah mendekat padaku dan memelukku canggung. “Hana sudah besar, ya?
Hana sehat-sehat di sana?” Bisik ayah di telingaku. Untuk pertama kalinya aku
merasakan pelukan seorang ayah. Untuk pertama kalinya aku mendengar ayahku
berbicara padaku.
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 16/81
15 | D e a r K a s e i r a
“Ayah, dia sudah membunuh Eldri! Adik kesayangan kita! Eldri yang seribu
kali lebih cantik dari dia! Dia penmbunuh, yah!” Seru Irina emosi.
Pembunuh?
Tubuhku seperti disengat listrik ribuan volt , kata “Anak buangan” adalah
julukan yang terparah untukku yang bisa kubayangkan. Tapi pembunuh?
Ayah merapikan rambutku, menyisirnya dengan jari. Aku menatap ayah
meminta penjelasan.
“Ya, ayah tau itu. Dan ayah tidak pernah akan lupa kalau karena Hana lah
Eldri bisa tenggelam di pantai waktu kalian kecil. Hana,-“ Ayah menatapku yang
sudah kaku seperti mayat hidup.
“Biar ayah merindukan Hana dan okasan, ayah tetap tidak bisa melihat Hanalagi, kakak-kakak juga begitu, kejadian itu tidak bisa kami lupakan. Tindakan
okasan-mu itu sudah benar untuk membawaku pergi dan tak pernah kembali lagi.
Hana hanya akan membuka luka lama untuk keluarga ini.”
“Heh, pembunuh! Sampai hari pernikahan ini rusak akibat ulahmu, aku akan
membuatmu menyesalinya!” Bentak kak Irina kasar.
Ingatanku mencoba mengingat kapan terakhir kali aku ke pantai, kurasa tidak
pernah. Bahkan ketika study-tour semasa sekolah aku tidak ikut karena sakit.
Mungkinkah aku trauma pada pantai karena kejadian ini?
“Apa Hana benar - benar membunuh Eldri?” Tanyaku penuh dengan penyesalan.
“Tanyakan pada okasan! Tanyakan pada ingatanmu yang berusaha kamu
lupakan!”
“Siapa yang menyuruhmu untuk datang kesini?” Tanya ayah lembut. Masih
terdengar nada sayang dibalik sikap ayah yang menjaga jarak dariku.
Aku menatap tante Meli, mungkin beliau hanya ingin berbuat baik, “Tidak
ada. Hana hanya ingin memberikan selamat lalu pulang.” Jawabku berat.
Aku memalingkan tatapanku dari tante Meli yang berdiri di belakang kak Irinadan kak Meidina, beliau menangis diam-diam. Aku tahu, tante Meli bukanlah
orang jahat, beliau hanya ingin mengembalikan keutuhan keluarga ini, meskipun
kenyataannya sangat mustahil.
“Ayah, cepat usir dia! Aku mau muntah lihat muka pembunuh itu!” Kak Irina
meninggalkan lingkaran ini duluan. Setelah itu disusul oleh suaminya yang
sepertinya tidak mengetahui apa-apa.
“Hana, ayah minta maaf. Tapi bisakah kita hidup sendiri-sendiri? Kami di sini
sudah menganggap Hana dan okasan-mu sudah mati. Tolong jangan hancurkan
acara pernikahan kakakmu, ya?” Ucap ayah lembut namun membuatku hancur
untuk yang kesekian kalinya.
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 17/81
16 | D e a r K a s e i r a
“Hana-… Hana pikir bisa menghabiskan tahun baru untuk pertama kalinya
dengan ayah dan kakak-kakak, Hana pikir sudah saatnya Hana keluar dari
kesendirian yang sudah lama Hana alami setelah okasan meninggal. Ayah dankakak-kakak boleh membenci Hana, tapi jangan benci okasan juga. Okasan tidak
pernah berbicara buruk tentang kalian. Keluarga yang ada di bayangan Hana
adalah ayah dan kakak yang merindukan kepulangan Hana sama seperti Hana
merindukan kalian. Ternyata Hana salah besar, ya ayah?”
Ayah hanya diam dan memijit dahinya, “Hana, pergilah. Ayah mohon.”
Sebuah tombak telah menembus jantungku. Bukan hanya satu tapi seribu
tombak berusaha mengoyakkanku, kata-kata ayah barusan berhasil membuatku
tersentak mundur beberapa langkah. Dengan nanar aku menatap ayah.
“Hana memang mau pergi.” Jawabku lirih. Pertahananku hancur lebur.
Visualisasi keluarga yang selama ini kuyakini telah hancur tak bersisa. Tak
kusangka nasibku seburuk ini…
“Saya yang akan mengantar Hana pulang om!” Dari belakang, Kaseira
menarik lenganku kasar, bergegas menarikku keluar dari pelataran gereja.
Dengan tak berdaya aku mengekor Seira dan ia mendudukanku di dalam
mobilnya. Sesaat tak ada yang berbicara. Kami berdua sibuk mengatur napas
masing-masing yang masih memburu.
“Apa tidak ada yang pernah kasih tahu ke kamu kalau respon keluarga kamu
akan seperti itu?” Akhirnya Seira memecah kesunyian.
Aku tertunduk, merasa tidak bisa menjawab apapun saat ini.
“Aku tak tahu.”
“Saya tahu sekarang bukan saat yang tepat untuk banyak bicara, kamu perlu
istirahat dan tenangin diri kamu. Saya antar pulang, ya?”
Aku menoleh padanya, dengan air mata yang hampir tumpah lagi, dan
bertanya “Kenapa kamu ikut campur?”
Seira menggenggam kemudi dengan keras, “Saya hanya mau mengantar kamu pulang. Kamu terlalu kalut untuk bisa pulang sendiri. Lagipula saya tetap
menganggap kamu adik dari teman kuliah saya. That’s it.”
“T hanks.”
“Jadi sekarang saya antar kamu pulang.” Jawaban itu singkat, tanpa tanda
tanya yang artinya ia akan mengantarku pulang tanpa basa-basi.
“Rumah satu-satunya baru saja mengusir Hana. Kamu tidak perlu mengantar
Hana, nanti Hana cari penginapan saja tidak apa-apa.”
Seira berdecak lidah, entah kesal atau apa. Lalu ia mengemudikan mobilnya
tanpa berkata-kata.
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 18/81
17 | D e a r K a s e i r a
Sementara aku terlalu lelah untuk bisa berbicara, hari ini sangat menyakitkan,
dan tamparan bertubi-tubi tadi telak-telak menampar kesadaranku untuk menatap
realita bukannya terbuai oleh dongeng Bidadari Empat Musim yang okasanceritakan.
Untuk kedua kalinya, aku sangat menyesal telah memutuskan untuk datang ke
sini.
Hampir tiga puluh menit perjalanan dalam diam dan akhirnya Seira
menepikan mobilnya menuju basement sebuah apartemen.
“Mau diam saja di sini? Berniat tidur di dalam mobil?” Tanya Seira memecah
lamunanku.
“Saya pinjam apartemen saudara saya selama seminggu saya berada di
Surabaya, kamu bisa pakai enam hari lagi karena hari ini saya sudah akan pulang
ke Jakarta.”
Jakarta? Jadi ingat Viona…
“Seira, tidak perlu.” Jawabku sungkan dengan kebaikan laki-laki ini.
“Saya bukan orang jahat, kamu tenang saja. Kamu perempuan dan tidak ada
orang yang kamu kenal sekarang, saya hanya mau menolong. Tidak lebih dari itu.
Ayo keluar, saya sudah gerah dengan pakaian kaku seperti ini.”
Kami berjalan menuju lift yang membawa kami ke lantai 16.
Sebelum pintu lift terbuka aku menahan tangan kiri Seira, “Seira? Thanks.”
“ Anytime, Hana.” Jawab Seira sambil tersenyum.
Kami masuk kedalam apartemen berukuran studio dengan desain minimalis.
Hanya ada satu tempat tidur di dekat kaca besar yang memberikan view kota
Surabaya tanpa batas lalu hanya dengan dibatasi partisi terdapat sofa mungil untuk
menonton televisi, lalu ada pantry, meja kerja, dan kamar mandi.
Aku duduk di sofa hitam yang menghadap kearah televisi, baru kusadari kalau
hanya ada dua warna di ruangan ini, warna hitam dan putih. Seira bergerak kesana
kemari membersihkan tempat tidur dari pakaian kotor dan meja dari sisa-sisa bungkus makanan dan abu rokok.
“Buat diri kamu senyaman mungkin, saya cuma mau ambil barang-barang
saya dan langsung berangkat. Bisa pinjam ponsel kamu sebentar?” Seira
mengulurkan tangannya meminta.
Aku memberikannya tanpa pikir panjang mesti tak tahu untuk apa ponselku
ini.
“Ini nomor saya, saya ga bisa bantu banyak, semoga tempat ini cukup
membantu kamu. Tapi kalau kamu perlu bantuan saya, kamu bisa hubungi nomor
ini. Oh iya, sebaiknya kamu cari nomor Indonesia saja.”
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 19/81
18 | D e a r K a s e i r a
Aku mengangguk-angguk tanpa suara, merasa sangat beruntung di saat susah
seperti ini aku malah ditolong orang sebaik Seira.
“Terima kasih banyak Kaseira.”
“Bukan apa-apa. Kamu hati-hati ya? Kalau sudah pulang ke Tokyo atau sudah
di tempat yang aman, tolong kabarin saya. Setidaknya saya tahu saya tidak perlu
khawatir lagi.” Ia tersenyum lembut.
“Iya, pasti Hana kasih kabar. Kamu sudah mau pergi sekarang?” Tanyaku
melihat ia sudah siap dengan tas ranselnya.
“Iya Hana, keretanya berangkat sebentar lagi. Kalau begitu saya pamit.”
Aku mengantarnya sampai ke depan lift , sampai angka pada lift menunjukan
lantai basement baru aku kembali menuju kamar.
Lelah dan sakit menghujam seluruh tubuhku. Okasan sering bilang, kita bisa
menciptakan seribu dongeng semau kita, tapi kehidupan tidak pernah sedatar dan
semudah di dalam dongeng.
Setelah Seira pergi, aku naik ke tempat tidur dan meringkuk didalam selimut.
Aku merindukan kamarku di Tokyo. Walaupun aku sangat bersyukur Seira sudah
memberikanku tempat tinggal, tapi aku lebih suka di dalam kamarku, membaca
novel seharian atau menonton dvd sampai tertidur lalu Vio akan
membangunkanku ketika ia pulang kuliah. Aku merindukan duniaku sebelum aku
kesini.
Kejadian tadi di gereja masih menusuk-nusuk hatiku setiap aku mengingatnya
kembali. Aku membunuh adikku, dan dibuang ke negara yang jauh selama
bertahun-tahun, hidup sendiri tanpa pernah bertemu dengan keluarga kandungku.
Perlahan ingatan itu kembali datang, saat aku berlarian bersama saudari-
saudariku, ayah dan okasan duduk bersandar sambil memeluk satu sama lain. Dan
kejadian selanjutnya tak bisa kuingat, semakin kabur dan semakin membuat
kepalaku sakit.
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 20/81
19 | D e a r K a s e i r a
6.
Kota Seribu Cahaya
Setelah kejadian itu, tante Meli datang menemuiku. Ia meminta maaf berkali-
kali dengan raut yang sangat menyesal. Dan saat itu lah beliau menceritakan
kejadian empat belas tahun yang lalu ketika aku masih berumur enam tahun.
Keluargaku sedang berlibur ke Pulau Seribu di Jakarta, aku dan saudari-
saudariku berserta ayah dan okasan, kami semua menyewa satu vila di pinggir
pantai. Pantai adalah kesukaan kakak Irina dan Meidina, disekolahnya mereka
sangat jago dalam olahraga renang, sementara aku dan Eldri waktu itu belum bisa
berenang.
Hari itu, saat ayah dan okasan sedang duduk santai mengawasi kakak Irina
dan Meidina yang sedang asyik dengan kamera analog kepunyaan ayah, Eldri
berada dalam pangkuan okasan. Aku tak suka bermain dengan kamera, juga tidak
bisa berenang, jadi aku hanya duduk di pinggir dermaga kayu yang menjorok ke
laut.
Saat itu lah Eldri memanggilku dari belakang, “Kakak, mari berenang sama
Eldri, ayah bilang kita bisa pakai pelampung.” Suara cempreng itu sangat gembira
karena diizinkan berenang.
Aku tidak mau berenang, aku takut pada sesuatu yang dalam, rasanya sepertitidak bisa bernapas ketika aku tahu kakiku tidak bisa mencapai dasar.
“Lalu setelah itu Eldri terpeleset dan jatuh ke dalam laut. Sama seperti Hana,
Eldri juga punya ketakutan yang sama pada kedalaman, tapi ia belum
mengetahuinya dan ia penasaran ingin mencobanya saat melihat Irina berenang.
Kakinya kram dan ia tidak bisa bernapas dengan normal.” Tutur tante Meli seperti
kembali ke saat itu.
“Lalu?”
“Hana tidak bisa membantu Eldri dan memanggil ayah, tetapi saat ayah dan
okasan berlarian menghampiri kalian berdua, Eldri sudah tidak bernapas lagi.”
“Jadi memang betul kalau Hana yang membunuh Eldri.” Jawabku pelan.
Untuk kesekian kalinya hatiku rasanya seperti dihujam oleh ribuan pisau yang
baru habis diasah.
Tante Meli mengusap rambutku perlahan, “Tidak Hana, bukan Hana
penyebabnya, itu murni kecelakaan.”
“Lalu kenapa Hana yang disalahkan? Apa karena hal itu Hana dibuang ke
Tokyo?”
“Hana ingat? Eldri adalah anak yang sangat cerdas. Waktu umurnya lima
tahun Eldri adalah juara story telling tingkat nasional. Mungkin ayah dan
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 21/81
20 | D e a r K a s e i r a
kakakmu hanya merasa kehilangan harta yang berharga. Dan karena itu mereka
menutup mata dari kebenaran yang sesungguhnya. Okasan yang membawa Hana
ke Tokyo seperti yang kami berdua putuskan karena kalau Hana tetap disini, Hanaakan dikirim ke panti asuhan.”
“APA?!”
“Maafkanlah mereka, sayang. Hana tidak boleh mendendam ya? Okasan pasti
tidak pernah mengajarkan seper ti itu kan?”
֎
“Sebelum pulang Hana mau mengunjungi teman di Jakarta. Kalau boleh
Hana minta tolong tante Meli antarkan Hana ke stasiun untuk membeli tiket
kereta.”
Tante Meli yang mengantarku sampai ke stasiun, mungkin beliau merasa
bersalah telah mendatangkanku kesini. Tapi bagaimanapun situasinya sekarang,
aku tahu kalau tante Meli hanya berniat baik.
Jadi sekarang, Raihana Akira anak ketiga dari keluarga Wicaksono telah
meninggal empat belas tahun lalu di Jakarta. Lalu aku hanyalah Hana yang lain
yang tidak ada hubungannya dengan mereka. Aku mengambil kereta kelas
ekonomi yang berangkat pukul sembilan pagi dan menurut perkiraan tante Meli,kereta baru akan tiba pukul satu dini hari kalau tidak terlambat. Aku bertanya-
tanya, apa kereta disini bisa kena macet?
Perlahan kereta mulai melaju meninggalkan stasiun Gubeng Surabaya.
Aku duduk berhadapan dengan bapak yang menenteng tas kerja kulit yang sudah
terlihat tua. Beliau menyapaku ramah dan menawarkan minuman yang beliau
bawa.
Setelah ku tanya beliau bukan mau turun di Jakarta, beliau bilang,
“Kejauhan itu, mbak . Bapak Cuma mau ke Yogyakarta, nanti turun di Stasiun
Lempuyangan. Sekitar jam tiga.”
Ternyata bapak ini adalah seorang dosen di Universitas Negeri
Yogyakarta, namanya pak Ruslan, dan seminggu dua kali beliau harus menempuh
rute Surabaya-Yogyakarta pulang pergi yang bisa memakan waktu enam jam
sekali berangkat.
“Bapak tidak lelah?”
“Namanya pekerjaan, ya har us dijalani. Dulu waktu bapak masih jadi
dosen baru malah harus ngajar seminggu empat kali, untung sekarang karena
sudah ngajar lama bapak boleh atur jadwal sendiri. Mbak-nya ke Jakarta di daerah
mananya? Saya beberapa kali ke Jakarta.”
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 22/81
21 | D e a r K a s e i r a
Dalam hati aku membenarkan perkataan tante Meli yang tadi bilang aku
pasti dapat teman ngobrol di kereta, karena orang Indonesia itu ramah-ramah.
“Budaya kita itu budaya yang ramah, bukan seperti negara yang sudah maju,mereka lebih individual ga pernah ‘tengok kanan-kiri’”
Aku membuka lipatan kertas di dalam tasku yang berisi alamat rumah
Viona, ya aku ke Jakarta sekedar untuk bertemu Viona sebelum aku pulang ke
Tokyo. “Di Jakarta Timur, pak. Ini alamatnya,” Aku menunjukkan kertas itu pada
bapak Ruslan, karena aku tak tahu bagaimana membaca ejaan alamat itu dengan
benar.
“Oh di daerah Condet ini, biangnya ruwet.” Jawab bapak Ruslan sambil
nyengir.
“Kata teman ibu saya orang Indonesia ramah-ramah, kalau di tempat saya pasti tidak ada yang saling ngobrol begini di kereta. Semuanya diam membaca
atau tidur.”
“Loh, kalau mbak Hana keberatan saya cerewet, bilang saja loh, saya jadi
ndak enak.”
Aku buru- buru menyangkal, “Eh, tidak pak, saya senang ada teman
ngobrol. Rasanya jadi tidak terasingkan.”
Aku tersenyum ramah. Mungkin aku memang dibesarkan di negara yang
orang-orangnya individualistis karena terlalu fokus pada pekerjaan mereka , tapi
aku lahir dari darah Indonesia, karena itu mungkin aku menyukai ketikamendengarkan orang lain menceritakan pengalaman mereka dan saling bertukar
cerita. Seperti mendapatkan teman baru. Tidak seperti di Tokyo, temanku hanya
satu, mungkin aku terlalu tertutup untuk berteman dengan mereka disana.
Perjalanan kereta terus berlanjut, kadang berhenti di stasiun dan sekali
harus terhenti karena ada kereta kelas atas yang mau memakai jalur dari arah
berlawanan. Seorang petugas kereta yang kutemui di gerbong kereta mengatakan,
“Ya memang begitu mbak , ini kan kereta kelas ekonomi, harus ngalah sama kereta
yang mahal-mahal.”
Aku melihat keluar dari jendela, kereta berhenti di tengah-tengah area
persawahan padi dan jagung. Hijau dan kuning yang menyegarkan mata. Akumengikuti beberapa orang yang berjalan keluar dari gerbong, mereka berdiri
diatas sambungan gerbong kereta yang difungsikan sebagai toilet. Bau yang khas
dari kereta ekonomi kata seorang bapak di sebelahku sambil tertawa.
Mengesampingkan bau yang tidak sedap dari toilet, mataku dimanjakan
oleh indahnya alam Indonesia. Ini kelebihan kereta ekonomi. Biar harus terhenti
karena jalurnya dipakai kereta lain, aku bisa mendapatkan pemandangan seindah
ini yang belum pernah ku lihat sebelumnya.
Ku foto pemandangan itu dan kukirim ke Viona dengan caption :
Guess where I am? INDONESIA!
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 23/81
22 | D e a r K a s e i r a
֎
Satu hadiah lagi dari kereta kelas ekonomi adalah sandaran kursi tidak bisa
disesuaikan. Rasanya tulang punggungku rontok. Setiap aku merenggangkan
badan pasti ada bunyi seperti tulang mau patah. Aku kelelahan dan kehausan.
Karena di stasiun terakhir sebelum berhenti di stasiun Jatinegara, Jakarta aku tidak
membeli persediaan minum.
Dan sesampainya di Jakarta, aku langsung menyerbu minimarket 24 jam
yang sepi. Saat masuk pramuniaga laki-laki itu menyapaku ramah, dan ketika aku
sedang memilih minuman apap yang akan ku beli, ia berseru agak keras, “ MBAK !
Tasnya robek. Besar sekali robeknya!”
Dengan panik karena tahu akulah satu-satunya pelanggan di dalam situ
pasti aku yang ia maksud, ku periksa tas ranselku, dan ternyata di dasarnya sudah
dirobek entah menggunakan apa. Oh astaga!
“Mbak coba periksa apa ada yang hilang didalamnya.” Pramuniaga itu
menghampiriku berniat membantu. Ku keluarkan semua yang ada didalam tasku,
dan aku tak menemukan dompet besar yang berisi uang, kartu kredit, passport dan
beberapa surat penting lainnya. Yang tersisa hanyalah head-set , sweater dan botol
minum.
“Yang penting-penting semuanya hilang, Cuma sisa handphone di saku
celana saya.” Ucapku dengan semangat yang tiba-tiba hilang entah kemana.
“Ini kayaknya dirobek pakai pisau mbak . Mungkin waktu mbak desak-
desakan turun dari kereta. Gimana ya mbak ? Saya panggilkan petugas dulu ya
mbak .” Laki-laki itu berlari keluar dan tak berapa lama datang lagi bersama
petugas keamanan stasiun.
Aku tertawa sendiri, menertawai kesialanku yang ternyata tidak berakhir
di Surabaya saja. Mimpi buruk kedua.
Dua petugas mencari cara untuk menemukan barang-barangku tapi
nyatanya stasiun Jatinegara terlalu ramai dan mungkin saja pencopetnya sudah
bergegas melarikan diri sebelum ketahuan. Aku tertunduk lesu. Dan lebih lesu lagiketika petugas itu bertanya aku mau pulang kemana. Alamat rumah Viona yang
kemarin pagi kutunjukkan pada Bapak Ruslan itu aku simpan di dalam dompet
karena kupikir aku tidak mungkin melupakan dompet jadi kertas itu akan aman di
situ.
Lalu sekarang, aku harus bagaimana?
“The number you are calling is…” Itu adalah jawaban dari operator
telepon ketika aku mencoba menghubungi Viona.
Nomornya tidak aktif. Dan baru kusadari kalau nomornya sudah tidak aktif
sejak kemarin aku mengirimkannya foto.
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 24/81
23 | D e a r K a s e i r a
Pak Ruslan bilang Viona tinggal di daerah Condet. Hanya itu! Condet
pasti lebih besar dari lapangan sepak bola, kan? Mustahil untuk menemukan
Viona terlebih lagi nomornya yang tak bisa dihubungi.
Setelah berterima kasih pada petugas kemanan dan pramuniaga tadi, aku
keluar dari stasiun dan terbelalak melihat sekelilingku. Banyak pria yang
menghampiriku menawarkan jasa mulai dari ojek sampai mobil sewaan. Aku
sampai lelah menjawab tidak.
Aku tidak punya uang dan tidak tahu harus kemana. Sementara uang di
saku celanaku hanya ada sepuluh ribu rupiah. Itu saja. Tante Meli? Haruskah aku
merepotkan beliau malam – malam begini?
“Hallo Hana? Sudah sampai di Jakarta kamu?” Suara tante Meli langsung
terdengar setelah dering pertama.
“Tante Meli, Hana habis kecopetan. Dompet Hana hilang, ada surat-surat
penting juga disitu, tante.”
Aku terduduk lesu di trotoar jalan. Dibalik deretan taksi yang menunggu
penumpang dan ada beberapa kios-kios kecil, aku mencoba menceritakan
kronologi kejadian setengah jam yang lalu, yang aku sendiri tidak tahu dengan
jelas bagaimana bisa kecopetan. Lalu untuk ke sekian kalinya tante Meli
menolongku.
“Hana tunggu di dalam stasiun saja. Diluar lebih berbahaya apalagi sudah
tengah malam begini. Hana tunggu di dalam saja. Duduk dekat pos petugaskeamanan, ya?”
Mengikuti perintah tante Meli, aku kembali ke dalam dan meminta izin
petugas yang tadi menolongku untuk duduk sebentar di sana sampai tante Meli
menghubungi lagi.
֎
“Sepertinya saya sudah kasih nomor saya di ponsel kamu. Saya kecewa
kenapa saya tidak dihubungi waktu kamu butuh pertolongan.” Sebuah tangan
melepas headset -ku dan berbisik pelan di telingaku.
Antara kaget dan takut kecopetan lagi aku bergeser cepat dari tempat
dudukku. “Kaseira?!” Seruku kaget, lima kali lipat lebih kaget dari yang
sebelumnya.
Ia tersenyum dan menarik tanganku untuk duduk kembali di sampingnya.
“Jadi habis dimaki-maki di Surabaya, sekarang di Jakarta kamu dicopet?
Sisa handphone saja? Lebih baik habis ini kamu pulang ke Jepang, biar
kesialannya berhenti di Indonesia.” Ujar Seira, ada nada bercanda di dalamnya.
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 25/81
24 | D e a r K a s e i r a
Aku tertunduk, “Untung handphone Hana ada jimatnya, jadi tidak ikutan
di copet.” Aku memandangi omamori pemberian okasan yang kugantung di
handphone kemarin. Dan aku tersenyum senang, “Setidaknya benda ini tidakhilang.”
Seira tertawa pelan, “Jimat ini, lebih berharga dari passport yang bisa
bawa kamu pulang ke Jepang ya?”
“Passport bisa dibuat ulang, kalau omamori ini yang kasih sudah tidak ada,
jadi ini lebih berharga. Eh, kenapa kamu bisa disini? Jangan-jangan tante Meli
yang suruh kamu datang.”
“Cerdas! Yuk, pergi dari sini. Tante Meli-mu itu menyuruh saya untuk
jagain kamu. Jadi kamu tanggung jawab saya sekarang.”
Aku terpaku ditempat. Tanggung jawab katanya?
“Tas ini mau dibawa? Sudah rusak begini loh.” Seira mengangkat tas yang
robek parah itu.
“Bisa dijahit, kan? Asal bebannya tidak terlalu berat, jahitannya pasti
aman.”
“Ya sudah, Ayo jalan. Oh iya maaf, tidak keberatan kan, kalau naik
motor?”
Aku mengangguk santai.
Motor hitam itu melaju membelah jalanan kota Jakarta yang basah sehabis
hujan. Kendaraan tidak terlalu padat karena sudah lewat tengah malam, namun
lampu-lampu kota ini tidak juga padam. Kota ini tidak pernah tidur.
Ku perhatikan punggung berbalut sweater hitam itu. Kupikir tidak akan
bisa bertemu lagi dengannya. Di Jakarta yang luas ini, bahkan sedikitpun tidak
pernah terbayang untuk bisa bertemu lagi dengan Kaseira.
Ingatanku kembali ketika aku duduk di bangku SMA, saat tidak ada yang
mau berteman denganku dan menindasku di sekolah, okasan bilang hal yang
buruk anggaplah sebagai badai di lautan yang luas. Badai yang besar sekali
sampai membuat Hana ketakutan. Tapi badai tidak pernah selamanya mengamuk,suatu saat akan reda juga. Setelah badai reda, lautan akan kembali teduh dan tidak
menyeramkan lagi, langit yang tadinya kelabu nantinya akan kembali biru.
Beberapa hal yang terjadi dalam minggu ini, dimulai dari pertama kali
kakiku menapak di tanah Indonesia lagi, sampai dibuang oleh keluargaku. Lalu
ketika aku mencoba kabur dari kesialan itu, aku tetap tertangkap lagi, kecopetan,
lalu alamat Vio yang hilang, sampai nomor Vio yang tidak aktif. Aku menatap
langit gelap sehabis hujan. Andai ada kesialan lagi, kuberikan kamu waktu satu
kesempatan lagi untuk menghancurkanku. Setelah itu, jangan pernah datang lagi!
“Hei Kaseira?” Aku menyentuh pundaknya pelan.
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 26/81
25 | D e a r K a s e i r a
“Ya?” Suaranya keras mengalahkan terpaan angin.
“Saya belum bilang ini waktu di Surabaya.”
“Apa Hana? Jangan bilang terima kasih lagi!” Larangnya galak.
Aku tersenyum, dia memang orang yang baik. “ Nice to meet you,
Kaseira.”
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 27/81
26 | D e a r K a s e i r a
7. Nice To Meet You Again
“Saya tinggal disini. Kamu bisa tinggal di sini sampai kamu kembali ke
Jepang. Keberatan tidak?”
Aku menatap kamar ukuran 30 meter persegi itu. “Tidak masalah sama sekali.
Terima ka-“
Seira memotongnya cepat, ‘Eits! Kayaknya kita berdua harus buat peraturan,
tidak boleh bilang “terima kasih”” Aku merenggut menutup mulut.
“Kamu tidur di kamar, saya harus selesaikan tugas saya buat besok. Tenang
saja, tugas saya jaga kamu, bukan mau apa-apain kamu. Istirahatlah Hana, tenaga
kamu pasti terkuras habis.”
Seira mendorong bahuku pelan sampai aku tertidur di atas kasurnya, seperti
seorang kakak laki-laki yang menyuruh adiknya tidur.
“ Nice to meet you again, Hana.” Seira berbisik pelan sambil tersenyum.
“Kaseira.” Kata itu adalah kata terakhir yang kuucapkan sebelum aku terlelap.
Aku tak tahu takdir apa yang membawaku bertemu lagi dengannya, entah
siapa laki-laki yang terus menjadi dewa penolongku ini, dan entah harus
bersyukur atau harus merasa bersalah telah menyeret dia kedalam masalahku. Satu
yang aku tahu pasti, aku merasa aman berada dekat dengannya.
֎
Ruang kelas Universitas Indonesia, Depok.
Tidak seperti pagi-pagi sebelumya sejak aku menumpang tinggal bersama
Seira sampai passportku jadi, hari ini Seira mengajakku ikut dengannya ke
kampus. Letaknya lumayan jauh dari apartemen tempat tinggal Seira, Seira bilang
nama daerah ini Depok, sudah berada di daerah Jawa Barat.
“Apa tidak masalah saya menyelinap begini?” Tulisku di selembar kertas
dan ku berikan pada Seira.
Dia balas menulis, “Dosen yang ini, dia tidak pernah perhatikan
mahasiswanya. Dia cuma nerangin kayak lagi curhat sama dirinya sendiri.
Santai.”
Aku meliriknya curiga. “Sudah biasa nyelundupin orang kesini ya?”
Tulisku lagi.
Kami saling berkomunikasi lewat selembar kertas yang ia robek dari buku
catatannya.
“Selamat! Anda yang pertama.”
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 28/81
27 | D e a r K a s e i r a
“Kasei…” Tulisku singkat, yang sebenarnya tidak tahu harus balas
bagaimana.
“Kenapa kamu panggil saya Kasei? Kenapa bukan Seira?”
“Kasei ada artinya kalau di Jepang.”
“Apa artinya?”
Aku menahan tawa sambil terus menulis. “Mars. Jadi mungkin kamu ini
alien dari planet Mars.”
Seira mencubit tanganku sebal.
Sesi tulis menulis terhenti saat Seira maju mempresentasikan tugasnya.
Setelah itu kelas selesai dengan satu mahasiswa selundupan yang tidak tertangkap.Seira mengajakku untuk mampir ke kafetaria kampus dan disitu lah ketika aku
sedang makan mie ayam untuk pertama kalinya, aku dan Seira bertemu dengan
Revan.
“Oh jadi namanya Hana? Salam kenal, gue Revan, sepupunya Seira.”
Aku menjabat tangan kekar itu dengan ramah. Seira di sampingku tampak
gusar.
“Van?”
“Oh tenang aja. Gue pinter simpen rahasia kok. Tapi kemarin Opa nanyain
elo tuh, bang. Hehehe.”
“Van, She’s just a friend . Jangan sebar gosip aneh-aneh.”
“Oke deh, gue masih ada kelas lagi habis ini, jangan lupa bawa dear Hana
ke pestanya Keenan dan Renata, ya? Sampai ketemu nanti, dear Hana.” Revan
menyentuh jemariku lembut.
Ekor mata Seira mengikuti Revan dengan sinis sampai laki-laki itu benar-
benar hilang dari pandangannya.
“Kasei? Apa ada yang salah?” Tanyaku meminta jawaban dari ekspresi
waspada itu.
“Revan itu tukang gosip, saya takut nanti dia sebarin gosip kalau kita pacaran.”
Seira mengerling jengkel sambil menarik tanganku untuk mengikutinya menuju
parkiran kampus.
“Lalu bagaimana?”
“Sudah, santai saja ya, Hana. Yuk pulang!” Seira sering menggunakan intonasi
seperti itu. Seperti mengucapkan dengan penekanan di namaku, penekanan yang
lembut. Entah bagaimana aku menjelaskannya, tapi aku menyukainya. Maksudku
menyukai intonasinya.
“Em..Kasei, Hana boleh tanya sesuatu?”
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 29/81
28 | D e a r K a s e i r a
“Apa Hana?”
“Kenapa dengan ekspresi kamu?”
“ I’m fine, Hana.”
“Lagi bohong ya?.” Tanyaku menyelidik.
Seira nyengir sambil menarik tanganku untuk berjalan lebih cepat. “Ayo
cepetan jalannya, sudah mau hujan.”
“Biar saja hujan. Di Jepang Hana suka main hujan, loh. Orang Indonesia
suka main hujan juga tidak?”
Seira nyengir licik. “Oh kamu mau coba hujan-hujanan? Oke lady, mari
kita hujan-hujanan.” ֎
“Jadi hujan-hujanan disini sama di Jepang enakan yang mana?!”
Teriaknya lepas.
Aku tertawa lebar mendengarnya. Hujan-hujanan yang ku maksud adalah
bermain air hujan dengan memakai jas hujan atau payung. Bukan tanpa pelindung
seperti ini. Badanku basah kuyup, begitu juga dengan Seira. Ia membawaku naik
sampai ke lantai 15 gedung apartemennya. Hanya satu lantai di atas kamarnya
yang berada di lantai 14.
“Ini jauh melebih ekspektasi yang Hana bayangkan. Seru!”
Ia berlari kesana-kemari kadang meloncat-loncat mencipratkan genangan
air hujan dari kakinya. Kaseira yang seperti ini jauh lebih lepas dari Kaseira yang
biasanya.
Kami masih terus bermain dan tertawa sampai hujan berhenti. Langit
sudah berubah gelap dan seperti yang okasan bilang, selalu ada langit yang cerah
setiap kali habis badai. Seira mengajakku ke sudut bangunan yang dibatasi dengan
pagar besi. Dari sini, rasanya seluruh kota Jakarta bisa terlihat dengan jelas.
Deretan gedung-gedung tinggi, area pemukiman yang kecil-kecil sampai yangterlihat hanya berupa kumpulan titik-titik kecil. Dan tak ketinggalan jalanan yang
dilalui beribu kendaraan.
“Hana, selamat datang di Jakarta.”
Seira berdiri di belakangku, memegang kedua pundakku dan
memberikanku keleluasaan untuk membebaskan pandanganku.
“Kaseira adalah orang yang baik. Terima kasih sudah menolong Hana.”
“Saya hanya berusaha menjadi baik.” Bisiknya dari belakang.
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 30/81
29 | D e a r K a s e i r a
Aku memutar badan dan bertatapan langsung dengannya, berusaha
membaca ekspresi apa yang ada di sana. “Apa maksudnya?”
“Tidak ada manusia yang baik, yang ada hanya mereka yang berusaha
menjadi orang baik. Coba lihat keatas!”
Aku mengikuti arah pandangannya, “Kontras sekali ya? Lampu-lampu
kota yang begitu ramai, dan bintang-bintang yang tidak kalah banyaknya tapi
tidak bikin silau.”
“Langit luas sekali ya, Kasei? Tidak ada batasnya.”
“Iya Hana, saya tidak pernah bosan ke tempat ini setiap saya suntuk. Lihat
lampu-lampu gedung, atau lihat jalanan yang tidak pernah kosong, lalu ujung-
ujungnya saya pasti tiduran di sini lihat keatas.”
Aku tersenyum, telunjukku menujuk keatas, “Kaseira kan datangnya dari
sana. Mars.” Candaku dengan wajah sok serius.
“Anak nakal. Sudah bisa ngeledek saya ya?” Seira menjewer telingaku
pelan.
Kami sama-sama tertawa sebelum Seira melanjutkan kata-katanya,
tangannya naik dan mengusap puncak kepalaku, “Mungkin terlalu dini untuk
bilang begini, tapi karena sudah terlanjur terseret di masalah satu sama lain, dan
saya sudah bilang kemarin kalau kamu adalah tanggung jawab saya. Sekarang
saya bilang sekali lagi, Hana selama di sini, kamu adalah tanggung jawab saya.
Apapun itu masalahnya, tidak boleh rahasia-rahasiaan dari saya, ya? Dan jangan
jauh- jauh dari saya. Ok?”
“Ya, selama Hana di sini.” Aku mengiyakannya tanpa pikir panjang.
֎
Aku sedang mengeringkan rambutku yang masih basah. Pakaianku sudah
berganti dengan kaos kebesaran yang pastinya milik Seira. Seira bilang dia suka
lihat perempuan pakai baju kebesaran daripada pakai baju terusan seperti yang
kupakai waktu ke gereja, dan saat di stasiun.
Lalu Seira tiba-tiba berlutut di depanku, dan mengambil alih kegiatanku
mengeringkan rambut, yang membuatku sangat terkejut.
“Perempuan Jepang didepan saya ini namanya Raihana. Banyak sekali
orang jahat yang nyakitin dia. Kakaknya, ayahnya, bilang dia pembunuh. Dia
dibuang, tidak dianggap, dan sudah ditinggal pergi ibunya. Tapi satu hal yang
saya kagum dari perempuan di depan saya ini, dia sangat kuat. Bahkan ketika
berbagai masalah yang menurut saya sudah kayak kiamat, dia masih bisa
tersenyum. Dia tidak tahu gimana perasaan saya waktu dia bisa tertawa kayak
tadi, saya sangat senang karena melihat dia seperti hidup kembali.” Lalu tangan
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 31/81
30 | D e a r K a s e i r a
Seira berhenti mengeringkan rambutku. Matanya menatap mataku dalam, dan aku
membeku.
“Saya hanya orang asing yang tidak sengaja masuk ke dalam masalahnya.
Namun ketika ia masih bisa berdiri tegak setelah ditampar dijambak dan dimaki,
saya tetapkan keinginan untuk menjaga dia. Terlalu cepat untuk mendefinisikan
perasaan saya sekarang, kami baru berkenalan sebulan yang lalu, tapi yang saya
tahu saya tidak akan biarkan ada orang lain yang nyakitin dia lagi.” Lanjutnya lagi
yang membuatku makin membeku.
“Kaseira…” Aku belum selesai menyampaikan kata-kataku tapi tangan
Seira sudah lebih dulu mencapai dahiku.
Dengan kedua tangannya ia mengusap lembut, “Santai… Santai… Jangan
khawatir. Saya akan selalu ada buat kamu.”
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 32/81
31 | D e a r K a s e i r a
8.
Alien dari Mars
Pagi ini seperti bisa, aku bangun di atas tempat tidur yang sama sejak dua
bulan kamar ini dipinjamkan padaku. Setiap pagi aku terbangun dengan suara lagu
yang biasa Seira putar sebelum ia berangkat kuliah, tapi pagi ini berbeda. Suara
lagu itu tetap ada, tapi ditambah dengan suara seseorang yang mendominasi suara
si vokalis. Sepertinya Seira sedang kedatangan tamu.
“Ada apa Mei? Gue baru mau keluar . Mau ikut?” Suara Seira terdengar
gugup. Aku mengingat-ingat kalau kakakku adalah teman satu kampusnya Seira.
Mungkin kah ia datang kesini karena mengetahui kalau ada aku di sini?
“Gue dengar lo jadi deket sama cewek itu, yah?” Tanya Meidina, nadasuaranya menyiratkan kecurigaan.
“Cewek yang mana maksud lo?”
“Hana. Gue denger dari anak -anak di kampus katanya lo bawa cewe Jepang ke
kampus. Mungkin ga itu orang yang sama dengan cewe yang lo anter pulang dari
gereja?”
“Mei, gue ga perduli masalah lo dengan Hana, atau lebih tepatnya kebencian
kalian dengan Hana, itu urusan kalian. Gue cuma mau bantu dia, itu aja.”
“Lalu dimana dia sekarang?”
“Eh, udah deh Meidina ratu cerewet, gue udah mau jalan. Lo mau ikut atau
gue kunci sendirian disini?” Seira buru-buru mengelak saat pertanyaan itu
muncul.
“Perasaan gue bilang, lo lagi nyembunyiin sesuatu, nih. Atau seseorang?”
Aku diam ketakutan di dalam kamar. Aku takut kejadian di Surabaya kembali
terulang, bahkan untuk bernapas pun aku takut ketahuan. Aku menutup mulut
dengan kedua tanganku, merasakan napasku mulai memburu dan semakin
membuatku sesak.
Di pojok kamar, di sebelah lemari yang cukup untuk menyembunyikanku, akududuk meringkuk dan berusaha bernapas pelan-pelan. Pandanganku semakin
kabur dan kabur. Aku pernah merasakan ketakutan yang seperti ini. Ketakutan
yang sama k etika Eldri tenggelam…
Pintu kamar terbuka dengan kasar. Tubuh langsing Meidina berdiri di ambang
pintu dengan Seira di belakangnya yang berusaha menariknya keluar.
“Oh ternyata betul ada si anak sial ini di sini. Lo baik banget ya Sei, mau
nampung dia. Awas nanti lo ikutan mati kayak adik gue.” Meidina berjalan
dengan langkah lebar-lebar menuju ke arahku.
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 33/81
32 | D e a r K a s e i r a
Napasku semakin sesak seiring dengan Meidina yang semakin mendekatiku.
Adegan tenggelamnya Eldri secara acak datang kedalam ingatanku.
“Kakak tolong! Kakak tolong aku!” Teriak Eldri berkali-kali tapi aku hanya
terpaku di tempatku, tak bisa berbuat apa-apa meski aku sangat ingin
membantunya.
Seira datang dengan langkah yang lebih cepat dibanding Meidina, ia menarik
tangan Meidina kasar, mendorongnya menjauh dariku. Seira menarikku berdiri
dan membuat dirinya sebagai tameng di depanku.
“Lo lihat dia! Lo lihat dia! Bahkan sama kakaknya sendiri dia bisa ketakutan
kayak begini! Lo punya hati ga Mei? Keluarga lo punya hati ga, gue tanya?!”
Meidi melotot, mukanya merah karena emosi. Bagaimana bisa Seira membela
orang yang paling dia benci, aku mengerti bagaimana emosinya kakakku sekarang
ini.
“Dia bukan adik gue! Gue ga sudi punya adik pembunuh!”
“Ok. Gue ga perduli dengan apapun itu masalah lo. Tapi satu gue peringatkan,
lo dan keluarga lo jangan pernah sekali-kali sentuh Raihana! Sampe sekali lagi
gue lihat dia ketakutan kayak begini, gue ga akan berpikir dua kali untuk
ngancurin hidup kalian!”
“Lo bener - bener tolol, Seira!” Maki Meidina kesal,.
“Dan lo bukan manusia, Meidina.” Jawab Seira dingin.
Seira berpaling menatapku yang sedang meramas tangannya kuat sekali,
“Hana? Mari naik ke tempat tidur, kamu gemetar sekali.”
Perlahan Seira melonggarkan genggaman tanganku dan menggendongku ke
tempat tidur.
“Rasanya seperti mau mati saja.” Jawabku denga susah payah.
Seira duduk di samping tempat tidur, menatapku dengan pandangan tak tahu
harus berbuat apa. Aku memberikannya senyuman kecil untuk menjawab
kekhawatiran itu. “Hana hanya syok Sei. Ternyata Hana tidak sekuat yang Seira pikir.” Ucapku dengan senyuman kecut.
“Tidak, kamu tetap perempuan terkuat kedua setelah mama saya. Nih buktinya
masih bisa tersenyum.” Seira menyentuhkan telunjuknya keujung garis senyuman
di bibirku.
“Hana pernah rasain ketakutan yang sama kayak tadi. Waktu Eldri
tenggelam… Bedanya sekarang Hana tidak menangis kayak dulu. Hana rasa
sudah tidak ada sisa air mata lagi di sini.”
Seira menahan tanganku yang berusaha ku angkat, “Tidur lah. Suhu badan
kamu makin tidak normal. saya ambil obat sama kompresan dulu, ya. Nurut sama
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 34/81
33 | D e a r K a s e i r a
saya ya, Hana. Besok kita masih harus berjuang untuk hidup, kamu tidak boleh
tumbang sekarang.”
“Bisa kah Hana sendiri dulu? Tolong…” Pintaku tak berdaya.
Seira menatapku lama sebelum mengabulkan permintaanku. Pintu menutup
pelan dan aku terpaku ditempatku.
Kuambil omamori yang kugantungkan pada ponselku, aku rindu okasan.
Untuk pertama kalinya aku mereasa sendirian yang benar-benar sendiri. Salah apa
aku sampai hidupku seperti ini?
Okasan… Kenapa tidak pernah menceritakan semuanya pada Hana? Kenapa
Hana harus berpikir kalau banyak orang yang sayang sama Hana? Nyatanya, tak
ada seorang pun yang menginginkan kehadiran Hana di sini. Lalu Hana harus
kemana? Okasan sudah lebih dulu ninggalin Hana. Dan di sini, satu-satunya
keluarga yang Hana tau. Okasan lihat sendiri bagaimana mereka membenci
Hana.
Okasan yang mengajarkan Hana untuk mengkhayal dan menciptakan
dongeng Hana sendiri. Keluarga yang bahagia, ayah yang menyayangi anak-
anaknya, kakak yang melindungi adiknya. Harapan Hana terlalu tinggi, okasan.
Harapan ini, yang sudah bertahun-tahun Hana bangun, hanya bisa
mengecewakan Hana.
Okasan… Kenapa tinggalin Hana? Hana sudah tidak punya siapa-siapa lagi
sekarang. Hana tidak tahu harus kemana lagi, Hana tidak tahu harus ngapainlagi. Harusnya okasan ada di sini, bela Hana waktu semua orang bilang Hana
pembunuh!
Aku bangkit dari tempat tidur dan mengambil sebuah kotak plastik dari dalam
tas. Sesuatu yang ditinggalkan pencopet waktu di kereta. Obat-obatan. Daya tahan
tubuhku tidak baik, oleh karena itu sejak kecil okasan selalu mengingatkanku
untuk membawa obat-obatan ini setiap aku berpergian.
“Kalau H ana flu, Hana minum yang ini dan yang ini, satu tablet sehari dua
kali dan yang ini sehari tiga kali. Lalu kalau ada demam, Hana harus minum ini
sehari tiga kali sampai demamnya hilang. Paham?” Okasan sudah seperti dokter
pribadiku kalau soal obat-obatan.
“Okasan… bagaimana jadinya kalau Hana meminum semua obat ini dalam
waktu yang bersamaan? Bisakah Hana menghilangkan perasaan takut dan kecewa
ini?” Ucapku pada omamori.
Pernah kah kalian merasa putus asa sampai untuk hidup sehari lagi saja
rasanya sudah tidak bisa. Pernah kah kalian merasa ketakutan pada hidup dan
kenyataan lalu berpikir ajal adalah pilihan yang terbaik? Pernahkah kalian merasa
seputus-asa seperti aku sekarang?!
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 35/81
34 | D e a r K a s e i r a
Ada kah yang mengalami hal yang lebih buruk dari aku? Apakah ibu kalian
meninggalkan kalian dengan sebuah kebohongan besar yang tidak pernah ia
ceritakan?
Dan… apa keluargamu juga menuduhmu sebagai seseorang yang membunuh
adik kecilmu? Aku merasakannya! Aku mengalami semua kejadian sial ini!
Dalam keputusasaan yang kuat, kutelan lebih dari sepuluh pil sekaligus namun
aku belum menemukan ajalku. Beberapa puluh pil berikutnya kembali kutelan,
namun ajal belum juga mendatangiku. Sampai aku sudah lupa berapa banyak pil
yang ku telan, badanku mulai dingin. Aku tertawa senang, seperti orang gila.
Ini adalah momen yang pas, di dalam kamar yang gelap, sendirian dan tak ada
yang mencari, aku bisa menemui ajalku dengan bebas.
Aku menelan sekitar tiga puluh pil terakhir yang ku punya. Dan aku pun jatuh
terlentang di atas kasur. Mataku menatap nanar langit-langit kamar, kosong.
Badanku menjadi semakin dingin di luar dan aku merasakan panas yang lebih
mirip seperti terbakar di dalam tubuhku. Sensasi kematian yang aneh, dan aku
menikmatinya.
“Inilah akhir dari Raihana si pembunuh adiknya.” Ucapku entah pada siapa.
Aku menutup mataku, ia sudah tak kuat memaksakan untuk tetap terbuka. Ia
sudah menyerah. Dan aku memasuki sebuah dunia yang serba putih. Tak ada
tanah dan tak ada langit. Namun suara keramaian jalanan diluar sana masih
terdengar walaupun suaranya begitu jauh.
Aku melayang. Kakiku tak bisa menapak karena aku melayang di atas jurang
putih menyilaukan yang tak memiliki dasar. Tanganku tak berusaha menggapai
apapun, aku membiarkan diriku menikmati detik yang orang bilang dengan
“Ajal”.
Kupasrahkan hidupku pada maut. Mungkin aku akan terjatuh ke jurang
menyilaukan di bawah kakiku, atau mungkin akan tersedot ke atas, ke langit silau
yang tak memiliki horizon.
Dan detik itu lah aku sudah tak bisa merasakan apapun. Bahkan badanku yang
tadi dinginnya seperti es, tak bisa ku rasakan. Tak ada panas dan dingin, tak adaapa-apa disini.
HANAAAA!
Seseorang memanggilku dan membuat kataku terbelalak kaget.
“HANA?! HANA?!” Lalu setelah itu suara panik Seira membawa
kesadaranku kembali menginjak bumi.
“Uweeek… Uhuk..uhuk..” Aku memuntahkan busa yang sangat banyak di
lengan Seira.
Dan untuk pertama kalinya aku tak bisa menahan air mataku.
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 36/81
35 | D e a r K a s e i r a
“Hana ingin mati! Kenapa Seira mengacaukan semuanya?! Hana sudah
hampir mati tadi.”
Seira terkejut mendengar suara kecil yang keluar di sela-sela tangisanku.
Ia tak bicara sepatah kata pun, ia hanya menggendongku ke kamar mandi dan
menbiarkanku memuntahkan semua pil-pil itu yang sekarang sudah menjadi busa.
Aku muntah tanpa jeda sedikitpun sampai otot perutku sakit. Seira tetap
berada dibelakangku sambil memijitku di bagian leher belakang.
Sekitar enam jam berikutnya baru busa-busa itu habis. Dan aku terjatuh ke
lantai kamar mandi, sekujur badanku lemas dan aku tak kuat untuk berdiri.
Aku tertawa miris sambil menatap Seira yang belum juga mengatakan apa-
apa.
“Hana pikir, Seira seharusnya membuang Hana juga. Karena otak ini,”
Aku memukul-mukul kepalaku dengan keras, “otak ini terus memikirkan cara lain
untuk mati. Hahaha. Sei, rasanya Hana sudah gila.”
Seira bangkit, dan tangannya menjulur untuk mengambil shower . Dan
detik berikutnya ia menyiramku sampai aku basah kuyup. Sekarang aku sudah
bisa merasakan lagi apa itu dingin.
“Sadar Hana. Sadar! SADAR!!!!!!” Seira meledak. Matanya berkilat
penuh kemarahan.
Aku tak berubah dari posisiku sebelumnya, aku masih terlentang diatasmuntahan busa yang kuhasilkan selama enam jam berjongkok di depan kamar
mandi. Dan kini aku basah kuyup.
“Mereka jahat. Semua orang jahat. Hana ditinggalkan okasan dengan
kebohongan besar yang tidak pernah okasan ceritakan. Ini tidak adil! Dan kamu
salah kalau kamu bilang Hana adalah orang yang kuat. Hana berpura-pura kuat
untuk nutupin rasa depresi Hana.” Aku berkata datar. Tanpa penekanan dan tanpa
emosi di dalamnya.
“Kamu tahu? Gimana takutnya saya lihat kamu di dalam kamar lagi
kejang-kejang dengan mulut penuh busa dan badan yang dingin sekali kayak tadi?
Gimana ga berdayanya saya, dan saya ga tahu harus bikin bagaimana supaya
kamu bisa buka mata kamu!”
Seira meletakkan kembali shower ke tempatnya, dalam kedaan yang masih
menyala membuat airnya kini juga membasahi badan Seira. Ia jongkok di
depanku, matanya menatapku tajam. Aku tahu dia marah sekali.
“Kamu egois, Hana. Kamu cuma mikirin diri kamu sendiri. Kamu tahu
kenapa orang kayak saya dan tante Meli datang di hidup kamu? Karena kami ga
mau lihat kamu jatuh kayak begini. Karena kami mau kamu tetap berdiri, dan
terus hidup, tetap bahagia. Lalu kamu buang semuanya? Kamu sia-siain usaha
orang-orang yang mau bantu kamu?”
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 37/81
36 | D e a r K a s e i r a
“Kamu jauh lebih egois dari ayah dan kakak kamu. Kamu tidak pernah
pikirin gimana takutnya saya kehilangan kamu.”
Seira bangkit dan meninggalkanku di dalam kamar mandi. Ia kembali
hanya untuk menutupi badanku dengan handuk lalu ia pergi lagi. Ya benar, aku
tak pernah memikirkan Seira. Bagaimana bisa aku berusaha bunuh diri di tempat
tinggalnya? Kalau aku mati, dia bisa di salahkan. Sama seperti aku disalahkan atas
kematian Eldri.
“Kamu benar Seira. Maaf sudah menyusahkanmu seperti ini. Hana
seharusnya tidak disini. Hana minta maaf sudah mengacaukan semuanya.”
Seira tidak merespon ketika aku berbicara, bahkan untuk menatapku saja
ia tak mau. Seira hanya memandang lurus ke arah televisi yang ia nyalakan
dengan volume kencang.
Aku tidak bisa memikirkan hal lain, otakku penuh dan sekarang hampir
mau meledak. Aku keluar begitu saja dari apartemennya tanpa memperdulikan
pakaian yang kukenakan masih basah. Otakku tak bisa memikirkan hal lain, selain
cepat-cepat keluar dari tempat itu. Lalu setelah itu baru aku akan memikirkan cara
lain untuk mati tanpa melibatkan siapapun.
Sesampainya di lantai dasar beberapa orang memperhatikanku, namun aku
dengan badan yang tak memiliki jiwa terus berjalan keluar menuju jalan raya. Aku
berdiri di pinggir jalan raya, menatap kosong pada mobil dan motor yang melaju
dengan kencang. Semua kendaraan menancap gas kencang-kencang ketika lampu
lalu lintas berubah hijau. Mereka seperti melesat kabur dari waktu yangmengekang mereka beberapa saat, dan mengharuskan mereka untuk berhenti.
Ketika lampu berubah hijau, mereka melesat tanpa meninggalkan apa-apa. Seperti
aku, yang berusaha lepas dari masalah yang menjeratku, yang membuatku tak
berdaya. Hahaha… bedanya, aku menginjak pedal gas terlalu kencang, sampai
membuatku lepas kontrol.
Sebuah tangan hangat memeluk kepalaku dari belakang, jemarinya
mengusap-usap keningku. Sementara bibirnya yang berada dipuncak kepalaku
berbisik pelan, “Jangan berpikir untuk tabrakin diri kamu ke salah satu kendaraan
disana.”
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 38/81
37 | D e a r K a s e i r a
9.
Namanya Kaseira
“Saya tidak perduli ada berapa ratus cara kamu untuk mengakhiri hidup, saya
tidak perduli berapa kali kamu hilang kewarasan kayak gini, tapi saya pastikan
saya akan menggagalkan semua rencana kamu. Karena ternyata saya juga adalah
orang yang sama egoisnya seperti kamu, saya tidak bisa kehilangan kamu dan
saya janji tidak akan pernah biarin kamu berhasil melakukan hal-hal bodoh.”
Aku membalikkan badan dan mendapatkan tatapan itu membuat wajahku
panas. Tatapan yang mengintimidasi.
“Saya selalu bilang ini terlalu dini, tapi melihat kejadian di mana kamu bisa
saja pergi dari saya lebih cepat dari yang saya bisa bayangkan. Saya harus bilang
ini sekarang. Hana, saya sangat sayang kamu. Saya tau masalahmu sangat berat,
tapi dengan saya saja, setidaknya ada saya disini yang perduli sama kamu. Apa
kamu tidak bisa tetap hidup untuk satu orang ini?”
Aku tidak pernah berpikir tiga kata itu pernah keluar dari mulut Seira. Dan
aku selalu menyangkal perasaan yang pertama kali timbul ketika kami berada di
rooftop.
Sejak saat itu aku selalu mempertanyakan kebaikan yang selalu Seira berikan
tanpa pamrih. Dan sejak saat itu, setiap kali Seira menatapku intens, wajahku
menjadi panas, dan jantungku bekerja dua kali lebih cepat dari biasanya.
Mungkin kah ada kesempatan untuk sedikit merasakan kebahagiaan setelah
semua hal buruk yang terjadi? Aku masih menatap Seira tanpa menjawab ya atau
tidak. Dan sepertinya Seira menunggu jawaban itu.
“Sudahlah, mari kita masuk dulu. Saya tidak menuntut apa-apa. Just stay here
with me, ok?”
“Jangan pernah coba untuk pergi dari saya.” Seira mengusap keningku
lembut. Dan merangkulku kembali ke dalam apartemen.
Tidak seperti biasanya, dimana aku selalu mengekor Seira dari belakang, tapi
sekarang kami berjalan bersisian. Dengan lengannya yang merangkulku hangat
dan kini aku bisa melihat wajah itu lebih jelas dari biasanya.
Aku sering dengar banyak kebohongan disana-sini. Banyak orang bisa
berbohong semau mereka, begitu juga denganku, aku juga bisa bilang kalau aku
tak menginginkan lelaki disampingku ini. Aku juga bisa mengalihkan
pandanganku dari tatapannya yang intens, aku juga bisa pura-pura tuli ketika ia
bilang ia menyayangiku. Tapi tak ada seorangpun yang bisa menyangkal hati
mereka, bukan?
Dibalik masalah yang ku alami, ditinggalkan ataupun dibenci, masih ada satu
orang yang mampu membuatku berpikir, “ Bisakah aku hidup lebih lama lagi?”
Namanya Kaseira.
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 39/81
38 | D e a r K a s e i r a
“Sei, siapa nama panjang kamu?” Kami baru sampai di dalam kamar, dan
Seira langsung mengambil handuk untuk menutupi tubuhku.
“Kaseira Mauro Reenezer. Kenapa?”
Aku menggeleng sambil tersenyum. Diam-diam aku melafalkan nama itu dan
menyimpannya dalam ingatanku. Namanya Kaseira Mauro Reenezer.
Setelah kami sudah mengganti pakaian basah kami, Seira menyuruhku duduk
sementara ia menyiapkan makanan. “Kamu duduk disitu, diam dan jangan nakal.
Perut kamu sekarang ini ga ada isinya, saya sampe takut, saking ga ada isinya,
bisa-bisa usus kamu ikutan keluar waktu kamu muntah tadi. Jadi sekarang kamu
harus makan.”
“Kasei, boleh saya tanya?”
“Apa?”
“Ada bagaimana kamu bisa kenal tante Meli?”
“Skip. Yang lain.” Ujar Seira cuek.
“Ok. Ganti pertanyaan. Sejak kapan kamu kenal kak Meidi?”
“Dari tahun pertama kuliah. Kami satu UKM Mapala. Gantian saya yang
tanya, siapa nama panjang kamu?”
“Raihana Akira. Giliran Hana, ya?”
“Yep.”
“Kalau Hana tidak pernah datang kesini, bagaimana keluarga Hana? Baik?”
Seira menoleh padaku, “Mereka seru. Rame. Dan ayah kamu itu hobi main
dart sama saya. Giliran saya, apa arti nama kamu?”
“Hana itu bunga, aki itu musim gugur. Bunga pada musim gugur. Em… Kalau
keluarga Seira sendiri, bagaimana mereka?”
“Keluarga berencana dengan dua anak, saya punya adik perempuan seumuran
kamu.”
“Kalau Revan?”
“Giliran saya, Hana. Kenapa kamu tanya soal Revan terus? Naksir yah?” Seira
menunjukkan raut kesal, kedua alisnya berkerut.
“Bukan naksir. Hana penasaran, soalnya Revan kayak mau ngaduin kita
berdua. Em… masalah, ya?”
“Keluarga saya itu suka ngerusuhin hubungan anak -anaknya. Maksud saya,
mereka suka ngeledekin. Dan kamu tahu kan, saya paling ga suka diledekin.”
“Memangnya begitu?”
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 40/81
39 | D e a r K a s e i r a
“Tuh, kan! Kamu fokusnya ke tampangnya Revan, sampai saya saja ga
diperhatikan.”
“Oh, jadi begini ya tampang kamu kalau lagi ngambek?” Aku tersenyum jahil.
Seira terlihat 5 tahun lebih muda dari umurnya sekarang kalau lagi ngambek.
“Eh, giliran Hana. Umur kamu berapa?” Tanyaku lagi.
“Tahun ini 23. Kamu?”
“Hana kira Seira sudah diatas 25. Hana umur 20 tahun ini.”
“Maksud kamu, saya ini mukanya kayak om-om gitu?”
“Hana tidak bilang begitu, kok.” Tawaku pecah ketika Seira membuat raut
ngambeknya makin menjadi-jadi.“Oke jadi. Mari kita makan. Kalau tidak enak, bilang saja enak yah? Kalau
kamu bilang tidak enak, saya tidak mau masak lagi buat kamu.” Seira meletakkan
dua makanan yang isinya udang dengan saus asam manis dan satunya lagi sayur
kangkung.
“Enak. Enak sekali.” Jawabku bahkan sebelum mencoba makanannya.
“kalau gitu kelihatan sekali dong, bohongnya. Dicoba dulu baru bohong.
Aduh, kamu ga professional berbohong nih.”
“Hehehe… Selamat makan Kasei.”
“Selamat makan Raihana.”
“Wah, udangnya enak.” Aku mengambil satu ekor udang lagi ke dalam
mulutku. Benar kata Seira, perutku tidak ada isinya.
“Kalau udang asam manisnya saya cuma panasin, kemarin kan saya beli di
restoran seafood, cuma kamunya sudah keburu tidur . Kangkungnya gimana?”
“Keasinan. Tapi enak. Hana punya cara supaya tidak keasinan. Biasanya Hana
pakai kalau ramennya terlalu asin.”
Aku menuangkan air kedalam gelas dan bermaksud untuk menuangkan
kembali air itu ke atas sayur kangkungnya.
“ Are you kidding me?” Seira tertawa melihat ide brilianku.
Selesai menuangkan air, aku menyuruhnya mencoba hasil karyaku.
“Gimana?”
“Berhasil. Hahahaha… sedikit jorok tapi jenius.”
“Hana, kenapa kamu ke Jakarta? Ada kenalan disini?” Tanya Seira lagi.
Aku langsung teringat Viona. Dia bisa murka kalau tahu tindakan bodohku yang
ingin bunuh diri.
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 41/81
40 | D e a r K a s e i r a
“Ada sahabat Hana disini, tapi karena barang-barang Hana dicopet, alamatnya
ikutan hilang. Nomor teleponnya juga tidak aktif-aktif.”
“Perempuan?”
“Yes, Sir . Kamu tipe pencemburu yah?”
Seira menggeleng, “Tidak juga sih. Tapi perempuan kayak kamu gampang
disukain laki-laki, jadi saya harus jaga ekstra ketat.”Ucapannya tak mau menerima
bantahan.
“Baiklah. Em… Jadi hari ini kita ngapain?”
Seira tersenyum lebar, matanya berbinar seolah ia punya ide besar di otaknya.
“ Distraction. Karena saya tidak mau lihat kamu nekat lagi kaya tadi, sayaharus membuat kamu sibuk sama hal lain ketimbang cuma stress mikirin masalah
yang ga akan ada habisnya.”
“Hana tidak akan bertindak bodoh lagi, Sei.”
“Eh, tidak ada bantahan. Jadi kamu harus selalu di samping saya setiap detik
setiap hari. Untuk hari ini, gimana kalau kita nonton film?”
֎
Seira mengeluarkan karpet, bed-cover , dan beberapa bantal ke depantelevisi. Ditambah dengan choco-ball sesuai dengan request ku, dan dengan rokok
sesuai dengan request darinya. Kami memilih film action, karena Seira tidak suka
menonton film drama dan aku tidak mau mengambil resiko kami melihat adegan
romantis di film, karena bagaimanapun saat ini status kami sudah lebih dari teman
dan siapa tahu saja Seira nanti jadi termotivasi… ah begitulah intinya.
Film sudah berlangsung beberapa menit, dan aku sibuk mengunyah
camilanku. Sementara Seira sibuk mengepulkan asap seperti cerobong asap
kereta, ia mulai menceritakan alur film yang sedang kami tonton.
“Nanti pemeran utamanya disandera nih, terus di badannya dipasang bom.
Lalu-“ Seira berhenti ngoceh ketika ia mendapati aku sedang menatapnya jengkel.
“Gimana kalau kita matiin aja filmnya, lalu kamu yang ceritain.” Ledekku
sambil tersenyum.
“Ok -ok. Saya diam. Sini tiduran di sebelah saya.” Seira mematikan
rokoknya. Lalu tiduran diatas tumpukan bantal-bantal.
Aku memandang curiga kearah lengannya yang direntangkan, “Tenang
saja, saya sudah jinak. Sini.” Ia menarik tanganku sampai aku terlentang di
sampingnya.
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 42/81
41 | D e a r K a s e i r a
Seperti sebuah kebiasaan baru, ia selalu mengusap-usap keningku dengan
ibu jarinya. Dan anehnya aku merasa nyaman ketika ia melakukannya. Film
berdurasi dua jam lebih itu baru saja habis, namun aku ataupun Seira tidak beranjak dari posisi kami.
“Kalau bisa, saya mau seperti ini terus sampai tua.” Ucap Seira pelan.
“Kalau bisa Hana mau bawa ibu jari kamu pulang ke Jepang, biar Hana
bisa tidur nyenyak.”
“Hana suka diusap-usap begini?”
“Suka sekali, soalnya bikin Hana ngantuk.”
“Kalau begitu selama Hana di samping saya, saya akan usap-usap seperti
ini terus. Asalkan posisinya begini,” Seira menuntun tangan kiriku memeluknyadari samping. “Begini sa ja. Saya belum berhak meminta lebih, karena kamu
belum jadi istri saya. Tapi paling tidak kalau kalau begini, kamu bisa tidur
nyenyak, saya juga bisa tidur nyenyak. Deal ?”
“ Deal. Sleep tight, Kaseira. Terima kasih sudah selamatkan hidup Hana
lagi.” Aku memeluknya erat. Merasakan detak jantungnya di bawah telingaku.
“Selamat tidur, Raihana.” Seira mengecup dahiku sekilas.
֎
Branche Bistro Senopati, 14:43 WIB
Aku mencoba menyemangati diriku bahwa seseorang yang sedang menikmati
black coffee di hadapanku ini bukanlah dongeng yang ku ciptakan dalam
imajinasiku semata. Kaseira melirikku dengan ekor matanya, “Kenapa ngeliatin
saya kayak gitu?”
Aku tersenyum sambil geleng-geleng, ya dia nyata. Kata-kata ketusnya yang
tanpa basa-basi ini, tidak mungkin ada dalam imajinasiku. Sekali lagi kuyakinkan
diriku dengan menyubit lengan Seira agak keras.
“Hey! Kenapa sih?” Seira sewot sambil mengusap lengannya yang perih.
“Hana Cuma mau meyakinkan kalau kamu bukan tokoh dongeng karangan
Hana. Hehehe.. maafkan.”
“Dongeng? Jaman sekarang masih ada yang namanya dongeng?”
Aku tersenyum kecut. Ternyata Seira adalah laki-laki normal seperti yang
lainnya yang tidak percaya dongeng. “Imajinasi Hana saja kok.”
“Jangan terlalu banyak mengkhayal, hidup yang sebenarnya ga semulus
dongeng, sayang.”
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 43/81
42 | D e a r K a s e i r a
Aku tertunduk, yang Seira bilang memang benar. Sejak kecil dongeng
membuatku hidup dalam batas kahayalanku yang indah dan selalu happy ending,
salah satu dongeng yang kupercayai adalah dongeng bidadari empat musim yangsekarang sangat jauh dari happy ending . Semuanya kacau balau dan kini aku
belajar untuk tidak bergantung pada akhir yang bahagia.
Aku hanya berusaha hidup sesuai kemauan Sang Pencipta. Tapi ada satu hal
yang berubah, keinginanku untuk tetap hidup. Aku pernah berusaha untuk mati
berkali-kali, tapi belakangan ini ketika Seira datang dan memberikanku semangat
baru, aku memulai lagi untuk memikirkan masa depan. Aku ingin hidup bersama
dengan laki-laki ketus didepanku ini. Aku ingin hidup selama mungkin
bersamanya.
“Ya, Seira benar. Selama ini Hana memang terlalu banyak mengkhayal, yang
malah bikin Hana kecewa ujung-ujungnya.”
Seira menggenggam tanganku, seolah ingin menyalurkan kekuatannya padaku,
“Yang lalu biarlah berlalu, sekarang ada saya yang akan selalu ada di samping
kamu, kita hadapi kenyataan sama-sama, ya Hana?”
Aku mengangguk dengan senyuman lega, “Tunggu, Hana mau titip sesuatu keSeira.” Kuambil omamori yang kugantungkan di ponselku, “Ini, namanya
omamori, sejenis jimat keberuntungannya orang Jepang. Isinya doa-doa yang
okasan berikan pada Hana, Hana mau Seira simpan ini untuk Hana. Boleh?”
Seira menatapku tidak percaya, “Ini kan ibu kamu yang kasih, doa untuk
kamu, bukan untuk saya. Saya rasa tidak pantas mendapatkannya.”
“Hana kuat karena jimat ini, okasan berdoa agar Hana selalu bahagia.
Sekarang Hana kasih ke kamu karena kamu dan okasan adalah alasan Hana punya
semangat hidup lagi. Hana tidak mau bunuh diri lagi, Hana mau hidup normal
kayak dulu.”
“Betul tidak apa-apa kalau saya simpan?”
“Iya, ini tanda kepercayaan yang Hana serahkan ke kamu.”
Ia menyentuh pipiku dengan kedua tangannya, matanya entah menyiratkan
makna apa, tapi aku tahu ia tidak menolak pemberianku. “Kalau begitu jangan pernah nekat untuk buang nyawa kamu, sekarang kamu tahu ada satu orang yang
sangat menginginkan kamu untuk tetap hidup.”
“ Deal.” Jawabku mantap.
Kini omamori pemberian okasan sudah berpindah tangan ke pemilik yang lain.
Berisi doa yang sama, semoga Kaseira selalu bahagia. Dan aku akan hidup selama
mungkin agar aku bisa terus melihat mata tajam yang sinis didepanku ini. Orang
nomor satu yang selalu bisa membuatku nyaman.
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 44/81
43 | D e a r K a s e i r a
10.
Keluarga Besar Reenezer
Maret 2012,Seira tidak lupa pada ajakan Revan tempo hari mengenai pesta pertunangan
Renata dan Keenan, sepupu mereka.
“Sekarang saya sudah tidak masalah lagi kalau Revan mau gosipin kita
berdua. Kamu siap?”
“Siap untuk apa?” Tanyaku.
Kami memasuki lobby hotel bintang 6 pertama di Indonesia ini. Dalam hati
aku bertanya, keluarga sekaya apa yang mengadakan pesta pertunangan di ball
room hotel semewah ini?
“Siap untuk saya kenalkan sebagai kekasih saya.”
Seira meletakkan tanganku dilengan kanannya, Senyum simpulnya tak hilang
bahkan sampai kami memasuki ball room dengan kapasitas 2000 orang itu. Di
dalam ball room tamu undangan yang hadir bahkan hampir seisi ruangan, kalau
ku kira-kira ada lebih dari seribu orang yang datang.
“Itu oma dan opa saya.” Seira menunjuk ke arah tengah ruangan dimana
duduk oma dan opanya yang berpakaian lebih mirip dengan raja dan ratu.
Sesaat aku merasa pakaian yang ku kenakan terlalu sederhana dibandingkan
dengan orang-orang di dalam ruangan ini. Aku bersembunyi di balik lengan milikSeira.
Namun ternyata sambutan keluarga besarnya lebih hangat dibandingkan
dengan sambutan dari keluargaku sendiri. Mereka merasa bahagia karena untuk
pertama kalinya Seira memperkenalkan kekasihnya pada mereka, ada juga Revan
yang tak ketinggalan menimpali pertanyaan-pertanyaan dengan gosip mengada-
ada yang ia buat.
“Seira sudah mau melamar Hana, oma.” Begitu katanya tadi.
Pesta itu terlalu meriah untukku, aku tidak terbiasa berada di atara orang-orang
yang terlalu banyak seperti ini, sesak rasanya seperti tak bisa bernapas. UntungnyaSeira mengerti dan lekas membawaku ke tempat lain.
“Disini ada sky walk di lantai delapan belas, tidak se-keren roof top kita di
rumah, memang. Tapi lumayan untuk menenangkan pikiran.”
Sampai lah kami di lantai delapan belas, lantai paling atas dari The Trans
Luxury Hotel. Terdapat sebuat café yang ku tebak pasti menyuguhkan menu
makanan yang bisa membuat kantong anak kuliahan sepertiku sekarat.
Setelah melewati café barulah kami bisa sampai di sky walk, disana terdapat
peringatan kalau hanya lima belas orang yang boleh berada disana, tapi malam ini
kebetulan tidak ada pengunjung lain sekalin kami berdua. Seira mengajakku ke
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 45/81
44 | D e a r K a s e i r a
ujung pembatas, lantai dari sky walk ini terbuat dari kaca transparan yang
membuatku berpikir andai saja aku masih ingin mencari ajal, tempat ini cocok
sekali untuk ku coba. Tapi saat ini, aku sudah tak lagi memikirkan hal semacamitu, aku hanya ingin menikmati pemandangan malam dari kota Bandung yang
dipenuhi dengan kerlip-kerlip lampu kota.
Bandung tidak sepadat Jakarta, tapi tetap memberikan suguhan pemandangan
khas dari kota besar yang tak pernah sepi dari lampu-lampu kendaraan yang
melesat cepat delapan belas lantai di bawah sana.
Seira diam-diam memotretku dengan kamera handphonenya. Dia bilang ini
akan ia simpan untuk kenang-kenangan. Aku tak terlalu suka di foto, tapi untuk
kali ini aku tak akan protes. Ia berhak menyimpan setidaknya satu foto
kekasihnya, bukan? Ya, sekarang status kami resmi menjadi sepasang kekasih.
“Jangan pernah pergi dari saya, ya Hana? Kamu sudah resmi menjadi milik
saya hari ini.”
“Seira juga jangan pernah lelah untuk menjaga Hana, ya? Kalau nanti Hana
nekat lagi, Seira harus ada untuk marahin Hana.”
Seira merangkulku dari belakang, persis seperti di dalam drama-drama
romance yang sering ku lihat.
“Tidak, kamu tidak akan bertindak bodoh lagi, saya percaya itu. Secepatnya,
setelah saya mapan, saya akan datang ke Jepang untuk melamar kamu. Bisa kan,
kamu tunggu saya?”
Aku mengangguk kemudian merasakan pelukkannya semakin erat. Ia
mengecup puncak kepalaku dari belakang dan berkata, “Saya tidak pernah
berencana untuk sayang kamu, awalnya saya hanya ingin menolong. Tapi kamu
sudah berhasil bikin saya jatuh cinta sedalam ini.”
Tak ada yang bisa menandingi indahnya malam ini, tidak ada yang bisa
menandingi hangatnya pelukan seperti yang Seira lakukan sekarang. Dan tak ada
yang bisa membuat kata-kata simple seperti yang barusan Seira ucapkan menjadi
terlalu manis di telingaku.
Di dunia ini seolah hanya ada aku, Seira dan pelukan hangatnya, sesekali jugadengan kecupan hangatnya di kepalaku. Malam ini terlalu indah, aku tak ingin
malam ini berakhir dengan cepat. Kalau bisa aku ingin membingkai kisah malam
ini agar jika aku sudah jauh darinya, aku bisa tetap mengingat hangatnya pelukan
Seira.
Dibalik semua kesialan, makian dan rasa terbuang dari keluarga sendiri, ada
satu orang dan keluarganya yang mampu menerimaku dengan baik.
Mengesampingkan kenyataan bahwa keluarganya bukanlah keluarga biasa
melainkan keluarga konglomerat yang justru membuatku merasa tak pantas
bersanding dengan Seira, aku bersyukur karena cintanya padaku tidak
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 46/81
45 | D e a r K a s e i r a
memandang latar belakangku. Ia tulus mencintaiku, dan aku bahkan lebih tulus
lagi menyerahkan seluruh hidupku untuk mencintai Seira seorang.
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 47/81
46 | D e a r K a s e i r a
11.
Sakura Di Atas Langit
Mataku terbuka dan terpejam dengan lemah, sekilas aku menangkap gerakan
Seira yang tergesa-gesa keluar masuk dari kamar. Sejak semalam aku terserang
demam tinggi disertai dengan sakit kepala yang seperti menusuk-nusuk kepalaku.
Seira lah yang sibuk memberikan obat dan menjagaku dari tadi malam.
Seira pasti panik sekali saat ini, padahal aku sudah bilang padanya kalau sakit
seperti ini sudah biasa terjadi, dan akan sembuh dengan sendirinya. Seira malah
memarahiku, seperti okasan yang marah ketika aku menyepelekan penyakit-
penyakit kecil yang sering kuderita.
“Saya sudah telepon mama saya tadi, mama dalam perjalanan ke sini. Mamasaya dokter, jadi mama bisa periksa kamu.”
“Tidak perlu repot-repot Sei, cukup dengan istirahat saja pasti sudah sembuh.
Ini cuma k elelahan saja, sungguh.”
“Sudah kamu jangan banyak bicara, nanti makin sakit. Pokoknya jangan ada
bantah untuk hari ini, mama saya akan jagain kamu sampai saya selesai dengan
urusan saya di luar.”
Seira menarik selimut dan ikut menenggelamkan dirinya didalam selimut
bersamaku, “Nona yang lagi sakit, cepat sembuh yah, besok kan kamu ulang
tahun, harus sehat biar kita bisa jalan- jalan.” Seira mengusap-usap dahiku seperti biasa.
“Besok? Sejak sampai di Indonesia Hana sampai tidak memperhatikan hari.”
“25 Maret kan? Kamu mau kado apa?”
Kado? Sepertinya sudah lama sekali sejak seseorang memberikanku hadiah
ulang tahun. Tapi untuk sekarang tak ada hadiah yang lebih berharga selain hadiah
yang satu ini. Aku menyentuhkan telunjukku ke pipinya, “Hana mau dia ini, untuk
hadiah ulang tahun sampai Hana tua nanti. Bisa?”
Seira tersenyum, aku tahu ia akan memberikannya. “Saya sudah jadi milik
kamu sekarang, tidak perlu kamu minta. Tapi ada satu hadiah yang mau saya
kasih nanti malam, jadi kamu harus cepat sembuh, ya? Bisa?”
Aku mengangguk patuh. Dan entah pikiran dari mana, aku mendekatkan
bibirku ke pipinya. Mengecupnya pelan di tempat situ, lalu berbisik, “Kasei-kun,
thank you for everything.”
“ Anytime, Hana-chan.”
Demamku masih tinggi dan Seira tidak beranjak dari tempatnya, ia bilang
kalau ia memelukku mungkin demamnya bisa berpindah. Lalu ketika sudah
hampir jam makan siang mamanya Seira datang. Aku tak pernah bertemu dengan
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 48/81
47 | D e a r K a s e i r a
mamanya sebelum ini, waktu beberapa minggu lalu di pesta pertunangan
sepupunya, Seira bilang mamanya sedang ada urusan di luar kota.
Awalnya aku tidak sadar suara siapa yang menyapaku, tapi ketika aku
berusaha membuka mataku aku kaget kenapa malah tante Meli yang duduk
disampingku.
“Anak tante tidak merawat Hana dengan baik ya? Lihat kamu sudah mak in
kurus seperti ini, Hana.”
Aku mencoba memahami perkataan tante Meli barusan. Jadi beliau adalah
mamanya Seira? Kenapa aku tidak diberitahu sejak awal? Banyak pertanyaan
yang ingin kutanyakan tapi harus ditunda karena aku tak ada tenaga untuk
bertanya.
Tante Meli langsung menanyakan gejala yang kualami. Sudah dari dulu
memang aku sering sekali pusing seperti ini, kupikir pusingku hanya karena
kelelahan dan akan sembuh dengan sendirinya, tapi tante Meli mempunyai
kekhawatiran yang berbeda.
“Tante antar kamu ke rumah sakit, ya?” Beliau hanya bertanya seperti itu, tapi
aku menyadari raut khawatir yang beliau coba sembunyikan.
“Apa ada sakit yang parah, tante?”
“Tante belum tahu, kita pastikan saja, ya? Nanti tante hubungi Seira.”
Tante Meli membantuku berganti pakaian, dan dengan sigap menutunkumenuju basement .
“Tante, tidak usah bilang ke Seira, nanti dia panik berlebihan.” Ujarku sambil
nyengir.
Satu yang tak pernah kuberitahu pada siapapun, aku pernah penasaran mencari
gejala penyakit yang sering kuderita. Pusing, demam, dan muntah tanpa sebab
yang jelas. Google memberitahu kalau itu bisa saja gejala kanker otak, tapi aku
menanggapinya dengan tak perduli. Di bagian bawah artikel tertulis kalau tidak
semuanya gejala seperti itu adalah gejala kanker, dan aku berpegangan pada
kalimat satu itu.
Aku meyakinkan pada diriku sendiri saat ini, kalau ini hanyalah pusing biasa
karena kelelahan. Tapi selembar kertas yang berisi hasil test labku menyatakan
sebaliknya. Aku positif mengidap Pleomorphic Xanthroastrocytoma (PXA) dan
dokter menyarankanku agar segera dirawat.
“Hana, apa tidak sebaiknya Seira diberitahu soal ini?” Tanya Tante Meli
padaku.
“Jangan tante, Hana mohon. Hana hanya ingin pulang secepatnya.” Jawabku.
Aku tak tahu bagaimana reaksi Seira jika mengetahuinya, yang pasti dia akan
sangat kecewa.
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 49/81
48 | D e a r K a s e i r a
“Ayo kita pulang, Hana.” Tante Meli berdiri dan aku menahan tangannya
pelan.
“Tante, maksud Hana, Hana ingin pulang ke Tokyo. Bisa kah Hana pulang
secepatnya?”
Tante Meli memandangiku lama sebelum akhirnya menjawab, “Baiklah, tante
atur besok kamu berangkat.”
“Terima kasih tante.”
Sepanjang perjalanan pulang aku diam, sibuk berdebat dengan suara-suara di
dalam pikiranku. Aku tertawa, menertawakan kekonyolan alur hidupku sendiri.
Ketika aku ingin mati, Tuhan tak mengizinkannya lalu malah membawa Seira
kehadapanku. Kemudian setelah aku mulai menemukan alasanku hidup,merasakan dicintai dan disayangi oleh seseorang, Tuhan baru menyuruhku untuk
mati. Hahaha… Mau-Mu apa Tuhan? Kenapa Kau tidak adil sekali padaku?
Bagaimana aku harus memberitahu Seira tentang semua ini? Bagaimana aku
harus bilang kalau hubungan ini mungkin tak memiliki masa depan? Dan
bagaimana reaksinya setelah itu? Tuhan menghancurkan harapanku satu-satunya!
֎
Tante Meli menurunkanku di depan lobby apartemen, beliau bilang harussegera mengurus kepulanganku besok jadi tak bisa mengantarku sampai ke atas.
Masih dengan seribu racauan didalam kepalaku aku berjalan seperti tak memiliki
roh di dalam tubuhku. Aku tak tahu harus mulai dari mana jika Seira tanya sakit
apa aku, aku tak mampu memikirkan kebohongan lain untuk menutupi sakitku.
“Hana?” Seira membukakan pintu, di dalam apartemen gelap, hanya ada
cahaya lilin kecil diatas meja makan.
“Mama sudah telepon saya tadi, mama bilang kamu terlalu banyak
pikiran.” Seira merangkulku dan mengiringku masuk.
“Ada apa ini?” Tanyaku ketika mendapati sebuah kue ulang tahun lengkapdengan lilin di atasnya.
“Hana, kamu tahu, kan, saya bukan orang yang romantis, saya tidak bisa
bilang kata-kata kayak di drama-drama itu, saya cuma mau bilang, selamat ulang
tahun, sayang.”
Air mataku jatuh, aku baru ingat kalau hari ini adalah hari ulang tahunku.
Betapa lengkapnya hari ini, dapat berita tentang penyakitku sendiri di hari ulang
tahunku, Tuhan memang kreatif.
“Ayo make a wish, habis ini kita ke rooftop.”
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 50/81
49 | D e a r K a s e i r a
Kami berdua sama-sama menunduk untuk memohon. Aku tak tahu apakah
permohonanku akan terkabul atau tidak, aku sendiri pesimis, tapi tak ada salahnya
untuk sekedar berharap.
“Aku ingin ada laki-laki ini selalu ada untuk sama-sama merayakan hari
jadiku setiap tahunnya.”
“Amin.” Ucap kami berdua hampir bersamaan.
Seira menarik tanganku seperti biasa, membuatku mengekornya dari
belakang dengan berusaha mensejajarkan langkahnya yang lebar-lebar. Sampai di
rooftop Seira menutup mataku dari belakang, “Jangan ngintip!”
Ia berhenti melangkah, dan menyingkirkan telapaknya dari mataku. Di
sana, di tembok yang panjang diisi penuh dengan sakura yang sedang mekar,
kelopaknya ada yang berjatuhan sampai ke lantai. Aku seperti kembali ke Jepang
saat ini, menikmati indahnya sakura di taman kampus sambil bercanda bersama
Viona.
“Indah sekali, Sei. Hana tidak pernah tahu kamu bisa melukis.” Aku
berbalik untuk menatap Seira langsung. “Terima kasih banyak, Sei-kun.”
Seira mengusap puncak kepalaku lembut, tangannya berhenti di pipiku,
“Saya akan bikin kamu bahagia, kamu harus tunggu saya. Sehat-sehat terus,
jangan terlalu banyak mikir. Ingat kamu itu adalah perempuan yang kuat, jangan
pernah nangis lagi. Janji?”
Air mataku kembali jatuh, sakit sekali melihat Seira seperti ini. Bagaimana
bisa aku pergi meninggalkannya dengan cara begini?
“Baru saya bilang, jangan menangis. Pokoknya ini hari terakhir kamu
boleh nangis.”
Entah pikiran dari mana, aku maju selangkah lebih dekat dan menangkap
pipinya dengan kedua tanganku dan mendekatkan bibirku dengan bibirnya sampai
bibir kami bertemu. “Terima kasih untuk semuanya, Hana sayang sekali sama
kamu.”
Seira mengecup bibirku lagi, kali ini lebih lama dan dalam, “Saya juga
sayang kamu.”
Hari ini tepat pada tanggal 25 Maret aku menyerahkan hatiku untuk
Kaseira, dan pada hari yang sama juga diam-diam aku harus melepaskannya.
Alasanku untuk tetap hidup, mungkin sudah tidak ada lagi. Toh, aku tetap tidak
bisa bersama dengannya lebih lama. Janjinya untuk melamarku, aku tahu itu
bukan main-main, tapi aku harus pergi darinya agar ia tidak lagi berharap akan
masa depan yang tidak bisa aku berikan.
Paginya, aku bangun lebih dulu dari Seira untuk bisa berlama-lama
melihatnya yang masih tertidur. Ini untuk terakhir kalinya, aku harus mengingat
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 51/81
50 | D e a r K a s e i r a
setiap detail dari wajah ini. Hidungnya, alisnya, dahi dan rambut, bibir, dagu,
semuanya.
Untuk terakhir kalinya juga, aku berusaha membuatkannya sarapan
sebelum ia berangkat kuliah, walau hanya pancake yang mungkin rasanya tidak
manusiawi, dan tidak layak makan, aku ingin membuatkannya sarapan. Seperti
pasangan yang lainnya, biar hanya sekali aku ingin melakukan sesuatu untuknya.
“Baru pertama kali buat pancake?” Aku mengangguk, “Coba kamu rasain
hasil karyamu ini.”
Aku mencicipi masakanku yang di luar dugaan rasanya ternyata masih
bisa ditolerir lidah. Aku tersenyum senang sekali.
“Mulai sekarang, kamu harus bikini saya pancake setiap pagi.” Ujar Seira
bersemangat menghabiskan makanannya.
Kata-kata itu adalah kata-kata terakhir yang ia ucapkan sebelum ia
berangkat kuliah. Aku harus membuatkannya pancake setiap hari, andai aku
masih ada waktu…Kaseira, maaf kalau aku harus pergi dengan cara seperti ini.
Terima kasih sudah jadi penyelamat hidup aku, Sei.
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 52/81
51 | D e a r K a s e i r a
12.
Waktu Berlalu tapi Cinta Tak Pernah Pupus
Dua tahun berlalu…
“Sei, nanti ada meeting ketemu klien jam satu siang.”
“Iya, saya ingat. Sebelum jam dua belas saya jemput kamu.” Aku
menyudahi percakapan di telepon dengan tunanganku, Meidina.
Kami bekerja di kantor periklanan yang sama, orang tua kami sama-sama
bekerja sama untuk membentuk cabang baru di bidang advertising , dan kami
ditunjuk untuk memegang Devisign.
Aku masih di rumah, baru sekitar setengah jam yang lalu terbangun dan
sekarang masih dengan santai menikmati pancake buatanku. Memang lebih enak
rasanya dibanding pancake yang pernah dibuatkannya dulu, tapi jika boleh
memilih aku tetap akan makan pancake kurang manis itu. Andai bisa…
Sayangnya sudah tidak bisa lagi, entah kemana perempuan itu sekarang,
dia menghilang begitu saja tanpa ada kabar.
Meski aku tidak menentang perjodohanku dengan Meidina, kakaknya,
bukan berarti aku sudah melupakannya. Setiap ada waktu luang, aku selalu
berusaha mencarinya, di media sosial, atau dari kenalan-kenalanku di Tokyo, tapi
tidak juga menemukannya. Sampai aku lelah sendiri, dan rasanya tak ada yang
bisa kulakukan selain pasrah.
Aku terkejut ketika ponselku bergetar, adikku menelepon.
“Kenapa? Tumben nelpon.”
“Mau tau ga? Aku lagi baca novel apa?”
“Nina jangan bercanda, ngapain gue kepo kamu lagi baca apa. Anak ini
nih ga ada kerjaan emang. Gue tutup yah?”
“Eits! Judulnya Dear Kaseira, loh. Yakin ga mau tau?” Pancing Nina,
yang sukses membuatku kaget.
“Apa?”
“Penulisnya Raihana Akira. Ini Hana yang sama atau bukan, yah? Ah, tapi
karena aku di bilang ga ada kerjaan, males ah ngasih tau kamu.”
“Kamu dimana? Saya kesana sekarang!” Ujarku terburu-buru.
“Eh, aku lagi di kampus. Abang buka blog nya aja, kayaknya dia sudah jadi
penulis yang ada nama, sampe punya blog khusus.”
“Nina jangan bercanda! Cepat kirimin website-nya!”
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 53/81
52 | D e a r K a s e i r a
“Iya iya aku kirim di sms, cerewet! Bang, inget kamu sudah ada tunangan,
aku kasih tau ini karena aku pikir Hana bikin novel ini buat kamu, soalnya isinya
ceritain tentang kalian, kayaknya loh ya, aku juga belum baca sampe abis.Yasudah, aku tutup, dadaaahhh.”
Pesan dari Nina masuk, tapi aku tidak langsung membuka blog nya, kata-
kata Nina tadi seolah menamparku. Bang, inget kamu sudah ada tunangan. Aku
tidak bisa menyakiti Meidi, biarpun kami dijodohkan tapi bukan berarti aku bisa
menyakitinya karena aku tidak memiliki perasaan padanya.
Aku hanya akan membaca blog itu, tidak lebih. Tidak boleh berharap
lebih.
Blog milik Hana kebanyakan berisi mengenai pemasaran dan promosi
bukunya yang berjudul Dear Kaseira, sepertinya respon pembaca sangat positifmelihat dari komentar-komentar yang kebanyakan bilang mereka ikut menangis.
Kebanyakan artikel ditulis oleh admin lain bernama Viona, hanya beberapa artikel
yang penulisnya bernama Hana. Aku membacanya perlahan.
Tokyo, waktu gugurnya sakura
Bulan November, aku dengar karyaku sudah memasuki cetakan kedua, terima
kasih untuk pembaca sekalian yang menyempatkan untuk mendengarku
bercerita di novel ini. Aku tidak pernah menyangka kalau ternyata banyak yang
menyukainya.
Aku dengar juga, banyak yang menangis saat membacanya, dan lebih banyaklagi yang bertanya apakah ini kisah nyata?
Ini cerita tentang Hana dan Kaseira, bukan maksudku ingin menjual kisah
kami, tapi aku hanya ingin berbagi pada kalian, kalau kita tidak hidup di negeri
dongeng. Apa yang kita harapkan, tidak selamanya akan kita dapatkan. Seperti
kisahku, tidak ada yang abadi, kita manusia hanya bisa mengikhlaskan.
Salam,
Hana
Aku tak bisa berkata-kata. Otakku ingin segera menyudahi kegiatan tak
berguna ini, namun jari-jariku masih sibuk mencari mana lagi artikel yang ditulis
olehnya, dan aku mendapati satu artikel lagi.
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 54/81
53 | D e a r K a s e i r a
Doa dari Jauh
Aku sangat berbahagia. Hari ini banyak yang mengucapkan selamat ulangtahun padaku. Berbeda dengan tahun lalu ketika hanya satu orang yang
mengucapkannya.
Satu tahun lalu aku membuat keputusan besar dalam hidupku, yang mungkin
akan kusesali tapi bagaimanapun itulah yang terbaik. Dan tahun ini aku
mendengar kabar bahwa ia juga mengambil satu langkah besar untuk hidupnya
sendiri. Selamat berbahagia, aku ikut senang dan akan selalu mendoakanmu.
Salam,
Hana
Mungkinkah Hana sudah mengetahui tentang pertunanganku dengan
Meidina? Tak tahu kenapa aku merasa seperti orang jahat. Tapi bukannya diayang pergi meninggalkanku? Bukankah aku di sini sebagai korban yang
ditinggalkan? Aku tak pernah mengerti jalan pikirannya, aku pikir tidak ada yang
salah dengan hubungan kami kala itu. Bahkan tidak ada pertengkaran besar yang
bisa memicu perpisahan, lalu kenapa dia harus menyudahi hubungan ini secara
sepihak?
Aku mendengus kesal, kesal pada caranya pergi tanpa mengucapkan
sepatah kata pun. Tanpa ada penjelasan! Aku meyakinkan diriku sendiri, mungkin
memang ini yang terbaik, toh aku juga sudah memulai kisah yang baru dengan
tunanganku, Meidina.
֎
Sepanjang hari, pikiranku tidak bisa fokus. Bahkan Meidina menyadari
kalau ada sesuatu yang mengganggu pikiranku dari tadi. Berkali-kali ia bertanya,
aku hanya menjawab kalau aku baik-baik saja.
Aku tak bisa memungkiri kalau beberapa artikel tadi pagi membuat nama
Hana kembali muncul di pikiranku. Walau memang sebetulnya dia tidak pernah
betul-betul pergi dari pikiranku, tapi sejauh ini aku sudah bisa mengalihkannya
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 55/81
54 | D e a r K a s e i r a
dengan bantuan Meidina. Tapi hari ini, kurasa aku harus menuntaskan rasa
penasaran pada diriku.
“Mei, saya pulang dari sini harus pergi ke suatu tempat, kamu ga apa-apa
kalau pulang naik taksi?” Tanyaku sewaktu kami baru selesai meeting .
“Kamu mau kemana? Ga perlu aku temenin?” Tanyanya perhatian.
“Ga usah, sudah larut juga, kan. Kamu pulang duluan saja, nanti saya
kabarin kalau sudah sampai rumah. Oh iya, salam buat ayah, ya?”
“Iya nanti aku salamin, kamu hati-hati ya.”
Aku mengangguk sambil tersenyum hangat, betapa perhatiannya
tunanganku ini. Kalau mengesampingkan kebencian pada adik bungsunya itu,
Meidi adalah wanita yang sangat penyayang. Setidaknya, begitulah yangkudapatkan selama ini. Kasih sayang, perhatian, tanpa sekalipun bertengkar.
“Ayo, aku antar kamu sampai ke taksi.”
Setelah Meidi pulang, aku bergegas memacu mobilku menuju toku buku.
Tak tahu apa yang ada dikepalaku, tapi aku ingin membaca novelnya. Novel yang
Hana tulis, cerita tentang kami berdua. Ini adalah pertama kalinya aku pergi ke
toko buku dan berhenti di depan rak yang penuh dengan novel-novel remaja. Aku
menertawakan keanehanku dalam hati yang bisa-bisanya nangkring di antara
novel-novel picisan ini. Novel Hana tidak ada di atara buku-buku di rak manapun,
lalu aku bertanya pada salah seorang keryawan disitu.
“Oh, Novel yang penulisnya orang Jepang itu? dipisah itu, mas. Soalnya
kan best-seller , mari saya tunjukan, mas.”
Dalam hati aku mengoreksi, dia orang Indonesia, mbak, dia ga suka
dibilang orangn Jepang.
Karyawan wanita itu berjalan mendahuluiku menuju tumpukan novel-
novel yang cover nya bernuansa merah muda. Bunga sakura.
Sesaat aku teringat pada lukisan sakura di apartemen lamaku, hadiah ulang
tahun untuknya dua tahun yang lalu. Hari di mana semua yang kurasakan padanya
sudah jelas, aku mencintainya. Dan hari itu juga adalah saat terakhir akumelihatnya. Hana-chan apa kabar kamu sekarang?
Perjalanan dari toko buku sampai ke rumah tak terlalu kuingat dengan
jelas, bahkan aku tak begitu memperhatikan apakah arus kendaraan hari ini
sedang padat atau tidak. Pikiranku tertuju ke suatu benda yang bertengger manis
di dalam tasku, dan bagaimanapun caranya aku harus bisa menyelesaikan
membaca novel ini secepatnya.
Di halaman depan novel itu, terdapat satu kalimat pesan yang
mencantumkan namaku didalamnya.
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 56/81
55 | D e a r K a s e i r a
Untuk Kaseira.
Dari tempat yang jauh darimu,
kusatukan kepingan kisah yang pernah ada.
-Hana
Aku mulai membacanya, mendalami setiap kalimat yang Hana tulis,
seolah mengajakku masuk kedalam pikirannya. Bahkan di kata yang paling
menyedihkan yang ku baca, tersirat ketegaran di dalamnya. Hana yang selalu kuat
seperti dulu.
Sudah sampai di halaman yang kesekian puluh, ketika Hana menceritakan bagaimana ia bisa sampai di Jakarta dan bertemu lagi denganku, bagaimana
kenaifannya yang tidak mengetahui tentang aku dan mama. Dua bab telah habis
kubaca, dan aku menemukan satu halaman berisi surat, yang baru kusadari, kalau
hampir di akhir setiap bab selalu ada surat itu. Surat yang selalu diawali dengan
salam “Dear Kaseira”
Dear Kaseira,
Apa kabar di sana? Semoga kamu baik-baik saja, sama seperti Hana di sini
selalu baik-baik.
Ketika aku menyelesaikan dua bab ini, sesaat aku membayangkan suatu hariaku bisa menceritakan Dongeng Bidadari Empat Musim padamu. Andai bisa,
aku ingin memberitahumu, ketika Putri Hanaki jatuh cinta pada Pangeran
Kayo, sama sepertiku ketika bertemu denganmu. Kamu dan Pangeran Kayo
sama-sama memiliki karisma yang dingin, kalian juga sama ketusnya, tidak kah
kamu juga merasa mirip dengannya?
Kaseira, untuk semua pertanyaan yang tidak sempat Hana jawab, Hana
berikan cerita ini sebagai jawaban untukmu.
Salam,
Hana
Aku terus membaca, rasa penasaranku tak bisa berhenti hanya sampai di
bab dua saja. Aku lanjut menyelami pikiran Hana, ketika ia sedang dalam masa-
masa sulit, ketika kakaknya sendiri membuat dia ketakutan setengah mati, dan
ketika ia bilang alasan dia hidup adalah aku. Sebelumnya ia tak pernah
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 57/81
56 | D e a r K a s e i r a
memberitahukan langsung padaku mengenai alasan hidup ini, betapa aku berperan
penting dalam hidupnya dan aku tak menyadari itu.
Sudah pukul empat dini hari, dan aku masih belum juga menyelesaikan
novel ini sampai habis. Rasanya hari ini aku tidak akan bisa pergi kerja. Sekilas
pikiranku teralihkan oleh Meidina, jahat kah aku padanya? Sempat aku berpikir
kalau aku ini bajingan. Karena kemarahanku pada Hana, marah pada
keputusannya untuk meninggalkanku, aku membencinya. Sampai ketika Meidina
datang, aku pikir tak salah jika aku mencari wanita lain untuk mengobati
kemarahanku.
Ketika kami bertunangan, aku mengingat pesan yang mama sampaikan,
saat itu ketika keluarga besar kami mengadakan pesta pertunangan yang meriah-
yang sebetulnya tidak aku setujui mengadakan pesta-pesta seperti itu-mama
berbisik di telingaku. “ Nak, ingat wanita itu mulia, Meidi anak yang baik, jaga
dia, masalahmu dengan Hana, jangan kamu lampiaskan padanya. Pikir dua kali
kalau kamu berniat menyakiti wanita, itu sama artinya seperti kamu menyakiti
mama dan Nina. Jaga hubungan yang sudah kalian mulai ini, jaga baik-baik.”
Tanpa perlu mama nasihatkan, aku sudah tau bagaimana mulianya seorang
wanita. Aku bukannya tidak berusaha mencintai Meidina, aku melakukan segala
cara agar setidaknya aku bisa membuka hatiku untuknya dan perlahan belajar
mencintainya. Tapi sampai sekarang, aku masih belum menemukan cara untuk
membuka hatiku. Aku memang sudah membuang Hana jauh-jauh dari otakku, tapi
Meidina… bagaimana caranya aku bisa mencintai orang lain ketika perasaanku
masih tersangkut pada satu orang?!
Sudah pukul tujuh pagi, kamarku yang semula hanya disinari cahaya
lampu baca sekarang sudah mulai disusupi matahari. Dan novel ini hampir selesai
kubaca. Ceritanya sampai ketika hari dimana Hana berulang tahun, aku
membacanya dengan perlahan, berusaha sekuat tenaga tidak ada kata yang luput
dari pandanganku. Dan untuk pertama kalinya, ketika sampai di akhir dari ribuan
kata itu, aku tak bisa membendung air mataku. Awalnya kupikir terlalu melow
ketika seseorang bisa menangis hanya karena sebuah cerita, sekarang aku
merasakannya sendiri.
Kini aku memahami alasan Hana pergi, kini aku mengerti arti dari
tangisannya dua tahun lalu pada malam ulang tahunnya. Aku tak mampu
melakukan hal lain selain menangisi kebodohanku mengambil keputusan untuk
bertunangan. Bagaimana bisa aku bersama orang lain di sini sedangkan Hana jauh
disana sedang kesakitan berjuang untuk tetap hidup? Bagaimana aku bisa menjadi
laki-laki yang sangat brengsek seperti ini?!
Dihalaman terakhir, Hana menulis,
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 58/81
57 | D e a r K a s e i r a
Dear Kaseira,Seribu maaf mungkin tidak akan cukup, mungkin juga kau tak akan pernah
memaafkanku sampai akhir hidupmu. Tapi percaya lah, aku hanya tak ingin
memupuskan harapanmu untuk hidup bersama sampai tua.
Ini jalan yang ku ambil, ini keputusan yang sudah bulat ku buat, tak apa
jika kamu membenciku, memang sudah sepantasnya seperti itu.
Kaseira, mungkin kau tak akan pernah membaca cerita ini, tak apa, aku tak
berharap kamu membacanya. Tapi aku perlu memberitahumu, bahwa
selamanya hanya ada satu nama. Selamanya hanya ada satu orang yang
menjadi alasanku untuk tetap hidup. Hanya kamu.Seperti Hanaki yang pergi meninggalkan Pangeran Kayo, aku juga
melakukannya untuk kebahagiaanmu.
Untuk selalu menjadi dewa penyelamatku, untuk selalu menjadi
penyemangat di saat-saat yang paling sulit, dan untuk menjadi seseorang
yang pernah mencintaiku sebesar itu, terima kasih, Kaseira.
Ketika sakura sudah habis masanya, ketika angin menggugurkan kelopak-
kelopaknya, ketika dingin membuatnya mati, cerita ini selesai kutulis.
Dari sakura yang tetap mekar dan gugur setiap tahun, belajarlah bahwa
tak ada kata selamanya di dunia ini. Kita hanya perlu merelakan sampai sakura berikutnya mekar kembali.
Salam,
Hana
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 59/81
58 | D e a r K a s e i r a
13.
Desember
“Hana, bangun yuk, makan dulu.” Viona membangunkanku perlahan. Aku
memang sudah terjaga sejak tadi, cuma rasanya susah sekali untuk membuka
mata.
Dengan susah payah Vio membantuku untuk bersandar, dan mulai
menyuapiku.
Sudah dua tahun sejak kepulangan mendadakku dari Jakarta, aku tak bisa
menghubungi sahabatku ini selama aku disana, tapi ternyata ia sudah kembali ke
Jepang dan bekerja sebagai editor di majalah fashion di sini.
Hari itu ketika aku baru tiba di depan pintu flat ku, aku mencium aroma yangtidak asing dari dalam kamar. Aroma kopi dan asap rokok, aku hafal betul dua
aroma yang selalu melekat dengan Vio. Ia memelukku sambil menangis,
sedangkan aku hanya mematung tak tahu harus bereaksi seperti apa.
Aku pikir, aku akan menghabiskan sisa hariku dengan dokter dan suster-suster
di rumah sakit, sendirian tanpa ada seorangpun yang menjagaku, tapi nyatanya
Vio datang. Dibalik semua kekesalanku pada Tuhan, Ia memberikanku sedikit
pertolongan. Setidaknya sekarang aku tidak sendirian, kan? Aku harus bersyukur.
“Hari ini kan tidak ada yang harus dilakukan, boleh Hana buka blog ?”
Pintaku. Vio mengatur semuanya, semua jadwal pengobatanku sampai jadwal
makan diatur olehnya. Bahkan ada waktu untuk sekedar membuka blog danmembalas pesan-pesan yang ditulis oleh pembaca novelku. Vio bilang, aku harus
banyak istirahat dan tidak boleh sampai kelelahan.
“Lima belas menit, ga boleh lebih.” Jawab Vio dengan raut yang pura-pura
galak.
Aku mulai membaca satu persatu komentar-komentar yang masuk ke halaman
blog ku maupun langsung dikirimkan ke email pribadiku. Tak pernah ku
bayangkan, kisah yang tragis seperti kisahku ini malah disukai oleh pembaca.
Mungkin benar yang Vio bilang, cerita yang menguras air mata kemungkinan
besar akan laku dipasaran. Tapi sebenarnya, bukan soal laku atau tidak laku yang
kucari, bukan juga soal berapa besar royalti dari dua kali cetakan yang ku dapat.
Tanpa orang lain tahu, tak terkecuali Vio, aku ingin menjawab semua tanda tanya
yang ada di kepala Seira selama ini. Meski aku tahu, kemungkinannya sangat
kecil apabila ia bisa menemukan novelku. Karena aku tahu, Seira bukanlah tipe
pria yang suka membaca cerita-cerita picisan khas remaja seperti ini.
“Hana, coba baca email yang ini, tawaran kerja mungkin kalau dilihat dari
pengirimnya.” Viona menunjuk satu email baru yang sempat terlewatkan olehku.
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 60/81
59 | D e a r K a s e i r a
Aku dan Vio sama-sama terdiam, air mataku jatuh dengan sendirinya.
Bagaimana caranya dia bisa membaca novelku? Bagaimana bisa ia mengetahui
penyakit yang kusembunyikan rapat-rapat darinya?
“Tidak mau dibalas?” Tanya Vio hati-hati. Aku tahu ia takut membuat
hatiku makin sakit.
Aku menggeleng sambil tersenyum, “Tidak usah, dia kan sudah ada
tunangannya disana.”
Vio mengusap air mataku, sedikit banyak ia sudah mengetahui bagaimana
hubunganku dengan Kaseira berakhir, dari novel yang ia bantu terbitkan, harusnya
Vio sudah tahu bagaimana aku berusaha untuk pergi dari hidup Seira.
“Yasudah, Hana sudah ambil keputusan dua tahun lalu, sejauh ini Hanakuat, jadi sekarang juga harus tetap kuat, ya?”
Andaikan tidak ada Vio yang menyemangatiku seperti saat ini, aku tak
tahu jadinya diriku ketika membaca email dari Kaseira.
Sekarang Seira sudah mendapatkan jawabannya, tak ada yang perlu
kulakukan lagi sekarang. Aku tak menuntut apa-apa, terlebih aku tak ingin dia
meninggalkan tunangannya, kakakku sendiri, ketika ia tahu alasanku
meninggalkannya. Jadi, cukup dengan mengabaikan email nya, dan hidup seolah
tidak pernah ada email darinya yang masuk. Aku tak boleh mengganggunya lagi.
From: [email protected]
Subject: Dear HanaHana-chan, Apa kabar disana? Semua pertanyaan sudah terjawab. Maafkan
saya yang begitu egois menyalahkanmu. Hana-chan dua tahun tidak ada apa-
apanya buat saya, kamu tetap tidak mau pergi dari hati saya.
Salam rindu,
Kaseira
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 61/81
60 | D e a r K a s e i r a
Vio pamit, karena ada urusan di kantornya. Ia bilang nanti malam ia akan
menemaniku di sini. Aku tahu urusan kantor hanya alibinya agar bisa pergi
menemui Reksa, bosnya yang merangkap sebagai kekasih. Kadang, ketika mereka berdua kehabisan tempat kencan, mereka akan datang mengunjungiku.
Memainkan permainan-permainan kecil yang tentunya tidak membuatku lelah,
atau hanya sekedar ngobrol.
Reksa adalah seseorang yang mempunyai andil besar dalam proses
diterbitkannya novelku, bisa dibilang aku ini menggunakan jalan pintas supaya
novelku bisa terbit, tentu saja bukan aku yang memaksa, tapi Viona. Ia adalah
satu-satunya orang yang bersikeras bahwa novelku harus segera diterbitkan. Vio
bilang, feeling-nya kuat kalau novelku akan laris di pasaran, dan kali ini feeling-
nya tepat sasaran. Bagaimanapun juga, aku berdoa agar Vio dan Reksa bisa terus
bersama sampai mereka tua nanti.
֎
Hampir satu pagi ini, aku tak berhenti muntah-muntah, efek obat dari
kemoterapi yang kujalani sangat kuat, aku tersenyum memandangi cermin kecilditanganku, baru beberapa hari lalu rambutku sudah mulai tumbuh, dan dalam
sekejap mereka hilang begitu saja. Vio sering bercanda mengenai kepalaku yang
sudah plontos, ia bilang trend jaman sekarang banyak perempuan yang
menggunduli rambut mereka, jadi aku adalah salah satu perempuan fashionable
yang mengikuti trend masa kini.Aku mengintip dari balik jendela, sekarang sudah memasuki musim dingin
kembali. Salju pertama di musim dingin. Semua orang pasti sedang membuat
permohonan. Aku pun tidak ketinggalan, setiap tahun aku ikut membuat
permohonan. Dari dua permohonan yang ku pinta, permohonanku selalu
dikabulkan. Jadi untuk ketiga kalinya aku meminta permohonan yang sama,
teruslah bernapas setidaknya sampai setahun lagi.
Aku tak memiliki permohonan yang lainnya, aku hanya perlu hidup
setahun lebih lama, andai dikabulkan itu sudah cukup bagiku.
Vio sedang kembali ke Indonesia untuk mengurus fan-meeting dengan pembaca-pembaca novelku. Pasti mereka kecewa, karena bukan aku yang hadir di
sana, tapi kondisiku tidak memungkinkan untuk bisa menempuh perjalanan yang
begitu jauh, jadi kutitipkan salamku lewat Viona.
Ponselku tiba-tiba berbunyi, butuh waktu untuk memutar kursi roda dan
mencapai tempat tidurku, jadi panggilan itu tak sempat ku jawab. Kulihat itu
adalah nomor dari Indonesia, tak lama kemudian nomor itu memanggil lagi,
dengan ragu-ragu ku jawab.
“Halo.”
“Hana? Nak?”
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 62/81
61 | D e a r K a s e i r a
Ayah?
“Hana ini ayah, Hana apa kabar? Sehat-sehat saja kan, nak?” Aku
mendengarnya, aku mendengar nada suara khawatir itu untuk pertama kalinya.
Ayah… betapa aku sangat merindukannya.
“Ayah?”
“Ini ayah, nak. Hana ada dimana sekarang? Hana baik -baik sa ja, kan?”
Nada itu masih nada khawatir yang sama.
“Hana baik -baik saja, ayah. Hana sehat-sehat disini. Ayah ada apa telpon
Hana?”
“Ayah baca novelmu. Hana sakit? Hana ada dimana sekarang? Ketemu
sama ayah ya, mau?”
Tangisku pecah. Untuk sesuatu yang tak pernah kubayangkan, bahkan tak
berani kusebut dalam doa-doaku, kini Tuhan memberikannya secara cuma-cuma.
“Hana sudah pulang ke Tokyo, ayah. Hana baik - baik saja.” Jawabku
berusaha berbohong. Aku tak ingin menyusahkan ayah dengan penyakitku, tapi
isakanku tak bisa kututupi.
Suara lainnya muncul, suara yang dua tahun lalu membuatku sangat
ketakutan, “Dek, ini kakak. Hana, maafin kakak, kakak mau kesana ketemu Hana
ya?”
Hari ini banyak kejadian di luaru dugaanku yang membuat tenagaku habis
untuk menangis. Tak bisa ku ungkapkan betapa bahagianya aku hari ini, biarpun
setelah habis menangis aku harus mendapatkan bantuan oksigen untuk bernapas,
setidaknya aku tahu kalau sekarang aku memiliki keluarga yang
mengkhawatirkanku.
Telepon dari ayah dan kak Meidi tadi berakhir ketika dokter masuk dan
mengangkatku ke ranjang pasien dan menghubungkanku dengan alat bantu
pernapasan. Sesaat dokter berbicara di telepon entah dengan ayah atau kak Meidi,
mungkin ayah karena dokter berbicara masih menggunakan Bahasa Jepang.
Hari ini, tahun ini, adalah tahun yang penuh dengan rasa terima kasih.Tuhan tak pernah tinggal diam di atas sana, dan aku sadar betapa bodohnya aku
selama ini hanya menyalahkan Tuhan atas semua keburukan yang menimpaku.
Dari kejadian hari ini aku belajar untuk selalu berterima kasih atas semua yang
Tuhan berikan, baik itu hal baik maupun hal buruk sekalipun.
Rasanya, jika hari ini Tuhan berniat memanggilku, aku tak akan keberatan.
Tak ada beban berat lagi yang ku tanggung. Bukankah indah jika aku meninggal
dengan adanya keluarga yang menyayangiku?
֎
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 63/81
62 | D e a r K a s e i r a
31 Desember 2015
Akhir tahun yang penuh dengan suka cita, dengan ucapan selamat natal
dan tahun baru dari ayah, kak Meidi dan kak Irina, serta tak ketinggalan Viona
dan Reksa. Aku memutuskan untuk membaginya dengan pembaca-pembacaku.
Selamat tahun baru, teman-teman. Terima kasih untuk dukungan kalian selama
ini. Aku harap kalian mendapatkan banyak kebahagiaan ditahun depan.
Salam,
Hana
Satu email masuk, dikirim sekitar dua hari yang lalu. Tak perlu kutebak
siapa pengirim dibalik nama Devisign, dengan ragu aku membacanya.
From : [email protected]
To : [email protected]
Subject: Hana-chan?
Sepertinya kamu tidak mau membalas pesan yang saya kirim. Tidak apa-apa,
Hana. Satu yang perlu kamu tahu, saya tidak akan pernah bisa melepaskan
kamu. Apa tidak ada lagi sisa sayang untuk saya?
Untuk yang pertama dan mungkin akan kusesali nantinya, aku membalas
pesan itu.
From : [email protected]
To : [email protected]
Subject : Re: Hana-chan?
Sama seperti kamu, selamanya Hana tidak akan pernah bisa berhenti
menyayangi kamu. Tapi ini sudah menjadi keputusan Hana, jangan buang-
buang waktu untuk seseorang yang tidak bisa memberikan kamu masa depan.
Hana mungkin tidak punya banyak waktu lagi, jadi Hana ingin meminta maaf
sudah mengambil keputusan yang menyakitkan buat Seira. Yang terbaik tidak
selalu menyenangkan, kan?
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 64/81
63 | D e a r K a s e i r a
Tolong hidup bahagia dan lupakan Hana, jangan pernah buang-buang waktu
untuk Hana. Hana rasa ini cukup bisa kamu pahami untuk tidak menghubungi
Hana lagi.
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 65/81
64 | D e a r K a s e i r a
14. Esok yang Tak Pernah Datang
Aku menemukan email balasannya untuk pertama kali. Terselip diantara
email-email laporan bulanan dari rekan kantorku.
Sama seperti kamu, selamanya Hana tidak akan pernah bisa berhenti
menyayangi kamu. Tapi ini sudah menjadi keputusan Hana, jangan buang-buang
waktu untuk seseorang yang tidak bisa memberikan kamu masa depan. Hana
mungkin tidak punya banyak waktu lagi, jadi Hana ingin meminta maaf sudah
mengambil keputusan yang menyakitkan buat Seira. Yang terbaik tidak selalu
menyenangkan, kan?
Tolong hidup bahagia dan lupakan Hana, jangan pernah buang-buang waktu
untuk Hana. Hana rasa ini cukup bisa kamu pahami untuk tidak menghubungi Hana lagi.
Perempuan ini keras kepala sekali. Cuma bicara memang gampang, tapi
bagaimana bisa bahagia kalau caranya seperti ini?
Sudah banyak yang kukorbankan untuk memperjuangkannya. Dimulai dari
email pertama yang kukirim padanya, yang tak kunjung dibalas sampai berpuluh-
puluh email ku kirim. Tapi suatu hari Meidina menemukan novel itu di antara
tumpukan buku-buku desainku. Ia tentu saja marah, bahkan sampai menangis.
Aku hanya bilang padanya, ini bukan hanya tentang aku dan Hana, yang lebih
penting adalah tentang Hana dan keluarganya. Jadi aku menyarankan Meidi untuk
membacanya juga.
Meskipun Meidi sudah mengetahui tentangku yang masih mencari Hana, ia
tidak juga mengambil keputusan apa-apa untuk hubungan kami. Dan aku juga tak
bisa menyakitinya lebih lagi dengan memutuskan pertunangan kami.
Terlepas dari kerumitan hubungan antara aku dan Meidi, hari ini aku ingin
lepas sejenak dari kesibukan kantor dan juga dari Meidi. Setelah dua tahun lebih
aku pindah dari apartemen lama, aku kembali ke tempat ini. Rooftop masih tetap
sama, tak ada yang berubah selain cat di dinding yang mulai pudar. Sakura itu
masih mekar seperti dua tahun lalu.
Aku berniat mengirimkannya pada Hana, mungkin ia merindukan sakura
disini .
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 66/81
65 | D e a r K a s e i r a
Dalam hitungan menit satu email balasan masuk, yang membuatku sangat
terkejut. Hana membalasnya secepat ini?
Hana pernah menceritakan tentang sahabatnya yang bernama Viona.
Dalam hati aku berdoa Viona tidak mengabarkan sesuatu yang tidak ingin
kudengar seumur hidupku.
Setelah memberikan nomor ponselku, Viona langsung menghubungiku.
Aku masih berada di rooftop saat Viona mulai berbicara.
“ Hallo, Kaseira?”
“Iya ini saya, ada apa Viona? Hana kenapa?” Pertanyaan itu langsung
keluar begitu saja dari mulutku.
“Bisa kah kamu datang ke Tokyo segera? Aku baru saja menghubungi
ayahnya Hana, mereka akan segera kesini secepatnya.”
“Ada apa dengan Hana?!” Tanyaku tak sabar.
From : [email protected]
To : [email protected]
Subject: Do you remember ?
Dua tahun tidak membuat sakura di sini kehilangan kelopaknya, tidak juga
gugur. Andai bisa, saya ingin mengajak kamu kesini lagi untuk bertanya satu
pertanyaan yang dulu tidak sempat saya tanyakan. Will you marry me?
From : [email protected]
To : [email protected]
Subject : Re: Do you remember ?
Bisa aku minta nomor ponsel kamu? Ini sahabatnya Hana, Viona. Ada sesuatu yang harus
secepatnya aku kabarkan. Reply ASAP.
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 67/81
66 | D e a r K a s e i r a
Tanpa ia mintapun aku pasti akan kesana!
“Kesehatannya memburuk, dokter bilang kemoterapi sudah tidak bisa
membantu. Sekarang kondisinya kritis, Sei.”
Tanpa memikirkan hal yang lain, aku menjawabnya dengan singkat, “Saya
segera kesana.”
֎
Haneda International A ir por t, Tokyo, Jepang .
8:50 AM
Aku tak pernah merencanakan untuk datang kesini dengan untuk
mengunjungi Hana yang sedang sakit. Sungguh, aku tak ingin datang dengan cara
seperti itu.
Kutinggalkan semua proyek pekerjaan yang belum selesai di Jakarta, entah
bagaimana reaksi Meidi ketika melihatku juga ikut datang ke Tokyo. Untuk saat
ini pikiranku tak bisa terbagi pada hal yang lainnya, aku hanya ingin bertemu
dengan Hana dan menemaninya dalam masa-masa kritis seperti sekarang ini.
Viona bersama dengan kekasihnya, yang menjemputku di bandara, kami
langsung menuju ke Rumah Sakit di mana Hana dirawat. Berkali-kali Vionamenelepon seseorang untuk mengontrol keadaan Hana di sana selama kami dalam
perjalanan, kami semua khawatir. Tapi aku menenangkannya, “Percaya saya,
Hana bukan perempuan yang lemah.” Vio menatapku dengan tatapan setuju.
Aku mencintai Hana karena dia kuat, karena dia tidak pernah jatuh sampai
terpuruk sekalipun semua orang mencoba untuk menjatuhkannya. Itulah Hana
yang aku kenal, dan aku yakin ia bisa bertahan. Mungkin bukan hanya sebuah
keyakinan, melainkan doa dan permohonan pada Yang Kuasa.
Sakura masih bermekaran di sana-sini, seolah menyambut kedatanganku
yang tak mengenakan ini. Setengah jam berikutnya kami sudah tiba di rumah sakitkhusus menangani penderita kanker. Viona sempat memberitahuku mengenai
penyakit Hana.
Pleomorphic Xantroastrocytoma (PXA), dua tahun lebih ini ia di diagnosis
mengidap penyakit kanker langka itu. Tahun lalu, tumor di kepalanya berhasil
diangkat, namun dalam hitungan bulan tumor itu kembali muncul, dan mau tidak
mau Hana harus tinggal dirumah sakit lebih lama untuk pengobatan radioterapi.
“Harusnya kemungkinan untuk sembuh bisa lebih dari delapan puluh
persen, tapi kondisi fisik Hana tidak kuat menghadapi efek samping dari obat-
obatan yang Hana dapat selama kemoterapi. Lihat saja rambutnya sudah habis
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 68/81
67 | D e a r K a s e i r a
karena efek samping dari obat-obatan yang terlalu keras.” Viona dan aku berdiri
di samping tempat tidurnya.
Hana sedang tertidur, lelap sekali. Dokter bilang mungkin Hana baru akan
bangun esok hari. Biar tanpa rambut ikal yang dulu sangat kusukai, ia tetaplah
Hana yang kukenal. Sudah lama sekali rasanya sejak terakhir kali aku melihatnya
tersenyum. Bangun lah Hana-chan, saya rindu melihat kamu tersenyum.
Malam sebelum aku berangkat ke Tokyo, aku memberitahu Meidina kalau
aku akan menemui Hana, Meidi berhak tahu, lagi pula aku tak mau membuatnya
terkejut mendapatiku tiba-tiba sudah ada di Tokyo.
“Ku harap kamu tidak lupa kalau kamu masih bertunangan denganku.”
Begitu katanya saat itu.
“Keputusannya untuk meninggalkan saya rasanya sudah bulat, saya tidak
bisa memaksanya untuk kembali. Tapi, untuk saat ini, berikan saya waktu
bersama Hana, saya mau ada di sampingnya.” Itu jawabanku yang mengakhiri
percakapan kami via telepon malam itu.
Dia sudah memilih, dan aku tahu Hana adalah orang yang se-keras-kepala
itu ketika sudah membuat suatu keputusan.
“Hana-chan, saya di sini. Bangunlah, sehat lah kembali, saya tidak bisa
melihat kamu kayak mayat hidup begini.” Aku berbicara pada Hana yang masih
terlelap.
“Maafkan saya, Hana. Selama ini saya membenci keputusanmu yang
meninggalkan saya seenaknya itu, saya benar-benar tidak tahu kalau ternyata
kamu sakit parah. Dua tahun lalu, setelah kamu pergi, saya bertunangan dengan
kakakmu, saya brengsek, ya? Maafkan saya.
Ngomong-ngomong soal novelmu, saya baru tahu mengenai alasan Hana
hidup, Hana hidup untuk saya, kan? Berarti sekarang kamu harus bertahan, harus
sembuh, karena saya ada di sini untuk jadi penyemangat Hana lagi. Hana-chan…
Saya selalu cinta kamu. Saya rindu Hana.”
֎
“Hana-chan… Saya selalu cinta kamu. Saya rindu Hana.”
Kata-kata Seira barusan menyambarku seperti kilat. Tadi, setelah aku dan
ayah berkonsultasi dengan dokter mengenai penyakit Hana, aku bermaksud untuk
bermalam di sini sambil menjaga Hana. Tapi langkahku terhenti di depan ruangan
Hana di rawat. Aku mengenali betul punggung itu, punggung laki-laki yang
selama dua tahun ini menjadi tunanganku.
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 69/81
68 | D e a r K a s e i r a
Kemarin Seira bilang ingin berangkat ke sini untuk menjaga Hana, aku tak
bisa melarangnya. Bagaimanapun juga, adikku sedang sakit, dan bila kedatangan
Seira bisa membuat Hana membaik, aku tak masalah. Yang penting adikku bisasembuh, karena aku belum memiliki kenangan manis satu pun dengan Hana. Aku
ingin meminta maaf dengan tulus dan memulai semuanya dari awal lagi.
Tapi dua kalimat terakhir yang Seira ucapkan tadi seperti melemparkanku
keluar jauh dari lingkaran mereka berdua. Aku tak bisa melepaskannya, aku
terlalu mencintai Seira. Bisakah aku tetap mempertahankan pertunangan ini walau
tanpa rasa sayang darinya?
“Bangun lah Hana, kamu harus tahu betapa dia sangat mencintaimu.”
Aku membicarakan hal ini dengan ayah, mengenai pertunanganku dengan
Seira dan mengenai kenyataan bahwa Seira tak bisa melepaskan Hana. Ayahtersenyum padaku, seakan ayah mengerti apa yang ku rasakan.
“Adikmu sudah terlalu banyak menanggung rasa sakit karena kejahatan
ayah, kamu dan juga Irina. Semua tergantung padamu, ayah tak bisa menyuruhmu
untuk memutuskan ini atau itu, kalian berdua sama-sama anak ayah, ambillah
keputusan yang menurutmu tepat. Tapi jangan lupakan, prioritas kita sekarangadalah kesembuhan Hana.” Ayah memelukku lama, sebelum akhirnya ayah
kembali ke kamarnya yang berada di sebelah kamarku.
Sama seperti Seira tak bisa melepaskan Hana, aku juga tak bisa
melepaskan Seira begitu saja. Keegoisanku mengatakan untuk tetap
mempertahankan hubungan ini, sama halnya ketika Eldri meninggal dankeegoisan membutakan hatiku. Aku memaksa ayah dan okasan untuk membuang
Hana, bahkan aku mengancam mereka akan bunuh diri menyusul Eldri jika Hana
masih tinggal di rumah yang sama denganku.
Malam itu, ayah dan okasan bertengkar hebat karena ulahku, okasan tetap
membela Hana sementara ayah berpikir untuk memindahkan Hana ke panti
asuhan.
“Kamu akan terus membela Hana? Eldri baru saja pergi, saya tidak mau
Meidina juga ikutan pergi meninggalkan saya!” Begitu yang ayah teriakan pada
okasan.Karena kejadian itu juga, Hana sempat ingin bunuh diri juga. Okasan dan
ayah sangat kaget melihat anak mereka yang bahkan belum genap sepuluh tahun
bisa bertindak seperti itu. Kejadian itu membuat Hana trauma dan entah
bagaimana ia mengubur dalam-dalam ingatan-ingatannya tentang kejadian hari
itu. Okasan memutuskan untuk membawanya pulang ke Jepang, dan sejak saat itu
kami tak pernah ada hubungan sama sekali dengan okasan dan Hana.
Tapi sekarang, aku tak mau Hana pergi, aku ingin menjadi kakak yang
sesungguhnya untuk Hana. Seperti yang kubaca di novelnya, ia ingin bisa
bercerita denganku, ingin bisa membagi keluh kesahnya selama ia dibuang jauh
dari kami. Aku ingin membangun banyak kenangan manis bersama adikku.
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 70/81
69 | D e a r K a s e i r a
Mengingat Hana membuatku menangis, aku sadar kalau selama ini aku
bagaikan iblis yang sedang berusaha menghancurkan Hana. Aku tak mau
menyakitinya lagi. Bisa kah Hana bahagia jika aku melepaskan Seira? Bisa kahHana sembuh jika Seira kembali bersamanya? Jika iya, akan kulakukan semuanya
untuk menebus dosa-dosaku yang dulu.
֎
Setelah satu hari kuhabiskan untuk bercerita tanpa mendapatkan respon
dari Hana, aku tertidur sampai menjelang pagi. Aku terbangun ketika kurasakan
ada tangan yang mengelus lembut kepalaku.
“Sudah bangun?” Tanyaku. Dalam hati berterima kasih ribuan kali pada
Tuhan karena masih bisa melihatnya bernapas.
Hana mengangguk pelan. Kami saling memandang tanpa mengatakan satu
kata pun. Sudah lama sekali aku tak melihat mata coklat terang itu, sudah lama
sekali aku tak mendapatkan senyuman itu. Ia berusaha tersenyum di balik masker
oksigennya.
“Saya rindu Hana.” Ucapku pelan dan membuatnya menitikkan air mata,
masih tetap dengan senyuman yang sama.
Aku tahu apa yang ia pikirkan, ini bukan mimpi Hana, saya ada di sinisekarang.
“Jangan usir saya, saya tidak bisa pergi dari Hana.”
Hana melirik ke buku catatan di samping bantalnya. Mungkin maksudnya
ia ingin menulis sesuatu.
“Setelah Hana pergi, kembali lah kepada tunanganmu.” Tulisnya.
Saat membacanya, ingin sekali aku merobek-robek tulisan itu. Bagaimana
bisa ia bilang ‘pergi’ saat aku ada disini untuk member ikannya semangat?! Aku
menggeleng, menolak untuk pergi dan menolak untuk kembali kepada Meidina.“Saya tidak bisa. Cuma kamu, saya tidak bisa kasih hati saya buat orang
lain.”
Aku menangis seperti anak kecil, di depan Hana, aku seperti tidak
memiliki tenaga untuk pura- pura kuat. “Jangan suruh saya pergi. Jangan, Hana.”
Ia mengusap air mataku tanpa berkata, ia masih terlalu lemah untuk
membuka mulutnya sekarang. Biar berapa kalipun Hana mengusirku, aku tetap
akan berada disampingnya, karena aku tak memiliki tempat lain lagi untuk pulang.
Hatinya adalah rumahku, rumah untukku tinggal, rumah yang membuatku nyaman
dan bisa menjadi diri sendiri.
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 71/81
70 | D e a r K a s e i r a
Hana menyerah, ia tak lagi menulis kata ‘pergi’ di catatannya. Setelah ia
sadar, suster datang untuk mengontrol kesehatannya. Lalu setelah itu Hana
tertidur lagi.
Ayah dan Meidi datang siangnya, sepertinya mereka tidak kaget melihatku
di sini. “Kamu tidak mau istirahat dulu, Sei?” Tanya Meidi.
Kali ini aku merasakan tatapan yang berbeda dari tatapannya yang biasa,
ada kesedihan di situ. Dan aku tahu akulah yang membuatnya sedih. Ayah
menyuruhku untuk pergi dengan Meidi sementara ayah menjaga Hana.
Meidi mengantarku menuju hotel tempatku menginap, di Tsukiji yang
hanya ditempuh dengan berjalan kaki dari National Cancer Center tempat Hana di
rawat. Siang ini cuaca sangat bersahabat, tidak panas dan juga tidak hujan. Kami
berjalan kaki bersisisan, biasanya Meidi akan merangkul lenganku dengan manjadan bercerita riang mengenai apa saja yang terlintas di kepalanya saat itu.
Tapi tidak seperti biasanya, Meidi memainkan jemari-jemarinya seperti
ada yang menggangu di pikirannya.
“Jangan khawatir, saya tidak akan menyakitimu.” Ucapku menjawab
pikiran-pikirannya.
“Kamu masih sayang Hana, Sei?” Tanya Meidi. Ia tentu tahu jawabannya.
“Tidak, saya tidak sayang Hana. Saya cinta dia.” Kata-kata sayang tidak
cukup untuk mendeskripsikan perasaanku untuk Hana.
“Aku tahu. Lalu bagaimana dengan kita?”
Kami menyebrangi jalan dan melewati hotel tempat Meidi menginap
sebelum sampai di Hotel Ginza Marunouchi di Tsukiji. Dengan ragu aku
menggenggam tangannya. Bukan bermaksud untuk membuatnya bingung, aku
hanya ingin ia mengerti kalau aku tidak bisa meninggalkan Hana, aku ingin ia
sendiri yang memutuskan.
“Tentang kita, semuanya terserah padamu. Saya tidak mau menyakitimu,
Mei.”
Ia diam, aku sendiri juga tak tahu harus mengatakan apa lagi. Ia tahu betul bagaimana aku mencintai Hana, dan aku tahu betul kalau aku tak boleh menyakiti
Meidina. Kami sampai di hotel yang berada di ujung pertigaan itu, Meidi
melepaskan tanganku perlahan.
“Istirahatlah, Sei. Setelah ini, kamu bisa kembali ke rumah sakit untuk
menemani Hana lagi.”
“Kamu tidak ikut masuk dulu?”
“Aku mau ke hotel dulu, ada yang harus ku ambil.”
“Kalau begitu saya antar kamu sampai ke hotel.”
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 72/81
71 | D e a r K a s e i r a
“Tidak perlu, Sei. Oh iya, aku kembalikan ini ke kamu.” Meidi
melepaskan cincin di jarinya dan memberikannya padaku.”
“Sakit rasanya waktu aku lihat kamu kemarin di rumah sakit, waktu kamu
bilang kamu cinta Hana. Tapi aku sadar, aku tidak bisa memaksa kamu untuk
menikah denganku. Aku boleh minta tolong?”
“Minta tolong apa, Mei?”
“Biar Hana menyuruh kamu pergi, jangan pernah pergi dari dia. Dia
adikku, aku sudah terlalu banyak nyakitin Hana, mulai dari sekarang Hana harus
bahagia. Bahagianya dia cuma sama kamu. Jaga dia ya, Sei?”
Aku memeluk Meidina, sebagai mantan kekasih yang tidak bermaksud
untuk membuat dia sakit hati. “Maafkan saya ya, Mei. Tolong maafkan saya kalau
saya membuat kamu kecewa. Saya janji tidak akan pernah tinggalin Hana lagi.”
Aku tak bisa menjelaskan bagaimana leganya aku sekarang, betapa
bahagianya aku mendengar keputusan Meidi. Mungkin aku jahat karena
berbahagia di atas kesedihannya, tapi Meidi tak akan pernah bahagia jika ia terus
memaksakan pertunangan ini. Ini yang terbaik untuk kami berdua. Meidi kembali
melewati jalan yang sama menuju hotelnya menginap, ia membutuhkan waktu
untuk sendirian menata hatinya.
Sesampainya di kamar, aku memberitahu orang tuaku tentang pertunangan
kami yang baru saja berakhir. Papa sedikit keberatan pada keputusanku, wajar
karena dari awal papa yang sangat berniat menjodohkan kami. Tapi mamamengerti betul bagaimana aku tak bisa berhenti mencintai Hana.
“Mama tahu kalau akhirnya akan seperti ini. Jaga Hana, ya nak. Mama
sudah anggap Hana seperti anak mama sendiri.”
Tak ada yang bisa memaksakan hati seseorang, biar sampai kapanpun
Hana menjauh dariku, atau biar berapapun perempuan yang dijodohkan denganku,
dari awal cuma Hana dan akan tetap dia seorang yang bisa memiliki hatiku. Kini
aku sudah bebas, bebas untuk mencintai Hana sepenuh hati lagi, tanpa takut jika
akan menyakiti orang lain.
֎
Sudah hampir sebulan ini semuanya seperti mimpi. Dimulai ketika
kesehatanku memburuk dan tak sadarkan diri entah berapa lama. Ketika aku
bangun, ayah dan kak Meidi berdiri di samping ranjangku. Ayah langsung
memanggil dokter, sementara kak Meidi memelukku sambil menangis. Untuk
pertama kalinya aku merasakan pelukan dari kakakku.
Berkali-kali kak Meidi meminta maaf padaku, tapi aku tak kuat untuk
sekedar mengucapkan kata , “Tidak apa-apa, Hana tidak marah sama sekali.
Dengan kalian bisa menerima Hana saja, itu sudah lebih dari cukup untuk
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 73/81
72 | D e a r K a s e i r a
Hana.”. Jadi aku hanya mengucapkannya dalam hati, satu hari itu aku tak bisa
berhenti untuk tersenyum.
Meski berita dari dokter hari itu membuatku sedikit kehilangan semangat.
Dokter bilang kalau tumorku sudah merambat ke organ lain. Sum-sum tulang
belakang tepatnya. Tapi sekali lagi, aku tetap bersyukur.
Ini semua sudah lebih dari cukup, aku bisa pergi kapan saja tanpa ada
beban satu pun. Lalu kebahagiaan lain datang ketika aku mendapati Seira sedang
tertidur sambil menggenggam tanganku pagi itu.
Matahari baru muncul pagi itu, dan kala aku melihat Seira tertidur
disampingku seperti mengulang kebiasaan dua tahun lalu. Seira akan selalu
menjadi orang pertama yang kulihat ketika aku membuka mata. Otak warasku
menyuruhku untuk mengusirnya, ia sudah memiliki tunangan dan itu kakakkusendiri, bagaimana bisa aku menyakiti kakakku? Tapi hatiku menggerakkan
tanganku untuk mengusap rambutnya yang sudah lebih panjang dari terakhir kali
aku melihatnya.
Betapa aku merindukan Seira. Aku tak menyangka, perasaan ini masih
tetap sama bahkan setelah dua tahun aku meninggalkannya. Ternyata dengan pergi pun tak bisa mengubah apa-apa. Dia selalu menjadi alasanku untuk tetap
bertahan.
Seira selalu datang setiap hari sampai hari ini, ia selalu menjadi orang
pertama yang kulihat ketika aku bangun, dan selalu menjadi orang terakhir yang
kulihat sebelum aku tertidur. Beberapa hari yang lalu sebelum tidur, ia membawanovelku dan membacakan dongeng bidadari empat musim. Ia bilang, ini novel
pertama yang ia baca dan sanggup ia selesaikan dalam waktu satu malam, dia
bilang ia tak pernah bosan untuk membacanya berulang kali.
“Saya akan belajar mendongeng. Saya akan menceritakan dongeng untuk
kamu setiap malam sebelum kamu tidur. Dengan satu syarat, kalau keesokan
harinya kamu harus bangun dan menagih cerita yang lain.”
Aku tahu ia sangat ingin melihatku sehat kembali, aku pun juga ingin
sembuh. Aku ingin menebus dua tahun yang pernah kami lewatkan. Tapi
kenyataannya kesehatanku tidak memungkinkan. Aku sudah merasakannya sejak beberapa hari lalu, tapi aku tak ingin membuat Seira, Viona dan keluargaku sedih,
jadi aku menyembunyikannya. Untuk kesekian kalinya aku menjadi pengecut.
֎
Kami sedang di dalam kamar pasien seperti biasa. Malam ini, setelah
keluargaku dan Viona-Reksa pulang Seira masih menemaniku. Aku masih
mengingat permohonanku ketika beberapa bulan lalu aku berulang tahun.
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 74/81
73 | D e a r K a s e i r a
“Aku ingin semuanya selalu berbahagia dengan atau tanpaku.”
Sebuah permohonan yang ingin sekali kulihat menjadi kenyataan. Aku
tahu kesehatanku tidak akan bertahan lebih lama lagi. Mungkin permohonanku
tahun lalu ketika salju turun tidak bisa menjadi kenyataan, tapi aku berharap
Tuhan tidak sejahat itu membiarkanku pergi dan meninggalkan luka pada orang-
orang yang kutinggalkan.
Seira tidur memelukku dari samping, di atas ranjang single yang sempit
itu, ia memaksakan tubuhnya agar bisa tidur di sampingku.
“Saya mau menepati janji saya tiga tahun lalu, saya mau bilang sesuatu
yang dua tahun lalu tidak sempat saya bilang. Boleh?” Aku mengangguk.
“Raihana, will you marry me?” Seira membenamkan kepalanya di leherku.
Napasnya menyentuh kulitku yang dingin.
Kalian tahu, bagaimana aku sangat menginginkan kata-kata itu keluar dari
mulutnya? Bagaimana aku akan mempertaruhkan apa saja agar bisa
mendengarnya? Tapi apa daya, sekeras apapun dokter berusaha, Tuhan tak
mengizinkannya. Mungkin Tuhan sudah merindukanku di atas sana.
“Ceritakan satu dongeng dulu baru besok Hana akan tagih cincin
nikahnya.”
Seira mulai bercerita dongeng tentang Pangeran Kayo dan Putri Hanaki. Ia
menceritakan versinya sendiri dan membuat akhir yang bahagia untuk mereka.
Aku mendengarkannya sampai Seira selesai bercerita dan mengecup bibirku
lembut sebelum aku tidur.
Aku ingin mendengar cerita yang lainnya, aku ingin menagih cerita-cerita
yang lainnya setiap hari sampai kami tua dan bergantian menceritakan dongeng
lainnya pada anak-anak kami. Lebih dari apapun, aku ingin menagih cincin nikah
itu ketika besok aku terbangun. Andaikan ada waktu, andaikan bisa, andaikan
Tuhan mengizinkan.
Tapi aku tak mau menuntut lebih, semua yang ku punya sampai hari ini
sudah lebih dari sekedar cukup. Keluargaku sudah kembali, aku sudah
menemukan rumah yang dulu tak pernah bisa kutemukan. Ayah yang memelukkudan mengucapkan selamat ulang tahun padaku, kakak yang bercerita mengenai
semua hal yang tidak bisa kami lewati bersama, aku tak berhak meminta lebih
banyak lagi. Bahkan Tuhan sudah mengembalikan Seira padaku.
Aku salah, Tuhan tak pernah bersikap tak adil. Tuahn tidak pernah jahat
dan menimpakan segala kesialan padaku. Tuhan hanya mau membuatku tetap kuat
sampai Ia membalikkan semua yang buruk menjadi baik. Tuhan sudah menepati
janji-janji-Nya padaku tepat sebelum waktuku habis.
Hari ini, masih sama seperti hari-hari yang lalu. Seira adalah orang
pertama yang kulihat ketika aku membuka mata, dan selalu menjadi orang
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 75/81
74 | D e a r K a s e i r a
terakhir yang kulihat sebelum aku menutup mata. Sampai akhir, Seira tetap
menjadi alasanku satu-satunya untuk tetap bertahan. Selalu Kaseira.
֎
Pagi ini ketika aku bangun, alat detak jantung hanya menunjukkan garis
lurus yang datar di iringi dengan suara nyaring yang tak enak didengar. Suster-
suster menyuruhku dan menarikku dengan paksa untuk menjauh dari ranjang
pasien. Aku tahu ada yang tak beres, alat detak jantung itu membuatku ingin
sekali membantingnya supaya ia diam.
Semua orang yang kukenal ada disitu, masih pagi sekali tapi mereka sudah
datang. Namun aku tak menyukai raut wajah mereka bahkan air mata mereka.
Viona menangis sampai terduduk di lantai sedang dipeluk oleh Reksa yang juga
sedang menangis. Ayah dan Meidina berada di sampingku mempertahankan
tubuhku agar tidak jatuh ke lantai. Aku tahu ada yang tak beres!
Petugas rumah sakit dengan kepanikan berlari kesana kemari, mereka
melakukan sesuatu pada tubuh Hana yang masih tertidur diatas ranjang.
Bagaimana bisa Hana tidak terbangun mendengar semua kegaduhan pagi ini?
Sejenak aku teringat pada lamaranku tadi malam, tanpa berpikir dua kali
aku berlari keluar, berlari secepat yang aku bisa untuk sampai ke hotel. Aku harus
mengambil cincin milik Hana. Cincin yang tak pernah lupa kubawa kemana-
mana. Cincin yang harusnya tiga tahun lalu kuberikan padanya. Aku harus
memberikannya sekarang sebelum firasatku mengenai ketidakberesan hari ini
menjadi kenyataan. Langkahku terhenti di bawah pohon sakura yang sedang
gugur. Nafasku memburu dan tak tahu apa penyebabnya air mataku keluar begitu
saja. Ada yang tak beres juga denganku.
Sakura berguguran di atas kepalaku, dengan kilauan cahaya matahari yang
menyilaukanku melewati celah-celah pohon. Hana-chan apa yang sedang terjadi
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 76/81
75 | D e a r K a s e i r a
saat ini? Kamu masih di sana, masih tertidur di sana, tapi kenapa saya merasa
kamu sudah jauh sekali?
Seorang ibu-ibu paruh baya menepuk pundakku, “Apa kau baik -baik
saja?”
Aku menatapnya dengan air mata yang masih meleleh, tidak! Aku tidak
baik-baik saja!
Aku tak menghiraukan pertanyaan ibu tadi dan terus berlari sampai
mencapai hotel dan terus berlari mengejar waktu untuk sampai kembali di rumah
sakit.
Semua orang masih menangis ketika aku sampai, bahkan aku melihat ada
mamaku disana.
“Apa yang kalian tangisi?!” Tanyaku kalap.
Mama memelukku sambil menangis. Aku baru sadar kalau sejak tadi aku
tak bisa berhenti menangis. Aku menyingkap kain putih yang sudah menutupi
Hana. Orang bodoh mana yang melakukan hal ini?!
“Hana, bangun. Sudah pagi. Saya tagih janji kamu tadi malam, ini cincin
kamu yang tidak sempat saya berikan waktu itu. Hana bangun!” aku
mengguncang-guncangkan tubuh Hana seperti orang kesetanan. Alat detak
jantung yang tadi membuatku murka sudah tidak berfungsi. Masker oksigen yang
mengikat Hana juga sudah tidak digunakan.
Firasatku benar, ketika tadi malam ia janji akan menagih cincin ini, aku
tahu ia tak bisa menepatinya. Tapi tak tahu kenapa, aku tak ingin menerima
kenyataan ini. Aku tak bisa membiarkannya pergi seperti ini. Dia bahkan tak
bilang apa-apa padaku.
Aku menggenggam kuat-kuat tangan Hana, menangis sejadi-jadinya
sampai air mataku jatuh membasahi tangan pucat itu. “Jangan pergi dari saya.
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 77/81
76 | D e a r K a s e i r a
Saya mohon, jangan pergi seperti ini. Hana, jangan tinggalkan saya, kamu sudah
janji akan menikah dengan saya!”
“Seira, Hana sudah pergi.” Ucap Viona sesungukkan.
“Tidak! Jangan sok tahu kalian!! Hana tidak mungkin pergi seperti ini! Dia
pasti bilang ke saya kalau dia akan pergi!!! Jangan bohong!”
“Dia sudah pamit tanpa sepengetahuan kita.” Kini gikiran Meidi yang sok
tahu.
“Jangan pergi, saya mohon…” aku memasangkan cincin itu di jari
manisnya, “Menikahlah dengan saya.”
Mereka tidak berbohong, kenyataannya Hana memang sudah pergi.
Berapa kalipun aku memohon, Hana tetap tak akan bisa kembali. Berapa banyak
pun aku berteriak sampai tenggorokkanku sakit, Hana tetap tak akan bisa bangun
lagi. Hana tidur untuk selamanya.
֎
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 78/81
77 | D e a r K a s e i r a
15.
Epilog :
Waktu Gugurnya Sakura
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 79/81
78 | D e a r K a s e i r a
14 September 2015
Sakura di luar sana sedang menggugurkan kelopak-kelopak indahnya. Aku
melihatnya dari balik jendela kamar pasien, sebenarnya aku ingin keluar dan
menikmati saat-saat terakhir sakura yang indah bisa ku lihat tapi dokter bilang
terlalu dingin untuk berada di luar. Jadi aku menikmatinya dari dalam sini.
Tak lama lagi aku akan mengikuti kelopak-kelopak gugur yang terbawa angin
itu. Kisah Hana dan Keseira sedikit lagi akan berakhir dengan akhir yang
bahagia. Semuanya kembali seperti sedia kala. Hati yang meninggalkan dan
ditinggalkan sudah kembali bertemu dan menjadi satu kembali.
Arti keluarga yang sebelumnya masih absurd di pikiran Hana, kini ia sudah
mengerti bagaimana rasanya disayangi oleh ayah dan kakaknya.
Untuk ayah, okasan, dan kakak-kakak yang selalu menjadi rumah bagi Hana,
rumah yang hangat dan penuh dengan kasih sayang, biarpun tidak bisa
menikmatinya lebih lama, biarpun tidak lengkap tanpa okasan, kalian selalu
menjadi rumah yang hangat kemanapun dan sejauh apapun Hana pergi. Untuk
saat-saat terakhir yang sangat membahagiakan, untuk pelukan hangat dan
perhatian di saat-saat terakhir, terima kasih. Biarpun singkat, tapi Hana bisa
mengerti apa arti dari keluarga.
Untuk sahabat yang tak pernah pergi, dan selalu mendukung semua keputusan
Hana, Viona. Maaf sudah membuatmu lelah selama ini. Untuk waktumu, dari
awal kita kenal sampai akhir Hana harus pergi, terima kasih Vio.
Dan terakhir untuk seseorang yang menjadi tokoh utama di balik novel yang
Hana buat, Kaseira Mauro Reenezer. Yang pertama dan yang terakhir dan
selalu menjadi yang satu-satunya untuk Hana. Untuk sakura yang
diciptakannya, untuk kesabarannya dan untuk semua cinta yang ia berikan,
sampai akhir akan selalu
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 80/81
79 | D e a r K a s e i r a
menjadi orang yang paling penting di hidup Hana. Maaf harus pergi lagi
untuk kedua kalinya, jangan marah. Sakura akan tetap mekar tahun depan,
meski Hana tidak bsia kembali bersama dengan sakura yang mekar,
percayalah cinta ini selalu ada bersama dengan kelopak-kelopak sakura yang
bermekaran setiap tahunnya.
Kepada semua yang harus Hana tinggalkan, hiduplah bahagia, carilah
kebahagiaan itu. Itu doa Hana sebelum meniup lilin ulang tahun yang kalian
berikan.
Yang datang akan pergi, dan yang pergi mungkin tak akan kembali. Tapi
kenangan selalu abadi, seabadi mekarnya sakura yang tak pernah absen
setiap tahun.
Pelajaran yang Hana dapat dan Hana ingin kalian mengetahuinya, jangan
lupa untuk selalu bersyukur dan berterima kasih pada Tuhan. Hal baik dan
buruk semuanya adalah yang berbaik yang Tuhan berikan. Janganmenyalahkan keadaan, jangan menyalahkan takdir, karena takdir
menentukan jalannya sendiri tanpa bisa kita cegah.
Ini akhir dari cerita Dear Kaseira, akhir yang bahagia untuk Hana, dan
percayalah Kaseira akan mendapatkan kebahagiaan yang lain setelah ini.
Salam,
Hana
7/25/2019 Dear Kaseira
http://slidepdf.com/reader/full/dear-kaseira 81/81
80 | D e a r K a s e i r a
Akhir Tahun 2015
Hana sudah pergi, biar tak mau, tapi saya harus mengikhlaskannya.
Selamanya, Hana tak akan pernah tergantikan, sakura akan selalu
mengingatkan saya padanya. Hana pergi bersama dengan gugurnya sakura,
mesti tak mungkin saya berharap bisa menemuinya ketika sakura kembali
mekar di tahun-tahun berikutnya.
Untuk Raihana Akira, perempuan paling kuat dan tegar yang pernah saya
temui, satu-satunya yang bisa menempati posisi di hati saya, cinta ini tak
akan pergi biar berapa kalipun sakura mekar dan gugur, tahun-tahun tak
akan pernah bisa menggantikannya. Untuk Raihana Akira, untuk kenangan
yang terlalu manis untuk saya lepaskan, cinta ini akan selalu abadi seabadi
sakura.
Kaseira
TAMAT